BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

SALINAN P E N E T A P A N

P E N E T A P A N. Nomor : 0011/Pdt.P/2010/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

PENETAPAN Nomor 0005/Pdt.P/2015/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor: 0096/Pdt.P/2014/PA Pas.

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH. Abdul Halim Musthofa *

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

BAB I PENDAHULUAN. dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:

P E N E T A P A N. Nomor : 321/Pdt.P/2010/PA.Spg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor 0125/Pdt.P/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB II. PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH di KUA dan KANTOR CATATAN SIPIL. Perceraian dalam istilah fiqih disebut t}ala>q atau furqah.

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

P E N E T A P A N. Nomor: 0100/Pdt.P/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

P E N E T A P A N Nomor : 319/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat plural. 1. hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Dalam pembahasan kali ini,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketentuan syari'at sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

Retna Gumanti 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUUVII/2010, anak tidak sah, hubungan keperdataan.

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perkawinan), sebagai berikut:

P E N E T A P A N Nomor: 0079/Pdt.P/2015/PA Pas.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TENTANG DUDUK PERKARA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

P E N E T A P A N. Nomor 0133/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut

P E N E T A P A N. Nomor 0164/Pdt.P/2014/PA.Spg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

P E N E T A P A N. Nomor: 0094/Pdt.P/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Undang-Undang Perkawinan jo pasal

Pengadilan Agama Cilacap

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak

Hlm. 1 dari 10 hlm._penetapan No. : 0117/Pdt.P/2014/PA.Pas.

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM

PENETAPAN Nomor XXX/Pdt.P/2014/PA.Ktbm

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.

P E N E T A P A N. Nomor XXXX/Pdt.P/2014/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor: 0085/Pdt.P/2015/PA Pas.

PENETAPAN Nomor 49/Pdt.P/2015/PA.Lt DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

SALINAN PENETAPAN Nomor: 0010/Pdt.P/2012/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 42 yang berbunyi: Anak yang sah adalah anak yang di lahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sedangkan perkawinan yang diakui di Indonesia ialah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya, dan di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut hukum perdata seorang anak sah (wetig kind) ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya, sehubungan dengan itu, Undang-undang telah menetapkan bahwa tenggang waktu kandungan seseorang paling lama adalah 300 hari dan paling pendek adalah 180 hari. Maka anak yang dilahirkan sebelum lewat 180 hari setelah hari perkawinan, suami berhak menyangkal sahnya anak itu. Kecuali, jika ia sudah mengetahui bahwa istrinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan atau jika suami hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat kelahiran itu turut ditandatanganinya.

2 Dalam hal tersebut sang suami dianggap telah menerima dan mengakui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri. 5 Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai sumber rujukan hukum umat Islam di Indonesia sekaligus referensi keputusan hukum di lembaga Pengadilan Agama menjelaskan: Pada pasal 99 Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah atau hasil pembuahan suami-istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.kemudian pada pasal 100 KHI mengatur mengenai Anak yang lahir di luar hubungan perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Maka, anak tersebut hanya ditetapkan sebagai anak dari seorang ibu. Secara tersurat di jelaskan pula pada Pasal 43 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi: Anak yang di lahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dengan demikian anak luar perkawinan tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah kandungnya maka akan gugur dengan sendirinya segala kewajiban sang ayah yang merupakan hak dari sang anak. Oleh karena itu tanggung jawab atas keperluan anak, baik materiil maupun spiritual adalah ibunya dan keluarga ibunya saja, demikian pula halnya dengan hak waris mewarisi, sang anak juga akan kehilangan haknya untuk mendapatkan wali nasab pada saat pernikahan karena dalam pandangan Islam anak di luar pernikahan atau anak zina dianggap sebagai anak yang tidak sah. 5 Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet ke 31, Jakarta: Inter Massa, hlm 49

