PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh : Singgih Satriyo Wicaksono NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i

2 SKRIPSI LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK Oleh : Singgih Satriyo Wicaksono NIM : Telah disetujui oleh : Pembimbing, Drs. Sukardjono, M.Pd Tanggal : ii

3 SKRIPSI LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK Dipersiapkan dan ditulis oleh : Singgih Satriyo Wicaksono NIM : Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 29 Juli 2015 dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd.... Sekretaris : Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si., M.Si... Anggota : 1. Drs. Sukardjono, M.Pd Ch. Enny Murwaningty as, S.Si., M.Si Veronika Fitri Rianasari, M.Sc.... Yogyakarta, 29 Juli 2015 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Dekan, Rohandi, Ph.D iii

4 PERSEMBAHAN Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Amsal 1 : 7 Skripsi ini untuk Ibuku dan adikku, almamaterku, dan setiap orang yang membacanya. iv

5 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daft ar pustaka s eb agaiman a lay akny a kary a ilmi ah. Yogyakarta, 29 Juli 20I 5

6 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama NIM : Singgih Satriyo Wicaksono : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul : LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpannya, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta,29 luh 2015 Yang menyatakan, VI

7 ABSTRAK Singgih Satriyo Wicaksono, Luas pada Geometri Hiperbolik. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Geometri hiperbolik adalah geometri yang berdasarkan pada postulat kesejajaran Lobachevski. Postulat tersebut berisi, Diasumsikan suatu garis l dan suatu titik P yang tidak pada l, paling tidak ada dua garis l, l yang memuat P dan sejajar dengan l. Defek suatu segitiga didefinisikan sebagai 180 dikurang jumlah sudut dalam segitiga. Di dalam geometri hiperbolik jumlah sudut dalam segitiga adalah kurang dari 180. Dalam geometri hiperbolik, luas daerah segitiga (daerah triangular) didefinisikan sebagai defek dari segitiga yang bersesuaian. Suatu daerah segibanyak dapat diekspresikan sebagai gabungan daerah triangular yang terbatas jumlahnya. Luas dearah segibanyak didefinisikan sebagai total defek suatu daerah segibanyak, yaitu jumlah defek daerah triangular dari sembarang triangulasi terhadap daerah segibanyak tersebut. Kata kunci : Geometri Hiperbolik, Defek, Luas. vii

8 ABSTRACT Singgih Satriyo Wicaksono, Hyperbolic Geometry Area. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Deparment, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta. Hyperbolic geometry is geometry which depends on Lobachevski Parallel Postulate. That postulate states, Given a line l and a point P not on l, there are at least two lines l', l" which contain P and are parallel to l. The defect of triangle is defined as 180 minus the angle sum of a triangle. Under hyperbolic geometry the angle sum of a triangle is less than 180. In hyperbolic geometry, the area of triangle region is defined as the defect of the corresponding triangle. Polygon region can be expressed as the union of a finite number of triangular regions. The area of a polygon region is defined as total defect of a polygon region, that is the sum of the defect of the triangular region of any triangulation of that polygon region. Keyword : Hyperbolic Geometry, Defect, Area viii

9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Luas pada Geometri Hiperbolik ini. Banyak tantangan dan hambatan yang penulis temui selama proses menyelesaikan skripsi ini. Namun penulis bersyukur dapat melaluinya. Dukungan, bantuan, dan doa dari banyak pihak telah menjadikan penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis dengan sepenuh hati ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak, diantaranya: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. selaku kaprodi Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan nasihat kepada penulis selama menyusun skripsi. 4. Ibu V. Fitri Rianasari, S.Pd, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membimbing dan memberikan perhatian kepada penulis. ix

10 5. Ibu Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan kritik yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 6. Seluruh dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu selama penulis berkuliah di Universitas Sanata Dharma. 7. Seluruh staf sekretariat JPMIPA, Ibu Tari, Bapak Sugeng, Mas Arif, dan Mas Made yang telah banyak membantu memberikan pelayanan kesekretariatan selama ini. 8. Ibuku dan adikku Cahyo yang selalu mendukung, memberikan semangat, serta selalu berdoa untukku. 9. Keluarga Pakde Mulyana yang telah memberi banyak bantuan dan dukungan selama penulis kuliah. Juga mas Ony dan mas Anto yang banyak memberi bimbingan dan bantuan. 10. Keluarga Bapak Mattew Warren dan Ibu Selvi Kastanya yang telah banyak sekali membantu dan membimbing penulis selama kuliah. 11. Teman seperjuangan Pilipus Neri Agustima, yang telah banyak membantu penulis. Teman bertukar pikiran, teman main dota, teman yang baik dan juga menginspirasi. 12. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2011 dan teman-teman bimbingan Bapak Sukardjono yang selalu memberikan semangat, juga sebagai tempat berbagi suka duka mengerjakan skripsi. 13. Teman-teman PMK Oikumene. Trimakasih atas kesaksian-kesaksian yang menguatkan. x

11 14. Teman-teman Youth GBI Bethesda atas segala canda tawa dan semangat yang diberikan kepada penulis. Juga buat Kak Eva, pendengar yang baik untuk cerita-cerita penulis. 15. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan lebih kepada setiap pembaca. Tuhan memberkati. Yogyakarta, 29 Juli 2015 Singgih Satriyo Wicaksono xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xii DAFTAR SIMBOL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metode Penelitian Sistematika Penulisan... 4 BAB II... 6 LANDASAN TEORI Pengenalan Geometri Non-Euclid Geometri Insiden Fungsi Jarak Keantaraan Segmen, Sinar, Sudut, dan Segitiga xii

13 2.6 Kekonvekan dan Pemisahan Kekontinuan Ukuran Sudut Postulat Luas Sudut Luar Segitiga dan Konsekuensinya Segiempat Saccheri dan Jumlah Sudut dalam Segitiga Fungsi Kritis BAB III LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK Jumlah Sudut dalam Segitiga pada Geometri Hiperbolik Defek Segitiga Triangulasi dan Subdivisi Defek Daerah Segibanyak BAB IV PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xiii

14 DAFTAR SIMBOL S L P R R A, B, C k, l, m AB AB AB AB A B C ABC m ABC ABC ABCD H 1, H 2 c(a) δ : himpunan semua titik : himpunan garis-garis : himpunan bidang-bidang : himpunan bilangan real : himpunan daerah segibanyak : titik-titik : garis-garis : ruas garis atau segmen garis dengan titik akhir A dan B : garis yang melalui titik A dan titik B : sinar garis dengan titik akhir A : panjang AB atau jarak A ke B : titik B diantara titik A dan titik C : sudut ABC : ukuran sudut ABC : segitiga ABC : segiempat ABCD : bidang setengah : bilangan kritis : defek : sejajar : asimtotik : tegak lurus xiv

15 ~ : sebangun sup inf : kongruen : gabungan : irisan : elemen atau anggota : tak hingga : supremum : infimum xv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar Garis... 9 Gambar Segmen Garis... 9 Gambar Sinar Garis... 9 Gambar Garis Bilangan I Gambar Keantaraan I Gambar Keantaraan II Gambar Garis Bilangan II Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Segmen Garis Gambar Sinar Garis Gambar Sudut Gambar Segitiga Gambar Sudut-sudut Berpotongan Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi I Teorema Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Ilustrasi III Teorema Gambar Sudut Yang Sama Gambar Ilustrasi I Teorema Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Himpunan Konvek Gambar Himpunan Tidak Konvek Gambar Pemisahan Bidang Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Sinar Yang Berlawanan xvi

17 Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Interior dan Eksterior Sudut Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Interior Segitiga Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Teorema Crossbar Gambar Ukuran Sudut I Gambar Ukuran Sudut II Gambar Pembentukan Sudut Gambar Pembentukan Sudut Gambar Dua Sudut Membentuk Pasangan Linear Gambar Dua Sudut Berpelurus Gambar Daerah Triangular Gambar Daerah Segibanyak Gambar Pembagian Daerah Jajargenjang Gambar Postulat Penjumlahan Gambar Triangulasi Gambar Ilustrasi I Teorema Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi I Teorema Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Segiempat Saccheri I Gambar Segiempat Saccheri II Gambar Segiempat Saccheri III Gambar Ilustrasi Teorema xvii

18 Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Supremum dan Infimum Gambar Garis Sejajar Pada Geometri Hiperbolik Gambar Fungsi Kritis Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Segitiga Terbuka Gambar Segitiga Asimtotik Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Segiempat Saccheri IV Gambar Jumlah Sudut Dalam Segitiga Siku-siku Pada Geometri Hiperbolik Gambar Jumlah Sudut Dalam Segitiga Pada Geometri Hiperbolik Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Segitiga Kongruen Pada Geometri Hiperbolik Gambar Ilustrasi I Teorema Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Ilustrasi I Teorema Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Segibanyak Konvek Gambar Triangulasi Bintang Gambar Ilustrasi Teorema Gambar Ilustrasi I Teorema Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Ilustrasi III Teorema Gambar Segibanyak Yang Ekuivalen Gambar Segitiga Gambar Jumlah Defek Triangulasi Bintang Gambar Triangulasi Bintang Daerah Segibanyak Gambar Triangulasi Batas Gambar Ilustrasi I Teorema xviii

19 Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Ilustrasi I Teorema Gambar Ilustrasi II Teorema Gambar Ilustrasi III Teorema xix

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata geometri berasal dari kata Yunani geometrein (geo = bumi, dan metrein = ukuran) yang berarti ilmu pengukuran bumi. Pada mulanya, geometri adalah ilmu yang digunakan untuk mengukur lahan pertanian. Sejarahwan Yunani, Herodotus (5 tahun sebelum masehi), mengatakan orang-orang Mesir lah yang pertama kali menggunakan subjek geometri, tetapi negara-negara kuno lain (Babylonia, India, Cina) juga mempunyai beberapa informasi geometri (Greenberg, 1980 : 5). Selama lebih dari 2000 tahun, Elements buku yang ditulis oleh Euclid sekitar 300 tahun sebelum masehi dianggap sebagai model dari penalaran matematika. Sampai abad ke-20, buku Euclid ini masih menjadi dasar pembelajaran geometri di sekolah-sekolah. Geometri Euclid ini mengandung postulat kesejajaran (parallel postulate) yang merupakan postulat terakhir dari lima postulat yang ada dalam geometri Euclid. Beberapa matematikawan menganggap postulat kesejajaran ini tidak sederhana dan mencoba membuktikannya. Beberapa matematikawan yang mencoba membuktikan postulat kesejajaran Euclid adalah Proclus ( ), John Wallis ( ), dan Girolamo Saccheri ( ). Namun usaha ini tidak berhasil. Kegagalan dalam 20 abad akhirnya memicu sebuah pencetusan keraguan pemikiran matematikawan sehingga 1

21 2 pada 1830 J. Bolyai ( ), seorang staf angkatan darat Hungaria, N.I. Lobachevsky ( ), seorang Profesor matematika Rusia pada Universitas Kazan, dan sang agung Gauss sendiri telah mengembangkan secara independen teori geometri berdasarkan kontradiksi postulat kesejajaran Euclid (Prenowitz & Jordan, 1965: 53). Kemudian geometri ini dinamakan geometri hiperbolik. Area atau luas dalam geometri Euclid dinyatakan dalam banyaknya persegi satuan yang tepat menimpa suatu bangun. Prosedur ini tidak dapat diterapkan dalam geometri hiperbolik karena dalam geometri hiperbolik tidak terdapat persegi. Lalu bagaimana menyatakan ukuran luas dalam geometri hiperbolik? Selama ini geometri yang telah dipelajari oleh penulis merupakan geometri Euclid. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui geometri Non-Euclid terutama luas pada geometri hiperbolik. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud geometri hiperbolik? 2. Bagaimana nilai defek segitiga dan segibanyak pada geometri hiperbolik? 3. Bagaimana luas segitiga dan segibanyak pada geometri hiperbolik?

