BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mendadak adalah hipertensi. Joint National Committee on Prevention, Detection,

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Gen Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Insersi/Delesi (I/D) pada Penderita Hipertensi di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang.

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

Pengujian DNA, Prinsip Umum

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. Materi

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sel pada tubuh memiliki DNA yang sama dan sebagian besar terdapat pada

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

BAB III METODE PENELITIAN

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 : Sel darah

LAPORAN PRAKTIKUM. Bagian B Supernatan Pengendapan Jumlah /warna 7 ml / berwarna kuning 1 ml Warna merah

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA dari Daun, Bunga, dan Buah Kelapa Sawit

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

Hasil dan Pembahasan

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

(A) 530C-550C; (B) 560C, 570C, 580C, 600C; (C) 590C, 610C, 620C; (D)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BABm METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Isolasi Protein Darah dan Elektroforesis SDS-PAGE

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA MANUSIA (EPITELIAL MULUT DAN DARAH) DAN TEKNIK PCR DAN ISOLASI PROTEIN DARI DRAH, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi (I/D) dilakukan pada 100 pasien hipertensi yang berobat di poli jantung rumah sakit dr. Saiful Anwar Malang. Hasil penelitian menunjukkan persentase genotip dan persentase alel yang berbeda. Data persentase genotip dan alel didapatkan melalui tahapan pengambilan sampel darah, isolasi DNA, BLAST (basic local alignment search tool), PCR (Polimerase chain reaction), uji konfirmasi genotip ID, serta perhitungan persentase genotip dan alel dengan menggunakan hukum Hardy Weinberg. Adapun hasil pada tahapan tersebut yaitu sebagai berikut : 4.1 Isolasi DNA Genom DNA dari sampel darah pasien hipertensi diisolasi menggunakan Mini Kit QIAGEN. DNA yang sudah diisolasi diuji secara kuantitatif dan kualitatif, pengujian ini dilakukan untuk menseleksi DNA genom hasil isolasi. Uji kuantitatif DNA menggunakan nilai absorbansi pada spektrofotometer sedangkan, uji kualitatif DNA menggunakan metode elektroforesis agarose 0,8%. Uji kuantitatif dilakukan untuk menguji tingkat kemurnian DNA yang telah diisolasi. Kemurnian DNA ditentukan oleh tingkat kontaminasi protein dalam larutan, kemurnian larutan tersebut dapat dilihat dengan membagi nilai A 260 dengan A 280. Hasil uji kuantitatif sampel DNA (lihat lampiran 2.1) menunjukkan keberhasilan isolasi DNA, terbukti dengan rata-rata hasil pembagian nilai A 260 39

40 dengan A 280 dari 100 sampel yaitu 1,87. Nilai 1,87 termasuk dalam kategori murni. Menurut Tenriulo dkk (2010), molekul DNA dikatakan murni jika rasio kedua nilai tersebut berkisar antara 1,8 2,0. Sedangkan jika rasio A 260 /A 280 lebih kecil dari 1,8 menurut Devereux dan Wilkinson (2004) menunjukkan adanya kontaminasi yang disebabkan oleh protein atau fenol pada hasil isolasi. Selain itu, DNA dikatakan kontaminasi jika rasio A 260 /A 280 lebih dari 2,0 dan ini dimungkinkan terkontaminasi oleh RNA (Khosravinia et al., 2007). Keberhasilan isolasi dalam penelitian ini juga dibuktikan dengan pengujian secara kualitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan melihat keberadaan pita DNA pada gel agarose yang diwarnai terlebih dahulu dalam rendaman EtBr. Hasil uji kualitatif ditunjukkan pada gambar 4.1 di bawah ini : 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 6768 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 8182 83 84 8586 8788 89 90 91 9293 94 95 969798 99 100 Gambar 4.1 : Hasil uji kualitatif DNA whole genom (1-100 : DNA whole genom pasien hipertensi) Berdasarkan gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa DNA yang dihasilkan berkualitas baik, terlihat dari 100 sampel yang diuji memperlihatkan