3 Menurut J Satrio Salah satu alternatif untuk mendapatkan hubungan nasab antara anak di luar pernikahan dengan ayah kandungnya,yaitu dengan cara pengakuan anak. Kitab Undang-undang Hukum perdata mengatur adanya pengakuan anak pada pasal 280, pengakuan itu cukup dilakukan dengan pernyataan sepihak dari laki-laki yang mengakui. Sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 281 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tidak ada syarat lain untuk menyepakati pengakuan anak itu dari siapa pun, bahkan jika ibu dari anak masih hidup ia harus menyetujuinya, menyetujui dalam arti tidak keberatan.jadi, pengakuan tidak didasarkan atas suatu perjanjian. 6 Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 Undangundang Nomor 03 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang berbunyi Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Dalam penjelasan pasal 49 huruf a penetapan asal-usul anak merupakan salah satu bagian dari kewenangan absolut Pengadilan Agama di bidang Perkawinan. Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan yang berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Kekuasaan pengadilan di lingkungan peradilan agama adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang- 6 J Satrio, 2005, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, PT citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 113-114

4 orang yang beragama islam. 7 Pengakuan Anak di Pengadilan Agama di ajukan melalui Perkara Asal Usul Anak. Asal usul anak adalah dasar untuk menunjukkan adanya hubungan nasab (kekerabatan) dengan ayahnya. Kebanyakan ulama berpendapat yang lahir sebagai akibat zina dan/atau li an, hanya mempunyai hubungan kekerabatan dengan ibu yang melahirkannya menurut pemahaman kaum sunni. Lain halnya pemahaman kaum syi ah, anak tidak mempunyai hubungan kekerabatan baik ayah maupun ibu yang melahirkannya, sehingga tidak dapat menjadi ahli waris dari kedua orang tuanya. 8 Penetapan asal usul anak dalam perspektif hukum Islam memiliki arti yang sangat penting, karena dengan penetapan itulah dapat diketahui hubungan mahram (nasab) antara anak dan ayah. Kendatipun pada hakikatnya setiap anak yang lahir berasal dari sperma seorang laki-laki dan sejatinya harus menjadi ayahnya, namun hukum islam memberikan ketentuan lain. Dalam fikih, ada cara untuk menghubungkan garis keturunan seseorang bila terdapat anak yang tidak memiliki orang tua yang pasti. Seseorang yang menemukan dan mengakuinya sebagai anak dapat meminta kepada hakim untuk menghubungkan nasab anak tersebut kepadanya. Tentu saja hal itu bisa dilakukan jika tidak ada keberatan dan sangkalan dari pihak lain. 9 Perkara 7 Abdullah,Tri Wahyudi, 2004, Peradilan Agama Di Indonesia, cetakan I, Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, hlm 91 8 Zaenuddin Ali, 2006, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.62 9 Akhmad Junaedi, Kajian Tentang Pengakuan Anak di Luar Perkawinan, http://www.pakotabumi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=74:kajian-tentang-pengakuananak-di-luar-perkawinan-tanggapan-atas-tulisan-muhamad-isna-wahyudi-di-majalah-hukum-variaperadilan-tahun-xxv-no-296-juli-2010-hlm-92-95&catid=10:artikel&itemid=110, diakses tanggal 2 oktober 2015

5 Asal Usul Anak di Pengadilan Agama berupa Pengakuan Anak dan Pengingkaran Anak. KHI tidak mengatur secara tegas adanya pengakuan ataupun pengesahan anak. Di dalam KHI mengatur tentang asal usul anak, yang berbunyi: Pasal 103 (1) Asal usul seorang anak yang hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya. (2) Bila akta kelahiran tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan secara teliti berdasarkan bukti-bukti yang sah. (3) Atas dasar ketetapan Pengadilan Agama tersebut maka instansi pencatatan kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan. Terhadap anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah, dapat dilakukan Pengakuan Anak seperti yang telah dijelaskan diatas tadi, selain itu juga dapat melalui Pengesahan Anak. Kalau Pengakuan anak hanya sebatas pengakuan dari ayah kandungnya yang disetujui oleh ibu kandungnya, sedangkan dalam Pengesahan Anak ibu dan bapak mencatatkan pernikahannya dan pada saat pencatatan perkawinan si anak diakui sebagai anak kandung mereka. Selain daripada itu dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juga diatur mengenai Pengakuan anak, hal ini diatur dalam pasal 49 yang bunyinya sebagai berikut : (1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling larnbat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan. (2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir diluar hubungan perkawinan yang sah.

