KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO


KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Penanggung Jawab: Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan (UAEK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat Jl. Ahmad Yani No.2, Pontianak Telp : 0561-734134 ext 8207, 8203, 8238 Faks : 0561 732033 Versi softcopy buku ini dapat diunduh melalui www.bi.go.id

KATA PENGANTAR merupakan gambaran tentang kondisi perekonomian dan sistem keuangan Provinsi Kalimantan Barat pada triwulan III 2014. Kajian ini meliputi perkembangan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangandan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek perekonomian daerah pada triwulan mendatang. Kami menyadari penyusunan kajian ini masih belum sempurna, dan menjadi tekad kami untuk terus berupaya memperbaikinya. Oleh karena itu, segala masukan, sumbangan pemikiran, dan koreksi dari pembaca merupakan sebuah sumbangan yang besar bagi kami di masa mendatang. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat dan semua instansi yang telah membantu dalam penyediaan data, seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perkebunan, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Tenaga Kerja, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Gapkindo, PT. Pelindo II Cabang Pontianak, PLN Wilayah Kalimantan Barat, PDAM Tirta Khatulistiwa serta pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan disini, kami mengucapkan terima kasih. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Pontianak, November2014 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Hilman Tisnawan i

Halaman ini sengaja dikosongkan ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK RINGKASAN UMUM 1 Perkembangan Perekonomian Daerah 1 Perkembangan Inflasi Daerah 1 Perkembangan Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan 2 Perkembangan Keuangan Pemerintah 3 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 3 Prospek Perekonomian Daerah 4 I. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH 7 1.1 Kajian Umum 7 1.2 PDRB Menurut Penggunaan 7 1.2.1 Konsumsi 8 1.2.2 Investasi 9 1.2.3 Ekspor - Impor 10 1.3 PDRB Sektoral 12 1.3.1 Sektor Pertanian 13 1.3.2 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 15 1.3.3 Sektor Angkutan dan Komunikasi 17 1.3.4 Sektor Industri Pengolahan 17 1.3.5 Sektor Lainnya 19 Boks: Inkubator Bisnis UMKM Sebagai Dukungan Bank Indonesia Dalam Mencetak Wirausaha Mandiri 21 II. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 23 2.1. Gambaran Umum 23 2.2. Inflasi Tahunan 24 2.3. Inflasi Triwulanan 25 2.4. Inflasi Kelompok Komoditas 26 2.4.1. Kelompok Bahan Makanan 26 2.4.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar 28 2.4.3. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 29 i iii vi ix iii

2.4.4. Kelompok Makanan Jadi 30 2.5. Disagregasi Inflasi 32 2.5.1. Faktor Fundamental 33 2.5.2. Faktor Non Fundamental 35 Boks : Dampak Kenaikan BBM terhadap Inflasi 37 III. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 41 3.1 Perkembangan Indikator Umum Perbankan 41 3.2 Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 41 3.3 Penyaluran Kredit Sektor Produktif 44 3.4 Penyaluran Kredit Rumah Tangga 47 3.5 Pengembangan Akses Keuangan dan Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 50 3.6 Perkembangan Sistem Pembayaran 51 3.6.1 Perkembangan Transaksi Melalui BI-RTGS 52 3.6.2 Perkembangan Transaksi Melalui Kliring 53 3.6.3 Perkembangan Penyelenggaraan Transfer Dana Non Bank dan Pedagang Valuta Asing (PVA) 54 3.6.4 Perkembangan Pengelolaan Uang 55 3.6.4.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Melalui BI 55 3.6.4.2 Pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Uang Layak Edar 56 3.6.4.3 Pemusnahan 59 3.6.4.4 Perkembangan Temuan Uang Rupiah Palsu 60 IV. PERKEMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH 63 4.1 Realisasi Penyerapan APBN di Daerah 63 4.2 Kinerja Keuangan Pemerintah (APBD) 64 4.2.1 Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Kalimantan Barat 65 4.2.2 Realisasi Belanja Daerah 68 V. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 71 5.1 Ketenagakerjaan 71 5.2 Kesejahteraan 73 5.2.1 Nilai Tukar Petani (NTP) 73 5.2.1.1 Pergerakan NTP 74 5.2.1.2 Perbandingan Dengan Provinsi Lain di Kalimantan 76 5.2.2 Inflasi Pedesaan 77 iv

VI. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 79 6.1 Prospek Perekonomian Daerah 79 6.2 Perkiraan Inflasi Daerah 81 LAMPIRAN xi DAFTAR ISTILAH xiii v

Halaman ini sengaja dikosongkan vi

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Penggunaan Provinsi Kalimantan Barat (miliar Rp)... 7 Tabel 1.2 Perkembangan Investasi di Kalimantan Barat... 9 Tabel 1.3 Perkembangan Realisasi Investasi di Kalimantan Barat (Rp miliar)... 10 Tabel 1.4 Nominal Ekspor Luar Negeri Kalimantan Barat Berdasarkan HS2 (ribu USD)... 11 Tabel 1.5 Nominal Impor Kalimantan Barat Berdasarkan HS2 (ribu USD)... 12 Tabel 1.6 Pertumbuhan PDRB Sektoral (%-yoy)... 12 Tabel 1.7Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian (yoy)... 13 Tabel 3.1 Perkembangan Indikator Umum Perbankan Kalimantan Barat (Rp miliar)... 41 Tabel 3.2 Jumlah DPK dan Pangsa DPK Bank Umum Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat (Miliar Rupiah)... 43 Tabel 3.3 Jumlah Kredit dan Pangsa Kredit Bank Umum Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat (Lokasi Proyek)... 46 Tabel 3.4 Perkembangan Persentase NPLs Gross Kota/Kabupaten di Kalimantan Barat... 47 Tabel 3.5 Perkembangan Penyaluran Kredit Rumah Tangga (Rp miliar)... 48 Tabel 3.6 Jumlah dan Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat... 49 Tabel 3.7 Transaksi Melalui Real Time Gross Settlement (RTGS)... 52 Tabel 3.8 Transaksi Melalui Kliring... 53 Tabel 3.9 Kegiatan Penukaran Uang Melalui Loket Penukaran Bank Indonesia (Uang Masuk)... 57 Tabel 3.10 Kegiatan Kas Keliling... 58 Tabel 3.11 Penemuan Uang Palsu di Kalimantan Barat... 60 Tabel 4.1 Realisasi APBD Provinsi Kalimantan Barat Tahun Anggaran 2014 (Rp miliar)... 64 Tabel 5.1 Indikator Ketenagakerjaan Kalimantan Barat (ribu jiwa)... 71 Tabel 5.2 Nilai Tukar Petani Per Sektor... 75 Tabel 5.3 Perbandingan NTP dengan Provinsi Lain di Kalimantan... 77 Tabel 5.4 Perkembangan Inflasi Pedesaan (yoy)... 77 vii

Halaman ini sengaja dikosongkan viii

DAFTAR GRAFIK Grafik 1. 1 PDRB Provinsi Kalimantan Barat... 7 Grafik 1. 2 Indeks Harga Yang Dibayar Petani Konsumsi Rumah Tangga... 9 Grafik 1. 3 Tingkat Konsumsi Barang Tahan Lama dan Penyaluran Kredit Perlengkapan... 9 Grafik 1. 4 Ekspor Karet... 11 Grafik 1. 5 Harga Internasional Karet (USD Cent/kg)... 11 Grafik 1. 6 Kontribusi Terhadap Pertumbuhan... 13 Grafik 1. 7 Pangsa Tiap Sektor Terhadap PDRB... 13 Grafik 1. 8 Luas Panen Padi... 14 Grafik 1. 9 Curah Hujan... 14 Grafik 1. 10 Produksi Tandan Buah Segar Sawit... 14 Grafik 1. 11 Volume Petikemas... 15 Grafik 1. 12 Perolehan Pajak Restoran... 16 Grafik 1. 13 Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara... 16 Grafik 1. 14 Tingkat Hunian Hotel... 16 Grafik 1. 15 Perkembangan Jumlah Penumpang... 17 Grafik 1. 16 Produksi CPO Kalimantan Barat... 18 Grafik 1. 17 Harga Internasional Karet dan CPO... 18 Grafik 1. 18 Produksi Karet Kalimantan Barat... 19 Grafik 1. 19 Perolehan Pajak Hiburan... 19 Grafik 1. 20 Pengadaan Semen di Kalimantan Barat... 20 Grafik 1. 21 Penyaluran Kredit Sektor Konstruksi Kalimantan Barat... 20 Grafik 2. 1 Inflasi Tahunan Kalimantan Barat dan Nasional... 23 Grafik 2. 2 Inflasi Triwulanan Kalimantan Barat dan Nasional... 23 Grafik 2. 3 Inflasi Bulanan Kalimantan Barat dan Nasional... 24 Grafik 2. 4 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Kalimantan Barat Kelompok Barang dan Jasa... 24 Grafik 2. 5 Inflasi Triwulanan dan Andil Inflasi Kalimantan Barat Kelompok Barang dan Jasa... 25 Grafik 2. 6 Inflasi dan Andil Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kalimantan Barat... 26 Grafik 2. 7 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kota Pontianak dan Singkawang... 27 Grafik 2. 8 Inflasi dan Andil Inflasi Kelompok Perumahan Kalimantan Barat... 28 Grafik 2. 9 Inflasi Kelompok Perumahan Kota Pontianak dan Singkawang... 29 Grafik 2. 10 Inflasi dan Andil Inflasi Kelompok Transpor Kalimantan Barat... 30 Grafik 2. 11 Inflasi Kelompok Transpor Kota Pontianak dan Singkawang... 30 Grafik 2. 12 Inflasi dan Andil Inflasi Kelompok Makanan Jadi Kalimantan Barat... 30 ix

Grafik 2. 13 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kota Pontianak dan Singkawang... 31 Grafik 2. 14 Inflasi di Kalimantan Barat Menurut Faktor Penyebabnya (%,yoy)... 32 Grafik 2. 15 Harga Tiket Angkutan Udara (Rp) di Kota Pontianak... 33 Grafik 2. 16 Perkembangan Inflasi dan Ekspektasi Harga menurut Konsumen di Kalimantan Barat... 33 Grafik 2. 17 Perkembangan Inflasi dan Ekspektasi Harga Konsumen Menurut Kelompok Komoditas di Kalimantan Barat... 34 Grafik 2. 18 Perkembangan Inflasi Negara Mitra Dagang... 35 Grafik 2. 19 Perkembangan Nilai Tukar... 35 Grafik 2. 20 Perkembangan Harga Komoditas Emas Internasional... 35 Grafik 2. 21 SPH Beras, Minyak Goreng dan Gula Pasir... 36 Grafik 2. 22 SPH Bumbu... 36 Grafik 2. 23 SPH Daging dan Telur... 36 Grafik 2. 24 SPH Komoditas Ikan... 36 Grafik 2. 25 Perkembangan Rata-rata Harga Beras di Kota Pontianak... 36 Grafik 2. 26 Perkembangan Rata-rata Harga Bumbu di Kota Pontianak... 36 Grafik 3.1 Perkembangan Jenis DPK Bank Umum di Kalimantan Barat (miliar Rupiah)... 42 Grafik 3.2 Perkembangan Suku Bunga Deposito Kalimantan Barat terhadap BI Rate... 42 Grafik 3.3 Struktur DPK Menurut Golongan Pemilik di Kalimantan Barat... 42 Grafik 3.4 Sebaran DPK Bank Umum Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat... 43 Grafik 3.5 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi di Kalimantan Barat... 44 Grafik 3.6 Pangsa Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Kalimantan Barat... 45 Grafik 3.7 Penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek dan lokasi kantor bank (Rp Miliar)... 45 Grafik 3.8 Perkembangan Rasio NPL Gross Kredit Produktif Kalimantan Barat... 46 Grafik 3.9 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Kalimantan Barat... 48 Grafik 3.10 Perkembangan NPL Gross Kredit Sektor Rumah Tangga di Kalimantan Barat... 49 Grafik 3.11 Perkembangan Kredit UMKM Kalimantan Barat... 50 Grafik 3.12 Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan di Kalimantan Barat (Rp Miliar)... 50 Grafik 3.13 Perkembangan Rasio NPL Gross Kredit UMKM... 51 Grafik 3.14Perkembangan Jumlah Outflow Uang Kertas Pecahan Kecil... 55 Grafik 3.15 Perkembangan Inflow dan Outflow Kalimantan Barat... 56 Grafik 3.16 Perkembangan Inflow dan Outflow melalui Kas Titipan... 58 Grafik 3.17 Perkembangan Inflow, Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar dan Rasio Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Terhadap Inflow... 60 Grafik 4. 1 Realisasi Belanja APBN Provinsi Kalbar... 63 x

Grafik 4. 2 Pangsa Realisasi Belanja APBN... 63 Tw III 2014 per Kota... 63 Grafik 4. 3 Pangsa Realisasi Belanja APBN Kalbar... 64 berdasar Fungsi... 64 Grafik 4. 4 Realisasi Belanja dan Pendapatan... 64 Grafik 4. 5 Realisasi Pendapatan Daerah (Rp miliar)... 65 Grafik 4. 6 Realisasi Pendapatan Daerah (Rp miliar)... 65 Grafik 4. 7 Pangsa Pajak (Rp Miliar)... 66 Grafik 4. 8 Realisasi Komponen Dana Perimbangan (Rp miliar)... 67 Grafik 4. 9 Kapasitas Fiskal... 67 Grafik 4. 10 Pangsa Realisasi Belanja Per Komponen... 68 Grafik 4. 11 Realisasi Belanja Tidak Langsung (Rutin)... 68 Grafik 4. 12 Realisasi Belanja Langsung (Non Rutin)... 69 Grafik 5.1Pertumbuhan Penduduk Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan... 71 Grafik 5.2 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan... 72 Grafik 5.3 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Kalimantan Barat Berdasarkan Sektor (%, yoy)... 72 Grafik 5.4 NTP Petani Kalimantan Barat... 73 Grafik 5.5 Indeks Dibayar dan Indeks Diterima Petani... 73 Grafik 5.6 Inflasi Pedesaan (yoy)... 77 Grafik 6.1 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat (yoy)... 79 Grafik 6.2 Harga Internasional Karet dan Crude Palm Oil... 80 Grafik 6.3 Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen... 81 Grafik 6.4 SPH Bumbu... 81 Grafik 6.5 SPH Daging dan Telur... 81 Grafik 6.6 SPH Tarif Tiket Pesawat... 82 xi

Halaman ini sengaja dikosongkan xii

RINGKASAN UMUM Perkembangan Perekonomian Daerah Sejalan dengan perlambatan perekonomian nasional, perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 juga tercatat mengalami perlambatan.perekonomian Kalimantan Barat tercatat tumbuh relatif rendah sebesar 4,45% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,53% (yoy). Pertumbuhan Kalimantan Barat tersebut juga tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang mampu mencapai 6,70% (yoy). Pada sisi permintaan, perlambatan perekonomian Kalimantan Barat pada periode laporan terutama dipengaruhi oleh kontraksi kinerja ekspor. Di sisi sectoral, kinerja perekonomian ditandai dengan kontraksi pada sektor pertanian sebagai salah satu sektor perekonomian utama Kalimantan Barat.Sektor perekonomian utama lainnya, yaitu sektor industri pengolahan juga menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 bersumber dari sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor angkutan dan komunikasi, serta sektor jasa, dimana ketiganya memberikan kontribusi sebesar 3,28% dari angka pertumbuhan secara keseluruhan sebesar 4,45% (yoy). Sementara itu, struktur perekonomian Provinsi Kalimantan Barat masih didominasi oleh sektor pertanian, sektor PHR dan sektor industri pengolahan, yang membentuk pangsa 59,80% Perkembangan Inflasi Daerah Tekanan harga barang dan jasa di Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 secara tahunan relatif terkendali, tercermin dari tingkat inflasi yang lebih rendah dari triwulan II 2014. Tercatat tekanan inflasi Kalimantan Barat pada periode laporan mencapai 6,67% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan inflasi pada triwulan II 2014 yang mencapai 8,69% (yoy). Meskipun mengalami penurunan dan relatif searah dengan tren inflasi nasional, namun tekanan inflasi Kalimantan Barat pada periode laporan tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 4,53% (yoy). Salah satu pemicu tekanan inflasi pada triwulan III 2014 adalah pelaksanaan hari raya keagamaan puasa dan lebaran yang mendorong peningkatan permintaan masyarakat terutama di awal triwulan yang kemudian relatif mereda di akhir triwulan. Namun apabila dicermati lebih lanjut, pengaruh puasa dan lebaran yang terjadi pada triwulan III 2014 relatif lebih kecil dibandingkan triwulan III 2013, tercermin dari penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada triwulan laporan. Kondisi tersebut 1