41 pita DNA pada gel agarose. Selain itu, tidak tampak adanya smear pada bagian bawah pita DNA. Smear yang muncul pada gel agarose menandakan adanya materi selain DNA yang ikut terisolasi, sehingga memunculkan smear di bawah pita DNA (Anam, 2010). Ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada uji kualitatif dengan menggunakan spektrofotometer dimana DNA yang dihasilkan tergolong murni. Selain itu adanya pita DNA yang muncul pada gambar 4.1 juga memperlihatkan ketebalan pita DNA yang beragam. Sebagian besar sampel menunjukkan pita DNA yang tebal dan tampak jelas, dan ada beberapa sampel yang terlihat sangat tipis. Hal ini, berkaitan dengan hasil uji kuantitas DNA yang menunjukkan nilai kemurnian masing masing sampel yang beragam (lampiran 2.1). Menurut Triana et al (2010) kemurnian DNA dan keutuhannya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan amplifikasi PCR. Apabila DNA cetakan tidak murni (banyak kontaminan), akan mengganggu penempelan primer pada situsnya dan akan menghambat aktivitas enzim polymerase DNA. Isolasi DNA dapat berhasil apabila bahan yang dipakai untuk isolasi DNA sudah tepat dan sesuai dengan target DNA yang diinginkan. Target DNA yang diinginkan adalah DNA inti bukan mtdna (DNA mitokondria) ataupun RNA, karena gen ACE terdapat pada intron 16 kromosom 17 (Li et al.,2012). Kromosom hanya terdapat pada DNA inti dan pada RNA tidak terdapat intron sehingga RNA tidak digunakan. Pada penelitian ini DNA inti didapatkan dari darah. Darah manusia terdiri atas plasma darah, globulus lemak, substansi kimia (karbohidrat, protein dan hormon), dan gas (oksigen, nitrogen dan karbon dioksida). Plasma darah terdiri

42 atas eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (platelet). Komponen darah yang diisolasi yaitu sel darah putih. Sel darah putih dijadikan pilihan karena memiliki nukleus, di mana terdapat DNA di dalamnya (Allexperts, 2008). Untuk mendapatkan DNA inti langkah awal yang dilakukan adalah melisiskan sel. Pada langkah ini disertai dengan perusakan membran nukleus. Menurut Muladno (2002) secara kimiawi penghancuran sel tersebut dilakukan dengan memanfaatkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (etilendiamin tetraasetat), dan SDS (sodium dodesil sulfat). EDTA berfungsi sebagai perusak sel dengan cara mengikat ion magnesium yang mempertahankan integritas sel. Sedangkan SDS berfungsi untuk merusak membran sel. Setelah sel mengalami lisis, komponen sel dan debris sel yang tidak diinginkan harus dibuang. Pembuangan dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa diendapkan menggunakan fenol untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan sisa komponen sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan penambahan amonium asetat dan alkohol (Albert et al., 2002). Sehingga didapatkan DNA murni. 4.2 Identifikasi Genotip II, ID, dan DD Pemilihan primer yang tepat merupakan langkah awal yang sangat berpengaruh dalam mengidentifikasi genotip. Pemilihan primer dilakukan dengan melakukan BLAST (basic local alignment search tool) di NCBI. Adapun

43 sequence primer forward yaitu 5 -GCC CTG CAG GTG TCT GCA GCA TGT-3 dan primer reverse 5 -GGA TGG CTC TCC CCG CCT TGT CTC-3. Primer digunakan untuk proses amplifikasi menggunakan metode PCR pada daerah yang dikehendaki yaitu pada kromosom 17, intron 16. Sequence DNA primer forward dan reverse tersebut ditunjukkan oleh gambar 4.2 di bawah ini : Gambar 4.2 : Sekuen DNA pada intron 16 gen ACE Homo sapiens (Keterangan, hijau: sekuen primer; merah : sekuen alu elements) (NCBI, NC_000017). Gambar 4.2 terlihat bahwa alu elements (warna merah) berada diantara sequence primer yang digunakan (berwarna hijau) pada intron 16 gen ACE. Dari sequence primer forward sampai reverse tersebut dapat diketahui bahwa ukuran panjang basa hasil amplifikasi untuk alel insersi (I) yaitu 597bp. Sedangkan, panjang basa alel delesi (D) yaitu 319bp mulai dari sequence primer forward hingga revers, akan tetapi tanpa alu elements (Borah et al., 2011). Hasil

