STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Low Mass X-ray Binary

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7

PENGENALAN ASTROFISIKA

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang

Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi

Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219

1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana. 2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island

Galaksi. Ferry M. Simatupang

Bintang Ganda DND-2006

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

3. ASTROFISIKA 1. Dimana besar c dalam ruang vakum ialah = km/s, atau mendekati 3x10 8 m/s.

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

FOTOMETRI BINT N ANG

indahbersamakimia.blogspot.com

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

Fisika Modern (Teori Atom)

SUMBER Z DAN SUMBER ATOLL

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang

Hasil dan Pembahasan

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

iammovic.wordpress.com PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang

Draft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013)

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA

LATIHAN UJIAN NASIONAL

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

FISIKA. Sesi TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON B. TEORI ATOM THOMSON

BIMBEL ONLINE 2016 FISIKA

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI

Antiremed Kelas 12 Fisika

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI

SYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009

FOTOMETRI OBJEK LANGIT

Antiremed Kelas 12 Fisika

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

BAB 2 ORBIT DAN SIFAT FISIS ASTEROID

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

Beberapa definisi berkaitan dengan spektrofotometri. Spektroskopi (spectroscopy) : ilmu yang mempelajari interaksi antara bahan dengan

Fisika EBTANAS Tahun 1997

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

1. RADIASI BENDA HITAM Beberapa Pengamatan

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000

Prof.Dr.Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1993

Soal Ujian Olimpiade Astronomi Kabupaten-Kota Tingkat SMA, 2008

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri

Dualisme Partikel Gelombang

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

CATACLYSMIC VARIABLE

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Transkripsi:

Bab IV STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI IV.1 Star Formation Rate (SFR) di Galaksi Star formation adalah suatu peristiwa pembentukan bintang yang terjadi di suatu daerah. Sebagai suatu sistem bintang, galaksi melakukan aktivitas pembentukan bintang. Syaratnya, galaksi tersebut masih memiliki cukup bahan bakar untuk membentuk bintang. Dalam hal ini galaksi harus memiliki gas dingin yang cukup besar kandungannya. Galaksi yang memenuhi syarat ini adalah galaksi spiral dan irregular yang memang kandungan gas dinginnnya masih cukup tinggi. Star formation rate (SFR) sendiri adalah laju pembentukan bintang yang terjadi di galaksi. Penentuan SFR pada galaksi bertujuan menghitung seberapa besar massa bintang baru yang terbentuk dalam satu tahun (satuan SFR adalah massa Matahari per tahun). Pada awal Bab IV (sub-bab IV.1 dan IV.2) ini, dengan mengikuti secara ketat refrensi dari paper Kennicutt (1998), akan dibahas SFR secara lebih mendalam, dimana akan dibahas daerah-daerah pembentukan bintang di galaksi dan indikator-indkator terjadinya SFR beserta cara menghitung SFR itu sendiri. Tempat terjadinya pembentukan bintang di sebuah galaksi adalah di bagian piringan galaksi dan di bagian daerah dekat inti galaksi. Pembentukan bintang adalah hal yang wajar terjadi pada piringan galaksi karena piringan galaksi adalah daerah dengan kandungan gas paling tinggi di sebuah galaksi. Banyaknya kandungan gas di piringan galaksi memungkinkan pembentukan bintang terjadi. Hal seperti ini terjadi pada galaksi normal (galaksi tunggal yang tidak atau belum mengalami interaksi) Sedangkan mekanisme tentang bagaimana bintang dapat terbentuk di daerah dekat inti galaksi, dapat dijelaskan dengan 47

