Kata kunci: efektivitas, fault tree analysis, line can, overall equipment effectiveness

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY ,2) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGUKURAN PRODUKTIVITAS MESIN CNC DI PT. RAJA PRESISI SUKSES MAKMUR DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan

HASBER F. H. SITANGGANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

Sunaryo dan Eko Ardi Nugroho

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel...

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN : X

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PENINGKATAN EFISIENSI PRODUK MESIN B-3 MELALUI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENEES (OEE)

PENGUKURAN MANAJEMEN PERAWATAN MENGGUNAKAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS HASIL

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

BAB II KAJIAN LITERATUR...

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. ABSTRACT... vii. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI...

PT. PP LONDON SUMATERA INDONESIA Tbk BAGERPANG POM SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

PERHITUNGAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESIN MESPACK DI PT. UNILEVER INDONESIA DEA DERIANA

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

Perbandingan Efektivitas Mesin Gilingan Susunan 3 Rol dan 4 Rol dengan Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) di PT. PG. Candi Baru Sidoarjo

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

BAB I PENDAHULUAN. industri baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang manajemen,

BAB I PENDAHULUAN. peragian yang ada di Brew house depart hingga proses packaging PT. MBI. produktivitas yang diinginkan perusahaan dapat tercapai.

Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo)

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness

Seminar Nasional IENACO ISSN:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

SKRIPSI ANALISIS PENINGKATAN EFEKTIFITAS MESIN SEWING MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DI PT.

ANALISA PERBAIKAN MESIN CNC MA-1 DENGAN MENGGUNAKAN INDIKATOR KINERJA OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. b. Meminimalkan biaya bahan baku dan upah kerja. c. Kecepatan proses produksi dengan basis mess production yang seragam.

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PADA MESIN WELDING DENGAN PENERAPAN KONSEP TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (Studi kasus: PT Arthawenasakti Gemilang, Malang)

BAB V ANALISIS. Total Waktu (menit)

Suharjo Jurnal OE, Volume VI, Maret No. 1, 2014

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA

Analisis Produktivitas Perawatan Mesin dengan Metode TPM (Total Productive Maintenance) Pada Mesin Mixing Section

JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 1 TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PERHITUNGAN OEE (OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENES) PADA MESIN TRUPUNCH V 5000 I MENUJU TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Study Kasus Pada PT XYZ

Evaluasi Efektivitas Mesin Filter Press

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016

BAB I PENDAHULUAN. FREKUENSI KERUSAKAN PER BULAN (Times)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2013

Iyain Sihombing, Novie Susanto*, Hery Suliantoro

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

RANCANGAN PERBAIKAN EFEKTIVITAS MESIN SPINNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS DAN GREY FMEA DI PT XYZ

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada Mesin Discmill di PT Tom Cococha Indonesia

PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR (Betrianis, et al.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way

ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SISTEM PERAWATAN PADA MESIN KMF 250 A MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DI PT TSG

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DALAM MENGUKUR

Transkripsi:

Pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebagai Dasar Pengambilan Kebijakan Maintenance (Studi Kasus pada PT Eka Timur Raya, Purwodadi - Pasuruan) Measurement of Overall Equipment Effectiveness (OEE) as The Base of Maintenance Policy Dicisions (Case Study at PT Eka Timur Raya, Purwodadi Pasuruan) Lutfiyatul Hasanah 1)*, Retno Astuti 2), Dhita Morita Ikasari 2) 1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP Univ. Brawijaya 2) Dosen Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP Univ. Brawijaya Lutfiyatul.hasanah@gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai efektivitas mesin pada line can 1 dan line can 2 di serta mengetahui hal apa saja yang menjadi penyebab dasar kegagalan mesin yang memiliki nilai efektivitas terendah, sehingga akan mempermudah dalam pengambilan kebijakan maintenance yang dilakukan oleh PT Eka Timur Raya. Metode penelitian yang digunakan untuk mengukur efektivitas mesin adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan analisis penyebab dasar kegagalan dengan menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai efektivitas mesin pada line can 1 dengan menggunakan OEE berada di atas standar world class (85%) selama periode pengukuran (November -Oktober) kecuali bulan April (auto filler sebesar 82,90%, exhauster 83,20%, seamer 81,65%). Nilai effektivitas mesin di line can 2 berada di bawah standar world class pada bulan April (auto filler sebesar 84,02%, exhauster 84,43%, seamer 82,88%), Mei (auto filler sebesar 82,65 exhauster 82,85%, seamer 81,12%), Oktober (auto filler sebesar 84,35%, exhauster 84,56%, seamer 83,60%). Pada kedua line pencapaian nilai OEE mesin seamer adalah yang terendah selama periode pengukuran. Hal-hal yang menjadi penyebab dasar mesin kegagalan mesin seamer dirangkum dalam 18 minimal cut set Kata kunci: efektivitas, fault tree analysis, line can, overall equipment effectiveness ABSTRACT The purpose of this research are to know the value of effectiveness of the machines on line can 1 and line can 2 and to know things likely to be the basic cause of the engine failure which had the lowest effectiveness value, that will facilitate the maintenance policy decisions was made by PT Eka Timur raya. The method used to measure the engine effectiveness was Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) and analysis of the basic failure causes by used the Fault Tree Analysis ( FTA ). The results shown that the value of the effectiveness the machine on line can 1 by using OEE is above the world class standard (85 %) during the measurement period (November-October) except April (82.90% for auto filler, 83.20 % exhauster, seamer 81.65 %). Effectiveness value machine in line can 2 under the world class standards in April (84.02 % for auto filler, exhauster 84.43 %, seamer 82.88 %), April (82.65% for auto filler, exhauster 82.85 %, seamer 81.12 %), October (84.35% for auto filler, 84.56 % exhauster, seamer 83.60 %). For both lines, achievement of OEE value of seamer mechine were the lowest during the measurement period. The things that basic cause of the seamer machine failures are summarized in the 18 minimal cut sets. Keywords : effectiveness, fault tree analysis, line can, overall equipment effectiveness

