BAB 6 PEMBAHASAN. Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, selanjutnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan Presiden No. 246 Tahun 1963 menjadikan PMI sebagai satu-satunya

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Berdasar latar belakang masalah, perumusan masalah dan hipotesis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN i. HALAMAN SAMPUL DALAM. ii. LEMBAR PRASYARAT GELAR.. iii. LEMBAR PENGESAHAN iv. HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI..

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa

ORGANISASI BERKINERJA TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dibentuk untuk mencapai tujuan bersama, untuk

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 366/Kpts/OT.220/9/2005 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya terpenting suatu organisasi adalah sumber daya manusia, orangorang

BAB III. METODOLOGI. hipotesis, maka kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: KETEKUNAN KEMAMPUAN

1. Terdapat hubungan yang signifikan dan berarti antara kepemimpinan kepala

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengembangkan diri berdasarkan potensi yang dimiliki. Penigkatan

BAB I PENDAHULUAN. konsumen merasa tidak puas dapat melakukan keluhan yang dapat merusak citra

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan maupun kebudayaan menuntut setiap individu untuk mempunyai daya. pendidikan, pekerjaan maupun kebudayaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak pada berbagai hal. Salah satu dampak perubahan itu adalah

BAB 5 PENUTUP. Menjawab pertanyaan penelitian maka berdasarkan proses penelitian. I. Berdasarkan variabel Budaya Organisasi secara parsial berpengaruh

DAFTAR ISI. ABSTRAKS... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR BAGAN... xi. DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaannya, seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan

BAB II PEMBINAAN KARIR PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA. A. Pengertian Pembinaan dan Konsep Pembinaan

JADUAL PELAKSANAAN DAN RINCIAN BIAYA PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam waktu 6 (enam) bulan, dengan tahapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari kata dasar budhi yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan

Nurati Rajab, Djabir Hamzah dan Muh. Yunus Amar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang merupakan faktor determinan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertugas sebagai abdi masyarakat harus menyelenggarakan pelayanan secara adil kepada

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. tergolong cukup (48.51%). Komitmen afektif masih tergolong cukup dikarenakan

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Antara Persepsi Keterlibatan Karyawan dan Iklim

BAB I PENDAHULUAN Kinerja Pegawai Di Sekretariat Direktorat Jenderal. Pendidikan Islam Kementrerian Agama RI

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia dari waktu ke waktu masih menjadi topik menarik

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. 1.1 Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian 7

A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

INTERNALISASI NILAI-NILAI REVOLUSI MENTAL DALAM MEMBANGUN BUDAYA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam perusahaan. Keberadaannya di dalam sistem kerja dengan segala

BAB I PENDAHULUAN. dan tujuan tertentu. Aktivitas di dalam instansi pemerintahan selalu diarahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Aktivitas suatu perusahaan dalam pencapaian tujuan tersebut diperlukan

Bab IV Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, Strategi dan Kebijakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi sekarang ini persaingan semakin ketat di setiap aspek

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang ditempuh Pemerintah dalam mewujudkan landasan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Tugas Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah mengelola

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak dari tuntutan era globalisasi bagi bangsa Indonesia

ANALISIS PENGARUH KEPEMIMPINAN, INSENTIF DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN MAGELANG

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dan administrasi publik yang baik menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan dunia usaha yang selalu diiringi oleh keinginan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan yang jelas untuk dijadikan sebagai landasan

DAFTAR TABEL. Bank BTPN memberikan fasilitas yang memadai Distribusi Tanggapan Responden mengenai Karyawan

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan.

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

Prisky Amalia Merike Cendera Kasih Bambang Swasto Sunuharyo Kusdi Rahardjo Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

BAB I. PENDAHULUAN. negara dan pembangunan bangsa dewasa ini diantaranya adalah tatanan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi

BAB I PENDAHULUAN. misi dan tujuan yang telah ditetapkan. Secanggih apapun peralatan dan perangkat

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan... 1

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi sehingga diperlukan pula peran yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka. dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan:

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu organisasi atau perusahaan, karena sumber daya manusia itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. berwibawa (good gavernance) serta untuk mewujudkan pelayanan publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. niversitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

VISI DAN MISI BIB LEMBANG

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

ETIKA KERJASAMA DALAM PENELITIAN

KODE ETIK DOSEN AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH

Bab IV Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, Strategi dan Kebijakan

KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. JAMU AIR MANCUR WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dalam suatu perusahaan, mengacu kepada abstraksi seperti nilai

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN...

