BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai
|
|
- Herman Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai keturunan bagi keluarga yang tidak memiliki anak, baik yang tidak memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan di dalam keluarganya. Pengangkatan anak telah menjadi kebutuhan masyarakat dan menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat yang berbeda di masing-masing daerah. Oleh karena itu, lembaga pengangkatan anak menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. 1 Di dalam ilmu hukum, dikenal istilah pengangkatan anak sebagai suatu lembaga hukum yang mempunyai eksistensi di masyarakat Indonesia. Pengangkatan anak menjadi bagian dari sistem hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat. Keberagaman hukum tersebut mengakibatkan adanya pandangan yang berbeda dalam membahas pengangkatan anak. Ada tiga sistem hukum yang harus diperhatikan terhadap keadaan lembaga pengangkatan anak. 2 Pertama, bersumber dari ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Staatsblad 1917 Nomor 129. Kedua, hukum adat yang berlaku di Indonesia. Ketiga, hukum Islam, karena mayoritas masyarakat di Indonesia beragama Islam. Ketentuan pengangkatan anak yang diatur dalam Staatsblad 1917 Nomor 129 tersebut hanya berlaku bagi golongan Tionghoa. Pengangkatan anak pada 1 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, 2008, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Kencana, Jakarta, hlm.2 2 Muderis Zaini, 1999, ADOPSI Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika Offset, Jakarta, hlm. 1
2 2 golongan Tionghoa hanya terbatas pada pengangkatan anak laki-laki saja, karena menurut kepercayaan golongan Tionghoa yang dapat melakukan dan memimpin upacara arwah nenek moyang dan untuk mendoakan leluhur mereka hanyalah anak laki-laki. Jika dalam suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki maka diperbolehkan untuk mengangkat seorang anak laki-laki. 3 Pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum adat mempunyai akibat hukum yang bersifat variatif, artinya setiap daerah memiliki hukum adatnya sendiri. Misalnya masalah kewarisan di daerah Lampung Utara, dengan tegas menyatakan bahwa anak angkat tidak mendapat bagian warisan dari orang tua kandungnya. 4 Di Minangkabau, pengangkatan anak tidak menimbulkan hubungan kewarisan antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Sedangkan di Jawa, pengangkatan anak menimbulkan hubungan kewarisan. Hukum adat Jawa mengenal istilah ngangsu sumur loro, yang artinya seorang anak angkat dapat memperoleh warisan dari dua sumber, yaitu orang tua kandung dan orang tua angkatnya. 5 Pengangkatan anak juga menjadi bagian dari adat kebiasan masyarakat muslim yang ada di Indonesia. Pengangkatan anak menurut hukum Islam diatur dalam Al-Qur an Surat Al-Azhab ( 33 : 4-5 ) yang garis besarnya dapat disimpulkan: Pertama, Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada manusia. Kedua, Anak angkatmu bukanlah anak kandungmu. Ketiga, Panggillah anak angkatmu menurut nama bapaknya. Ketentuan tersebut sangat jelas menyatakan 3 Djaja S. Meliala, 1982, Pengangkatan anak ( adopsi ) di Indonesia, Tarsito, Bandung, hlm. 1 4 Muderis Zaini, Op.cit. hlm 49 5 Musthofa Sy, 2008, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, Kencana, Jakarta, hlm. 15
3 3 bahwa pengangkatan anak sebagai anak kandung dalam segala hal itu dilarang, karena pengangkatan anak dalam hukum Islam tidak memutuskan hubungan nasab antara anak dengan orang tua kandungnya. Hubungan hukum anak angkat dengan orang tua angkatnya seperti hubungan anak asuh dengan orang tua asuhnya. Status anak angkat dalam Islam hanya sebatas mendapat kasih sayang, pendidikan, kesehatan dan segala kebutuhan si anak terpenuhi, tanpa harus disamakan kedudukannya dengan anak kandung. Pengangkatan anak dilakukan bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan orang tua angkatnya saja, tetapi lebih memfokuskan pada kepentingan dan kebutuhan si anak angkat. Orang tua angkat bertanggung jawab dalam memelihara dan memenuhi kebutuhan si anak. Peralihan tanggung jawab tersebut memerlukan kepastian hukum, karena pengangkatan anak memberikan status hukum dan tanggung jawab tertentu bagi orang tua angkat dan anak angkat. Pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum, yaitu melalui penetapan pengadilan. Pengangkatan anak melalui lembaga pengadilan adalah untuk mendapatkan kepastian hukum, karena akibat hukum dari pengangkatan anak menyangkut kewarisan dan tanggung jawab orang tua kepada anaknya. Pengajuan permohonan penetapan pengangkatan anak dapat dilakukan di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama bagi orang yang beragama Islam. 6 Pasal 50 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyatakan Peradilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan 6 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, 2008, Op.cit, hlm. 53
