SIFAT-SIFAT SEGITIGA SIKU-SIKU PADA GEOMETRI BOLA. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Geometri berasal dari kata Latin Geometria. Kata geo memiliki arti

UKURAN RUAS-RUAS GARIS PADA SEGITIGA SKRIPSI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah bidang geometri. Geometri berasal dari bahasa Yunani yaitu

GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab pembahasan ini akan dibahas mengenai Geometri Hiperbolik yang

BAB 5 POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES

DASAR-DASAR GEOMETRI Suatu Pengantar Mempelajari Sistem-sistem Geometri

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN:

D. GEOMETRI 2. URAIAN MATERI

BAB II LANDASAN TEORI

Inisiasi 2 Geometri dan Pengukuran

KAJIAN BOLA-LUAR DAN BOLA-DALAM PADA BIDANG-EMPAT SKRIPSI

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

JENIS-JENIS SEGILIMA-BOLA DAN SIFAT-SIFATNYA

REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARÉ

JENIS-JENIS SEGITIGA YANG TERBENTUK AKIBAT TERBENTUKNYA SEBUAH SEGIEMPAT PADA SEBUAH BOLA

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. B. Tujuan. D. Rumusan Masalah

GEOMETRI EUCLID D I S U S U N OLEH :

DALIL PYTHAGORAS DAN PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

SKRIPSI PERBANDINGAN SEGIEMPAT SACCHERI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI NON EUCLID. Universitas Negeri Yogyakarta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH

Tabel 1. Rata-rata Nilai Ujian Nasional Secara Nasional

KONSISTENSI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK

INDAH RAHAYU PANGLIPUR NIM.

SUDUT SEGITIGA PADA BIDANG NON-EUCLID ( MATEMATIKA DASAR )

Uraian Materi. Keliling dan Luas Bangun Datar. A. Macam-Macam Bangun Datar Beraturan. Perlu Tahu

PENGAYAAN MATERI OLIMPIADE MATEMATIKA SD GEOMETRI. Oleh : Himmawati P.L

PROGRAM PEMBELAJARAN KELAS VII SEMESTER I. Mata Pelajaran : Matematika

GEOMETRI Geometri Dasar Oleh: WIDOWATI Jurusan Matematika FMIPA UNDIP

TEOREMA PYTHAGORAS. Contoh Hitunglah nilai kuadrat bilangan-bilangan berikut

INDAH RAHAYU PANGLIPUR NIM.

TUGAS KELOMPOK 5 GEOMETRI TALI BUSUR, GARIS SINGGUNG, DAN RUAS SECANT. Oleh: AL HUSAINI

Matematika Semester IV

Bab 6 - Segitiga dan Segi Empat

Geometri Dimensi Dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TABUNG, KERUCUT, DAN BOLA. Memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya

BAB 9 TEORI GEOMETRI NON-EUCLIDEAN RIEMANN

BAB II MATERI. sejajar dengan garis CD. B

GEOMETRI EUCLID. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geometri Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si.

MAKALAH. GEOMETRI TRANSFORMASI Tentang PENGGOLONGAN, LAMBANG DAN AKSIOMA GEOMETRI

KAJIAN SEGIEMPAT TALI BUSUR DAN SEGIEMPAT GARIS SINGGUNG PADA SATU LINGKARAN

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Oleh : Sutopo, S.Pd., M.Pd. Prodi P Mat-Jurusan PMIPA FKIP UNS

ANALISIS PENYAJIAN PEMBELAJARAN MATERI GEOMETRI PADA BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) SD BERDASARKAN TEORI VAN HIELE SKRIPSI

IKIP BUDI UTOMO MALANG GEOMETRI HAND OUT 2

RINGKASAN MATERI MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS III SEMESTER 2 PEMBELAJARAN 1 PECAHAN SEDERHANA

MakALAH TEOREMA PYTHAGORAS

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Matematika. Oleh

Modul 2 SEGITIGA & TEOREMA PYTHAGORAS

ANALISIS KEMAMPUAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS SANATA DHARMA MENGENAI MATERI KESEBANGUNAN DAN KEKONGRUENAN SKRIPSI

Geometri Bangun Datar. Suprih Widodo, S.Si., M.T.

BAB 7 GEOMETRI NETRAL

PREDIKSI UN 2012 MATEMATIKA SMP

PENGEMBANGAN KISI-KISI UJIAN SEMESTER GANJIL TAHUN 2016/2017

13. Menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika atau bidang lain yang penyelesaiannya menggunakan konsep aritmetika sosial dan perbandingan.

Kajian Matematika SMP Palupi Sri Wijiyanti, M.Pd Semester/Kelas : 3A3 Tanggal Pengumpulan : 14 Desember 2015

BAB 3 PENGENALAN GEOMETRI TERURUT

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

Beberapa Benda Ruang Yang Beraturan

4 Jasa Besar Euclid. 4 Jasa Besar Euclid 19

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK SKRIPSI

GEOMETRI DIMENSI TIGA

Geometri di Bidang Euclid

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL ( KKM ) MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VII ( 1 ) SEMESTER I

Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis Lurus

Fuat. Buku Ajar GMKM (Seri Kongruensi Segitiga)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH TERBUKA BERBASIS POLYA SUB POKOK BAHASAN TABUNG KELAS IX SMP NEGERI 7 JEMBER SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. adalah luas daerah tertutup suatu permukaan bangun datar.

- Segitiga dengan dua sisinya sama panjang dan terbentuk dari dua segitiga siku-siku yang kongruen disebut segitiga samakaki

GEOMETRI ANALITIK BIDANG & RUANG

BAB V BAHAN LATIHAN DAN SARAN PEMECAHANNYA

DESAIN MOZAIK PADA INTERIOR PERSEGI BERKARAKTER BARISAN GEOMETRI

Geometri Ruang (Dimensi 3)

PROGRAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR KELAS II SEMESTER 2

PENINGKATAN KEMAMPUAN

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS H

TEKNIK SELF MONITORING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN TATA TERTIB DI SEKOLAH SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 17 SURAKARTA

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN METODE

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH

PEMBANGUNAN SISTEM INFORMASI EVALUASI PEMBELAJARAN MENGAJAR SMK NEGERI 1 SUKOHARJO TUGAS AKHIR

SKRIPSI. Oleh: TYAR RACHMATUN NISA K

SKIM PERSAMAAN GARIS LURUS SISWA KELAS VIII SMP KRISTEN 2 SALATIGA

Diajukan Oleh ANWAR ANSORI A

RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA

PENERAPAN KOMBINASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TWO STAY TWO STRAY

BAB I PENDAHULUAN. Geometri berasal dari kata latin Geometria. Geo artinya tanah, dan

GEOMETRI EUKLID VERSUS GEOMETRI SFERIK. Sangadji *

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

RUANG DASAR DAN MODEL PROYEKSI STEREOGRAFIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

BAHAN BELAJAR: UNSUR DASAR PEMBANGUN GEOMETRI. Untung Trisna Suwaji. Agus Suharjana

ANALISIS TIPE-TIPE KESALAHAN OPERASI HITUNG MATRIKS PADA SISWA KELAS XII IPS DI SMA THERESIANA SALATIGA TAHUN AJARAN 2011/ 2012 SKRIPSI

B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

SIFAT-SIFAT SEGITIGA SIKU-SIKU PADA GEOMETRI BOLA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh: CINDY NIM: 121414079 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

SIFAT-SIFAT SEGITIGA SIKU-SIKU PADA GEOMETRI BOLA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh: CINDY NIM: 121414079 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i