PENDAHULUAN Efektivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai. Semakin besar presentase target yang dicapai, maka semakin tinggi efektivitasnya (Andras, 2007). Nilai efektivitas mesin yang tinggi dapat tercapai apabila dalam melakukan proses produksinya, perusahaan dapat mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh kinerja yang menurun pada mesin yang digunakan. PT. Eka Timur Raya yang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam pengalengan jamur kancing (champignon) dengan tujuan ekspor. Titik kritis dalam proses produksi adalah keberhasilan dalam proses seaming (penutupan Produk yang banyak mengalami kegagalan seaming selama kurun waktu satu tahun terakhir adalah produk dengan kemasan 4 Oz yakni sebesar 83,18 % dari total akumulasi, sedangkan kemasan 8 Oz hanya 16,42 % dan kemasan 68 Oz sebesar 0,4%. Produk kemasan 4 Oz merupakan produk yang mengalami proses seaming pada line can 1dan line can2. Permasalahan yang berkaitan dengan tingkat efektivitas mesin seamer adalah adanya kegagalan penutupan saat proses seaming seperti sering terjadi screath pada panel penutup, kaleng terjepit saat seaming berjalan, terjadi kemacetan saat transfer lid, serta terdapat defect product dari seamer yang diketahui setelah proses sterilisasi. Tingkat efektivitas mesin seamer juga dapat dipengaruhi oleh nilai efektivitas mesin yang disusun secara kontinyu pada lini yang sama. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran efektivitas mesin seamer dan mesin yang tersusun secara kontinyu dengan seamer pada line can 1 dan line can 2. Pengukuran efektivitas tersebut dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan maintenance dalam usaha perbaikan dan pemeliharan. Metode pengukuran yang sering digunakan dalam melakukan analisa efektivitas kinerja mesin dan peralatan adalah analisa Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE merupakan alat ukur (metric) yang sering digunakan untuk mengukur efektivitas peralatan yang dapat memberikan informasi kepada perusahaan dalam menentukan keefektifan pelaksaan kebijakan perawatan yang dilakukan. (Betrianis dan Suhendra, 2006 ). Keunggulan dari analisa dengan OEE yaitu kualitas perawatan mesin akan terfokus dengan penilaian availability, performance dan quality dari tiap-tiap stasiun (Said dan Susetyo, 2008). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui nilai efektivitas mesin pada line can 1 dan line can 2 serta mengetahui hal-hal yang menjadi penyebab dasar kegagalan mesin yang memiliki nilai OEE terendah, sehingga akan mempermudah dalam pengambilan kebijakan maintenance yang dilakukan oleh PT Eka Timur Raya BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai Desember 2013 di PT Eka Timur Raya yang terletak di Jalan Raya Nongkojajar KM 1,4 Desa Cowek Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, Indonesia. Pengolahan data penelitian dilakukan di Laboratorium Komputasi dan Analisis Sistem, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini antara lain: 1. Pengukuran efektivitas mesin dilakukan pada bulan November 2012 hingga Oktober 2013. 2. Pengukuran dilakukan pada mesin yang terdapat di line can 1 dan line can 2 karena lini ini merupakan lini yang dilalui oleh produk kemasan 4 Oz (produk yang mengalami kegagalan proses seaming terbesar dibanding produk lainnya). Pengukuran dilakukan pada mesin auto filler, exhauster, dan seamer pada masing-masing lini (line can 1 dan line can 2). Pengkuran pada mesin seamer dilakukan karena seaming merupakan titik kritis dalam proses pengalengan jamur. Pengukuran pada auto 2

filler dan exhauster dilakukan karena kedua alat ini terletak dalam satu lini yang tersusun secara kontinyu dan mempengaruhi keefektifan dari mesin seamer. 3. Penentuan komponen kritis penyebab kegagalan dilakukan dengan menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Pembuatan FTA berdasarkan pada kegagalan fasilitas tertinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran OEE terkecil pada mesin yang dianalisis. 4. Pelaksanaan perawatan tidak termasuk dalam pembahasan. Pengukuran Efektivitas Peralatan dengan OEE Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan. Untuk mengukur tingkat efektivitas peralatan di PT. Eka Timur Raya dilakukan dengan tahap sebagai berikutt: 1. Perhitungan nilai Availability Avaibility adalah perbandingan waktu operasi dengan waktu loading. Waktu operasi dapat diperoleh dari pengurangan waktu loading dengan waktu downtime peralatan. Rumus yang digunakan untuk pengukuran Availbility ratio adalah: Availability= Keterangan: - Operating time merupakan lama dari waktu peralatan yang benar-benar beroperasi (loading time downtime). - Loading time merupakan waktu yang tersedia untuk produksi (per periode). 2. Perhitungan Performance Efficiency Performance Efficiency adalah rasio kualitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia (operation time). Rumus Performance Efficiency adalah: Performance Efficiency = x 100% Keterangan: - Process amount adalah jumlah berat total yang diproses oleh peralatan - Ideal cycle time adalah waktu siklus ideal atau teoritis. - Operating time adalah lama waktu peralatan yang benar-benar beroperasi. 3. Perhitungan Rate Of Quality Product Rate Of Quality Product adalah perbandingan produk yang baik (good product) yang sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah ditentukan terhadap jumlah produk yang diproses. Rate of Quality Product = Keterangan - Process amount adalah jumlah produk yang akan diproduksi - Defect amount adalah banyaknya produk cacat dalam sistem produksi 4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Setelah nilai avaibility, performance efficiency, dan rate of quality product pada masing-masing mesin diketahui kemudian dilakukan perhitungan nilai OEE untuk mengetahui efektivitas penggunaan mesin. Nilai OEE dapat dihitung dengan rumus: OEE= Availability x Performance rate x Quality Product Dari perhitungan OEE aka dilanjutkan dengan perhitungan six big losses untuk mengetahui faktor terbesar yang mempengaruhi nilai OEE. Faktor-faktor yang dikategorikan dalam six big losses adalah (Fitriadi dan Koncoro, 2013): ):1)Downtime losses, yang meliputi equipment failure serta set up and adjustment losses; 2) Speed losses, yang meliputi idling and minor stoppage losses serta reduce speed losses; 3)Defect losses, yang meliputi process defect serta reduce yield losses. Identifikasi Komponen Kritis dengan FTA Identifikasi komponen kritis penyebab kegagalan dilakukan pada mesin yang memiliki nilai OEE terendah dari hasil pengukuran. Menurut donar (2005). untuk mengetahui komponen-komponen yang berkemungkinan 3