4 4 menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama. Ketentuan tersebut memberi kewenangan kepada Pengadilan Negeri untuk menerima permohonan penetapan ahli waris, perubahan nama, perubahan jenis kelamin dan pengangkatan anak. Oleh karena itu, permohonan pengangkatan anak menjadi salah satu kewenangan Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri mempunyai wewenang dalam menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan permohonan pengangkatan anak yang diajukan kepadanya. Adapun peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengangkatan anak melalui penetapan Pengadilan Negeri, antara lain: Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979, dan beberapa yurisprudensi yang menjadi sumber hukum Pengadilan Negeri dalam menetapkan permohonan pengangkatan anak yang diajukan kepadanya. 7 Permohonan pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum Islam diajukan ke Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Kesadaran masyarakat muslim terhadap pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam dan kebutuhan masyarakat muslim itu sendiri, menjadi dasar Pengadilan Agama dalam menerima permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Pengadilan Agama tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya, karena Pengadilan Agama terikat asas pokok kekuasaan kehakiman, yang 7 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 52
5 5 menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya, sehingga Pengadilan Agama wajib menerapkan kewenangan memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. 8 Pasca diamandemennya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 terjadi perluasan kewenangan, yaitu Pasal 49 menyatakan bahwa orang atau badan hukum yang sendirinya menundukan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai halhal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam menerima, memeriksa, dan mengadili perkara pada tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan; 2. Waris; 3. Wasiat; 4. Hibah; 5. Wakaf; 6. Zakat; 7. Infaq; 8. Shadaqah; dan 9. Ekonomi Syariah. 9 8 Ibid. 9 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, 2008, Loc.cit.
6 6 Pengangkatan anak dalam Undang-Undang Peradilan Agama dijelaskan pada Penjelasan Pasal 49 huruf a yaitu tentang perkawinan, pada butir 20 yang menyatakan bahwa Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Jadi perkara permohonan pengangkatan anak oleh orang Islam diajukan ke Pengadilan Agama. Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi masyarakat yang beragama Islam dalam mencari keadilan. Orang-orang yang beragama Islam yang ingin melakukan pengangkatan anak sesuai dengan hukum Islam dengan mengajukannya ke Pengadilan Agama. Beberapa Pengadilan Agama telah mengabulkan permohonan pengangkatan anak tersebut melalui suatu penetapan pengadilan. Semula pengadilan yang berwenang dalam memberikan penetapan anak angkat adalah Pengadilan Negeri. Sekalipun dalam beberapa kasus terdapat penetapan pengangkatan anak oleh Pengadilan Agama. Setelah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama berlaku, maka pengajuan permohonan penetapan pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang Islam menjadi wewenang absolut Pengadilan Agama. Pada Prakteknya ada orang Islam mengajukan penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri, seperti terlihat antara lain perkara permohonan pengangkatan anak yang dilakukan di Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan Nomor : 587/Pdt.P/2012/PN.YK. 10 dan Nomor : 684/Pdt.P/PN.YK. 11. Penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri tidak hanya terjadi di Pengadilan Negeri 10 Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor : 587/ Pdt.P/2012/PN.YK 11 Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor : 684/Pdt.P/2012/PN.YK
7 7 Yogyakarta saja. Sebagai pembanding terdapat beberapa penetapan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri lainnya. Seperti penetapan pengangkatan anak yang dilakukan di Pengadilan Negeri Mojokerto dengan Nomor: 05/Pdt.P/2012/PN.Mkt. 12 Penetapan pengangkatan anak juga dilakukan di Pengadilan Negeri Tulungagung dengan Nomor: 85/Pdt.P/2012/PN.Ta. 13 Kemudian penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Kota Bumi dengan Nomor: 08/Pdt.P/2013/PN.KB. 14 Permasalahan ini perlu ditinjau lebih lanjut tentang landasan hukum dalam menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara permohonan pengangkatan anak oleh orang yang beragama Islam di Pengadilan Negeri. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama menyatakan bahwa Pengadilan Agama berwenang dalam menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama menimbulkan sengketa kewenangan dalam menangani perkara pengangkatan anak menjadi bahan kajian dalam penulisan tugas akhir ini, serta substansi hukum yang merupakan dasar kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama serta segala akibat hukumnya. 12 Penetapan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor : 05/Pdt.P/2012/PN.Mkt. 13 Penetapan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 85/Pdt.P/ 2012/PN.Ta 14 Penetapan Pengadilan Negeri Kota Bumi Nomor : 08/Pdt.P/2013/PN.KB