22 3 1.3 Batasan Masalah Luas yang dibahas dalam skripsi ini adalah luas dalam geometri hiperbolik. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui definisi geometri hiperbolik. 2. Untuk mengetahui nilai defek segitiga dan segibanyak pada geometri hiperbolik. 3. Untuk mengetahui luas segitiga dan segibanyak pada geometri hiperbolik. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Pembaca Pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai geometri hiperbolik dan luas pada geometri hiperbolik. 2. Bagi Penulis Penulis dapat menambah pengetahuan mengenai geometri hiperbolik dan luas pada geometri hiperbolik. 3. Bagi Universitas Universitas dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang geometri.

23 4 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca referensi-referensi mengenai geometri hiperbolik. Pembahasan dalam skripsi ini banyak mengacu pada buku Elementary Geometry from an Advanced Standpoint Third Edition, karangan Edwin E. Moise (1990) dan buku Geometry : A Metric Approach with Model Second Edition, karangan Richard S. Milman dan George D. Parker (1991). Langkah-Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Membaca berbagai referensi mengenai topik geometri hiperbolik. 2. Menyajikan kembali definisi-definisi serta teorema-teorema yang menjadi dasar dalam mempelajari geometri hiperbolik, khususnya dalam skripsi ini mengenai luas dalam geometri hiperbolik. 3. Menyusun seluruh materi yang telah dikumpulkan secara runtut agar memudahkan pembaca dalam memahaminya. 1.7 Sistematika Penulisan Bab pertama berupa pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua berisi tentang dasar-dasar yang akan digunakan dalam membahas defek dan luas pada geometri hiperbolik. Pertama disajikan

24 5 postulat-postulat dan definisi-definisi dasar dalam geometri yang terangkum dalam materi geometri insiden, fungsi jarak, segmen, sinar, sudut, dan segitiga, ukuran sudut, dan postulat luas. Kemudian dibahas mengenai keantaraan, kekonvekkan dan pemisahan, serta kekontinuan yang akan banyak digunakan dalam membahas materi selanjutnya. Selanjutnya diberikan materi mengenai jumlah sudut dalam segitiga pada geometri hiperbolik yang terangkum dalam materi sudut luar segitiga dan konsekuensinya, segiempat Saccheri dan jumlah sudut dalam segitiga, dan fungsi kritis. Bab tiga membahas mengenai luas pada geometri hiperbolik. Materi-materi yang disajikan adalah jumlah sudut dalam segitiga pada geometri hiperbolik, defek segitiga, triangulasi dan subdivisi, dan defek segibanyak. Bab empat berisi kesimpulan dari pembahsan pada bab tiga serta saran yang diberikan penulis kepada pembaca yang ingin melanjutkan penelitian ini.

25 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Geometri Non-Euclid Sub bab ini berisi sejarah singkat penemuan geometri hiperbolik (geometri Lobachevsky) dan geometri Eliptik (geometri Riemann) yang termasuk dalam geometri non-euclid. Selama lebih dari 2000 tahun, Elements buku yang ditulis oleh Euclid sekitar 300 tahun sebelum masehi dianggap sebagai model dari penalaran matematika. Buku yang ditulis Euclid ini mengandung lima postulat. Postulat yang kelima disebut postulat kesejajaran (kemudian disebut postulat kesejajaran Euclid). Dalam kurun waktu yang lama matematikawan percaya bahwa geometri Euclid merupakan satu-satunya teori ruang yang mungkin dan mendeskripsikan secara tepat dunia nyata. Tetapi ketika posisi dari geometri Euclid dikritisi oleh penemuan geometri non-euclid pada abad sembilan belas, para matematikawan mulai tergoncang. Sebuah revolusi pada matematika terjadi, sebanding dengan revolusi Copernicus pada astronomi dan revolusi Darwin pada biologi. Sebelum ditemukannya geometri non-euclid, ada beberapa matematikawan yang menganggap bahwa postulat kesejajaran Euclid tidak sederhana dan mencoba membuktikannya. Beberapa matematikawan yang mencoba membuktikan postulat kesejajaran Euclid adalah Proclus ( ), John Wallis ( ), dan Girolamo Saccheri ( ). 6

26 7 Namun usaha ini tidak berhasil. Kegagalan dalam setiap usaha pembuktian postulat kesejajaran Euclid pada akhirnya menuntun pada kesadaran bahwa postulat kesejajaran tersebut tidak pasti, dan dimungkinkan adanya teori lain dari geometri. Teori yang lain tersebut dinamakan geometri non- Euclid, yaitu teori yang tidak berdasarkan pada posulat kesejajaran Euclid. Kegagalan dalam 20 abad akhirnya memicu sebuah pencetusan keraguan pemikiran matematikawan sehingga pada 1830 J. Bolyai ( ), seorang staf angkatan darat Hungaria, N.I. Lobachevsky ( ), seorang Profesor matematika Rusia pada Universitas Kazan, dan sang agung Gauss sendiri telah mengembangkan secara independen teori geometri berdasarkan kontradiksi postulat kesejajaran Euclid (Prenowitz & Jordan, 1965: 53). Kemudian geometri ini dinamakan geometri hiperbolik. Bolyai dan Lobachevsky berhasil menyaingi postulat kesejajaran Euclid. Kemudian matematikawan meniru untuk membangun teori geometri non-euclid lainnya. Selanjutnya, pada 1854, seorang matematikawan Jerman B. Riemann memperkenalkan teori non-euclid yang berbeda dari geometri hiperbolik berdasarkan pada asumsi bahwa tidak ada garis yang sejajar. Kemudian geometri Riemann ini dinamakan geometri eliptik. Geometri Euclid, geometri hiperbolik, dan geometri eliptik merupakan teori-teori geometri yang berbeda. Ketiga geometri ini berdasar pada postulat kesejajarannya masing-masing. Geometri hiperbolik dan

27 8 geometri eliptik termasuk dalam geometri non-euclid karena postulat kesejajarannya tidak berdasarkan pada postulat kesejajaran Euclid. 2.2 Geometri Insiden Menurut Prenowitz dan Jordan (1965: 119), insiden merupakan suatu relasi geometri yang paling dasar. Sebagai contoh diberikan relasi insiden dengan pernyataan berikut, Sebuah titik terletak pada sebuah garis, yang ekuivalen dengan Sebuah garis melalui suatu titik. Pernyataan lain yang mengekspresikan relasi insiden adalah, Sebuah titik pada sebuah bidang, Sebuah garis pada sebuah bidang, Dua garis berpotongan. Jadi relasi insiden mengekpresikan keterkaitan posisi antara titik, garis, dan bidang. Ruang (space) akan dianggap sebagai himpunan S, adalah himpunan semua titik pada ruang. Selanjutnya diberikan himpunan bagian dari S, yang disebut garis-garis (lines) dinyatakan dengan L, dan himpunan bagian dari S yang disebut bidang-bidang (planes) dinyatakan dengan P. Maka anggota dari S, L, dan P berturut-turut disebut titik-titik, garis-garis, dan bidang-bidang. Titik, garis, dan bidang tidak didefinisikan. Suatu garis akan memanjang sampai tak hingga pada kedua arahnya seperti berikut :

28 9 Gambar Garis Tanda panah mengindikasikan bahwa walaupun garis digambar terbatas dengan panjang tertentu, namun garis tetap memanjang sampai tak hingga. Selanjutnya akan dibahas tentang segmen atau ruas garis, yang dapat digambarkan sebagai berikut : P Gambar Segmen Garis Q Suatu Segmen dengan titik pangkal P dan Q, seperti Gambar dilambangkan dengan PQ. Suatu segmen diperpanjang sampai tak hingga hanya pada salah satu arah disebut sinar, dan dapat digambarkan seperti berikut : P Q Gambar Sinar Garis Suatu sinar dengan titik pangkal P dan melalui PQ, seperti Gambar dilambangkan dengan PQ. Segmen dan sinar akan dibahas lebih lanjut pada sub bab 2.5. Berikut akan dijelaskan postulat geometri insiden (Moise, 1990: 44).

29 10 I-0 Semua garis dan bidang adalah himpunan dari titik-titik. Jika suatu garis l adalah himpunan bagian dari suatu bidang E, maka dikatakan l berada pada E. Jika titik P himpunan bagian dari suatu garis l, maka dikatakan P pada l atau l melalui P. Jika P himpunan bagian dari E, maka dikatakan P pada E atau E melalui P. Definisi (Moise, 1990: 44) Titik-titik yang berada pada satu garis disebut kolinear, dan titik-titik yang berada pada satu bidang disebut koplanar. I-1 Diberikan sembarang dua titik berbeda, ada tepat satu garis yang memuat dua titik tersebut. Jika titik-titik tersebut adalah P dan Q, maka garis yang memuat titik-titik tersebut dilambangkan dengan PQ. I-2 Diberikan sembarang tiga titik non kolinear berbeda, ada tepat satu bidang yang memuat titik-titik tersebut. I-3 Jika dua titik berada pada suatu bidang, maka garis yang memuat titik-titik tersebut berada pada bidang yang sama. I-4 Jika dua bidang berpotongan, maka perpotongannya adalah suatu garis.

30 Fungsi Jarak Setiap pasang titik akan berkorespodensi dengan suatu bilangan real yang disebut jarak antara kedua titik tersebut. Diperlukan suatu fungsi jarak d, yang tergantung pada postulat berikut (Moise, 1990: 56): D-0 d adalah suatu fungsi d :S S R. D-1 Untuk setiap P, Q, d(p, Q) 0. D-2 d(p, Q) = 0 jika dan hanya jika P = Q. D-3 d(p, Q) = d(q, P) untuk setiap P dan Q. Selanjutnya agar lebih ringkas d(p, Q) akan ditulis dengan PQ. Penandaan titik pada suatu garis dengan bilangan-bilangan dapat diterapkan seperti penandaan titik pada sumbu-x dalam geometri analitik. T x 2 P R Q x 1 Gambar Garis Bilangan I Jika ini dilakukan, akan didapat korespodensi satu-satu f: l R

31 12 diantara titik-titik pada l dan bilangan real. Jika x = f(p), maka x disebut sebagai koordinat titik P. Pada Gambar koordinat P, Q, R, dan T adalah 0, x 1, 1, dan x 2. Selanjutnya akan dijelaskan jarak antara dua titik. Definisi (Moise, 1990: 58) Diberikan f: l R adalah korespondensi satu-satu diantara suatu garis l dan bilangan real. Untuk semua titik-titik A, B pada l, didapat AB = f(a) f(b), Kemudian f adalah suatu sistem koordinat untuk l. Untuk setiap titik A pada l, bilangan x = f(a) disebut koordinat titik A. Sebagai contoh diberikan titik A dan B, sehingga f(a) = 5 dan f(b) = 7. Tentukan AB! Jawab : AB = x 2 x 1

32 13 = 5 ( 7) = 12 = 12 D-4 Postulat aturan (The Ruler Postulate). Setiap garis memiliki sistem koordinat. 2.4 Keantaraan Titik B dikatakan berada diantara A dan C pada garis l jika titiktitik tersebut pada kondisi seperti ini : A B C l Gambar Keantaraan I atau seperti ini : C B A l Gambar Keantaraan II

33 14 Definisi (Moise, 1990: 60) Diberikan A, B, dan C adalah tiga titik berbeda yang kolinear. Jika AB + BC = AC, maka B diantara A dan C. Kemudian ini dilambangkan dengan A-B-C. Teorema (Moise, 1990: 60) Jika A-B-C, maka C-B-A. Bukti : CB + BA = BA + CB = AB + BC = AC = CA Didapat bahwa CB + BA = CA. Jika AB + BC = AC, maka CB + BA = CA. Sehingga jika A-B-C, maka C-B-A.