adanya interaksi galaksi. Perbedaan SFR di piringan dan di daerah dekat inti galaksi dapat dilihat lebih detail pada tabel IV.1. Saat galaksi berinteraksi, potensial galaksi akan mengalami gangguan yang akan mengganggu kesetimbangan galaksi tersebut. Dalam hal ini komponen-komponen penyusun galaksi seperti bintang dan gas akan mengalami gangguan. Pada bintang, gangguan tak akan terlalu mengganggu dirinya karena mean free path pada bintang yang besar. Jarak antar bintang jauh lebih kecil dari ukuran bintang itu sendiri sehingga gangguan secara langsung dapat dikatakan tidak ada. Sedangkan gas pada galaksi bersifat diffuse dan akan berada di segala tempat (mengisi ruang). Hal ini membuat gas akan rawan terhadap gangguan. Saat interaksi terjadi tidal force akan membuat gas pada galaksi kehilangan momentum sudut dan dapat jatuh ke daerah pusat galaksi yang gravitasinya lebih besar sehingga daerah dekat inti galaksi tersebut akan mendapat tambahan gas. Selain itu, interaksi galaksi akan menghasilkan shockwave yang dapat menekan gas-gas yang berada di galaksi. Karena tekanan dari shockwave tersebut, gas-gas yang seharusnya belum membentuk bintang akan dipicu untuk membentuk bintang lebih cepat dari seharusnya. Mekanisme pendukung ini membuat pembentukan bintang baru dapat terjadi di daerah dekat inti galaksi. Selain itu, saat peristiwa ini terjadi sebagian dari gas ini akan mungkin terakresi oleh supermassive black hole yang berada di pusat galaksi sebelum menjadi bintang. Hal ini akan meningkatkan aktivitas di daerah inti galaksi tersebut. Tabel IV.1 Star formation di disk dan di daerah inti galaksi Kennicutt 1998 ARAA 36 189. Properti Piringan Radius 1 30 Kpc 0.2 2 Kpc Circumnuclear regions (termasuk starbursts) Star formation rate (SFR) 0 20 M yr -1 0 1000 M yr -1 Luminositas bolometric 10 6 10 11 M 10 6 10 13 M Massa gas 10 8 10 11 M 10 6 10 11 M Skala waktu pembentukan 1 50 Gyr 0.1 1 Gyr 48

bintang Kerapatan gas 1 100 M pc -2 10 2 10 5 M pc -2 Optical depth (0.5 µm) 0 2 1 1000 Kerapatan SFR 0 0.1 M yr -1 kpc -2 1 1000 M yr -1 kpc -2 Mode dominant Steady state Steady state + burst Kebergantungan terhadap jenis Kuat Lemah/tidak ada Kebergantungan terhadap bar Lemah/tidak ada Kuat Kebergantungan terhadap lengan spiral Kebergantungan terhadap interaksi Lemah/tidak ada Sedang Lemah/tidak ada Kuat Kebergantungan terhadap gugus Sedang/lemah Sedang Kebergantungan terhadap redshift Kuat? Pada galaksi yang normal (tidak berinteraksi), SFR nilainya hanya sekitar nol sampai dengan beberapa massa Matahari per tahun. Sedangkan pada galaksi yang berinteraksi, nilai SFR sangat besar, bisa mencapai 1000 massa Matahari per tahun. Galaksi-galaksi dengan nilai SFR tinggi biasa disebut dengan starburst galaxies. Starburst galaxies sendiri dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah galaksi starburst yang membentuk hanya beberapa massa Matahari per tahunnya. Kelompok kedua adalah Luminous Infrared Galaxies (LIGs), dimana pada galaksi-galaksi ini pembentukan bintangnya sampai dengan 50 massa Matahari per tahun. Kelompok ketiga adalah Ultra Luminous Infrared Galaxies (ULIGs) yang laju pembentukan bintangnya mencapai 100-1000 massa Matahari per tahun. Pembagian star formation pada galaksi dibagi menjadi current star formation dan past star formation. Current star formation adalah pembentukan bintang yang masih terjadi dan dapat diamati hingga saat ini, ditunjukkan dengan adanya daerah HII, adanya asosiasi bintang OB, dan adanya fenomena starburst. Sedangkan past star formation sendiri adalah pembentukan bintang yang terjadi di masa lampau. Tentunya pembentukan bintang ini tak dapat diamati dan hanya dapat ditelusuri dari jejak-jejaknya saja. 49

IV.2 Indikator dan Cara Penghitungan Star Formation Rate (SFR) di Galaksi Hampir semua metode penentuan SFR mengacu kepada bintang-bintang dengan massa besar. Meskipun demikian bukan berarti hanya bintang bermassa besar saja yang mempengaruhi SFR pada galaksi. Pada kenyataannya, bintang bermassa kecil juga berpengaruh pada SFR di galaksi, hanya saja secara pengamatan bintang bermassa kecil lebih sulit diamati dibandingkan dengan bintang bermassa besar. Dalam mengungkap SFR di galaksi, beberapa indikator dapat menuntun kita untuk mengetahui bahwa sedang terjadi proses pembentukan bintang di galaksi. Dengan mengukur lebar dari garis emisi yang dipancarkan galaksi-galaksi dan mengukurnya pada beberapa panjang gelombang, informasi mengenai SFR diharapkan dapat diperoleh. IV.2.1 Kontinum Ultraviolet Penghitungan SFR bertujuan untuk menentukan berapa massa bintang baru yang terbentuk (dalam satuan massa Matahari per tahun). Hal ini dilakukan dengan menghitung berapa jumlah bintang muda yang terbentuk dimana bintangbintang muda meradiasikan cahayanya secara lebih dominan pada panjang gelombang ultraviolet. Dengan mengukur luminositas pada panjang gelombang ultraviolet, informasi mengenai SFR juga diharapkan dapat diperoleh. Emisi bintang-bintang muda yang panas dan bermassa besar akan menghasilkan SFR: SFR (M yr -1 ) = 1.4 10-28 L NUV (erg s -1 Hz -1 ). (IV.1) Rentang panjang gelombang yang digunakan pada studi di panjang gelombang ultraviolet adalah 1500-2800 Ǻ. Keuntungan menggunakan kontinum ultraviolet adalah jika diterapkan pada galaksi jauh dengan redshift tinggi. Pada galaksi dengan redshift tinggi, cahaya ultraviolet dapat digeser sampai pada cahaya optik. Namun kelemahannya adalah terlalu peka terhadap debu. 50