44 amplifikasi kemudian dielektroforesis dengan gel agarose 2% dan divisualisasikan menggunakan UV transiluminator (gambar 4.3). 1 2 3 4 M 597 bp- - - 319 bp- - - ---600bp ---500bp ---400bp ---300bp ---200bp Gambar 4.3 : Hasil elektroforesis 4 sampel dari 100 sampel yang sudah diamplifikasi. Visualisasi hasil elektroforesis 4 sampel dari 100 sampel yang sudah diamplifikasi (gambar 4.3) menunjukkan adanya penyisipan alu elements pada sampel 1 dan 4. Hal ini ditandai dengan munculnya pita DNA berukuran 597 bp sehingga genotip sampel tersebut adalah II (insersi insersi). Sedangkan, pada sampel 2 tidak tersisipi alu elements dimana pita DNA berukuran 319bp sehingga genotip sampel 2 adalah DD (delesi delesi). Pada sampel 3 muncul 2 pita DNA yang berukuran 597bp dan 319bp sehingga, genotip sampel 3 adalah ID (insersi delesi). Munculnya pita berukuran 597bp dan 319bp juga digunakan sebagai dasar identifikasi. Hasilnya adalah dari 100 sampel yang telah diamplifikasi (tercantum dalam lampiran 2.1) menunjukkan bahwa jumlah sampel bergenotip II sebanyak 48 sampel, genotip ID sebanyak 28 sampel, dan genotip DD sebanyak 24 sampel.

45 Pada sampel bergenotip ID terkadang hanya memunculkan 1 pita DNA yaitu pada ukuran 319bp sehingga memungkinkan kesalahan dalam mengidentifikasi genotip ID menjadi genotip DD. Oleh karena itu, pada 24 sampel yang diduga bergenotip DD perlu dilakukan uji konfirmasi kembali untuk memastikan apakah sampel tersebut bergenotip DD atau justru bergenotip ID. Konfirmasi terkait hal tersebut dilakukan dengan menggunkan primer spesifik I (insersi). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Koch et al., (2011) dan Lindpaintner et al., (2013) bahwa apabila pada hasil amplifikasi menggunakan primer spesifik insersi memunculkan pita DNA itu artinya sampel tersebut bergenotip ID, tetapi apabila hasil amplifikasi tidak memunculkan pita DNA maka sampel tersebut murni bergenotip DD. 4.3 Uji Konfirmasi genotip ID Uji konfirmasi genotip ID menggunakan primer spesifik insersi dengan sekuen forward 5 -TGG GAC CAC AGC GCC CGC CAC TAC -3 dan sekuen reverse 5 -TCG CCA GCC CTC CCA TGC CCA TAA -3 (Borah et al., 2011). Uji korfimasi ini dilakukan pada 24 sampel DD yaitu sampel nomer 2,7,9,13,16,33, 34, 36, 38, 39, 40, 44, 49, 52, 58, 59, 61, 68, 71, 84, 89, 92, 93, dan 94. Hasil uji konfirmasi genotip ID menggunakan primer spesifik insersi (gambar 4.4) tampak 2 sampel yang memunculkan pita DNA. Pada 24 sampel yang diuji hanya 2 sampel yang menunjukkan adanya alel insersi. Adanya alel insersi ditandai dengan munculnya pita DNA berukuran 320bp pada gel agarose 2%. Oleh karena itu, jumlah genotip ID bertambah 2 menjadi 30 sampel

