SERIAL PEDOMAN TEKNIS

dokumen-dokumen yang mirip
(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

KATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes.

Target 2A : Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki maupun perempuan dimanapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003

CAPAIAN MDGs. provinsi KALIMANTAN TENGAH

KATA PENGANTAR. Pada akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Laporan Ringkasan ini.

Paparan Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah

SERIAL PEDOMAN TEKNIS

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penulisan Sumber Data... 3

BAB III PEMANTAUAN DAN EVALUASI

3.2 Pencapaian Millenium Development Goals Berdasarkan Data Sektor Tingkat Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar Tahun

LAPORAN SINGKAT PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS INDONESIA 2010

Latar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

Strategi Pemecahan Masalah pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut :

INTEGRASI SPM DALAM RPJMD. BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL 2 Oktober 2012

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN

LAMPUNG LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM

Lampiran 1 KUESIONER RISKESDAS

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MEWASPADAI DATA STATISTIK PADA PENCAPAIAN SASARAN MDGS. Fatia Fatimah Tati Rajati Andriyansah. UPBJJ-UT Padang

BAB IV PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

Dra. Nina Sardjunani, MA Deputi Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

BAB IV P E N U T U P

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 56 TAHUN 2011

Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

MAKALAH KONSEP SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Kesehatan Nasional

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik...

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

PERENCANAAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN BERBASIS-DATA MEMPERTAJAM INTERVENSI KEBIJAKAN

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs GOAL 5 DI PROVINSI BENGKULU

Aplikasi System Dynamic pada Model Perhitungan Indikator Millennium Development Goals (MDGs)

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Katalog BPS: KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI DALAM PEMBANGUNAN: Yang Harus Diperbuat oleh Wakil Rakyat

Nina Sardjunani. Disampaikan pada Acara Bedah Buku MDGs Sebentar Lagi. Reuni Akbar Alumni ITB 75, Jakarta, 31 Januari 2011

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

MENGGAPAI TARGET MDGs DALAM PROGRAM KB NASIONAL. Oleh : Drs. Andang Muryanta

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

CAPAIAN MDGs BIDANG KESEHATAN

STATISTIK GENDER 2011

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

BAB II PROFIL KEMISKINAN DAERAH

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Dari MDGs Menuju SDGs: Pembelajaran dan Tantangan Implementasi

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

TUJUAN 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB II. 2.1 MDG s Dan SDG s. A. MDG s

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

STUDI EMPIRIS CAPAIAN MDGS DI PROVINSI RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

MDGs. Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan. dalam. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional September 2007

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

Metadata untuk Penyusunan Rencana Aksi yang Partisipatif

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

LAPORAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM DI INDONESIA 2014

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

REPUBLIK INDONESIA 2. PRIORITAS NASIONAL KESEHATAN

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. waktu satu tahun per kelahiran hidup.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Transkripsi:

SERIAL PEDOMAN TEKNIS Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs di Daerah DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR MDGs KEMENTERIAN PPN / BAPPENAS dan BADAN PUSAT STATISTIK Tahun 2011

Kata Pengantar Sebagai implementasi Inpres No.3 Tahun 2010, maka seluruh daerah menyusun Rencana Aksi Daerah untuk Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs (RAD MDGs). Sejalan dengan hal tersebut, maka Bappenas telah menyusun dan mensosialisasikan pedoman penyusunan RAD pada akhir tahun 2010 dan melakukan fasilitasi secara komprehensif kepada daerah. Berdasarkan berbagai masukan dalam proses fasilitasi ke daerah, maka untuk memudahkan daerah dalam penyusunan RAD, Bappenas perlu memberikan berbagai petunjuk teknis. Dokumen ini merupakan salah satu serial dari pedoman teknis bagi daerah, terutama untuk memahami lebih jauh definisi operasional dari setiap indikator MDGs, termasuk bagaimana melakukan pemantauannya baik ditingkat nasional maupun daerah. Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari seluruh kementerian lembaga yang bekerjasama dalam memberikan masukan untuk penyusunan dokumen ini. Kami sampaikan terima kasih secara khusus kepada BPS yang telah menyiapkan draft awal dokumen ini dengan dukungan CIDA dan UNICEF, sehingga selanjutnya kami dapat mengembangkan versi yang lebih lengkap. Kami harapkan pedoman ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para pengambil kebijakan dan perencana program baik di tingkat nasional dan daerah, terutama dalam menjamin ketersediaan dan kelengkapan data untuk pemantauan indikator MDGs, yang setiap tahunnya dilaporkan kepada PBB. Jakarta, September 2011 Dra. Nina Sardjunani, MA Deputy SDM dan Kebudayaan Kementerian PPN / Bappenas selaku Sekretaris Tim Koordinasi Nasional MDGs i

Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Rumus Daftar Singkatan. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. B. Tujuan... C. Ruang Lingkup. D. Landasan Hukum.. Indikator Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs). Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan. Target 1 A Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 (PPP) per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015. TARGET 1B Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda. TARGET 1C Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara 1990-2015. Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua. Target 2A Memastikan pada 2015 semua anak-anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar.. Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Target 3A. Menghilangkan Ketimpangan Gender di Tingkat Pendidikan Dasar dan Lanjutan pada 2005 dan di Semua Jenjang Pendidikan Tidak Lebih dari Tahun 2015.. Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak... Target 4A Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga Dua Pertiga, dalam kurun waktu 1990-2015. Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu... Target 5A Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar Tiga Perempat dalam kurun waktu tahun 1990-2015. Target 5B Mewujudkan Akses Kesehatan Reproduksi bagi Semua pada Tahun 2015.... Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, & Penyakit Menular Lainnya.... Target 6A: Mengendalikan Penyebaran HIV/AIDS dan Mulai Menurunnya Jumlah Kasus Baru hingga Tahun 2015. Target 6B: Mewujudkan Akses Terhadap Pengobatan HIV/AIDS bagi Semua yang Membutuhkan sampai dengan Tahun 2015. Target 6C: Mengendalikan Penyebaran dan Mulai Menurunkan Jumlah Kasus Baru Malaria dan Penyakit Utama Lainnya Hingga Tahun 2015. Tujuan 7. Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup.. Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi kerusakan pada sumber daya lingkungan i ii iv vi 1 1 1 2 2 3 6 6 8 11 13 13 16 16 19 19 22 22 24 26 26 29 30 34 34 ii

