BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI METODE BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN SCHRöDINGER MENGGUNAKAN MATLAB ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM BOX. Bentuk umum persamaan orde dua adalah: ay" + b Y' + cy = 0

BAB IV OSILATOR HARMONIS

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3)

PERHITUNGAN TINGKAT ENERGI SUMUR POTENSIAL KEADAAN TERIKAT MELALUI PERSAMAAN SCHRODINGER MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani

MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI

BAB I PENDAHULUAN (1-1)

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

BAB 4 : SISTEM PERSAMAAN LINIER

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jawaban Soal OSK FISIKA 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

KB 2. Nilai Energi Celah. Model ini menjelaskan tingkah laku elektron dalam sebuah energi potensial yang

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

SIFAT GELOMBANG PARTIKEL DAN PRINSIP KETIDAKPASTIAN. 39. Elektron, proton, dan elektron mempunyai sifat gelombang yang bisa

BAB II LANDASAN TEORI

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

C.1 OSILASI GANDENG PEGAS

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER

GETARAN DAN GELOMBANG

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford.

FONON I : GETARAN KRISTAL

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2)

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

Silabus dan Rencana Perkuliahan

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S

XV. PENDAHULUAN FISIKA MODERN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Teori Atom Mekanika Klasik

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

PENDAHULUAN Anda harus dapat

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat

MODUL 4 IMPULS DAN MOMENTUM

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE FISIKA INDONESIA 2015

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 Fisika

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BIDANG STUDI : FISIKA

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( )

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pertemuan 14. persamaan linier NON HOMOGEN

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

ANALISIS DAN VISUALISASI PERSAMAAN KLEIN-GORDON PADA ELEKTRON DALAM SUMUR POTENSIAL DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATHEMATIC 10

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Antiremed Kelas 12 Fisika

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Beda Hingga Metode perbedaan beda hingga adalah metode yang sangat popular. Pada intinya metode ini mengubah masalah Persamaan Differensial Biasa (PDB) nilai batas dari sebuah masalah kalkulus menjadi sebuah aljabar. Dengan metode ini persamaan differensial ψ dan ψ akan diaproksimasikan dengan menggunakan deret Taylor sebagai berikut: (2.1) (2.2) Kalau dikurangi (2.1) dengan (2.2) dan nilai setelah pangkat 2 diabaikan maka akan didapat: Apabila (2.1) ditambahdengan (2.2) akandiperoleh (2.3) (2.4) Persamaan (2.1) (2.4) dapat diterapkan dengan membagi [x 0,x n ], (lihat gambar 2.1) menjadi n bagian dengan interval h: (2.5) X n-1 X n X 0 X 1 X 2 i=0 i=1 i=2 i=n-1 i=n Gambar 2.1 Pembagian Interval antara [x 0,x n ] Dengan metode perbedaan hingga yang dicari adalah pada x tertentu: (2.6) Jika i = 0 maka dengan menggunakan notasi ini persamaan (2.3) dan (2.4) dapat dituliskan: (2.7)

(2.8) Persamaan (2.7) dan (2.8) dikenal dengan aproksimasi perbadaan hingga tiga titik (central three points finite difference approximation). 2.2 Persamaan Differensial Biasa (PDB) dengan Nilai Batas Pada persoalan matematik lebih sering dijumpai PDB tingkat 2 dengan kondisi batas yang diberikan pada dua titik. Umumnya kedua titik ini ada pada batasbatas domain permasalahan. Karena solusi yang dicari berada pada dua batas yang tertutup maka problem ini dikenal sebagai problem domain tertutup atau PDB dengan nilai batas. Bentuk umum dari PDB tingkat 2 dengan nilai batas adalah: (2.9) Dengan nilai-nilai batas: (2.10) (2.11) Dengan : dan (2.12) Dari kondisi batas (2.1), ada 3 kemungkinan jenis kondisi batas yang mungkin diterapkan pada PDB ini, 1. Nilai batas konstan (Tipe Dirichlet) Nilai batas yang diberikan sebagai sebuah konstan. Contoh, jikaa 1 = 1 dan B 1 = 0 maka ψ(x 0 ) = α 2. Nilai batas derivatif (Tipe Neuman) Nilai batas yang diberikan sebagai sebuah nilai derivatif. Contoh, jika A 1 = 0 dan B 1 = 1 maka ψ (x 0 ) = α 3. Nilai batas campuran (Tipe Robin) Nilai batas terdiri dari nilai konstan dan derivatif. Contoh, jika A 1 = 1 dan B 1 = 1 maka ψ(x o ) + ψ (x o ) = α Tergantung dari koefisien-koefisien p(x) dan q(x), PDB (2.9) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. PDB Linier, jika p(x) dan q(x) berupa fungsi dari x saja atau berupa sebuah bilangan kompleks. 2. PDB Non linier, jika p(x) dan q(x) merupakan fungsi dari x. (Triatmodjo, 2002)