46 sedangkan jumlah genotip DD berkurang 2 menjadi 22 sampel (lihat lampiran 2.1). M 2 7 9 13 16 33 34 500 bp--- 400 bp--- 300 bp--- 200 bp--- 100 bp--- 320bp 320bp Gambar 4.4 : Visualisasi hasil uji konfirmasi sampel DD menggunakan primer spesifik insersi. Uji konfirmasi genotip ID penting untuk dilakukan. Menurut Tomita et al., (1997) alel D pada sampel heterozigot cenderung termplifikasi sehingga, setiap sampel yang memiliki genotip DD perlu diamplifikasi kembali dengan primer spesifik. Terampifikasinya alel D dapat dikarenakan ukurannya yang lebih pendek dari alel I yaitu 319bp sedangkan alel I berukuran 597bp sehingga alel I memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami kerusakan DNA berupa patahnya DNA. Patahnya DNA dapat terjadi saat proses isolasi DNA atau pada proses amplifikasi (Negritto, 2010). Proses isolasi DNA menggunakan bahan bahan untuk menghancurkan sel, protein dan debris sel, penghancuran ini dapat menyebabkan patahnya DNA.

Persentase Genotip 47 Patahnya DNA juga dapat terjadi karena proses amplifikasi dengan PCR. Proses amplifikasi terdapat tahapan denaturasi dan renaturasi. Tahapan denaturasi dan renaturasi dapat menyebabkan patahnya DNA, pada saat denaturasi menggunakan suhu yang tinggi sehingga DNA double strand (untai ganda) terurai menjadi untai tunggal (Fatchiya dkk, 2011). Sedangkan pada tahapan renaturasi suhu diturunkan sehingga untai tunggal DNA kembali menjadi untai ganda (Muladno, 2002). Apabila perbandingan kandungan antara basa nukleotida GC terhadap AC lebih tinggi akan memperlambat proses denaturasi molekul DNA. Sebaliknya, kandungan AT yang tinggi akan menyebabkan pita DNA mudah patah. 4.4 Frekuensi genotip dan alel 4.4.1 Frekuensi Genotip Data hasil identifikasi genotip pasien hipertensi tersaji pada lampiran 1, dan dihitung persentase frekuensinya pada lampiran 2.2. Hasil persentase frekuensi genotip terdapat pada gambar 4.5 di bawah ini. Persentase Frekuensi Genotip 60% 40% 20% 0% II ID DD Genotip Gambar 4.5 : diagram presentase frekuensi genotip

48 Pada gambar 4.5 di atas menunjukkan persentase frekuensi genotip tampak diagram batang yang berwarna biru merupakan genotip II (insersi insersi), diagram batang berwarna merah muda merupakan genotip ID (insersi delesi), dan diagram batang berwarna hijau bergenotip DD (delesi delesi). Frekuensi genotip II sebanyak 48%, genotip ID sebanyak 30%, dan genotip DD sebanyak 22% sehingga, frekuensi genotip terbanyak pada pasien hipertensi di rumah sakit dr.saiful Anwar Malang yaitu genotip II. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Bawazier et al (2010) pada penderita hipertensi di Yogyakarta, dimana genotip II merupakan genotip terbanyak yaitu sebesar 68%, sedangkan ID sebanyak 31,2% dan genotip DD hanya 0,8%. Hasil perhitungan frekuensi genotip menunjukkan frekuensi genotip II lebih tinggi dibandingkan frekuensi genotip ID maupun DD. Tingginya frekuensi genotip II berpengaruh terhadap kadar ACE serum. Smithies et al., (2000) menjelaskan bahwa kadar ACE serum pada genotip II 300µg/L, genotip ID 400 µg/l, dan genotip DD 500 µg/l. Genotip II memiliki kadar ACE serum yang cenderung stabil. Apabila kadar ACE serum stabil seharusnya tekanan darah juga cenderung stabil. Akan tetapi, pada penelitian ini justru penderita hipertensi yang tekanan darahnya tinggi (di atas batas normal) lebih banyak didominasi oleh genotip II. 4.4.2 Frekuensi Alel Frekuensi alel didapatkan dari data frekuensi genotip yang dihitung menggunakan rumus (lampiran 2.3). Adapun hasil frekuensi alel I (insersi) dan D (delesi) pada pasien hipertensi di rumah sakit dr.saiful Anwar Malang tersaji pada diagram di bawah ini.

