BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem

III. METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB III DESKRIPSI AREA

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Gambar 2 Tahapan Studi

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ciburuy, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VII DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI EKONOMI NELAYAN

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Riyatus Shalihah (1), Zainol Arifin (2), Mohammad Shoimus Sholeh (3) Fakultas Pertanian Universitas Islam Madura (3)

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan

ANALISA POLA PEMBIAYAAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP JARING INSANG (GILL NET) NELAYAN BULAK KOTA SURABAYA

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga dimana masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional, kata tanjung pasir berasal dari Tanjung yang berarti daratan yang menonjol dipermukaan laut jawa dan Pasir adalah permukaan tanahnya pasir. Desa Tanjung Pasir merupakan kawasan pantai berpasir yang masih ditumbuhi hutan bakau. Kawasan pantai ini dekat dengan Pulau Untung Jawa. Desa Tanjung Pasir memiliki PPI Tanjung Pasir yang didalam bagian PPI tersebut terdapat TPI Tanjung Pasir, Dermaga, Kawasan Militer yang merupakan tempat pelatihan bagi TNI AL dan tempat rekreasi, wisata pantai, pertambakan, selain itu juga sedang direncanakan untuk pengembangan Tangerang International City serta sebagai pusat kegiatan wilayah Promosi. Pantai Tanjung Pasir merupakan pantai wisata yang di kelola oleh TNI AL Kabupaten Tangerang, dan Desa Tanjung Pasir dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Pemerintahan Desa di lingkungan Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Bupati tersebut struktur organisasi tata kerja pemerintahan desa, bahwa tugas kepala desa melaksanakan urusan pemerintahan, pembangunan, sosial masyarakat dan pemberdayaan pantai. Desa Tanjung Pasir merupakan pemekaran wilayah yang dahulunya masih bersatu dengan Tegalangus. Pemekaran wilayah terjadi pada tahun 1984 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012). 37

38 4.1.1 Batas Wilayah dan Aksesibilitas Wilayah Desa Tanjung Pasir termasuk strategis karena terletak diantara kota Tangerang dan Jakarta. Letak Geografis Desa Tanjung Pasir adalah 106 o 20-106 o 43 Bujur Timur dan 6 o 00-6 o 20 Lintang Selatan. Menurut BPS Kabupaten Tangerang (2010) Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 5.642 km 2 (sekitar 570 Ha). Batas wilayah Desa Tanjung Pasir : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Muara 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegalangus 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Burung Desa Tanjung Pasir dapat ditempuh dengan jarak 12 km dari pusat pemerintahan kantor kecamatan,54 km da pusat pemerintahan Ibu Kota Kabupaten Tangerang dan berjarak 72 km dari Ibu Kota Provinsi Banten. Desa Tanjung Pasir dapat ditempuh menggunakan transportasi darat ataupun laut. Transportasi dara dapat menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat, sedangkan transportasi laut dapat menggunakan kapal atau perahu. Kodisi jalan menuju Desa Tanjung pasir berada dalam kondisi baik, namun setelah memasuki Desa tanjung Pasir kondisi jalan buruk, banyak jalan yang sudah rusak. 4.1.2 Fisik dan Lingkungan Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 570 Ha dan merupakan daerah daratan rendah dengan ketinggian dari permukaan laut 1 meter dengan suhu 30 0 C- 37 0 C. Nama Desa Tanjung Pasir diambil dari kata Tanjung yang berarti daratan yang menonjol dipermukaan laut jawa dan Pasir adalah permukaan tanahnya pasir jadi kondisi tanah di Desa Tanjung Pasir adalah permukaan tanahnya berpasir. Desa Tanjung Pasir mempunyai 2 (dua) musim yaitu penghujan dan kemarau. Kedua musim tersebut dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari arah Barat/Barat Daya dengan kecepatan 15 Km dan curah hujan rata-rata 26,4 mm/tahun (DKP Kab. Tangerang 2012).

39 4.1.3 Sosial Ekonomi Perekonomian Desa Tanjung Pasir pada umumnya bersumber dari penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang, buruh, dan karyawan swasta, sehingga rata-rata kondisi ekonominya sangat rendah. Ekonomi masyarakata Desa Tanjung Pasir perlu ditingkatkan melalui upaya ekonomi produktif setiap individu. Daftar mata pencaharian pokok Desa Tanjung Pasir ( Tabel 7 ) adalah sebagai berikut Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk Tanjung Pasir No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) 1 Nelayan 2331 2 Buruh / Swasta 65 3 PNS 15 4 Pedagang 1213 5 Penjahit 24 6 Tukang Batu 62 7 Tukang Kayu 42 8 Peternak 6 9 Pengrajin 5 10 Montir 25 11 Polri 8 12 Petani 176 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012 Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir sampai dengan bulan Juni Tahun 2010 tercatat sebanyak 10.225 jiwa terdiri dari laki-laki 4.115 jiwa, perempuan 6.110 jiwa dan jumlah kepala keluarga 1.853 KK. Sedangkan jumlah penduduk menurut umur ( Tabel 8 ) yaitu sebagai berikut

40 Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Tanjung Pasir No. Umur Jumlah Keterangan (tahun) (jiwa) 1 0 14 669 2 5 9 914 3 10 14 665 4 15 19 452 5 20-24 345 6 25-29 231 7 30 34 237 8 35-39 122 9 40 44 145 10 45 49 119 11 50 54 143 12 55 178 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012 4.1.4 Perikanan Tangkap Perkembangan perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir telah mengalami perubahan pada sektor produksi setiap tahunnya. Berdasarkan data dari TPI Tanjung Pasir jumlah produksi mengalami penurunan, pada tahun 2010 sampai tahun 2013 yaitu pada tahun 2010 hasil produksi tangkapan mencapai 156.804 kg, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 yaitu hasil poduksinya sebesar 45.936 kg dan mengalami kenaikan kembali pada tahun 2012 dan 2013 bulan April yaitu hasil produksi tangkapan mencapai 81.720 kg dan 117.924 kg. Hasil produksi di sektor perikanan tangkap selalu ada naik turun. Data hasil produksi dan nilai hasil tangkapan dalam lima tahun terakhir, dapat dilihat pada Tabel 9.