HALAMAN PERSEMBAHAN On a dark gloomy day, remember that every little drop of rain prepares you to be even stronger to flourish on a sunny day. (HJ Story) Karya ini untuk: Kedua orang tuaku, Christian Jonatan dan Neli Kakakku, Jhonny Jonatan Almamaterku, Universitas Sanata Dharma Serta setiap orang yang membacanya iv

ABSTRAK Cindy, 2016. Sifat-sifat Segitiga Siku-siku pada Geometri Bola. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Segitiga siku-siku pada geometri bola didefinisikan sebagai segitiga yang memiliki paling tidak satu sudut siku-siku. Skripsi ini membahas ketidakmiripan antara sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid. Fakta ini menginspirasi definisi baru untuk segitiga siku-siku pada geometri bola yang disebut dengan Spherical Half-sum Triangle. Spherical Half-sum Triangle adalah segitiga yang salah satu besar sudutnya merupakan jumlah kedua sudut lainnya. Kemudian dengan definisi ini akan ditunjukkan bahwa sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola memiliki kemiripan dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid. Kemiripan tersebut antara lain: sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran besarnya lebih dari, terdapat bentuk kuadrat dalam rumus Pythagoras, dan diagonal persegi panjang selalu membentuk dua buah segitiga siku-siku. Kata Kunci: Geometri Bola, Segitiga Siku-siku, Spherical Half-sum Triangle. vii

ABSTRACT Cindy, 2016. The Characteristics of Spherical Half-sum Triangle. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta. Right triangle in spherical geometry defines as a triangle which is have at least one right angle. This thesis defines about dissimilarities that arise between the characteristics of right triangle in spherical geometry and in Euclidean geometry. This fact inspired a new definition for spherical right triangle that called Spherical Half-sum Triangle. Spherical Half-sum Triangle defined as a triangle which is one angle equals the sum of the other two. Further, with this new definition will be shown that the characteristics of Spherical Half-sum Triangle more similar like the Euclidean one. The characteristics of Spherical Half-sum Triangle are: measure of an angle which is opposite a diameter of a circle more than there are squared terms in the spherical Pythagorean theorem, and a diagonal of spherical rectangle create two traditional right triangles. Key Word: Spherical Geometry, Spherical Right Triangle, Spherical Halfsum Triangle. viii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Sifat-sifat Segitiga Siku-siku pada Geometri Bola. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Banyak hambatan dan rintangan yang penulis alami selama penyusunan skripsi ini. Namun penulis tetap semangat dan dapat menyelesaikan skripsi karena tidak terlepas dari doa, bantuan, dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak, diantaranya: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. selaku ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahhuan Alam. 3. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma. 4. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Bapak Antonius Yudhi Anggoro, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dengan sabar. Terima kasih atas segala masukan dan motivasi selama penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Hartono, Ph.D. dan Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc. atas berbagai saran untuk proses pencarian informasi dalam skripsi ini. 7. Ibu Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. dan Ibu C. Novella Krisnamurti, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk skripsi ini. ix

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik penulis selama menuntut ilmu di Universitas Sanata Dharma. 9. Staf sekretariat JPMIPA yang telah memberikan pelayanan kesekretariatan. 10. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas selama pengerjaan skripsi ini. 11. Kedua orang tua penulis yang tiada henti memberi semangat, kepercayaan, dan doa dalam studi ini. 12. Teman-teman perantau dan pejuang gelar sarjana, Andita Prastiti, Maria Mater Dei Ayu, Elizabeth Nada, Adhi Kristian, Yunita Maria Ndoi, Bernadette Andika, Namiera Yushendea, Stacia Elvaretta, Nanda Ayu, Stepani Elsa, Fransisca Putri, dan Malvin Choco yang senantiasa berbagi suka duka selama pengerjaan skripsi ini. 13. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2012 khususnya kelas B, terlebih Trisona Agustina, Natalia Ika, Yohana Kristin, Scolastika Lintang, Dita Anggraini, Gregoria Yanu, Agustina Galuh, Rara Maharani, Maria Sri Dian, dan Richardus Adelbertus yang telah menyemangati, menemani, berbagi informasi, dan berjuang bersama selama proses pembelajaran di Universitas Sanata Dharma. 14. Teman-teman satu bimbingan skripsi yang saling menyemangati, berbagi informasi, dan berkeluh kesah bersama selama penulisan skripsi ini. 15. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan yang lebih kepada setiap pembacanya. Yogyakarta, 22 September 2016 Cindy x

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR SIMBOL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Batasan Masalah... 4 C. Rumusan Masalah... 4 D. Tujuan Penelitian... 5 E. Manfaat Penelitian... 5 F. Metode Penelitian... 6 G. Sistematika Penulisan... 6 BAB II SEJARAH DAN KONSEP DASAR GEOMETRI BOLA... 8 xi

A. Sejarah Munculnya Geometri Bola... 8 B. Konsep Dasar Dalam Geometri Bola... 11 BAB III SEGITIGA SIKU-SIKU PADA GEOMETRI BOLA... 23 A. Spherical Half-sum Triangle... 23 B. Sifat-sifat Segitiga Siku-siku... 37 BAB IV PENUTUP... 51 A. Kesimpulan... 51 B. Saran... 52 DAFTAR PUSTAKA... 53 xii

DAFTAR SIMBOL : titik : titik berlawanan : garis : segmen garis dengan titik akhir dan : panjang / jarak ke : sudut : besar sudut : segitiga : Persegi panjang = : sama dengan : tidak sama dengan : lebih besar dari : lebih kecil dari : gabungan : tegak lurus : kongruen xiii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Bagan Asal Mula Geometri Bola... 3 Gambar 2.1 Ilustrasi Pusat Bola... 11 Gambar 2.2 Ilustrasi Radius Bola... 12 Gambar 2.3 Ilustrasi Diameter Bola... 12 Gambar 2.4 Ilustrasi Lingkaran... 13 Gambar 2.5 Ilustrasi Lingkaran Besar... 14 Gambar 2.6 Ilustrasi garis dari Dua Titik... 14 Gambar 2.7 Ilustrasi Segmen Garis... 16 Gambar 2.8 Ilustrasi I Keantaraan... 17 Gambar 2.9 Ilustrasi II Keantaraan... 17 Gambar 2.10 Ilustrasi III Keantaraan... 18 Gambar 2.11 Ilustrasi Sudut... 19 Gambar 2.12 Ilustrasi Segitiga... 19 Gambar 2.13 Ilustrasi Segitiga Siku-siku... 20 Gambar 2.14 Ilustrasi Lingkaran Luar Segitiga... 21 Gambar 3.1 Ilustrasi I Teorema 3.1... 24 Gambar 3.2 Ilustrasi II Teorema 3.1... 25 Gambar 3.3 Ilustrasi III Teorema 3.1... 26 Gambar 3.4 Ilustrasi Rumus Pythagoras... 27 Gambar 3.5 Ilustrasi Persegi Panjang... 29 Gambar 3.6 Diagonal Persegi Panjang... 30 xiv