dikarenakan pada triwulan III 2013 juga terjadi kenaikan harga BBM Bersubsidi bersamaan dengan pelaksanaan hari raya keagamaan puasa dan lebaran. Perkembangan Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Perkembangan volume usaha perbankan di Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 tercatat mencapai Rp49,80 triliun, atau tumbuh 18,61% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,10% (yoy). Perlambatan perkembangan aset tersebut terutama dipengaruhi oleh perlambatan pada sisi aktiva, dimana penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan Kalimantan Barat tumbuh melambat 14,82% (yoy), dibandingkan triwulan II 2014 yang mampu tumbuh 16,70% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada penghimpunan dana pihak ketiga yang tercatat tumbuh 14,19% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan yang terjadi baik pada sisi penyaluran kredit maupun penghimpunan dana menyebabkan rasio tingkat intermediasi perbankan, yang ditandai dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) atau rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan DPK, cenderung stabil di level 83,30% pada triwulan laporan. Sementara itu, risiko kredit Kalimantan Barat yang diindikasikan oleh rasio Non Performing Loans (NPLs) menunjukkan sedikit peningkatan dari 1,31% menjadi 1,37% pada triwulan laporan. Secara triwulanan, perkembangan sistem pembayaran non tunai di Provinsi Kalimantan Barat pada triwulan II 2014 meningkat pada transaksi kliring, namun mengalami kontraksi pada transaksi melalui BI-RTGS.Transaksi kliring selama triwulan II 2014relatif meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Total nilai transaksi kliring penyerahan di Kalimantan Barat tercatat sebesar Rp10,16 triliun atau meningkat0,85% (qtq).selama triwulan II 2014, transaksi RTGS mengalamikontraksi di sisi nominal transaksi namun mengalami peningkatan di sisi jumlah transaksi. Nilai transkasi RTGS mengalami kontraksi 19,27% (qtq) dibandingkan nilai transaksi triwulan sebelunya menjadi sebesar Rp52,51 triliun. Sedangkan jumlah transaksi melalui BI-RTGS sebanyak 86.245 transaksi atau meningkat 74,32% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 49.474 transaksi. Dari sisi sistem pembayaran tunai di Provinsi Kalimantan Barat, selama triwulan II 2014 nominal transaksi mengalami peningkatan pada sisi jumlah uang yang diedarkan (outflow), namun mengalami kontraksi pada sisi jumlah uang masuk (inflow).jumlah uang yang beredar mengalami peningkatan 137,99% (qtq) menjadi sebesar Rp1,50 triliun. Sementara itu, jumlah uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat mengalami kontraksi 35,77% (qtq) menjadi sebesar Rp1,20 triliun. Perkembangan aliran uang kartal tersebut menunjukkan posisi net outflow, dimana jumlah uang yang diedarkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat lebih besar dibandingkan jumlah uang yang masuk. Jika ditinjau secara 2

tahunan, transaksi sistem pembayaran tunai di Kalimantan Barat mengalami kenaikan baik di sisi inflow maupun outflow masing-masing sebesar 40,70% (yoy) dan 55,33% (yoy). Perkembangan Keuangan Pemerintah Penyerapan belanja APBN pada triwulan III 2014 di Kalimantan Barat terutama didominasi oleh belanja modal. Tercatat penyerapan belanja APBN secara umum di wilayah Kalimantan Barat hingga triwulan laporan mencapai Rp4,24 triliun atau 59,11% dari pagu belanja APBN tahun 2014 yang sebesar Rp7,175 triliun. Berdasarkan komponennya, belanja modal mendominasi realisasi belanja secara keseluruhan. Berdasarkan daerahnya, realisasi penyerapan secara umum terkonsentrasi pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak, dengan pangsa masing-masing mencapai 39,53%, 28,19% dan 9,55%. Kondisi tersebut sejalan dengan pelaksanaan beberapa proyek pembangunan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Sementara itu berdasarkan fungsinya, realisasi penyerapan belanja APBN di Kalimantan Barat terutama dialokasikan pada fungsi Pelayanan Umum. Tercermin dari pangsa belanja APBN yang mencapai 29,73%. Selain itu, beberapa fungsi lain yang memiliki relaisasi anggaran belanja APBN yang relatif besar antara lain Ekonomi dan Pendidikan dengan pangsa masing-masing mencapai 26,41% dan 18,38%. Realisasi kinerja keuangan Pemerintah (APBD) Provinsi Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 menunjukkan perkembangan yang positif, terutama dari sisi belanja. Berdasarkan nilainya, realisasi anggaran pemerintah pada triwulan III 2014 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan III 2013, baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Realisasi pendapatan Provinsi Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp2.818,60 miliar, lebih besar dari realisasi triwulan III 2013 yang mencapai Rp1.693,25 miliar. Sejalan dengan perkembangan realisasi pendapatan, penyerapan belanja pada triwulan III 2014 menunjukkan perkembangan realisasi yang positif. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS bulan Agustus 2014, jumlah penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas) Provinsi Kalimantan Barat adalah sebanyak 3.318 ribu orang, atau mengalami peningkatan sebesar 8,14% (yoy) dibandingkan hasil survei pada Bulan Agustus 2013. Sementara jumlah angkatan kerja tercatat meningkat sebesar 8,40% (yoy) menjadi sebanyak 2.320 ribu orang. Berdasarkan dari status pekerjaan, penyerapan tenaga kerja pada sektor informal mengalami peningkatan sebesar 7,51% (yoy) pada Agustus 2014 apabila dibandingkan Agustus 2013 yang tercatat sebanyak 1.355 ribu orang. Ditinjau dari sisi 3

sektoral, tingkat penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian, dengan pangsa sebesar 57,76% dari total penduduk yang bekerja di Kalimantan Barat. Secara tahunan, pergerakan NTP gabungan di Kalimantan Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat dibandingkan tahun 2013. NTP bulan September 2014 mengalami peningkatan sebesar 1,55% (yoy) dibandingkan NTP bulan September 2013 yang tercatat sebesar 95,19. Dari sisi pendapatan, indeks yang diterima petani di Kalimantan Barat pada bulan September 2014 meningkat 0,75% (qtq). Peningkatan tersebut juga diikuti oleh peningkatan pada indeks yang dibayar petani, relatif lebih besar dari peningkatan indeks yang diterima petani. Pada bulan September 2014 indeks yang dibayar petani tercatat meningkat 1,15% (qtq. Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan IV 2014 diperkirakan relatif meningkat jika dibandingkan triwulan III 2014 yang tumbuh cukup rendah di level 4,45% (yoy). Perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan mendatang diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,4 4,8% (yoy). Di sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan terutama didorong oleh konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah.konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan pada periode hari raya, baik Idul Adha, Natal dan memasuki Tahun Baru. Namun demikian, kinerja sisi eksternal diperkirakan masih belum optimal, antara lain akibat indikasi pelemahan ekonomi Tiongkok sebagai negara konsumen utama serta masih belum pulihnya harga komoditas internasional. Dari sisi sektoral, akselerasi perekonomian Kalimantan Barat diperkirakan masih bersumber dari sektor perekonomian utama Kalimantan Barat, khususnya sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Sektor pertanian diperkirakan akan tumbuh moderat, didorong oleh peningkatan produksi tanaman perkebunan, khususnya sawit. Sejalan dengan hal tersebut, sektor industri pengolahan diperkirakan akan mengalami akselerasi. Secara umum, kinerja perekonomian Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2014 diperkirakan relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dalam kisaran4,4%- 4,8% (yoy). Dari sisi penggunaan, perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh perlambatan di sisi ekspor, akibat kontraksi pada ekspor komoditas utama Kalimantan Barat, yaitu bauksit sebagai dampak dari implementasi UU Minerba, dan karet seiring dengan masih adanya potensi perlambatan permintaan dari negara Tiongkok. Dari sisi sektoral, perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh sektor pertanian dan pertambangan. Inflasi Kalimantan Barat pada triwulan IV 2014 diperkirakan mengalami kenaikan. Tekanan inflasi yang relatif tinggi diperkirakan terjadi di akhir triwulan IV 2014, seiring berlangsungnya perayaan Natal dan Tahun Baru. Pada awal hingga pertengahan triwulan, tekanan inflasi diperkirakan 4

relatif mereda sejalan dengan tidak terdapatnya even musiman yang berpotensi memberikan koreksi harga pada sebagian besar komoditas. Faktor lain yang juga berpotensi menjadi pemicu kenaikan inflasi salah satunya adalah rencana kenaikan tarif tiket batas atas angkutan udara yang mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 51/2014 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai berlaku pada bulan November 2014. Berdasarkan kondisi tersebut dan jika pemerintah menunda kenaikan harga BBM bersubsidi, inflasi Provinsi Kalimantan Barat pada triwulan IV 2014 atau menjadi inflasi keseluruhan tahun 2014 diperkirakan berada pada kisaran 6,32%-7,32% (yoy). 5

Indikator Ekonomi Makro Regional 2012 2013 2014 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy) 6.67 5.43 5.87 5.29 4.48 6.73 6.70 6.37 4.76 4.53 4.45 Berdasarkan Sektor (Miliar Rp) : 8,311 8,115 8,618 8,963 8,684 8,661 9,196 9,534 9,097 9,053 9,605 - Pertanian 2,299 1,776 2,037 2,117 2,364 1,978 2,210 2,281 2,461 1,982 2,178 - Pertambangan & Penggalian 146 146 152 162 153 153 159 169 152 160 170 - Industri Pengolahan 1,302 1,313 1,387 1,399 1,351 1,384 1,435 1,463 1,420 1,475 1,455 - Listrik, Gas & Air Bersih 35 36 36 37 37 37 38 39 38 39 40 - Bangunan 701 730 784 857 768 770 802 911 826 859 876 - Perdagangan, Hotel & Restoran 1,750 1,794 1,846 1,871 1,816 1,879 1,985 1,974 1,905 1,981 2,111 - Pengangkutan & Komunikasi 783 823 841 870 825 877 909 941 870 935 999 - Keuangan, Persewaan & Jasa 463 481 489 498 487 520 524 523 501 546 555 - Jasa 834 1,016 1,046 1,152 882 1,063 1,136 1,233 924 1,076 1,222 Berdasarkan Permintaan (Miliar Rp) : 8,311 8,115 8,618 8,963 8,684 8,661 9,196 9,534 9,097 9,053 9,605 - Konsumsi Rumah Tangga 4,401 4,427 4,552 4,615 4,676 4,715 4,813 4,893 4,988 5,070 5,215 - Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 78 79 83 85 81 85 88 90 91 95 98 - Konsumsi Pemerintah 941 979 1,047 1,238 1,013 1,073 1,163 1,303 1,093 1,157 1,247 - PMTB 2,300 2,346 2,436 2,465 2,357 2,392 2,491 2,655 2,590 2,602 2,713 - Perubahan Stok 348 (44) 453 445 213 (17) 476 350 278 293 320 - Ekspor 2,581 2,651 2,577 2,697 2,645 2,723 2,710 2,861 2,695 2,307 2,317 - Impor 2,337 2,324 2,530 2,583 2,301 2,310 2,545 2,619 2,638 2,471 2,305 Ekspor - Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 336 365 261 346 326 339 346 351 210 151 147 - Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 3,313 2,724 2,156 4,381 3,340 4,356 4,910 4,218 750 137 194 Impor - Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 44 88 80 123 63 47 81 50 74 65 50 - Volume Impor Non Migas (ribu ton) 32 58 47 65 54 58 83 91 134 90 101 Indeks Harga Konsumen - Kota Pontianak 97.54 98.96 101.32 101.84 103.98 105.99 110.48 111.74 113.94 115.88 117.72 - Kota Singkawang 99.13 100.1062 100.30 100.67 103.26 103.92 106.46 107.31 110.67 110.69 114.32 Laju Inflasi Tahunan (%,yoy) - Kota Pontianak 5.72 6.83 5.82 6.75 6.61 7.10 9.05 9.71 9.58 9.33 6.55 - Kota Singkawang 6.34 7.77 3.90 4.21 4.17 3.81 6.14 6.59 7.17 6.52 7.38 Perbankan Dana Pihak Ketiga (Rp Miliar) 28,856 30,352 31,060 32,000 32,407 33,509 34,720 36,273 36,407 38,648 39,648 - Tabungan 15,709 16,669 17,492 19,824 18,676 18,465 19,438 22,004 20,213 19,728 20,372 - Giro 5,663 6,345 6,206 4,628 5,970 6,780 6,688 4,873 6,368 8,120 8,060 - Deposito 7,485 7,337 7,362 7,548 7,761 8,264 8,595 9,396 9,826 10,800 11,216 Kredit (Rp Miliar) - Berdasarkan Lokasi Proyek 19,217 21,071 21,918 23,826 24,757 26,390 27,452 28,923 28,108 29,606 30,346 - Modal Kerja 6,704 7,620 7,699 8,811 8,569 9,369 9,501 10,135 9,969 10,517 10,791 - Investasi 4,221 4,536 4,646 4,993 5,791 6,076 6,471 7,034 6,180 6,758 6,893 - Konsumsi 8,292 8,915 9,572 10,022 10,397 10,945 11,480 11,753 11,959 12,330 12,662 Kredit UMKM (Rp Miliar) 6,108 6,629 6,759 7,368 7,649 8,696 9,011 9,624 10,039 11,243 11,014 - Modal Kerja 4,106 4,595 4,861 5,380 5,609 6,141 6,365 6,763 6,910 7,510 7,479 - Investasi 1,970 2,001 1,870 1,961 2,018 2,538 2,634 2,851 3,128 3,733 3,535 - Konsumsi 32 34 28 28 22 17 13 10 1 0 0 Loan to Deposit Ratio (%) 69.42 72.23 73.48 77.30 79.49 82.34 82.84 83.55 84.33 83.32 83.30 NPL Gross (%) 0.98 0.96 0.94 0.80 1.44 1.45 1.47 1.12 1.24 1.31 1.37 Sistem Pembayaran Transaksi RTGS - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) 897 1,142 1,160 1,399 1,093 1,175 1,167 1,197 1,084 1,462 1,531 - Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar) 790 918 987 1,180 965 972 886 938 825 890 878 Transaksi Kliring - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) 122 141 188 157 139 142 160 183 170 174 197 - Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar) 3,745 4,227 4,937 5,383 3,859 3,982 4,018 4,412 3,944 4,334 4,067 6

Miliar Rp % I. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH 1.1 Kajian Umum Pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III 2014 tercatat sebesar 5,01% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,12% (yoy). Untuk tiga triwulan pertama tahun 2014 pertumbuhan ekonomi tercatat 5,11%. Sejalan dengan perlambatan tersebut, perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 juga tercatat mengalami perlambatan. Perekonomian Kalimantan Barat tercatat tumbuh relatif rendah sebesar 4,45% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan 12000 Nilai g Nasional (yoy) 8 g Kalbar (yoy) 10000 7 6 8000 5 6000 4 4000 3 2 2000 1 0 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : Data BPS Provinsi Kalimantan Barat Grafik 1. 1 PDRB Provinsi Kalimantan Barat sebelumnya yang tercatat sebesar 4,53% (yoy). Pertumbuhan Kalimantan Barat tersebut juga tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang mampu mencapai 6,70% (yoy). Pada sisi permintaan, perlambatan perekonomian Kalimantan Barat pada periode laporan terutama dipengaruhi oleh kontraksi kinerja ekspor.sementara itu, di sisi sektoral, perlambatan terutama dipengaruhi oleh kontraksi pada sektor pertanian serta perlambatan pada sektor industri pengolahan dan sektor bangunan. 1.2 PDRB Menurut Penggunaan Tabel 1.1 PDRB Penggunaan Provinsi Kalimantan Barat (miliar Rp) Jenis Penggunaan 2012 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Konsumsi Rumah Tangga 4,401 4,427 4,552 4,615 4,676 4,715 4,813 4,893 4,988 5,070 5,215 Konsumsi Nirlaba 78 79 83 85 81 85 88 90 91 95 98 Konsumsi Pemerintah 941 979 1,047 1,238 1,013 1,073 1,163 1,303 1,093 1,157 1,247 PMTB 2,300 2,346 2,436 2,465 2,357 2,392 2,491 2,655 2,590 2,602 2,713 Perubahan Stok 348 (44) 453 445 213 (17) 476 350 278 293 320 Ekspor 2,581 2,651 2,577 2,697 2,645 2,723 2,710 2,861 2,695 2,307 2,317 Dikurangi Impor 2,337 2,324 2,530 2,583 2,301 2,310 2,545 2,619 2,638 2,471 2,305 PDRB 8,311 8,115 8,618 8,963 8,684 8,661 9,196 9,534 9,097 9,053 9,605 Sumber : Data BPS Prov. Kalimantan Barat Pada sisi permintaan, komponen yang dominan dalam pembentukan PDRB Kalimantan Barat bersumber dari permintaan domestik, yaitu konsumsi dan investasi, yang memiliki pangsa mencapai 96,55% dari total PDRB. Konsumsi mencatat kinerja yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya, khususnya pada konsumsi rumah tangga.investasi juga menunjukkan akselerasi pada 7

triwulan laporan.pada sisi lain, kontraksi yang cukup dalam ditunjukkan oleh perdagangan luar negeri Provinsi Kalimantan Barat, khususnya ekspor. 1.2.1 Konsumsi Pada triwulan III 2014, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 8,36% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,53% (yoy). Sementara itu, konsumsi pemerintah menunjukkan perlambatan dari 7,81% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 7,25% (yoy) pada triwulan laporan. Terjaganya konsumsi rumah tangga di Kalimantan Barat antara lain didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat seiring dengan periode perayaan Idul Fitri dan Sembahyang Kubur. Selain itu, pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada awal triwulan juga turut mendorong permintaan pada triwulan laporan.dari sisi pendapatan, pencairan gaji ke-13 pegawai negeri sipil yang secara nominal meningkat 6% berdampak pada terjaganya konsumsi masyarakat pada triwulan III 2014. Peningkatan konsumsi masyarakat juga diindikasikan oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, dimana indeks pembelian barang konsumsi tahan lama tercatat sebesar 149,50 pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 141,00. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut terutama pada jenis barangelektronik dan peralatan rumah tangga.hal tersebut juga sejalan dengan akselerasi penyaluran kredit rumah tangga di Kalimantan Barat untuk pembelian perlengkapan sebesar 14,10% (yoy) pada triwulan laporan setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Peningkatan konsumsi juga tercermin dari data nilai tukar petani BPS Provinsi Kalimantan Barat, dimana terdapat peningkatan indeks harga yang dibayar petani, khususnya untuk konsumsi rumah tangga dari 112,45 menjadi 113,85 pada triwulan laporan. Sementara itu, meskipun konsumsi pemerintah pada triwulan III 2014 didorong oleh pencairan gaji ke-13 PNS serta realisasi anggaran pemerintah pusat terkait pelaksanaan Pemilu Presiden, konsumsi pemerintah tercatat mengalami perlambatan sebesar 7,25% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,81% (yoy). Perlambatan tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh masih belum optimalnya penyerapan APBD di sejumlah kota/kabupaten di Kalimantan Barat. Hal tersebut antara lain diindikasikan oleh outstanding giro pemerintah di perbankan Kalimantan Barat pada triwulan laporan yang relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, perlambatan pada konsumsi pemerintah juga diperkirakan merupakan dampak dari pemotongan anggaran kementerian dan lembaga di pemerintah pusat sebagai akibat cukup tingginya defisit anggaran. 8