menyebabkan kegagalan fasilitas menggunakan FTA diperlukan langkah- langkah dalam penggunaan metode tersebut yaitu: 1. Identifikasi top level event Top level event mempunyai beberapa persyaratan yaitu: a)clearly :kejadian yang ditetapkan jelas; b)observable: kejadian yang ditetapkan dapat diamati; c)measureable : kejadian yang ditetapkan dapat diukur. 2. Membuat diagram pohon kegagalan Diagram pohon kegagalan menunjukan bagaimana suatu top event bisa muncul pada mesin atau komponen yang dianalisis 3. Menentukan minimal cut set Minimal cut set merupakan kumpulan basic event atau kombinasinya yang dapat menyebabkan munculnya top level event (Joko, 2009). Jadi pada penelitian ini minimal cut set merupakan kumpulan basic event penyebab gangguan pada permasalahan mesin yang memiliki nilai OEE terendah. Pengguan simbol pada FTA dalam penelitian ini diantaranya adalah: Top event, yaitu kejadian puncak yang dicari akar penyebabnya. Basic event, yaitu kejadian dasar yang tidak dapat diturunkan lagi (batas akhir penyebab kegagalan). Event, yaitu kejadian yang masih bisa diturunkan menjadi beberapa macam kejadian And Gate, yaitu kejadian pada output yang terjadi jika semua input yang ada juga terjadi. Or Gate, yaitu kejadian pada output paling tidak terdapat satu kejadian pada input yang terjadi. Inhibit, yaitu kejadian input akan menyebabkan kejadian output jika conditional event terjadi. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Perusahaan PT Eka Timur Raya merupakan perusahaan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) yang berdiri pada tanggal 19 Desember 1999 dan menyatakan diri sebagai perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri khususnya ekspor jamur champignon yang dikemas dalam kaleng, gelas maupun pouch. Alasan pendirian perusahaan ini karena adanya permintaan akan jamur champignon dunia yang tinggi. Nilai jual jamur champignon juga sangat tinggi dengan proses pembudidayaan yang relatif mudah dan waktu pemanenan yang singkat. PT Eka Timur Raya mulai melakukan kegiatan produksi serta ekspor pada tahun 2002. PT. Eka Timur Raya melakukan produksi berdasarkan permintaan konsumen yang sebagian besar adalah konsumen dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa dan lain-lain. Pada awal tahun 2011, PT. Eka Timur Raya mulai melakukan variasi pengembangan produk kaleng non mushroom seperti sop, sayur asem, sayur tumis, koktail,dll. Pada 24 April 2009 PT Eka Timur Raya memperoleh sertifikat yang terkait dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yakni SQF 2000 CM CODE, level 3- Comprehensive Food Safety and Quality management System (Number: 100924).Pada saat ini, PT Eka Timur Raya dimiliki oleh Bapak Choliq Bawazier (pemilik Bawazier group). Pimpinan PT Eka Timur Raya adalah Bapak Maryono Budi Harjono yang membawahi empat departemen di antaranya departemen budidaya, factory, logistic, dan accounting. Lokasi PT Eka Timur Raya terletak di Jalan Raya Nongkojajar KM 1,4 Desa Cowek Kec. Purwodadi Kab. Pasuruan Jawa Timur, Indonesia. Proses Pengalengan Jamur di PT Eka Timur Raya Proses pengalengan jamur di PT Eka Timur Raya dimulai dengan penerimaan jamur segar (receiving material) hingga dilakukannya stuffing dan pengangkutan produk jadi untuk dipasarkan. Bahan yang ditangani selama proses produksi di antaranya bahan baku utama (jamur), bahan pembantu (air,garam, vitamin C dan asam sitrat) dan bahan pengemas. Proses produksi dilakukan dengan sistem batch pada tiap kedatangan jamur. Pada raw material dilakukan proses pencucian, trimming dan blanching. Pada semi product line dilakukan 4