2.3 Metode Numerik Penerapan metode numerik pada persamaan Schrödinger dirumuskan dengan persamaan differensial. Langkah pendahuluan yang ditempuh dalam menerapkan metode ini adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan beserta syarat-syarat batasnya dengan seperangkat persamaan aljabar. Dengan mengganti daerah yang kontinu dengan suatu pola titik tersebut. Sistem dibagi menjadi sejumlah subluas yang kecil dan memberi nomor acuan kepada setiap sub luas. 2.4 Sistem Tri-Diagonal Pemecahan persamaan differensial dengan menggunakan diskretisasi perbedaan hingga (finite difference), seringkali melibatkan system persamaan linier (SPL) yang mempunyai bentuk-bentuk khusus. Contoh berikut memberikan dua kemungkinan bentuk SPL berikut; (2.13) Dengan menggunakan notasi matriks, sistem persamaan (2.13) dapat dituliskan [ ] [ ] (2.14) [ ] Pada sistem tri-diagonal tampak bahwa mayoritas dari elemen matriknya adalah nol. Komputasi dengan komputer dapat menghemat banyak ruang memori dengan hanya menyimpan elemen yang ada di diagonal mayor dan dua sub diagonal lainnya. Untuk sistem tri-diagonal, digunakan tiga vector a, d, dan c untuk menyimpan nilai elemen yang bukan nol sepanjang diagonal mayor dan subdiagonalnya sehingga persamaan (2.14) menjadi;

(2.15) [ ] [ ] [ ] Pemecahan SPL dengan koefesien matriks tri-diagonal didasari oleh metode Doolittle. Pertama-tama matriks A didekomposisi menjadi LU, yaitu matriks segitiga bawah dan segitiga atas sesuai algoritma Doolittle. Setelah dekomposisi persamaan (2.15) menjadi: (2.16) [ ] [ ] [ ] [ ] L U x b Setelah perkalian matriks persamaan (2.16) menjadi [ ] (2.17) [ ] [ ] Inti dari algoritma ini adalah mengubah elemen-elemen pada vector a, d, dan c dengan vector α, δ, dan c yang merupakan elemen-elemen dari L dan U, jika dibandingkan persamaan (2.17) dengan (2.15) maka tampak bahwa:

Langkah-langkah di atas dapat dengan mudah diprogram, sebagai ilustrasi, 3 langkah pertama program tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: d(1) = d(1) a(2) = a(2) / d(1) d(2) = d(2) a(2)*c(1) a(3) = a(3) / d(2) d(3) = d(3) a(3)*c(2) setelah elemen-elemen pada vector a dan d dengan α dan δ, persamaan (2.16) dapat diproses lebih lanjut, jika Ux sebut saja g, maka persamaan (2.16) dapat dituliskan (2.18) [ ] [ ] [ ] L g b Dari persamaan (2.18) dapat diperoleh; (2.19) Dalam proses komputasi g disimpan sebagai vector b, yaitu elemen-elemen awal b diganti dengan yang baru. Tiga langkah pertama dalam program tertulis sebagai berikut: b(1) = b(1) b(2) = b(2) a(2)*b(1) b(3) = b(3) a(3)*b(2) karena g adalah Ux maka; [ ] [ ] [ ] L x g (2.20) (2.21)