Gambar 3.7 Ilustrasi Teorema 3.3... 31 Gambar 3.8 Ilustrasi Lune... 39 Gambar 3.9 Ilustrasi Lema 3.1... 39 Gambar 3.10 Ilustrasi Lema 3.2... 40 Gambar 3.11 Ilustrasi I Teorema 3.5... 43 Gambar 3.12 Ilustrasi II Teorema 3.5... 43 Gambar 3.13 Ilustrasi III Teorema 3.5... 44 Gambar 3.14 Ilustrasi IV Teorema 3.5... 45 Gambar 3.15 Ilustrasi V Teorema 3.5... 46 Gambar 3.16 Ilustrasi Teorema 3.6... 48 Gambar 3.17 Ilustrasi Teorema 3.7... 49 xv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A.1. Segitiga Kutub Lampiran A.2. Segitiga Kongruen Lampiran A.3. Aturan Segitiga Sama Kaki xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Geometri berasal dari dua kata Yunani geo dan metrein. Geo berarti bumi, dan metrein berarti ukuran. Dengan demikian, secara etimologis geometri dapat diartikan sebagai ilmu pengukuran bumi. Meskipun berasal dari kata Yunani, orang-orang Yunani bukanlah yang memulai penggunaan geometri dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang Mesirlah yang pertama kali menggunakan geometri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menggunakan geometri untuk mengatasi masalah banjir tahunan yang terjadi di sungai Nil. Geometri dipandang sebagai sistem deduktif, yaitu suatu sistem yang memiliki pengertian-pengertian pangkal atau unsur-unsur yang tidak memiliki definisi. Sekitar 300 tahun sebelum masehi, muncul seorang matematikawan bernama Euclid yang menulis buku mengenai geometri. Buku yang ditulis oleh Euclid berjudul Elements di mana isinya menjelaskan mengenai definisi, postulat, dan teorema. Pada geometri Euclid terdapat lima buah postulat, di mana postulat kelima yang ditulis oleh Euclid disebut sebagai postulat kesejajaran Euclid. Postulat tersebut berbunyi Pada sebuah bidang, jika sebuah garis dipotongkan dengan dua garis lainnya dan dua garis tersebut diperpanjang hingga bertemu pada satu titik, maka jumlah sudut dalam sepihak pada pihak yang bertemu disatu titik adalah lebih dari. 1

2 Beberapa matematikawan mengatakan bahwa postulat kesejajaran Euclid dianggap terlalu rumit untuk disebut sebagai postulat. Mereka mengatakan bahwa postulat kesejajaran Euclid dapat dibuktikan dengan empat postulat sebelumnya. Playfair merupakan salah satu matematikawan yang mencoba untuk membuktikan postulat kesejajaran Euclid. Playfair menemukan postulat yang berbunyi jika diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar, maka dapat dibuat sebuah garis yang sejajar dengan garis dan melalui. Namun postulat Playfair dianggap masih memiliki makna yang sama dengan postulat kesejajaran Euclid. Hingga akhirnya Bolyai- Lobachevsky menemukan postulat kesejajarannya yang berbunyi jika diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar garis tersebut, maka dapat dibuat lebih dari satu garis yang sejajar dengan garis dan melalui. dan Riemann menemukan postulat kesejajarannya yang berbunyi jika diberikan sebuah garis l dan sebuah titik P di luar garis tersebut, maka tidak dapat dibuat garis lain yang sejajar dengan garis l dan melalui P. Karena postulat Bolyai-Lobachevsky dan postulat Riemann tidak berlandaskan pada postulat kesejajaran Euclid, maka muncul yang dinamakan dengan geometri non-euclid. Berikut merupakan bagan asal mula geometri bola bermula dari geometri Euclid.

3 Geometri Euclid: 4 postulat Euclid + postulat kesejajaran Euclid Geometri Non-Euclid: 4 postulat Euclid + postulat kesejajaran Bolyai / postulat kesejajaran Riemann Geometri eliptik (berdasarkan postulat Riemann) Geometri hiperbolik (berdasarkan postulat Bolyai) Geometri eliptik tunggal Geometri eliptik rangkap Geometri bola Gambar 1.1 Bagan Asal Usul Geometri Bola Geometri bola memiliki sejumlah konsep dasar dan salah satunya membahas mengenai segitiga siku-siku. Segitiga siku-siku didefinisikan sebagai segitiga yang memiliki setidaknya satu sudut siku-siku. Namun dengan definisi tersebut terdapat ketidakmiripan antara sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid. Fakta tersebut menginspirasi definisi baru untuk segitiga

4 siku-siku yang disebut dengan Spherical Half-sum Triangle. Spherical Half-sum Triangle merupakan segitiga yang salah satu besar sudutnya merupakan jumlah kedua sudut lainnya. Dengan definisi baru ini akan ditunjukkan bahwa sifat segitiga siku-siku pada geometri bola memiliki kemiripan dengan sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid. Kemiripan sifat tersebut antara lain: besar sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran lebih dari, terdapat bentuk kuadrat dalam rumus Pythagoras, dan diagonal persegi panjang membentuk dua buah segitiga siku-siku. B. Batasan Masalah Dalam skripsi ini, bola diasumsikan sebagai bola satuan. Bola satuan yang dimaksud adalah bola yang memiliki radius satu satuan. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana ketidakmiripan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid, berdasarkan definisi awal segitiga siku-siku? 2. Bagaimana definisi baru segitiga siku-siku pada geometri bola? 3. Bagaimana sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola yang sebelumnya tidak mirip dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid, berdasarkan definisi baru segitiga siku-siku?

5 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mendeskripsikan ketidakmiripan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid berdasarkan definisi awal segitiga siku-siku. 2. Untuk mendeskripsikan definisi baru segitiga siku-siku pada geometri bola. 3. Untuk mendeskripsikan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola yang sebelumnya tidak mirip dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid berdasarkan definisi yang baru. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Pembaca Pembaca dapat mengetahui bagaimana konsep dasar geometri bola, definisi segitiga siku-siku, ketidakmiripan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dan geometri Euclid, definisi baru untuk segitiga siku-siku pada geometri bola, dan sifat-sifat segitiga siku-siku berdasarkan definisi baru. 2. Bagi Penulis Penulis dapat menambah pengetahuan baru dalam bidang geometri selain geometri Euclid, mengetahui sejarah munculnya geometri bola, mengetahui konsep dasar dalam geometri bola, dan mendalami sifat-

6 sifat segitiga siku-siku pada geometri bola berdasarkan dengan definisi yang telah ada maupun definisi yang baru. 3. Bagi Universitas Universitas dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang geometri khususnya mengenai geometri bola. Selain itu, skripsi ini dapat menjadi referensi pembelajaran matematika mengenai geometri non-euclid. F. Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah metode studi pustaka. Metode ini dilakukan dengan mengkaji berbagai referensi berupa jurnal dan buku yang berkaitan dengan geometri bola sehingga penulis tidak menemukan suatu hal baru. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Mempelajari berbagai referensi yang diperlukan, khususnya mengenai geometri bola. 2. Menyajikan kembali definisi-definisi serta teorema-teorema yang menjadi dasar dalam geometri bola. 3. Menyusun materi-materi yang telah dikumpulkan secara sistematis untuk memudahkan pembaca dalam memahaminya. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut. Bab pertama, membahas latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah,

7 batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan dalam skripsi ini. Bab kedua membahas sejarah munculnya geometri bola serta konsep dasar dalam geometri bola yang akan digunakan pada pembahasan bab berikutnya. Bab ketiga yang merupakan inti dari penulisan skripsi ini, membahas ketidakmiripan antara sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dan geometri Euclid, teorema yang mendasari munculnya definisi baru segitiga siku-siku, definisi baru segitiga siku-siku, dan sifatsifat segitiga siku-siku pada geometri bola berdasarkakn definisi baru. Bab keempat berisi kesimpulan dan saran untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II SEJARAH DAN KONSEP DASAR GEOMETRI BOLA Bab ini membahas sejarah munculnya geometri bola dan konsep dasar yang akan digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab berikutnya. Konsep dasar yang akan dibahas antara lain titik, garis, sudut, lingkaran, keantaraan, segitiga, dan kongruensi segitiga pada geometri bola. Berikut merupakan penjelasan mengenai sejarah munculnya geometri bola. A. Sejarah Munculnya Geometri Bola Euclid menyebutkan lima buah postulat dalam geometri, kelima postulat tersebut antara lain (Own Byer, 2010): 1. Dari dua titik sembarang dapat dibentuk sebuah garis. 2. Sebuah garis dapat diperpanjang sampai tak hingga. 3. Jika diberikan sebuah titik dan jari-jari, maka dapat dibentuk sebuah lingkaran dengan titik tersebut sebagai pusatnya. 4. Semua sudut siku-siku sama besar. 5. Pada sebuah bidang, jika sebuah garis dipotongkan dengan dua garis lainnya dan dua garis tersebut diperpanjang hingga bertemu pada satu titik, maka jumlah sudut dalam sepihak pada pihak yang bertemu disatu titik adalah lebih dari. Postulat terakhir dari lima postulat yang ditulis oleh Euclid disebut sebagai postulat kesejajaran. Lima postulat ini bertahan sebagai dasar pembelajaran geometri hingga abad ke-20, sampai akhirnya beberapa 8