41 Tabel 9. Data Produksi dan Nilai Hasil Tangkapan Ikan di TPI Tanjung Pasir Pada Tahun 2010-2013 Tahun Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) 2010 156804 1.842.200.000 2011 45936 599.964.000 2012 81720 939.840.000 2013 117924 1.633.000.000 Jumlah 402384 5.014.804.000 Sumber: TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Tanjung Pasir Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat produksi pada tahun 2011 menurun sangat drastis dari jumlah 156.804 kg menjadi 45.936 kg. Informasi pihak TPI Tanjung Pasir hal ini terjadi akibat cucaca yang tidak baik pada tahun 2011 seperti angin kencang dan gelombang yang tinggi yang berdampak pada hasil tangkapan nelayan menurun. Namun pada tahun 2012 dan sampai bulan April 2013 produksi kembali meningkat sejumlah 81720 dan 117924 kg sehingga nilai produksi pun kembali meningkat. Turun naiknya jumlah hasil produksi dan nilai hasil produksi DesaTanjung Pasir dapat dilihat pada Tabel 2. Nelayan di Desa Tanjung Pasir melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap yang beragam diantaranya yaitu pancing ulur, pancing rawai, jaring apus dan jaring insang rata- rata perahu yang digunakan dengan kapasitas < 5 GT. Salah satu alat tangkap yang paling umum digunakan disana yaitu pancing ulur. Nelayan pancing ulur biasanya melaut dalam sehari selama 12 jam yaitu dari jam 04.00 pagi sampai dengan jam 16.00 ( 04.00 sore). Kegiatan melaut dari pagi hingga sore tersebut disebut dengan istilah minggir. Selain nelayan minggir terdapat nelayan pancing ulur yang melakukan kegiatan penangkapannya selama 5 hari yang biasa disebut nelayan mingguan. Jadi Nelayan ini tidak pulang selama 5 hari dan berada dilautan untuk menangkap ikan. Biasanya nelayan mingguan ini menggunakan kapal motor untuk melakukan aktivitas penangkapannya. Selain kedua nelayan tersebut terdapat nelayan pancing ulur yang hanya 3-4 jam melakukan aktivitas penangkapannya karena dalam melakukan kegiatan penangkapannya menggunakan kapal tanpa mesin.

42 Hasil tangkapan dari ketiga jenis nelayan pancing ulur kemudian dijual. Nelayan minggir biasanya menjual ikannya di TPI Tanjung Pasir sedangkan nelayan mingguan biasanya menjual ikan hasil tangkapan di TPI Tanjung Pasir dan TPI Muara Angke yang letaknya tidak jauh dari Tanjung Pasir (TPI Tanjung Pasir,2013) 4.2 Kondisi Umum Responden 1. Mata Pencaharian Karakteristik nelayan sebagai responden dalam penelitian ini, maka dilakukan analisis deskriptif terhadap data identitas responden. Data hasil analisis deskriptif terhadap identitas dari karakteristik nelayan sebagai responden ( Tabel 10), dan status pekerja seperti Gambar 8. Tabel 10. Pekerjaan Responden di Pantai Tanjung Pasir No Status Pekerjaan Responden Presentase (%) 1 Nelayan Kapal Motor 20 40 2 Nelayan Perahu Mesin Tempel 20 40 3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin 10 20 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer 2013 Nelayan Kapal Motor Nelayan Perahu Mesin tempel Nelayan perahu Tanpa Mesin Gambar 8. Mata Pencahaian Responden Nelayan

43 Berdasarkan data terlihat bahwa dari 50 responden, 40% memiliki status pekerjaan sebagai nelayan kapal motor, 40% sebagai nelayan perahu mesin tempel dan 20% sebagai nelayan perahu tanpa mesin. Sebagai nelayan perikanan tangkap dengan kapal motor paling banyak karena nelayan dengan menggunakan kapal motor dapat menghasilkan tangkapan yang tinggi. Nelayan dengan kapal motor memiliki aksesibilitas yang tinggi sehingga pendapatan yang dihasilkan juga lebih besar ( Masyhuri 1999 dalam Sujarno 2008) Nelayan perahu tempel persentasenya 40%. Nelayan dengan perahu mesin tempel biaya opersional lebih murah dari pada kapal motor dengan hasil tangkap yang cukup lumayan, sedangkan status pekerjaan terendah yaitu nelayan perahu tanpa mesin. Nelayan perahu tanpa mesin memiliki persentase terkecil di responden. Nelayan perahu tanpa mesin jumlahnya sudah berkurang sekarang ini dikarenakan jumlah tangkapan yang dihasilkan sedikit karena aksesibilitasnya perahu tidak dapat jauh hanya di sekitar pantai. Aksesibilitas sangat mempengaruhi jumlah tangkapan yang diperoleh ( Masyhuri 1999 dalam Sujarno 2008). 2. Tingkat Pendidikan Pendidikan nelayan sangat beragam dan umumnya lebih banyak memilih untuk menjadi nelayan dari pada pendidikan. Berikut disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 9 tingkat pendidikan responden. Tabel 11. Tingkat Pendidikan Responden di Pantai Tanjung Pasir No Pendidikan Responden Presentase (%) 1 Tidak Tamat SD 8 16 2 SD 30 60 3 SMP 12 24 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer 2013

44 Tidak Tamat SD SD SMP Gambar 9. Tingkat Pendidikan Responden Berdasarkan Gambar 9 diatas, dari 50 responden sebagian besar memiliki tingkat pendidikan terakhir sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 60% responden, sedangkan yang paling sedikit adalah tingkat pendidikan terakhir tidak tamat sekolah dasar (SD), sebanyak 16 % responden, dan sisa nya adalah yang berpendidikan terakhir sekolah menengah pertama (SMP), yaitu 24% responden. Hasil penelitian Tegar (2011) secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki, namun terdapat beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan pengetahuan seperti lingkungan sekitar dan pengalaman. 3. Umur Responden Nelayan di Tanjung Pasir terdiri dari beberapa kelompok umur. Berikut disajikan tabel distribusi umur responden. Tabel 12. Umur Responden di Pantai Tanjung Pasir No Umur Responden Responden Presentase (%) 1 20-30 12 24 2 30-40 23 46 3 40-50 10 20 4 50-60 5 10 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer 2013

45 20-30 30-40 40-50 50-60 Gambar 10. Tingkat umur responden Berdasarkan Gambar 10 diatas bahwa dari 50 responden yang lebih mendominasi yaitu umur 30-40 yaitu sebesar 46%, sedangkan sisa nya masingmasing 24%, 20%, dan 10%. Nelayan di Desa Tanjung Pasir di dominasi umur 30-40 karena diusia tersebut memiliki tenaga dan fisik yang kuat dan juga lebih banyak memiliki pengalaman dibandingkan dengan nelayan umur 20-30. Sedangkan pada umur 50-60 jumlah nelayan berjumlah sedikit karena fisik yang tidak kuat lagi dan biasanya dibantu anak- anak yang membantu dalam aktivitas penangkapan, namun nelayan 50-60 memiliki kelebihan yaitu mempunyai pengalaman yang lebih banyak sehingga berpengaruh pada jumlah tangkapan. Menurut Sujarno (2008) nelayan yang berusia diatas umur 30 tahun dapat dikatakan sebagai nelayan yang berpengalaman.

