BAB I. PENDAHULUAN. negara dan pembangunan bangsa dewasa ini diantaranya adalah tatanan organisasi

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan birokrasi yang mengemuka dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini diantaranya adalah tatanan organisasi dan manajemen pemerintah pusat yang belum mantap, desentralisasi yang menyulitkan koordinasi, format perangkat pemerintahan di daerah yang duplikatif, kompetensi aparatur yang memprihatinkan, dan agenda kebijakan yang tidak efektif dalam menghadapi permasalahan dan tantangan pembangunan bangsa (Mustopadidjaja dalam Departemen Agama, 2007:251). Dalam melaksanakan reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Agama terdapat dua hal mendasar yang menjadi tujuan, yaitu: perubahan cara berpikir (mindset) yang segera harus dilakukan dan perubahan manajemen (change management) berbasis kinerja. Perubahan manajemen yang baik tidak hanya melihat output, akan tetapi juga pada outcome yang dampaknya dapat mengurangi atau mempersempit kesempatan untuk melakukan berbagai bentuk penyimpangan (A.Qodry Azyzi, 2008:26). Tantangan yang dihadapi Departemen Agama dalam pelaksanaan reformasi birokrasi masih cukup berat. Hasil pengawasan menunjukkan bahwa penyebab temuan yang paling menonjol karena adanya penyimpangan perilaku aparatur yang kurang memperhatikan nilai-nilai moral dan budaya kerja, sehingga memiliki dampak pada lemahnya disiplin, etos kerja, dan produktivitas serta kinerja pelayanan aparatur

2 2 kepada masyarakat. Oleh karena itu, nilai-nilai dasar budaya kerja secara intensif dan menyeluruh harus diimplementasikan agar dapat menumbuhkembangkan etos kerja aparatur/sdm menuju produktivitas dan kinerja pelayanan kepada masyarakat sekaligus siap dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan. Reformasi birokrasi dilakukan bertujuan untuk mewujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean governmant). Untuk itu, dukungan sumber daya manusia (SDM) yang baik merupakan tuntutan pertama yang harus dibenahi. Kualitas manusia yang baik (good man) akan menghasilkan leadership yang kuat di dalam mengelola suatu departemen/kementerian/lembaga termasuk di lingkungan Departemen Agama. Tantangan yang cukup kompleks adalah bagaimana mengubah budaya kerja dari nilai-nilai lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai budaya kerja baru pada seluruh pegawai atas dasar kesadaran dan keinginan secara sukarela dan partisipasi pegawai. Manusia tidak akan berubah dengan sendirinya hanya karena diperintah, manusia akan berubah jika dia menginginkannya secara suka rela dan penuh kesadaran. Orang yang bersedia meninggalkan cara lama sangat sedikit jumlahnya bahkan ketika situasi menjamin sekalipun (Osborn dan Plastrik, 2000:241). Kenyataan selama ini banyak para pemimpin dan aparatur negara bukan hanya sulit untuk mengubah cara pikirnya (mindset), tapi juga sering mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerja yang harus dimiliki dan menjadi komitmen bagi aparatur negara.

3 3 Program budaya kerja dalam reformasi birokrasi di Departemen Agama dilakukan dalam rangka pengembangan jati diri, sikap, dan perilaku sebagai pelayan bagi masyarakat; pengembangan kerja sama dan dinamika kelompok; perbaikan kebijakan publik dan penerapan manajemen modern; peningkatan pengawasan, evaluasi kinerja, dan penegakan disiplin pegawai secara konsisten. Sasaran akhir yang ingin dicapai adalah perubahan yang signifikan dalam pola pikir, dan perilaku kerja yang produktif bagi aparatur Departemen Agama. Penerapan tersebut di atas merupakan komitmen Inspektorat Jenderal Departemen Agama sejak tahun 2005 yang telah dirintis oleh Irjen Departemen Agama saat itu Prof. Qodri A. Azizy ( ). Program dimulai dengan pencanangan reformasi birokrasi yaitu dengan penanda tanganan Pakta Integritas bagi semua pejabat dari mulai pejabat eselon I sampai IV dan tidak terkecuali pejabat fungsional yang berada di lingkungan Departemen Agama. Dalam perkembangannya, paradigma peran Inspektorat Jenderal Departemen Agama bukan hanya sebagai watchdog, tetapi juga katalis dan konsultan yang merupakan tuntutan peran bagi perbaikan kinerja internal. Peran sebagai watchdog diarahkan pada pelaksanaan pengawasan kinerja, pengawasan keuangan, pengawasan untuk tujuan tertentu, penanganan pengaduan masyarakat (Renstra Itjen Depag Tahun ). Peran sebagai katalis diharapkan mampu mendorong percepatan terwujudnya good governance melalui kebijakan pengawasan berupa perbaikan manajemen organisasi dan memberikan keteladanan bagi pelaksanaan tugas. Peran sebagai