IV.2.2 Garis Rekombinasi Selain mengemisikan cahaya pada panjang gelombang ultraviolet, bintangbintang panas tersebut (kelas B0 dan yang lebih panas) akan mengionisasi gas-gas hidrogen di sekitarnya. Agar proses ionisasi dapat terjadi, diperlukan adanya sumber sinar ultraviolet dan gas yang kerapatannya tinggi. Hal ini ditemukan di daerah pembentukan bintang baru dimana kerapatan gas tinggi dan terdapat bintang-bintang baru yang muda dan panas yang radiasinya dapat mengionisasikan gas-gas di sekitarnya. Garis-garis emisi pada panjang gelombang 912 Ǻ dari spektrum galaksi berasal dari rekombinasi gas terionisasi. Cahaya pada panjang gelombang ini selain disebabkan karena pemanasan oleh bintang-bintang panas, juga karena aktivitas inti galaksi dimana terdapat obyek sangat kompak (black hole atau supermassive black hole) yang mengakresi massa di sekitarnya. Emisi garis rekombinasi yang dihasilkan antara lain adalah garis H α. Metode penentuan SFR dengan emisi garis H α ini memiliki keunggulan, yaitu tak memerlukan koreksi pemerahan serumit metode yang lain. Adapun SFR yang dihasilkan adalah: SFR (M yr -1 ) = 7.9 10-42 L H (erg s -1 ). (IV.2) Selain emisi garis H α, proses ionisasi gas ini juga akan menghasilkan radiasi bebas-bebas yang akan dipancarkan pada panjang gelombang radio. Saat bintang-bintang panas mengionisasi gas-gas di sekitarnya, saat itu juga radiasi bintang menyinari debu-debu antar bintang yang ada di sekitarnya. Saat debu-debu tersebut menerima radiasi, debu-debu tersebut akan menyerap radiasi bintang-bintang panas dan nantinya debu-debu tersebut akan meradiasikan kembali cahaya yang bintang yang diserapnya tadi. Proses radiasi kembali oleh debu-debu tersebut akan berada pada panjang gelombang inframerah dekat. Gambar IV.1 dan IV.2 di bawah ini adalah contoh perbandingan spektrum galaksi yang memiliki nilai SFR rendah dan tinggi. Spektrum pada gambar IV.1 adalah spektrum galaksi SDSS J121352.90+671028.7. Galaksi ini memiliki nilai SFR rendah, yaitu sekitar 0.84 massa Matahari per tahun. Sedangkan gambar IV.2 51

adalah spektrum galaksi SDSS J094330.13+020843.8 yang memiliki nilai SFR sekitar 2.79 massa Matahari per tahun. Dari spektrum galaksi SDSS J121352.90+671028.7 pada gambar IV.1, dijumpai bahwa garis-garis emisi H α yang adalah salah satu indikator adanya SFR di galaksi, intensitasnya tidak tinggi, hanya sekitar 10-16 erg cm -2 s -1 Ǻ -1. Hal ini sesuai dengan nilai SFR yang rendah, hanya sekitar 0.84 massa Matahari per tahun. Sedangkan pada galaksi SDSS J094330.13+020843.8 yang memiliki SFR lebih tinggi, yaitu sekitar 2.97 massa Matahari per tahun, garis emisi H α lebih tinggi, yang menunjukkan intensitasnya lebih tinggi, yaitu sekitar 2.5 x 10-15 erg cm -2 s -1 Ǻ -1. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi garis emisi adalah salah satu indikator besarnya nilai SFR. Meskipun demikian, tinggi garis bukanlah satusatunya faktor karena lebar garis emisi juga menentukan besarnya nilai SFR. Gambar IV.1 Contoh spektrum galaksi yang memiliki nilai SFR rendah. Spektrum ini adalah spektrum galaksi SDSS J121352.90+671028.7 yang nilai SFR sekitar 0.84 massa Matahari per tahun - http://www.sdss.org. 52