Target 7.B: Menanggulangi kerusakan keanekaragaman hayati dan mencapai penurunan tingkat kerusakan yang signifikan pada tahun 2010 Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015 Target 7D:Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Tujuan 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.. Target 8A: Mengembangan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif... Target 8D: Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang Target 8.F: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.. Lampiran Susunan Keanggotaan Penyusunan Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs. Daftar Pustaka. 40 41 43 44 44 46 48 51 55 iii

Daftar Rumus Rumus 1.1. Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per 6 hari Rumus 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan 7 Rumus 1.3. Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional 8 Rumus 1.4. Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja 9 Rumus 1.5. Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk Usia Kerja) 9 Rumus 1.6. Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja 10 Rumus 1.7. Prevalensi balita kurang gizi (BKG) 11 Rumus 1.8. Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum 12 Rumus 2.1. Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar 13 Rumus 2.2. Angka partisipasi murni di sekolah menengah pertama (APM-SMP) 14 Rumus 2.3. Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) Sekolah Dasar 14 Rumus 2.4. Angka melek huruf (AMH) penduduk usia 15-24 tahun 15 Rumus 3.1. Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas dan 17 perguruan tinggi Rumus 3.2. Kontribusi perempuan dalam pekerja upahan di sektor non pertanian (KPPNP) 18 Rumus 3.3. Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR 18 Rumus 4.1 Angka Kematian Balita (AKBA) per 1000 kelahiran hidup 19 Rumus 4.2. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup 20 Rumus 4.3 Presentase anak berusia 1 tahun yang diimunisasi campak 21 Rumus 5.1. Angka kematian ibu per 100,000 kelahiran hidup 22 Rumus 5.2. Proporsi kelahiran yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih 23 Rumus 5.3. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraseptive Prevalence Rate / CPR) bagi Pasangan Rumus 5.4. Usia Subur (PUS) usia 15-49 tahun semua cara. 24 Angka kelahiran pada remaja (perempuan usia 15-19 tahun/age Specific Fertitility Rate-ASFR) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun 24 Rumus 5.5. Cakupan Pelayanan Antenatal satu kali 25 Rumus 5.6. Unmet need (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB) yang tidak terpenuhi 25 Rumus 6.1. Penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi terakhir 27 Rumus 6.2. Rumus 6.3. Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS (PPK-HIV/AIDS) 29 Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat antiretroviral (persen) 29 Rumus 6.4. Angka kejadian dan tingkat kematian malaria 30 Rumus 6.5. Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinteksida 31 Rumus 6.6. Angka kejadian, prevalensi, dan tingkat kematian akibat tuberkulosis 32 Rumus 6.7. Proporsi jumlah kasus tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS 32 Rumus 6.8. Proporsi kasus tuberkulosis yang diobati dan sembuh dalam program DOTS 33 Rumus 7.1. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan 35 Rumus 7.2. Jumlah emisi karbon dioksida (CO 2 ) 36 Rumus 7.3. Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) 37 Rumus 7.4. Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman 37 iv

Rumus 7.5. Rasio kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan 38 Rumus 7.6. Rasio kawasan konservasi perairan terhadap total luas perairan territorial 39 Rumus 7.7. Rasio kawasan lindung (RKL) terhadap luas wilayah 40 Rumus 7.8. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, Rumus 7.9. perkotaan dan perdesaan 41 Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar, perkotaan dan perdesaan 42 Rumus 7.10. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan 43 Rumus 8.1. Rasio Ekspor + Impor terhadap PDB 44 Rumus 8.2. Rasio Pinjaman terhadap simpanan di Bank Umum 45 Rumus 8.3. Rasio Pinjaman terhadap simpanan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 45 Rumus 8.4. Rasio Pinjaman Luar Negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 46 Rumus 8.5. Rasio Pembayaran Pokok Utang dan Bunga Utang Luar Negeri terhadap Penerimaan Hasil Ekspor (Debt Service Ratio/DSR) 47 Rumus 8.6. Tingkat penetrasi telpon tetap 48 Rumus 8.7. Tingkat penetrasi telpon bergerak 48 Rumus 8.8. Tingkat penetrasi pengguna internet 49 Rumus 8.9. Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Komputer Pribadi 50 v

Daftar Singkatan AKB Angka Kematian Bayi AKBA Angka Kematian Balita AKG Angka Kecukupan Gizi AKI Angka Kematian Ibu AKM Angka Kematian Malaria AKTB Angka Kematian karena Tuberkulosis AMH 15-24 Angka Melek Huruf penduduk usia 15-24 tahun APM-SD Angka Partisipasi Murni-Sekolah Dasar APM-SMP Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah Pertama APS Angka Partisipasi Sekolah AP TB Angka Proporsi Tuberkulosis ARV Antiretroviral ASFR Age Specific Fertitility Rate BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional BKG Balita Kurang Gizi BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BPO Bahan Perusak Ozon BPR Badan Perkreditan Rakyat BPS Badan Pusat Statistik BU Berusaha Sendiri BTA Positif Batang Tahan Asam Positif CFCs Chlorofluorocarbons CIDA Canadian International Development Agency CO 2 Karbon Dioksida CPR Contraceptive Prevalence Rate DAS Daerah Aliran Sungai DPD Dewan Perwakilan Daerah DPR Dewan Perwakilan Rakyat DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DOTS Directly Observed Treatment, Short-course DSR Debt Service Ratio GRK Gas Rumah Kaca HIV/AIDS Human Immuno-defisiency Virus / Acquired Immuno-deficiency Syndrome HBFC Hidrobromofluorocarbon HCFC Hydrochlorofluorocarbon IMS Infeksi Menular Seksual IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change KB Keluarga Berencana KBLI Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Kemdiknas Kementerian Pendidikan Nasional Kemenag Kementerian Agama Kemenkeu Kementerian Keuangan Kemerin Kementerian Perindustrian Kemhut Kementerian Kehutanan vi