sortasi 1, grader dan sortasi 2. Proses di lini pengalengan adalah slicing, filling, exhausting dan seaming. Proses selanjutnya adalah sterilisasi, can drying, pelabelan serta pengepakan. Hal yang menjadi titik kritis pengalengan jamur di PT Eka Timur Raya adalah saat dilakukan proses penutupan (seaming) dan proses sterilisasi. Seaming merupakan penutupan kemasan kaleng melalui pembentukan double seam yang sesuai standar dengan menggunakan mesin seamer dengan tujuan untuk memperoleh kondisi yang hermentis (tidak terjadi perpindahan substansi baik ke luar ataupun ke dalam kemasan produk). Proses sterilisasi yang diterapkan pada pengalengan jamur di PT Eka Timur Raya adalah sterilalisasi komersial. Proses sterilisasi ini menggunakan batch retort vertical (bejana tertutup bertekan), dengan sumber tekanan yang digunakan berasal dari luar (boiler). Pada tahap ini pengendalian terhadap waktu dan suhu yang diterapkan sangat dikontrol, karena akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses sterilisasi yang dilakukan. Menurut Muchtadi (2010), sterilisasi komersial adalah suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi terdapat mikroorganisme hidup. Line can 1 dan Line can 2 Line can 1 dan line can 2 merupakan lini produksi di PT Eka Timur Raya yang digunakan untuk melakukan pengalengan produk dengan menggunakan kemasan kaleng ukuran 4 Oz. Kemasan 4 Oz merupakan kemasan yang paling banyak diproduksi dibandingkan dengan kemasan 8 Oz dan 16 Oz. Uraian lengkap nama dan fungsi alat di line can 1 dan line can 2 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nama dan Fungsi Peralatan serta Mesin yang Terdapat di Line can 1 dan Line can 2 No Nama Peralatan Fungsi 1. 2. Slicer Shaker untuk mengiris jamur. untuk tahapan shaking, yaitu tahapan pemisahan serpihan 3. 4. 5. 6. 7. 8. 10. Dewatering part Stone trap part Vibrator part Auto filler Filling table Exhauster Seamer Sumber: Data Primer (2014) dari jamur yang sudah diris untuk proses penirisan jamur setelah shaking untuk memisahkan benda asing dari jamur setelah proses dewatering. untuk mengurangi kandungan air dalam jamur. untuk proses pengisian jamur dalam kaleng. untuk tempat penimbangan jamur secara manual untuk proses exhausting untuk proses penutupan double seam kemasan kaleng setelah exhausting. Proses pada line can 1 dan line can 2 adalah: 1. Proses slicing Slicing merupakan proses yang dilakukan untuk mendapatkan jamur dalam bentuk irisan sempurna dan seragam. 2. Proses shaking Shaking berfungsi untuk memisahkan jamur dengan serpihan-serpihan ketika mengalami proses slicing. 3. Proses Filling Filling merupakan proses pengisian jamur ke kaleng dengan menggunakan automatic filling machine. 4. Proses brining Brining merupakan proses pengisian larutan (brine) ke dalam kaleng yang sudah berisi jamur. 5. Proses exhausting Exhausting merupakan proses yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa udara (oksigen) yang terjebak di ruang antar produk.. 6. Proses seaming Seaming adalah proses penutupan kemasan kaleng untuk memperoleh kondisi hermentis Pada line can 1 dan line can 2 kerja mesin secara keseluruhan dipengaruhi oleh kecepatan seamer. Apabila terjadi pemberhentian pada seamer maka proses yang terjadi sebelumnya akan berhenti. Jika pemberhentian terjadi pada auto filler maka proses selanjutnya masih bisa berlanjut untuk 5

november desember januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober menyelesaikan proses produk yang telah dilakukan auto filler sebelum terjadi downtime. Perhitungan Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) pada Mesin di Line Can 1 Dan Line Can 2 Overall Equipment Effectiveness (OEE) digunakan sebagai alat ukur pemakaian mesin dan peralatan dengan mengetahui besarnya penggunaan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi, kemampuan peralatan dalam menghasilkan barang dan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk sesuai dengan standar (Andika, 2007). Rata-rata nilai availability, performance efficiency, rate of quality product dan OEE line can 1 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai Rata-rata Availability, Performance Efficiency, Rate of Quality Product dan Overall Equipment Effectiviness (OEE) Pada Line Can 1 Bulan November 2012 Oktober 2013 Nama Mesin Availa bility Perform ance Efficien cy Rate of Quality Product OEE Auto filler 93,01 96,05 99,97 89,30 Exhauster 93,11 96,05 99,999 89,42 Seamer 92,18 96,05 99,96 88,49 Rata rata 92,77 96,05 99,98 89,07 Sumber : Data primer diolah (2014) Nilai availability terendah adalah seamer, karena seamer memiliki total downtime tertinggi pada tiap bulannya hal ini akan berpengaruh pada rendahnya nilai operating time sehingga akan menurunkan pencapaian nilai availability. Meskipun demikian rata-rata nilai availability pada seamer masih di atas standar kondisi ideal availability. Menurut Rahmad dan Wahyudi (2012), untuk memperoleh kondisi OEE yang ideal, maka nilai availability yang idela minimal sebesar 90%. Ketiga mesin memiliki nilai rata-rata performace efficiency yang sama karena besarnya persentase jam kerja dari ketiga mesin tidak memiliki perbedaan yang relative besar dan nilai ideal cycle time pada ketiga mesin sama pada tiap bulannya. Rata-rata nilai rate of quality product tertinggi di line can 1 adalah exhauster karena jumlah produk cacat terkecil pada tiap bulan adalah pada proses exhausting. Rata-rata nilai rate of quality product terendah adalah seamer karena seamer memiliki jumlah produk cacat yang lebih tinggi dibandingkan mesin lainnya Pencapaian nilai line can 1 telah memenuhi standar OEE kelas dunia, yang mensyaratkan pencapaian OEE sebesar 85%. Dari rata-rata nilai availability, performance efficiency dan rate of quality product dari semua mesin dapat diketahui besarnya nilai Overall Line Effectiveness (OLE) yaitu gabungan dari keseluruhan mesin dalam satu line. Line can 1 memiliki nilai efektivitas dalam satu line sebesar 89,07%. Menurut Alex (2010), OLE merupakan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan metodologi OEE, dikarenakan OLE merupakan perkalian dari rata-rata faktor dalam perhitungan OEE. Grafik hasil perhitungan nilai OEE line can 1 dapat dilihat pada Grafik 1. 100.00 97.50 95.00 92.50 90.00 87.50 85.00 82.50 80.00 auto fille r exh aute r sea mer stan dar OEE Sumber: Data hasil olahan (2014) Gambar 1 Grafik Overall Equipment Effectiveness (OEE) Line Can 1 Bulan November 2012-Oktober 2013 Nilai OEE ketiga mesin di line can 1 pada bulan November 2012 hingga Maret 2013 berada di atas standar nilai OEE internasional yang mensyaratkan nilai OEE sebesar 85,00%, hal ini menunjukan bahwa kinerja dari tiap mesin sangat baik. Pada bulan April nilai OEE ketiga mesin di line 1 berada di bawah standar, penyebab penurunan diakibatkan meningkatnya breakdown mesin seamer. Menurut Rahmad 6