Gambar IV.2 Contoh spektrum galaksi yang memiliki nilai SFR tinggi. Spektrum ini adalah spektrum galaksi SDSS J094330.13+020843.8 yang nilai SFR sekitar 2.97 massa Matahari per tahun - http://www.sdss.org. IV.2.3 Garis [OII] Studi SFR pada galaksi dengan redshift tinggi (z > 0.5) sulit dilakukan karena galaksi dengan redshift tinggi memancarkan cahaya H α pada panjang gelombang inframerah yang sulit diamati. Hal ini membuat penentuan SFR pada galaksi jauh memerlukan indikator lain. Indikator yang dipilih adalah garis emisi [OII] pada panjang gelombang 3727 Ǻ. Luminositas garis [OII] dipengaruhi oleh pemerahan, kelimpahan, dan keadaan ionisasi gas. Kennicutt (1998) menemukan hubungan antara SFR dengan luminositas garis [OII], yaitu: SFR (M yr -1 ) = 1.4±0.4 10-41 L [OII] 3727 (erg s -1 ). (IV.3) IV.2.4 Indikator-indikator Lain Beberapa indikator lain yang dapat membantu dalam penentuan SFR di galaksi adalah luminositas pada panjang gelombang inframerah dekat, yaitu: SFR (M yr -1 ) = 4.5 10-44 L IR (8 1000µ) (erg s -1 ). (IV.4) 53

Hal ini adalah saat starburst terjadi dimana pembentukan bintang mendominasi emisi inframerah dekat. Indikator lain adalah luminositas radio pada radiasi bebas-bebas, yaitu: SFR (M yr -1 ) = 4.3 10-28 L ff (erg s -1 Hz -1 @ 5 GHz). (IV.5) Metode ini memiliki keunggulan dimana pada panjang gelombang radio efek pemerahan tidak terjadi. IV.3 Hubungan Antara Nilai Star Formation Rate (SFR) dengan Warna Galaksi dan Lingkungan dimana Galaksi Berada Data awal yang berasal dari Sloan Digital Sky Survey (SDSS) data release 2 (Abazajian et al. 2004 dan Brinchmann et al. 2004b) memuat data-data sebagai berikut: Plate ID: No. ID dari plat spektroskopi SDSS MJD: MJD saat pengamatan Fiber ID: No. ID fiber z: Redshift galaksi yang diamati N: Jumlah galaksi tetangga Log SFR: Nilai SFR galaksi yang diamati Log SFR/M: Nilai SFR per satuan massa dari galaksi yang diamati Log M: Massa galaksi yang diamati u, g, r, i, z: Magnitudo semu galaksi pada pita u, g, r, i, z u-g, g-r, u-r: Warna galaksi yang diamati Dari data release 2 tersebut, dilakukan reduksi dengan mengambil data galaksigalaksi dengan nilai S / N > 3, memiliki magnitudo pada pita r pada rentang 14.5 < r < 17.77, dan berada pada rentang redshift 0.005 < z < 0.10 (Mariyam, 2007). Dari hasil reduksi tersebut, didapat sekitar 800 buah galaksi. Untuk melakukan 54

studi mengenai interaksi galaksi dan mencari hubungan antara warna, nilai SFR, dan lingkungan, dari sekitar 800 buah galaksi tersebut kembali dilakukan reduksi dengan mengambil dua buah parameter yaitu warna (u-g) dan nilai star formation rate (SFR) yang diyakini merupakan salah satu indikator galaksi yang berinteraksi. Dengan memandang bahwa galaksi yang berinteraksi adalah kemungkinan besar galaksi-galaksi kaya gas dan berwarna biru (galaksi spiral dan irregular), maka diambil galaksi dengan warna biru. Selain itu, dengan mengambil data yang nilai SFR-nya tinggi, diharapkan diperoleh galaksi yang pernah atau sedang mengalami interaksi. Dari reduksi dengan mengambil dua parameter ini (warna dan SFR), diperoleh 333 data galaksi dengan warna biru (galaksi spiral dan irregular) dan nilai SFR tinggi. Dari 333 buah galaksi yang didapat nilai SFR pada galaksi yang dipilih berada pada rentang log -1.05763 sampai dengan log 1.08441. Bila kita konversi nilai log SFR menjadi nilai SFR, maka 333 galaksi yang dipilih akan memiliki rentang SFR antara 0.09 M yr -1 12.14 M yr -1. Angka SFR ini adalah karaktersitik nilai SFR pada galaksi-galaksi starburst. Gambar IV.3 menunjukkan plot antara log SFR dengan warna (u-g) dari 333 buah galaksi yang dipilih. Dari plot data 333 galaksi ini didapatkan bahwa nilai SFR pada galaksi tidak berbanding lurus dengan warna, dalam arti semakin tinggi nilai SFR galaksi tidak selalu warna galaksi akan semakin biru (ditunjukkan oleh gambar IV.4). Hal ini dapat terjadi karena mungkin saja dari data yang dipilih, galaksi-galaksi yang berwarna biru tersebut adalah galaksi irregular. Log SFR vs Warna (u-g) 1.5 1 Log SFR 0.5 0-0.5 0 0.5 1 1.5-1 -1.5 u-g 55