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Utara bermula

PENGARUH IKLIM ORGANISASI, ETOS KERJA DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA KARYAWAN SERTA DAMPAKNYA PADA KINERJA PT. ARUN NGL LHOKSEUMAWE ACEH

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Peranan guru sangat penting dalam mentransformasikan input-input pendidikan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. melaksanakan penelitian di lapangan. Persiapan dalam penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian dilaksanakan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR GAMBAR... xv. DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. peranan sumber daya manusia yang menjadi aset terpenting perusahaan karena

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. instrumen harus memenuhi persyaratan utama, yaitu valid dan reliabel Uji Angket Pengukur Dimensi Kepemimpinan.

Transkripsi:

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, selanjutnya akan dilakukan pembahasan hasil dari analisis atas pengaruh budaya kerja yang terdiri dari budaya kejujuran, budaya ketekunan, budaya kreativitas, budaya kedisiplinan, budaya iptek terhadap kemampuan dan komitmen. Pada penelitian ini yang menjadi obyek adalah pegawai negeri sipil di Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur. 6.1.1 Pengaruh Budaya Kerja yang terdiri dari dari Budaya Kejujuran, Budaya Ketekunan, Budaya Kreativitas, Budaya Kedisiplinan, dan Budaya Iptek terhadap Kemampuan. Berdasarkan analisis hasil uji regresi pada tabel 5.20 diketahui bahwa ada pengaruh signifikan variabel budaya kerja terdiri budaya kejujuran, budaya ketekunan, budaya kreativitas, budaya kedisiplinan dan budaya iptek terhadap kemampuan dengan nilai F hitung sebesar 3,973 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003 (p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa budaya yang kuat akan mampu membantu pegawai mengerjakan tugasnya dengan lebih baik (Deal dan Kennedy, 1982) dalam Narayanan dan Nath (1993:464). Karena sifat budaya kerja adalah kemampuan mengelola proses perubahan, berdasar pada nilai-nilai kebersamaan/integritas, sehingga sedikit demi sedikit sikap perilaku yang negatif akan terkikis dan munculnya nilai-nilai baru yang lebih baik. (Triguno, 2004:64)

62 Namun setelah di uji dengan uji t parsial yang berpengaruh adalah variabel budaya kedisiplinan dan budaya iptek. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel budaya kejujuran sebesar 0,287 (p > 0,05), budaya ketekunan sebesar 0,118 (p > 0,05), budaya kreativitas sebesar 0,390 (p > 0,05), budaya kedisiplinan sebesar 0,013 (p < 0,05) dan budaya iptek sebesar 0,003 (p < 0,05). Dari nilai B (koefisien regresi) diketahui bahwa : 1. Variabel budaya kejujuran mempunyai nilai positif 0,09845 dengan demikian seharusnya jika variabel budaya kejujuran ditingkatkan maka akan menyebabkan peningkatan kemampuan. Tetapi yang terjadi sebaliknya, jika variabel budaya kejujuran ditingkatkan maka akan menyebabkan penurunan kemampuan. 2. Variabel budaya ketekunan mempunyai nilai negatif 0,176, dengan demikian jika budaya ketekunan ditingkatkan akan menyebabkan penurunan kemampuan. 3. Variabel budaya kreativitas mempunyai nilai positif 0,08849 dengan demikian seharusnya jika variabel budaya kreativitas ditingkatkan maka akan menyebabkan peningkatan kemampuan. Tetapi yang terjadi sebaliknya, jika variabel budaya kreativitas ditingkatkan maka akan menyebabkan penurunan kemampuan. 4. Variabel budaya kedisiplinan mempunyai nilai negatif sebesar 0,248, dengan demikian seharusnya jika variabel budaya kedisiplinan ditingkatkan akan menyebabkan peningkatan kemampuan. Tetapi yang terjadi sebaliknya jika, variabel budaya kedisiplinan diturunkan akan menyebabkan peningkatkan kemampuan.