46 4.3 Analisis Kinerja Usaha Penangkapan 1) Analisis Produktivitas Analisis produktivitas perikanan nelayan pancing ulur dari ketiga jenis armada dapat dilihat dari tabel di bawah ini : Tabel 13. Produktivitas berdasarkan hasil tangkapan per kapal per tahun No Jenis Nelayan Produksi (kg) Nilai (Rp) 1 Nelayan Kapal Motor 10480 215.100.000 2 Nelayan Perahu Mesin Tempel 3145 107.100.000 3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin 205 33.400.000 Total 13840 355.600.000 Sumber : Data Sekunder Olahan (2013) Nelayan Kapal Motor Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan kapal motor adalah sebagai berikut : Produktivitas = = (Rp) Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 2,23. Nilai tersebut mengandung arti dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 2,23. Nelayan Perahu Mesin Tempel Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan perahu mesin tempel adalah sebagai berikut : Produktivitas = = (Rp) Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 1,66. Nilai tersebut mengandung arti dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 1,66.

47 Nelayan Perahu Tanpa Mesin Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan perahu tanpa mesin adalah sebagai berikut : Produktivitas = = = 2,49 (Rp) Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 2,49. Nilai tersebut mengandung arti dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 2,49. 2) Analisis Teknis Penangkapan a) Kapal/ Perahu Kapal yang digunakan oleh nelayan adalah kapal bermuatan 4 GT dan motor tempel berkekuatan 22-33 PK. Perahu terbuat dari kayu dengan umur teknis sekitar 10 tahun. Ukuran panjang 9,8 m, lebar 2,5 m, dan dalam 1,1 m. Adapun motor tempel yang digunakan memiliki umur teknis sampai 8 tahun, dengan merek Suzuki dan Daihatsu. Rata-rata nelayan menggunakan merek Suzuki, karena harganya yang lebih murah dibandingkan Daihatsu. Perbaikan kapal dilakukan pada saat kapal mengalami kerusakan, namun rata-rata perbaikan kapal dilakukan 7 bulan sekali. Perbaikan dilakukan pada mesin dan rangka kapal yang rusak serta pengecatan di badan kapal yang dilakukan 7 bulan sekali. Sedangkan untuk perahu tanpa mesin perbaikan dilakukan hanya pada perahu yang rusak atau bocor dan juga pengecatan yang dilakukan 2 kali dalam waktu setahun dalam jangka 6 bulan sekali. Adapun motor tempel yang digunakan memiliki umur teknis sampai 8 tahun, dengan merek Suzuki dan Daihatsu. b) Alat tangkap Pancing ulur yang digunakan oleh nelayan di Desa Tanjung Pasir memiliki konstruksi yang sangat sederhana. Tali pancing utama biasanya memiliki 1 atau lebih mata pancing secara vertikal. Tali yang digunakan yaitu tali monofilament, pada tali diberikan pemberat yang berupa timah yang berfungi agar umpan dapat tenggelam. Jenis umpan yang digunakan pada pancing ulur adalah umpan palsu

48 dan umpan hidup, namun umpan yang umum digunakan yaitu umpan hidup. Pancing ulur memiliki penggulung tali yang berfungsi untuk menggulung tali pancing dan juga sebagai pegangan ketika menarik ikan yang terkait dimata pancing. c) Nelayan Nelayan di Desa Tanjung Pasir rata-rata merupakan nelayan utama. Adapun nelayan utama yang berada di Desa Tanjung Pasir merupakan nelayan asli yang berasal dari Desa Tanjung Pasir. Keinginan untuk melaut nelayan Tanjung Pasir cukup besar, namun terbatas pada cuaca dan iklim yang dewasa ini tidak menentu akibat global warming yang mengakibatkan gelombang tinggi dan angin yang bertiup kencang. Adapun nelayan pendatang berasal dari wilayah Pantura. Nelayan pancing ulur yang melaut setiap kapalnya hanya terdiri dari 3-4 orang dengan pembagian tugas 1 nakhoda dan 2 ABK. Sedangkan untuk nelayan perahu mesin tempel terdiri dari 3 orang dan untuk perahu tanpa mesin biasanya terdiri dari 2 orang. Sistem bagi hasil akan menentukan tingkat pendapatan nelayan, baik nelayan pemilik maupun ABK. Pada kapal motor yang biasanya terdapat 3 ABK sistem bagi hasil yaitu setiap ABK mendapat satu bagian sedangkan nelayan pemilik mendapat dua bagian yang didapatkan dari hasil ikut melaut dan bagian untuk kepemilikan kapal, dengan persentase ABK mendapatkan masing- masing 20% sedangkan pemilik mendapatkan 40%. Pada perahu mesin tempel sistem bagi hasilnya sama seperti kapal motor. Sedangkan untuk perahu tanpa mesin sistem bagi hasil biasanya 50% : 50%, dikarenakan pada perahu tanpa mesin jumlah orang yang melaut maksimal hanya dua orang.. Bagi hasil ini diperoleh dari penerimaan kotor yang telah dikurangi dengan retribusi dan biaya operasi. Penerimaan yang diperoleh ABK pada satu unit alat tangkap akan semakin kecil jika tenaga kerja yang bekerja semakin banyak.