116 114 112 110 108 106 104 102 100 Indeks Harga Yang Dibayar Petani 98 Konsumsi Rumah Tangga 96 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : BPS Kalimantan Barat, diolah 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% -20.00% -40.00% -60.00% -80.00% Indeks Pembelian Barang Konsumsi Tahan Lama gkredit Perlengkapan (yoy) Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah 155.00 145.00 135.00 125.00 115.00 105.00 95.00 Grafik 1. 2 Indeks Harga Yang Dibayar Petani Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1. 3 Tingkat Konsumsi Barang Tahan Lama dan Penyaluran Kredit Perlengkapan 1.2.2 Investasi Investasi Provinsi Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 tercatat mengalami akselerasi sebagaimana tercermin pada pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 8,90% (yoy), relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,78% (yoy). Peningkatan investasi tersebut diindikasikan antara lain oleh data realisasi investasi di provinsi Kalimantan Barat, khususnya penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang tercatat mencapai Rp1,42 triliun, atau mengalami akselerasi mencapai 700,86% (yoy) dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 124,60% (yoy). Sementara itu, penanaman modal asing (PMA) tercatat tumbuh relatif rendah sebesar 8,33% (yoy) menjadi sebesar 142 juta USD. Tabel 1.2 Perkembangan Investasi di Kalimantan Barat 2012 2013 2014 Keterangan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 PMDN (Miliar Rp) 903.4 754.4 564.0 589.2 202.7 172.3 177.2 1,970.0 1,570.4 386.9 1,419.1 PMA (US$ Juta) 120.7 92.1 78.7 106.0 116.8 134.7 131.1 267.7 237.3 274.1 142.0 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Data total realisasi investasi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan total realisasi investasi di Kalimantan Barat sampai triwulan laporan mencapai Rp8,99 triliun atau meningkat jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat mencapai Rp7,63 triliun. Investasi PMDN terbesar merupakan investasi pada subsektor perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan minyak kelapa sawit.sementara itu, investasi PMA sebagian besar merupakan investasi pada sektor industri pengolahan logam dasar, khususnya untuk bijih bauksit dan bijih besi.selain investasi dimaksud, berlanjutnya penyelesaian 9

proyek-proyek pemerintah, khususnya dalam rangka realisasi proyek MP3EI di Kalimantan Barat, juga mendorong pertumbuhan investasi di Kalimantan Barat pada triwulan laporan. Keterangan Tabel 1.3 Perkembangan Realisasi Investasi di Kalimantan Barat (Rp miliar) 1 Akumulasi (Q1-Q3) 2013 2014 Target Akhir Tahun Realisasi Akhir Tahun Akumulasi (Q1-Q3) Target Akhir Tahun PMDN 3,614.43 6,190.00 6,300.00 1,922.34 2,480.00 PMA 4,017.23 6,190.00 4,080.00 3,423.50 11,060.00 PDKPM**) - - 2,230.00 3,648.51 TOTAL 7,631.66 12,380.00 12,610.00 8,994.35 17,988.70 Sumber : BPMPTSP Provinsi Kalimantan Barat 1.2.3 Ekspor - Impor Kinerja ekspor luar negeri Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 menunjukkan kontraksi yang cukup dalam meskipun tidak sedalam triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, ekspor mengalami kontraksi sebesar 14,50% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya ekspor mengalami kontraksi mencapai 15,31% (yoy). Sementara itu, impor Kalimantan Barat juga mengalami kontraksi sebesar 9,44% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 6,97% (yoy). Penurunan kinerja ekspor diindikasikan oleh penurunan ekspor Kalimantan Barat ke luar negeri, dimana pada triwulan laporan nominal ekspor hanya tercatat sebesar 146,81 juta USD atau mengalami kontraksi 57,37% (yoy). Dari sisi volume, data ekspor juga menunjukkan penurunan yang signifikan, dimana pada triwulan laporan volume ekspor Kalimantan Barat ke luar negeri tercatat sebesar 193,96ribu ton atau mengalami kontraksi hingga mencapai 96,05% (yoy). Kontraksi tersebut terutama terjadi akibat kontraksi pada ekspor komoditas utama Kalimantan Barat, yaitu karet seiring dengan masih belum pulihnya permintaan. Selain itu, dampak dari optimalisasi ekspor bauksit pada tahun 2013 juga berdampak pada kontraksi ekspor di triwulan laporan pasca implementasi UU Minerba terkait pembatasan ekspor barang tambang mentah. Sementara itu, ekspor komoditas utama lainnya, yaitu kayu, menunjukkan peningkatan sebesar 8,56% (yoy), setelah mengalami kontraksi sejak tahun 2013. 1 PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri, PMA : Penanaman Modal Asing, PDKPM : Perangkat Daerah Kab/Kota di Bidang Penanaman Modal 10

Sumber : Bank Indonesia, diolah Tabel 1.4 Nominal Ekspor Luar Negeri Kalimantan Barat Berdasarkan HS2 (ribu USD) Komoditas 2012 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Karet dan Barang dari Karet (HS40) 167,815 224,422 131,103 144,527 155,725 136,685 124,495 153,081 127,473 85,329 76,021 Kayu, Barang dari Kayu (HS44) 62,092 49,225 46,006 46,548 50,039 45,869 41,360 46,907 39,454 44,546 44,899 Lemak dan minyak dari hewan/nabati (HS15) 731 1,823 3,880 5,567 4,301 6,724 4,039-11,839 8,943 8,511 Ampas/Sisa Industri Makanan (HS23) 1,647 1,723 2,441 2,248 2,492 2,283 2,784 3,547 3,822 4,133 4,092 Biji-bijian berminyak (HS12) 805 385 527 707 774 604 615 443 1,026 1,438 651 Ikan dan Udang (HS03) 3,445 2,697 2,283 3,245 2,126 3,057 2,174 2,782 2,866 1,416 2,619 Buah-buahan dan kacang-kacangan (HS08) 359 482 546 92 162 290 179 383 530 1,355 972 Perabot, penerangan rumah (HS94) 263 771 717 1,003 540 357 490 690 646 821 498 Olahan dari Tepung (HS19) 779 356 379 838 472 611 239 476 393 547 291 Bijih, Kerak, dan Abu Logam (HS26) 111,589 84,116 70,221 136,281 105,872 138,295 163,950 137,140 18,880 103 - Total 10 Golongan 349,524 366,001 258,104 341,056 322,503 334,774 340,324 345,451 206,929 148,631 138,555 Total Ekspor 351,261 375,792 260,315 345,926 326,599 338,795 344,414 350,014 210,622 150,620 146,809 250,000 200,000 Nominal Growth (yoy) 30% 20% 10% 450 400 350 150,000 0% -10% 300 250 100,000-20% -30% 200 150 50,000-40% 100 - Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3-50% -60% 50 0 I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2012 2013 2014 Sumber : Bank Indonesia, diolah Grafik 1. 4 Ekspor Karet Sumber : Bloomberg Grafik 1. 5 Harga Internasional Karet (USD Cent/kg) Pada triwulan laporan, nominal ekspor karet mengalami kontraksi sebesar 38,94% (yoy), atau lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 37,57% (yoy). Kontraksi ekspor karet dipengaruhi oleh masih belum pulihnya permintaan dunia yang antara lain dipengaruhi oleh perekonomian di negara Tiongkok yang tumbuh relatif terbatas akibat menurunnya aktivitas produksi di negara tersebut. Tingginya stok karet di negara tersebut juga berpengaruh terhadap tren penurunan harga karet, dimana pada triwulan III 2014 harga internasional karet masih berada pada tren penurunan dimana tercatat sebesar 219,56 USD Cent/kg, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 237,02 USD Cent/kg. 11

Komoditas Sumber : Bank Indonesia, diolah Tabel 1.5 Nominal Impor Kalimantan Barat Berdasarkan HS2 (ribu USD) Dari sisi impor, kontraksi impor terindikasi oleh kontraksi pada impor luar negeri Kalimantan Barat, dimana pada triwulan laporan, nominal impor luar negeri mengalami kontraksi cukup dalam sebesar 38,95% (yoy) menjadi sebesar 49,61 juta USD. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh kontraksi pada impor komoditas kapal pada triwulan laporan.dari sisi volume, impor luar negeri Kalimantan Barat tercatat sebesar 101,21 ribu ton atau melambat 22,39% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 55,64% (yoy). Impor Kalimantan Barat didominasi oleh impor komoditas garam, belerang dan kapur, serta pupuk. 1.3 PDRB Sektoral Sumber : Data BPS Provinsi Kalimantan Barat 2012 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Mesin-mesin/pesawat mekanik (HS84) 18,250 47,661 44,939 52,642 28,616 13,399 13,782 11,432 10,524 16,376 15,485 Kapal Laut dan Bangunan Terapung (HS89) 3,827 9,824 22,518 39,232 4,457 17,491 44,933 17,780 33,122 13,347 4,493 Pupuk (HS31) 4,746 5,097 2,758 5,793 1,084 206 1,228 1,153 4,281 6,150 9,561 Benda-benda dari Besi dan Baja (HS73) 2,072 4,169 1,234 4,940 1,825 455 299 795 3,171 5,680 1,715 Kendaraan dan Bagiannya (HS87) 586 424 1,137 887 1,331 639 856 580 1,357 3,365 1,715 Besi dan Baja (HS72) 2,638 4,302 1,447 5,889 353 2,082 3,530 1,808 1,780 2,666 2,627 Garam, Belerang, Kapur (HS25) 979 1,252 1,727 2,796 2,652 3,147 3,614 3,833 4,299 2,611 3,377 Bahan Ampas/Sisa Industri Makanan (HS23) 310 222 674 515 5,003 1,135 809 1,334 2,720 2,429 2,855 Biji-bijian berminyak (HS12) 1,479 905 3,260 1,075 1,741 1,207 814 1,542 678 2,181 1,473 Perlengkapan rumah tangga (HS94) 248 273 96 632 210 157 1,381 317 865 1,877 340 Total 10 Golongan Barang 35,137 74,129 79,791 114,402 47,272 39,917 71,246 40,574 62,796 56,681 43,641 Total Impor 43,761 88,315 87,695 122,893 62,715 47,262 81,255 50,351 74,061 65,309 49,604 Tabel 1.6 Pertumbuhan PDRB Sektoral (%-yoy) Sektor 2012 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 1. Pertanian 4.82% 0.96% 5.28% 4.06% 2.84% 11.39% 8.45% 7.76% 4.10% 0.18% -1.42% 2. Pertambangan & Penggalian 6.47% 4.48% 4.73% 4.99% 5.33% 4.92% 4.32% 4.28% -1.09% 4.80% 7.21% 3. Industri Pengolahan 6.03% 2.16% 3.30% 1.78% 3.82% 5.37% 3.41% 4.59% 5.06% 6.59% 1.42% 4. Listrik,Gas & Air Bersih 5.32% 4.52% 3.78% 4.85% 4.13% 3.89% 4.85% 5.02% 2.69% 3.78% 5.31% 5. Bangunan 12.07% 8.64% 8.94% 9.72% 9.57% 5.42% 2.31% 6.39% 7.58% 11.60% 9.23% 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 6.91% 6.70% 6.59% 6.23% 3.79% 4.79% 7.56% 5.46% 4.93% 5.40% 6.36% 7. Angkutan & Komunikasi 6.49% 9.44% 5.61% 4.91% 5.44% 6.45% 8.07% 8.14% 5.40% 6.71% 9.83% 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 6.96% 7.35% 7.29% 5.50% 5.28% 8.18% 7.17% 5.02% 2.78% 5.01% 5.88% 9. Jasa - jasa 8.20% 9.85% 6.79% 7.62% 5.76% 4.58% 8.54% 7.05% 4.85% 1.23% 7.62% PDRB 6.67% 5.43% 5.87% 5.29% 4.48% 6.73% 6.70% 6.37% 4.76% 4.53% 4.45% Kinerja perekonomian Provinsi Kalimantan Barat secara sektoral pada triwulan III 2014 ditandai dengan kontraksi pada sektor pertanian sebagai salah satu sektor perekonomian utama Kalimantan Barat. Sektor perekonomian utama lainnya, yaitu sektor industri pengolahan juga menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 bersumber dari sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor angkutan dan komunikasi, serta sektor jasa, dimana ketiganya memberikan kontribusi sebesar 3,28% dari angka pertumbuhan secara keseluruhan sebesar 4,45% (yoy). Sementara itu, struktur perekonomian Provinsi Kalimantan Barat masih didominasi oleh sektor pertanian, sektor PHR dan sektor industri pengolahan, yang membentuk pangsa 59,80%. 12

Jasa 0.94% Keuangan 0.34% Angkutan PHR Bangunan LGA 0.02% 0.80% 0.97% 1.37% Industri 15.15% PHR 21.98% Lainnya, 36.08% Angkutan & Komunikasi 10.40% Bangunan 9.12% Keuangan 5.78% Jasa - jasa 12.72% Industri 0.22% Pertanian 22.68% Pertambangan Pertanian 0.12% -0.34% LGA 0.41% Pertambangan 1.77% Sumber : Data BPS Prov. Kalbar, diolah Grafik 1. 6 Kontribusi Terhadap Pertumbuhan Sumber : Data BPS Prov. Kalbar, diolah Grafik 1. 7 Pangsa Tiap Sektor Terhadap PDRB 1.3.1 Sektor Pertanian Tabel 1.7Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian (yoy) Sektor 2012 2013 2014 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 PERTANIAN 4.82% 0.96% 5.28% 4.06% 2.84% 11.39% 8.45% 7.76% 4.10% 0.18% -1.42% a. Tanaman Bahan Makanan 5.86% -8.34% 6.33% 1.18% -0.08% 26.14% 9.58% 12.80% 3.48% -10.76% -0.58% b. Tanaman Perkebunan 5.12% 7.08% 5.09% 7.46% 9.01% 7.35% 11.38% 5.53% 5.93% 7.16% -5.08% c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 3.73% 4.49% 5.14% 4.03% -0.41% 3.47% 3.36% 4.97% 5.38% 5.77% 6.09% d. Kehutanan -2.21% 1.15% 1.21% 1.53% -0.20% -2.55% -3.24% -0.95% -0.93% -1.67% -2.86% e. Perikanan 2.29% 2.44% 4.20% 4.21% 2.05% 1.94% 3.56% 2.72% 1.03% 2.81% 3.22% Sumber : BPS Prov. Kalbar, diolah Pada triwulan III 2014, sektor pertanian mengalami kontraksi mencapai 1,42% (yoy), sementara pada triwulan sebelumya sektor pertanian pun hanya mampu tumbuh 0,18% (yoy). Kontraksi tersebut terutama dipengaruhi kontraksi pada subsektor tanaman bahan makanan (tabama) dan subsektor tanaman perkebunan.sementara subsektor lainnya yang mengalami kontraksi adalah subsektor kehutanan. Kinerja subsektor tabama pada periode laporan menunjukkan kontraksi 0,58% (yoy), relatif tidak sedalam triwulan sebelumnya dimana subsektor tabama mengalami kontraksi mencapai 10,76% (yoy). Kontraksi tersebut antara lain diindikasikan oleh luas panen padi yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 57,98 ribu Ha, atau mengalami kontraksi 26,25% (yoy). Rendahnya luas panen tersebut antara lain dipengaruhi oleh kondisi cuaca kering yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman padi sehingga menyebabkan gagal panen di beberapa daerah Kalimantan Barat. Beberapa daerah, antara lain Kabupaten Sambas dan Singkawang, mengalami gagal panen akibat tidak tersedianya sumber air yang memadai di tengah cuaca panas yang berkepanjangan. Sementara itu, 13