Dalam komputasi, tiga langkah pertama berbentuk x(n) = b(n) / d(n) x(n-1) = [b(n-1) c(n-1)*x(n)] / d(n-1) x(n-2) = [b(n-2) c(n-2)*x(n-1)] / d(n-2) Jika diperhatikan prosedur di atas adalah metode Doolittle yang diterapkan pada sistem tri-diagonal. Namun karena elemen dari matriks A kebanyakan nol maka hanya digunakan tiga vector dengan ukuran 1 x N untuk menyimpan elemen bukan nol matriks A. Teknik ini sangat populer dengan algoritma Thomas, sesuai dengan nama penemunya. (Zettili, 2009) 2.5 Osilator Harmonik Pada mekanika klasik, salah satu bentuk osilator harmonik adalah sistem pegas massa, yaitu suatu beban bermassa m yang terikat pada salah satu ujung pegas dengan konstanta pegas k. Persamaan gerak adalah (2.22) (2.23) Dengan adalah frekuensi angular osilasi. Persamaan (2.23) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah (2.24) Dan energi potensial sistem adalah (2.25) Oleh karena tidak bergantuk waktu, maka kita dapat menggunakan persamaan Schrödinger tak bergantung waktu bentuk satu dimensi, yaitu

(2.26) (R. Murugeshan, 2007) 2.6 Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger merupakan fungsi gelombang yang digunakan untuk memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel. Suatu persamaan differensial akan menghasilkan pemecahan yang sesuai dengan fisika kuantum. Untuk membentuk persamaan Schrödinger, maka harus memenuhi 3 (tiga) kriteria, sebagai berikut: a Taat azas dengan kekekalan energi Hukum kekekalan energi adalah jumlah energi kinetik ditambah energi potensial bersifat kekal, artinya tidak bergantung pada waktu maupun posisi. Persamaan Schrödinger harus konsisten dengan hukum kekekalan energi. Secara matematis, hukum kekekalan energi dapat dinyatakan dengan rumusan: (2.27) Suku pertama ruas kiri menyatakan energi kinetik, suku kedua menyatakan energi potensial, dan ruas kanan menyatakan suatu tetapan yang biasanya disebut sebagai energi total. dimana energi kinetik yang digunakan bukanlah dalam bentuk. Karena pada persamaan Schrödinger berbicara tentang dunia atom, sehingga digunakan prinsip ketakpastian, dengan h = 6,63 x 10-34 J.s. Ketidakpastian ini adalah sesuatu yang akurat dan pasti. Pada skala ini memberi makna terhadap gejala fisika dalam dunia atom dan karena momentum itu sebanding dengan kecepatan. Ini berarti partikel tidak dapat memiliki posisi dan kecepatan yang akurat pada saat bersamaan, bahkan ketidakpastian dalam posisi dikalikan dengan ketakpastian momentum selalu lebih besar nilainya dari konstanta Planck, karena nilai konstanta Planck sangat kecil. Sehingga hanya digunakan dalam kawasan mikroskopik misalnya elektron. b. Linear dan bernilai tunggal Persamaannya haruslah berperilaku baik, dalam pengertian matematikanya. Pemecahannya harus memberi informasi tentang probabilitas untuk menemukan