Kemkes Kementerian Kesehatan Kemkominfo Kementerian Komunikasi dan Informatika Kemtan Kementerian Pertanian KepMen Keputusan Menteri KKP Kementerian Kelautan dan Perikanan KLB Kejadian Luar Biasa KLH Kementerian Lingkungan Hidup Km Kuantil termiskin KMNLH Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup KPAN Komisi Penanggulangan AIDS Nasional KPPNP Kontribusi Perempuan Dalam Pekerjaan Upahan Di Sektor Non Pertanian LN Luar Negeri MDGs Millenium Development Goals MI Madrasah Ibtidaiyah MSY Maximum Sustainable Yield MTs Madrasah Tsanawiyah ODHA Orang Dengan HIV/AIDS PAH Penampungan Air Hujan PAKG Proporsi Angka Kecukupan Gizi P-ARV Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat Antiretroviral PB Pekerja Bebas PC Personal Computer PDB ADHK Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan PDBCAPTK t Produk Domestik Bruto per kapita Tenaga kerja pada periode t PDBCAPTK t-1 Produk Domestik Bruto per kapita Tenaga kerja pada periode t-1 PDRB Produk Domestik Regional Bruto PDKM Proporsi Penduduk yang Berada Di Bawah Garis Konsumsi Minimum PG Poverty Gap PK Pekerja Keluarga PK-HSB Penggunaan Kondom pada Hubungan Seks Berisiko PLH Pendidikan Lingkungan Hidup P-M Penemuan Malaria PMT-SD Proporsi Murid Kelas 1 yang Berhasil Mencapai Kelas Akhir (kelas 6) Sekolah Dasar PPP Purchasing Power Parity PPK Proporsi Pertolongan Kelahiran PPK-HIV/AIDS Persentase Pengetahuan Komprehensif Human Immuno-defisiency Virus / Acquired Immuno-defisiency Syndrome PSTN Public-Swithced Telephone Network PTB Prevalensi Tuberkulosis PUS Pasangan Usia Subur RAMOS Reproductive Age Mortality Survey RAPM Rasio Angka Partisipasi Murni RAPM-SD Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Dasar RAPM-SM Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah (SMA, SMK, MA, Salafiah Ulya, dan paket C setara SM) RAPM-SMP Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah Pertama RAPM-PT Rasio Angka Partisipasi Murni-Perguruan Tinggi RKL Rasio luas Kawasan Lindung vii

Riskerdas RT Sakernas SDKI SDM SP SPAL SUPAS Susenas TB TKT UNFCCC UU WHO WPS WUS Riset Kesehatan Dasar Rumah Tangga Survei Angkatan Kerja Nasional Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Sumber Daya Manusia Sensus Penduduk Sistem Pengolahan Air Limbah Survei Penduduk Antar Sensus Survei Sosial Ekonomi Nasional Tuberkulosis Tenaga Kesehatan Terlatih United Nations Framework Convention on Climate Change Undang-Undang World Health Organization Wanita Penjaja Seks Wanita Subur Usia viii

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepuluh tahun yang lalu, pada bulan September tahun 2000, saat berlangsungnya pertemuan Persatuan Bangsa-Bangsa di New York, Kepala Negara dan perwakilan dari 189 negara menyepakati Deklarasi Milenium yang menegaskan kepedulian utama secara global terhadap kesejahteraan masyarakat dunia. Tujuan Deklarasi yang disebut Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan dan mengartikulasi satu gugus tujuan yang berkaitan satu sama lain ke dalam agenda pembangunan dan kemitraan global. Setiap tujuan dijabarkan ke dalam satu sasaran atau lebih dengan indikator yang terukur yaitu: terkait pengurangan kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, perbaikan kesehatan ibu dan anak, pengurangan prevalensi penyakit menular, pelestarian lingkungan hidup, dan kerjasama global. MDGs yang didasarkan pada konsensus dan kemitraan global ini, juga menekankan kewajiban negara maju untuk mendukung penuh upaya tersebut. Sebagai upaya dalam pencapaian target-target MDGs, maka pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan prioritas MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2005-2009 dan 2010-2014), Rencana Pembangunan Tahunan Nasional (RKP), serta dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai realisasinya, maka melalui Instruksi Presiden No.3 Tahun 2010 telah ditetapkan tujuan prioritas pembangunan yang berkeadilan yang berpihak pada pencapaian MDGs. Sebagai salah satu bentuk implementasi dari Inpres No.3 Tahun 2010, maka Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun Peta Jalan (Road Map) pencapaian tujuan pembangunan MDGs yang diikuti dengan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk percepatan pencapaian MDGs yang difasilitasi langsung oleh Bappenas dan Bappeda. Selanjutnya masing-masing Kepala Daerah akan mengesahkan Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs tersebut. B. TUJUAN Tujuan diterbitkannya pedoman teknis ini adalah untuk acuan Tim MDGs Nasional dan Tim MDGs Provinsi untuk menyamakan persepsi dan metode untuk kelancaran dan keseragaman kelancaran pelaksanaan percepatan pencapaian MDGs di Indonesia serta untuk dijadikan acuan bagi para pengumpul data dan pemantauan indikator MDGs. 1

C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari pedoman ini meliputi penjelasan tentang: 1. tujuan, target dan indikator MDGs 2. tujuan, target dan indikator MDGs 3. tujuan, target dan indikator MDGs 4. Sumber data untuk mendapatkan tujuan, target dan indikator MDGs D. LANDASAN HUKUM Landasan hukum yang dipakai sebagai acuan adalah: 1. Perpes No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 terkait dengan Prioritas Pembangunan; 2. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, yang meliputi substansi Pro Rakyat, keadilan untuk semua dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs); 3. Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor Kep.47/M.PPN/HK/03/2011 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Nasional Percepatan Pencapaian MDGs 2011-2015; 4. Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs di Daerah (RAD MDGs), Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2010; 5. Country Program Action Plan (CPAP) 2011-2015 Pemerintah RI dan UNDP; 2