Ton Hektar cuaca panas juga mempengaruhi populasi hama belalang di Ketapang yang menyebabkan gagal panen di daerah tersebut. 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 - Luas Panen Pertumbuhan-yoy (RHS) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% 500 mm 400 300 200 100 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : Distan Prov. Kalbar, diolah Grafik 1. 8 Luas Panen Padi 2012 2013 2014 Sumber : BMKG Supadio Pontianak, diolah Grafik 1. 9 Curah Hujan Sementara itu, subsektor tanaman perkebunan menunjukkan kontraksi sebesar 5,08% (yoy) pada triwulan III 2014, meskipun mampu tumbuh mencapai 7,16% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Kontraksi tersebut antara lain dipengaruhi oleh kinerja subsektor perkebunan kelapa sawit, dimana produksi tandan buah segar (TBS) tercatat sebesar 1,23 juta ton, atau tumbuh melambat sebesar 38,85% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh cukup tinggi sebesar 61,45% (yoy). Cuaca kering berdampak pada penurunan 1,400,000 Produksi gproduksi-rhs (yoy) 70% 1,200,000 60% 50% 1,000,000 40% 800,000 30% 20% 600,000 10% 400,000 0% -10% 200,000-20% - -30% Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : Disbun Prov. Kalbar, diolah Grafik 1. 10 Produksi Tandan Buah Segar Sawit produktivitas tanaman sawit di beberapa perusahaan sawit terbesar di Kalimantan Barat pada triwulan laporan. Dari sisi harga, pergerakan harga TBS juga penurunan cukup besar, dimana pada triwulan laporan harga rata-rata TBS tercatat pada level Rp1.591/kg, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat pada level Rp1.757/kg. Di sisi lain, produksi tanaman karet terusmengalami penurunan akibat rendahnya aktivitas petani menoreh getah karet. Rendahnya aktivitas petani tersebut antara lain dipengaruhi oleh kurang bergairahnya petani akibat harga karet yang belum berangsur membaik. Harga karet di tingkat petani terus menurun berada pada kisaran Rp5.000 Rp6.000 per kg pada periode laporan. Di tingkat 14

internasional, harga karet masih menunjukkan tren penurunan. Pada triwulan laporan, harga internasional karet tercatat pada level 219,56USD cent/kg, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat di level 237,02 USD cent/kg. Selain itu, berdasarkan informasi pelaku usaha, penurunan produksi karet antara lain dipengaruhi oleh semakin banyaknya konversi lahan perkebunan karet menjadi lahan perkebunan sawit, serta rendahnya produktivitas tanaman karet akibat usia tanaman yang sudah tua. Menyikapi hal tersebut, kiranya peran pemerintah dapat lebih dioptimalkan, misalnya dalam pemberian bantuan baik berupa bibit unggul maupun tenaga penyuluh perkebunan yang dapat membina petani dalam peremajaan dan perawatan tanaman karet. 1.3.2 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Pada triwulan III 2014, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 6,36% (yoy), atau menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,40% (yoy). Berdasarkan subsektornya, akselerasi kinerja terjadi terutama pada subsektor perdagangan dan restoran, sementara subsektor hotel menunjukkan perlambatan. Kinerja subsektor perdagangan tumbuh 6,39% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,40% (yoy). Peningkatan tersebut tercermin dari peningkatan volume petikemas melalui pelabuhan Kota Pontianak. Impor dan bongkar petikemas pada triwulan laporan tercatat mencapai 451,74 ribu ton atau tumbuh meningkat 37,01% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 32,10% (yoy). Peningkatan kinerja subsektor perdagangan antara lain didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada Ton 600000 Dlm Negeri Luar Negeri 500000 400000 300000 200000 100000 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : PT. Pelindo II Cab. Pontianak, diolah Grafik 1. 11 Volume Petikemas triwulan laporan terutama seiring dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden pada awal triwulan serta kegiatan perayaan masyarakat, yaitu Idul Fitri dan Sembahyang Kubur. 15

10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Pajak Restoran Pertumbuhan-RHS (yoy) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak Grafik 1. 12 Perolehan Pajak Restoran Sementara itu, subsektor restoran juga menunjukkan kinerja yang meningkat, dimana pada triwulan laporan tumbuh 5,84% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh 5,19% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut antara lain diindikasikan oleh peningkatan pertumbuhan perolehan pajak restoran oleh Pemerintah Kota Pontianak, yang tercatat mencapai Rp8,82 miliar atau tumbuh 15,78% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,10% (yoy). Akselerasi pada subsektor restoran antara lain didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat seiring dengan kegiatan perayaan pada triwulan laporan. 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Orang 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Jumlah Wisman Pertumbuhan (% yoy) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber: BPS Prov. Kalimantan Barat 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% 70 60 50 40 % 30 20 10 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : BPS Provinsi Kalbar, diolah Grafik 1. 13 Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1. 14 Tingkat Hunian Hotel Di sisi lain, subsektor hotel menunjukkan perlambatan kinerja, dimana pada triwulan laporan hotel tumbuh 5,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan pada triwulan II 2014 dimana hotel tumbuh 6,35% (yoy). Perlambatan tersebut antara lain terjadi seiring dengan perlambatan yang terjadi pada kunjungan wisatawan ke Kalimantan Barat yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 3,47% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang cenderung tumbuh stabil 0,60% (yoy). Perlambatan pada subsektor hotel tercermin pada penurunan rata-rata tingkat hunian hotel di Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 sebesar 49,28%, lebih rendah dibandingakn triwulan II 2014 sebesar 51,58% (yoy). 16

1.3.3 Sektor Angkutan dan Komunikasi Orang 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 - Pesawat Kapal Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber:PT. Pelindo II Cab. Pontianak BPS Prov. Kalimantan Barat Grafik 1. 15 Perkembangan Jumlah Penumpang Pada triwulan III 2014, kinerja sektor angkutan dan komunikasi mengalami akselerasi cukup tinggi sebesar 9,83% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,71% (yoy). Akselerasi terjadi baik pada subsektor angkutan maupun subsektor komunikasi. Subsektor angkutan tercatat tumbuh 6,14% (yoy) atau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,34% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut antara lain diindikasikan dengan meningkatnya mobilitas penumpang di Kalimantan Barat pada triwulan laporan seiring dengan perayaan Idul Fitri dan Sembahyang Kubur. Jumlah penumpang yang berangkat dari Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 tercatat mencapai 359,29 ribu orang atau tumbuh 1,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi mencapai 5,42% (yoy). Peningkatan jumlah penumpang terutama terjadi pada penumpang dengan moda transportasi udara yang tercatat tumbuh 7,97% (yoy) mencapai 323,10 ribu penumpang, dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan pertumbuhan jumlah penumpang sebesar 1,01% (yoy). 1.3.4 Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 tumbuh 1,42% (yoy), atau mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dimana sektor tersebut mampu tumbuh mencapai 6,59% (yoy). Perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh perlambatan kinerja pada subsektor industri utama di Kalimantan Barat, yaitu industri pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dan industri pengolahan karet.sementara itu, belum beroperasinya smelter secara komersil juga cenderung menahan pertumbuhan sektor industri pengolahan di Kalimantan Barat. Pada triwulan III 2014, perkembangan industri CPO mengalami perlambatan, yang diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan produksi CPO yang tercatat mencapai 268,04 ribu ton atau tumbuh 40,63% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 64,81% (yoy). Perlambatan produksi tersebut dipengaruhi oleh penurunan bahan baku seiring dengan turunnya produksi TBS di Kalimantan Barat. Sementara itu, dari sisi permintaan, permintaan dari Tiongkok masih belum pulih akibat kondisi perekonomian negara tersebut yang masih terindikasi melemah, namun demikian permintaan impor dari India relatif meningkat.pada sisi pasar domestik, pemerintah meyakini bahwa program mandatori biodiesel 10% yang akan diterapkan 17

pada kuartal terakhir 2014 akan mendorong peralihan dari bahan baku tujuan ekspor menjadi CPO untuk memenuhi pasokan dalam negeri. Dari sisi harga, harga komoditas CPO internasional tercatat terus mengalami pelemahan, dimana pada triwulan III 2014, harga CPO tercatat pada level 692,93 USD/metric ton atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat pada level 796,50 USD/metric ton. Seiring dengan hal tersebut, harga rata-rata CPO di Kalimantan Barat juga menunjukkan penurunan dimana pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp7.974/kg, sementara pada triwulan II 2014 berada pada level Rp8.586/kg. Tekanan harga CPO di level internasional dipengaruhi oleh kenaikan persediaan CPO di Malaysia diiringi dengan kebijakan pengetatan pembiayaan terhadap perdagangan komoditi di Tiongkok. Selain itu, tingginya produksi minyak biji-bijian dan minyak kelapa sampai beberapa waktu yang akan datang, antara lain seiring dengan puncak produksi minyak kedelai di Amerika Serikat, turut memberikan tekanan pada harga CPO. 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 - Produksi (ton) gproduksi-rhs (yoy) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% USD/metric ton 1200 1000 800 600 400 200 0 CPO Karet USD cent/kg Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 2012 2013 2014 Sumber : Dinas Perkebunan Kalbar, diolah Grafik 1. 16 Produksi CPO Kalimantan Barat Sumber : Bloomberg 2012 2013 2014 Grafik 1. 17 Harga Internasional Karet dan CPO Sementara itu, kinerja sektor industri karet masih belum menunjukkan pemulihan. Hal tersebut diindikasikan oleh produksi karet pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 44,37 ribu ton atau mengalami kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu 17,12% (yoy). Kontraksi tersebut selain dipengaruhi oleh relatif rendahnya produksi karet pada periode laporan, juga dipengaruhi oleh pertumbuhan permintaan yang terbatas seiring dengan potensi pelemahan ekonomi Tiongkok dan tingginya stok karet di negara tersebut. 18

Ton 70,000 Volume gvolume-rhs (yoy) 40% 60,000 50,000 20% 40,000 0% 30,000 20,000-20% 10,000 - -40% Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : Gapkindo Prov. Kalbar Grafik 1. 18 Produksi Karet Kalimantan Barat Dari sisi harga, harga internasional karet pada triwulan laporan tercatat pada level 219,56 USD Cent/kg, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dimana harga internasional karet tercatat sebesar 237,02 USD Cent/kg. Koreksi harga karet dipengaruhi oleh masih lemahnya permintaan sementara pasokan karet tercatat tinggi.berdasarkan informasi pelaku usaha, pasokan karet di Qingdao (daerah penyimpanan stok karet di Tiongkok) mengalami oversupply seiring dengan tingginya produksi dari beberapa negara di Asia Tenggara, khususnya Vietnam dan Kamboja. Harga komoditas diperkirakan akan mengalami tekanan lebih lanjut seiring dengan potensi kenaikan suku bunga Amerika Serikat. Sejumlah perusahaan di industri pengolahan karet Kalimantan Barat menempuh strategi menahan ekspor menunggu peningkatan harga karet. Belum optimalnya kinerja sektor industri pengolahan karet juga dipengaruhi oleh adanya regulasi pemerintah yang berdampak pada meningkatnya biaya produksi perusahaan.selain itu, persaingan usaha yang semakin ketat seiring dengan adanya kemudahan pemberian izin, juga berpengaruh terhadap kinerja industri tersebut. 1.3.5 Sektor Lainnya 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Rp juta Pajak Hiburan dan Reklame Pertumbuhan-RHS (yoy) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2012 2013 2014 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak Grafik 1. 19 Perolehan Pajak Hiburan Pada triwulan III 2014, kinerja sektor jasa menunjukkan akselerasi yang cukup tinggi, dimana sektor jasa tumbuh 7,62% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,23% (yoy). Peningkatan pertumbuhan pada sektor jasa antara lain ditandai dengan perolehan pajak reklame dan hiburan di Kota Pontianak yang mencapai Rp5,05 miliar atau tumbuh 18,42% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,45% (yoy). Peningkatan tersebut antara lain didorong oleh penyelenggaraan beberapa kegiatan perayaan masyarakat pada triwulan laporan, termasuk Idul Fitri, Sembahyang Kubur dan Pemilihan Umum Presiden. 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 19

Ton Miliar Rp % 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 - Volume Pertumbuhan (yoy) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 80% 60% 40% 20% 0% -20% 1,000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 - Kredit Konstruksi Pertumbuhan (yoy) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2012 2013 2014 2012 2013 2014 Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1. 20 Pengadaan Semen di Kalimantan Barat Sumber : LBU Bank Indonesia Grafik 1. 21 Penyaluran Kredit Sektor Konstruksi Kalimantan Barat Di sisi lain, kinerja sektor konstruksi di Kalimantan Barat pada triwulan laporan tercatat tumbuh 9,23% (yoy), atau relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,60% (yoy). Perlambatan tersebut antara lain diindikasikan oleh perlambatan penyaluran semen di Kalimantan Barat, dimana pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 245,58 ribu ton atau tumbuh 15,29% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 26,80% (yoy). Perlambatan juga diindikasikan oleh melambatnya penyaluran kredit ke sektor konstruksi sebesar 6,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 14,31% (yoy). 20

Boks: Inkubator Bisnis UMKM Sebagai Dukungan Bank Indonesia Dalam Mencetak Wirausaha Mandiri Program Inkubator Bisnis UMKM merupakan program pelatihan inisiatif dari Bank Indonesia dan Lembaga Swa Bina Prakarsa sebagai upaya untuk menciptakan wirausaha baru yang mandiri. Walaupun selama ini program pelatihan serta seminar kewirausahaan telah banyak diselenggarakan, namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kelemahan dari program pelatihan kewirausahaan yang ada. Keterbatasan waktu pelatihan serta tidak komprehensifnya materi yang disampaikan menjadi dua tantangan utama yang menyebabkan sebagian besar UMKM seringkali tidak mendapatkan bekal pengetahuan yang lengkap/ menyeluruh dalam mengelola usaha mereka. Program inkubator bisnis dirancang untuk dapat memenuhi kriteria tersebut yaitu dengan memberikan pengetahuan kewirausahaan secara lengkap, menyediakan waktu belajar (masa inkubasi) yang cukup untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang kuat, serta memiliki sarana belajar yang memadai (layaknya sekolah). Pelatihan Inkubator Bisnis UMKM tidak hanya diharapkan akan dapat membekali pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengembangkan usaha yang dimiliki, namun konsep inkubator bisnis diharapkan juga akan dapat menopang pemerintah dalam mengembangkan perekonomian rakyat melalui pengembangan sektor riil, membantu menciptakan lapangan kerja mandiri, mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada pada pelaku usaha mikro dan kecil, serta mengurangi pengangguran. Program pelatihan ini dilakukan selama enam bulan secara berkesinambungan, dimana pada setiap minggunya, yaitu pada hari Sabtu, peserta akan mendapatkan materi teori mengenai kewirausahaan di dalam kelas, dan praktek lapangan di pasar pada hari Minggu. Selain itu, sepanjang hari Senin hingga Jumat peserta inkubator akan mencoba praktek di rumah dan melaporkan hasilnya kemudian. Melalui mekanisme inkubator peserta pelatihan/umkm diharapkan akan dapat mengatasi permasalahan mendasar yang dihadapi dalam pengembangan usaha, diantaranya: basic mentality, Manajemen Organisasi, Manajemen Produksi, Manajemen Keuangan, Pemasaran, Pengetahuan Perbankan, Komputasi UMKM, hingga Teknologi Informasi. Proses pelatihan inkubator bisnis terbagi menjadi tujuh fase pelatihan yang berkesinambungan dan diakhiri dengan fase Wisuda pada akhir masa program. Berikut adalah ketujuh fase pelatihan kewirausahaan pada program Inkubator Bisnis. 21