49 d) Metode Penangkapan Metode operasional dari ketiga jenis armada berbeda, dimana perbedaannya antara lain : Nelayan pancing mingguan berangkat dari fishing base menuju fishing ground pada hari Senin dan melakukan aktivitas penangkapan hingga waktu 5 hari, kemudian kembali ke daratan pada hari Sabtu. Nelayan minggir nelayan berangkat dari fishing base menuju fishing ground pada pukul 04.00 WIB untuk melaut pagi hari hingga pukul 16.00 WIB setelah itu nelayan kembali ke daratan untuk menjual hasil tangkapannya. Nelayan perahu tanpa mesin biasanya berangkat dari fishing base menuju fishing ground pada pukul 04.00 WIB untuk melaut pagi hari sampai pukul 08.00 WIB dan kembali ke daratan. Namun perbedaan nelayan perahu tanpa mesin ini sehari dapat melaut lebih dari sekali dalam waktu sehari. Jarak yang ditempuh oleh nelayan dari ketiga jenis nelayan adalah berbeda. Jarak yang ditempuh oleh nelayan mingguan lebih besar dikarenakan waktu yang lebih lama dan juga kapal yang telah bermesin sehingga jarak tangkap juga bisa semakin jauh. Pada perahu mesin tempel jarak yang dapat ditempuh sekitar 5-10 mil sedangkan untuk perahu tanpa mesin jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh hanya hingga 1 mil dan daerah di sekitar pantai. Sesampainya di fishing ground, nelayan mengurangi kecepatan kapal dan mulai mengulur tali pancing hingga kedalaman yang dikehendaki. Setiap nelayan memegang satu bahkan lebih pancing ulur. Apabila umpan pancing ulur dimakan ikan akan dirasakan tali pancing seperti ditarik lalu nelayan menarik dan menggulung tali pancing tersebut hingga ikan dapat diangkat ke perahu. Ikan yang tertangkap dilepaskan dari mata pancing dan diletakkan di tempat yang telah disediakan. Selanjutnya nelayan kembali mengulur pancing kedalam laut dan seterusnya. Setelah kegiatan penangkapan selesai kemudian nelayan kembali kedaratan untuk menjual ikan hasil tangkapannya ke TPI dan kadang- kadang ke pengepul.

50 3) Analisis Finansial Analisis finansial digunakan untuk menghitung seberapa besar biaya dan penerimaan diperoleh dari kegiatan operasi penangkapan. Biaya terdiri dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel sedangkan penerimaan didapat dari jumlah tangkapan dalam yang dikalikan dengan harga pasar. Perhitungannya dilakukan dalam jangka satu tahun. Beberapa analisis finansial yang dihitung antara lain total biaya, penerimaan, BCR ( Benefit Cost Ratio), dan Rasio Profitabilitas. 3.1 Analisis Keragaan Biaya Manfaat 3.1.1 Nelayan Kapal Motor Nelayan kapal motor melakukan kegiatan penangkapan dalam periode satu tahun mengeluarkan total biaya dan mendapatkan penerimaan yang dapat dilihat pada Tabel 14 Tabel 14. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Kapal Motor (dalam 1 tahun) No Uraian Satuan Volume Biaya (Rp) Proporsi Biaya (%) 1 Biaya Tetap Rp Penyusutan Kapal Rp 2.038.095 2,42 Penyusutan Mesin Rp 1.904.762 2,26 Retribusi Rp 3.191.429 3,79 2 Biaya Variabel Rp Biaya Perbekalan Rp 21.071.429 25,02 Pembelian Bahan 38.022.857 Bakar Rp 45,15 Pembelian Umpan Rp 6.935.238 8,23 Pembelian Es 4.118.095 4,89 3 Total Pengeluaran Rp 84.217.143 100,00 4 Penerimaan Rp 215.100.500 Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan kapal motor Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya total (biaya tetap dan biaya variabel) adalah Rp 84.217.143 dan rata-rata penerimaan

51 nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah sebesar Rp 215.105.500 Biaya bahan bakar mengambil persentasi terbesar dalam total biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar 45,15% sedangkan untuk persentasi terkecil berasal dari biaya penyusutan mesin sebesar 2,26% dari total biaya. 3.1.2 Nelayan Perahu Mesin Tempel Nelayan perahu mesin tempel melakukan kegiatan penangkapan dalam periode satu tahun mengeluarkan total biaya dan mendapatkan penerimaan yang dapat dilihat dari Tabel 15. Tabel 15. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Perahu Mesin Tempel (dalam 1 tahun) No Uraian Satuan Volume Nilai (RP) Proporsi Biaya (%) 1 Biaya Tetap Penyusutan Kapal Rp 1.609.524 3,03 Penyusutan Mesin Rp 952.381 1,79 Retribusi Rp 1.584.286 2,98 2 Biaya Variabel Biaya Perbekalan Rp 19.419.048 36,53 Pembelian Bahan 24.685.714 Bakar Rp 46,43 Pembelian Es Rp 2.761.905 5,19 Pembelian Umpan Rp 2.152.381 4,05 3 Total Pengeluaran Rp 53.165.239 100,00 4 Penerimaan Rp 107.100.000 Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan perahu mesin tempel Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya total (biaya tetap dan biaya variabel) adalah Rp 53.165.239 dan rata-rata penerimaan nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah sebesar Rp 107.100.000. Proporsi biaya terbesar berasal dari pembelian bahan bakar yaitu sebesar 46,43% sedangkan proporsi biaya terkecil berasal dari penyusutan mesin yaitu sebesar 1,79%.

52 3.1.3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin Nelayan perahu tanpa mesin biasanya mengeluarkan biaya operasional lebih sedikit dibandingkan nelayan kapal motor dan nelayan perahu mesin serta penerimaan yang diperoleh juga lebih sedikit. Rincian biaya dan penerimaan dapat kita lihat pada Tabel 16. Tabel 16. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Perahu Tanpa Mesin (dalam 1 tahun) No Uraian Satuan Volume Nilai (Rp) Proporsi Biaya (%) 1 Biaya Tetap Penyusutan Kapal Rp 1.400.000 21,38 Biaya Retribusi Rp 243.000 3,71 2 Biaya Variabel Biaya Perbekalan Rp 3.000.000 45,82 Biaya Pembelian Es Rp 850.000 12,98 Biaya Pembelian 1.055.000 Umpan Rp 16,11 3 Total Pengeluaran Rp 6.548.000 100,00 4 Penerimaan Rp 24.300.000 Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan perahu tanpa mesin Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya total (investasi, biaya tetap, dan biaya variabel) adalah Rp 6.548.000 dan ratarata penerimaan nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah sebesar Rp 24.300.000. Pada Nelayan dengan perahu tanpa mesin proporsi biaya terbesar berasal dari biaya perbekalan yaitu sebesar 45,82% sedangkan proporsi biaya terkecil berasal dari biaya retribusi yaitu sebesar 3,72%. 3.2 Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha dicari untuk mengetahui suatu usaha layak di jalankan atau tidak, dalam hal ini adalah kegiatan penangkapan nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir. Analisis kelayakan dapat dianalisis dengan Analisis BC Rasio dan Analisis Rasio Profitabilitas. Perhitungan BC Rasio dan Profitabilitas dari nelayan pancing ulur dari ketiga jenis armada yang digunakan :