Gambar IV.3 Plot log SFR vs warna (u-g). Gambar IV.4 Galaksi dengan nilai SFR lebih tinggi tak selalu berwarna lebih biru. Gambar kiri adalah galaksi dengan nilai log SFR 0.55641 dan berwarna merah. Gambar kanan adalah galaksi dengan nilai log SFR 0.227431 dan berwarna biru http://www.sdss.org. Gambar IV.5 Galaksi-galaksi yang berwarna biru (SDSS data release 2) namun tak memiliki SFR tinggi http://www.sdss.org. Gambar IV.5 di atas menunjukkan galaksi-galaksi dengan warna yang biru. Galaksi pertama adalah (paling kiri) adalah galaksi SDSS 56

J151718.20+033210.5. Galaksi ini memiliki warna yang biru dengan u-g = 0.94, namun hanya memiliki SFR sekitar 0.28 M yr -1. Galaksi ini memiliki massa sekitar 1.32 x 10 9 massa Matahari. Galaksi kedua (tengah) adalah galaksi SDSS J125442.85-021523.5. Galaksi ini memiliki warna u-g = 0.79 namun SFR-nya hanya sekitar 0.20 M yr -1. Galaksi ini memiliki massa yang juga cukup rendah, yaitu sekitar 6.58 x 10 8 massa Matahari. Sedangkan galaksi ketiga (paling kanan) adalah galaksi SDSS J142906.29+005751.0. Galaksi ini memiliki warna u-g = 0.85 dan nilai SFR sekitar 0.27 M yr -1. Galaksi ini memiliki massa sekitar 6.66 x 10 8 massa Matahari. Dari tiga galaksi pada gambar IV.5 di atas, ketiganya berwarna cukup biru namun SFR-nya rendah. Dari ketiga image di atas terlihat bahwa ketiga galaksi tersebut kenampakannya menunjukkan galaksi tipe irregular. Jika memang galaksi-galaksi biru tersebut adalah galaksi-galaksi irregular, maka tidaklah mengejutkan karena galaksi-galaksi irregular tidak memiliki massa yang cukup besar dan cukup gas dingin untuk dapat melakukan aktivitas pembentukan bintang baru secara besar-besaran. Dari hasil pemeriksaan terhadap massa ketiga galaksi pada gambar IV.5, dijumpai bahwa massa ketiga galaksi tersebut cenderung kecil jika dibandingkan dengan massa galaksi pada data 333 galaksi sampel dimana nilai rata-rata untuk data 333 galaksi sampel adalah sekitar 5.94 x 10 9 massa Matahari. Selain itu pula, galaksi-galaksi irregular cenderung berusia muda sehingga bintang-bintang penyusunnya juga kemungkinan masih berusia cukup muda. Hal ini membuat nilai SFR akan kecil meskipun galaksi-galaksi tersebut berwarna biru. Demikian pula halnya dengan nilai SFR dengan lingkungan. Semakin banyak galaksi tetangga, tidak lantas nilai SFR akan semakin tinggi. Meskipun kemungkinan terjadi interaksi pada daerah padat galaksi semakin besar, namun efek yang ditimbulkan tidak selalu besar. Hal ini dikarenakan untuk menimbulkan efek interaksi yang hebat, terdapat beberapa hal lain yang berpengaruh, tidak hanya kepadatan galaksi di daerah interaksi tersebut. Beberapa hal yang turut berpengaruh dalam menimbulkan efek yang hebat dari interaksi adalah kecepatan melintas galaksi dan jarak antara galaksi-galaksi yang berinteraksi. Semua hal yang berpengaruh dalam menentukan efek dari interaksi ini haruslah saling mendukung agar efek yang ditimbulkan saat interaksi benar-benar besar. 57