partikelnya, walaupun ditemukan probabilitas berubah secara kontiniu dan partikelnya menghilang secara tiba-tiba dari suatu titik dan muncul kembali pada titik lainnya, namun fungsinya haruslah bernilai tunggal, artinya tidak boleh ada dua probabilitas untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Probabilitas harus liniear, agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang diharapkan sebagai miliki gelombang yang berperilaku baik. c. Pemecahan partikel bebas sesuai dengan gelombang de Broglie tunggal Tahun 1924 de Broglie menyatakan bahwa materi mempunyai sifat gelombang disamping sifat partikel. Bentuk persamaan differensial apapun, haruslah taat asas terhadap hipotesis de Broglie. Untuk menyelesaikan persamaan matematik bagi sebuah partikel dengan momentum p, maka pemecahannya harus berbentuk fungsi gelombang dengan panjang gelombang λ yang sama dengan. Sesuai dengan persamaan. Maka energi kinetik dari gelombang de Broglie partikel bebas haruslah. Bentuk persamaan harus taat asas kekekalan energi seperti yang dijelaskan di atas, K muncul dalam pangkat satu dan, sehingga satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung k 2 adalah dengan mengambil turunan kedua dari terhadap x. Sehingga dihasilkan persamaan Schrödinger sebagai berikut: ( ) (2.28) Persamaan (2.28) merupakan bentuk persamaan Schrödinger tidak bergantung waktu dalam satu dimensi. 2.7 Probabilitas dan Normalisasi Fungsi gelombang menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas masalah yang muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Ini merupakan suatu jenis

gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Dimana memberikan probabilitas untuk menemukan partikel dalam selang dx di x. Rapat probabilitas P(x) terhadap menurut persamaan Schrödinger sebagai berikut: (2.29) Tafsiran ini membantu memahami persyaratan kontiniu. Walaupun amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontiniu. Probabilitas untuk menemukan partikel antara x 1 dan x 2 adalah jumlah semua probabilitas dalam selang antara x 1 dan x 2 adalah sebagai berikut: (2.30) dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik sepanjang sumbu x, adalah 100 persen, sehinga berlaku: (2.31) Persamaan (2.31) dikenal dengan syarat normalisasi, yang menunjukkkan bagaimana mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan dari persamaan differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya ditentukan dari persamaan (2.31) disebut ternormalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya telah dilakukan secara tepat, maka persamaan (2.30) akan selalu menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 dan 1. Setiap pemecahan persamaan Schrödinger yang menghasikan bernilai tak berhingga, harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak hingga untuk menemukan partikel pada titik manapun. Maka harus mengesampingkan suatu pemecahan dengan mengembalikan faktor pengalinya sama dengan nol. Sebagai contoh, jika pemecahan matematika bagi persamaan differensial menghasilkan bagi seluruh daerah x >0, maka syaratnya A = 0 agar pemecahannya mempunyai makna fisika. Jika tidak, akan menjadi tak hingga untuk x menuju tak hingga (tetapi jika pemecahannya dibatasi dalam selang 0 < x < L, maka A tidak boleh sama dengan nol). Tetapi jika pemecahannya berlaku pada seluruh daerah negatif sumbu x < 0, maka B = 0. Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini tidak dapat menjamin kepastian hasil satu kali pengukuran suatu besaran fisika yang bergantung pada kedudukannya. Namun jika menghitung probabilitas yang berkaitan dengan

setiap koordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali. (Krane, 1992) 2.8 Penerapan Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika. Dimana pemecahan persamaan Schrödinger, yang disebut fungsi gelombang, memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel. 2.8.1. Pada Partikel Bebas Yang dimaksud dengan partikel bebas adalah sebuah partikel yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang; yaitu, F = -dv(x)/dx = 0 sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Dalam hal ini, bebas memilih tetapan potensial sama dengan nol. Berikut ini resep Schrödinger diterapkan pada partikel bebas, kembali ke persamaan Schordinger dengan potensial energi yang sesuai, V(x) = 0. Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan p, yang mengakibatkan energi totalnya juga konstan. Tetapi partikel bebas dalam mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan Schrödinger bergantung waktu, persamaan Schrödinger untuk partikel bebas dapat diperoleh dari persamaan (2.28) berikut: (2.32) untuk partikel bebas V(x) = 0, maka persamaannya menjadi (2.33) bila diambil dan (2.34) dengan demikian diperoleh: (2.35) Persamaan (2.35) adalah bentuk umum, dengan adalah positif, dimana merupakan kuantitas kompleks yang memiliki bagian real dan bagian imajiner. Sehingga pemecahannya adalah (2.36) Pemecahan ini tidak memberi batasan pada k, maka partikel yang diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum, bahwa energinya tidak terkuantisasi). Sedangkan penentuan nilai A dan B mengalami beberapa kesulitan,