34 15 Lema (Moise, 1990: 61) Diberikan suatu garis l dengan sistem koordinat f dan tiga titik berbeda A, B, dan C pada l dengan koordinat berturut-turut x, y, dan z. Jika x-y-z, maka A-B-C. Bukti : (1) Jika x < y < z, maka AB = y x = y x Karena y x > 0. Untuk alasan yang sama BC = z y = z y dan AC = z x = z x. Oleh karena itu AB + BC = (y x) + (z y) = z x = z x = AC Sehingga A-B-C (2) Jika z < y < x. Dengan cara yang sama seperti (1) didapat C-B-A. Dengan Teorema didapat A-B-C.

35 16 Teorema (Moise, 1990: 61) Sembarang tiga titik berbeda pada suatu garis, ada tepat satu titik berada diantara dua titik yang lain. Bukti : (1) Diberikan f sistem koordinat untuk suatu garis dan x, y, z adalah koordinat titik-titik A, B, dan C. Satu dari bilangan x, y, dan z berada diantara dua yang lain. Dengan Lema 2.4.2, ini berarti titik A, B, atau C berada diantara dua titik yang lain. (2) Akan dibuktikan bahwa jika A-B-C, maka tidak ada diantara dua kondisi B-A-C dan A-C-B yang terpenuhi. Jika B-A-C, maka BA + AC = BC. Telah diberikan AB + BC = AC. Dengan menjumlahkannya didapat BA + AC + AB + BC = AC + BC atau 2AB = 0. Sehingga AB = 0. Ini tidak mungkin, sebab A B. Pembuktian untuk A-C-B tidak terpenuhi sama seperti langkahlangkah diatas.

36 17 Teorema (Moise, 1990: 63) Jika A dan B sembarang dua titik, A B, maka (1) ada titik C sehingga A- B-C dan (2) ada titik D sehingga A-D-B. Bukti : Ambil suatu sistem koordinat f untuk suatu garis AB B. yang memuat A dan A D B C x x + y 2 y y + 1 Gambar Garis Bilangan II Andaikan x, y koordinat titik A dan B, dengan x < y. Diberikan C = f 1 (y + 1). Maka A-B-C, karena x < y < y + 1. Selanjutnya, diberikan D = f 1 x + y ( 2 ) Sebab x < y, maka 2x < x + y < 2y sehingga

37 18 x < x + y 2 < y Jadi A-D-B. Teorema (Moise, 1990: 63) Jika A-B-C, maka A, B, dan C adalah tiga titik berbeda pada garis yang sama. Bukti : Berdasarkan Definisi 2.4.1, titik A, B, dan C adalah tiga titik berbeda. Teorema Jika A-B-C dan A-C-D, maka A-B-D. Bukti : Ambil a, b, c, d berturut-turut sebagai koordinat titik A, B, C, dan D. Karena A-B-C maka a < b < c atau c < b < a. Karena A-C-D, maka a < c < d atau d < c < a. Dari A-B-C dapat dipilih salah satu dari kondisi a < b < c atau c < b < a. Ambil a < b < c, didapat a < c. Dari A-C-D, kondisi d < c < a akan kontrdiksi dengan a < c, sehingga diambil a < c < d.

38 19 A B C D Gambar Ilustrasi Teorema Telah diambil a < b < c dan a < c < d, sehingga didapat a < b < c < d. Akibatnya a < b < d. Berdasarkan Lema karena a-b-d, maka A-B-D. 2.5 Segmen, Sinar, Sudut, dan Segitiga Definisi (Moise, 1990: 64) Jika A dan B adalah dua titik, maka segmen AB adalah himpunan yang memuat A dan B, bersama dengan semua titik diantara A dan B. AB AB A Gambar Segmen Garis B Definisi (Moise, 1990: 65) Sinar AB didefinisikan sebagai himpunan semua titik C pada garis AB sehingga A tidak diantara B dan C. Sinar AB juga dapat didefinisikan

39 20 sebagai gabungan dari (1) segmen AB dan (2) himpunan semua titik C sehingga A-B-C. Titik A disebut titik pangkal dari sinar AB. AB A B Gambar Sinar Garis Definisi (Moise, 1990: 65) Sudut adalah gabungan dari dua sinar yang memiliki titik pangkal yang sama, tetapi dua sinar tersebut tidak pada garis yang sama. Jika suatu sudut adalah gabungan dari AB dan AC, maka sinar-sinar tersebut disebut sisi dari sudut. Titik A disebut titik sudut. Sudut tersebut disimbolkan dengan BAC. Catatan BAC = CAB. B A C Gambar Sudut

40 21 Definisi (Moise, 1990: 65) Jika A, B, dan C adalah tiga titik yang tidak segaris, maka himpunan AB BC AC disebut segitiga. C AC BC A AB Gambar Segitiga B Segmen AB, BC, dan AC disebut sisi. Titik A, B, dan C disebut titik sudut. Segitiga dengan titik sudut A, B, dan C dilambangkan dengan ABC. Sudut-sudut ABC adalah BAC, ACB, dan ABC. Tetapi ABC tidak memuat ketiga sudut tersebut, karena sisi suatu sudut adalah sinar dan sisi segitiga adalah segmen. Jika semua sudut digambar, maka gambarnya akan terlihat seperti gambar berikut.

41 22 C A Gambar Sudut-sudut Berpotongan B Teorema (Moise, 1990: 66) Diberikan titik A dan titik B sembarang titik yang berbeda, maka AB = BA. Bukti : Diketahui A dan B sembarang titik berbeda. Dari Definisi 2.5.1, segmen AB adalah himpunan titik A dan titik B, bersama dengan semua titik X, sehingga A-X-B. Dapat ditulis AB = {A B X X adalah himpunan semua titik X sehingga A-X-B} Segmen BA adalah himpunan titik B dan titik A, bersama dengan semua titik X, sehingga B-X-A. Dapat ditulis BA = {B A X X adalah himpunan semua titik X sehingga B-X-A} Teorema menjamin bahwa untuk setiap titik X, jika A-X-B maka B- X-A. Sehingga, BA = {B A X X adalah himpunan semua titik X sehingga B-X-A}

42 23 = {A B X X adalah himpunan semua titik X sehingga A-X-B} = AB Teorema Jika A-B-C, maka AB BC = AC. Bukti : Dari Definisi 2.5.1, AC adalah himpunan titik A dan C, bersama dengan semua titik di antara A dan C. Dapat ditulis AC = { A C Z Z adalah himpunan semua titik Z sehingga A-Z-C}. Diketahui A-B-C. Dari Definisi 2.4.1, A, B, dan C adalah titik-titik yang kolinear. Dari Teorema dapat diambil titik X dan Y sehingga A-X-B dan B-Y-C. X Y A B C Gambar Ilustrasi Teorema AB = {A B X X adalah himpunan semua titik X sehingga A-X-B} BC = {B C Y Y adalah himpunan semua titik Y sehingga B-Y-C} Diketahui A-B-C dan A-X-B, sehingga berdasarkan pada Teorema didapat A-X-C untuk setiap X.

43 24 Diketahui A-B-C dan B-Y-C, sehingga berdasarkan pada Teorema didapat A-Y-C untuk setiap Y. Oleh karena itu setiap anggota dari X dan Y berada diantara A dan C, sehingga X dan Y merupakan anggota dari Z. Sehingga Z = {X Y B X adalah himpunan semua titik X sehingga A-X-B, Y adalah himpunan semua titik Y sehingga B-Y-C }. AB BC = { A B C X Y X adalah himpunan semua titik X sehingga A-X-B, Y adalah himpunan semua titik Y sehingga B-Y-C } = { A C Z Z adalah himpunan semua titik Z sehingga A- Z-C} = AC Teorema (Moise, 1990: 66) Jika C adalah titik pada AB, C A, maka AB = AC. Bukti : Dari Definisi 2.5.2, sinar AB adalah gabungan dari segmen AB dan himpunan semua titik Q sehingga A-B-Q. Dapat ditulis AB = {AB Q Q adalah himpunan semua titik Q sehingga A-B-Q}.

44 25 A B Q Gambar Ilustrasi I Teorema Jika B = C, maka AB dan AC adalah himpunan yang sama, sehingga AB = AC. Selanjutnya akan diambil B C. Dari Teorema dapat diambil titik C sehingga A-C-B dan A-B-C. A C B Gambar Ilustrasi II Teorema Untuk kondisi A-C-B, dari Teorema didapat AC CB = AB. Sinar AC adalah gabungan dari segmen AC dan himpunan semua titik R sehingga A-C-R. Dapat ditulis AC = {AC R R adalah himpunan semua titik R sehingga A-C-R}. Ambil titik S sembarang titik pada CB C. Setiap titik S memenuhi A-C- S, sehingga CB C AC. Untuk setiap Q Q, A-C-B dan A-B-Q, maka A-C-Q (Teorema 2.4.6), sehingga Q AC. AC (CB C) dan AC CB merupakan himpunan yang sama, sehingga AC (CB C) = AC CB = AB.

45 26 Sehingga AC = {AC CB Q Q adalah himpunan semua titik Q sehingga A-B-Q} = {AB Q Q adalah himpunan semua titik Q sehingga A- B-Q} = AB Untuk kondisi A-B-C, dengan Teorema didapat AB BC = AC. Sinar AC = {AC T T adalah himpunan semua titik T sehingga A-C-T}. A B C T Gambar Ilustrasi III Teorema Ambil U sembarang titik pada BC B. Setiap titik U memenuhi A-B-U, maka setiap titik U Q. Setiap titik T memenuhi A-B-T, maka setiap titik T Q. AB (BC B) dan AB BC merupakan himpunan yang sama, sehingga AB (BC B) = AB BC = AC. Sehingga AB = {AB BC T T adalah himpunan semua titik T sehingga A-C-T} = {AC T T adalah himpunan semua titik T sehingga A-C-T}

46 27 = AC Telah ditunjukan bahwa dimanapun letak C pada AB, dengan A C, maka AB = AC. Teorema (Moise, 1990: 66) Jika B 1 dan C 1 adalah titik-titik pada AB dan AC, dengan B 1, C 1 A, maka BAC = B 1 AC 1. B 1 B A C 1 C Gambar Sudut Yang Sama Bukti : B 1 pada AB dan B 1 A, maka berdasarkan Teorema didapat AB = AB 1. C 1 pada AC dan C 1 A, maka berdasarkan Teorema didapat AC = AC 1.