4 4 konsultan diharapkan agar dalam melaksanakan fungsi pengawasan pejabat fungsional/auditor tidak hanya mampu menyajikan temuan, namun juga melakukan penataan dan penyempurnaan sistem, struktur kelembagaan, dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan, dan memberikan bimbingan atas kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas aparatur (Renstra Itjen Depag Tahun ). Dalam upaya menanamkan dan mempersepsikan nilai-nilai budaya kerja yang mampu mengubah sikap dan perilaku pegawai di lingkungan Departemen Agama, Inspektorat Jenderal telah memprakarsai dengan merumuskan konsep budaya kerja dalam rangka menerapkan konsep, strategi, dan implementasi good governance serta konsep mewujudkan reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Agama, yang meliputi; penataan organisasi, penyempurnaan ketatalaksanaan dan pengembangan sumber daya manusia aparatur (Instruksi Menteri Agama No.1 tahun 2008). Upaya-upaya yang dilakukan ini dalam rangka merealisasikan tiga fokus utama Inspektorat Jenderal yakni; mempercepat pemberantasan KKN, meningkatkan pelayanan publik, dan meningkatkan kompetensi dan kualifikasi Sumber Daya Manusia. H.M. Suparta, Inspektur Jenderal Departemen Agama selalu menegaskan di setiap acara-acara yang diselenggarakan Inspektorat Jenderal untuk mengembangkan sembilan sikap kerja, yaitu; jujur dan berintegritas tinggi, beretika dan akhlak mulia, menghormati hukum dan aturan, bertanggungjawab, menghormati hak dan tidak mudah menyalahkan orang lain, mencintai pekerjaan, bekerja keras, disiplin, dan hidup bersahaja. Dengan menerapkan sembilan sikap kerja tersebut, harapan

5 5 masyarakat untuk menjadikan Departemen Agama sebagai penjaga gawang moral bangsa Indonesia dan Inspektorat Jenderal sebagai penjaga gawang moral di jajaran Departemen Agama dapat terwujud. Dalam upaya mewujudkan harapan masyarakat tersebut, bersamaan juga dengan berjalannya waktu pasca reformasi, Departemen Agama telah banyak menunjukkan perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari keseriusan dalam upaya peningkatan kinerja, perbaikan sistem, dan upaya menumbuhkan budaya kerja. Berdasarkan wawancara dengan Abdul Karim (Sekretaris Itjen Depag, 2008), menunjukkan bahwa sikap dan perilaku pegawai Inspektorat Jenderal Departemen Agama masih belum mencerminkan budaya kerja yang sesuai dengan harapan masyarakat. Bentuk nyata dari budaya kerja tersebut dapat dilihat dari kurangnya komitmen pegawai terhadap visi dan misi organisasi, sikap pegawai yang kurang memegang teguh amanah dan komitmen dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari, masih sering terjadi penyimpangan dan kesalahan (deviasi dan distorsi) dalam kebijakan kepegawaian yang berdampak luas kepada masyarakat, banyaknya sorotan masyarakat terhadap kemampuan pegawai, banyaknya pegawai yang sering mangkir, datang terlambat, pulang lebih awal, menunda-nunda pekerjaan dan lainlain. Mengingat budaya kerja merupakan salah satu elemen kunci pengelolaan sumber daya manusia yang menentukan keberhasilan dan kehancuran, maka penting untuk menganalisis budaya kerja pegawai sebagai upaya membangun kemampuan

6 6 dan komitmen pegawai di Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Masalah yang harus diperhatikan oleh setiap aparatur adalah kurangnya kemampuan, komitmen, dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas terhadap kebijakan yang telah ditetapkan (Tamin, 2001:4). Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menganalisis budaya kerja dalam membangun kemampuan dan komitmen pegawai dengan melihat hubungan antara budaya kerja terhadap kemampuan dan komitmen pegawai. Penelitian ini berpijak pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor: 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. 1.2 Perumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah budaya kerja yang terdiri atas budaya kejujuran, budaya ketekunan, budaya kreativitas, budaya kedisiplinan, budaya iptek berpengaruh terhadap kemampuan pegawai negeri sipil di Inspektorat Jenderal Departemen Agama? Apakah budaya kerja yang terdiri atas budaya kejujuran, budaya ketekunan, budaya kreativitas, budaya kedisiplinan, budaya iptek berpengaruh terhadap komitmen pegawai negeri sipil di Inspektorat Jenderal Departemen Agama?

7 7 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Menganalisis pengaruh budaya kerja yang ada terdiri atas kejujuran, ketekunan, kreativitas, kedisiplinan dan iptek terhadap kemampuan pegawai negeri sipil Menganalisis pengaruh budaya kerja yang ada terdiri atas kejujuran, ketekunan, kreativitas, kedisiplinan dan iptek terhadap komitmen pegawai negeri sipil. Manfaat dari penelitian ini adalah: Sebagai masukan dan pertimbangan bagi Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam menerapkan nilai-nilai budaya kerja Sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pengembangan sumber daya manusia. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Masing-masing satuan kerja atau organisasi mempunyai budaya kerja yang berbeda-beda, hal itu dapat tercermin dalam sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Budaya kerja akan berdampak positif jika didukung oleh komitmen aparatur oleh karenanya untuk mencapai kesuksesan dalam lingkungan persaingan yang kompetitif, tidak hanya membangun budaya kerja yang kuat, tetapi

8 8 juga budaya yang adaptif terhadap perubahan yang disebabkan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang begitu cepat. Ruang lingkup penelitian ini adalah pengembangan budaya kerja yang terdiri atas kejujuran, ketekunan, kreativitas, kedisiplinan dan Iptek terhadap kemampuan dan komitmen pegawai Inspektorat Jenderal Departemen Agama yang terdiri atas pejabat eselon, auditor, dan pelaksana.