8 8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah diatas maka rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Mengapa Pengadilan Negeri masih menerima permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh orang Islam, sedangkan Undang-Undang Peradilan Agama telah mengatur kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak oleh orang Islam? 2. Apakah akibat hukum yang timbul antara orang tua angkat dan anak angkat dengan adanya penetapan pengangkatan anak tersebut oleh Pengadilan Negeri? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, diketahui telah ada beberapa penelitian tentang Pengangkatan anak yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum khususnya yang mengambil jurusan Perdata dan Kenotariatan. Beberapa tulisan tersebut sebagai berikut: 1. Nurni Mariyani, Penetapan Pengesahan Pengangkatan Anak bagi Warga yang Beragama Islam oleh Pengadilan Agama (Studi Kasus Peneteapan No. 61/Pdt.P/2006/PA.Btl). 15 Penelitian ini dibahas mengenai dasar pertimbangan dalam penetapan pengangakatan anak bagi warga yang beragama Islam oleh Pengadilan Agama. Kesimpulan dari penelitian ini, 15 Nurni Mariyani, 2009, Penetapan Pengesahan Pengangkatan Anak bagi Warga yang Beragama Islam oleh Pengadilan Agama (Studi Kasus Peneteapan No. 61/Pdt.P/2006/PA.Btl), Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
9 9 untuk memiliki kepastian hukum bagi anak angkat maka orang tua angkatnya mengajukan permohonan penetapan di Pengadilan Agama. Persamaannya adalah mengenai permasalahan Pengangkatan Anak yang diajukan oleh orang yang beragama Islam. Perbedaanya pada tesis ini membahas mengenai Pengangkatan anak bagi masyarakat yang beragama Islam oleh Pengadilan Agama, sedangkan pada penelitian penulis Pengangkatan Anak bagi warga negara yang beragama Islam oleh Pengadilan Negeri. 2. Emnu Azami, Pengangkatan Anak dalam Lingkungan Hukum Adat Minangkabau Tinjauan atas Beberapa Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Kelas I Padang. 16 Penelitian ini membahas tinjauan hakim terhadap permohonan penetapan pengangkatan anak yang diajukan oleh masyarakat hukum adat Minangkabau ke Pengadilan Negeri. Penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan penulis. Tesis ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaannya adalah mengenai permasalahan Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri. Perbedaanya terletak pada tesis ini yaitu lebih menitikberatkan kepada pengangkatan anak ditinjau dari segi hukum adat yang dilakukan di Pengadilan Negeri, sedangkan penulis membahas alasan orang yang beragama Islam mengajukan permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri. 16 Emnu Azami, 2009, Pengangkatan Anak dalam Lingkungan Hukum Adat Minangkabau Tinjauan atas Beberapa penetapan Hakim Pengadilan Negeri kelas I Padang, Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
10 10 3. Alkhairi Fajri, Kedudukan Anak Angkat dalam Masyarakat Minangkabau di Kabupaten Padang Pariaman. 17 Penelitian ini membahas mengenai proses Pengangkatan Anak yang dilaksanakan oleh Masyarakat Minangkabau di Kabupaten Padang Pariaman telah sesuai dengan Peraturan Pemerintan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Adat Minangkabau. Kesimpulan dari penelitian ini, proses pengangkatan anak, status hukum si anak angkat serta hak dan kewajiban si anak angkat terhadap orangtua angkatnya berdasarkan permohonan penetapan di Pengadilan berdasarkan hukum adat Minangkabau yang berlaku di Kabupaten Padang Pariaman, dengan demikian penelitian ini berbeda yang dilakukan penulis. Penulis membahas tentang permohonan penetapan pengangkatan anak bagi orang yang beragama Islam diajukan ke Pengadilan Negeri. D. Manfaat Penelitian Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan bagi ilmu pengetahuan maupun pembangunan/masyarakat luas. Dengan kata lain, penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan akademik maupun kegunaan praktis, yaitu sebagai berikut: 17 Alkhairi Fajri, 2009, Kedudukan Anak Angkat dalam Masyarakat Minangkabau di Kabupaten Padang Pariaman, Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11 11 1. Secara Teoritis. Diharapkan hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan khususnya dalam bidang hukum keluarga. 2. Secara Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para pihak khususnya yang terkait dalam pelaksanaan pengangkatan anak, agar dapat memberi masukan, serta pemecahan permasalahan yang mungkin timbul dalam melaksanakan pengangkatan anak. E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui alasan Pengadilan Negeri masih menerima permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh orang Islam, sedangkan Undang- Undang Peradilan Agama telah mengatur kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak oleh orang Islam. 2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul antara orang tua angkat dan anak angkat dengan adanya penetapan pengangkatan anak tersebut oleh Pengadilan Negeri.
BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara naluri insani, setiap pasangan suami isteri berkeinginan untuk mempunyai anak kandung demi menyambung keturunan maupun untuk hal lainnya. Dalam suatu rumah tangga,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lingkungan peradilan yang diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok- Pokok Kekuasaan
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :
KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DAN PENGADILAN AGAMA DALAM PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG- ORANG YANG BERAGAMA ISLAM Kharisma Galu Gerhastuti*, Yunanto, Herni Widanarti Program Studi S1 Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal ini ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG
1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG Pengadilan Negeri sebagai salah satu pelaksana kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana
Lebih terperinciBAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN
BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengangkatan anak. Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi, kata adopsi berasal dari bahasa latin adoptio yang
Lebih terperinciHAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM
Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu
Lebih terperinciWawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan
Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan nomor : 171/Pdt.P/2009/PA.JS diperkenankan? : tidak,anak angkat
Lebih terperinciBAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan
BAB IV ANALISIS KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DAN DASAR PENETAPAN HAKIM DALAM PERKARA WARIS NON MUSLIM DI PENGADILAN AGAMA KRAKSAAN (PENETAPAN NOMOR 0023/PDT.P/2015/PA. KRS). A. Analisis Kewenangan Pengadilan
Lebih terperinciMahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkup khusus. 1 Kekhususan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah
Lebih terperinciBAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK 1. Analisis sebab terjadinya dissenting opinion dalam proses penyelesaian persidangan perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut menimbulkan
Lebih terperinciKEKUA U SAAN N KEHAKIMAN
KEKUASAAN KEHAKIMAN SEJARAH: UU Nomor 13 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Pada tahun 2015 Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Lebih terperinciPARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah
PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA Oleh: Ahsan Dawi Mansur Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan
BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013
KEWENANGAN PENGANGKATAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 1 Oleh: Afri Aswari Lasabuda 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan dan penetapan pengangkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang
Lebih terperinciBAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota
37 BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA A. Pengertian Pengadilan Agama Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia berlainan jenis yaitu seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri tersebut diantaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian terhadap hukum perkawinan akhir-akhir ini menjadi menarik kembali untuk didiskusikan. Hal ini terjadi setelah Mahkamah Konsitusi mengabulkan sebagian permohonan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Hukum Perdata di Indonesia khususnya hukum waris bersifat pluralisme (beraneka ragam). Belum adanya unifikasi dalam hukum waris di Indonesia yang merupakan bagian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada yang berskala kecil maupun besar. Karena manusia mempunyai banyak kebutuhan, maka kegiatan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut
Lebih terperinciKOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)
KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008 I. PEMOHON Nama pekerjaan Alamat : Suryani : Buruh sesuai dengan KTP : Serang Propinsi Banten II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pewarisan adalah proses peralihan harta kekayaan dari seseorang yang telah meninggal dunia sebagai pemberi kepada para ahli warisnya sebagai penerima. 1 Seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris merupakan proses berpindahnya hak milik dari orang meninggal kepada ahli warisnya yang hidup, baik peninggalan berupa harta maupun hakhak syariah. 1 Pewaris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang juga merupakan tahapan dalam proses hidup adalah adanya suatu. perkawinan yang bahagia. Dengan melakukan perkawinan manusia
1 BAB I PENDAHULUAN Proses hidup manusia secara alamiah dimulai dengan kelahiran dan berakhir dengan kematian. Setiap tahapan dari proses yaitu diantaranya tumbuh dewasa dan bekerja bagi manusia merupakan
Lebih terperinciKEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI
KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak untuk mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem Perbankan syariah adalah bagian yang berkembang pesat dari sektor keuangan dunia. Kebutuhan akan adanya bank yang beroperasi sesuai dengan nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa
1 BAB I PENDAHULUAN Hibah diatur baik dalam Hukum Islam, Hukum Perdata yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Hukum Adat. Pada dasarnya pengaturan hibah menurut sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia. Negara Indonesia memberlakukan tiga macam hukum
Lebih terperinciBAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM. A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan.