9 matematikawan menganggap bahwa postulat kesejajaran yang ditulis oleh Euclid terlalu rumit untuk disebut sebagai postulat. Beberapa matematikawan menganggap bahwa postulat kesejajaran tersebut dapat dibuktikan dengan menggunakan empat postulat sebelumnya. Beberapa matematikawan tersebut antara lain Proclus dari Aleksandria (410-485), John Wallis (1616-1703), dan Girolamo Saccheri dari Italia (1667-1733). Mereka mencoba untuk membuktikan kebenaran dugaan tersebut, namun usaha yang dilakukan gagal hingga akhirnya matematikawan asal Skotlandia yaitu John Playfair (1748-1819) menemukan postulat yang ekuivalen dengan postulat kesejajaran Euclid. Postulat tersebut berbunyi: jika diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar, maka dapat dibuat sebuah garis yang sejajar dengan garis dan melalui. Postulat tersebut dinamakan postulat Playfair, dan postulat ini dianggap lebih sederhana jika dibandingkan dengan postulat kesejajaran Euclid. Postulat Playfair dan postulat kesejajaran Euclid dianggap masih memiliki makna yang sama. Karena dua postulat tersebut dirasa masih kurang tepat, maka pada tahun 1830 J.Bolyai dan N.I. Lobachevsky merevisi postulat kesejajaran Euclid dan postulat Playfair. Kemudian mereka memperkenalkan postulat baru yang disebut sebagai postulat Bolyai-Lobachevsky. Postulat tersebut berbunyi jika diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar garis tersebut, maka dapat dibuat lebih dari satu garis yang sejajar dengan garis dan melalui. Felix Klein menyebut empat postulat pertama

10 Euclid yang digabung dengan postulat Bolyai-Lobachevsky sebagai postulat hiperbolik, dan lima postulat ini menjadi dasar dari geometri hiperbolik. Munculnya geometri hiperbolik dirasa masih belum mampu menjawab sejumlah pertanyaan geometri dalam bidang astronomi. Bernhard Riemann (1826-1866) menawarkan postulat baru untuk menggantikan postulat kesejajaran Euclid guna mengatasi masalah dalam bidang astronomi. Pada postulat yang ditawarkan Riemann, diasumsikan bahwa tidak ada garis yang sejajar. Postulat tersebut berbunyi jika diberikan sebuah garis l dan sebuah titik P di luar garis tersebut, maka tidak dapat dibuat garis lain yang sejajar dengan garis l dan melalui P. Postulat ini menjadi dasar munculnya geometri eliptik guna mengatasi masalah pada bidang astronomi. Geometri eliptik sendiri terbagi menjadi geometri eliptik tunggal dan geometri eliptik rangkap. Geometri eliptik tunggal direpresentasikan dalam setengah bola, sedangkan geometri eliptik rangkap direpresentasikan dalam bola utuh. Geometri bola merupakan bagian dari geometri eliptik rangkap (David Gans, 1973). Geometri hiperbolik dan geometri eliptik berlandaskan pada postulat kesejajarannya masing-masing, bukan berlandaskan pada postulat kesejajaran Euclid. Sehingga geometri hiperbolik dan geometri eliptik merupakan bagian dari geometri non-euclid.

11 B. Konsep Dasar Dalam Geometri Bola Dalam pembahasan geometri bola di bawah ini, akan diasumsikan bahwa bola memiliki radius ukuran satu satuan. Definisi 2.1 (Wentworth, 1899: 381) Bola merupakan permukaan di mana setiap titik pada permukaan tersebut berjarak sama dari sebuah titik yang disebut pusat. Titik yang dimaksud pada definisi di atas merupakan titik pusat bola. Pada gambar 2.1, titik merupakan pusat bola. Gambar 2.1 Ilustrasi Pusat Bola Definisi 2.2 (Wentworth, 1899: 381) Segmen garis lurus yang menghubungkan titik pada permukaan bola dengan titik pusat bola disebut sebagai radius. Radius pada bola diilustrasikan pada gambar 2.2, di mana pada gambar tersebut radius dinamai.

12 Gambar 2.2 Ilustrasi Radius Bola Definisi 2.3 (Wentworth, 1899: 381) Segmen garis lurus yang melewati pusat bola dan berhenti pada dua titik di permukaan bola disebut sebagai diameter. Pada gambar 2.3, segmen garis lurus merupakan diameter bola. Gambar 2.3 Ilustrasi Diameter Bola Perpotongan bola dengan sebuah bidang menghasilkan sebuah lingkaran. Gambar 2.4, merupakan ilustrasi lingkaran dari perpotongan bola dengan bidang Pada gambar tersebut, lingkaran dilukiskan dengan garis tebal.

13 Gambar 2.4 Ilustrasi Lingkaran Jika bidang yang memotong bola melalui pusat bola, maka lingkaran yang terbentuk disebut lingkaran besar. Sedangkan jika bidang tersebut tidak melalui pusat bola maka lingkaran yang terbentuk disebut lingkaran kecil. Nampak pada gambar 2.5, lingkaran besar yang terbentuk dari perpotongan bola dengan bidang. Setiap lingkaran besar memiliki dua buah titik pusat, dan dua titik pusat tersebut berjarak sama terhadap setiap titik pada lingkaran besar. Dua titik pusat dari sebuah lingkaran besar disebut sebagai titik berlawanan. Sehingga setiap titik pada bola menentukan titik lainnya yang disebut sebagai titik lawan. Pada gambar 2.5, titik dan merupakan pusat lingkaran besar dan juga merupakan titik berlawanan. Contoh nyata dari lingkaran besar adalah garis bujur dan garis khatulistiwa. Sedangkan contoh nyata dari dua titik berlawanan adalah kutub utara dan kutub selatan.