Selain fokus dalam pengembangan kemampuan pelaku UMKM dalam mengelola usaha, melalui pelatihan inkubator bisnis para pelaku UMKM diharapkan dapat lebih eligible dan bankable dalam mengakses kredit ke perbankan. Pasalnya, melalui program inkubator bisnis terutama pada Fase 5 yakni Penataan Administrasi Keuangan, pelaku usaha akan dilatih untuk dapat mencatat transaksi harian yang terjadi secara Grafik Fase Pelatihan lebih sistematis, kemudian memasukkannya ke dalam software sederhana. Kemampuan dalam mendokumentasian transaksi keuangan melalui pencatatan dan laporan keuangan yang memadai serta usaha yang sehat pada akhirnya akan dapat meningkatkan kapasitas dan elijibilitas UMKM dalam mengakses pembiayaan perbankan. Program inkubator bisnis telah dilakukan sejak tahun 2012, dan hingga saat ini terdapat lima angkatan wirausaha mandiri yang telah lulus dalam program pelatihan inkubator bisnis, dengan rata-rata peserta mencapai 20 hingga 30 pelaku usaha mikro dan kecil. Rata-rata peserta berasal dari berbagai latar belakang usaha, dengan persentase terbesar adalah pengusaha makanan (60%), diikuti oleh usaha jasa (20%), dan sisanya adalah bidang usaha kreatif. Saat ini program inkubator bisnis juga telah membuka cabang (replikasi) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-A Pontianak pada bulan Februari 2014, dan selanjutnya akan direplikasi kembali di Kecamatan Kakap yang bekerjasama dengan PNPM. Harapannya program inkubator bisnis tidak hanya diterapkan terbatas pada wilayah Provinsi Kalimantan Barat namun pengembangan inkubator bisnis dapat pula diterapkan secara luas di seluruh Indonesia sebagai upaya dalam menopang pengembangan dan penguatan ekonomi rakyat melalui UMKM yang mandiri sekaligus sebagai langkah dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Melalui program pelatihan inkubator bisnis UMKM diharapkan dapat meningkatkan daya saing hasil produksinya melalui peningkatan kapasitas produksi, inovasi, dan adopsi teknologi serta sistem penataan administrasi keuangan yang baik. Tidak menutup kemungkinan bahwa kedepannya UMKM akan dapat memperoleh sumber modal yang lebih luas apabila proses pencatatan keuangan yang diterapkan telah sesuai dengan standar akuntansi internasional yang berlaku. 22

II. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 2.1. Gambaran Umum 2 Tekanan harga barang dan jasa di Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 secara tahunan relatif terkendali, tercermin dari tingkat inflasi yang lebih rendah dari triwulan II 2014. Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh pengaruh base effect 3 akibat kenaikan harga BBM Bersubsidi yang memicu tingginya Indeks Harga Konsumen (IHK) pada pertengahan 2013 dan membuat inflasi tahunan di triwulan III 2014 relatif lebih rendah. Tercatat tekanan inflasi Kalimantan Barat pada periode laporan mencapai 6,67% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan inflasi pada triwulan II 2014 yang mencapai 8,69% (yoy). Meskipun mengalami penurunan dan relatif searah dengan tren inflasi nasional, namun tekanan inflasi Kalimantan Barat pada periode laporan tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 4,53% (yoy). Di sisi lain, even musiman keagamaan puasa dan lebaran di awal triwulan serta realisasi kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian harga beberapa komoditas, seperti LPG, Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan PDAM memicu kenaikan laju inflasi triwulanan Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 yang mencapai 1,88% (qtq) relatif lebih tinggi dari triwulan II 2014 yang mencapai 1,41% (qtq) (Grafik 2.1 dan 2.2). %-yoy Kalbar Nasional %-qtq Kalbar Nasional 6,15 5,53 5,41 5,02 8,90 8,98 8,53 8,69 7,90 8,08 7,32 6,70 6,67 I II III IV I II III 2013 2014 4,53 Sumber: BPS Kalbar, diolah Grafik 2. 1 Inflasi Tahunan Kalimantan Barat dan Nasional 2,092,13 1,69 1,17 3,813,78 1,05 0,80 2,17 1,41 1,41 0,57 1,88 1,68 I II III IV I II III 2013 2014 Sumber: BPS Kalbar, diolah Grafik 2. 2 Inflasi Triwulanan Kalimantan Barat dan Nasional 2 Mulai 2014, BPS melakukan perubahan tahun dasar dari 2007 menjadi 2012.Dikarenakan data IHK dengan tahun dasar 2012 belum sepenuhnya tersedia setiap bulan, maka analisis inflasi pada periode laporan berdasarkan perhitungan yang dilakukan secara mandiri. 3 Base effect terjadi karena pengaruh nilai/level yang tinggi pada periode yang sama tahun sebelumnya sehingga memicu angka perubahan tahunan, seperti inflasi atau pertumbuhan (growth), menjadi relatif tinggi pada periode tersebut. Selanjutnya, apabila nilai/level yang terjadi saat ini tidak mengalami lonjakan yang signifikan, maka akan membuat angka perubahan tahunan pada saat ini menjadi lebih kecil dibanding periode sebelumnya. Sebagai ilustrasi sederhana dari base effect, misalkan IHK pada tahun 2012 sebesar 100 dan menjadi 200 pada 2013, maka akan terjadi kenaikan sebesar 100% (yoy). Kemudian IHK 2014 menjadi 250, sehingga kenaikan pada 2014 sebesar 25% (yoy). Persentase kenaikan 25% yang lebih kecil dari 100% tersebut menunjukkan adanya pengaruh base effect. 23

Dinamika inflasi bulanan pada triwulan III 2014 terlihat bahwa laju inflasi bulanan mencapai puncaknya di awal triwulan (bulan Juni 2014) sebesar 1,44% (mtm) (Grafik 2.3). Tekanan inflasi Kalimantan Barat pada bulan Juli 2014 terutama dipicu oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring tingginya permintaan masyarakat menjelang lebaran dalam menggunakan moda transportasi angkutan udara. Tercatat inflasi angkutan udara pada bulan Juli 2014 sebesar 32,71% (mtm) dengan sumbangan terhadap inflasi total mencapai 0,43% (mtm). Di sisi lain, penurunan laju inflasi bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus 2014 yang tercatat mencapai 0,22% (mtm). Berlalunya kegiatan keagamaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan inflasi. 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5-1,0 % yoy Kalbar Nasional Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep 2013 2014 Sumber: BPS Kalbar, diolah Grafik 2. 3 Inflasi Bulanan Kalimantan Barat dan Nasional 2.2. Inflasi Tahunan Secara Secara tahunan, tekanan inflasi kelompok komoditas pada triwulan III 2014 mengalami penurunan. Meskipun secara umum inflasi mengalami penurunan, namun tekanan pada beberapa komoditas masih relatif tinggi, seperti Bahan Makanan, Perumahan, Makanan Jadi dan Transportasi. Tercatat sumbangan inflasi tahunan tertinggi di triwulan III 2014 diberikan oleh kelompok Bahan Makanan mencapai 2,06% (yoy) dengan tekanan inflasi sebesar 8,47% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan II 2014 yang mencapai 10,33% (yoy). Selain komoditas Bahan Makanan, sumbangan inflasi yang relatif tinggi terjadi pada komoditas Perumahan, Makanan Jadi dan Transpor. Andil inflasi Umum Bahan Makanan Perumahan Makanan jadi Transpor Kesehatan Pendidikan Sandang % (yoy) 0,40 0,18 0,11 1,86 1,23 0,89 Sumber: BPS Kalbar, diolah 2,06 1,85 3,14 3,74 4,99 6,67 6,67 6,82 5,87 7,84 8,69 8,47 8,89 9,06 10,33 9,76 9,77 Andil III-2014 III-2014 II-2014 10,71 0 2 4 6 8 10 12 Grafik 2. 4 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Kalimantan Barat Kelompok Barang dan Jasa 24

masing-masing kelompok tersebut pada triwulan III 2014 mencapai 1,85%, 1,23%, dan 0,89% (yoy). Tekanan inflasi tahunan pada ketiga kelompok komoditas tersebut juga relatif besar, masing-masing mencapai 7,84%, 6,82%, dan 4,99% (yoy). Bahkan tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi pada triwulan laporan relatif lebih tinggi dibanding triwulan II 2014 yang mencapai 5,87% (yoy). Salah satu pemicu tekanan inflasi pada triwulan III 2014 adalah pelaksanaan hari raya keagamaan puasa dan lebaran yang mendorong peningkatan permintaan masyarakat terutama di awal triwulan. Namun apabila dicermati lebih lanjut, pengaruh puasa dan lebaran yang terjadi pada triwulan III 2014 relatif lebih kecil dibandingkan triwulan III 2013, tercermin dari penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada triwulan laporan. Kondisi tersebut dikarenakan pada triwulan III 2013 juga terjadi kenaikan harga BBM Bersubsidi bersamaan dengan pelaksanaan hari raya keagamaan puasa dan lebaran. 2.3. Inflasi Triwulanan Meskipun tekanan inflasi tahunan pada triwulan III 2014 mengalami penurunan akibat pengaruh base effect, namun laju inflasi triwulanan cenderung mengalami kenaikan. Kondisi tersebut tercermin dari laju inflasi triwulanan yang mencapai 1,88% (qtq) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 1,41% (qtq). Berdasarkan kelompok komoditas, terlihat bahwa mayoritas kelompok komoditas mengalami kenaikan laju inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumbangan laju inflasi triwulanan yang tertinggi diberikan oleh kelompok komoditas Bahan Makanan dan Perumahan yang masing-masing mencapai 0,69% dan 0,60% (qtq) dengan laju inflasi sebesar 2,86% dan 2,57% (qtq). Kondisi pasokan yang terbatas seiring terjadinya gagal panen di sejumlah daerah sentra produksi, khususnya beras memicu kenaikan inflasi Bahan Makanan pada triwulan laporan. Selain itu, realisasi kebijakan penyesuaian beberapa komoditas seperti TTL, LPG dan PDAM menjadi pemicu tingginya inflasi kelompok Perumahan. Umum Bahan Makanan Perumahan Makanan Jadi Transpor Pendidikan Sandang Kesehatan % (qtq) -0,05 0,26 0,15 0,69 0,60 0,84 0,89 0,07 1,10 0,64 0,07 1,02 0,81 0,05 0,85 1,88 1,88 1,41 1,49 1,48 Sumber: BPS Kalbar, diolah Grafik 2. 5 Inflasi Triwulanan dan Andil Inflasi Kalimantan Barat Kelompok Barang dan Jasa 2,57 2,86 3,80 Andil III-2014 III-2014 II-2014 3,95-1 0 1 2 3 4 5 25

2.4. Inflasi Kelompok Komoditas 2.4.1. Kelompok Bahan Makanan 2,06 BAHAN MAKANAN 8,47 10,33 1,09 Sayur 52,18 17,18 0,48 Ikan Segar 11,07 8,77 0,26 Padi 4,21 5,94 0,13 Lemak dan Minyak 8,85 5,72 0,12 Telur, Susu 4,29 12,85 0,11 Buah 9,19 19,64 0,10 Ikan Diawetkan 13,21 5,69 0,06 Kacang 7,91 14,04 0,01 Bahan Makanan Lain 17,18 15,11-0,05 Bumbu -3,90 3,75 Andil III 2014 III-2014 Daging -0,30-8,97 II-2014 10,63 % (yoy) -15-5 5 15 25 35 45 55 65 Sumber: BPS Kalbar, diolah Grafik 2. 6 Inflasi dan Andil Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kalimantan Barat mencapai 52,18% (yoy) dengan sumbangan sebesar 1,09% (yoy). Tekanan inflasi yang terjadi pada komoditas Sayur menjadi salah satu penyebab tingginya inflasi bahan makanan pada triwulan III 2014. Tingginya tekanan inflasi tahunan kelompok komoditas Sayuran salah satunya disebabkan oleh keterbatasan pasokan seiring produksi yang kurang optimal akibat cuaca yang cenderung kering. Kondisi tersebut memicu terjadinya gagal panen disejumlah sentra produksi. Berdasarkan data BMKG, tercatat bahwa rata-rata curah hujan di wilayah Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 berkisar 165 mm, lebih rendah dari triwulan III 2013 yang mencapai kisaran 238 mm. Berdasarkan kondisi tersebut, tekanan inflasi tahunan kelompok komoditas Sayuran pada triwulan III 2014 Sementara itu, tekanan inflasi kelompok komoditas Padi-padian masih berada di level yang relatif tinggi. Tercatat tekanan inflasi kelompok komoditas Padi-padian pada triwulan III 2014 mencapai 4,21% (yoy) dengan sumbangan mencapai 0,26% (mtm). Kenaikan harga beras terutama disebabkan gagal panen di sejumlah daerah sentra produksi. Berdasarkan data Dinas Pertanian Prov. Kalbar, tercatat 8.630 ha lahan padi mengalami puso selama triwulan III 2014, lebih tinggi dari triwulan III 2013 yang sebesar 385 ha. Berdasarkan daerahnya, luas lahan puso terbesar pada triwulan laporan terjadi di Singkawang dan Sambas, masing-masing mencapai 1.683 dan 6.064 ha. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan luas panen padi, dimana pada triwulan III 2014 mencapai 57.978 ha, lebih rendah dari luas panen padi pada triwulan III 2013 yang mencapai 78.620 ha (lihat Bab I). Sementara itu, tekanan inflasi yang relatif terkendali terjadi pada kelompok komoditas Daging dan Bumbu yang masing-masing mengalami deflasi sebesar 8,97% dan 3,90% (yoy). Selain itu, tekanan inflasi kelompok komoditas Telur juga relatif terkendali. Kondisi pasokan yang relatif 26

terjaga seiring tekanan permintaan yang terkendali menjadi salah satu faktor koreksi harga kelompok komoditas tersebut yang kemudian dapat menjadi peredam tekanan inflasi Bahan Makanan pada triwulan III 2014. Komoditas yang memberikan pengaruh koreksi harga relatif besar dalam kelompok komoditas Daging dan Telur adalah daging ayam ras dan telur ayam ras. Sementara bawang merah menjadi salah satu komoditas yang memberikan pengaruh deflasi yang dominan dalam kelompok komoditas Bumbu. % (yoy) 12 10 Sumber: BPS Kalbar, diolah (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2014 yang mencapai 5,77% (yoy). Berdasarkan daerahnya, tekanan inflasi di Kota Pontianak relatif lebih terkendali dibandingkan Kota Singkawang. Tercatat tekanan inflasi bahan makanan di Kota Pontianak pada triwulan III 2014 mencapai 6,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 yang mencapai 9,18% (yoy). Di sisi lain, tekanan inflasi Kota Singkawang pada triwulan III 2014 mencapai 8,86% Koreksi harga yang terjadi pada komoditas telur ayam ras dan bawang merah menjadi salah satu penyebab terkendalinya tekanan inflasi bahan makanan di Kota Pontianak. Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KPwBI Prov. Kalimantan Barat, selama triwulan III 2014, komoditas telur ayam ras mengalami koreksi harga yang relatif signifikan, dari kisaran Rp23.100,00/kg pada akhir triwulan II 2014 menjadi Rp18.300,00/kg pada akhir triwulan III 2014. Demikian juga dengan komoditas bawang merah yang mengalami koreksi harga selama triwulan III 2014, dari kisaran Rp32.400,00/kg pada akhir triwulan II 2014 menjadi Rp21.600,00/kg pada akhir triwulan III 2014. Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil pantauan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Barat, dimana harga komoditas telur ayam ras dan bawang merah di akhir triwulan III 2014 mencapai kisaran Rp16.200,00/kg dan Rp16.300,00/kg, lebih rendah dari posisi yang sama tahun 2013 yang berkisar Rp19.000,00/kg dan Rp27.000,00/kg. 8 6 4 2 I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 Pontianak 7,28 11,3 8,19 10,0 9,30 6,47 9,67 5,96 7,89 9,18 6,17 Singkawang 7,64 11,1 6,47 7,38 5,66 2,47 9,13 6,23 8,46 5,77 8,86 Grafik 2. 7 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kota Pontianak dan Singkawang Sementara itu, produksi pertanian, khususnya padi dan sayuran, yang kurang optimal seiring kondisi cuaca yang cenderung kering menjadi salah satu pemicu tingginya tekanan inflasi bahan makanan di Kota Singkawang. Tercatat, tekanan inflasi kelompok komoditas padi dan sayuran pada triwulan III 2014 masing-masing mencapai 4,80% dan 37,77% (yoy). 27