53 3.2.1 Nelayan Kapal Motor Tabel 17. Tabel BC Rasio Nelayan Kapal Motor No Uraian Satuan Nilai Keterangan 1 Total Pengeluaran Rp 84.217.143 2 3 Penerimaan BC Rasio (TR /TC) Rp 215.100.500 2,55 Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan data diatas diketahui bahwa usaha kegiatan penangkapan nelayan pancing ulur yang menggunakan kapal motor layak dijalankan karena nilai yang didapatkan lebih dari 1. Menurut Novania (2012) kriteria kelayakan apabila nilai BCR> 1. Nilai BC Rasio pada nelayan pancing ulur kapal motor yaitu 2,55. Hal ini berarti apabila responden pelaku usaha perikanan pancing ulur memiliki tingkat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2,55 untuk setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan, sehingga berdasarkan analisis tersebut maka usaha perikanan tangkap pancing ulur layak untuk dilaksanakan. Profitabilitas kegiatan usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung dengan mengandalkan semua sumberyang dimiliki yaitu sebagai berikut: Berdasarkan perhitungan, Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur kapal motor adalah sebesar 155,41%, angka tersebut lebih besar dari suku bunga yang sebesar 5,75%, dimana jika profitabilitas lebih besar dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan menguntungkan (Riyanto 1995 dalam Wardani et al 2012) maka dapat dikatakan bahwa usaha perikanan

54 tangkap nelayan pancing ulur kapal motor di Desa Tanjung Pasir menguntungkan. 3.2.2 Nelayan Perahu Mesin Tempel Tabel 18. Tabel BC Rasio Nelayan Perahu Mesin Tempel No Uraian Satuan Nilai Keterangan 1 Total Pengeluaran Rp 53.165.239 2 3 Penerimaan BC Rasio (TR /TC) Rp 107.100.000 2,01 Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan data dapat diketahui bahwa usaha kegiatan penangkapan nelayan pancing ulur yang menggunakan perahu mesin tempel adalah layak dijalankan karena nilai yang didapatkan lebih dari 1 (Noviana, 2012). Nilai BC Rasio pada nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin yaitu 2,01. Hal ini berarti apabila responden pelaku usaha perikanan pancing ulur memiliki tingkat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2,01 untuk setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan yang artinya usaha dapat dikatakan layak atau memberikan keuntungan. Rasio Profitabilitas kegiatan usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung dengan mengandalkan semua sumber yang dimiliki yaitu sebagai berikut: Berdasarkan perhitungan Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur perahu mesin tempel adalah sebesar 101,44%, dimana jika profitabilitas lebih besar dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan menguntungkan (Riyanto 1995 dalam Wardani et al 2012), maka dapat dikatakan

55 bahwa usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur perahu mesin tempel di Desa Tanjung Pasir menguntungkan. 3.2.3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin Tabel 19. Tabel BC Rasio Nelayan Perahu Tanpa Mesin No Uraian Satuan Nilai Keterangan 1 Total Pengeluaran Rp 6.548.000 2 3 Penerimaan BC Rasio (TR /TC) Rp 24.300.000 3,71 Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa usaha kegiatan penangkapan nelayan pancing ulur yang menggunakan perahu tanpa mesin layak dijalankan karena nilai yang didapatkan lebih dari 1 (Noviana, 2012). Nilai BC Rasio pada nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin yaitu 3,71. Hal ini berarti apabila responden pelaku usaha perikanan pancing ulur memiliki tingkat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3,71 untuk setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan yang artinya usaha dapat dikatakan layak atau memberikan keuntungan. Rasio Profitabilitas kegiatan usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung dengan mengandalkan semua sumber yang dimiliki yaitu sebagai berikut: Berdasarkan perhitungan Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin adalah sebesar 271,10%, dimana jika profitabilitas lebih besar dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan menguntungkan (Riyanto 1995 dalam Wardani et al 2012), maka dapat

56 dikatakan bahwa usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin di Desa Tanjung Pasir menguntungkan. 4.4 Analisis Pendapatan dan Kesejahteraan Analisis pendapatan dan kesejahteraan digunakan untuk mencari jumlah pendapatan nelayan dari kegiatan penangkapan dan juga untuk menentukan taraf hidup nelayan sejahtera atau tidak sejahtera. Jumlah pendapatan dari nelayan kapal motor, nelayan perahu mesin tempel dan perahu tanpa mesin disajikan pada Tabel 20. a) Nelayan Kapal Motor Tabel 20. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Kapal Motor No Uraian Satuan Nilai Keterangan 1 Total Biaya Rp 84.217.143 2 Penerimaan Rp 215.100.000 3 Pendapatan Rp 130.882.857 (TR -TC) Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur dengan menggunakan kapal motor layak dijalankan karena memberikan keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun yaitu Rp. 130.882.857 atau Rp. 10.906.904 perbulan. Keuntungan yang diperoleh harus dibagi kepada nelayan pemilik dan ABK. Sistem bagi hasil yang berlaku disana yaitu 40 %: 60%. Jumlah pendapatan tersebut 40% sebagai nelayan pemilik perahu sekaligus nelayan yang ikut melaut, ABK mendapatkan persentasi 60% yang dibagi jumlah ABK (3orang) sehingga masing- masing ABK mendapatkan 20%. Jadi nelayan pemilik memperoleh pendapatan sebesar Rp. 4.362.761 perbulan sedangkan untuk ABK yang berjumlah 3 orang masingmasing mendapat Rp. 2.181.380 perbulan.