1.5 1 Log SFR vs N y = -0.0137x + 0.0626 Log SFR 0.5 0 0 5 10 15 20-0.5-1 N Gambar IV.6 Plot log SFR vs N. Gambar IV.6 di atas adalah plot antara log SFR dengan jumlah galaksi tetangga. Adapun yang dimaksud dengan galaksi tetangga adalah galaksi yang berada pada jarak hingga 2 Mpc dan juga memiliki perbedaan kecepatan relatif kurang dari 500 km/s satu sama lain. Dari 333 data galaksi yang dipakai, diambil galaksi-galaksi yang memiliki jumlah tetangga dekat antara 5-15. Hal ini dikarenakan data paling banyak terdistribusi pada rentang 5-15. Selain itu analisis yang akan dilakukan adalah analisis interaksi galaksi Meskipun ada juga data galaksi dengan jumlah galaksi tetangga nol atau lebih dari dua puluh, namun datadata yang didapat tidak dapat mewakili karena datanya tidaklah banyak. Selain itu juga dengan jumlah galaksi tetangga yang semakin banyak, maka kemungkinan galaksi tersebut adalah anggota gugus. Jika memang demikian, maka galaksi tersebut kurang relevan untuk diperiksa karena pada gugus galaksi efek interaksi tidak akan terasa signifikan karena kecepatan galaksi-galaksi pada gugus padat galaksi relatif tinggi sehingga sulit menghasilkan efek interaksi yang hebat. Pada plot di gambar IV.6 di atas, didapat nilai SFR untuk galaksi-galaksi dengan jumlah galaksi tetangga 5-15 akan bervariasi, ada yang tinggi namun ada juga yang rendah. Namun terdapat kecenderungan dimana untuk galaksi dengan tetangga yang semakin banyak, efek interaksi akan semakin kecil, dalam hal ini SFR akan cenderung menurun. Hal ini terlihat dari garis regresi linier yang 58

dihasilkan dimana nilai SFR akan lebih tinggi pada galaksi dengan jumlah tetangga yang tak terlalu banyak (dari plot di atas galaksi dengan jumlah tetangga ~ 5 nilai SFR-nya akan cenderung lebih besar dari galaksi dengan jumlah tetangga yang lebih besar). Hal yang cukup masuk akal karena seperti kita tahu bahwa galaksi-galaksi pada gugus meskipun mengalami interaksi, efeknya tak akan terlalu signifikan. Sedangkan galaksi-galaksi pada grup akan mengalami efek yang lebih terlihat saat mereka berinteraksi. IV.4 Properti Beberapa Sampel Galaksi Dari 333 data galaksi yang dipakai, dipilih empat sampel galaksi, yaitu SDSS J090721.59+521003.4, SDSS J095335.23+011342.0, SDSS J112122.84+001730.1, dan SDSS J095335.24+011335.2. Tabel IV.2, IV.3, IV.4, dan IV.5 menunjukkan data empat sampel galaksi target beserta galaksi tetangganya. Kedua galaksi ini dipilih sebagai sampel karena baik image maupun SFR-nya mengindikasikan adanya proses interaksi (ditunjukkan oleh gambar IV.7, IV.9, IV.11, dan IV.13). Pada galaksi-galaksi ini juga ditemukan adanya garis emisi H α dan [OII] yang menandakan adanya SFR, seperti ditunjukkan oleh gambar IV.8, IV.10, IV.12, dan IV.14. Selain itu, keempat galaksi ini juga memiliki tetangga yang jaraknya berdekatan dengan dirinya. Dengan adanya galaksi yang berdekatan dengannya, dicurigai galaksi ini berinteraksi. Adapun data yang didapat di tabel IV.2, IV.3, IV.4 dan IV.5 ini didapat dari gabungan web SDSS, yaitu http://www.sdss.org. dan web NED, yaitu http://nedwww.ipac.caltech.edu. Tabel IV.2 Properti galaksi SDSS J090721.59+521003.4 dan SDSS J090722.74+521020.5 http://www.sdss.org & http://nedwww.ipac.caltech.edu. PROPERTI GALAKSI TARGET GALAKSI TETANGGA Nama SDSS J090721.59+521003.4 SDSS J090722.74+521020.5 59

RA 136.839967 136.844779 Deklinasi 52.167636 52.172375 V R Helio 18305 +/- 17 km/s 18244 +/- 18 km/s Redshift 0.061060 +/- 0.000057 0.060855 +/- 0.000059 Diameter sudut mayor 0.34 arc min 0.28 arc min Diameter linier mayor 26.21 Kpc 21.50 Kpc Diameter sudut minor 0.19 arc min 0.14 arc min Diameter linier minor 14.65 Kpc 10.75 Kpc Magnitudo semu pita g 17.2 17.7 Jarak ke galaksi tetangga 0.335 Mpc 0.335 Mpc Jarak dari Bumi 265 Mpc 264 Mpc m-m 37.12 37.11 Magnitudo mutlak pita g - 19.92-19.41 Massa 7.64 x 10 9 massa Matahari - Log SFR 0.110102 - Log SFR / M - 9.7728 - Gambar IV.7 Gambar galaksi SDSS J090721.59+521003.4 dan galaksi SDSS J090722.74+521020.5 yang merupakan galaksi tetangganya http://www.sdss.org. 60