14 Gambar 2.5 Ilustrasi Lingkaran Besar Seperti pada geometri Euclid, garis pada geometri bola juga ditentukan melalui dua titik pada permukaan bola. Garis pada geometri bola adalah lingkaran besar. Melalui dua titik yang bukan merupakan titik berlawanan dapat dibentuk sebuah garis. Jika kedua titik tersebut merupakan titik berlawanan, maka dapat dibentuk tak hingga banyak garis. Gambar 2.6 (a) menunjukkan bahwa dari sembarang dua titik pada bola yaitu dan yang bukan merupakan titik berlawanan, dapat dibentuk sebuah garis. Sedangkan pada gambar 2.6 (b) ditunjukkan bahwa dapat dibentuk tak hingga banyak garis melalui titik berlawanan dan. (a) (b) Gambar 2.6 Ilustrasi Garis dari Dua Titik

15 Pada geometri Euclid, sebuah garis dapat diperpanjang sampai tak hingga panjangnya. Hal tersebut berbeda dengan garis pada geometri bola, karena garis pada geometri bola memiliki batas. Misalkan titik merupakan sebuah titik pada garis, jika lingkaran besar tersebut ditelusuri mulai dari titik, maka penelusuran tersebut akan berakhir pada titik juga. Jika pada geometri Euclid terdapat konsep kesejajaran garis, maka pada geometri bola tidak ada konsep kesejajaran garis sebagai akibat dari postulat kesejajaran Riemann. Dua titik pada garis membagi garis menjadi dua buah busur. Jika kedua titik tersebut bukan merupakan titik berlawanan maka garis terbagi menjadi busur panjang dan busur pendek. Dalam geometri bola, busur terpendek dipandang sebagai segmen garis. Suatu segmen garis yang dibatasi oleh titik dan dinotasikan dengan, lalu panjang busur terpendek tersebut didefinisikan sebagai jarak antara dua titik. Jadi jarak antara kedua titik tersebut disebut juga sebagai panjang segmen garis pada geometri bola. Panjang dinotasikan dengan. Sebagai ilustrasi perhatikan gambar 2.7 (a). Pada gambar tersebut terdapat dua busur yang terbentuk dari dua titik dan titik yang dilukiskan sebagai garis putus-putus dan garis yang tidak putus-putus. Sesuai dengan penjelasan di atas, ditunjukkan oleh garis tak putusputus dan merupakan jarak antara titik ke titik. Pada gambar 2.7 (b), jika kedua titik merupakan titik berlawanan, maka jarak kedua titik tersebut sama panjang yaitu.

16 (a) (b) Gambar 2.7 Ilustrasi Segmen Garis Berikut merupakan tabel perbandingan konsep jarak pada geometri Euclid dan geometri bola: Tabel 2.1 Perbandingan Konsep Jarak No Pada geometri Euclid Pada geometri bola 1. Jarak dua titik diukur Jarak pada lingkaran besar diukur sepanjang garis yang dari dua titik yang menghubungkan kedua titik tersebut. Hanya ada sebuah jarak yang dapat diukur. menghubungkannya. Terdapat dua jarak yang dapat diukur. Jarak yang digunakan adalah jarak terpendek. 2. Tidak ada jarak terpanjang atau terpendek dari dua titik Jarak terpanjang dari dua titik adalah 180. yang diberikan. 3. Dari dua titik yang diberikan hanya dapat dilukis sebuah segmen garis. Dari dua titik yang bukan merupakan titik berlawanan, terdapat sebuah segmen garis. Jika kedua titik tersebut merupakan titik berlawanan, terdapat tak hingga banyak segmen garis yang terbentuk, dan memiliki panjang yang sama yaitu 180.

17 Definisi 2.4 (Moise, 1990: 60) Pada geometri Euclid, titik dikatakan berada diantara titik dan jika: (i),, dan kolinier (ii) Gambar 2.8 menunjukkan konsep di atas. Gambar 2.8 Ilustrasi I Keantaraan Konsep keantaraan pada geometri bola didefinisikan seperti pada konsep keantaraan pada geometri Euclid, dengan menggunakan segmen garis. Pada gambar 2.9 tampak bahwa berada diantara. Gambar 2.9 Ilustrasi II Keantaraan Namun terdapat sebuah perbedaan sifat antara konsep keantaraan pada geometri Euclid, dengan konsep keantaraan pada geometri bola. Perbedaan tersebut timbul karena memungkinkannya untuk tidak terdapat keantaraan pada geometri bola. Jika diberikan tiga titik,, pada garis

18 dengan jarak setiap titik adalah 120 seperti pada gambar 2.10, maka tidak ada satupun titik yang berada diantara kedua titik lainnya. Hal ini dikarenakan tidak terbuktinya syarat (ii) pada konsep keantaraan. Seharusnya tetapi pada kasus ini, yang menyebabkan tidak berada diantara dan, yang menyebabkan tidak berada diantara dan, serta yang menyebabkan tidak berada diantara dan. Gambar 2.10 Ilustrasi III Keantaraan Definisi 2.5 (Wentworth, 1899: 389) Sudut pada geometri bola merupakan perpotongan dua buah segmen garis. Pada gambar 2.11, sudut yang terbentuk dari dan dinotasikan dengan, sedangkan besar dinotasikan dengan. Besar sudut dalam geometri bola didefinisikan sebagai besar sudut antara dua bidang yang memuat dua segmen garis tersebut.

19 Gambar 2.11 Ilustrasi Sudut Definisi 2.6 (Wentworth, 1899: 392) Segitiga pada geometri bola merupakan gabungan tiga segmen garis yang menghubungkan tiga titik non kolinear. Misalkan terdapat tiga titik non kolinear,, dan. Selanjutnya dibentuk,, dan sehingga terbentuk sebuah segitiga yang dinotasikan dengan. Gambar 2.12 ini merupakan contoh segitiga dalam geometri bola, yaitu dan. Gambar 2.12 Ilustrasi Segitiga Berbeda dengan geometri Euclid, jumlah besar sudut dalam sebuah segitiga pada geometri bola tidak sama dengan melainkan lebih dari

20 dan kurang dari (Wentworth, 1899: 393), selain itu jumlah dari ketiga sisinya kurang dari (Wentworth, 1899: 397). Definisi 2.7 (Dickinson, 2008: 24) Segitiga siku-siku pada geometri bola merupakan segitiga yang memiliki paling tidak satu sudut siku-siku. Gambar 2.13 merupakan contoh segitiga siku-siku pada geometri bola. Pada gambar tersebut, memiliki satu sudut yang besarnya yaitu, dan memiliki dua sudut siku-siku yaitu dan. Gambar 2.13 Ilustrasi Segitiga Siku-siku Definisi 2.8 (Dickinson, 2008: 26) Lingkaran luar segitiga merupakan lingkaran yang memuat semua titik sudut segitiga. Untuk setiap segitiga pada geometri bola, dapat dibuat lingkaran luar segitiga yang memuat ketiga titik sudut segitiga tersebut. Pada gambar 2.14, memiliki lingkaran luar segitiga dengan pusat dan mamiliki lingkaran luar segitiga dengan pusat.

21 Gambar 2.14 Ilustrasi Lingkaran Luar Segitiga Seperti pada geometri Euclid, pada geometri bola juga terdapat aturan kongruensi pada segitiga. Jika kongruen dengan, maka dinotasikan dengan. Pada geometri bola jika dua buah segitiga terletak pada bola berukuran sama memenuhi satu dari empat syarat di bawah ini, maka kedua segitiga tersebut dikatakan kongruen. Empat syarat tersebut antara lain: 1. Dua buah sisi yang bersesuaian sama panjang dan sebuah sudut yang diapit oleh kedua sisi tersebut sama besar. 2. Dua buah sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi di antara kedua sudut tersebut sama panjang. 3. Setiap sisi yang bersesuaian sama panjang. 4. Setiap sudut yang bersesuaian sama besar. Selain aturan kongruensi, aturan segitiga sama kaki pada geometri bola juga serupa dengan aturan segitiga sama kaki pada geometri Euclid. Pada segitiga sama kaki, sudut-sudut yang berhadapan dengan sisi-sisi yang sama panjang akan memiliki besar sudut yang sama. Sebaliknya, sisisisi yang berhadapan dengan sudut yang sama besar akan memiliki

22 panjang sisi yang sama. Penjelasan lebih lanjut mengenai pembuktian aturan kongruensi dan aturan segitiga sama kaki dapat dilihat pada lampiran A1-A3.