november desember januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober dan Wahyudi (2012), untuk meningkatkan kembali nilai OEE yang menurun dapat dilakukan dengan mengurangi downtime yang dapat meningkatkan operating time mesin dan peralatan. Dalam hal ini perusahaan perlu meningkatkan preventive maintenance sebelum produksi berjalan. Pada bulan Januari hingga April 2013 terjadi penurunan yang besar karena terjadi peningkatan downtime mesin dari 296 menit pada bulan Januari menjadi 2005 menit pada bulan April. Penyebab downtime terbesar karena sering terjadinya kegagalan pada seamer dan terjadinya steam drop sehingga akan berpengaruh terhadap kegagalan pada auto filler dan exhasuter. Pada bulan Desember merupakan pencapaian nilai OEE tertinggi selama periode pengukuran, hal ini terjadi karena nilai downtime pada bulan ini adalah nilai downtime terkecil dibanding bulan lainnya yaitu sebesar 266 menit. Rata-rata nilai availability, performance efficiency, rate of quality product dan OEE line can 2 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Rata-rata Availability, Performance Efficiency, Rate of Quality Product dan Overall Equipment Effectiviness (OEE) Pada Line Can 2 Bulan November 2012 Oktober 2013 Nama Mesin Auto filler Exhauster Seamer Availa bility Perfor mance Efficien cy Rate of Quality Product OEE 92,72 95,43 99,97 88,44 92,20 95,43 99,999 87,97 91,59 95,43 99,96 87,36 Rata rata 92,17 95,43 99,98 87,92 Sumber: data primer diolah (2014) Nilai availability tertinggi di line can 2 adalah auto filler (92,72%) karena auto filler di line can 2 memiliki nilai total downtime yang paling kecil. Ketiga mesin memiliki pencapaian nilai performance efficiency yang sama karena besarnya persentase jam kerja dari ketiga mesin tidak memiliki perbedaan yang relative besar. Nilai quality of product tertinggi adalah exhauster (99,99%) karena cacat produk yang diakibatkan oleh exhauster adalah yang terkecil. Mesin seamer memiliki nilai rata-rata terendah karena seamer memiliki downtime yang besar, kecacatan produk yang besar bila dibandingkan dengan mesin yang lainnya.. Nilai OLE dari line can 2 sebesar 87,92%. Nilai OLE line can 2 lebih rendah dibandingkan pencapaian nilai OLE dari line can 1 (89,07%). Menurut Alex (2010), OLE dapat menunjukan pencapaian efektivitas mesin dalam satu lini dan membandingkan efektivitas dengan lini yang lainnya. Hal ini merupakan acuan pihak perusahaan dalam menentukan prioritas maintenance di lini yang memiliki nilai OLE lebih rendah. Grafik hasil perhitungan nilai OEE line can 2 dapat dilihat pada Gambar 2. 100.00 98.00 96.00 94.00 92.00 90.00 88.00 86.00 84.00 82.00 80.00 Sumber: Data hasil olahan (2014) Gambar 2. Grafik Overall Equipment Effectiveness (OEE) Line Can 2 Bulan November 2012-Oktober 2013 Nilai OEE ketiga berada di bawah standar world class pada bulan April hingga Mei 2013. Penurunan nilai OEE dibawah standar world class disebabkan oleh meningkatnya downtime losses dan speed losses mesin. Nilai OEE ketiga mesin kembali meningkat dan berada di atas standar world class pada bulan Juni hingga Agustus 2013, hal ini terjadi karena perawatan terhadap mesin seamer telah dilakukan lebih maksimal sebelum mesin dioperasikan sehingga waktu downtime dapat ditekan. Bulan September hingga Oktober 2013 terjadi penurunan nilai OEE karena tingginya downtime mesin seamer dan tingginya steam drop pada line can 2. Pencapaian nilai OEE line can 1 lebih baik dibandingkan dengan line can autof iller exha uter seam er stan dar OEE 7