6 (3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Pengakuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak. Adapun di dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) yang berbunyi pengakuan anak adalah pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar ikatan perkawinan sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut. Mengenai Pengesahan anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 diatur dalam pasal 50 yang bunyinya sebagai berikut : (1) Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan. (2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak mernbenarkan pengesahan anak yang lahir diluar hubungan perkawinan yang sah. (3) Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Akta Kelahiran. Selain itu dalam penjelasan pasal 50 ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengesahan anak" adalah pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan sah pada saat pencatatan perkawinan kedua orang tua anak tersebut. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang Administrasi kependudukan yang terbaru yaitu Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 terjadi Perubahan yang cukup signifikan dalam hal pengakuan anak maupun pengesahan anak, dalam undang-undang terbaru tersebut ditentukan secara tegas untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah secara sah menurut agama tetapi belum sah menurut hukum negara. Perubahan ini terdapat dalam Pasal 49

7 ayat (2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 bunyinya sebagai berikut Pengakuan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama, tetapi belum sah menurut hukum negara selain itu dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) yang dimaksud Pengakuan anak merupakan pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama dan disetujui oleh ibu kandung anak tersebut. Mengenai hal Pengesahan Anak dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2013 diatur dalam pasal 50 yang bunyinya sebagai berikut : (1) Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan. (2) Pengesahan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum negara. (3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengesahan anak dan menerbitkan kutipan akta pengesahan anak. Penjelasan Pasal 50 ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengesahan anak" merupakan pengesahan status seorang anak yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama, pada saat pencatatan perkawinan dari kedua orang tua anak tersebut telah sah menurut hukum negara. Terdapat perubahan mengenai pengakuan anak dan pengesahan anak, dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 pengakuan dan pengesahan anak diperbolehkan sepanjang agamanya tidak melarang, sedangkan dalam undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 ditentukan secara tegas hanya

8 Perkawinan yang sah sesuai hukum agama teteapi belum sah sesuai hukum negara. Sedangkan dalam Putusan MKRI No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012, dalam putusan tersebut memberikan pengakuan terhadap anak luar kawin. Anak luar kawin tidak lagi hanya memiliki dengan ibunya tetapi juga dengan ayah biologisnya. Melalui pembuktian yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam melakukan pengakuan Anak mensyaratkan adanya Penetapan dari Pengadilan Agama tentang Pengakuan Anak tersebut. Pengakuan Anak dalam Pengadilan Agama masuk dalam Perkara Asal Usul Anak. Perkara Asal Usul Anak terdiri dari dua yaitu Pengakuan Anak untuk menghubungkan nasab (kekerabatan) ayahnya dan Pengingkaran Anak (Li an). Asal usul anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. 10. Pejabat yang berwenang disini adalah pejabat pencatat kelahiran dari kantor catatan sipil. Apabila akta kelahiran tidak ada maka pengadilan dapat menetapkan tentang asal usul anak setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat. 11 Berdasarkan penetapan Pengadilan mengenai asal usul anak maka Kantor catatan sipil pada daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan 10 Pasal 55 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo.pasal 103 ayat (1) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam 11 Pasal 55 ayat 2Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 103 ayat (2) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

9 akte kelahiran bagi anak tersebut. 12 Di sinilah kaitannya antara Penetapan asal usul anak dan pengakuan anak yang ada di dalam undang-undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, setelah Pengadilan Agama menetapkan Asal usul Anak maka Kantor catatan sipil mengeluarkan akta Pengakuan Anak dan Catatan Pinggir dalam Kutipan Akta Kelahiran. Penulis menggunakan terminologi kata Pengakuan Anak karena ingin lebih fokus terhadap permohonan Pengakuan anak pada Pengadilan Agama. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang Penetapan Pengakuan Anak pada Pengadilan Agama Bantul setelah berlakunya Undang-undang Nomor 26 tahun 2013 tentang Perubahan Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapatdirumuskanpermasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Pengakuan Anak pada Pengadilan Agama Bantul? 2. Bagaimana Akibat Hukum dari Penetapan Pengakuan Anak pada Pengadilan Agama Bantul? C. Tujuan Penelitian 12 Pasal 55 ayat 3Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 103 ayat (3) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