2.4.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Penyelenggaraan rumah tangga Perlengkapan rumah tangga Biaya tempat tinggal Bahan bakar, penerangan dan air PERUMAHAN % (yoy) Sumber: BPS Kalbar, diolah Grafik 2. 8 Inflasi dan Andil Inflasi Kelompok Perumahan Kalimantan Barat Tekanan inflasi kelompok Perumahan di Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 berada di level yang tinggi meskipun relatif lebih terkendali dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok Perumahan terutama dipicu oleh kenaikan inflasi sub kelompok komoditas Bahan bakar, Penerangan dan Air, dari 8,23% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 12,27% (yoy) pada triwulan III 2014. Secara umum, tekanan inflasi yang terjadi pada sub kelompok ini pada triwulan III 2014 terutama dipicu oleh realisasi penerapan kebijakan penyesuaian tarif/harga oleh pemerintah, seperti Tarif Tenaga Listrik (TTL), LPG dan PDAM. Kenaikan TTL pada 2014 dilakukan dalam II tahap dalam kisaran 5,63%- 11,57% yang dikenakan kepada pelanggan golongan industri menengah terbuka (I3) 4, industri besar (I4), industri I3 non terbuka (tbk), pelanggan rumah tangga R3, pelanggan pemerintah (P2) dengan daya > 200 kva, rumah tangga (R1) dengan daya 1.300 VA dan 2.200 VA, serta penerangan jalan umum (P3). Sementara itu, kenaikan tarif PDAM yang diberlakukan pada triwulan III 2014 sebesar 30%. Kenaikan tersebut baru dilakukan kembali dalam tujuh tahun terakhir untuk menyesuaikan meningkatnya biaya produksi, seperti bahan bakar minyak, listrik, dan bahan kimia. 0.16 0.20 0.74 0.77 1.83 5.79 7.09 8.23 7.84 8.94 10.42 10.62 10.58 9.76 12.27 andil III 2014 III-2014 II-2014 0 5 10 15 4 Berdasarkan informasi PLN, rincian batas maksimal daya untuk masing-masing golongan tersebut adalah golongan industri menengah terbuka (I3) diatas 200 k VA, industri besar (I4) 30.000 k VA keatas, pelanggan rumah tangga (R3) 6600 VA keatas, pemerintah (P2) diatas 200 Kva, rumah tangga (R1) mulai 450 VA- 14 k VA. 28

Berdasarkan daerahnya, kenaikan inflasi kelompok Perumahan terutama terlihat di Kota Singkawang. Sementara, tekanan inflasi perumahan di Kota Pontianak cenderung menurun. Secara historis, tren kenaikan inflasi perumahan di Kota Singkawang mulai terjadi sejak triwulan II 2013 dan berlanjut hingga triwulan III 2014 yang mencapai 9,40% (yoy). Selain dipicu oleh realisasi kenaikan tarif TTL dan LPG, % (yoy) 14 12 10 Sumber: BPS Kalbar, diolah 8 6 4 2 0 I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 Pontianak 5,27 6,35 7,77 6,86 8,24 7,72 10,6 12,6 10,6 10,4 7,89 Singkawang 7,74 5,05 2,89 2,08 1,79 1,43 2,89 3,60 7,76 8,50 9,40 Grafik 2. 9 Inflasi Kelompok Perumahan Kota Pontianak dan Singkawang tekanan inflasi perumahan di Kota Singkawang juga disebabkan oleh kenaikan tarif tukang bukan mandor. Kondisi tersebut menjadi salah satu indikasi bahwa ekspektasi masyarakat Kota Singkawang terhadap inflasi cenderung lebih tinggi. Sementara, inflasi kelompok Perumahan di Kota Pontianak pada triwulan III 2014 mencapai 7,89% (yoy), relatif stabil dibanding triwulan II 2014 yang mencapai 10,40% (yoy). Sejalan dengan kondisi inflasi Kalimantan Barat, komoditas yang menjadi pemicu inflasi perumahan di Kota Pontianak adalah penyesuaian tarif. 2.4.3. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pada triwulan III 2014, tekanan inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada kelompok ini di triwulan III 2014 tercatat mencapai 4,99% (yoy), lebih rendah dari inflasi triwulan II 2014 yang mencapai 8,89% (yoy). Sementara andil inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di triwulan III 2014 masih berada di level yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,84% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini disebabkan oleh penurunan inflasi pada subkelompok Transpor, dari 15,93% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 10,44% (yoy) di triwulan laporan. Berdasarkan komoditasnya, koreksi tarif angkutan udara di akhir triwulan, seiring berlalunya puasa dan lebaran di pertengahan triwulan, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan inflasi subkelompok Transpor. 29

Transport & Komunikasi Sarana dan penunjang transpor Jasa keuangan Komunikasi dan pengiriman % (YOY) Transpor -0,02-0,38 0,06 0,00 0,12 0,13 0,05 1,02 0,84 Sumber: BPS Kalbar, diolah 3,97 3,69 4,99 8,89 10,44 15,93 Andil III 2014 III-2014 II-2014-5 0 5 10 15 20 Grafik 2. 10 Inflasi dan Andil Inflasi Kelompok Transpor Kalimantan Barat 25 % (yoy) 20 15 10 5 0-5 Sumber: BPS Kalbar, diolah I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 Pontianak 6,77 5,88 5,72 8,31 3,03 10,8 8,35 16,9 21,6 15,3 7,97 Singkawang -2,1 5,01 1,51 5,00 7,19 7,42 1,06 9,49 7,22 7,36 8,91 Grafik 2. 11 Inflasi Kelompok Transpor Kota Pontianak dan Singkawang Berdasarkan daerahnya, penurunan tekanan inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan terutama terjadi di Kota Pontianak. Pada triwulan ini, tekanan inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Kota Pontianak mengalami penurunan, dari 15,30%(yoy) di triwulan II 2014 menjadi 7,97% (yoy) di triwulan III 2014. Sementara di Kota Singkawang, inflasi kelompok ini mengalami kenaikan dalam level yang relatif terkendali, dari 7,36% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 8,91% (yoy) di triwulan III 2014. Sejalan dengan kondisi di Kalimantan Barat, koreksi tarif angkutan udara pasca perayaan even keagamaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi inflasi kelompok transpor di kedua kota tersebut. 2.4.4. Kelompok Makanan Jadi Makanan jadi Tembakau dan minuman beralkohol Minuman tidak beralkohol Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau % (yoy) Sumber: BPS Kalbar, diolah 1,36 1,21 2,25 3,37 4,77 5,83 5,87 6,76 6,82 7,66 9,20 andil 8,75 III-2014 III-2014 II-2014 0 2 4 6 8 10 Grafik 2. 12 Inflasi dan Andil Inflasi Kelompok Makanan Jadi Kalimantan Barat Tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi pada triwulan III 2014 mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, sumbangan terhadap inflasi umum yang diberikan oleh kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau relatif tinggi mencapai 1,21% (yoy). Selain itu, tekanan inflasi yang terjadi pada kelompok ini mengalami kenaikan, mencapai 6,82% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2014 yang mencapai 5,87% (yoy). Kenaikan tekanan inflasi pada kelompok ini terutama disebabkan oleh inflasi sub kelompok Makanan Jadi dan Tembakau yang masing-masing mencapai 5,83% dan 30

9,20% (yoy). Siklus musiman puasa dan lebaran yang berlangsung pada pertengahan triwulan III 2014 memberikan pengaruh pada inflasi Makanan Jadi. Kondisi tersebut tercermin dari tingginya ekspektasi masyarakat terhadap inflasi Makanan Jadi di triwulan III 2014. Hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan bahwa indeks ekspektasi masyarakat terhadap inflasi Makanan Jadi di triwulan III 2014 mencapai puncaknya di awal triwulan, sebesar 177, lebih tinggi dibandingkan akhir triwulan II 2013 yang mencapai 139,5. Selain itu, kenaikan harga rokok juga menjadi salah satu faktor pemicu tekanan inflasi pada triwulan III 2014. Berdasarkan daerahnya, tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau terutama terjadi di Kota Pontianak. Sementara di Kota Singkawang, tekanan inflasi cenderung terkendali. Tercatat inflasi Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Kota Pontianak pada triwulan III 2014 mencapai 7,68% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2014 yang mencapai 6,49% (yoy). Sementara di Kota Singkawang, inflasi Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau relatif stabil dari 3,87% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 3,73% (yoy) pada triwulan III 2014. Berlalunya kegiatan keagamaan puasa dan lebaran pada pertengahan triwulan menjadi salah satu faktor berpengaruh terhadap inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di kedua kota. Meskipun demikian, kenaikan harga rokok memberikan pengaruh yang relatif besar di kedua kota. Tercatat inflasi sub kelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol di Kota Pontianak mencapai 7,09% (yoy), sementara di Kota Singkawang mencapai 7,34% (yoy). 11 % (yoy) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Kalbar, diolah 2012 2013 2014 Pontianak 6,44 5,55 3,29 2,61 4,82 5,85 6,15 7,11 7,01 6,49 7,68 Singkawang 10,12 9,84 4,92 2,10 4,90 6,73 7,62 7,41 5,34 3,87 3,73 Grafik 2. 13 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kota Pontianak dan Singkawang 31

2.5. Disagregasi Inflasi Sejalan dengan kondisi inflasi kelompok komoditas, tekanan inflasi komoditas fundamental dan non-fundamental di Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 cenderung mereda. Berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan harga komoditas Volatile Foods mengalami penurunan, seiring pasokan yang relatif terjaga dan tekanan permintaan yang terkendali, khususnya pada komoditas Daging dan Bumbu. Tercatat inflasi kelompok Volatile Foods pada triwulan III 2014 mencapai 8,14% (yoy), turun dari triwulan II 2014 yang mencapai 10,18% (yoy). Inflasi Inti pada triwulan III 2014 juga mengalami penurunan dari 8,53% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 6,03% (yoy), sejalan dengan berlalunya even keagamaan puasa dan lebaran pada pertengahan triwulan. Di sisi lain, inflasi pada kelompok Administered Price mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 7,59% (yoy) menjadi 10,94% (yoy). Kondisi tersebut seiring penerapan beberapa kebijakan penyesuaian tarif oleh pemerintah. 16 % yoy 14 12 10 8 6 4 2 0 I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 Umum 5,82 7,00 5,48 6,19 6,12 6,39 8,21 8,90 8,98 8,69 6,67 Inflasi Inti 4,88 5,36 4,84 4,65 5,68 5,76 7,83 8,36 9,06 8,53 6,03 Volatile Foods 7,78 11,80 8,09 9,78 8,75 5,52 9,30 5,36 9,03 10,18 8,14 Adm Prices 6,41 5,72 4,49 6,28 4,52 9,83 8,14 15,18 9,19 7,59 10,94 Sumber : BPS Kalbar, diolah Grafik 2. 14 Inflasi di Kalimantan Barat Menurut Faktor Penyebabnya (%,yoy) 32

I-2013 II-2013 III-2013 IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 2.5.1. Faktor Fundamental 1.400.000 Rp. Maskapai I Maskapai II Perkembangan inflasi pada 1.200.000 Maskapai III Tren Rata-rata Harga kelompok komoditas Inti pada 1.000.000 triwulan III 2014 cenderung 800.000 terkendali. Perayaan even keagamaan 600.000 puasa dan lebaran yang berlangsung 400.000 200.000 - I II III IV V I II III IV I II III IV V I II III IV V I II III IV I II III IV Apr-14 Mei-14 Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Sumber : KPwBI Prov. Kalbar Grafik 2. 15 Harga Tiket Angkutan Udara (Rp) di Kota Pontianak pada pertengahan triwulan III 2014 menyebabkan tekanan permintaan terhadap tiket angkutan udara mencapai puncaknya pada periode tersebut dan kemudian cenderung mereda sehingga harga tiket angkutan udara di akhir triwulan cenderung turun. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Kalimantan Barat memperkuat penurunan harga tiket angkutan udara tersebut, dimana pada triwulan III 2014, harga tiket angkutan udara mengalami penurunan sebesar 2,56% (qtq) jika dibandingkan triwulan II 2014. Saldo Bersih 200 190 180 170 160 150 Ekspektasi Inflasi Jangka Pendek Ekspektasi Inflasi Jangka Panjang Inflasi Aktual (aksis kanan) % (yoy) 12 10 8 6 Sementara itu, ekspektasi inflasi masyarakat relatif terkelola dengan baik terutama di akhir triwulan. Hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh 140 130 4 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi 120 110 2 Kalimantan Barat menunjukkan bahwa 100 0 ekspektasi masyarakat terhadap inflasi, Sumber: Survei Konsumen BI, diolah Grafik 2. 16 Perkembangan Inflasi dan Ekspektasi Harga menurut Konsumen di Kalimantan Barat baik jangka pendek maupun jangka panjang, di triwulan III 2014 mencapai puncaknya pada awal triwulan. Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh faktor musiman puasa dan lebaran yang mendorong peningkatan permintaan dan cenderung mereda di akhir triwulan meski indeks masih berada di level yang relatif tinggi. 33

I-2013 II-2013 III-2013 IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 Berdasarkan kelompok komoditasnya, ekspektasi inflasi di seluruh kelompok komoditas mencapai puncak di awal triwulan. Angka indeks ekspektasi tertinggi terjadi pada Kelompok Bahan Makanan yang mencapai 192,5 yang kemudian mereda di level 168 pada akhir triwulan. Selain itu, indeks pengeluaran konsumen pada triwulan III 2014 juga berada di level yang relatif tinggi mencapai 163,5. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh pelaksanaan kegiatan yang bersifat musiman masih menjadi faktor pemicu inflasi, seiring tingginya ekspektasi inflasi masyarakat. Dampak kondisi eksternal terhadap inflasi Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 relatif minimal. Laju inflasi negara mitra dagang utama pada triwulan III 2014 relatif mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2014 (Grafik 2.14). Dari ketiga negara mitra dagang tersebut, Malaysia merupakan negara yang berbatasan langsung dengan Kalimantan Barat dan memiliki pengaruh cukup besar terhadap inflasi di Kalimantan Barat, dimana berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 30 jenis komoditi yang masuk ke Kalimantan Barat melalui Lintas Batas. Berdasarkan data Bank Negara Malaysia, secara lebih mendalam dapat diketahui bahwa penurunan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh penurunan inflasi pada subkelompok komoditas Transportasi dan Komunikasi, dari 5,50% (yoy) pada triwulan II 2014, menjadi 0,45% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara, tekanan inflasi pangan pada triwulan III 2014 relatif stabil berada pada level 3,21% (yoy). 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 Indeks Inflasi Aktual (sumbu kanan) Bahan makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Transpor Pendidikan Sumber: Survei Konsumen BI, diolah Grafik 2. 17 Perkembangan Inflasi dan Ekspektasi Harga Konsumen Menurut Kelompok Komoditas di Kalimantan Barat Pengaruh tekanan imported inflation pada triwulan ini relatif minimal. Kondisi tersebut diindikasikan dari harga emas dunia pada triwulan III 2014 yang relatif masih stabil pada kisaran USD1.290/oz. Sementara itu, rata-rata nilai tukar rupiah selama triwulan III 2014 mengalami pelemahan, dari Rp11.892,00/USD selama triwulan II 2014 menjadi Rp11.898,00/USD atau melemah 0,05% (qtq). Dari sisi eksternal, pelemahan rupiah tersebut salah satunya dipengaruhi oleh normalisasi kebijakan The Fed. Sementara dari sisi domestik, salah satu faktor yang menyebabkan pelemahan rupiah adalah peningkatan permintaan USD seiring dengan periode pembayaran hutang luar negeri (ULN). Selain itu, pelaksanaan pemilihan presiden dan rencana % (yoy) 12 10 8 6 4 2 0 34

penerapan kebijakan pemerintah juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar dari sisi sentimen pasar. 6,0 % (yoy) 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 China 3,6 2,2 1,9 2,5 2,1 2,1 3,1 2,5 2,4 2,3 1,6 Malaysia 2,1 1,6 1,3 1,2 1,6 1,8 2,6 3,2 3,5 3,3 2,6 Singapura 5,2 5,3 4,7 4,3 3,5 1,6 1,6 1,5 1,2 1,8 0,6 Sumber: Bloomberg Grafik 2. 18 Perkembangan Inflasi Negara Mitra Dagang Sumber: Bank Indonesia Grafik 2. 19 Perkembangan Nilai Tukar 1800 $/OZ 1700 1600 1500 1400 1300 1200 I II III IV I II III IV I II III 2.5.2. Faktor Non Fundamental 2012 2013 2014 Sumber: Bloomberg Grafik 2. 20 Perkembangan Harga Komoditas Emas Internasional Dari sisi non fundamental, tekanan inflasi kelompok volatile foods pada triwulan III 2014 relatif terkendali. Salah satu peredam inflasi dari sisi non fundamental adalah kondisi pasokan yang relatif terjaga seiring tekanan permintaan yang terkendali terutama pada kelompok komoditas Daging dan Bumbu yang masing-masing mengalami deflasi sebesar 8,97% dan 3,90% (yoy). Di sisi lain, keterbatasan pasokan pada komoditas Sayuran dan Padipadian memberikan tekanan inflasi yang relatif tinggi. Tercatat kedua kelompok komoditas tersebut mengalami inflasi masing-masing sebesar 52,18% dan 4,21% (yoy). Dinamika inflasi komoditas VF diperkuat oleh hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Kalimantan Barat di empat pasar tradisional dan empat pasar modern di Kota Pontianak. Berdasarkan hasil pantauan tersebut dapat diketahui bahwa komoditas khususnya telur dan bawang merah menunjukkan penurunan selama triwulan laporan. Sementara hasil survei pemantauan harga yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Barat di empat pasar utama di Kota Pontianak, menunjukkan bahwa harga beras mengalami kenaikan pada triwulan III 2014. 35