57 Berdasarkan Tabel 20 nelayan pemilik pancing ulur yang menggunakan kapal motor berada pada taraf sejahtera dilihat dari jumlah pendapatan yang diperoleh yaitu lebih besar dari UMR ( Upah Minimum Regional ) kabupaten Tangerang, dimana UMR kabupaten Tangerag sebesar Rp 2.200.000 (BPS, 2013). Pada nelayan buruh ( ABK) berada pada taraf tidak sejahtera karena pendapatan yang diperoleh dibawah UMR. Upah minimum regional merupakan salah satu kriteria yang biasa digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan ( Hendrik, 2011) b) Nelayan Perahu Mesin Tempel Tabel 21. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Perahu Mesin Tempel No Uraian Satuan Nilai Keterangan 1 Total Pengeluaran Rp 53.165.239 2 Penerimaan Rp 107.100.000 3 Pendapatan Rp 53.934.761 (TR -TC) Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur dengan menggunakan perahu mesin tempel layak dijalankan karena memberikan keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun sebesar Rp. 53.934.761 atau sebesar Rp. 4.494.563 perbulan. Sistem bagi hasil yang berlaku pada nelayan dengan perahu mesin tempel yaitu 50% untuk pemilik dan 25% untuk ABK. Pendapatan nelayan pemilik yaitu sebesar Rp. 2.247.281 dan 25% untuk nelayan ABK yang berjumlah 2 orang masing- masing mendapat Rp. 1.123.640 Berdasarkan Tabel 21 nelayan pemilik pancing ulur yang menggunakan kapal motor berada pada taraf sejahtera dilihat dari jumlah pendapatan yang diperoleh yaitu lebih besar dari UMR ( Upah Minimum Regional ) kabupaten Tangerang, dimana UMR kabupaten Tangerag sebesar Rp 2.200.000 (BPS, 2013). Pada nelayan buruh ( ABK) berada pada taraf tidak sejahtera karena pendapatan

58 yang diperoleh dibawah UMR. Upah minimum regional merupakan salah satu kriteria yang biasa digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan ( Hendrik, 2011) c) Nelayan Perahu Tanpa Mesin Tabel 22. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Perahu Tanpa Mesin No Uraian Satuan Nilai Keterangan 1 Total Pengeluaran Rp 6.548.000 2 3 Penerimaan Pendapatan (TR -TC) Rp Rp 24.300.000 17.752.000 Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur dengan menggunakan perahu tanpa mesin layak dijalankan karena memberikan keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun yaitu Rp. 17.752.000 atau sebesar Rp. 1.775.200 perbulan. Jumlah pendapatan harus dibagi lagi 50% untuk pemilik dan 50% untuk ABK yang berjumlah 1 orang. Sehingga diperoleh pendapatan untuk masing- masing yaitu sebesar Rp 887.600. Berdasarkan Tabel 22 diatas nelayan pancing ulur yang menggunakan perahu tanpa mesin berada pada taraf tidak sejahtera dilihat dari jumlah pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari UMR ( Upah Minimum Regional ) kabupaten Tangerang, dimana UMR Kabupaten Tangerang sebesar Rp. 2.200.000 (BPS, 2013). Upah minum regional biasa digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan ( Hendrik, 2011). Berdasarkan perhitungan pendapatan dari ketiga jenis armada nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir hasil dari analisis pendapatan dan kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 23.

59 Tabel 23. Pendapatan dan Kesejahteraan Nelayan Pancing Ulur dari Ketiga jenis Armada NO 1 2 3 Jenis Pendapatan Jumlah ABK Armada Juragan ABK Kapal Motor Rp. 4.362.761 Status Juragan Kesejahteraan Sejahtera 3 Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera Mesin Tempel 2 Rp. 2.247.281 Tanpa Mesin Rp. 1.775.200 Juragan Sejahtera Rp. 1.123.640 ABK Tidak Sejahtera Rp. 1.123.640 ABK Tidak Sejahtera Juragan Tidak Sejahtera 1 Rp. 1.775.200 ABK Tidak Sejahtera Sumber : data primer (diolah) 2013 Berdasarkan Tabel 23 nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir yang memiliki pendapatan di atas UMR kabupaten Tangerang yaitu nelayan juragan kapal motor dan nelayan juragan perahu mesin tempel yang berarti keduanya dikatakan berada pada taraf sejahtera, sedangkan untuk nelayan juragan perahu tanpa mesin dan ABK dari ketiga jenis armada ini memiliki pendapatan di bawah UMR Kabupaten Tangerang dimana dapat dikatakan berada pada taraf tidak sejahtera.

60 4.5 Analisis Pengembangan Usaha Penangkapan 4.5.1 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) Usaha perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir masih dalam tahap pengembangan. Apabila kita ingin dapat melihat dan memprediksi bagaimana pengembangan usaha yang terjadi di sektor perikanan tangkap, maka diperlukan alat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya baik internal maupun eksternal. Alat tersebut adalah analisis SWOT yang dapat mengkaji faktor-faktor tersebut ( Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009). Faktor internal yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung kegiatan usaha perikanan tangkap. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor dari lingkungan yang turut mempengaruhi berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Tangerang. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. Faktor Internal Faktor internal berupa kekuatan, antara lain: 1) Potensi SDI yang besar (S1) Sumber daya perikanan di Desa Tanjung Pasir memiliki potensi yang sangat besar. Pada tahun 2012 produksi perikanan laut di DesaTanjung Pasir sebesar 117.924 kg, dengan nilai produksi sebesar Rp. 1.733.136.000. Hasil tangkapan nelayan seperti ikan- ikan (ikan pelagis, ikan demersal dan ikan karang), udang, cumi- cumi dan rajungan. Potensi produksi perikanan yang besar ini dapat bermanfaat sebagai sumber pendapatan daerah. 2) Adanya kelompok nelayan yang aktif (S2) Nelayan di daerah Tanjung Pasir memiliki kelompok- kelompok nelayan pada tiap- tiap alat tangkapnya misalnya kelompok nelayan pancing ulur. Kelompok nelayan ini memiliki susunan organisasi yang jelas seperti adanya ketua, bendahara dan sekretaris. Kelompok juga memiliki kegiatan pertemuan yang cukup rutin, sehingga dapat dikatakan bahwa nelayan telah dapat berorganisasi dengan baik.