47 28 Berdasarkan Definisi 2.5.3, sudut adalah gabungan dari dua sinar yang memiliki titik pangkal yang sama, tetapi dua sinar tersebut tidak pada garis yang sama. Dapat ditulis BAC = {AB AC AB AC = A} = {AB 1 AC 1 AB 1 AC 1 = A} = B 1 AC 1 Teorema (Moise, 1990: 66) Jika AB = CD, maka titik A, B sama dengan titik C, D. Bukti : Andaikan A, B tidak sama dengan titik C, D. Ambil a dan b sebagai koordinat titik A dan B, sehingga a < b. Ambil c dan d sebagai koordinat titik C dan D, sehingga c < d. Andaikan A, B, C dan D terletak pada garis l. Berikut akan diberikan kemungkinan letak a, b, c, dan d. (1) a < b < c < d (2) a < c < b < d (3) a < c < d < b (4) c < a < d < b

48 29 (5) c < d < a < b Gambar berikut merepresentasikan kemungkinan-kemungkinan di atas. l a b c d a c b d l (1) (2) l a c d b c a d b l (3) (4) c d a b l (5) Gambar Ilustrasi I Teorema Dari kemungkinan (1), (2), (3), (4), dan (5) terlihat bahwa anggota himpunan segmen AB dan CD tidak sama. Sebagai contoh pada kondisi (3) a < c < d < b. Berdasarkan Teorema ada titik X dengan koordinat x sehingga A-X-C. Karena a < c maka a < x < c. Dari Definisi segmen AB adalah himpunan titik A dan B bersama dengan semua titik di antara titik A dan B. Titik X berada di antara A dan B karena a < x < b, sehingga X AB. Titik X CD karena x < c < d, yang berarti X tidak di antara C dan D. Karena ada titik X sehingga X AB dan X CD, maka AB CD. Hal ini kontradiksi dengan pernyataan AB = CD, sehingga A, B sama dengan titik C, D.

49 30 Untuk kasus A, B pada garis l dan C, D pada garis k, dengan l k. Ada tiga kemungkinan posisi segmen AB terhadap segmen CD yang akan dipaparkan sebagai berikut : (1) l dan k sejajar, sehingga segmen AB sejajar dengan segmen CD. (2) L dan k berpotongan, segmen AB tidak memotong segmen CD. (3) L dan k berpotongan, segmen AB memotong segmen CD. A B A B C (1) D C (2) D A B C D (3) Gambar Ilustrasi II Teorema Untuk kasus (1) dan (2), A, B tidak kolinear dengan C, D sehingga setiap titik di antara A dan B tidak di antara C dan D. Jadi AB CD. Untuk kasus (3) AB dan CD berpotongan disuatu titik. Andaikan titik potong tersebut adalah titik X. Maka A-X-B dan C-X-D. Berdasarkan Teorema ada titik Y sehingga A-Y-X. Telah didapat A-Y-X dan A-

50 31 X-B, berdasarkan Teorema 2.4.6, maka didapat A-Y-B. Titik Y di antara A dan B, tetapi titik Y tidak di antara C dan D karena C, D, dan Y tidak kolinear. Ada titik Y sehingga Y AB dan Y CD, maka AB CD. Telah ditunjukan bahwa untuk kasus (1), (2), dan (3) didapat AB CD. Hal ini kontradiksi dengan pernyataan AB = CD, sehingga A, B tidak sama dengan C, D. 2.6 Kekonvekan dan Pemisahan Definisi (Moise, 1990: 72) Suatu himpunan A dikatakan konvek jika untuk setiap dua titik P, Q A, setiap segmen PQ berada di dalam A. Sebagai contoh diberikan tiga bangun yang konvek. P P Q Q A B Q P C Gambar Himpunan Konvek Himpunan A, B, dan C adalah daerah bidang. Sebagai contoh, A adalah gabungan segitiga dan himpunan semua titik yang ada di dalam

51 32 segitiga. Pada Gambar terlihat bahwa setiap segmen PQ selalu berada di dalam A, B, dan C. Selanjutnya akan diberikan contoh bangun yang tidak konvek. P P P Q D Q Q E Gambar Himpunan Tidak Konvek F Himpunan D, E, dan F adalah contoh bangun yang tidak konvek. Untuk menunjukan suatu bangun tidak konvek, misal bangun D, cukup ditunjukan bahwa ada dua titik P, Q D sehingga segmen PQ tidak berada di dalam D. Suatu himpunan konvek bisa saja tipis dan kecil. Sebagai contoh, setiap segmen PQ adalah himpunan konvek. Himpunan yang beranggotakan satu titik juga konvek. Suatu himpunan konvek juga bisa sangat besar. Sebagai contoh, himpunan ruang S adalah suatu himpunan konvek. Semua garis dan bidang juga konvek, karena tidak dapat ditemukan suatu segmen PQ dimana P,Q anggota suatu garis atau bidang sehingga segmen PQ tidak di dalam himpunan suatu garis atau bidang tersebut.

52 33 Definisi Diberikan sembarang garis l pada bidang E, himpunan bagian dari E yang tidak pada l membentuk dua himpunan yang disebut bidang setengah dan garis l disebut batas dari bidang setengah. H 1 P l P Q P Q H 2 Q Gambar Pemisahan Bidang Sebagai contoh pada Gambar H 1 adalah bagian dari bidang pada sebelah kiri atas garis l dan H 2 adalah bagian dari bidang pada sebelah kanan bawah garis l. Himpunan H 1 dan H 2 disebut bidang setengah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dengan menunjukan beberapa contoh segmen PQ, H 1 dan H 2 merupakan himpunan konvek.

53 34 Postulat Pemisahan Bidang atau Plane Separation Axiom (PSA) (Moise, 1990: 74) Diberikan suatu garis dan bidang yang memuat garis tersebut. Himpunan semua titik pada bidang yang tidak pada garis adalah gabungan dua himpunan berbeda sehingga : (1) Kedua himpunan tersebut konvek (2) Jika titik P pada salah satu himpunan dan titik Q pada himpunan yang lain, maka segmen PQ memotong garis. Teorema (Moise, 1990: 74) Diberikan ABC dan garis l. Jika l memuat titik E, dengan A-E-C, maka l memotong AB atau BC. B A C E l Gambar Ilustrasi Teorema 2.6.1

54 35 Bukti : Andaikan l tidak memotong AB atau BC. Maka A dan B pada pihak yang sama terhadap l dan B dan C pada pihak yang sama terhadap l. Oleh karena itu A dan C pada pihak yang sama terhadap l. Ini tidak mungkin karena A-E-C. Teorema (Moise, 1990: 75) Jika A dan B adalah himpunan konvek, maka A B juga konvek. Bukti : Teorema ini akan dibuktikan dengan kontradiksi. Andaikan A B tidak konvek. Ambil titik-titik P, Q A B, maka P, Q A dan P, Q B. PQ A dan PQ B karena A dan B konvek dan ada titik R dimana P-R-Q sehingga R A B. Ini tidak mungkin karena A dan B konvek. Kontradiksi. Definisi (Moise, 1990: 76) Andaikan E suatu bidang. Jika E l = H 1 H 2

55 36 seperti pada postulat pemisahan bidang, maka H 1 dan H 2 disebut pihak yang berlawanan terhadap l. Teorema (Moise, 1990: 76) Jika A dan B pada pihak yang berlawanan terhadap garis l dan B dan C pada pihak yang berlawanan terhadap garis l, maka A dan C pada pihak yang sama terhadap l. Bukti : A H 1 C l H 2 B Gambar Ilustrasi Teorema Ambil suatu bidang E dan garis l pada E. l membagi E kedalam dua bidang setengah H 1 dan H 2. Andaikan A pada H 1, maka B pada H 2 karena A dan B pada pihak yang berlawanan terhadap l. B pada H 2, maka C pada H 1 karena B dan C pada pihak yang berlawanan terhadap l. Didapat A dan C pada H 1, sehingga A dan C berada pada pihak yang sama terhadap l.

56 37 Teorema (Moise, 1990: 76) Jika A dan B pada pihak yang berlawanan terhadap garis l dan B dan C pada pihak yang sama terhada l, maka A dan C pada pihak yang berlawanan terhadap l. A H 1 H 2 B C l Gambar Ilustrasi Teorema Bukti : Ambil suatu bidang E dan garis l pada E. l membagi E kedalam dua bidang setengah H 1 dan H 2. Andaikan A pada H 1, maka B pada H 2 karena A dan B pada pihak yang berlawanan terhadap l. B pada H 2, maka C pada H 2 karena B dan C pada pihak yang sama terhadap l. Jadi A dan C pada pihak yang berlawanan terhadap garis l. Definisi (Moise, 1990: 76) Jika A-B-C, maka sinar BA dan BC disebut sinar yang berlawanan.

57 38 A B C Gambar Sinar Yang Berlawanan Teorema (Moise, 1990: 76) Diberikan sebuah garis dan sinar yang memiliki titik pangkal pada garis yang diberikan, tetapi tidak berhimpit dengan garis tersebut. Kemudian semua titik pada sinar, kecuali titik pangkal, berada pada pihak yang sama terhadap garis tersebut. Bukti : Diberikan garis l dan sinar AB dengan A l. Akan dibuktikan AB A berada pada pihak yang sama terhadap garis tersebut. B A l C? Gambar Ilustrasi Teorema Andaikan AB memuat titik C sehingga B dan C berada pada pihak yang berlawanan terhadap l. Maka BC memotong l disuatu titik, dan titik ini harus A, karena BC terletak pada AB, dan AB memotong l hanya di A.

58 39 Oleh karena itu C-A-B. Tetapi ini tidak mungkin. Dengan Definisi 2.5.2, sinar AB adalah himpunan titik C dari garis AB sehingga A tidak diantara B dan C. Oleh sebab itu semua titik pada sinar, selain A, berada pada pihak yang sama terhadap l. Teorema (Moise, 1990: 77) Diberikan garis l dan A titik pada l, dan B titik yang tidak pada l. Maka semua titik dari AB A berada pada pihak yang sama terhadap l. Bukti : Berdasarkan Teorema AB A berada pada pihak yang sama terhadap l. Karena AB A berada pada AB A, maka AB A juga berada pada pihak yang sama terhadap l. Definisi (Moise, 1990: 77) Diberikan BAC. Interior BAC adalah irisan pihak AC yang memuat B dan pihak AB yang memuat C. Maka suatu titik D interior BAC jika D dan B berada pada pihak yang sama dari AC dan jika D dan C berada pada pihak yang sama dari AB. Jadi, interior suatu sudut adalah irisan dua bidang setengah. Eksterior BAC adalah himpunan semua titik yang tidak pada BAC dan interior BAC.

59 40 B Eksterior Interior A Eksterior C D Gambar Interior dan Eksterior Sudut Teorema (Moise, 1990: 78) Setiap sisi segitiga, kecuali titik sudutnya berada di dalam interior sudut di hadapannya. Diberikan ABC, A = BAC merupakan sudut dihadapan sisi BC. B A C Gambar Ilustrasi Teorema Bukti : (1) Pertama gunakan Teorema pada garis AC dan segmen BC. Didapat BC C berada pada pihak yang memuat B. (2) Selanjutnya gunakan Teorema pada garis AB dan segmen BC. Didapat BC B berada pada pihak AB yang memuat C. (3) Dari (1) dan (2), BC {B, C} berada pada interior BAC.

60 41 Teorema (Moise, 1990: 78) Jika F berada di dalam interior BAC, maka AF A berada di dalam interior BAC. B F A C Gambar Ilustrasi Teorema Bukti : (1) Dari Definisi 2.6.5, F dan B pada pihak yang sama terhadap AC. Dengan Teorema 2.6.5, AF A berada pada pihak yang sama terhadap AC yang memuat F. Oleh karena itu AF A terletak pada pihak yang memuat B. (2) Dari Definisi 2.6.5, F dan C pada pihak yang sama terhadap AB. Dengan Teorema 2.6.5, AF A berada pada pihak yang sama terhadap AB yang memuat F. Oleh karena itu AF A terletak pada pihak yang memuat C. Dari (1) dan (2) memenuhi bahwa AF A berada di dalam interior BAC.