14.000 13.000 12.000 11.000 10.000 9.000 8.000 7.000 6.000 Sumber: Disperindag Prov. Kalimantan Barat Grafik 2. 21 SPH Beras, Minyak Goreng dan Gula Pasir 28.000 27.000 26.000 25.000 24.000 23.000 22.000 21.000 20.000 19.000 18.000 Rp/kg Beras Minyak Goreng Gula Pasir I II III IV V I II III IV V I II III IV I II III IV Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Sumber : KPwBI Prov. Kalbar Grafik 2. 23 SPH Daging dan Telur 11.000 10.500 10.000 9.500 9.000 8.500 Rp/kg I II III IV V I II III IV V I II III IV I II III IV Rupiah/Kg Daging Ayam Ras Daging Sapi (RHS) Tren harga ayam ras Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Beras (IR 64) Beras Lokal (Medium) Telur Tren harga telur Tren harga daging sapi Sapi (Rp/Kg) 120.000,00 110.000,00 100.000,00 90.000,00 80.000,00 70.000,00 60.000,00 50.000,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2013 2014 Sumber: Disperindag Prov. Kalimantan Barat Grafik 2. 25 Perkembangan Rata-rata Harga Beras di Kota Pontianak 60.000 55.000 50.000 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 Rp/kg I II III IV V I II III IV V I II III IV I II III IV Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Cabe Merah Cabe Rawit Bawang Merah Bawang Putih Tren cabe merah Tren cabe rawit Tren bawang merah Tren bawang putih Sumber: Disperindag Prov. Kalimantan Barat Grafik 2. 22 SPH Bumbu 50.000 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 Rp/kg Ikan Bawal Ikan Kembung Ikan Tenggiri Ikan Tongkol Udang I II III IV V I II III IV V I II III IV I II III IV Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Sumber : KPwBI Prov. Kalbar Grafik 2. 24 SPH Komoditas Ikan 90.000 80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 - Rupiah/Kg Bawang Merah Cabe Merah Keriting Cabe Rawit Bawang Putih Cabe Merah Biasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2013 2014 Sumber: Disperindag Prov. Kalimantan Barat Grafik 2. 26 Perkembangan Rata-rata Harga Bumbu di Kota Pontianak Sementara itu, penerapan kebijakan penyesuaian tarif/harga oleh pemerintah pada triwulan III 2014 menyebabkan tekanan inflasi kelompok komoditas administered prices mengalami kenaikan. Terdapat tiga komoditas yang dilakukan penyesuaian harga/tarif oleh pemerintah dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap inflasi, yaitu LPG, Tarif Tenaga Listrik (TTL) dengan kisaran 5,63%-11,57% dan PDAM sebesar 30%. Selain itu, komoditas rokok juga mengalami kenaikan yang dilakukan secara berkala sebagai respon dari kenaikan pajak tembakau daerah sebesar 10%. 36

Boks : Dampak Kenaikan BBM terhadap Inflasi Di penghujung tahun 2014, wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi kembali menguat. Kenaikan harga ini dilakukan salah satunya untuk mengurangi defisit anggaran pemerintah karena beban subsidi BBM. Selain itu, tingginya konsumsi BBM berpotensi menyebabkan realisasi penyaluran BBM bersubsidi melewati (over) kuota subsidi BBM yang telah ditetapkan di tahun 2014. Di Kalimantan Barat, realisasi pasokan BBM bersubsidi hingga triwulan III 2014 sudah mencapai 70,01% dari kuota yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, diperkirakan realisasi penyaluran BBM di Kalimantan Barat hingga akhir tahun 2014 diperkirakan masih dalam batas kuota. Untuk mengatasi permasalahan over kuota BBM bersubsidi, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengamankan suplai BBM bersubsidi, antara lain pengaturan jam pembelian solar di beberapa stasiun pengisian bahan bakar, pembatasan volume pembelian BBM untuk kendaraan tertentu dan pemberian prioritas pengisian BBM bersubsidi bagi kendaraan angkut. Selain itu, dalam rangka mengurangi beban subsidi, pemerintah merencanakan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 63 responden pelaku usaha di Kalimantan Barat, sebesar 59,20% responden menyatakan setuju terhadap rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi. Waktu yang disarankan oleh responden untuk menyesuaikan harga BBM tersebut adalah pada bulan Desember 2014. Sebagian besar responden berharap penyesuaian harga BBM bersubsidi tidak terlalu besar. 51,61% responden menyatakan mampu mengakomodir kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 500,- dan hanya 1,61% responden yang mampu mengakomodir kenaikan BBM bersubsidi di atas Rp 3.000,-. Lebih lanjut, kenaikan BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000,- diperkirakan akan meningkatkan komponen biaya produksi antara 11-20% dan kenaikan harga BBM bersubdisi sebesar Rp 3.000,- diperkirakan akan meningkatkan komponen biaya produksi antara 16-23%. Grafik Kenaikan Harga BBM Bersubsidi yang Dapat Diakomodir Grafik Kenaikan Komponen Biaya Produksi 37

Dalam merespon penyesuaian harga BBM bersubsidi, mayoritas responden (53,61%) menyatakan akan mengambil langkah menaikkan harga jual antara 10-20%. Penyesuaian harga jual tersebut umumnya akan dilakukan langsung sesaat setelah penyesuaian harga BBM bersubsidi. Langkah lain yang akan diambil pelaku usaha adalah melakukan modifikasi peralatan untuk penghematan dan mencari alternatif bahan baku lebih murah. Lebih lanjut, rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi dipandang para pelaku usaha tidak menurunkan permintaan/penjualan produk. Grafik Respon Pelaku Usaha Menyikapi Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi Penyesuaian harga BBM bersubsidi memiliki tekanan langsung terhadap inflasi. Pada akhir Juni 2013, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2013 sebesar Rp 2.000,- untuk premium dan Rp 1.000,- untuk solar. Secara historis, kenaikan harga BBM bersubsidi akan diikuti dengan penyesuaian harga pada hampir seluruh komoditas baik barang maupun jasa. Sebagai contoh, pada tahun 2013, kenaikan harga BBM bersubsidi memberikan dampak kepada inflasi sebesar 2,26% sehingga inflasi Kalimantan Barat pada saat periode kenaikan harga BBM (Juli 2013) mencapai 3,02 % (mtm) dan pada Triwulan III 2013 inflasi berada pada level 8,53% (yoy). Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Inflasi Saat Terjadi Kenaikan Harga BBM Bersubsidi 38

Kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 2013 berdampak terhadap kenaikan inflasi Kalimantan Barat sebesar 2,26%. Kenaikan harga tersebut memberikan sumbangan langsung terhadap inflasi umum sebesar 1,39%. Kenaikan tersebut memberikan dampak kepada tarif angkutan (first round effect) sebesar 0,09% yang didominasi oleh kenaikan tarif angkutan antar kota dan dalam kota. Lebih lanjut, dampak kenaikan harga BBM tersebut kepada kenaikan harga barang dan jasa lainnya (second round effect) sebesar 2,07%. Apabila dicermati lebih lanjut, besarnya dampak first round effect masih cukup terkendali. Di sisi lain, pengaruh second round effect kenaikan harga BBM bersubsidi relatif lebih tinggi. Tabel Perhitungan Dampak Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi Tahun 2013 Rincian Dampak Bobot (%) Inflasi (%) Sumbangan (%) Dampak langsung Bobot (%) Inflasi (%) 1.39 - Bensin 3.07 44.44 1.36 - Solar 0.11 22.22 0.02 Dampak tidak langsung ke tarif angkutan Benchmark 2013 0.09 - Angkutan ASDP 0.03 15.13 0.00 - Angkutan Antar Kota 0.28 13.50 0.04 - Angkutan Dalam Kota 0.35 12.56 0.04 - Angkutan Laut 0.06 5.36 0.00 - Kendaraan Carter/Rental 0.04 0.00 0.00 Dampak tidak langsung ke komoditas lainnya 2.07 - Komoditas lainnya dalam Core 64.69 2.50 1.62 - Komoditas lainnya dalam Volatile Food 19.71 2.32 0.46 Rata-rata Pengaruh Puasa-Lebaran *) 1.29 Total dampak ke Inflasi IHK 2.26 Langkah pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga setelah kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan hal wajar namun perlu dikelola dengan baik supaya daya beli masyarakat dapat dijaga sehingga tidak menimbulkan goncangan konsumsi masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah dan pelaku usaha perlu memperhatikan beberapa hal guna mengelola dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, antara lain: menjaga kenaikan tarif angkutan pada level yang wajar, menjaga kelancaran distribusi barang, menjaga ketersediaan barang, moral suasion, dan mengantisipasi penimbunan melalui pengawasan dan pengamanan dalam proses distribusi dan penjualan BBM subsidi di SPBU. 39

Halaman ini sengaja dikosongkan 40

III. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 3.1 Perkembangan Indikator Umum Perbankan Secara umum, perkembangan volume usaha perbankan di Kalimantan Barat pada triwulan III 2014 tercatat mencapai Rp49,80 triliun, atau tumbuh 18,61% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,10% (yoy). Perlambatan perkembangan aset tersebut terutama dipengaruhi oleh perlambatan pada sisi aktiva, dimana penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan Kalimantan Barat tumbuh melambat 14,82% (yoy), dibandingkan triwulan II 2014 yang mampu tumbuh 16,70% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada penghimpunan dana pihak ketiga yang tercatat tumbuh 14,19% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan yang terjadi baik pada sisi penyaluran kredit maupun penghimpunan dana menyebabkan rasio tingkat intermediasi perbankan, yang ditandai dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) atau rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan DPK, cenderung stabil di level 83,30% pada triwulan laporan. Sementara itu, risiko kredit Kalimantan Barat yang diindikasikan oleh rasio Non Performing Loans (NPLs) menunjukkan sedikit peningkatan dari 1,31% menjadi 1,37% pada triwulan laporan. Tabel 3.1 Perkembangan Indikator Umum Perbankan Kalimantan Barat (Rp miliar) INDIKATOR 2011 2012 2013 2014 Growth (%) Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III y-o-y 1. Total Asset 32,123 33,290 35,654 36,755 38,145 38,321 40,162 41,986 43,997 43,955 47,834 49,799 18.61 2. DPK 27,857 28,856 30,352 31,060 32,000 32,407 33,509 34,720 36,273 36,407 38,648 39,648 14.19 - Giro 4,530 5,663 6,345 6,206 4,628 5,970 6,780 6,688 4,873 6,368 8,120 8,060 20.53 - Deposito 7,105 7,485 7,337 7,362 7,548 7,761 8,264 8,595 9,396 9,826 10,800 11,216 30.49 - Tabungan 16,222 15,709 16,669 17,492 19,824 18,676 18,465 19,438 22,004 20,213 19,728 20,372 4.81 3. Kredit (Lokasi Kantor) 19,443 20,031 21,922 22,824 24,735 25,761 27,592 28,762 30,308 30,703 32,200 33,026 14.82 Kredit (Lokasi Proyek) 18,685 19,217 21,071 21,918 23,826 24,757 26,383 27,447 28,917 28,103 29,601 30,346 10.56 4. LDR (%) 69.79 69.42 72.23 73.48 77.30 79.49 82.34 82.84 83.55 84.33 83.32 83.30 5. NPLs (%) 0.90 0.98 0.96 0.94 0.80 1.44 1.45 1.47 1.12 1.24 1.31 1.37 Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah 3.2 Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Pada triwulan III 2014, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan Kalimantan Barat tercatat mencapai Rp39,65 triliun, atau tumbuh 14,19% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 15,33% (yoy). Namun demikian, apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2013, pertumbuhan penghimpunan DPK tercatat mengalami akselerasi dari 11,78% (yoy). Berdasarkan strukturnya, dana pihak ketiga perbankan Kalimantan Barat masih didominasi oleh dana murah, terutama tabungan yang mencapai Rp20,37 triliun. Meskipun demikian, tabungan tercatat tumbuh melambat sebesar 4,81% (yoy), dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh sebesar 6,84% (yoy). Perlambatan tersebut antara lain didorong oleh tingginya konsumsi 41

masyarakat pada triwulan laporan seiring dengan periode perayaan Idul Fitri. Di sisi lain, giro tercatat mengalami akselerasi sebesar 20,53% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 19,75% (yoy) menjadi sebesar Rp8,06 triliun. Meskipun demikian, secara triwulanan, nominal giro tersebut tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp8,12 triliun. Penurunan tersebut antara lain terjadi seiring penurunan giro salah satu perusahaan BUMN dalam rangka realisasi investasi pada triwulan laporan. Sementara itu, pertumbuhan deposito tercatat relatif stabil sebesar 30,49% (yoy) pada triwulan laporan, dibandingkan triwulan II 2014 sebesar 30,69% (yoy). Deposito yang berhasil dihimpun perbankan Kalimantan Barat tercatat sebesar Rp11,22 triliun. Masih terjaganya pertumbuhan deposito antara lain didorong oleh peningkatan rata-rata suku bunga seiring dengan bertahannya suku bunga acuan BI ratepada level yang relatif tinggi 7,50%. Giro Deposito Tabungan 22,004 19,824 18,676 18,465 19,438 20,213 17,492 16,669 15,709 10,800 7,485 8,060 7,337 7,362 7,548 7,761 8,264 8,595 9,396 9,826 5,663 6,206 6,780 6,688 6,345 6,368 8,120 4,628 5,970 4,873 Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah 19,728 Grafik 3.1 Perkembangan Jenis DPK Bank Umum di Kalimantan Barat (miliar Rupiah) 20,372 11,216 Tw I Tw II Tw III tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III 2012 2013 2014 % 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Deposito (RHS) BI Rate SB Deposito Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Rp Miliar 12,000 Grafik 3.2 Perkembangan Suku Bunga Deposito Kalimantan Barat terhadap BI Rate Tw IV Tw I Tw II Tw III 2012 2013 2014 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Perseorangan 72.54% Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Sektor Swasta 10.96% Lainnya 4.03% Pemerintah Daerah 12.47% Grafik 3.3 Struktur DPK Menurut Golongan Pemilik di Kalimantan Barat Berdasarkan golongan nasabah pemilik rekening, DPK yang dihimpun perbankan Kalimantan Barat didominasi oleh nasabah perorangan dengan pangsa yang cukup tinggi mencapai 72,54%, atau sebesar Rp28,76 triliun. Meskipun demikian, DPK milik perorangan tersebut tumbuh sebesar 11,78% (yoy) atau lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya.sementara itu, DPK milik pemerintah mencatat akselerasi sebesar 20,52% (yoy) menjadi sebesar Rp4,94 42

triliundibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,97% (yoy). Di sisi lain, DPK milik swasta tumbuh relatif stabil sebesar 18,72% (yoy) menjadi sebesar Rp4,35triliun. Secara spasial, penghimpunan DPK paling tinggi dilakukan di Kota Pontianak, dengan nilai mencapai Rp25,23 triliun atau sebesar 63,64% dari total DPK yang dihimpun bank umum di Kalimantan Barat. Tingginya DPK di Kota Pontianak didorong oleh aktivitas perekonomian di Kota Pontianak yang relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lain dan tingginya dana APBD yang disimpan pada perbankan di Kota Pontianak. Grafik 3.4 menggambarkan sebaran penghimpunan DPK oleh bank umum menurut kabupaten/kota di Kalimantan Barat, dimana warna yang lebih tua menunjukkan tingkat penghimpunan DPK yang lebih tinggi. Daerah lain dengan DPK yang cukup tinggi adalah Kota Singkawang, Kabupaten Sanggau dan Sekadau, serta Kabupaten Sintang dan Melawi, masing-masing sebesar Rp3,51triliun, Rp2,16triliun dan Rp1,98triliun. Dari sisi pertumbuhan penghimpunan DPK, perlambatan terjadi di seluruh kota/kabupaten di Kalimantan Barat, kecuali Kota Pontianak yang tumbuh relatif stabil dan Kabupaten Kubu Raya yang tumbuh 11,62% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,02% (yoy). Perlambatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh perlambatan perekonomian di sektor-sektor perekonomian utama daerah-daerah di Kalimantan Barat, khususnya sektor pertanian, terutama subsektor perkebunan karet dan kelapa sawit. Tabel 3.2 Jumlah DPK dan Pangsa DPK Bank Umum Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat (Miliar Rupiah) DPK Kabupaten Pangsa (Rp Miliar) Kab. Pontianak 1,590 4.01% Kab. Sambas 982 2.48% Kab. Ketapang 1,731 4.37% Kab. Sanggau & Sekadau 2,159 5.45% Kab. Sintang & Melawi 1,983 5.00% Kab. Kapuas Hulu 964 2.43% Kab. Bengkayang 309 0.78% Kab. Landak 646 1.63% Kab. Kubu Raya 542 1.37% Kota Pontianak 25,233 63.64% Kota Singkawang 3,509 8.85% Total 39,648 100.00% Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 3.4 Sebaran DPK Bank Umum Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat 43