Indikator Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) Tujuan dan Target Indikator capaian yang dimonitor Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Target 1A: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari US$ 1 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015 Target 1B: Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda Target 1C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015 1.1 Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per hari 1.2 Rasio kesenjangan kemiskinan 1.3 Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional 1.4 Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja 1.5 Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas 1.7. Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja 1.8. Prevalensi balita dengan berat badan rendah / kekurangan gizi 1.9. Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 2A: Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki 2.1 Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar maupun perempuan dimanapun dapat menyelesaikan 2.2 Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan pendidikan dasar sekolah dasar 2.3 Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak Target 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015 Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015 Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015 3.1 Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas dan perguruan tinggi 3.2 Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non-pertanian 3.3 Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR 4.1 Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup 4.2 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup 4.3 Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak 5.1 Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup 5.2 Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih 5.3 Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi perempuan menikah usia 15-49, semua cara 5.4 Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun 5.5 Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) 5.6 Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/kb yang tidak terpenuhi) 3

Tujuan dan Target Indikator capaian yang dimonitor Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai 6.1 Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total populasi menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 6.2 Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko 2015 tinggi terakhir 6.3 Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010 Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015 6.5. Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan antiretroviral 6.6. Angka kejadian dan tingkat kematian Malaria 6.7. Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinsektisida 6.9. Angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis 6.10.Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS Tujuan 7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi kerusakan pada sumber daya lingkungan Target 7.B: Menanggulangi kerusakan keanekaragaman hayati dan mencapai penurunan tingkat kerusakan yang signifikan pada tahun 2010 7.1. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan 7.2. Jumlah emisi karbon dioksida (CO2) 7.3. Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) 7.4. Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman 7.5. Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan 7.6. Rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan territorial 7.7. Proporsi spesies yang hampir punah Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015 Target 7D:Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020 7.8. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan 7.9. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar, perkotaan dan perdesaan 7.10. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan Tujuan 8: Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan Target 8A: Mengembangan sistem keuangan dan 8.6a. Rasio Ekspor + Impor terhadap PDB perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat 8.6b. Rasio pinjaman terhadap simpanan di bank umum diprediksi dan tidak diskriminatif 8.6c. Rasio pinjaman terhadap simpanan di BPR Meliputi komitmen pada tata pemerintahan yang baik, pembangunan dan penanggulangan kemiskinan baik di 4

Tujuan dan Target Indikator capaian yang dimonitor tingkat nasional maupun internasional Target 8D: Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang 8.12.Rasio pembayaran pokok utang dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor (DSR) Target 8.F: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi 8.14. Tingkat penetrasi telpon tetap 8.15. Tingkat penetrasi telpon bergerak 8.16. Tingat penetrasi pengguna internet 8.16a.Proporsi rumah tangga yang memiliki komputer pribadi 5

Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Target 1 A Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 (PPP) per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015 1.1. Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per hari 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan 1.3. Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional Indikator 1.1 Proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari $1 (PPP) per hari Proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya kurang dari $1 per kapita per hari adalah persentase penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $1 (PPP) per hari. Nilai dolar dimaksud adalah nilai dolar berdasarkan Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity (PPP) yang konversinya denganmata uang lokal berdasarkan harga tahun 1993. Indikator ini dipakai untuk memonitor kemajuan upaya pengentasan kemiskinan setiap negara serta untuk memonitor tren kemiskinan pada tingkat global. Penghitungannya menggunakan rumus 1.1. sebagai berikut: Po (dolar PPP) = Banyaknya penduduk miskin dengan pendapatan di bawah $ 1 PPP X 100% Jumlah penduduk Dihitung oleh Bank Dunia berdasarkan hasil survei dari setiap negara Catatan: Indikator ini dapat dihitung di tingkat provinsi sesuai dengan metode perhitungan yang ditetapkan 6

Indikator 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan Rasio kesenjangan kemiskinan adalah jumlah rasio antara selisih pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan terhadap garis kemiskinan itu sendiri, dibagi dengan jumlah penduduk. Indikator ini digunakan untuk mengukur "defisit kemiskinan" sehingga dapat diketahui besar dana per kapita yang diperlukan untuk mengangkat penduduk miskin ke garis kemiskinan. Rumus 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan: Po = dimana: PG = Rasio kesenjangan kemiskinan (proverty gap) Z = garis kemiskinan q = jumlah penduduk miskin Y1 = pendapatan individu penduduk miskin n = jumlah penduduk BPS (Modul Susenas) Catatan: Indikator ini dapat dihitung di tingkat provinsi sesuai dengan metode perhitungan yang ditetapkan Indikator 1.3 Kontribusi kuantil termiskin terhadap konsumsi nasional Kontribusi penduduk kuantil termiskin (Km) adalah proporsi konsumsi dari 20 persen lapisan penduduk berpendapatan terendah terhadap konsumsi nasional Indikator ini memberikan informasi mengenai ketimpangan pendapatan dalam masyarakat, dan disebut juga "ukuran" ketimpangan relatif. 7

Pendapatan (konsumsi) setiap rumah tangga diperoleh dari survei. Pendapatan ini dibagi dengan banyaknya anggota setiap rumah tangga untuk mendapatkan pendapatan (konsumsi) per kapita. Selanjutnya penduduk diurutkan menurut besarnya pendapatan per kapita. Pendapatan 20 persen penduduk paling rendah dijumlahkan dan dihitung persentasenya terhadap total pendapatan (konsumsi). Rumus 1.3. yang digunakan: K m = Jumlah pendapatan (konsumsi) penduduk kuantil termiskin (20 persen X 100% terendah) Total pendapatan (konsumsi) penduduk BPS (Susenas) TARGET 1B Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda 1.4. Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja 1.5. Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas 1.7 Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja Indikator 1.4 Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja adalah rata-rata laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita tenaga kerja dalam periode waktu tertentu. PDB yang dipergunakan adalah PDB atas dasar harga konstan, sedangkan data tenaga kerja yang diperlukan adalah jumlah orang yang bekerja. Indikator ini dipergunakan untuk memonitor tingkat produktifitas tenaga kerja. 8