BAB III SEGITIGA SIKU-SIKU PADA GEOMETRI BOLA A. Spherical Half-sum Triangle Pada bab sebelumnya telah disebutkan definisi dari segitiga sikusiku pada geometri bola, yaitu segitiga yang memiliki paling tidak satu sudut siku-siku. Bab ini membahas definisi baru segitiga siku-siku yang disebut dengan Spherical Half-sum Triangle sebagai akibat dari adanya ketidakmiripan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid berdasarkan definisi awal segitiga siku-siku. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa Spherical Half-sum Triangle memiliki kemiripan sifat dengan segitiga siku-siku pada geometri Euclid. Segitiga siku-siku pada geometri bola dan geometri Euclid memiliki sejumlah kesamaan sifat, misalnya aturan kongruensi dan aturan segitiga sama kaki. Namun nampak juga tiga ketidakmiripan sifat berdasarkan fakta-fakta berikut: 1. Sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran besarnya selalu lebih dari. Teorema 3.1 (Dickinson, 2008: 24) Jika merupakan sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran yang berpusat pada titik seperti nampak pada gambar 3.1, maka lebih dari. 23

24 Bukti: Gambar 3.1 Ilustrasi I Teorema 3.1 Pada gambar 3.1, perhatikan bahwa dan segmen garis yang membentuk yaitu dan membentuk sebuah segitiga, yaitu dengan sebagai titik pusat lingkaran luar. Titik merupakan pusat lingkaran dan merupakan diameter lingkaran, sehingga berada pada dan membagi dua sama panjang. Karena merupakan titik pada lingkaran dan merupakan pusat lingkaran, mengakibatkan. Karena maka dan merupakan segitiga sama kaki, hal ini menyebabkan dan. Selain itu, karena berada pada, menyebabkan dan. Karena jumlah sudut dalam segitiga lebih dari, maka sehingga:

25 Gambar 3.2 Ilustrasi II Teorema 3.1 Sekarang perhatikan gambar 3.2, gambar tersebut mengilustrasikan sudut keliling yang menghadap sebuah diameter lingkaran pada geometri Euclid. Pada geometri Euclid, besar sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran adalah, sehingga. Sehingga segitiga yang terbentuk dari segmen garis lurus,, dan selalu segitiga siku-siku karena salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku. Kemudian jika kita perhatikan kembali gambar 3.1, sudut yang menghadap diameter lingkaran yaitu besarnya lebih dari. Sehingga segitiga yang terbentuk dari,, dan belum tentu merupakan segitiga siku-siku. Jika atau besarnya tidak sama dengan, maka bukan merupakan segitiga siku-siku. Dari sini nampak ketidakmiripan antara sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid dan geometri bola. Gambar 3.3 berikut merupakan contoh bahwa segitiga yang terbentuk belum tentu merupakan segitiga siku-siku. Contoh berikut telah diuji kebenarannya dan tidak perlu diragukan lagi.

26 Gambar 3.3 Ilustrasi III Teorema 3.1 Perhatikan gambar 3.3, merupakan sudut yang menghadap diameter lingkaran yaitu. Selain itu, dan membentuk sebuah segitiga yaitu di mana,, dan. Tidak terbentuk satupun sudut siku-siku pada sehingga bukan merupakan segitiga siku-siku. 2. Pada geometri Euclid dan geometri bola terdapat teorema Pythagoras, namun ada perbedaan diantara keduanya. Perbedaan tersebut timbul karena tidak terdapat bentuk kuadrat pada rumus Pythagoras geometri bola. Diberikan di mana, dan Jika, maka rumus Pythagoras pada geometri Euclid adalah. Sedangkan pada geometri bola rumusnya adalah. Teorema 3.2 (Brink, 1942) Pada di mana, dan. Jika, maka. Bukti:

27 (a) (b) Gambar 3.4 Ilustrasi Rumus Pythagoras merupakan segitiga siku-siku pada geometri bola dan Pada gambar 3.4 (a), garis yang melalui garis khatulistiwa dan diandaikan sebagai segmen merupakan segmen garis yang melalui garis lintang. Pada gambar 3.4 (b) diberikan bidang yang memotong tegak lurus segmen garis lurus pada dan segmen garis lurus pada. Bidang tersebut juga memotong segmen garis lurus pada. siku-siku pada siku-siku pada siku-siku pada siku-siku pada Dari didapatkan bahwa:

28 Dari persamaan (1) dan (2) :

29 3. Diagonal persegi panjang tidak selalu membentuk dua buah segitiga siku-siku pada geometri bola. Persegi panjang pada geometri bola didefinisikan sebagai segi empat yang keempat sudutnya kongruen. Suatu persegi panjang yang titik sudutnya,,, dan dinotasikan dengan. Diagonal persegi panjang tidak selalu membentuk segitiga siku-siku pada geometri bola. Gambar 3.5 merupakan. Gambar 3.5 Ilustrasi Persegi Panjang Berikut merupakan contoh persegi panjang pada geometri bola yang diagonalnya tidak membentuk dua buah segitiga siku-siku, dan semua ukuran pada contoh berikut telah diuji kebenarannya, sehingga tidak perlu diragukan lagi.

30 Gambar 3.6 Diagonal Persegi Panjang Tidak Membentuk Dua Segitiga Siku-siku Perhatikan gambar 3.6, terbentuk di mana dan ini sesuai dengan definisi persegi panjang yang telah disebutkan sebelumnya. Jika dilukis sebuah diagonal yaitu, maka terbentuk dan. Pada kedua segitiga tersebut, dan Pada dan tidak terdapat satupun sudut yang besarnya, berarti segitiga yang terbentuk dari diagonal bukan merupakan segitiga siku-siku. Karena terdapat beberapa perbedaan ini, timbul inspirasi untuk definisi baru segitiga siku-siku. Definisi baru tersebut didapatkan melalui pembuktikan teorema di bawah ini. Teorema ini berhubungan dengan lokasi dari pusat lingkaran luar segitiga, berikut pembuktiannya:

31 Teorema 3.3 (Dickinson, 2008: 26) Jika diberikan dengan pusat lingkaran luar segitiga, maka: a. dan berada pada sisi yang sama terhadap jika dan hanya jika. b. berada pada jika dan hanya jika. c. dan berada pada sisi yang berlawanan dengan jika dan hanya jika. Bukti (a) : Gambar 3.7 Ilustrasi Teorema 3.3 Misalkan dan berada pada sisi yang sama terhadap seperti pada gambar 3.7 (a). Jika merupakan jarijari lingkaran luar segitiga, maka. Jika dan, maka dan merupakan segitiga sama kaki. Karena hal tersebut, menyebabkan dan. Di lain pihak, dan sehingga:

32 Jadi, Misalkan. Andaikan tidak benar bahwa dan berada pada sisi yang sama terhadap. Maka berada pada atau dan berada pada sisi yang berbeda terhadap. Kasus 1 Jika berada pada, maka dan. Karena merupakan jari-jari lingkaran luar segitiga, maka. Jika dan, maka dan merupakan segitiga sama kaki. Karena dan merupakan segitiga sama kaki, maka dan, sehingga: Jadi,

33 Telah didapatkan bahwa, hal ini kontradiksi dengan permisalan di atas bahwa. Kasus 2 Jika dan berada pada sisi yang berbeda terhadap, maka dan. Karena merupakan jari-jari lingkaran luar segitiga, maka. Karena dan maka dan merupakan segitiga sama kaki. Karena dan merupakan segitiga sama kaki, maka dan, sehingga: Jadi,. Telah didapatkan bahwa, hal ini kontradiksi dengan permisalan di atas bahwa. Dari dua kasus tersebut, ternyata muncul kontardiksi dan hal ini menunjukkan bahwa asumsi salah.