Gambar IV.8 Spektrum galaksi SDSS J090721.59+521003.4. Spektrumnya menunjukkan adanya garis emisi H α dan garis [OII] yang merupakan garis penanda terjadinya SFR http://www.sdss.org. Tabel IV.3 Properti galaksi SDSS J095335.23+011342.0 dan SDSS J095335.24+011335.2 http://www.sdss.org & http://nedwww.ipac.caltech.edu. PROPERTI GALAKSI TARGET GALAKSI TETANGGA Nama SDSS J095335.23+011342.0 SDSS J095335.24+011335.2 RA 148.396813 148.396829 Deklinasi 1.228347 1.226453 V R Helio 18594 +/- 17 km/s 18607 +/- 18 km/s Redshift 0.062022 +/- 0.000056 0.062066 +/- 0.000059 Diameter sudut mayor 0.27 arc min 0.21 arc min Diameter linier mayor 21.36 Kpc 16.67 Kpc Diameter sudut minor 0.12 arc min 0.11 arc min Diameter linier minor 9.49 Kpc 8.73 Kpc Magnitudo semu pita g 18.1 18.9 Jarak ke galaksi tetangga 0.114 Mpc 0.114 Mpc Jarak dari Bumi 272 Mpc 273 Mpc 61

m-m 37.18 37.18 Magnitudo mutlak pita g - 19.08-18.28 Massa 4.5 x 10 9 massa Matahari - Log SFR 0.066928 - Log SFR / M -9.58277 - Gambar IV.9 Gambar galaksi SDSS J095335.23+011342.0 dan galaksi SDSS J095335.24+011335.2 yang merupakan galaksi tetangganya http://www.sdss.org. Gambar IV.10 62

Spektrum galaksi SDSS J095335.23+011342.0. Spektrumnya menunjukkan adanya garis emisi H α dan garis [OII] yang merupakan garis penanda terjadinya SFR http://www.sdss.org. Tabel IV.4 Properti galaksi SDSS J112122.84+001730.1 dan 2dFGRS N372Z199 http://www.sdss.org & http://nedwww.ipac.caltech.edu. PROPERTI GALAKSI TARGET GALAKSI TETANGGA Nama SDSS J112122.84+001730.1 2dFGRS N372Z199 RA 170.345179 170.345500 Deklinasi 0.291711 0.290556 V R Helio 19064 +/- 16 km/s 19037 +/- 89 km/s Redshift 0.063590 +/- 0.000054 0.063500 +/- 0.000297 Diameter sudut mayor 0.19 arc min 0.44 arc min Diameter linier mayor 15.48 Kpc 35.71 Kpc Diameter sudut minor 0.11 arc min 0.11 arc min Diameter linier minor 8.96 Kpc 8.93 Kpc Magnitudo semu pita g 18.0 17.90 Jarak ke galaksi tetangga 0.176 Mpc 0.176 Mpc Jarak dari Bumi 280 Mpc 279 Mpc m-m 37.23 37.23 Magnitudo mutlak pita g - 19.23-19.33 Massa 4.47 x 10 9 massa Matahari - Log SFR - 0.16011 - Log SFR / M - 9.81052-63

Gambar IV.11 Gambar galaksi SDSS J112122.84+001730.1 dan 2dFGRS N372Z199 yang merupakan galaksi tetangganya http://www.sdss.org & http://nedwww.ipac.caltech.edu. Gambar IV.12 Spektrum galaksi SDSS J112122.84+001730.1. Spektrumnya menunjukkan adanya garis emisi H α dan garis [OII] yang merupakan garis penanda terjadinya SFR http://www.sdss.org. 64

Tabel IV.5 Properti galaksi SDSS J105051.81+011001.4 dan SDSS J105051.78+011001.2 http://www.sdss.org. & http://nedwww.ipac.caltech.edu. PROPERTI GALAKSI TARGET GALAKSI TETANGGA Nama SDSS J105051.81+011001.4 SDSS J105051.78+011001.2 RA 162.715875 162.717042 Deklinasi 1.167056 1.165333 V R Helio 11775 +/- 24 km/s 11575 +/- 12 km/s Redshift 0.039277 +/- 0.000080 0.038609 +/- 0.000040 Diameter sudut mayor 1.00 arc min 0.44 arc min Diameter linier mayor 50 Kpc 21.63 Kpc Diameter sudut minor 0.12 arc min 0.24 arc min Diameter linier minor 6.01 Kpc 11.80 Kpc Magnitudo semu pita g 17.6 17.0 Jarak ke galaksi tetangga 0.120 Mpc 0.120 Mpc Jarak dari Bumi 172 Mpc 169 Mpc m-m 36.17 36.14 Magnitudo mutlak pita g - 18.57-19.14 Massa 3.1 x 10 9 massa Matahari - Log SFR - 0.17908 - Log SFR / M - 9.6893-65