32 BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan. Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 49 ayat 1 huruf b UU No. 7 tahun 1989
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA
BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolut dan vital, artinya kehidupan manusia dipengaruhi dan ditentukan oleh eksistensi tanah. Kehidupan
Lebih terperinciBAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan
58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul
BAB IV PEMBAHASAN Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul Dalam Pasal 7 ayat (1) UUP disebutkan bahwa perkawinan hanya dapat diberikan
Lebih terperinciBAB III. IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN NO.1821/Pdt.G/2013/Pa.SDA
BAB III IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN NO.1821/Pdt.G/2013/Pa.SDA A. Kompetensi Peradilan Agama Sidoarjo 1. Perkara Di Pengadilan Agama Sidoarjo Berbicara tentang perkara di Pengadilan Agama Sidaorjo, ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,
Lebih terperinciOleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN
Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 1 PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARI`AH Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
Lebih terperinci1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
Tugas dan wewenang Mahkamah Agung adalah a. Memeriksa dan memutus 1) permohonan kasasi, 2) sengketa tentang kewarganegaraan, dan 3) permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem waris merupakan salah satu sebab atau alasan adanya perpindahan kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang mewariskan (pewaris),
Lebih terperincimelakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan. Sudah kodrat manusia antara satu sama lain selalu saling membutuhkan
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA
BAB II KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA A. Deskripsi Singkat Pada bab ini akan dibahas tentang Kedudukkan Peradilan Agama di Indonesia. Peradilan Agama di Indonsia mempunyai kedudukan yang istimewa karena dilihat
Lebih terperinciKEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS Rahmatullah, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar
KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar Abstract This inheritance issues often cause disputes or problems for heirs, because it
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kenotariatan telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan catatan sejarah yang termuat dalam beberapa buku saat ini. Di Indonesia
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-VI/2008 tanggal 13 Agustus 2008 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan
Lebih terperinciOleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN
PENGATURAN WAJIBAH TERHADAP AHLI WARIS MURTAD DALAM PEMBAGIAN HARTA KELUARGA (ANALISIS PUTUSAN No. 368/K/AG/1995). TESIS Oleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN 1420123032 Pembimbing: 1. Dr. Dahlil Marjon, S.H., M.H
Lebih terperinciP E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata
Lebih terperinciDitulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12
KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin
BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN
BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda
BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus sesuai dengan keadaan atau status sebenarnya mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 49 ayat 1 huruf b UU No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang nomor 7 tahun
Lebih terperinciOleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51
KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN AGAMA Kewenangan PA dari masa ke masa: Sebelum Kemerdekaan: Staatsblaad 1882 No. 152 tidak disebutkan secara tegas kewenangan PA, hanya disebutkan bahwa wewenang PA itu berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu kelebihan bangsa Indonesia adalah adanya keanekaragaman penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat dan tentu masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perwakafan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk kepentingan umum dan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bagian ini penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap masalah yang diteliti, yaitu mengenai hasil analisa yuridis terhadap kasus sengketa perdata menyangkut
Lebih terperinciCHOICE OF LAW DALAM HUKUM KEWARISAN. Oleh: Agus S. Primasta, SH* 1. Abstraksi. Secara umum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
CHOICE OF LAW DALAM HUKUM KEWARISAN Oleh: Agus S. Primasta, SH* 1 Abstraksi Secara umum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap eksistensi
Lebih terperinci