Perhitungan menggunakan rumus 1.4. sebagai berikut : PDBCAPTK t r 1 X 100% PDBCAPTK t 1 Keterangan: r : Laju pertumbuhan PDB per kapita Tenaga Kerja PDBCAPTK t : PDB per kapita Tenaga Kerja pada periode t PDBCAPTK t-1 : PDB per kapita Tenaga Kerja pada periode t-1 t : Periode waktu (tahun) rumus awal PDBCPATK dimasukkan lagi BPS (PDB ADHK dan Sakernas) Catatan: 1. Indikator dapat dihitung ditingkat provinsi dan kab/kota 2. Istilah PDB dalam provinsi dan kab/kota adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indikator 1.5 Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk Usia Kerja) Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) adalah perbandingan kesempatan kerja penduduk terhadap total penduduk usia kerja (penduduk 15 tahun ke atas). Pendekatan yang digunakan untuk menghitung kesempatan kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja (supply side). Dengan asumsi bahwa jumlah penduduk yang bekerja sama dengan jumlah kesempatan kerja yang tersedia. Kelebihan dari sisi supply dikurangi dengan demmand adalah penganggur. Indikator ini dipergunakan untuk melihat tingkat penyerapan tenaga kerja terhadap total penduduk usia kerja. Rumus 1.5. yang digunakan adalah: Rasio kesempatan = kerja Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja Jumlah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) X 100% BPS (Sakernas) Catatan: 1. Indikator dapat dihitung ditingkat provinsi dan kab/kota 9

Indikator 1.6 Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja adalah proporsi penduduk usia 15+ yang bekerja yang berstatus berusaha sendiri,pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total penduduk 15+ yang bekerja, dinyatakan dalam persentase. Indikator ini dipergunakan untuk melihat proporsi penduduk bekerja yang memiliki pekerjaan pada kegiatan informal. Rumus 1.6. yang digunakan adalah: Rasio Bekerja sendiri dan= pekerja keluarga Jumlah tenaga kerja BU+ PB + PK X 100% Jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja BU = Berusaha sendiri PB = Pekerja bebas PK = Pekerja keluarga BPS (Sakernas) Catatan: 1. Indikator dapat dihitung ditingkat provinsi dan kab/kota 10

TARGET 1C Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara 1990-2015 Indikator 5 Prevalensi balita kurang gizi (BKG) BKG adalah perbandingan antara balita berstatus kurang gizi dengan balita seluruhnya. Prevalensi status gizi balita diperoleh melalui indeks berat badan, umur, dan jenis kelamin. Kategori status gizi ditentukan dengan menggunakan standar WHO Tahun 2005 yang telah diadopsi oleh kementerian kesehatan melalui KepMen No.1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, yang dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan Z-score yaitu: (1) gizi lebih (Z-score >= +2) (2) gizi baik (-2 < Z-score < +2) (3) gizi kurang (-3 < Z-score < -2) (4) gizi buruk (Z-score <= -3) Anak kurang gizi memiliki kemungkinan risiko kematian yang tinggi, menghambat pertumbuhan dan mempengaruhi status kesehatannya dikemudian hari. Prevalensi balita kurang gizi secara universal digunakan sebagai indikator untuk memonitor status ketahanan pangan dan kesehatan penduduk. Rumus 1.7. yang digunakan: BKG = Banyaknya balita kurang gizi Jumlah balita X 100% BPS (Susenas) dan Kemkes (Riskesdas) 11

Indikator 6 Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum Konsumsi rata-rata energi yang dianjurkan 2000 kkal per kapita per hari (AKG=Angka kecukupan gizi ). Tingkat konsumsi minimum adalah tingkat konsumsi energi yang besarnya 70% dari angka yang dianjurkan (1400 kalori per kapita per hari). Proporsi penduduk yang berada di bawah garis konsumsi minimum (PDKM) adalah perbandingan banyaknya penduduk yang tingkat konsumsinya berada di bawah tingkat konsumsi minimum nasional yang dinyatakan dalam persentase. Indikator ini digunakan untuk mengukur besarnya penduduk yang mempunyai konsumsi energy yang sangat rendah sehingga memerlukan prioritas di dalam upaya perbaikan pangan dan gizi. Pembangunan berkelanjutan memerlukan usaha konkrit untuk mengurangi kemiskinan serta mencari solusi menghilangkan kelaparan dan kekurangan gizi. Rumus 1.8. yang digunakan: PAKG = Banyaknya penduduk yang tingkat konsumsi energinya 2000 kkal X 100% Jumlah penduduk BPS (Modul Konsumsi Susenas) 12

Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 2A Memastikan pada 2015 semua anak-anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar 2.1 Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar 2.2 Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar 2.3 Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki Indikator 2.1. Angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar Angka partisipasi murni sekolah dasar adalah perbandingan antara murid sekolah dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Salafiah Ula dan paket A setara SD, usia 7-12 tahun, dengan penduduk usia 7-12 tahun, dinyatakan dalam persentase. Indikator ini dipakai untuk memonitor pencapaian tujuan pendidikan dasar yang diidentifikasi oleh MDGs, meliputi pendidikan sekolah dasar, MI, Salafiah Ula dan paket A setara SD Rumus 2.1. yang digunakan: Banyaknya murid tingkat SD usia 7-12 APM-SD = tahun X 100% Banyaknya penduduk usia 7-12 tahun BPS, Kemdiknas, Kemenag. Catatan: 1. Pemantauan indikator ini diikuti dengan pemantauan Angka Partisipasi Sekolah (APS) bersumber dari BPS, untuk melihat fenomena early entry 2. Laporan MDGs tahun 2010, indikator ini tidak termasuk Salafiah Ula. Tahun 2011 akan diperhitungkan 3. APM tingkat SD nasional bersumber dari Kemdiknas dan Kemenag, sedangkan APM tingkat SD provinsi bersumber dari BPS dan Kemenag. 13