2 karena downtime losses dan speed losses peralatan di line 2 lebih besar. Downtime losses meliputi kerusakan mesin, kurangnya steam untuk kegiatan produksi (steam drop) dan juga kesalahan setting oleh operator. Menurut Jiwantoro (2013), penyebab rendahnya nilai OEE adalah downtime yang diakibatkan rusaknya peralatan saat beroperasi. Menurut Djatna dan Santosa (2012), upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai OEE yaitu dengan melakukan perbaikan pada faktor mesin, manusia dan bahan baku. Availability Availability merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan beroperasinya peralatan untuk kegiatan produksi. Menurut Rahmad (2012), availability merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loadingtime. Range nilai Availability dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4 Range Nilai Availability Tertinggi dan Terendah Pada Line Can 1 dan Line Can 2 Bulan November 2012 - Oktober 2013. Nama Mesin Nilai Terend ah 85,62 (Aprl) 85,88 (Aprl) Availability Line Can 1 Line Can 2 Nilai Terting gi 97,67 (Des) 97,55 (Des) 97,38 (Des) Nilai Terend ah 85,64 (Mei) 85,83 (Mei) 84,07 (Mei) Nilai Terting gi 98,75 (Jan) 98,07 (Jan) 97,81 (Jan) Auto Filler Exhaust er Seamer 84,0 (Aprl) Sumber: Data primer diolah (2014) Nilai availability paling rendah adalah seamer dengan nilai availability sebesar 84,30%. Pada bulan April nilai availability ketiga mesin di line can 1 rendah dibandingkan bulan yang lain disebabkan tingginya steam drop pada bulan ini, yakni sebesar 1538 menit dari total downtime sebesar 2005 menit. Pada line can 2 nilai availability terendah ketiga mesin berada pada bulan Mei. Nilai availability terendah di line can 2 adalah mesin seamer Pada line can 2 pencapaian nilai availability yang rendah pada bulan Mei di line can 2 terjadi karena steam drop yang tinggi dan berakibat pada pemberhentian mesin saat beroperasi. Akumulasi jumlah downtime mesin akibat steam drop pada bulan ini sebesar 1632 menit dari total downtime sebesar 1830. Nilai availability tertinggi di line can 2 terjadi pada bulan Januari, auto filler Pencapaian nilai yang lebih besar pada line can 2 menunjukkan bahwa line can 2 memiliki waktu downtime yang lebih kecil dibandingkan line can 1. Nilai tertinggi pada tiap line telah menunjukkan pencapaian nilai availability yang ideal. Menurut Candra (2009), nilai minimal availability yang ideal adalah sebesar 90% akan tetapi nilai ini bukan suatu patokan karea keadaan suatu perusahaan berbeda antara satu dan yang lainnya. Menurut Rahmad (2012), nilai availability mesin yang berkisar sama atau lebih besar 90% berarti ada keseimbangan antara waktu operasi dan waktu beban, dimana waktu operasi dipengaruhi oleh downtime mesin. Performance Efficiency Performance efficiency merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang (Fadillah, 2009). Rasio ini merupakan merupakan rasio hasil perkalian dari ideal cycle time dan processed amount dibagi dengan operation time. Ideal cycle time diperoleh dari rasio loading time dengan jumlah produk yang diproses yang dikalikan dengan persentase jam kerja. Persentase jam kerja merupakan persentase kerja yang sudah dikurangi oleh rasio total delay terhadap waktu running. Menurut Rahmad (2012), pengukuran performance efficiency mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan) dan kecepatan operasi aktual. Range nilai performance efficiency Tabel 5. Tabel 5 Range Nilai Performance Efficiency Tertinggi dan Terendah pada Line Can 1 dan Line Can 2 bulan November 2012 - Oktober 2013. 8

Performance Efficiency Line Can 1 Line Can 2 Nama Mesin Nilai Nilai Nilai Teren Terting Teren dah gi dah Auto 95,28 96,61 94,47 Filler (Feb) (Mei) (Feb) Exhaus 95,28 96,61 94,47 ter (Feb) (Mei) (Feb) Seamer 95,28 96,61 94,47 (Feb) (Mei) (Feb) Sumber: Data primer diolah (2014) Nilai Terting gi 96,52 (Mei) 96,52 (Mei) 96,52 (Mei) Nilai performance efficiency di kedua line pada bulan Februari rendah karena rendahnya nilai ideal cycle time. Nilai ideal cycle yang rendah disebabkan oleh tingginya total delay terutama downtime yang disebabkan oleh kegagalan peralatan untuk beroperasi. Pencapaian nilai performance efficiency tertinggi pada line can 1 dan line can 2 terjadi pada bulan Mei. pencapaian nilai performance efficiency tertinggi di line can 1 sebesar 96,61% sedangkan pencapaian nilai performance efficiency tertinggi di line can 2 sebesar 96,52%. Nilai performance efficiency di kedua line masih berada pada kondisi dapat dikatakan ideal karena berkisar antara 95% sampai 96%. Menurut Candra (2009), kondisi ideal nilai performance efficiency adalah sama atau lebih besar dari 95%. Menurut Rahmad (2012), mesin yang memiliki nilai performance efficiency dalam kondisi yang ideal menunjukkan bahwa penggunaan mesin sudah effisien karena telah sesuai dengan kapasitas mesin yang seharusnya. Rate of Quality Product Rate of quality product adalah rasio dari produk yang baik sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang tentukan terhadap jumlah produk yang diproses. Rate of quality product dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan mesin dan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan (Teguh dan Priyanta, 2010). Nilai rate of quality product didapat dari perbandingan produk yang sesuai standar dengan jumlah yang diproses. Range nilai rate of quality product pada Tabel 6 Tabel 6 Range Nilai Rate Of Quality Product Tertinggi dan Terendah Pada Line Can 1 dan Line Can 2 Bulan November 2012 - Oktober 2013 Rate Of Quality Product Nama Line Can 1 Line Can 2 Mesin Nilai Nilai Nilai Nilai Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi Auto 99,95 99,99 99,96 99,99 Filler (Aprl) (Mei) (Jul) (Sept) Exha- 99,99 100,00 99,99 100.00 uster (Jan) (Jun,Ags, (Jan) (Jun,Ags, Sep,Okt) Sept,Okt) Seamer 99,93 99,98 99,93 99,98 (Oktober) (Maret) (Oktober) (Maret) Sumber: Data primer diolah (2014) Nilai rate of quality product terendah pada tiap line terjadi pada mesin seamer yaitu pada bulan Oktober dengan nilai rate of quality product sebesar 99,93%. Nilai rate of quality mesin seamer pada tiap line merupakan yang terendah dari mesin yang lain disebabkan jumlah cacat produk karena proses seamer lebih besar dibandingkan proses filling dan exhausting. Pada bulan Oktober jumlah defect amount seamer mencapai 559 kaleng (line can 1) dan 447 kaleng (line can 2), jumlah tersebut merupakan jumlah defect tertinggi dibanding bulan lainnya. Nilai rate of quality product tertinggi adalah exhauster yaitu sebesar 100,00% pada bulan Juni, Agustus, September dan Oktober. Tingginya nilai rate of quality product pada bulan tersebut dikarenakan tidak adanya produk cacat selama proses exhausting. Pencapaian nilai terendah pada line can 1 dan line can 2 dapat dikatakan ideal atau telah memenuhi standar rate of quality product kelas dunia karena menurut Candra (2009), pencapaian nilai rate of quality product yang berkisar antara 99,00% hingga 100,00% mengindentifikasikan bahwa mesin-mesin yang diukur telah ideal dalam menghasilkan produk sesuai dengan standar. 9