karena integral normalisasi tidak dapat dihitung dari hingga bagi fungsi gelombang itu.(einsberg, 1970) 2.8.2. Potensial Halang Apa yang akan terjadi apabila sebuah partikel yang sedang bergerak (satu dimensi) dalam suatu daerah yang berpotensial tetap tiba-tiba bergerak memasuki suatu daerah. Pemecahan pada persoalan seperti ini dilakukan, dengan mengambil E sebagai energi total (yang tetap) dari partikel dan V 0. sebagai nilai energi potensial tetapnya. Pada daerah I dan III, nilai V n = 0,dan pada daerah II dengan batas x 0 hingga x = a memiliki energi potensial V n = V 0 I II III 0 a Gambar 2.2 Potensial halang Partikel dengan energi E yang lebih kecil daripada V 0 datang dari sebelah kiri. Daerah x<0 berupa gelombang datang dan pantul berbentuk sinus, dalam daerah 0 x a dan kembali berbentuk sinus pada daerah x>a yaitu gelombang transmisi. Pemecahan ini mengilustrasikan perbedaan penting antara mekanika klasik dan mekanika kuantum. Secara klasik, partikelnya tidak pernah dapat ditemukan pada daerah x > 0, karena energi totalnya tidak cukup melampaui potensial tangga. Tetapi, mekanika kuantum memperkenankan fungsi gelombang dan partikel akan menerobos masuk ke dalam daerah terlarang klasik. 1. Padadaerah 1, x a V=0 (2.37) Bila diambil = Maka persamaan Schrödingerya menjadi:

(2.38) 2. Pada daerah II, 0 x a, dane <V 0 V = V 0 (2.39) (2.40) Dimana: = Maka persamaan Schrödingernya menjadi: (2.41) 3. Pada daerah III, a x (2.42) (2.43) Maka solusi dari persamaan (2.38), (2.40) dan (2.43) adalah sebagai berikut: (2.44) (2.45) (2.46) Arti fisis dari persamaan solusi gelombang di atas adalah pada daerah I merupakan superposisi dari dua gelombang yang berasal dari gelombang datang dan gelombang pantul setelah gelombang tersebut bertumbukan dengan penghalang potensial. Pada daerah II juga terdapat dua superposisi gelombang yang berasal dari gelombang yang ditransmisikan oleh gelombang datang dan gelombang pantul yang menumbuk potensial berikutnya. Sedangkan untuk daerah III hanya terdapat 1 fungsi gelombang yang berarti hanya terdapat gelombang yang ditransmisikan dari gelombang yang berada dalam potensial penghalang dan tidak terdapat gelombang yang dipantulkan karena selanjutnya tidak ada penghalang potensial.

Gambar 2.3 Fungsi Gelombang Untuk E < V 0 Dengan k 1 = (2.47) Menyatakan bilangan gelombang debroglie yang membuat partikel di luar perintang, karena: E i = cos + i sin (2.48) e -i = cos + i sin (2.49) mewakili panjang gelombang sepanjang sumbu x denganamplitudo A dan mewakili gelombang yang dipantulkan sepanjang sumbu x negatif dengan amplitudo B. Pada persamaan (2.45). mewakili penurunan gelombang eksponensial sepanjang sumbu x dalam potensial halang data gelombang pantul dalam potensial halang. Sedangkan pada persamaan (2.59), mewakili gelombang transmisi yang bergerak sepanjang sumbu x dalam daerah III. (R. Murugeshan, 2007). 2.8.3 EfekTerobosan Sebagaimana dari prinsip sumur potensial, secara mekanika klasik sebuah elektron tidak dapat menembus penghalang, karena E < E 0, tidak memungkinkan elektron bisa menembus daerah tersebut, sehingga Ek = E E 0 bernilai negatif. Atau dengan bahasa lain x > 0 merupakan daerah larangan yang tidakmungkin di temukanelektron, yang terjadi hanya dipantulkan kembali. Namun nyatanya, secara kuantum pada sisi setelah penghalang tersebut, masih bisa ditemukan elektron. Teori kuantum ini juga meramalkan kemungkinan elektron menembus suatu penghalang yang hanya terjadi didunia mikro. Fenomena inilah yang dikenal dengan gejala penerobosan. Dalam mekanika klasik sebuah potensial tak bergantung waktu satu dimensi dapat memberikan dua jenis gerak yang berbeda. Jika V(x) meningkat melebihi besar