63 5. Variabel budaya iptek mempunyai nilai positif 0,254, dengan demikian jika variabel budaya iptek ditingkatkan akan menyebabkan peningkatan kemampuan. 6.1.2 Pengaruh budaya kejujuran terhadap kemampuan Pegawai negeri sipil yang memiliki budaya kejujuran menjadi kunci bagi tumbuhnya rasa hormat dan kepercayaan masyarakat kepada aparatur pemerintah, sehingga menjadi dipercaya dan berwibawa. Sebagai pemegang amanah (trust holder) pegawai negeri sipil adalah orang yang dipercaya dan diharapkan mampu melaksanakan amanah tersebut dengan sukses dan benar sesuai standar teknis dan profesional, tidak asal-asalan. Dengan kompetensi pegawai mampu melaksanakan tugas dengan benar sesuai standar teknis dan professional (J.H. Sinamo, 2002:114). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya kejujuran tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan Hal ini dimungkinkan karena budaya kejujuran masih bersifat normatif dan ideal yang belum tentu dapat diaplikasikan sepenuhnya dalam lingkungan kerja. Seseorang yang mengetahui nilai-nilai luhur belum tentu dalam kesehariannya menunjukkan apa yang mereka ketahui. Nilai-nilai tersebut baru sebatas pengetahuan, belum menjadi keyakinan yang dihayati dan menjadi sumber pendorong sikap perilakunya. Selain itu penghayatan terhadap nilainilai/makna hidup, agama, pengalaman dan pendidikan belum diarahkan untuk menciptakan sikap kerja profesional. Bila dilihat kembali penyebaran skor hasil penelitian mengenai budaya kejujuran menunjukkan kecenderungan ke arah positif, ini membuktikan bahwa budaya kejujuran yang dikembangkan positif, namun belum mampu mengarahkan pegawai untuk meningkatkan kemampuan.

64 Jadi berdasarkan hasil penelitian ini yang menentukan kemampuan pegawai secara signifikan bukan variabel budaya kejujuran. 6.1.3 Pengaruh budaya ketekunan tehadap kemampuan Tidak adanya pengaruh signifikan budaya ketekunan terhadap kemampuan dimungkinkan belum adanya sistem imbalan yang adil dan setara dengan nilai kerja sesuai harga pasar yang dapat memacu loyalitas kepada profesi sebagai pelayan masyarakat setara dengan berbagai profesi lain yang bermutu. Bila dilihat kembali skor hasil penelitian mengenai budaya ketekunan menunjukkan hasil ke arah negatif, ini membuktikan bahwa tinggi atau rendahnya ketekunan pegawai tidak berpengaruh terhadap kemampuan, demikian juga sebaliknya. Kurang bermaknanya pengaruh antara budaya ketekunan dan kemampuan dimungkinkan karena kecenderungan pegawai di dalam menyelesaikan tugas hanya berdasarkan sistem dan prosedur kerja yang ditetapkan bukan kepada kualitas hasil kerja. Selain itu dimungkinkan pula pegawai bekerja asal-asalan dan kurang menyadari kepentingan pencapaian target utama yaitu dalam hal pelayanan yang cepat, tepat dan akurat (Kepmenpan RI No.25/2002). Ketekunan seharusnya merupakan bagian dari norma menjadikan yang dilayani merasa bahagia. Jadi berdasarkan hasil penelitian ini yang menentukan kemampuan pegawai secara signifikan bukan variabel budaya ketekunan. 6.1.4 Pengaruh Budaya Kreativitas terhadap Kemampuan Di dalam budaya kreativitas pegawai digugah untuk cepat tanggap dalam menangani kebutuhan tugas pokok dan fungsi. Mampu menanggapi dan mengambil keputusan dalam waktu yang relatif singkat (Campbell, 1986:66). Namun

65 berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya kreativitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan Artinya bahwa tinggi atau rendahnya kreativitas pegawai tidak berpengaruh terhadap kemampuan, demikian juga sebaliknya. Bila dilihat kembali penyebaran skor hasil penelitian mengenai budaya kreativitas menunjukkan kecenderungan ke arah positif, ini berarti membuktikan bahwa budaya kreativitas yang dikembangkan positif, namun belum mampu mengarahkan pegawai untuk meningkatkan kemampuan. Kurang bermaknanya pengaruh budaya kreativitas dimungkinkan karena rentang kreativitas dalam unit kerja itu rendah, kebanyakan kreativitas berskala kecil sehingga tidak memberikan pengaruh besar dan seringkali ada resistensi yang cukup kuat terhadap perubahan (Pillinger dan West, 1995 dalam West 2000:21). Bahkan rasa takut selalu melingkupi kebanyakan budaya kerja birokratis, dimana pegawai takut mengatakan apa yang ada dalam pikirannya atau mencoba hal baru, takut dikritik dan membuat kesalahan, bahkan takut untuk mengubah hal-hal yang membuatnya takut. (Osborn dan Plastrik, 2001:285). Jadi berdasarkan hasil penelitian ini yang menentukan kemampuan pegawai secara signifikan bukan variabel budaya kreativitas. 6.1.5 Pengaruh Budaya Kedisiplinan terhadap Kemampuan Disiplin merupakan salah satu unsur pokok dalam upaya mencapai kemampuan atau keberhasilan. Salah satu aspek kekuatan SDM itu tercermin pada sikap dan perilaku disiplin, karena disiplin dapat memberi dampak kuat terhadap kemampuan mengejar sesuatu yang direncanakan (Triguno, 2004 : 50).