61 42 Teorema (Moise, 1990: 79) Diberikan ABC dan titik F,D,G sehingga B-F-C, A-C-D, dan A-F-G. Maka G di dalam interior BCD. B F G A Gambar Ilustrasi Teorema C D Bukti : (1) Karena A-F-G, G berada pada AF, dan A tidak di antara G dan F. Oleh karena itu G pada AF. Karena G A, G pada AF A. (2) Dengan Teorema 2.6.7, titik F di dalam interior BAC. Dari Teorema 2.6.8, AF A berada pada interior BAC. Oleh karena itu G dan B pada pihak yang sama terhadap AC (=CD ). (3) A dan G pada pihak yang berlawanan terhadap BC, dan A dan D pada pihak yang berlawanan terhadap BC. Oleh karena itu G dan D pada pihak yang sama terhadap BC. Dari (2) dan (3), G di dalam interior BCD.

62 43 Selanjutnya akan didefinisikan interior suatu segitiga. Definisi (Moise, 1990: 80) Interior ABC didefinisikan sebagai irisan tiga himpunan berikut : (1) Pihak AB (2) Pihak AC (3) Pihak BC yang memuat C yang memuat B yang memuat A B A C Gambar Interior Segitiga Teorema (Moise, 1990: 80) Interior segitiga adalah himpunan konvek. Bukti : Diberikan sembarang ABC. H AB sebagai bidang setengah yang memuat C, H AC sebagai bidang setengah yang memuat B dan H BC sebagai bidang setengah yang memuat A. Dari Definisi 2.6.6, interior ABC adalah

63 44 H AB H AC H BC. H AB, H AC, dan H BC konvek. Sehingga H AB H AC H BC juga konvek (lihat Teorema 2.6.2). 2.7 Kekontinuan Teorema (Moise, 1990: 81) Diberikan garis l, titik-titik A dan B pada l, A B, dan F dan G titik pada pihak yang berlawanan terhadap l. Maka AF tidak memotong BG. F A B Gambar Ilustrasi Teorema G Bukti : (1) Dari Teorema 2.6.6, AF A berada pada pihak yang memuat F. (2) Dari Teorema 2.6.5, BG B berada pada pihak yang memuat G. Dari (1) dan (2) didapat bahwa BG G tidak memotong AF A. Oleh karena itu BG dan AF tidak berpotongan.

64 45 Teorema (Moise, 1990: 81) Dalam ABC diberikan F titik diantara A dan C, dan D suatu titik sehingga D dan B pada pihak yang sama terhadap FC. Maka FD memotong AB atau BC. B D E? A F C G Gambar Ilustrasi Teorema Bukti : (1) Diberikan G suatu titik sehingga G-F-D. Maka G dan D berada pada pihak yang berlawanan terhadap AC, jadi G dan B pada pihak yang berlawanan terhadap AC. Terlihat FD = FD FG (2) Gunakan Teorema pada garis AC, segmen AB, dan sinar FG. Ini berlaku bahwa FG tidak memotong AB. (3) Dengan cara yang sama, didapat FG tidak memotong BC.

65 46 (4) Dengan Teorema Pasch didapat bahwa FD memotong AB atau BC. Telah ditunjukan bahwa FG tidak memotong AB atau BC, maka pastilah FD memotong AB atau BC. Teorema The Crossbar Theorem (Moise, 1990: 82) Jika D di dalam interior BAC, maka AD memotong BC, pada titik di antara B dan C. B F A D E? C Gambar Teorema Crossbar Bukti : (1) Diberikan F suatu titik sehingga F-A-C. Maka FC pada pihak yang berlawanan terhadap AB. = AC, dan F dan C (2) Karena D di dalam interior BAC, maka B dan D pada pihak yang sama terhadap AC atau BC. (= FC ). Dengan Teorema 2.7.2, AD memotong FB

66 47 (3) Karena F dan C pada pihak yang berlawanan terhadap AB, dan C dan D pada pihak yang sama terhadap AB, maka F dan D pada pihak yang berlawanan terhadap AB. (4) Gunakan Teorema pada garis AB, segmen FB, dan sinar AD. Didapat AD tidak memotong FB. Dari (2) dan (4) memenuhi bahwa AD memotong BC, di titik E yang berbeda dengan B. Jika E = C, maka A, D, dan C kolinear, dan ini tidak benar. Oleh karena itu B-E-C. 2.8 Ukuran Sudut Definisi (Moise, 1990: 93) Diberikan suatu fungsi m A R, dengan A adalah himpunan semua sudut dan R adalah himpunan bilangan real. Tulis m( ABC) untuk menyimbolkan ukuran dari ABC. Agar lebih ringkas, selanjutnya m( ABC) akan ditulis dengan m ABC. A D 45 o B C Gambar Ukuran Sudut I

67 48 Ukuran ABC dan DBC dapat ditulis m ABC = 90 dan m DBC = 45. Ukuran ABC tidak ditulis m ABC = 90 o, karena nilai dari fungsi m adalah bilangan real. Pada sisi yang lain, penandaan sudut pada gambar menggunakan tanda derajat untuk mengindikasikan bahwa huruf atau angka dengan tanda derajat berarti ukuran suatu sudut. A 45 o P r o B C Q R Gambar Ukuran Sudut II Gambar menunjukan bahwa m ABC = 45 dan m PQR = r. Berikut akan diberikan beberapa postulat ukuran sudut. (Moise, 1990: 95) M-1 m adalah fungsi A R, dimana A adalah himpunan semua sudut dan R adalah himpunan bilangan real. M-2 Untuk setiap A, m A adalah antara 0 dan 180.

68 49 M-3 Postulat Pembentukan Sudut (The Angle Construction Postulate). Diberikan AB suatu sinar pada batas bidang setengah H. untuk setiap bilangan r diantara 0 dan 180, ada tepat satu sinar AP, dengan P pada H, sehingga m PAB = r. H P r o Q R Gambar Pembentukan Sudut M-4 Postulat Penjumlahan Sudut (The Angle Addition Postulate). Jika D di dalam interior BAC, maka m BAC = m BAD + m DAC C (r + s) o s o r o D A Gambar Pembentukan Sudut B Dua sudut membentuk suatu pasangan linear jika sudut-sudut tersebut terlihat seperti berikut :

69 50 D C A B Gambar Dua Sudut Membentuk Pasangan Linear Jika AB dan AC sinar yang berlawanan, dan AD suatu sinar yang tidak pada AB, maka DAB dan DAC membentuk pasangan linear. Definisi (Moise, 1990: 96) Jika m ABC + m DEF = 180, maka kedua sudut tersebut dikatakan berpelurus. Definisi ini tidak tergantung pada letak sudut, tetapi hanya tergantung pada ukuran sudutnya. Artinya kedua sudut yang dimaksud tidak harus bersisian. M-5 Postulat Pelurus (The Supplement Postulate). Jika dua sudut membentuk pasangan linear, maka kedua sudut tersebut berpelurus. D s 0 r 0 A B Gambar Dua Sudut Berpelurus C

70 Postulat Luas Definisi (Moise, 1990: 184) Suatu daerah triangular adalah bangun yang terbentuk dari gabungan segitiga beserta interiornya, seperti gambar berikut : Gambar Daerah Triangular Sisi segitiga disebut batas daerah, dan titik sudut segitiga disebut titik sudut daerah. Suatu daerah segibanyak adalah bangun seperti salah satu di bawah ini : Gambar Daerah Segibanyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada Bab II ini akan diuraikan berbagai konsep dasar yang digunakan pada bagian pembahasan. Pada bab II ini akan dibahas pengenalan Geometri Non- Euclid, Geometri Insidensi, Geometri

Lebih terperinci

REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARÉ

REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARÉ REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARÉ Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh : Chintia Rudiyanto NIM :

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab pembahasan ini akan dibahas mengenai Geometri Hiperbolik yang

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab pembahasan ini akan dibahas mengenai Geometri Hiperbolik yang BAB III PEMBAHASAN Pada bab pembahasan ini akan dibahas mengenai Geometri Hiperbolik yang didasarkan kepada enam postulat pada Geometri Netral dan Postulat Kesejajaran Hiperbolik. Akan dibahas sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah bidang geometri. Geometri berasal dari bahasa Yunani yaitu

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah bidang geometri. Geometri berasal dari bahasa Yunani yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu matematika terus berlangsung dari masa ke masa, salah satunya adalah bidang geometri. Geometri berasal dari bahasa Yunani yaitu "Geometrein", kata

Lebih terperinci

LOGO JARAK DUA TITIK

LOGO JARAK DUA TITIK LOGO JARAK DUA TITIK JARAK TITIK A KE TITIK B Jakarta Bandung Lintasan yang ditempuh kereta-api Lintasan yang ditempuh sebuah mobil Ruas garis yang menghubungkan kedua kota LOGO www.themegallery.com POSTULAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geometri berasal dari kata Latin Geometria. Kata geo memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. Geometri berasal dari kata Latin Geometria. Kata geo memiliki arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geometri berasal dari kata Latin Geometria. Kata geo memiliki arti tanah dan metria memiliki arti pengukuran. Berdasarkan sejarah, Geometri tumbuh jauh sebelum

Lebih terperinci

D. GEOMETRI 2. URAIAN MATERI

D. GEOMETRI 2. URAIAN MATERI D. GEOMETRI 1. TUJUAN Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta diklat memahami dan dapat menjelaskan unsur-unsur geometri, hubungan titik, garis dan bidang; sudut; melukis bangun geometri; segibanyak;

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK 40 Jurnal Matematika Vol 6 No 1 Tahun 2017 SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK CARACTERISTICS OF PERPENDICULARITY, PARALLELISM, AND ASYMPTOTIC TRIANGLES

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBANDINGAN SEGIEMPAT SACCHERI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI NON EUCLID. Universitas Negeri Yogyakarta

SKRIPSI PERBANDINGAN SEGIEMPAT SACCHERI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI NON EUCLID. Universitas Negeri Yogyakarta SKRIPSI PERBANDINGAN SEGIEMPAT SACCHERI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI NON EUCLID Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Kajian Matematika SMP Palupi Sri Wijiyanti, M.Pd Semester/Kelas : 3A3 Tanggal Pengumpulan : 14 Desember 2015

Kajian Matematika SMP Palupi Sri Wijiyanti, M.Pd Semester/Kelas : 3A3 Tanggal Pengumpulan : 14 Desember 2015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA TAHUN 2015 Mata Kuliah Dosen Pengampu : : Kajian Matematika SMP Palupi Sri Wijiyanti, M.Pd Semester/Kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini dipaparkan dasar-dasar yang digunakan pada bagian pembahasan. Tinjauan yang dilakukan dengan memaparkan definisi mengenai unsur-unsur kajian geometri, aksioma kekongruenan,

Lebih terperinci

GENERALISASI TEOREMA MENELAUS DAN TEOREMA CEVA PADA POLIGON DI BIDANG EUCLID

GENERALISASI TEOREMA MENELAUS DAN TEOREMA CEVA PADA POLIGON DI BIDANG EUCLID GENERALISASI TEOREMA MENELAUS DAN TEOREMA CEVA PADA POLIGON DI BIDANG EUCLID EDI SETIAWAN 0304010196 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN MATEMATIKA DEPOK 2009