61 3) Keinginan melaut cukup besar (S3) Perubahan iklim yang terjadi belakangan ini yang mengakibatkan gelombang dan angin yang sangat kuat di laut tidak menyurutkan nelayan Tanjung Pasir untuk melaut. Motivasi untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari- hari keluarga adalah sebagai modal nelayan, sehingga nekat untuk melaut meskipun kondisi alam kurang baik. Tidak sedikit kapal yang nyaris terbalik untuk melawan angin kencang dan gelombang yang besar. 4) Peranan koperasi sebagai penyalur dana simpan pinjam (S4) Tanjung pasir memiliki sebuah koperasi yang berfungsi melakukan kegiatan simpan pinjam. Kegiatan simpan pinjam memberikan keuntungan bagi nelayan Tanjung Pasir, karena nelayan mendapatkan pinjaman dan bantuan untuk menyalurkan kebutuhan yang diperlukan oleh nelayan. Koperasi juga berfungsi untuk mengatasi adanya rentenir (Bank keliling) sehingga masyarakat bisa mendapat pinjaman yang mudah tanpa jaminan dan tidak memikirkan bunga yang tinggi. Adapun kelemahan-kelemahan yang ada, antara lain: 1) Keterbatasan fasilitas penunjang (W1) Fasilitas seperti setiap TPI yang ada di Desa Tanjung Pasir memiliki fasilitas yang minim antara lain tidak adanya persediaan air bersih, tempat pencucian ikan, bangunan TPI yang sudah tua dan juga kondisi TPI sangat kotor dan terlalu kecil. Hal ini dikarenakan TPI tidak dirawat dengan baik. Sarana dermaga untuk bersandarnya kapal atau perahu yang selesai melaut juga hanya ada satu buah. Hal ini dapat menyebabkan kapal atau perahu harus antri terlebih dahulu jika ingin bersandar. 2) Akses transportasi masih sulit (W2) Transportasi untuk pergi ke TPI Tanjung Pasir masih terbatas. Kendaraan umum roda empat yang lewat masih jarang hanya beberapa jam sekali, yang ada hanya ojek. Perlu adanya kendaraan pribadi untuk mencapai TPI. 3) Keterampilan nelayan masih rendah (W3) Keterampilan nelayan di Desa Tanjung Pasir hanya sebatas menangkap ikan dengan menggunakan alat- alat tangkap sederhana, tidak dalam hal mengolah ikan hasil tangkapan hingga menghasilkan produk yang lebih bernilai tinggi. Hal

62 ini mungkin dikarenakan tingkat pendidikan nelayan yang rendah yang rata- rata tingkat pendidikannya hanya sampai sekolah dasar (SD). 4) Armada yang digunakan dalam skala kecil (W4) Kapal yang digunakan oleh nelayan merupakan kapal motor berukuran <5 GT. Jenis armada lain yang digunakan selain kapal motor yaitu perahu mesin tempel dan perahu tanpa mesin. Terbatasnya ukuran kapal menyebabkan nelayan yang dapat beroperasi/ melaut pun hanya 3-4 orang per kapal, dan jarak tempuh melaut tidak dapat jauh. Faktor eksternal Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, dimana peluang- peluang yang mempengaruhi pengembangan usaha di Desa Tanjung Pasir antara lain : 1) Potensi SDI yang belum dimanfaatkan secara optimal (O1) Potensi sumber daya ikan di daerah Tanjung Pasir sangatlah besar namun belum dimanfaatkan dengan maksimal akibat infrastruktur yang masih kurang, permasalahan biaya yang tinggi hingga armada kapal yang kurang besar dan juga permasalahan iklim serta cuaca yang mengganggu nelayan dalam aktivitas penangkapan ikan. 2) Adanya peluang pasar yang cerah (O2) Potensi konsumen untuk membeli hasil tangkapan dari laut Tanjung Pasir cukup besar. Konsumen banyak yang berasal dari luar wilayah Tanjung Pasir. Ini dapat dilihat dari setiap hasil tangkapan yang didaratkan di TPI Tanjung Pasir habis terjual pada saat itu pula. Hal ini memberikan peluang pasar dari produksi perikanan laut dapat berkembang. 3) Adanya pembangunan pesisir pantai ke arah yang positif (O3) Kegiatan penangkapan di Desa Tanjung Pasir memiliki peluang untuk dapat terus berkembang. Oleh karena itu, perlu untuk membangun fasilitas yang dapat mendukung perikanan tangkap. Pembangunan pemecah gelombang ( break water) diharapkan dapat membantu nelayan dalam melaut dikarenakan belakangan ini cuaca yang tidak menentu mengakibatkan gelombang tinggi.

63 4) Adanya peluang kesempatan kerja di bidang perikanan (O4) Nelayan di Desa Tanjung pasir biasanya menjual seluruh hasil tangkapannya ke TPI setelah selesai melaut. Nelayan hanya mengambil beberapa untuk dikonsumsi sehari- sehari. Nelayan lebih memilih menjual langsung hasil tangkapan dari pada mengolahnya lagi menjadi produk yang lebih bernilai tinggi. Hal ini memberikan kesempatan atau peluang untuk membuat usaha di bidang pengolahan hasil tangkapan, khususnya untuk masyarakat pesisir yang tidak bekerja sebagai nelayan. Sedangkan untuk faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi usaha perikanan di Desa Tanjung Pasir antara lain: 1) Karakteristik perairan yang kurang mendukung kegiatan penangkapan (T1) Kondisi laut yang merupakan perairan dangkal dan juga kondisi air laut yang sudah sedikit tercemar oleh sampah- sampah yang kadang- kadang mengganggu alat tangkap nelayan menyebabkan nelayan sulit dalam menangkap ikan dan juga menyebabkan rusaknya alat tangkap nelayan. Perubahan musim yang tidak menentu juga mengakibatkan ombak yang besar dan angin yang berhembus kencang. Hal ini mengakibatkan nelayan sulit beroperasi/ melaut dikarenakan armada yang digunakan hanya kapal- kapal kecil. 2) Pemanfaatan SDI oleh nelayan luar daerah (T2) Potensi SDI yang masih belum tereksploitasi dengan baik menyebabkan nelayan dari luar daerah melakukan kegiatan penangkapn ikan di perairan sekitar.tanjung Pasir. Nelayan yang sering melakukan penangkapan di wilayah Tanjung Pasir berasal dari Jakarta dan sekitarnya. 3) Persaingan pasar dengan daerah lain ( T3) Persaingan pasar terkait dengan harga. Apabila daerah Tanjung Pasir memiliki harga jual ikan yang mahal karena hasil tangkapan yang didaratkan sedikit, maka pedagang dapat beralih ke daerah yang memiliki harga jual ikan yang lebih rendah 4) Limbah buangan sampah (T4) Laut di daerah Tanjung Pasir belakangan ini terancam dengan adanya limbah- limbah sampah. Limbah- limbah sampah ini berasal dari pengunjung atau