daripada energi total partikel (E) di kedua sisi (gambar 2.4) maka partikel akan terperangkap pada sumur potensial (terguncang bolak-balik) diantara titik balik, tapi tidak dapat melarikan diri. Keadaan partikel tersebut disebut keadaan terikat (bound state). Jika pada sisi lain E > V(x) pada satu sisi atau keduanya, lalu partikel datang dari ketakterbatasan, memperlambat kecepatan atau menambah kecepatan dibawah pengaruh potensial dan kembali ke keadaan tak hingga(gambar 2.5). Keadaan ini di sebut keadaan hamburan (scattering state). Gambar 2.4 Bound state Gambar 2.5 Scattering State Kita telah menemui dua jenis solusi persamaan schrödinger tak bergantung waktu, yaitu untuk spektrum diskrit dan kontinu. Persamaan Schrödinger ini menerangkan secara tepat pada bound state dan scattering state. Perbedaannya terlihat sangat jelas pada wilayah kuantum karena fenomena tunneling ini mengijinkan partikel untuk menerobos melalui dinding potensial yang terbatas (finite), jadi satu-satunya permasalahannya adalah pada saat potensial bernilai tak hingga. (Einsberg, 1970) 2.9 Program Komputer Program komputer adalah suatu urutan instruksi yang disusun secara sistematis dan logis dengan menggunakan bahasa pemrograman untuk menyelesaikan suatu masalah. Program komputer merupakan contoh perangkat lunak komputer yang menuliskan aksi komputasi yang akan dijalankan oleh komputer. Komputasi ini biasanya dilaksanakan berdasarkan suatu algoritma atau urutan perintah tertentu. Urutan perintah (algoritma) merupakan suatu perangkat yang sudah termasuk dalam program komputer tersebut. Tanpa algoritma tersebut, program komputer tidak dapat berjalan dengan baik. Program komputer dapat digunakan untuk perhitungan numerik dan eksperimen simulasi melalui pendekatan fisika komputasi dengan menggunakan pemrograman MATLAB.

Matlab adalah singkatan dari Matrix Laboratory, suatu perangkat lunak matematis yang menggunakan vector dan matriks sebagai elemen data utama. Matlab merupakan bahasa pemrograman yang hadir dengan fungsi dan karakteristik yang berbeda dengan bahasa pemrograman lain yang sudah ada lebih dahulu seperti Delphi, Basic, maupun C++. Matlab merupakan bahasa pemrograman level tinggi yang dikhususkan untuk kebutuhan komputasi teknis, visualisasi dan pemrograman seperti komputasi matematik, analisis data, pengembangan algoritma, simulasi, dan pemodelan serta grafik-grafik tertentu. (Aris, 2006) Matlab menyediakan beberapa instruksi dasar yang memungkinkan pengguna membuat program atau fungsi, antara lain sebagai berikut: 1. Statement if : untuk mengeksekusi sekumpulan instruksi yang diisyaratkan bernilai benar. 2. Statement switch : untuk mengeksekusi sekumpulan instruksi dari suatu ekspresi atau variable. 3. Statement for : digunakan untuk mengulang sekumpulan instruksi. 4. Statement while : untuk mengerjakan sekelompok perintah yang diulang secara tidak terbatas. 5. Statement break : untuk keluar lebih awal dari suatu loop for dan while jika kondisi yang sudah diinginkan sudah tercapai. 6. Grid danlegend : untuk member grid dan legend pada grafik. 7. Subplot : digunakan untuk menggambar lebih dari satu grafik dalam satu plot.