34 Bukti (b): Misalkan berada pada seperti pada gambar 3.7 (b). Karena merupakan jari-jari lingkaran luar segitiga, maka. Karena dan maka dan merupakan segitiga sama kaki. Hal ini menyebabkan dan. Di lain pihak, dan sehingga: Jadi,. Misalkan dan andaikan tidak benar bahwa berada pada, maka dan berada pada sisi yang sama terhadap atau dan berada pada sisi yang berbeda terhadap. Menurut teorema 3.3 (a) didapatkan, hal ini kontradiksi dengan permisalan di atas bahwa. Pada pembuktian kasus 2 teorema 3.3 (a) didapatkan,

35 hal ini kontradiksi dengan permisalan di atas bahwa. Dari kedua kasus tersebut ternyata muncul kontardiksi, hal ini menunjukkan bahwa asumsi salah. Bukti (c) : Misalkan dan berada pada sisi yang berbeda terhadap seperti pada gambar 3.7 (c). Karena merupakan jari-jari lingkaran luar segitiga, maka. Karena dan, maka dan merupakan segitiga sama kaki. Hal tersebut menyebabkan dan. Dilain pihak, dan, sehingga: Jadi,. Misalkan. Andaikan tidak benar bahwa dan berada pada sisi yang berbeda terhadap maka dan berada pada sisi yang sama terhadap atau berada pada. Menurut teorema 3.3 (a) didapatkan

36, hal ini kontradiksi dengan permisalan di atas bahwa. Selain itu, pada teorema 3.3 (a) kasus 1 didapatkan, hal ini kontradiksi dengan permisalan di atas bahwa. Dari kedua kasus tersebut ternyata muncul kontardiksi, hal ini menunjukkan bahwa asumsi salah. Teorema 3.3 juga berlaku pada geometri Euclid, di mana pusat lingkaran lu r segitig ber i l m segitig jik h y jik semua sudut pada segitiga merupakan sudut lancip, pusat lingkaran luar segitiga berada pada segitiga jika dan hanya jika salah satu sudut pada segitiga merupakan sudut siku-siku, pusat lingkaran luar segitiga berada i lu r segitig jik h y jik s l h s tu su ut p segitig merup k su ut tumpul. Ko sep i l m i lu r p t ip h mi dengan mudah dalam geometri Euclid karena bidang terbagi dalam daerah e g lu s berhi gg ti k berhi gg. Su tu titik ber i l m segitiga jika titik berada pada luasan daerah berhingga. Sedangkan suatu titik ber i lu r segitig jik titik ber p lu s er h t k berhingga. Namun karena segitiga pada geometri bola membagi bola menjadi dua bagian yang masing-masingnya berhingga, m k ko sep i

37 l m i lu r segitig ti k p t i pt si sec r l gsu g. Oleh karena itu, pada geometri bola, konsep ini digantikan dengan konsep ber p sisi y g s m ber p sisi y g berbe e g hipotenusa, seperti nampak dalam teorema 3.3 di atas. Salah satu sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid adalah pusat lingkar luarnya berada pada hipotenusa. Melihat hal tersebut, timbul inspirasi dalam membuat definisi baru untuk segitiga siku-siku pada geometri bola. Karena diinginkan adanya kemiripan antara sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dengan sifat-sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid, maka dinyatakan bahwa pusat lingkaran luar segitiga siku-siku pada geometri bola juga terletak pada hipotenusanya. Menurut teorema 3.3 (b) hal ini berarti salah satu besar sudut pada segitiga tersebut merupakan jumlah kedua sudut lainnya. Oleh karena itu, segitiga siku-siku didefinisikan sebagai berikut: Definisi 3.1 (Dickinson 2008: 28) Segitiga siku-siku adalah segitiga yang salah satu besar sudutnya merupakan jumlah kedua sudut lainnya. Istilah lain untuk segitiga siku-siku baru tersebut adalah Spherical Half-sum Triangle. Dalam skripsi ini Spherical Half-sum Triangle akan tetap disebut sebagai segitiga siku-siku. B. Sifat-sifat Segitiga Siku-siku Berikutnya akan dijelaskan mengenai sifat-sifat dalam segitiga siku-siku yang telah disebutkan pada awal bab ini dengan menggunakan

38 definisi baru segitiga siku-siku. Penjelasan sifat-sifat segitiga siku-siku tersebut akan dibahas melalui teorema dan lema. Pada awal bab ini, melalui teorema 3.1 telah dibuktikan bahwa besar sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran lebih dari. Pada teorema tersebut telah ditunjukkan bahwa gabungan diameter lingkaran dan segmen garis yang membentuk sudut keliling yang menghadap diameter membentuk sebuah segitiga. Di mana sudut yang menghadap diameter lingkaran, besarnya merupakan jumlah kedua sudut lainnya. Oleh karena itu, melalui definisi baru segitiga siku-siku, segitiga yang terbentuk merupakan segitiga siku-siku. Dari sini muncul kemiripan dengan sifat segitiga siku-siku yang ada pada geometri Euclid. Berikutnya akan ditunjukkan bahwa besar sudut yang menghadap diameter Berikut pembuktiannya melalui sebuah teorema: Teorema 3.4 (Dickinson, 2008: 27) Jika merupakan segitiga siku-siku yang memenuhi aturan, maka. Untuk membuktikan teorema ini dibutuhkan istilah lune dan dua buah lema. Definisi lune akan dibahas beserta dengan pembuktian lema mengenai rumus luas lune dan rumus luas segitiga sebagai berikut: Definisi 3.2 (Todhunter, 1886: 71)

39 Lune merupakan bagian pada permukaan bola yang dibatasi oleh dua buah setengah lingkaran besar. Gambar 3.8 Ilustrasi Lune Seperti pada gambar 3.8, merupakan lune yang memiliki dua buah sudut yaitu dan. Besar kedua sudut tersebut sama yaitu, kemudian dan disebut sebagai sudut pada lune. Lema 3.1 (Todhunter, 1886: 72) Jika diberikan lune dengan besar sudut pada lune adalah, maka luas lune Bukti: Gambar 3.9 Ilustrasi Lema 3.1

40 Bentuk lune yang besar sudutnya sama yaitu dan terletak pada titik dan. Titik dan membagi dua sama panjang. Lukis lingkaran besar yang melalui titik dan seperti pada gambar 3.9 sehingga. Untuk mendapatkan luas lune, dibentuk persamaan sebagai berikut: lu s lu e lu s permuk bol lu s lu e lu s permuk bol lu s lu e lu s lu e Lema 3.2 (Todhunter, 1886: 73) Jika merupakan segitiga pada geometri bola dan merupakan besar sudut pada segitiga, maka berlaku luas Bukti:. Gambar 3.10 Ilustrasi Lema 3.2

41 Perhatikan pada gambar 3.10 di atas. Bentuklah tiga buah lingkaran besar yang memuat sisi-sisi pada seperti nampak pada gambar. Titik berturut-turut merupakan titik lawan dari sehingga lu s lu s. Ketiga lingkaran besar saling berpotongan dan membentuk enam buah lune, di mana masingmasing lune memuat atau. Sehingga luas permukaan bola (selanjutnya ditulis ) menjadi: lu s bu h lu e Pada geometri bola, lema 3.2 di atas disebut sebagai teorema Girard. Melalui teorema tersebut dapat dibuktikan bahwa jumlah besar sudut pada segitiga lebih dari. Sebelumnya, karena luas selalu bernilai positif maka: Terbukti bahwa jumlah besar sudut pada segitiga bola lebih dari.