10 Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan, berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Pengakuan Anak dan Akibat Hukum dari Penetapan Pengakuan Anak pada Pengadilan Agama Bantul. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian dengan judul Analisis Yuridis terhadap Pengakuan Anak pada Pengadilan Agama Bantul belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya, dengan demikian penelitian ini adalah asli. Adapun penelitian yang pernah dilakukan adalah : 1. Tinjauan Hukum Tentang Penetapan Asal Usul Anak Menurut Hukum Islam dan Penerapannya Di Pengadilan Agama Sleman (Studi Kasus Putusan Nomor : 408/Pdt.G/2006/PA.Smn Dan Putusan Nomor 629?Pdt.G/2010/Pa.Smn), oleh Fuad Zain NIM 07/252179/HK/17524 tahun 2012 Mahasiswa Fakultas Hukum UGM Yogyakarta.

11 Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pandangan fikih terkait asal usul anak, bagaimana pandangan hukum islam positif di Indonesia terkait asal usul anak, apa alasan-alasan yang dipergunakan oleh hakim Pengadilan Agama Sleman sebagai dasar Pertimbangan untuk mengabulkan atau menolak permohonan penetapan asal usul anak. 2. Status Anak di Luar Nikah (Studi Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Nomor 408/Pdt.G/2006/PA.Smn Tentang Pengesahan Anak di Luar Nikah), oleh Alfian Qodri Azizi NIM 062111001 tahun 2011 Mahasiswa Fakultas Syari ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Permasalahan yang diteliti adalah Bagaimanakah Putusan Pengakuan Anak Nomor 408/Pdt.G/2006/PA.Smn di Pengadilan Agama Sleman, Bagaimanakah Analisis menurut Hukum Islam mengenai Perkara Permohonan Pengakuan Anak Nomor 408/Pdt.G/2006/PA.Smn di Pengadilan Agama Sleman. Terhadap rumusan-rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian yang sebelumnya tersebut, penulis akan memaparkan beberapa hal yang menjadi perbedaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini : a. Mengenai tempat atau wilayah menjadi lokasi penelitian. Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Fuad Zain menentukan lokasi penelitian pada Pengadilan Agama Sleman dan terkhusus lagi studi kasus putusan Nomor : 408/Pdt.G/2006/PA.Smn Dan Putusan Nomor 629/Pdt.G/2010/Pa.Smn, Penelitian yang dilakukan oleh Alfian Qodri Azizi lebih mengkhuskan lagi kepada studi kasus putusan Nomor

12 408/Pdt.G/2006/PA.Smn Tentang Pengesahan Anak di Luar Nikah, sedangkan penelitian yang penulis lakukan lokasi nya pada Pengadilan Agama Bantul. b. Selain hal diatas, yang menjadi letak pokok pembeda dalam penelitian ini adalah dengan ditekankannya Analisis Yuridis terhadappengakuan Anak pada Pengadilan Agama Bantul setelah adanya Undang-undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka Penelitian ini bersifat asli. Apabila ternyata ada Penelitian sejenis tanpa ada sepengetahuan dari Penulis maka Penelitian ini untuk melengkapi topik tersebut. E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat baik secara akademis maupun secara praktis, adapun manfaatnya, yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap agar hasil dari penelitian dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta kontribusi dalam perkembangan ilmu hukum khususnya dalam ilmu hukum Islam. 2. Secara Praktis a. Sebagai bahan kajian dan masukan bagi pembentuk Undang Undang (legislator) yaitu pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

13 dalam menyusun Undang Undang, khususnya yang berkaitan mengenai Pengakuan Anak baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini bermanfaat supaya masyarakat lebih mengetahui praktik Pengakuan anak yang ada Indonesia khususnya di Pengadilan Agama.