Indikator 1.1.1 Angka partisipasi murni di sekolah menengah pertama (APM-SMP) APM di SMP adalah perbandingan antara murid SMP, Madrasah Tsanawiyah (MTs), Salafiah Wustho, Paket B setara SMP, usia 13-15 tahun termasuk dengan penduduk usia 13-15 tahun, dinyatakan dalam persentase Indikator ini digunakan untuk memonitor pencapaian tujuan pendidikan dasar yang diidentifikasi dalam MDGs khususnya pendidikan tingkat SMP dalam program nasional (Indonesia). Rumus 2.2. yang digunakan: Banyaknya murid tingkat SMP 13-15 tahun APM-SMP = Banyaknya penduduk 13-15 tahun BPS, Kemendiknas, Kemenag usia usia X 100% Catatan: 1. Pemantauan indikator ini diikuti dengan pemantauan Angka Partisipasi Sekolah (APS) bersumber dari BPS, untuk melihat fenomena early entry 2. Laporan MDGs tahun 2010, indikator ini tidak termasuk Salafiah Wustho. Tahun 2011 akan diperhitungkan 3. APM tingkat SMP nasional bersumber dari Kemdiknas dan Kemenag, sedangkan APM tingkat SMP provinsi bersumber dari BPS dan Kemenag Indikator 2.2. Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) Sekolah Dasar Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) tingkat Sekolah Dasar adalah banyaknya murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) pendidikannya di tingkat sekolah dasar pada tahun tertentu terhadap jumlah murid kelas 1 lima tahun sebelumnya, dinyatakan dalam persentase. Indikator ini digunakan untuk memonitor cakupan pendidikan dan kemajuan murid untuk mencapai kelas akhir (kelas 6) tingkat sekolah dasar tanpa memperhatikan apakah pernah mengulang di suatu kelas Rumus 2.3. yang digunakan: Banyaknya murid kelas akhir (kelas 6) tingkat SD PMT-SD = X 100% Banyaknya murid kelas 1, lima tahun sebelumnya Kemdiknas dan Kemenag 14

Indikator 2.3. Angka melek huruf (AMH) penduduk usia 15-24 tahun AMH penduduk usia 15-24 tahun adalah perbandingan jumlah penduduk berusia 15-24 tahun yang dapat membaca dan menulis kalimat sederhana dengan huruf latin dan atau huruf lainnya, dengan jumlah penduduk usia 15-24 tahun. AMH merefleksikan out come pendidikan dasar sejak 10 tahun terakhir sebagai ukuran efektifnya sistem pendidikan dasar. Indikator ini kerap dilihat sebagai proksi untuk mengukur kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi Rumus 2.4. yang digunakan: Banyaknya penduduk usia 15-24 tahun AMH 15-24 = yang melek huruf X 100% Jumlah penduduk usia 15-24 tahun BPS (Kor Susenas) 15

Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 3A. Menghilangkan Ketimpangan Gender di Tingkat Pendidikan Dasar dan Lanjutan pada 2005 dan di Semua Jenjang Pendidikan Tidak Lebih dari Tahun 2015 3.1.Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas dan perguruan tinggi 3.2.Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non-pertanian 3.3.Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR Indikator 3.1 Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi Rasio Angka Partisipasi Murni (RAPM) anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi adalah perbandingan APM murid/mahasiswa perempuan terhadap APM murid/mahasiswa laki-laki pada setiap jenjang dan jalur pendidikan, dinyatakan dalam persentase. RAPM meliputi jenjang pendidikan: a. Rasio perempuan terhadap laki-laki ditingkat pendidikan dasar: o RAPM-SD adalah perbandingan antara APM tingkat SD (SD, MI, Salafiah Ula, dan paket A setara SD) perempuan terhadap APM tingkat SD laki-laki, dinyatakan dalam persentase o RAPM-SMP adalah perbandingan antara APM tingkat SMP (SMP, MTs, Salafiah wustha, dan paket B setara SMP) perempuan terhadap APM tingkat SMP laki-laki, dinyatakan dalam persentase b. Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan menengah (RAPM-SM) adalah perbandingan antara APM tingkat menengah (SMA, SMK, MA, Salafiah Ulya dan paket C setara SM) perempuan terhadap APM tingkat menengah laki-laki, dinyatakan dalam persentase c. Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat perguruan tinggi (RAPM-PT) adalah perbandingan antara APM tingkat perguruan tinggi (Diploma, Strata) perempuan terhadap APM tingkat perguruan tinggi laki-laki, dinyatakan dalam persentase 16

Indikator kesempatan memperoleh pendidikan antara perempuan dan laki-laki diukur dari rasio APM yang menunjukkan kesetaraan dan keadilan gender di bidang pendidikan. Pendidikan adalah salah satu aspek penting dari pembangunan manusia. Menghilangkan ketimpangan gender di semua jenjang pendidikan akan meningkatkan status dan kemampuan perempuan dan laki-laki. Jumlah penduduk perempuan adalah separuh dari seluruh jumlah penduduk, kesetaraan pendidikan perempuan akan memberikan peran aktif perempuan dalam pembangunan dan merupakan determinan yang penting dalam pembangunan ekonomi Rumus 3.1. yang digunakan: RAPM-Tingkat SD = APM SD - Perempuan APM SD- Laki-laki X 100% APM SMP -Perempuan RAPM Tingkat SMP = APM SMP- Laki-laki X 100% RAPM Tingkat SM = APM SM - Perempuan APM SM- Laki-laki X 100% RAPM Tingkat PT = APM PT - Perempuan APM PT- Laki-laki X 100% BPS, Kemendiknas, Kemenag Indikator 3.2 Kontribusi perempuan dalam pekerja upahan di sektor non pertanian (KPPNP) KPPNP adalah perbandingan antara pekerja upahan perempuan di sektor non pertanian terhadap total pekerja upahan di sektor tersebut, dan dinyatakan dalam persentase. Sektor non pertanian adalah semua sektor kegiatan ekonomi di luar pertanian sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Sektor non pertanian yaitu pertambangan & penggalian, industri pengolahan, listrik & gas, konstruksi/bangunan, perdagangan, hotel & rumah makan, transportasi & pergudangan, informasi & komunikasi, keuangan & asuransi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa kemasyarakatan, pemerintahan & perorangan, dan lainnya (real estat, penyedia air, dll). Indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat keterbukaan pasar kerja bagi perempuan di sektor non pertanian, yang tidak hanya mengetahui pengaruh kesempatan kerja yang adil tetapi juga untuk mengetahui efisiensi ekonomi melalui fleksibelitas pasar kerja serta mengatur kemampuan ekonomi untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Indikator ini merupakan salah satu aspek partisipasi perempuan dalam kehidupan publik 17