3.3 Penyaluran Kredit Sektor Produktif Sejalan dengan perlambatan kredit secara umum yang disalurkan oleh perbankan Kalimantan Barat pada triwulan laporan, pertumbuhan penyaluran kredit produktif juga menunjukkan perlambatan. Penyaluran kredit ke sektor produktif pada triwulan III 2014 tumbuh 17,89% (yoy) menjadi sebesar Rp20,24 triliun, atau lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 19,36% (yoy). Peranan kredit ke sektor produktif masih tetap dominan dalam mendukung pertumbuhan sektor riil. Pangsa kredit produktif terhadap total kredit pada triwulan laporan mencapai 61,28%, relatif stabil dibandingkan pangsa pada triwulan sebelumnya sebesar 61,34%. Rp Miliar 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - TW I Tw II Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 3.5 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi di Kalimantan Barat Perlambatan penyaluran kredit terutama terjadi pada jenis kredit investasi dari 28,49% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 22,07% (yoy) pada triwulan laporan, dimana outstanding kredit investasi tercatat mencapai Rp12,79 triliun. Perlambatan penyaluran kredit investasi antara lain dipengaruhi oleh perlambatan perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan laporan yang lebih rendah dari perkiraan para pelaku usaha.di sisi lain, kredit modal kerja menunjukkan akselerasi sebesar 14,82% (yoy) menjadi sebesar Rp11,36 triliun pada triwulan III 2014 dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,99% (yoy). Akselerasi penyaluran kredit modal kerja terutama didorong oleh masih terjaganya pembiayaan modal kerja di sektor perekonomian utama Kalimantan Barat, yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan. Modal Kerja gmodal Kerja Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Investasi ginvestasi Tw IV Tw I Tw II 2012 2013 2014 Tw III %, yoy 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 44

Berdasarkan sektor ekonomi, struktur penyaluran kredit produktif oleh perbankan di Kalimantan Barat masih didominasi oleh tiga sektor ekonomi utama, yaitu sektor Perdagangan Besar dan Eceran (42,97% dari total kredit yang disalurkan), sektor pertanian (26,88% dari total kredit yang disalurkan), serta sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi (9,27% dari total kredit yang disalurkan). Pertumbuhan kredit sektoral pada triwulan laporan ditandai dengan akselerasi pada penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan sebesar 39,60% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 26,01% (yoy). Akselerasi tersebut didorong oleh peningkatan penyaluran pembiayaan ke industri pupuk, industri pakan ternak serta industri pengolahan lainnya. Sementara itu, penyaluran kredit sektor yang mengalami perlambatan cukup dalam adalah sektor konstruksi yang tumbuh 6,99% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 14,31% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan sektor bangunan di Kalimantan Barat, dimana pada triwulan laporan tumbuh 9,23% (yoy) dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh mencapai 11,61% (yoy). 20,000 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Lokasi Kantor Lokasi Proyek Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah 16,547 17,167 18,437 19,751 14,620 15,268 16,149 17,276 12,927 13,165 15,445 17,170 17,684 11,675 13,804 12,345 14,360 15,972 18,622 10,925 12,156 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Grafik 3.7 Penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek dan lokasi kantor bank (Rp Miliar) Tw III Tw IV Tw I Tw II 2012 2013 2014 Tw III Trapsortasi 9.27% Akomodasi & Mamin 2.90% Real Estate 5.00% Perdagangan 42.97% Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 3.6 Pangsa Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Kalimantan Barat Outstanding kredit yang disalurkan oleh perbankan untuk pembiayaan proyek produktif yang berlokasi di Kalimantan Barat pada triwulan laporan mencapai Rp17,68triliun atau tercatat tumbuh 10,72% (yoy), lebih lambatdibandingkan Pertanian 26.88% Industri 5.50% Konstruksi 4.87% triwulan sebelumnya yang mencapai 11,85% (yoy). Penyaluran kredit untuk lokasi proyek di Kalimantan Barat tersebut seluruhnya dilakukan oleh perbankan yang berlokasi di Kalimantan Barat. Namun demikian, angka penyaluran kredit tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan total kredit produktif yang disalurkan oleh perbankan yang berkantor di Kalimantan Barat (lokasi kantor) yang mencapai 45

Rp20,24triliun. Hal ini mengindikasikan terdapat kredit dengan lokasi proyek di luar Kalimantan Barat yang disalurkan oleh perbankan Kalimantan Barat. Dari sisi spasial, kredit industri perbankan masih dominan disalurkan untuk proyekproyek di Kota Pontianak dengan outstanding mencapai Rp8,47 triliun atau mencapai 47,92% dari total kredit sektor produktif yang disalurkan di Kalimantan Barat. Hal tersebut didorong oleh pola bisnis para pelaku usaha yang masih terpusat di Kota Pontianak. Selain Kota Pontianak, kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Barat dengan tingkat penyerapan kredit sektoral yang cukup tinggi adalah Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Sanggau. Penyerapan kredit di Kabupaten Pontianak didominasi oleh sektor usaha Perdagangan Besar dan Eceran, sementara itu penyaluran kredit di Kabupaten Sintang dan Sanggau terjadi pada sektor usaha Pertanian, Perburuan dan Kehutanan, khususnya subsektor perkebunan. 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 - Kredit Produktif Pertanian Industri Bangunan PHR Pertambangan (RHS) Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah 6.23 Grafik 3.8 Perkembangan Rasio NPL Gross Kredit Produktif Kalimantan Barat Tabel 3.3 Jumlah Kredit dan Pangsa Kredit Bank Umum Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat (Lokasi Proyek) Kab. Pontianak 1,967 11.12 Kab. Sambas 748 4.23 Kab. Ketapang 945 5.34 Kab. Sanggau 1,216 6.88 Kab. Sintang 1,306 7.39 Kab. Kapuas Hulu 497 2.81 Kab. Bengkayang 494 2.79 Kab. Landak 330 1.86 Kab. Sekadau 238 1.35 Kab. Melawi 184 1.04 Kab. Kayong Utara 45 0.26 Kab. Kubu Raya 295 1.67 Kota Pontianak 8,474 47.92 Kota Singkawang 945 5.34 Total 17,684 100.00 Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah 18.52 1.70 0.68 I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 1.95 0.38 Kabupaten Kredit Produktif (Rp Milyar) Pangsa (%) Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, risiko kredit sektor yang tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPLs) gross perbankan tercatat sedikit meningkat. Rasio NPLs gross kredit sektoral pada triwulan laporan tercatat pada level 1,70%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat pada level 1,59%. Peningkatan rasio NPL gross terjadi terutama pada sektor Pertambangan dan sektor Konstruksi/Bangunan. NPL pada sektor pertambangan tercatat mencapai 18,52%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,52%. Kenaikan NPL pada sektor tersebut, baik dari sisi nominal 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2-46

maupun persentase, masih dipengaruhi oleh tekanan pada debitur sektor pertambangan seiring dengan implementasi peraturan pemerintah terkait kegiatan pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral yang mempengaruhi menurunnya repayment capacity debitur. Sementara itu, NPLs pada sektor bangunan yang meningkat dari 5,26% menjadi 6,23% pada triwulan laporan antara lain merupakan dampak dari implementasi ketentuan penyempurnaan loan to value yang dampaknya dirasakan oleh para pengembang properti, khususnya properti tipe besar untuk masyarakat kelas menengah ke atas. Tabel 3.4 Perkembangan Persentase NPLs Gross Kota/Kabupaten di Kalimantan Barat 2012 2013 2014 Kabupaten I II III IV I II III IV I II III Kab. Pontianak 0.94% 0.97% 0.73% 0.36% 0.93% 1.22% 0.94% 0.69% 0.58% 0.92% 0.84% Kab. Sambas 1.75% 2.00% 1.99% 1.34% 1.62% 1.65% 1.81% 0.94% 0.58% 2.97% 3.14% Kab. Ketapang 1.72% 2.01% 1.98% 2.71% 2.64% 2.40% 2.52% 2.06% 0.84% 1.43% 1.91% Kab. Sanggau & Sekadau 1.59% 1.64% 1.39% 1.09% 1.74% 1.68% 1.77% 1.52% 1.04% 1.91% 1.84% Kab. Sintang & Melawi 1.02% 1.33% 1.51% 1.41% 1.36% 1.54% 1.87% 2.01% 1.27% 2.07% 2.10% Kab. Kapuas Hulu 3.61% 3.58% 3.15% 2.01% 2.61% 2.37% 3.10% 2.49% 1.56% 2.78% 2.99% Kab. Bengkayang 0.07% 1.76% 0.29% 0.07% 0.15% 0.09% 0.07% 0.04% 0.04% 1.02% 2.80% Kab. Landak 1.82% 1.46% 1.35% 0.44% 0.81% 0.75% 0.51% 0.26% 0.06% 0.43% 1.27% Kota Pontianak 1.01% 0.87% 0.88% 0.69% 1.58% 1.61% 1.60% 1.02% 1.16% 1.39% 1.49% Kota Singkawang 2.32% 2.17% 3.41% 2.77% 7.08% 6.67% 6.86% 5.33% 3.31% 3.10% 3.45% Total 1.21% 1.13% 1.17% 0.94% 1.95% 1.95% 1.99% 1.42% 1.24% 1.59% 1.70% Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Berdasarkan sebaran wilayahnya, peningkatan risiko kredit terjadi di hampir semua kota/kabupaten di Kalimantan Barat, kecuali Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Sanggau. Risiko kredit tertinggi dialami oleh Kota Singkawang, dimana persentase kredit non lancar (NPLs) tercatat mencapai 3,45%. Hal ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan NPLs pada sektor perekonomian utama di daerah tersebut, yaitu sektor perdagangan, khususnya pada subsektor penjualan mobil.selain Singkawang, daerah dengan risiko kredit yang relatif tinggi adalah Kabupaten Sambas dan Kabupaten Kapuas Hulu, dimana persentase kredit non lancar (NPLs) tercatat pada level 3,14% dan 2,99%. Risiko kredit di wilayah Sambas dipengaruhi oleh permasalahan debitur di sektor perdagangan, sementara di Kabupaten Kapuas Hulu, penyaluran kredit bermasalah terjadi pada sektor jasa. 3.4 Penyaluran Kredit Rumah Tangga Pada triwulan III 2014, penyaluran kredit konsumsi ke debitur rumah tangga di Kalimantan Barat tercatat mencapai Rp12,79triliun, atau tumbuh 19,95% (yoy). Pertumbuhan penyaluran kredit tersebut mengalami akselerasi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,71% (yoy). Akselerasi tersebut sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 8,42% (yoy) pada triwulan laporan, atau lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014 47

yang tumbuh 7,61% (yoy). Peningkatan konsumsi pada triwulan laporan antara lain didorong oleh kegiatan perayaan Idul Fitri. Jenis Kredit Rumah Tangga Tabel 3.5 Perkembangan Penyaluran Kredit Rumah Tangga (Rp miliar) 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I II III KPR 2,111 2,512 2,349 2,438 2,688 3,099 3,361 3,535 3,602 3,553 3,487 KKB 107 123 129 128 134 188 197 195 188 238 206 Perlengkapan 9 10 6 5 7 5 5 4 3 4 4 Multiguna 4,495 4,863 6,438 6,720 6,908 6,736 6,761 6,838 6,878 7,184 7,702 Lainnya 1,634 1,487 738 823 756 1,018 1,271 1,299 1,410 1,471 1,388 Total kredit 8,356 8,995 9,659 10,115 10,492 11,045 11,595 11,871 12,081 12,450 12,787 Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Total kredit KPR KKB Multiguna 13.93% 10.28% 4.39% I II III IV I II III IV I II 3.74% III 2012 2013 2014 Grafik 3.9 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Kalimantan Barat Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit rumah tangga di Kalimantan Barat didominasi oleh penyaluran kredit untuk tujuan multiguna dengan outstanding mencapai Rp7,70triliun. Pada triwulan laporan, penyaluran kredit multiguna tersebut menunjukkan akselerasi sebesar 13,93% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,66% (yoy). Selain multiguna, penyaluran kredit rumah tangga juga sebagian besar merupakan kredit kepemilikan rumah (KPR) mencapai Rp3,48triliun yang tercatat melambat sebesar 11,17% (yoy) dibandingkan triwulan II 2014 yang mampu tumbuh sebesar 14,63% (yoy). Tren perlambatan pertumbuhan penyaluran KPR tersebut antara lain dipengaruhi oleh pesimisme masyarakat dan pengembang properti perumahan seiring dengan penurunan harga komoditas utama Kalimantan Barat, yaitu karet dan CPO, serta menurunnya kinerja sektor pertambangan yang juga berdampak pada penurunan kinerja di jasa persewaan alat berat. Selanjutnya, meningkatnya kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit ke sektor perumahan seiring dengan penyempurnaan kebijakan Loan to Value (LTV) juga turut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penyaluran KPR tersebut. 48

Secara spasial, penyaluran kredit konsumsi paling banyak disalurkan kepada rumah tangga di Kota Pontianak dengan outstanding mencapai Rp4,12triliun atau mencapai pangsa 32,50% dari total kredit rumah tangga yang disalurkan di Kalimantan Barat. Tingginya tingkat konsumsi rumah tangga di Kota Pontianak mendorong tingginya penyaluran kredit konsumsi di daerah tersebut.daerah lainnya dengan outstanding penyaluran kredit rumah tangga yang cukup tinggi adalah Kabupaten Pontianak dan Kota Singkawang.Tingginya aktivitas sektor utama perekonomian di daerah-daerah tersebut mendorong tingginya konsumsi masyarakat. Tabel 3.6 Jumlah dan Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat Kredit Konsumsi Kabupaten Pangsa (%) (Rp Milyar) Kab. Pontianak 1,936.21 15.29 Kab. Sambas 732.42 5.78 Kab. Ketapang 842.35 6.65 Kab. Sanggau 779.40 6.16 Kab. Sintang 773.75 6.11 Kab. Kapuas Hulu 527.25 4.16 Kab. Bengkayang 349.88 2.76 Kab. Landak 507.05 4.00 Kab. Sekadau 250.21 1.98 Kab. Melawi 338.30 2.67 Kab. Kayong Utara 169.19 1.34 Kab. Kubu Raya 426.79 3.37 Kota Pontianak 4,115.06 32.50 Kota Singkawang 914.36 7.22 Total 12,662.23 100.00 Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% KPR Multiguna Perlengkapan Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah KKB Lainnya I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 1.93% 0.78% 0.48% 0.40% 0.29% Grafik 3.10 Perkembangan NPL Gross Kredit Sektor Rumah Tangga di Kalimantan Barat Secara umum, risiko kredit yang tercermin dari rasio NPL gross kredit rumah tangga berada di batas aman di bawah 5%. Pada triwulan laporan, rasio NPL gross kredit konsumsi tercatat sebesar 0,87% atau relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit rumah tangga dengan tingkat NPL tertinggi dan menunjukkan tren peningkatan adalah KPR dengan tingkat NPL mencapai 1,93%. Peningkatan NPL KPR antara lain dipengaruhi oleh kinerja sektor perekonomian utama Kalimantan Barat yang cenderung melambat sehingga berdampak pada repayment capacity debitur rumah tangga. Selain itu, tren peningkatan suku bunga kredit perbankan juga berdampak terhadap tingkat NPL KPR. 49

3.5 Pengembangan Akses Keuangan dan Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Seiring dengan perlambatan kredit secara umum, penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) juga tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kredit yang disalurkan untuk UMKM tercatat sebesar Rp11,01triliun atau tumbuh 22,23% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 29,30% (yoy). Meskipun melambat, pangsa kredit UMKM terhadap total kredit produktif yang disalurkan oleh perbankan Kalimantan Barat tercatat meningkat menjadi 54,42%. Rp Miliar 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 Nominal Growth %, yoy 40 35 30 25 20 15 10 5 Modal Kerja Investasi 1,970 2,001 1,870 5,380 4,595 5,609 4,861 4,106 2,851 2,538 2,634 3,128 1,961 2,018 3,733 3,535 6,763 7,510 6,141 6,365 6,910 7,479 - I II III IV I II III IV I II III - Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III 2012 2013 2014 2012 2013 2014 Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 3.11 Perkembangan Kredit UMKM Kalimantan Barat Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 3.12 Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan di Kalimantan Barat (Rp Miliar) Porsi terbesar kredit UMKM disalurkan kepada usaha kecil (nominal antara Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta), yaitu mencapai 44,10% dari total kredit UMKM yang disalurkan oleh perbankan di Kalimantan Barat atau sebesar Rp4,86 triliun. Sementara itu, kredit untuk usaha menengah (nominal antara Rp500 juta sampai dengan Rp5 miliar) dan usaha mikro (nominal kurang dari Rp50 juta), masing-masing tercatat sebesar Rp4,47triliun dan Rp1,69triliun. Ditinjau dari jenis penggunaannya, sebagian besar kredit UMKM disalurkan untuk tujuan modal kerja, mencapai Rp7,48triliun. Sementara Rp3,54triliun disalurkan untuk kepentingan investasi. Penyaluran kredit tersebut sebagian besar disalurkan kepada sektor perdagangan besar dan eceran serta sektor pertanian, perburuan dan kehutanan, terutama sub sektor perkebunan karet dan kelapa sawit. Peningkatan outstandingdan pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang disalurkan oleh perbankan di Kalimantan Barat mengindikasikan tetap tingginya komitmen perbankan untuk membiayai UMKM di Kalimantan Barat. Hal ini perlu didukung dengan penguatan UMKM dari 50