Lebih terperinci

BAB 5 POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES

BAB 5 POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES BAB 5 POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES Leonhard Euler dilahirkan di Basel (Switzerland), pada tanggal 15 April 1707 di St Petersburg (Rusia).Keluarga Leonhard Euler pindah ke Riehen, daerah yang tidak jauh

Lebih terperinci

UKURAN RUAS-RUAS GARIS PADA SEGITIGA SKRIPSI

UKURAN RUAS-RUAS GARIS PADA SEGITIGA SKRIPSI UKURAN RUAS-RUAS GARIS PADA SEGITIGA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

GEOMETRI Geometri Dasar Oleh: WIDOWATI Jurusan Matematika FMIPA UNDIP

GEOMETRI Geometri Dasar Oleh: WIDOWATI Jurusan Matematika FMIPA UNDIP GEOMETRI Geometri Dasar Oleh: WIDOWATI Jurusan Matematika FMIPA UNDIP 1 Geometri dasar Himpunan berbentuk beserta sistem aksioma yang melibatkan 5 aksioma disebut Struktur Geometri Euclid, dengan unsurunsur

Lebih terperinci

KONSISTENSI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK

KONSISTENSI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK KONSISTENSI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK (Jurnal 9) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Setelah beberapa pertemuan mempelajari tentang

Lebih terperinci

SEGIEMPAT SACCHERI. (Jurnal 7) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. 4 2 l2

SEGIEMPAT SACCHERI. (Jurnal 7) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. 4 2 l2 SEGIEMPT SCCHERI (Jurnal 7) Memen Permata zmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Segiempat saccheri merupakan materi perkuliahan geometri pada pertemuan ke-7. Perkuliah

Lebih terperinci

Oleh : Sutopo, S.Pd., M.Pd. Prodi P Mat-Jurusan PMIPA FKIP UNS

Oleh : Sutopo, S.Pd., M.Pd. Prodi P Mat-Jurusan PMIPA FKIP UNS Oleh : Sutopo, S.Pd., M.Pd. Prodi P Mat-Jurusan PMIPA FKIP UNS Materi KKD I Konsep dasar geometri dan segitiga (termasuk teorema dan aksioma terkait) KKD II Poligon dan Lingkaran (sifat dan luas) KKD III

Lebih terperinci

ISOMETRI TERHADAP GEOMETRI INSIDENSI TERURUT

ISOMETRI TERHADAP GEOMETRI INSIDENSI TERURUT Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 ISOMETRI TERHADAP GEOMETRI INSIDENSI TERURUT Damay Lisdiana, Muslim Ansori, Amanto Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung Email: peace_ay@yahoo.com

Lebih terperinci

1 P E N D A H U L U A N

1 P E N D A H U L U A N 1 P E N D A H U L U A N Pemetaan (fungsi) f dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu hubuungan yang memasangkan setiap unsur di A dengan tepat satu unsur di B. Jika a A dan pasangannya b B, maka ditulis

Lebih terperinci

A. Jumlah Sudut dalam Segitiga. Teorema 1 Jumlah dua sudut dalam segitiga kurang dari Bukti:

A. Jumlah Sudut dalam Segitiga. Teorema 1 Jumlah dua sudut dalam segitiga kurang dari Bukti: Geometri Netral? Geometri yang dilengkapi dengan sistem aksioma-aksioma insidensi, sistem aksioma-aksioma urutan, sistem aksioma kekongruenan (ruas garis, sudut, segitiga) dan sistem aksioma-aksioma archiemedes

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah geometri selain aksioma diperlukan juga unsur-unsur tak terdefinisi. Untuk. 2. Himpunan titik-titik yang dinamakan garis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah geometri selain aksioma diperlukan juga unsur-unsur tak terdefinisi. Untuk. 2. Himpunan titik-titik yang dinamakan garis. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geometri Insidensi Suatu geometri dibentuk berdasarkan aksioma yang berlaku dalam geometrigeometri tersebut. Geometri insidensi didasari oleh aksioma insidensi. Di dalam sebuah

Lebih terperinci

Geometri di Bidang Euclid

Geometri di Bidang Euclid Modul 1 Geometri di Bidang Euclid Dr. Wono Setya Budhi G PENDAHULUAN eometri merupakan ilmu pengetahuan yang sudah lama, mulai dari ribuan tahun yang lalu. Berpikir secara geometris dari satu bentuk ke

Lebih terperinci

Rasio. atau 20 : 10. Contoh: Tiga sudut memiliki rasio 4 : 3 : 2. tentukan sudut-sudutnya jika:

Rasio. atau 20 : 10. Contoh: Tiga sudut memiliki rasio 4 : 3 : 2. tentukan sudut-sudutnya jika: Rasio Rasio adalah perbandingan ukuran. Rasio digunakan untuk membandingkan besaran dengan pembagian. Misal dua segitiga memiliki bentuk yang sama tetapi ukurannya berbeda. Salah satu sisinya yang seletak

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT SEGITIGA SIKU-SIKU PADA GEOMETRI BOLA. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

SIFAT-SIFAT SEGITIGA SIKU-SIKU PADA GEOMETRI BOLA. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan SIFAT-SIFAT SEGITIGA SIKU-SIKU PADA GEOMETRI BOLA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh: CINDY NIM: 121414079 PROGRAM

Lebih terperinci

GEOMETRI EUCLID D I S U S U N OLEH :

GEOMETRI EUCLID D I S U S U N OLEH : GEOMETRI EUCLID D I S U S U N OLEH : SARI MEILANI (11321435) TITIS SETYO BAKTI (11321436) DEWI AYU FATMAWATI (11321439) INKA SEPIANA ROHMAH (11321460) KELAS II B MATEMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

Lebih terperinci

RUAS GARIS BERARAH. Andaikan sekarang ada 2 ruas garis berarah AB dan CD. Dalam

RUAS GARIS BERARAH. Andaikan sekarang ada 2 ruas garis berarah AB dan CD. Dalam RUAS GARIS BERARAH 9.1 Definisi dan Sifat-sifat ang Sederhana Untuk melajutkan penelidikan tentang isometri diperlukan pengertian tentang ruas garis berarah sebagai berikut: Definisi: Suatu ruas garis

Lebih terperinci

BAB II MATERI. sejajar dengan garis CD. B

BAB II MATERI. sejajar dengan garis CD. B BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penulisan makalah ini merupakan pemaparan mengenai definisi garis sejajar, jarak dan jumlah sudut. Dengan materi yang diambil dari sumber tertentu. Pembahasan ini terkhusus

Lebih terperinci

KONGRUENSI PADA SEGITIGA

KONGRUENSI PADA SEGITIGA KONGRUENSI PADA SEGITIGA (Jurnal 6) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Perkuliah geometri kembali pada materi dasar yang kita anggap remeh selama ini.

Lebih terperinci

Geometri Bangun Datar. Suprih Widodo, S.Si., M.T.

Geometri Bangun Datar. Suprih Widodo, S.Si., M.T. Geometri Bangun Datar Suprih Widodo, S.Si., M.T. Geometri Adalah pengukuran tentang bumi Merupakan cabang matematika yang mempelajari hubungan dalam ruang Mesir kuno & Yunani Euclid Geometri Aksioma /postulat

Lebih terperinci

DALIL PYTHAGORAS DAN PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

DALIL PYTHAGORAS DAN PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI DALIL PYTHAGORAS DAN PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI Segitiga 1. Beberapa sifat yang berlaku pada segitiga adalah : Jumlah sudut-sudut sembarang segitiga adalah 180 0 Pada segitiga ABC berlaku AC = BC B = A

Lebih terperinci

OLEH : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU SEKOLAH TINNGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

OLEH : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU SEKOLAH TINNGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN OLEH : 1. ASRIA HIRDA YANTI ( 4007014 ) 2. ANNIE RACHMAWATI ( 4006116 ) 3. RUPITA FITRIANI ( 4007036 ) 4. PERA HIJA TERISTIANA ( 4007001 ) 5. HARTATI SUSANTI ( 4007166 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

KAJIAN BOLA-LUAR DAN BOLA-DALAM PADA BIDANG-EMPAT SKRIPSI

KAJIAN BOLA-LUAR DAN BOLA-DALAM PADA BIDANG-EMPAT SKRIPSI KAJIAN BOLA-LUAR DAN BOLA-DALAM PADA BIDANG-EMPAT SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

DASAR-DASAR GEOMETRI Suatu Pengantar Mempelajari Sistem-sistem Geometri

DASAR-DASAR GEOMETRI Suatu Pengantar Mempelajari Sistem-sistem Geometri DASAR-DASAR GEOMETRI Suatu Pengantar Mempelajari Sistem-sistem Geometri Budiyono Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak Dengan memandang geometri sebagai sistem deduktif,

Lebih terperinci

2. Tentukan persamaan garis yang melalui titik P (x 1,y 1,z 1 ) dan R (x 2,y 2,z 2 ) seperti yang ditunjukkan pada gambar. Z P Q R

2. Tentukan persamaan garis yang melalui titik P (x 1,y 1,z 1 ) dan R (x 2,y 2,z 2 ) seperti yang ditunjukkan pada gambar. Z P Q R . Jika dan vektor-vektor tak kolinear dan A = ( x + 4y ) + ( 2x + y + ) dan B = ( y 2x + 2 ) + ( 2x 3y -), maka carilah nilai x dan y sehingga 3A = 2B. Penyelesian: 3A = 2 B 3(x + 4y ) +3 ( 2x + y + )b

Lebih terperinci

A. Pengantar B. Tujuan Pembelajaran Umum C. Tujuan Pembelajaran Khusus

A. Pengantar B. Tujuan Pembelajaran Umum C. Tujuan Pembelajaran Khusus Modul 4 SEGIEMPAT A. Pengantar Materi yang akan di bahas pada kegiatan pembelajaran ini terdiri atas pengertian berbagai macam segiempat: jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Disamping

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik pada bidang yang berjarak

Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik pada bidang yang berjarak 4 Lingkaran 4.1. Persamaan Lingkaran Bentuk Baku. Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik pada bidang yang berjarak tetap dari suatu titik tetap. Titik tetap dari lingkaran disebut pusat lingkaran,

Lebih terperinci

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam MAKALAH GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata geometri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ukuran bumi. Maksudnya mencakup segala sesuatu

Lebih terperinci

Geometri Insidensi. Modul 1 PENDAHULUAN

Geometri Insidensi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Geometri Insidensi M PENDAHULUAN Drs. Rawuh odul Geometri Insidensi ini berisi pembahasan tentang pembentukkan sistem aksioma dan sifat-sifat yang mendasari geometri tersebut. Sebelumnya Anda akan

Lebih terperinci

BAB 8 PENGANTAR GEOMETRI NON-EUCLIDES

BAB 8 PENGANTAR GEOMETRI NON-EUCLIDES BAB 8 PENGANTAR GEOMETRI NON-EUCLIDES Riemann dilahirkan pada tanggal 17 September 1826 di Breselenz, sebuah desa di dekat Dannenberg di kerajaan Han-nover Jerman. Ayahnya bernama Friedrich Bernard Riemann

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat A Akar kuadrat GLOSSARIUM Akar kuadrat adalah salah satu dari dua faktor yang sama dari suatu bilangan. Contoh: 9 = 3 karena 3 2 = 9 Anggota Himpunan Suatu objek dalam suatu himpunan B Belahketupat Bentuk