Six Big Losses Perhitungan terhadap besarnya masingmasing faktor yang terdapat dalam six big losses perlu dilakukan untuk melihat lebih jelas pengaruh six big losses terhadap nilai OEE,. Menurut Bamber (2004), pengukuran six big losses tidak hanya berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan meminimalkan downtime mesin dan peralatan, tetapi ada faktor lain seperti kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin dan peralatan serta rendahnya produktivitas mesin dan peralatan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Persentase rata-rata faktor six big losses pada line can 1 dapat dilihat pada Tabel 7 dan persetase rata-rata faktor six big losses pada line can 2 dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 7 Persentase Rata-rata faktor Six Big Losses pada Line Can 1 Bulan November 2012 Oktober 2013 Nama Mesin Break down Persentase Total Losses Proce Set Idlin Red ss up g uce Defec t Redu ce Yield Auto filler 6,57 4,12 0,43 3,69 0,03 0 Exhaus ter 6,46 4,12 0,43 3,69 0,01 0 0,42 7,39 4,12 Seamer 3 3,66 0,03 0 Sumber: Data Primer Diolah (2014) Penyebab breakdown losses terbesar pada mesin seamer diakibatkan oleh adanya downtime mesin karena terjadi gangguan pada seamer saat produksi berjalan sehingga perlu dilakukan perbaikan atau setting ulang terhadap seamer dan adanya steam drop pada yang mengakibatkan terhentinya operasi mesin dalam satu line. Nilai set up losses pada ketiga mesin sama karena waktu yang diperlukan untuk melakukan set up pada satu line pada tiap line sama. Idling losses disebabkan oleh adanya waktu tunggu karena pergantian satu jenis produk ke jenis produk yang lain. Rata-rata persentase reduce losses tertinggi adalah exhauster, yang menunjukan bahwa kecepatan operasi exhauster lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan optimal yang dirancang. Nilai rata-rata persentase process defect losses terbesar adalah mesin seamer karena defect in process pada seamer selalu terbesar pada tiap bulannya dibandingkan defect pada auto filler dan exhauster. Process defect losses diantaranya karena ditemukannya schreat pada penutup, cover hook tidak sesuai standar, counter shink tidak sesuai standar, body hook tidak sesuai standar, dan adanya kaleng yang terjepit saat proses. Tabel 8 Persentase Rata-rata Faktor Six Big Losses pada Line Can 2 Bulan November 2012 Oktober 2013 Nama Mesin Brea kdo wn Persentase Total Losses Proce Set Idlin Red ss up g uce Defec t Redu ce Yield Auto filler 6,77 4,79 0,51 4,25 0,03 6,77 Exhaus 0,01 ter 7,29 4,79 0,51 4,22 7,29 Seamer 7,90 4,79 0,51 4,19 0,03 7,90 Sumber: Data Primer Diolah (2014) Rata-rata faktor six big losses terbesar pada tiap mesin dikarenakan faktor breakdown losses. Waktu set up losses disebabkan oleh penyesuaian tiap mesin dalam satu line sebelum dilakukannya proses produksi. Rata-rata nilai idling losse sebesar 0,510%, kerugian ini disebabkan waktu tunggu mesin akibat pergantian dari satu jenis produk ke jenid produk yang lain. Persentase reduce losses tertinggi adalah auto filler dengan persentase sebesar 4,252%. Process defect losses tertinggi adalah mesin seamer karena jumlah produk cacat karena proses seaming merupakan jumlah yang paling tinggi dibandingkan proses filling dan exhausting. Line can 2 memiliki rata-rata nilai breakdown losses, set up losses, idling losses, proses defect losses yang lebih besar pada tiap mesin dibandingkan mesin di line can 1, akan tetapi nilai reduce losses tiap mesin di line can 2 lebih kecil dibandingkan di line can 1. Hal tersebut menunjukan bahwa mesin di line can 2 memiliki kinerja aktual mesin lebih baik dari 10