Rumus 3.2. yang digunakan: Banyaknya pekerja upahan perempuan di sektor non pertanian KPPNP = Banyaknya pekerja upahan di sektor non pertanian Catatan: Pekerja upahan disini adalah pekerja usia 15 tahun ke atas X 100% BPS Indikator 3.3. Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR Proporsi kursi DPR atau DPRD yang diduduki perempuan adalah perbandingan banyaknya kursi DPR atau DPRD yang diduduki perempuan terhadap total kursi DPR atau DPRD, dan dinyatakan dalam persentase Perwakilan perempuan di legislatif merupakan salah satu aspek kesempatan perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik untuk mencapai persamaan dan keadilan Rumus 3.3. yang digunakan: P Perempuan Legislatif = P Perempuan DPRD = Banyaknya anggota Legislatif perempuan X 100% Jumlah anggota Legislatif Banyaknya anggota DPRD perempuan X 100% Jumlah anggota DPRD Catatan: Legislatif ditingkat pusat terdiri dari DPR dan DPD Sekretariat DPR, DPD dan DPRD 18

Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak Target 4A Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga Dua Pertiga, dalam kurun waktu 1990-2015 4.1. Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup 4.2. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup 4.3. Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak Indikator 4.1. Angka Kematian Balita (AKBA) Akaba adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif Akaba adalah sebagai berikut: > 140 sangat tinggi, antara 71 140 tinggi, 20-70 sedang, < 20 rendah. Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Akba kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data ini belum dapat dipakai untuk menghitung Akaba. Sebagai gantinya Akaba dihitung berdasarkan estimasi tidak langsung dari berbagai survei. Rumusan perkiraan Akaba berdasarkan hasil perkiraan dari BPS dengan menggunakan data SDKI, pemetaan dilakukan sampai tingkat provinsi Rumus 4.1. yang digunakan: Banyaknya penduduk yang meninggal pada usia kurang dari 5 tahun dalam tahun Akaba = tertentu X 1000 Banyaknya kelahiran hidup pada periode yang sama 19

BPS (SDKI, Sensus, SUPAS), Kemkes Catatan: Data nominal yang dikumpulkan Provinsi, dapat digunakan sebagai indikator provinsi tersebut, sepanjang metode perhitungan konsisten. Indikator 4.2 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup Angka Kematian Bayi atau AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Nilai normatif AKB adalah sebagai berikut: > 70 Sangat tinggi, 40 70 Tinggi, 20-39 sedang, dan <20 rendah, Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak, termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita. AKB terutama terjadi pada usia 0-28 hari, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada saat hamil, bersalin dan perawatan bayi baru lahir. Rumus 4.2. yang digunakan untuk perhitungan AKB: AKB = Banyaknya kematian bayi (di bawah 1 tahun) selama tahun tertentu X 1000 Banyaknya kelahiran hidup pada tahun yang sama BPS (SP, SDKI, SUPAS) dan Kemkes (Riskesdas) Catatan: Data nominal yang dikumpulkan Provinsi, dapat digunakan sebagai indikator provinsi tersebut, sepanjang metode perhitungan konsisten. 20

Indikator 4.3 Persentase anak berusia 1 tahun yang di imunisasi campak Persentase Imunisasi Campak adalah perbandingan antara banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima minimal satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan dinyatakan dalam persentase. Anak berumur usia 1 tahun adalah anak usia 12-23 bulan. Indikator ini merupakan ukuran pemantauan untuk cakupan imunisasi dasar. Karena imunisasi campak diberikan pada usia 9-11 bulan, sehingga dapat menunjukkan kelengkapan imunisasi anak. Disamping itu imunisasi campak yang diberikan kepada anak, dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit campak, yang dapat memberikan dampak terhadap penurunan angka kematian balita. Cakupan imunisasi campak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan tenaga kesehatan berkompeten, kualitas sistem pelayanan kesehatan anak, partisipasi masyarakat di suatu wilayah. Rumus 4.3. yang digunakan: Persentase Imunisasi Campak = Banyaknya anak usia 1 tahun (12-23 bulan) yang telah diimunisasi campak sekurangkurangnya 1 kali pada periode waktu tertentu Jumlah anak yang berumur 1 tahun (12-23 bulan) pada periode waktu yang sama BPS (SDKI, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas) X 100% 21

Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 5A Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar Tiga Perempat dalam kurun waktu tahun 1990-2015 5.1.Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup 5.2.Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih Indikator 5.1. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100,000 kelahiran hidup Angka Kematian Ibu atau AKI adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100 000 kelahiran hidup. AKI memperhitungkan juga kematian ibu pada jangka waktu 6 minggu hingga setahun setelah melahirkan. Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status kesehatan secara umum, pendidikan, ekonomi, sosial budaya dan pelayanan kesehatan selama kehamilan dan melahirkan. Rumus 5.1. yang digunakan: AKI = Banyaknya kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas pada tahun tertentu X 100 000 Jumlah kelahiran hidup pada periode yang sama Metode alternatif adalah mereview semua kematian wanita pada usia reproduksi (Reproductive Age Mortality Survei atau RAMOS). BPS (SP, SDKI, Supas, Susenas), dan Kementerian Kesehatan Catatan: Data nominal yang dikumpulkan Provinsi, dapat digunakan sebagai indikator provinsi tersebut, sepanjang metode perhitungan konsisten. 22

Indikator 5.2 Proporsi Kelahiran yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Proporsi Pertolongan Kelahiran (PPK) oleh Tenaga Kesehatan Terlatih (TKT) adalah perbandingan antara persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, seperti dokter, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya dengan jumlah persalinan seluruhnya, dan dinyatakan dalam persentase. Mengukur kematian ibu secara akurat tergolong sulit, kecuali tersedia data registrasi yang sempurna tentang kematian dan penyebab kematian. Oleh karena itu sebagai proksi indikator digunakan proporsi pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih Rumus 5.2. yang digunakan: PPK-TKT = Banyaknya kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih Jumlah persalinan seluruhnya pada periode yang sama X 100% BPS (SP, SDKI, Supas, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas) 23