42 Selanjutnya, dengan menggunakan kedua lema di atas, akan dibuktikan teorema 3.4. Bukti: Menurut lema 3.2, luas, dengan demikian: lu s lu s lu s lu s lu s Berikutnya akan dibahas mengenai teorema Pythagoras dengan menggunakan definisi baru segitiga siku-siku. Dari definisi ini diharapkan teorema Pythagoras pada geometri bola juga memiliki bentuk kuadrat seperti teorema Pythagoras pada geometri Euclid. Berikut pembuktiannya: Teorema 3.5 (Dickinson, 2008: 27) Jika merupakan segitiga siku-siku yang memenuhi aturan bahwa di mana berturut-turut merupakan dan, maka berlaku. Bukti:

43 Gambar 3.11 Ilustrasi I Teorema 3.5 Perhatikan gambar 3.11, merupakan pusat bola, merupakan panjang segmen garis yang menghubungkan dan, dan merupakan panjang segmen garis lurus yang menghubungkan dan. Lukis segmen garis lurus melalui yang membagi menjadi dua bagian sama panjang, sehingga: Gambar 3.12 Ilustrasi II Teorema 3.5 Perhatikan gambar 3.12, merupakan pusat bola, merupakan panjang segmen garis yang menghubungkan dan, dan merupakan

44 panjang segmen garis lurus yang menghubungkan dan. Lukis segmen garis lurus melalui yang membagi menjadi dua bagian sama panjang, sehingga: Gambar 3.13 Ilustrasi II Teorema 3.5 Perhatikan gambar 3.13, merupakan pusat bola, merupakan panjang segmen garis yang menghubungkan dan, dan merupakan panjang segmen garis lurus yang menghubungkan dan. Lukis segmen garis lurus melalui yang membagi menjadi dua bagian sama panjang, sehingga:

45 Gambar 3.14 Ilustrasi IV Teorema 3.5 Bentuk lingkaran luar, di mana merupakan pusat lingkaran luar. Karena menurut teorema 3.3, maka berada pada. Karena merupakan pusat lingkaran luar segitiga, maka membagi sama panjang sehingga. Selanjutnya dibentuk bidang datar yang melalui,, dan kemudian proyeksikan pada bidang seperti pada gambar 3.14. Notasikan proyeksi pada bidang dengan. Karena berada pada, maka terletak pada segmen garis lurus. Titik merupakan pusat bola, sehingga. Perhatikan, karena, maka berlaku. Selanjutnya, karena,, dan, maka. Berikutnya,, y, dan berturut-turut merupakan panjang segmen garis lurus yang menghubungkan ke, ke, dan ke. Karena maka.

46 Selanjutnya perhatikan dan. Telah diketehui,, dan segme g ris lurus, ini mengakibatkan dan memenuhi teorema Pythagoras, sehingga: Gambar 3.15 Ilustrasi V Teorema 3.5 Sekarang perhatikan dan pada gambar 3.15, karena pusat lingkaran luar, maka. Karena panjang segmen garis, maka. Lalu karena,, dan, maka. Selanjutnya merupakan panjang segmen garis lurus yang menghubungkan ke. Karena, maka. Selanjutnya perhatikan dan, karena bi g t r pada, maka semua garis yang melalui pada bidang

47 akan tegak lurus dengan sehingga segme g ris lurus. Berikutnya karena,, segme g ris lurus, dan segme g ris lurus menyebabkan dan memenuhi teorema Pythagoras, sehingga: Karena telah didapatkan bahwa, maka merupakan pusat lingkaran luar pada bidang. Karena berada pada segmen garis lurus, maka merupakan segitiga siku-siku dengan segmen garis lurus sebagai hipotenusa. Hal ini menyebabkan berlakunya Setelah didapat bahwa, subtitusi dengan sehingga menjadi:

48 Rumus inilah yang kemudian diyakini sebagai teorema Pythagoras pada geometri bola. Hal ini disebabkan karena teorema Pythagoras ini lebih memiliki kemiripan dengan teorema Pythagoras pada geometri Euclid, sebab pada keduanya terdapat bentuk kuadrat. Selanjutnya akan dibahas mengenai sifat diagonal pada persegi panjang. Pada pembahasan di bawah ini, akan dibuktikan bahwa diagonal pada persegi panjang akan membagi persegi panjang menjadi dua buah segitiga siku-siku yang kongruen. Untuk menunjukkan hal tersebut, akan dibuktikan terlebih dahulu teorema berikut: Teorema 3.6 (M Clelland, 1893: 32) Jika diberikan sebuah dengan, maka panjang sisi-sisi yang bersebrangan sama panjang. Bukti: Gambar 3.16 Ilustrasi Teorema 3.6 Perpanjang dan hingga keduanya berpotongan pada dua titik yaitu dan yang merupakan titik berlawanan seperti nampak pada gambar 3.16. Karena maka merupakan segitiga sama kaki, sehingga. Selanjutnya, karena diketahui

49 bahwa maka sehingga merupakan segitiga sama kaki dan mengakibatkan. Dengan demikian: Dengan cara yang serupa, dapat dibuktikan bahwa. Selanjutnya akan dibuktikan bahwa diagonal persegi panjang membentuk dua buah segitiga siku-siku. Teorema 3.7 (Dickinson, 2008: 31) Jika merupakan diagonal, maka membagi menjadi dua buah segitiga siku-siku yang kongruen. Bukti: Gambar 3.17 Ilustrasi Teorema 3.7 Diberikan dengan diagonal seperti pada gambar 3.17. Menurut teorema 3.6, dan, telah diketahui juga bahwa

50. Karena ketiga hal tersebut, maka. Selanjutnya, karena, maka. Sehingga: Ini berarti bahwa merupakan segitiga siku-siku. Dengan demikian, telah terbukti jika ketiga sifat tersebut ditelusuri dengan menggunakan definisi baru, maka ketiga sifat yang sebelumya tidak mirip dengan sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid menjadi lebih mirip. Dengan definisi bahwa segitiga siku-siku merupakan segitiga yang besar salah satu sudutnya merupakan jumlah dari dua sudut lainnya, menjadi benar bila besar sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran lebih dari, terdapat bentuk kuadrat dalam rumus Pythagoras geometri bola, dan diagonal pada persegi panjang terbukti membentuk dua buah segitiga siku-siku.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Berdasarkan definisi segitiga siku-siku sebagai segitiga yang memiliki setidaknya satu sudut siku-siku, terdapat tiga ketidakmiripan sifat segitiga siku-siku pada geometri bola dengan sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid. Ketidakmiripan tersebut antara lain: Sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran besarnya selalu lebih dari, tidak terdapatnya bentuk kuadrat dalam rumus Pythagoras geometri bola, dan diagonal persegi panjang tidak selalu membentuk dua buah segitiga siku-siku pada geometri bola. 2. Definisi baru segitiga siku-siku yang dinamai Spherical Half-sum Triangle adalah segitiga yang salah satu besar sudutnya merupakan jumlah kedua sudut lainnya. Definisi ini terinspirasi dari salah satu sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid dimana pusat lingkaran luar segitiga siku-siku harus berada pada hipotenusa. 3. Berdasarkan definisi baru segitiga siku-siku, tiga sifat segitiga siku-siku pada geometri bola yang sebelumya tidak mirip dengan sifat segitiga siku-siku pada geometri Euclid menjadi lebih mirip. Karena dengan definisi baru ini, menjadi benar bila sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran besarnya selalu lebih dari, terdapat bentuk 51

52 kuadrat dalam rumus Pythagoras geometri bola, dan diagonal pada persegi panjang terbukti membentuk dua buah segitiga siku-siku. B. Saran Untuk penelitian selanjutnya, dapat dibahas mengenai sifat-sifat segitiga lancip pada geometri bola dengan sifat-sifat segitiga lancip pada geometri Euclid maupun sifat-sifat segitiga tumpul pada geometri bola dengan sifat-sifat segitiga tumpul pada geometri Euclid. 52