Persentase Alel 49 Persentase Frekuensi Alel 80% 60% 40% 20% 0% Insersi Delesi Alel Gambar 4.6 : Diagram Persentase Frekuensi Alel Gambar 4.6 diagram batang berwarna biru menunjukkan alel I dan diagram batang berwarna hijau menunjukkan alel D. Frekuensi alel I sebanyak 69% sedangkan frekuensi alel D sebanyak 31%. Pada penelitian ini frekuensi alel I menunjukkan nilai persentasi yang lebih tinggi dibandingkan frekuensi alel D. Tingginya frekuensi alel I dari gen ACE erat kaitannya dengan peningkatan resiko untuk batuk pada pasien hipertensi yang diberi terapi ACE inhibitor (ACEi) (Nishio et al, 2011 dan Feng Li et al, 2012). Hal ini terjadi karena ACE menyebabkan degradasi bradikinin menjadi peptida inaktif, sehingga dengan adanya ACEi bradikinin tetap aktif dan menyebabkan batuk (Nishio et al, 2011). Selain efek batuk yang ditimbulkan akibat pemberian ACEi pada penderita hipertensi yang memiliki alel I, adanya alel I pada intron 16 mengakibatkan kadar ACE serum cenderung stabil (Smithies et al., 2000). Hal ini terjadi karena adanya splicing pattern pada alu elements yang menyisip dalam alel I. Splicing pattern membawa stop codon sehingga mengakibatkan premature termination pada transkrip gen ACE dan menghasilkan protein yang lebih pendek serta kadar ACE

50 serum level cenderung stabil. Oleh karena itu, pada penderita hipertensi yang memiliki alel I kurang cocok apabila diberi terapi ACEi, dan dapat digantikan dengan pemberian terapi obat lainnya, karena sesungguhnya setiap penyakit itu ada obatnya. Allah SWT berfirman dalam Q.S Yunus (10) 57 : Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Pada ayat di atas kata yang artinya dada memiliki persamaan kata yaitu yang artinya sesuatu antara leher dan perut. Antara leher dan perut terdapat organ organ dalam tubuh manusia, diantaranya yaitu jantung, paru-paru, dan lain-lain. Jantung dan paru-paru merupakan organ yang berperan penting dalam sirkulasi darah. Apabila sirkulasi darah tidak normal dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian mendadak dan bahkan diderita hampir 1 milyar orang di dunia (Bawazier et al., 2010). Di propinsi Jawa Timur kasus hipertensi menempati peringkat pertama untuk jenis penyakit tidak menular dan peringkat ketiga untuk keseluruhan penyakit (Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2011). Oleh karena itu, diketahui bahwa penyakit hipertensi belum ditemukan penyembuhnya dan belum tertangani dengan baik. Akan tetapi Allah SWT telah menjelaskan pada ayat di atas kata yang artinya yang yang artinya penyembuh penyakit penyakit (yang berada)

51 dalam dada. Makna penyembuh penyakit - penyakit yaitu ada cara untuk menyembuhkan penyakit. Penjelasan ayat ini juga diperkuat oleh hadits riwayat Bukhari, bahwa rasulullah bersabda : Artinya : Allah tidak akan menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia menurunkan juga obat untuk penyakit itu.(h.r. Bukhari, 10/134 no. 5678). Dari penjelasan ayat dan hadits di atas telah jelas diterangkan bahwa setiap penyakit ada obatnya. Makna setiap penyakit ada obatnya dapat bersifat umum sehingga termasuk di dalamnya penyakit - penyakit yang mematikan dan tidak dapat disembuhkan seperti hipertensi. Perkembangan ilmu penyembuhan untuk penyakit hipertensi hingga saat ini belum ditemukan obat yang benar- benar dapat menyembuhkan secara 100% tetapi, dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya komplikasi (Lim, 2009). Penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan karena belum ditemukan obatnya. Padahal Allah SWT telah menurunkan obat untuk penyakit tersebut, akan tetapi manusia belum dapat menemukan ilmu-nya, atau Allah SWT belum memberikan petunjuk kepada manusia untuk menemukan obat penyakit itu.