Target 5B Mewujudkan Akses Kesehatan Reproduksi bagi Semua pada Tahun 2015 5.3.Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi perempuan menikah usia 15-49, semua cara 5.4.Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun 5.5.Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan 5.6.Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/kb yang tidak terpenuhi) Indikator 5.3 Angka pemakaian kontrasepsi (Contraseptive Prevalence Rate / CPR) bagi Pasangan Usia Subur (PUS) usia 15-49 tahun semua cara. Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) adalah perbandingan antara PUS yang menjadi peserta KB aktif (peserta KB yang saat ini menggunakan salah satu alat kontrasepsi) dengan jumlah PUS, dinyatakan dalam persentase. Indikator ini berguna untuk mengukur perbaikan kesehatan ibu melalui pengaturan kelahiran. Indikator ini juga digunakan sebagai proksi untuk mengukur akses terhadap pelayanan reproduksi kesehatan yang sangat esensial Rumus 5.3. yang digunakan: CPR = Banyaknya PUS Peserta KB aktif Jumlah PUS X 100% BPS (SP, SDKI, Supas, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas) Indikator 5.4 Angka kelahiran pada remaja (perempuan usia 15-19 tahun /Age Specific Fertitility Rate-ASFR) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun Banyaknya kelahiran pada perempuan usia 15-19 tahun pada periode tertentu, dibagi jumlah penduduk perempuan usia 15-19 tahun pada periode yang sama, yang dinyatakan dalam 1000 perempuan 15-19 tahun. Angka ini diperlukan untuk memantau besarnya masalah kelahiran remaja. Semakin tingi angka kelahiran remaja maka akan semakin tinggi resiko kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir Rumus 5.4. yang digunakan: ASFR-Remaja15-19 = Banyaknya Kelahiran pada Remaja usia 15-19 tahun periode waktu tertentu X 1 000 Jumlah Remaja usia 15-19 tahun pada periode yang sama BPS (SDKI), Kementerian Kesehatan (Riskesdas), BKKBN 24

Indikator 5.5 Cakupan Pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) Cakupan pelayanan antenatal satu kali (K1) adalah jumlah kunjungan layanan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih sebanyak 1 kali pada trimester pertama, Cakupan pelayanan antenatal empat kali (K4) adalah jumlah kunjungan layanan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih sebanyak 4 dengan frekuensi 1 kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. dari pemantauan cakupan layanan antenatal adalah untuk menurunkan resiko kematian ibu pada ibu dan bayi baru lahir, dan menyediakan layanan kesehatan yang standar dan peningkatan cakupan KB paska persalinan. Rumus 5.5. yang digunakan: K-1 = Jumlah Ibu Hamil yang mendapat layanan satu kali pada trimester pertama periode waktu tertentu Jumlah Ibu Hamil pada periode yang sama X 100% K-4 = Jumlah Ibu Hamil yang mendapat layanan 4 kali, periode waktu tertentu X 100% Jumlah Ibu Hamil pada periode yang sama BPS (SDKI), Kementerian Kesehatan (Riskesdas) Indikator 5.6 Unmet need (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB) yang tidak terpenuhi Proporsi wanita usia subur (WUS) dalam status kawin yang tidak menggunakan alat kontrasepsi meskipun mereka menyatakan ingin menunda atau menjarangkan anak. Untuk mengetahui sejauh mana program KB telah memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin rendah angka unmeet need, menjelaskan bahwa pelayanan KB telah memenuhi kebutuhan masyarakat. Rumus 5.6. yang digunakan: Jumlah PUS bukan peserta KB Jumlah PUS Hamil Jumlah PUS ingin anak Unmet Need KB = segera, pada periode waktu tertentu Jumlah PUS pada periode yang sama BPS (SDKI), Kementerian Kesehatan (Riskesdas), BKKBN X 100% 25

Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, & Penyakit Menular Lainnya Target 6A: Mengendalikan Penyebaran HIV/AIDS dan Mulai Menurunnya Jumlah Kasus Baru hingga Tahun 2015 6.1. Prevalensi HIV dari total populasi (persen) 6.2. Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir 6.3. Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS Indikator 6.1. Prevalensi kasus HIV dari total populasi (persen) Prevalensi HIV adalah jumlah pendudul laki laki dan perempuan yang berusia 15-49 tahun yang positif HIV dibagi dengan jumlah penduduk laki laki dan perempuan pada usia yang sama (yaitu 15-49 tahun), dikalikan dengan 100%. Untuk mendapatkan angka ini, idealnya dilakukan dengan survey, namun mengingat untuk pelaksanaan survey ini memerlukan penyiapan yang cukup rumit dan adanya keterbatasan sumberdaya dukung. Saat ini angka prevalensi HIV didapatkan dengan menggunakan pemodelan matematika. Pemodelan matematika dilaksanakan pada Desember 2008 yang lalu, dan pada tahun 2011 ini dengan adanya data input baru dari berbagai sumber maka pemodelan matematika akan dilakukan kembali. Pemodelan matematikan dilakukan dengan memasukan variabelvariabel input yaitu meliputi data terkait dengan aspek demografi, perilaku beresiko, prevalensi HIV pada kelompok rawan, data capaian program pengendalian HIV, dan upaya upaya pencegahan yang terjadi di masyarakat yang didapat dari hasil hasil survey sebelumnya, data data yang berasal dari laporan rutin capaian program, studi yang dilakukan didalam ataupun diluar negeri. Untuk mendapatkan angka ini, tidak dilakukan survey secara khusus, mengingat keterbatasan sumber daya dukung, dan pemanfaatan hasil survey yang kurang efektif. Angka prevalensi HIV saat ini diperoleh dari menggunakan pemodelan matematika, dengan memasukan variabel-variabel input yaitu meliputi aspek demografi, perilaku beresiko dan upaya pencegahan yang terjadi di masyarakat berdasarkan hasil-hasil survey yang ada. 26