66 Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar status responden sudah menikah yaitu sebanyak 97 pegawai atau 95%. Meskipun perkawinan bukanlah satu-satunya faktor biografis yang mempengaruhi sikap dan perilaku pegawai namun riset yang konsisten menunjukkan bahwa pegawai yang menikah lebih tinggi tingkat disiplinnya dibanding yang belum menikah/janda/duda. Ini menunjukkan bahwa perkawinan memaksakan tanggung jawab yang meningkat dan dapat membuat suatu pekerjaan lebih berharga dan penting (Robbins, 1996:81). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya kedisiplinan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemampuan. Ini berarti bahwa pengembangan nilai-nilai budaya kedisiplinan mampu meningkatkan kemampuan pegawai. Hal ini sangat didukung oleh lingkungan kerja kondusif yang mendorong dirinya untuk disiplin. 6.1.6 Pengaruh budaya iptek terhadap kemampuan Adanya pengaruh yang signifikan antara budaya iptek dan kemampuan pegawai menggambarkan budaya iptek yang dikembangkan positif, sehingga semakin meningkatkan kemampuan pegawai. Hal ini dimungkinkan terkait dengan karakterisitik responden yang sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan Sarjana (S1) sebanyak 53 pegawai atau 52% dan SLTA/Sederajat sebanyak 39 pegawai atau 38%. Kemampuan dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang dilatarbelakangi oleh pendidikan formal, pengalaman, pendidikan dan pelatihan atau diklat, sikap dan kepribadian (Sustermeister dalam Triguno, 2004:117). Hasil penelitian ini konsisten dengan pendapat Deal dan Kennedy (1982) dalam Narayana dan Nath (1993 : 464) yang menyatakan bahwa budaya kerja yang

67 kuat mampu membantu pegawai mengerjakan tugasnya dengan lebih baik. Sehingga pegawai yang terlatih dalam budaya kerja akan mampu memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh pemikiran kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan (Wolseley dan Campbell, dalam Triguno, 2004:10). Hal ini dapat dipahami karena dalam budaya iptek Biro Kepegawaian memberikan dukungan dan perhatian kepada pegawai dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Dukungan ini diberikan sebagai upaya Biro Kepegawaian mewujudkan misinya yaitu memberikan kontribusi nyata dalam pembinaan kepegawaian melalui penyediaan informasi kepegawaian yang akurat, pendidikan dan pelatihan yang selektif. Dukungan yang diberikan ini menimbulkan sikap pegawai yang peduli dengan peningkatan penguasaan iptek dan pengembangan sikap yang positif terhadap iptek dalam meningkatkan kemampuan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. 6.1.7 Pengaruh Budaya Kerja yang terdiri dari dari Budaya Kejujuran, Budaya Ketekunan, Budaya Kreativitas, Budaya Kedisiplinan, dan Budaya Iptek terhadap Komitmen. Berdasarkan analisis hasil uji regresi pada tabel 5.21 diketahui bahwa tidak ada pengaruh signifikan variabel budaya kerja terdiri budaya kejujuran, budaya ketekunan, budaya kreativitas, budaya kedisiplinan dan budaya iptek terhadap komitmen dengan nilai F hitung sebesar 0,893 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,489 (p > 0,05).

68 Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Shadur, Kienzle dan Rodwell (1999) yang membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara budaya kerja dengan komitmen pegawai. Demikian juga pendapat Robbins (1996:292) semakin kuat budaya kerja, semakin tinggi komitmen. Makin banyak pegawai menerima nilai-nilai makin tinggi komitmen mereka pada nilai-nilai itu makin kuat budaya tersebut tidak terbukti.. Melihat penyebaran lamanya bekerja responden di Biro Kepegawaian yang sebagian besar diatas 14-19 tahun sebanyak 50 pegawai atau sebesar 49% dan yang lebih dari 20 tahun sebanyak 27 pegawai atau 26 %, hal ini dapat menimbulkan penurunan komitmen dan perasaan tidak dibutuhkan organisasi. Keadaan ini tidak sesuai dengan pendapat Nawawi (2003:285) yang menyatakan bahwa semakin lama seseorang berada dalam organisasi berarti telah terjadi interaksi timbal balik, orang tersebut akan merasa semakin sesuai dengan nilai-nilai di dalam organisasi, sebaliknya organisasi akan semakin membutuhkan orang tersebut. Demikian pula setelah di uji dengan uji t parsial tidak ada pengaruh signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel budaya kejujuran sebesar 0,101 (p > 0,05), budaya ketekunan sebesar 0,223 (p > 0,05), budaya kreativitas sebesar 0,489 (p > 0,05), budaya kedisiplinan sebesar 0,902 (p > 0,05) dan budaya iptek sebesar 0,377 (p > 0,05). Selain itu dimungkinkan pula karena satuan kerja atau organisasi dianggap tidak mampu mengubah fundamental psikologis pegawainya untuk berubah (Reza, 1998) atau kondisi lingkungan yang selalu berkembang, dan adanya latar belakang yang berbeda-beda (tidak sama satu dengan yang lain), berdasarkan kebudayaan, pendidikan, agama, ras, suku, pengalaman, kondisi sosial ekonomi, dan