kinerja optimal mesin bila dibandingkan mesin di line can 1. Fault Tree Analysis (FTA) Fault Tree Analysis (FTA) dapat digunakan untuk memprediksi dan mengevaluasi penyebab kegagalan sistem, serta dapat digunakan juga untuk untuk mengidentifikasi kelemahan dan mengevaluasi kemungkinan yang terjadi pada sistem. Titik awal analisa FTA adalah pengidentifikasian mode kegagalan pada top level suatu sistem. Top level yang dipilih pada analisis ini adalah gangguan pada mesin seamer. Hal ini karena nilai OEE mesin seamer pada line can 1 dan line can 2 selalu berada pada posisi terendah dibanding mesin auto filler dan exhauster. Langkah selanjutnya membuat diagram pohon kegagalan yang mengilustrasikan keadaan komponen-komponen sistem (basic event) dan hubungan antara basic event dan top event serta menentukan minimal cut set dari FTA. Menurut Eko dan Indro (2009), minimal cut set merupakan dasar berbagai kemungkinan kombinasi kegagalan yang mungkin terdapat pada fault tree yang mengakibatkan terjadinya top event sehingga saat perawatan berlangsung lebih memperhatikan cut set tersebut sehingga gangguan filler yang menyebabkan kegagalan proses dapat terkurangi. Pada gangguan seamer terdapat 18 kejadian dasar yang merupakan penyebab kegagalan yaitu kesalahan setting 1 st operation seaming roll, kerusakan 1 st operation seaming roll, kesalahan setting 2 nd operation seaming roll, kerusakan 2 nd operation seaming roll, kesalahan setting seaming chuck, kerusakan seaming chuck, kesalahan setting seaming lifter, kerusakan seaming lifter, gangguan transfer lid, gangguan kaleng macet,steam drop,gangguan konveyor,kerusakan rantai, kerusakan transport chain, kesalahan setting agitator, kerusakan agitator, kesalahan setting lifting, kerusakan lifting. Dari 18 minimal cut set yang didapatkan merupakan penyebab dasar yang memungkinkan terjadinya kegagalan pada seamer. Untuk menghindari kerusakan dan kegagalan yang lebih besar maka hal yang harus dilakukan adalah melakukan perawatan secara berkala (preventive maintenance) dengan memperhatikan 18 cut set tersebut. Dalam hal ini perawatan lebih memperhatikan pada setting yang tepat pada komponen mesin dan pengontrolan secara berkala sebelum kerusakan terjadi. Menurut Jamasri (2005), pemeliharaan preventif (preventive maintenance) bertujuan untuk memperkecil variasi kerusakan mesin per satuan waktu tertentu, menghindarkan kerusakan yang mendadak, dan memaksimumkan umur peralatan. Tujuan ini dicapai dengan melakukan pemeriksaan terjadwal untuk menjaga kondisi dan lingkungan operasi peralatan pada titik optimal. KESIMPULAN 1. Nilai efektivitas mesin pada line can 1 dengan menggunakan OEE berada di atas standar world class (85%) selama periode pengukuran (November -Oktober) kecuali bulan April (auto filler sebesar 82,90%, exhauster 83,20%, seamer 81,65%). Nilai effektivitas mesin di line can 2 berada di bawah standar world class pada bulan April (auto filler sebesar 84,02%, exhauster 84,43%, seamer 82,88%), Mei (auto filler sebesar 82,65 exhauster 82,85%, seamer 81,12%),Oktober (auto filler sebesar 84,35%, exhauster 84,56%, seamer 83,60%). Pada kedua line pencapaian nilai OEE mesin seamer adalah yang terendah selama periode pengukuran. 2. Hal-hal yang menjadi penyebab dasar mesin kegagalan mesin seamer dirangkum dalam 18 minimal cut set yaitu kesalahan setting 1 st operation seaming roll, kerusakan 1 st operation seaming roll, kesalahan setting 2 nd operation seaming roll, kerusakan 2 nd operation seaming roll, kesalahan setting seaming chuck, kerusakan seaming chuck, kesalahan setting seaming lifter, kerusakan seaming lifter, gangguan transfer lid, gangguan kaleng macet,steam drop,gangguan konveyor,kerusakan rantai, kerusakan transport chain, kesalahan setting agitator, kerusakan agitator, kesalahan setting lifting, kerusakan lifting 11

Daftar Pustaka Alex,J.2010. Analisa Peluang Kegagalan. Skripsi fakultas Teknik. UI. Jakarta.Hal.24-25. Andika, S., 2007, Analisis Kerugian Kerja Mesin dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness. Skripsi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND. Yogyakarta. Andras, I. 2007. Overall Equipment Effectiveness AssementOf the Open Pit Coal Mining Production System. Journal International multidisciplinary conferen 1(1) :22-28. Bamber, C. 2004. Cross-Functional Team Working for Overall Equipment Evectiveness (OEE). Journal of Quality in Maintenace Engineering 9(1): 223-238. Betrianis dan R. Suhendra. 2006. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness sebagai Dasar Usaha Perbaikan Proses Manufaktur pada Lini Produksi (Studi Kasus pada Stamping Production Division Sebuah Industri Otomotif). Jurnal Teknik Industri 7(2): 91-100. Djatna, T dan santosa I. B. D. Y.2012. Peningkatan Produktivitas Kecap pada Lini Perakitan dengan Menggunakan Metode Lean Production. E-Journal Agroindustri Indonesia 1(1):1-10. Donar. 2005. Analisa Gangguan Jaringan Kabel dengan Kombinasi Metode Fault Tree Analisisdan Failure Mode And Effect Analysis. Jurnal Teknik Industri 4(1):10-15 Jiwantoro, A., B. D. Argo, dan W. A. Nugroho. 2013. Analisis Efektivitas Mesin Penggiling Tebu dengan Penerapan Total Productive. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1(2): 18-28. Joko. 2009. Analisa Pengendalian Kualitas dan Effectivitas dengan Intregasi Konsep Failure Mode dan Effect Analysis dan Fault Tree Analysis Serta Overall Equipment Effectiveness. Jurnal teknologi AKPRINT- Yogyakarta 2(1): 70-77. Muchtadi,T. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta. Surabaya. Hal. 42-43 Rahmad, P., dan E. S Wahyudi. 2012. Penerapan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dalam Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) (Studi Kasus di Pabrik Gula PT. Y.) Jurnal Rekayasa Mesin 3(3): 431-437. Said, A. dan J. Susetyo.2008. Analisis Total Productive Maintenance pada Lini Produksi Mesin Perkakas Guna Memperbaiki Kinerja Perusahaan. Seminar Nasional Aplikasi Sains danteknologi, IST AKPRIND-Yogyakarta : 77-81. Teguh, I dan Priyanta D. 2010. Implementasi Total Productive Maintenance denganmetode Overall Equpment Evectiveness (OEE) untuk Menetukan Maintanace Strategi pada Mesin Tube Mill 303, Skripsi teknik kelautan ITS. Surabaya. Eko,S dan Indro D. 2009. Analisa Reliability Akibat Modifikasi Jumlah Power Pack pada System Hidroulic Geladak MV Sirena. Kapal 6(1):20-28. Fadillah, R. 2009. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas (Studi Kasus Di PT. Sweet Candy Indonesia). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor Fitriadi, R dan G. B. Kuncoro. 2013. Analisa Perbaikan Mesin CNC MA-1 dengan Menggunakan Indikator Kinerja Overall Equipment Effectiveness (OEE). Prosiding SNST ke-4 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang: 26-31 Jamasri, 2005. Layout Mata Kuliah Manajemen Perawatan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hal 30-31. 12