64 wisatawan. pantai Tanjung Pasir yang berada di dalam kawasan Desa Tanjung Pasir. Limbah ini dapat berdampak terhadap habitat ikan sehingga dampaknya kepada hasil tangkapan nelayan yang menjadi berkurang. 4.5.2 Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) Faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam Tabel Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) yang digunakan untuk diberikan nilai kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir. Nilai total yang didapatkan dari faktor internal dan eksternal dapat menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan usaha perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir. Total nilai yang diperoleh pada faktor internal adalah 2,80. Nilai tersebut berada diatas angka 2,5 yang merupakan nilai rata-rata (Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009). Hal ini memberikan gambaran bahwa keadaan internal di Desa Tanjung Pasir dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada pada usaha perikanan tangkap di daerah tersebut. Hasil dari faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25. Tabel 24. Penilaian Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor (Bobot x Rating) Kekuatan ( Strength ) A. Potensi SDI yang besar 0,2 4 0,80 B. Adanya kelompok nelayan yang aktif 0,15 3 0,45 C. Keinginan melaut cukup besar 0,15 3 0,45 D. Peranan koperasi sebagai penyalur 0,15 3 0,45 dana simpan pinjam Kelemahan ( Weakness ) A. Keterbatasan fasilitas penunjang 0,10 2 0,20 B. Akses transportasi masih sulit 0,10 2 0,20 C. Keterampilan nelayan masih rendah 0,10 2 0,20 D. Armada yang digunakan dalam skala 0,05 1 0,05 kecil Total 1,00 2,80

65 Total nilai yang diperoleh pada faktor eksternal sebesar 2,54. Nilai yang diperoleh berada diatas 2,5 memberikan pengertian bahwa kondisi lingkungan di Desa Tanjung Pasir mampu memberikan respon yang positif untuk pengembangan usaha perikanan tangkap. Peluang yang ada bisa dimanfaatkan untuk meminimalisir kelemahan yang ada. Menurut ( Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009) nilai 2,54 berada pada kuadran I dimana strategi yang digunakan adalah mempertahankan dan memelihara kekuatan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang dimiliki suatu usaha. Tabel 25. Penilaian Eksternal Factor Evaluation (EFE) Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor (Bobot x Rating) Peluang (Opportunities) A. Potensi SDI yang belum dimanfaatkan 0,18 3 0,53 secara optimal B. Adanya peluang pasar yang cerah 0,18 3 0,53 C. Adanya pembangunan pesisir pantai 0,18 3 0,53 ke arah yang positif D. Adanya peluang kesempatan kerja 0,18 3 0,53 di bidang perikanan Ancaman (Threats) A. Karakteristik perairan yang kurang 0,11 2 0,22 mendukung kegiatan penangkapan B. Pemanfaatan SDI oleh nelayan luar daerah 0,06 1 0,06 C. Persaingan pasar dengan daerah lain 0,06 1 0,06 D. Limbah buangan sampah 0,06 1 0,06 Total 1,00 2,54 Penentuan alternatif strategi dapat dilakukan dengan memasukkan matriks IFE dan EFE ke dalam matriks SWOT. Matriks SWOT bertujuan untuk memperoleh beberapa alternatif strategi yang digunakan dalam mengembangkan usaha perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir. Matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 25.

66 Berdasarkan matriks SWOT, didapatkan 8 alternatif strategi yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan usaha perikanan tangkap, antara lain: 1) Meningkatkan armada penangkapan 2) Meningkatkan sarana dan prasarana produksi 3) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia 4) Pemberian bantuan modal dari koperasi kepada nelayan 5) Mempercepat pembangunan pemecah gelombang ( break water ) 6) Meningkatkan pengawasan daerah pesisir 7) Meningkatkan kegiatan pengolahan hasil perikanan 8) Meningkatkan pengelolaan usaha perikanan tangkap Tabel 26. Matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir Eksternal Internal Potensi 1. Potensi SDI yang belum dimanfaatkan secara optimal 2. Adanya peluang pasar yang cerah 3. Adanya pembangunan pesisir pantai ke arah yang positif 4. Adanya peluang kesempatan kerja di bidang perikanan Kekuatan 1. Potensi SDI yang besar 2.Adanya kelompok nelayan yang aktif 3. Keinginan melaut cukup besar 4. Peranan koperasi sebagai penyalur dana simpan pinjam Strategi SO: 1.Mengoptimalkan pemanfaatan SDI yang ada dalam rangka peningkatan sistem usaha perikanan (S1,S2,S3, O1, O4) 2. Pemberian bantuan modal dari koperasi kepada nelayan (S4, O1, O2, O3, O4) Kelemahan 1. Keterbatasan fasilitas penunjang 2. Akses transportasi masih sulit 3. Keterampilan nelayan masih rendah 4. Armada yang digunakan dalam skala kecil Strategi WO: 1. Meningkatkan armada penangkapan (W4, O1, O3, O4) 2. Meningkatkan sarana dan prasarana produksi (W1, O1) 3.Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (W3 O1, O3, O4) 4.Mempercepat pembangunan pemecah gelombang (W1, O1, O2, O3)

67 Ancaman 1. Karakteristik perairan yang kurang mendukung kegiatan penangkapan 2. Pemanfaatan SDI oleh nelayan luar daerah 3. Persaingan pasar dengan daerah lain 4. Limbah buangan sampah Strategi ST: 1.Meningkatkan pengawasan daerah pesisir (S1, T3, T4) 2. Meningkatkan aktivitas gotong royong di kalangan nelayan (S2, T4) 5. Melakukan pelatihanpelatihan tentang pengolahan perikanan (W3, O1, O2, O4) Strategi WT: 1.Meningkatkan pengelolaan usaha perikanan tangkap (W1, W2, W3, W4, T4) 4.5.3 Matriks Grand Strategy Matriks Grand Strategy merupakan tahapan terakhir dalam analisis pengembangan perikanan tangkap (Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009. Berdasarkan matriks IFE dan EFE nilai yang didapatkan yaitu pada total nilai internal sebesar 2,80 sedangkan untuk total nilai eksternal sebesar 2,54. Berdasarkan nilai tersebut maka didapatkan posisi suatu usaha kegiatan tangkap berada pada kuadran I. Menurut David ( 2006 ) perusahaan yang berada pada Kuadran I dalam Matriks Grand Strategy berada pada posisi yang sangat bagus. Jika perusahaan berkonsentrasi pada pada pasar saat ini, maka penetrasi pasar dan pengembangan pasar adalah pilihan yang sesuai. Ketika organisasi pada Kuadran I memiliki sumber daya yang berlebih, maka integrasi ke belakang, ke depan, atau horizontal dapat menjadi strategi yang efektif. Perusahaan Kuadran I mampu mengambil keuntungan dari peluang eksternal dalam beberapa area, strategi kuadran I dapat mengambil risiko secara agresif ketika dibutuhkan.

Gambar 11. Matriks Grand Strategy Usaha Tangkap di Desa Tanjung Pasir 68