Lebih terperinci

IKIP BUDI UTOMO MALANG GEOMETRI HAND OUT 2

IKIP BUDI UTOMO MALANG GEOMETRI HAND OUT 2 IKIP BUDI UTOMO MALANG GEOMETRI HAND OUT 2 ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd 4/14/2012 KUMPULAN DEFINISI DAN AKSIOMA DALAM GEOMETRI Nama Definisi 2.1 Definisi 2.2 Definisi 2.3 Definisi 2.4 Definisi 2.5

Lebih terperinci

Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis Lurus

Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis Lurus Modul 1 Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis Lurus Drs. Sukirman, M.Pd. D alam Modul Pertama ini, kita akan membahas tentang Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis

Lebih terperinci

GEOMETRI TRANSFORMASI SETENGAH PUTARAN

GEOMETRI TRANSFORMASI SETENGAH PUTARAN GEOMETRI TRANSFORMASI SETENGAH PUTARAN Disusun Oleh : Kelompok Empat (V1 A) 1. Purna Irawan (4007178 ) 2. Sudarsono (4007028 p) 3. Mellyza Vemi R. (4007217 ) 4. Kristina Nainggolan (4007013 ) 5. Desi Kartini

Lebih terperinci

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN:

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: RUANG DASAR DAN MODEL ROYEKSI STEREOGRAFIK ADA GEOMETRI HIERBOLIK Fuad Arianto 1, Julan Hernadi 2 Universitas Muhammadiyah onorogo fuad8arianto@gmail.com Abstrak Geometri Non-Euclid adalah salah satu pengklasifikasian

Lebih terperinci

LAMPIRAN Data Penelitian Nilai Siswa

LAMPIRAN Data Penelitian Nilai Siswa LAMPIRAN Data Penelitian Nilai Siswa No Parameter Satuan Baku mutu Metode analisis G43 67 44 53 51 G44 67 43 39 39 G45 68 37 45 52 G46 71 41 41 53 G47 61 33 45 52 G48 66 39 41 53 G49 67 44 40 42 G50 75

Lebih terperinci

GEOMETRI EUCLID. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geometri Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si.

GEOMETRI EUCLID. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geometri Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si. GEOMETRI EUCLID Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geometri Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si. UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS PASCA SARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB 3 PENALARAN DALAM GEOMETRI

BAB 3 PENALARAN DALAM GEOMETRI BAB 3 PENALARAN DALAM GEOMETRI A. Kompetensi dan Indikator A.1 Kompetensi Memahami penalaran dalam geometri A.2 Indikator 1. Menjelaskan penalaran induksi 2. Menjelaskan contoh sangkalan 3. Menjelaskan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK SKRIPSI

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK SKRIPSI SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

INDAH RAHAYU PANGLIPUR NIM.

INDAH RAHAYU PANGLIPUR NIM. HITUNG UKURAN SUDUT POLIGON DENGAN BANTUAN PEMBAGIAN BIDANG, DAN DUPLIKASI POLIGON SEBANGUN SERTA APROKSIMASI LUASAN POLIGON DENGAN BANTUAN KESEBANGUNAN SEGITIGA TESIS Oleh: INDAH RAHAYU PANGLIPUR NIM.

Lebih terperinci

DESAIN MOZAIK PADA INTERIOR PERSEGI BERKARAKTER BARISAN GEOMETRI

DESAIN MOZAIK PADA INTERIOR PERSEGI BERKARAKTER BARISAN GEOMETRI DESAIN MOZAIK PADA INTERIOR PERSEGI BERKARAKTER BARISAN GEOMETRI TESIS Oleh Endang Murihani NIM 101820101003 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012 DESAIN

Lebih terperinci

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA)

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA) Pembahasan Soal OSK SMA 018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA 018 OSK Matematika SMA (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA) Disusun oleh: Pak Anang Pembahasan Soal OSK SMA 018 OLIMPIADE SAINS

Lebih terperinci

BAB 9 TEORI GEOMETRI NON-EUCLIDEAN RIEMANN

BAB 9 TEORI GEOMETRI NON-EUCLIDEAN RIEMANN BAB 9 TEORI GEOMETRI NON-EUCLIDEAN RIEMANN Georg Ferdinand Ludwig Philipp Cantor ( 3 Maret 1845 6 Januari 1918) adalah seorang matema tikawan Jerman. Dia pencetus teori himpunan terkemuka. Cantor mencetuskan

Lebih terperinci

Sifat-Sifat Bangun Datar

Sifat-Sifat Bangun Datar Sifat-Sifat Bangun Datar Bangun datar merupakan sebuah bangun berupa bidang datar yang dibatasi oleh beberapa ruas garis. Jumlah dan model ruas garis yang membatasi bangun tersebut menentukan nama dan

Lebih terperinci

MAKALAH. GEOMETRI TRANSFORMASI Tentang PENGGOLONGAN, LAMBANG DAN AKSIOMA GEOMETRI

MAKALAH. GEOMETRI TRANSFORMASI Tentang PENGGOLONGAN, LAMBANG DAN AKSIOMA GEOMETRI MAKALAH GEOMETRI TRANSFORMASI Tentang PENGGOLONGAN, LAMBANG DAN AKSIOMA GEOMETRI Oleh : ARIF PURNAWAN : 409.015 ARIF SWANDRI : 406.253 MAULIDA FITHRIANI : 409.060 SRI KURNIA YULI SARI : 409.064 ZULFIKAR

Lebih terperinci

abcde dengan a, c, e adalah bilangan genap dan b, d adalah bilangan ganjil? A B C D E. 3000

abcde dengan a, c, e adalah bilangan genap dan b, d adalah bilangan ganjil? A B C D E. 3000 Hal. 1 / 7 METHODIST-2 EDUCATION EXPO LOMBA SAINS PLUS ANTAR PELAJAR TINGKAT SMA SE-SUMATERA UTARA TAHUN 2015 BIDANG WAKTU : MATEMATIKA : 120 MENIT PETUNJUK : 1. Pilihlah jawaban yang benar dan tepat.

Lebih terperinci

BAHAN BELAJAR: UNSUR DASAR PEMBANGUN GEOMETRI. Untung Trisna Suwaji. Agus Suharjana

BAHAN BELAJAR: UNSUR DASAR PEMBANGUN GEOMETRI. Untung Trisna Suwaji. Agus Suharjana BAHAN BELAJAR: UNSUR DASAR PEMBANGUN GEOMETRI Untung Trisna Suwaji Agus Suharjana KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (PPPPTK) MATEMATIKA

Lebih terperinci

A. Pengantar B. Tujuan Pembelajaran Umum C. Tujuan Pembelajaran Khusus D. Materi Pelajaran Pendahuluan

A. Pengantar B. Tujuan Pembelajaran Umum C. Tujuan Pembelajaran Khusus D. Materi Pelajaran Pendahuluan Modul 1 SUDUT A. Pengantar Materi yang akan di bahas pada kegiatan pembelajaran ini terdiri atas pengertian sudut, ukuran sudut, satuan ukuran sudut, ragam sudut berdasarkan ukuran sudut, cara pengukuran

Lebih terperinci

Geometri I. Garis m dikatakan sejajar dengan garis k, jika kedua garis terletak pada satu bidang datar dan kedua garis tidak berpotongan

Geometri I. Garis m dikatakan sejajar dengan garis k, jika kedua garis terletak pada satu bidang datar dan kedua garis tidak berpotongan Definisi 1.1 Garis m dikatakan memotong garis k, jika kedua garis terletak pada satu bidang datar dan bertemu satu bidang datar dan bertemu pada satu titik Definisi 1.2 Garis m dikatakan sejajar dengan

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

BAB 7 GEOMETRI NETRAL

BAB 7 GEOMETRI NETRAL BAB 7 GEOMETRI NETRAL Ilmuwan besar matematika ini lahir pada bulan April 1777, di Brunswick, Daerah duke Brunswick (sekarang Negara Jerman). Gauss tumbuh didalam keluarga yang agak sederhana, bukan kaya

Lebih terperinci

TEKNIK MEMBILANG. b T U V W

TEKNIK MEMBILANG. b T U V W TEKNIK MEMBILANG Berikut ini teknik-teknik (cara-cara) membilang atau menghitung banyaknya anggota ruang sampel dari suatu eksperimen tanpa harus mendaftar seluruh anggota ruang sampel tersebut. A. Prinsip

Lebih terperinci

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar.

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. Dengan menggunakan ruas garis yang sudah ada, tentukan banyak jajar genjang tanpa sudut siku-siku pada

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI 2012 OLEH :SAIFUL ARIF, S.Pd (SMP NEGERI 2 MALANG)

PEMBAHASAN SOAL OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI 2012 OLEH :SAIFUL ARIF, S.Pd (SMP NEGERI 2 MALANG) PEMBAHASAN SOAL OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI 0 OLEH :SAIFUL ARIF, S.Pd (SMP NEGERI MALANG) PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP A. ISIAN SINGKAT SELEKSI TINGKAT PROPINSI TAHUN 0 BIDANG STUDI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Kekuatan angin berlebihan dapat dikontrol menggunakan sistem manual atau otomatik.

Lebih terperinci

INDAH RAHAYU PANGLIPUR NIM.

INDAH RAHAYU PANGLIPUR NIM. HITUNG UKURAN SUDUT POLIGON DENGAN BANTUAN PEMBAGIAN BIDANG, DAN DUPLIKASI POLIGON SEBANGUN SERTA APROKSIMASI LUASAN POLIGON DENGAN BANTUAN KESEBANGUNAN SEGITIGA TESIS Oleh: INDAH RAHAYU PANGLIPUR NIM.

Lebih terperinci

Menemukan Dalil Pythagoras

Menemukan Dalil Pythagoras Dalil Pythagoras Menemukan Dalil Pythagoras 1. Perhatikan gambar di bawah ini. Segitiga ABC adalah sebuah segitiga siku-siku di B dengan sisi miring AC. Jika setiap petak luasnya 1 satuan, tentukan luas

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

KAJIAN TEORI PENYELESAIAN MASALAH JARAK DAN SUDUT PADA BANGUN RUANG DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN PENDEKATAN VEKTOR

KAJIAN TEORI PENYELESAIAN MASALAH JARAK DAN SUDUT PADA BANGUN RUANG DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN PENDEKATAN VEKTOR KAJIAN TEORI PENYELESAIAN MASALAH JARAK DAN SUDUT PADA BANGUN RUANG DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN PENDEKATAN VEKTOR Andi Pujo Rahadi FKIP Universitas Advent Indonesia Abstrak Materi utama dalam bab Geometri

Lebih terperinci

Pelatihan-osn.com Konsultan Olimpiade Sains Nasional contact person : ALJABAR

Pelatihan-osn.com Konsultan Olimpiade Sains Nasional  contact person : ALJABAR ALJABAR 1. Diberikan a 4 + a 3 + a 2 + a + 1 = 0. Tentukan a 2000 + a 2010 + 1. 2. Diberikan sistem persamaan 2010(x y) + 2011(y z) + 2012(z x) = 0 2010 2 (x y) + 2011 2 (y z) + 2012 2 (z x) = 2011 Tentukan

Lebih terperinci

Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 2013 Seleksi Tingkat Provinsi. Tutur Widodo. Bagian Pertama : Soal Isian Singkat

Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 2013 Seleksi Tingkat Provinsi. Tutur Widodo. Bagian Pertama : Soal Isian Singkat Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 013 Seleksi Tingkat Provinsi Tutur Widodo Bagian Pertama : Soal Isian Singkat 1. Diberikan tiga lingkaran dengan radius r =, yang saling bersinggungan. Total luas dari