69 lain-lain (Nawawi, 2003:283). Menurut penelitian Kotter dan Heskett betapapun kuatnya budaya kerja, itu bisa cocok untuk sejumlah situasi atau lingkungan (context), tetapi tidak untuk situasi lainnya, sehingga diperlukan dimensi lain, yaitu ketepatan atau kecocokan (approapriateness) budaya dengan kondisi tertentu (Ndraha, 2003:124). Jadi berdasarkan hasil penelitian ini yang berpengaruh signifikan terhadap komitmen pegawai bukanlah variabel budaya kerja terdiri dari budaya kejujuran, budaya ketekunan, budaya kreativitas, budaya kedisiplinan, dan budaya iptek, tetapi terdapat variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Tidak adanya pengaruh yang signifikan variabel budaya kerja terdiri dari budaya kejujuran, budaya ketekunan, budaya kreativitas, budaya kedisiplinan, dan budaya iptek terhadap komitmen dapat dijelaskan sebagai berikut; 1. Pada dasarnya untuk membangun komitmen terkait dengan kesesuaian nilai-nilai yang dipegang pegawai dan nilai-nilai yang dikembangkan Biro Kepegawaian. Kesesuaian ini menjadi dasar pembentukan budaya kerja. Ketidaksesuaian yang terjadi dapat menimbulkan turunnya komitmen. Ini paling mungkin terjadi bila lingkungan unit kerja atau organisasi itu dinamis. Atau budaya yang berakar sudah tidak tepat lagi untuk perkembangan saat ini. 2. Variabel-variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini yang sebenarnya mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dan perilaku yang tercermin pada kemampuan dan komitmen pegawai, misalnya motivasi, keterbukaan, kepemimpinan, rasionalitas atau pada pegawainya sendiri yang tidak mau merubah cara kerja baru dengan nilai-nilai baru (Triguno, 2004:59).

70

71 6.2 Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Manusia 6.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya menetapkan nilai-nilai budaya kerja yang tersurat tetapi tidak mencakup nilai-nilai budaya yang tersirat yang mungkin telah lama tertanam kuat dan membudaya di Biro Kepegawaian yang juga turut membentuk sikap perilaku Asumsi yang digunakan peneliti bahwa semua pegawai telah mengenal dengan baik budaya kerja Istrumen penelitian yang digunakan, walaupun dalam penelitian ini menunjukkan validitas dan reliabilitas, namun tetap saja belum sepenuhnya sesuai untuk menilai budaya kerja yang ada di Biro Kepegawaian Penelitian dilakukan hanya pada Biro Kepegawaian dengan jumlah sampel yang terbatas, sehingga hasil penelitian ini mungkin tidak tepat untuk digeneralisasikan pada setting yang lain.

72 Usia responden berdasarkan table 5.3 menunjukkan mayoritas berada pada usia antara 41 50 tahun sebesar 42%, kemudian diikuti usia 31-40 tahun (36%), usia 51 tahun keatas (16%) dan usia 21 30 tahun sebesar 6%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada tahap pertengahan karir dari empat tahap yang dikemukakan Robbins (1996 : 255) yaitu tahap penjelajahan, penegakan, pertengahan karir dan karir lanjut. Tahap pertengahan karir adalah suatu tahap yang lazimnya dicapai antara usia 31 50 tahun, dimana waktu seseorang bisa terus meningkatkan prestasinya atau prestasinya mulai mendatar, atau mulai memburuk. Dan umumnya pegawai yang lebih tua menunjukkan sikap lebih puas dan komit dibandingkan dengan pegawai yang lebih muda usia.

73