Gambar IV.13 Galaksi SDSS J105051.81+011001.4 yang diduga mengalami interaksi dilihat dari kenampakannya yang tidak biasa http://www.sdss.org. Gambar IV.14 Spektrum galaksi SDSS J105051.81+011001.4. Spektrumnya menunjukkan adanya garis emisi H α dan garis [OII] yang merupakan garis penanda terjadinya SFR http://www.sdss.org. Dari data empat sampel galaksi di atas didapat suatu kemiripan. Galaksigalaksi sampel tersebut memang kemungkinan berdekatan dengan galaksi tetangganya. Hal ini dapat diprediksi demikian karena propertinya yang mirip, yaitu redshift dan kecepatan radialnya, seperti ditunjukkan pada tabel IV.6. 66

Selain itu, dari gambar IV.8. IV.10, IV.12, dan IV.14 dapat dilihat bahwa dua sampel galaksi ini memiliki garis emisi H α dan garis O[II] pada spektrumnya yang merupakan indikator adanya SFR pada galaksi. Adapun dengan memperhitungkan garis emisi H α dan garis O[II], SFR pada galaksi dapat dihitung dengan memakai persamaan (IV.2) dan persamaan (IV.3). Pada sampel dua galaksi di atas, dengan memperhatikan properti-properti yang ada, nilai potensial galaksi dapat dihitung dengan persamaan (III.10): 2 2 GM r 3r r GM Vtot ( r, θ ) = 1+ cosθ + cos 2 θ+ +... cos 2 2 + r θ 2 D D 4D 4D D 2 3 GM r 1 3 r = C 2 + cos 2 θ + O 3. D D 4 4 D (III.10) Tabel IV.6 Perbandingan properti empat galaksi sampel yang dipilih http://www.sdss.org. & http://nedwww.ipac.caltech.edu. Nama Galaksi D r / D z Vr Massa Log SFR (Kpc) (km/s) (M Θ ) SDSS 335 0.032 0.000205 61 7.6x10 9 0.110102 J090721.59+521 003.4 SDSS 114 0.094 0.000044 13 4.5x10 9 0.066928 J095335.23+011 342.0 SDSS 176 0.101 0.00009 27 4.47x10 9-0.16011 J112122.84+001 730.1 SDSS J105051.81+011 001.4 120 0.208 0.000668 200 3.1x10 9-0.17908 67

Dari tabel IV.6 di atas dapat diperoleh potensial yang dihasilkan dengan G adalah konstanta gravitasi dan sudut θ yang diambil adalah nol derajat bila kita mengetahui massa galaksi tetangga. Dengan memasukkan nilai karaktersitik dari masing-masing galaksi sampel ke dalam persamaan (III.10), didapat potensial untuk keempat galaksi sampel di atas. Jika mengacu kepada analisis kurva potensial galaksi yang berinteraksi (Pratama, 2007), galaksi yang memiliki r / D yang lebih kecil akan memiliki nilai SFR yang lebih rendah dibandingkan dengan galaksi yang memiliki nilai r / D yang lebih besar karena potensial yang dihasilkan dari proses interaksi juga tidak terlalu dalam. Namun, kenyataannya tak selalu demikian karena ada faktor lain yang turut mempengaruhi, yaitu massa galaksi tetangga yang berinteraksi dengan galaksi target tersebut. Nilai SFR keempat galaksi sampel tersebut juga berbeda. Galaksi dengan massa lebih tinggi akan memiliki nilai SFR yang lebih tinggi juga. Dengan mengasumsikan bahwa semakin tinggi massa galaksi semakin tinggi pula kandungan gasnya, maka semakin banyak juga bahan bakar pembentuk bintangbintang baru. Massa galaksi yang besar ini membuat galaksi ini mampu menyediakan bahan bakar yang cukup banyak untuk membentuk bintang-bintang baru. Misalnya pada kasus galaksi SDSS J095335.23+011342.0 dengan galaksi SDSS J105051.81+011001.4 dimana SFR pada galaksi SDSS J095335.23+011342.0 akan menjadi lebih besar dibandingkan galaksi SDSS J105051.81+011001.4 meskipun nilai r / D galaksi SDSS J095335.23+011342.0 lebih kecil dari r / D galaksi SDSS J105051.81+011001.4. Pada galaksi SDSS J105051.81+011001.4, massa yang dikandung rendah sehingga menyebabkan bahan bakar pembentuk bintang baru tidak cukup banyak sehingga SFR pada galaksi ini lebih rendah dari galaksi SDSS J095335.23+011342.0. 68