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK 5 GEOMETRI TALI BUSUR, GARIS SINGGUNG, DAN RUAS SECANT. Oleh: AL HUSAINI

TUGAS KELOMPOK 5 GEOMETRI TALI BUSUR, GARIS SINGGUNG, DAN RUAS SECANT. Oleh: AL HUSAINI TUGAS KELOMPOK 5 GEOMETRI TALI BUSUR, GARIS SINGGUNG, DAN RUAS SECANT Oleh: AL HUSAINI 17205004 HANIF JAFRI 17205014 RAMZIL HUDA ZARISTA 17205034 SARI RAHMA CHANDRA 17205038 Dosen Pembimbing: Dr.YERIZON,

Lebih terperinci

Bilangan Real. Modul 1 PENDAHULUAN

Bilangan Real. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Bilangan Real S PENDAHULUAN Drs. Soemoenar emesta pembicaraan Kalkulus adalah himpunan bilangan real. Jadi jika akan belajar kalkulus harus paham terlebih dahulu tentang bilangan real. Bagaimanakah

Lebih terperinci

GARIS DAN SUDUT. (Materi SMP Kelas VII Semester1)

GARIS DAN SUDUT. (Materi SMP Kelas VII Semester1) GARIS DAN SUDUT (Materi SMP Kelas VII Semester1) Garis dan Sudut Memahami Kedudukan Garis dan Sudut a. Menemukan konsep titik, garis, dan bidang Dalam ilmu Geometri, terdapat beberapa istilah atau sebutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Titik, Garis, dan Bidang Pada geometri, tepatnya pada sistem aksioma, terdapat istilah tak terdefinisi. Istilah tak terdefinisi adalah istilah dasar yang digunakan dalam membangun

Lebih terperinci

MAKALAH. Pembuktian Teorema Pythagoras

MAKALAH. Pembuktian Teorema Pythagoras MAKALAH Pembuktian Teorema Pythagoras Disusun Oleh: Kelompok 12 1. Muhammad Naufal Faris 12030174229 2. Weni Handayani 14030174003 3. Wahyu Okta Handayani 14030174024 4. Faza Rahmalita Maharani 14030174026

Lebih terperinci

MEMBUKTIKAN KETAKSAMAAN ERDŐS-MORDELL DENGAN MENGGUNAKAN JARAK BERTANDA. ABSTRACT

MEMBUKTIKAN KETAKSAMAAN ERDŐS-MORDELL DENGAN MENGGUNAKAN JARAK BERTANDA. ABSTRACT MEMBUKTIKAN KETAKSAMAAN ERDŐS-MORDELL DENGAN MENGGUNAKAN JARAK BERTANDA Riva Atul Wahidah 1), Mashadi 2), Hasriati 2) riva_cew91@yahoo.co.id 1) Mahasiswa Program S1 Matematika FMIPA-UR 2) Dosen Matematika

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN GEOMETRI TERURUT

BAB 3 PENGENALAN GEOMETRI TERURUT 3 PENGENLN GEOMETRI TERURUT Lobachevsky Lahir di Nizhny Novgorad, Rusia. orangtuanya bernama Ivan Maksimovich Lobachevsky dan Praskovia lexan drovina Lobachevsky. Pada tahun 1800 ayahnya meninggal dan

Lebih terperinci

MATEMATIKA. Sesi VEKTOR A. DEFINISI VEKTOR. a. Unsur-Unsur Vektor. b. Notasi Vektor

MATEMATIKA. Sesi VEKTOR A. DEFINISI VEKTOR. a. Unsur-Unsur Vektor. b. Notasi Vektor MATEMATIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN Sesi NGAN VEKTOR A. DEFINISI VEKTOR Vektor adalah ruas garis yang memiliki nilai dari arah. Nilai vektor disini adalah panjang vektor. Vektor adalah notasi

Lebih terperinci

MAKALAH SEGITIGA BOLA. disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Astronomi. Program Studi Pendidikan Fisika. oleh. 1. Dyah Larasati ( )

MAKALAH SEGITIGA BOLA. disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Astronomi. Program Studi Pendidikan Fisika. oleh. 1. Dyah Larasati ( ) MAKALAH SEGITIGA BOLA disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Astronomi Program Studi Pendidikan Fisika oleh 1. Dyah Larasati (4201412042) 2. Lina Kurniawati (4201412091) 3. Qonia Kisbata Rodiya (4201412116)

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Aksioma-aksioma yang membentuk geometri Affin disebut dengan aksioma playfair

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Aksioma-aksioma yang membentuk geometri Affin disebut dengan aksioma playfair Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Geometri Affin ( Rawuh, 2009) Aksioma-aksioma yang membentuk geometri Affin disebut dengan aksioma playfair yaitu aksioma yang menyatakan bahwa melalui suatu titik

Lebih terperinci

Modul ini adalah modul ke-7 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini

Modul ini adalah modul ke-7 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini PENDAHULUAN Modul ini adalah modul ke-7 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini membahas tentang transformasi. Modul ini terdiri dari 2 kegiatan belajar. Pada kegiatan belajar 1 akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

SEGITIGA DAN SEGIEMPAT

SEGITIGA DAN SEGIEMPAT SEGITIGA DAN SEGIEMPAT A. Pengertian Segitiga Jika tiga buah titik A, B dan C yang tidak segaris saling di hubungkan,dimana titik A dihubungkan dengan B, titik B dihubungkan dengan titik C, dan titik C

Lebih terperinci

PENGAYAAN MATERI OLIMPIADE MATEMATIKA SD GEOMETRI. Oleh : Himmawati P.L

PENGAYAAN MATERI OLIMPIADE MATEMATIKA SD GEOMETRI. Oleh : Himmawati P.L PENGAYAAN MATERI OLIMPIADE MATEMATIKA SD GEOMETRI Oleh : Himmawati P.L Soal matematika yang diujikan di sekolah-sekolah maupun di Ujian Nasional pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara-cara biasa.

Lebih terperinci

LOMBA MATEMATIKA NASIONAL KE-25

LOMBA MATEMATIKA NASIONAL KE-25 LOMBA MATEMATIKA NASIONAL KE-5 Babak Penyisihan Tingkat SMP Minggu, 9 November 04 HIMPUNAN MAHASISWA MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA SEKIP UTARA UNIT III

Lebih terperinci

Memahami Bentuk Aljabar Melalui Origami (Seni Melipat Dari Jepang) Oleh: Dian Usdiyana dan Mohamad Rahmat*)

Memahami Bentuk Aljabar Melalui Origami (Seni Melipat Dari Jepang) Oleh: Dian Usdiyana dan Mohamad Rahmat*) Memahami Bentuk Aljabar Melalui Origami (Seni Melipat Dari Jepang) Oleh: Dian Usdiyana dan Mohamad Rahmat*) Di SMP dipelajati bentuk-bentuk alabar uang dikaitkan dengan konstruksi bentuk geometri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Geometri Euclid

BAB I PENDAHULUAN. A. Geometri Euclid BAB I PENDAHULUAN A. Geometri Euclid Euclid ( 325-265 SM) Euclid ( 325-265 SM) dari Alexandria, Mesir adalah matematikawan kuno yang menghasilkan karya monumental dalam Geometri, yaitu the Elements. Buku

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Dalam ilmu ekonomi, kita selalu berhadapan dengan variabel-variabel ekonomi seperti harga, pendapatan nasional, tingkat bunga, dan lainlain. Hubungan kait-mengkait

Lebih terperinci

VEKTOR. maka a c a c b d b d. , maka panjang (besar/nilai) vector u ditentukan dengan rumus. maka panjang vector

VEKTOR. maka a c a c b d b d. , maka panjang (besar/nilai) vector u ditentukan dengan rumus. maka panjang vector VEKTOR Bab a. Penjumlahan dan Pengurangan Vektor. OA a ; OB b maka OA AB OB AB OB OA AB b a a u b dan c v d maka a c a c u v b d b d Contoh : Tentukan nilai x dan y dari x y + y = 8 Jawab : x + 8 + y =

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI BIDANG MATEMATIKA Waktu : 210 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Fuat. Buku Ajar GMKM (Seri Kongruensi Segitiga)

Fuat. Buku Ajar GMKM (Seri Kongruensi Segitiga) Fuat Buku Ajar GMKM (Seri Kongruensi Segitiga) 2014 P R O G R A M S T U D I P E N D I D I K A N M A T E M A T I K A S T K I P P G R I P A S U R U A N Geometri dibangun menurut penalaran deduktif tersusun

Lebih terperinci

SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMP/MTs TAHUN PELAJARAN 2008/2009

SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMP/MTs TAHUN PELAJARAN 2008/2009 SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMP/MTs TAHUN PELAJARAN 2008/2009 1. Hasil dari ( 18 + 30): ( 3 1) adalah. A. -12 B. -3 C. 3 D.12 BAB I BILANGAN BULAT dan BILANGAN PECAHAN ( 18 + 30): ( 3 1) = 12

Lebih terperinci

1. Diketahui suatu polynomial 15. A B 3C D. Berapakah koefisien dari. A B C D Jawab :

1. Diketahui suatu polynomial 15. A B 3C D. Berapakah koefisien dari. A B C D Jawab : 3 2 1. Diketahui suatu polynomial 15 A B 3C D. Berapakah koefisien dari 5 15 6 2 2 A B C D Jawab :? 2. Diberikan polinomial f(x) = x n + a 1 x n-1 + a 2 x n-2 + + a n-1 x + a n dengan koefisien a 1, a

Lebih terperinci

Modul 2 SEGITIGA & TEOREMA PYTHAGORAS

Modul 2 SEGITIGA & TEOREMA PYTHAGORAS Modul 2 SEGITIGA & TEOREMA PYTHAGORAS A. Pengantar Materi yang akan di bahas pada kegiatan pembelajaran ini terdiri atas pengertian segitiga, hubungan sisi-sisi segitiga, jenis-jenis segitiga ditinjau

Lebih terperinci

Kontes Terbuka Olimpiade Matematika

Kontes Terbuka Olimpiade Matematika Kontes Terbuka Olimpiade Matematika Kontes Bulanan Januari 2017 20 23 Januari 2017 Berkas Soal Definisi dan Notasi Berikut ini adalah daftar definisi yang digunakan di dokumen soal ini. 1. Notasi N menyatakan

Lebih terperinci

GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK

GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK (Jurnal 3) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Kuliah geometri pada rabu pagi tanggal 25 september 2013 disampaikan

Lebih terperinci

Pembahasan OSK Tahun 2011 Tingkat SMP Bidang Matematika

Pembahasan OSK Tahun 2011 Tingkat SMP Bidang Matematika Pembahasan OSK Tahun 011 Tingkat SMP Bidang Matematika Bagian A : Pilihan Ganda 1. Nilai dari a. 113 b. c. 91 73 1 8! 9! + 3 adalah... d. e. 71 4 Jawaban : c 1 8! 9! + 3 = 10 9 10 + 3 = 73. Menggunakan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah,

II. LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah, 3 II. LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah, definisi-definisi dan teorema-teorema yang berhubungan dengan penelitian ini. 2.1 Geometri Insidensi

Lebih terperinci

FUNGSI BERVARIASI TERBATAS DAN SIFAT-SIFATNYA SKRIPSI

FUNGSI BERVARIASI TERBATAS DAN SIFAT-SIFATNYA SKRIPSI FUNGSI BERVARIASI TERBATAS DAN SIFAT-SIFATNYA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci