TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda
|
|
- Johan Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumberdaya manusianya. Ukuran kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat. Akan tetapi saat ini Indonesia masih memiliki masalah gizi, baik masalah kurang gizi maupun masalah gizi lebih (Bappenas 2007). Masalah gizi dapat diketahui melalui keadaan status gizi masyarakat. Antropometri merupakan cara pengukuran status gizi yang sering digunakan di masyarakat. Cara pengukuran status gizi ini digunakan secara luas karena pengukurannya yang murah dan mudah untuk dilakukan. Penelitian memperlihatkan bahwa hasil pengukuran antropometri dapat menunjukkan sasaran yang tepat pemberian intervensi gizi, mengidentifikasi kesenjangan sosial ekonomi masyarakat, dan mengevaluasi respon suatu intervensi terhadap masalah gizi (Cogill 2001). Status gizi dapat dilihat melalui indikator berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U), atau berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Berat badan terhadap umur (BB/U) merefleksikan massa tubuh dalam hubungannya dengan umur kronologi (Riyadi 2001). Indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum, tidak spesifik. Tinggi rendahnya prevalensi kurang gizi yang diukur dengan indikator BB/U mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut (Depkes 2008). Menurut Depkes (2008), untuk menilai status gizi anak balita melalui indikator BB/U, dilakukan dengan mengkonversi angka berat badan meneurut umur ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri WHO Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score masing-masing indikator tersebut, status gizi balita dikelompokkan menjadi gizi buruk (severe undeweight), gizi kurang (moderate underweight), gizi baik, dan gizi lebih. Tabel 1 menyajikan pengelompokan status gizi menurut Z-score BB/U.
2 6 Tabel 1 Kriteria status gizi berdasarkan Z-score BB/U menurut WHO 2006 Indikator Kategori Z-score Gizi buruk < -3.0 BB/U Gizi kurang >=-3.0 s/d Z-score <-2.0 Gizi baik >=-2.0 s/d Z-score <=2.0 Gizi lebih >2.0 Sumber: Depkes 2008 Millenium Development Goals (MDGs) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai tujuan pembangunan milenium merupakan paradigma pembangunan global yang disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota PBB dalam KTT milenium PBB bulan september 2000 silam. Majelis umum PBB kemudian melegalkannya ke dalam Resolusi Majelis Umum PBB No 55/2 tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi milenium perserikatan bangsa-bangsa (Bappenas 2007). Terdapat delapan tujuan yang dirumuskan dalam MDGs yaitu: (1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) Mencapai pendidikan dasar untuk semua; (3) Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) Menurunkan angka kematian anak; (5) Meningkatkan kesehatan ibu; (6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya; (7) Memastikan kelestarian lingkungan hidup; dan (8) Membangun kemitraan global untuk pembangunan (lebih rinci dapat dilihat di lampiran 2). Tabel 2 Target dan indikator tujuan pertama MDGs No Target Indikator 1 Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di a) Persentase penduduk dengan pendapatan di bawah US$1 (PPP) per hari. bawah US$1 perhari menjadi b) Persentase penduduk dengan tingkat setengahnya dalam kurun waktu konsumsi di bawah garis kemiskinan nasional. c) Indeks kedalaman kemiskinan. d) Indeks keparahan kemiskinan. e) Proporsi konsumsi penduduk termiskin 2 Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu Sumber: Bappenas 2007 (kuantil pertama). a) Persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi buruk (severe underweight). b) Persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi kurang (moderate underweight). Setiap tujuan tersebut memiliki memiliki target dan indikator masingmasing. Tujuan pertama MDGs yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan memiliki dua target. Tabel 2 menyajikan target dan indikator untuk mencapai tujuan pertama MDGs. Prevalensi balita dengan gizi buruk dan gizi kurang
3 7 merupakan indikator yang dipakai untuk mencapai target kedua dari tujuan pertama MDGs. Indonesia dikatakan sudah dapat menurunkan proporsi pendduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu apabila pada tahun 2015 prevalensi balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang sebesar 18.5 persen (Bappenas 2007 dan Depkes 2008). Walaupun masalah gizi lebih tidak termasuk ke dalam target ataupun indikator MDGs akan tetapi adanya masalah gizi lebih harus diperhatikan pula. Menurut BPPSDMK (2011), bersamaan dengan masalah kurang gizi yang tinggi, fenomena gizi lebih merupakan ancaman yang serius karena terjadi di berbagai strata ekonomi, pendidikan, desa-kota, dan lain sebagainya. Menurut Menteri Kesehatan RI, Indonesia masih menghadapi masalah-masalah kurang gizi terutama yang kronis dan akut, disisi lain juga harus segera menanggulangi masalah gizi lebih yang sampai saat ini merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif. Meskipun prevalensi gizi lebih sudah mengkhawatirkan, tapi keberadaannya sebagai suatu ancaman nyata bagi kesehatan belum banyak disadari masyarakat. Berdasarkan prevalensi ambang batas penentuan besaran masalah gizi Direktorat Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI tahun 2000, gizi buruk menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensinya lebih dari atau sama dengan 1 persen, sedangkan gizi kurang dan gizi lebih menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensinya lebih dari atau sama dengan 5 persen. Tabel 3 menyajikan kategori ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat menurut Departemen Kesehatan RI tahun Tabel 3 Kriteria masalah kesehatan masyarakat menurut prevalensi masalah gizi Masalah gizi Bebas Masalah Berdasarkan prevalensi Masalah Masalah Ringan Sedang Masalah Berat Gizi buruk (severe underweight) < 1% 1% Gizi kurang (moderate underweight) < 5% 5-9.9% % >20% Gizi lebih (overweight) < 5% 5-9.9% % >20% Sumber: Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes (2000) dalam Ali AR (2007) Masalah gizi ganda merupakan keadaan pada suatu masyarakat dengan masalah kurang gizi dan masalah gizi lebih yang terjadi bersamaan. Fenomena masalah gizi ganda semakin banyak terjadi terutama di negara-negara berkembang. Fenomena ini tidak terbatas pada negara berkembang dengan pendapatan tinggi tapi juga terjadi di seluruh dunia. Masalah gizi ganda pada
4 8 berbagai negara dengan budaya dan kebiasaan makan yang berbeda-beda. Ada banyak bukti menunjukkan bahwa ketika kondisi ekonomi meningkat, obesitas dan penyakit tidak menular pun meningkat dengan angka gizi kurang yang tinggi pula (FAO 2006). Menurut Kimani-Murage et al. (2010), transisi gizi merupakan penyebab utama dibalik terjadinya masalah gizi ganda. Transisi gizi merupakan fenomena yang ada di masyarakat dimana kurang gizi dan gizi lebih menjadi masalah kesehatan secara bersamaan di masyarakat tersebut. Transisi pola makan berupa perubahan komposisi diet tradisional yang umumnya berasal dari tanaman yang rendah lemak dan kaya serat ke diet al.a barat yang kayak energi dan rendah serat merupakan salah satu penyebabnya. Popkin (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan adanya transisi gizi adalah adanya transisi laju ekonomi, urbanisasi, globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial. Ini adalah fenomena yang ditemui di negara-negara berkembang yang sedang mengalami peningkatan laju ekonomi. Menurut Lanigan dan Singhal (2008), kurang gizi adalah faktor risiko yang serius untuk masalah kesehatan dan menambah banyak sekali beban penyakit di negara dengan pendapatan rendah-menengah. Kurang gizi pada masa anakanak meningkatkan risiko-risiko yang merugikan pada tahapan kehidupan berikutnya seperti gangguan perkembangan kognitif, pencapaian pendidikan yang rendah, rentan terkena berbagai penyakit kronis dan mengalami kelebihan berat badan bahkan obesitas. Kurang gizi berhubungan dengan tingginya prevalensi penyakit infeksi. Pada populasi yang mengalami transisi epidemiologi dan demografi peningkatan gizi lebih dan obesitas mulai terlihat seiring dengan kurang gizi dan dan penyakit infeksi pun masih tinggi. Gizi lebih dan obesitas termasuk ke dalam kategori sepuluh faktor risiko tertinggi berbagai penyakit tidak menular (WHO 2002). Menurut Hadi (2005), pembangunan bidang kesehatan nasional akan semakin berat dengan adanya masalah gizi ganda karena baik kurang gizi maupun gizi lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan yang lain. Masih besarnya beban masalah kesehatan yang bersumber dari defisiensi gizi dan penyakit infeksi disatu sisi dan makin meningkatnya masalah kesehatan yang bersumber dari masalah gizi lebih dan penyakit-penyakit degeneratif disisi lain perlu diantisipasi dengan melakukan perubahan kebijakan yang mendasar
5 9 dalam upaya pelayanan kesehatan, baik upaya pelayanan kesehatan perorangan maupun upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Karakteristik Sosial Ekonomi Masalah gizi merupakan efek kumulatif dari masalah sosial-ekonomi, kesehatan, dan gizi (WHO 2008). Riset menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi keluarga anak mempunyai dampak signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan. Pada semua usia anak dari keluarga kelas atas dan menengah mempunyai tinggi badan lebih dari keluarga strata sosial ekonomi rendah. Penyebab perbedaan ini kurang jelas, meskipun kesehatan dan gizi yang kurang baik pada tingkat sosial ekonomi rendah mungkin merupakan faktor signifikan. Sumber makanan bergizi (khususnya protein) sulit didapatkan, dan faktor lain (misalnya ukuran keluarga besar dan ketidakteraturan dalam makan, tidur, dan latihan fisik) dapat memainkan peran. Keluarga dari kelompok sosial ekonomi rendah mungkin kurang memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi, dan kaya gizi yang membentuk perkembangan optimal (Fotso et al. 2008). Pendidikan Ibu Salah satu faktor sosial ekonomi yang ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pendidikan. Pendidikan yang tinggi diharapkan sampai kepada tingkah laku yang baik. Tingkat pendidikan ibu yang rendah memiliki konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan ekonomi dan pengetahuan gizi. Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengurangi peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang relatif tinggi, sehingga kemampuan untuk menyediakan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup juga terbatas, apalagi dengan tingkat pengetahuan gizi yang rendah (Nurmiati 2006).. Menurut Sobalia (2009) Keadaan gizi seorang anak banyak ditentukan oleh perilaku pengasuhnya. Kekurangan gizi bisa pula muncul akibat ketidaktahuan. Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan pendidikan ibu di suatu negara merupakan komponen penting dalam menurunkan prevalensi kurang gizi di negara tersebut. Pengetahuan dan pendidikan orang tua sangat penting dalam menentukan status gizi keluarga, karena pendidikan seseorang dapat membantu sampainya informasi tentang kesehatan juga gizi, sehingga kurangnya pendidikan merupakan penyebab tidak langsung timbulnya masalah gizi pada anak.
6 10 Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah (Mariani 2002). FAO (1989) menyatakan tingkat pendidikan ibu, status kesehatan, dan lingkungan hidup dapat berpengaruh terhadap apa dan berapa banyak penduduk mengkonsumsi pangan serta terhadap status gizinya. Kurang makan dan kurang gizi karena berbagai faktor seperti rendahnya persediaan pangan, pendidikan, serta kondisi kesehatan dapat menimbulkan dampak serius dan berakhir lama pada kesehatan tubuh individu dan keluarga. Saat ini, pemerintah Indonesia menjalankan program wajib belajar (Wajar) 9 tahun. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar. Pengertian wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan dasar tersebut adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS), atau bentuk lain yang sederajat. Pengeluaran rumah tangga perkapita Data-data sosial di Indonesia yang berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mengukur kesejahteraan bukan dari pendapatan tetapi dari konsumsi atau pengeluaran. Setiap rumah tangga sampel mempunyai data total pengeluaran perbulan (dalam rupiah), tetapi ini bukan secara langsung menjadi ukuran kesejahteraan karena harus dilihat dulu berapa jumlah anggota rumah tangganya. Jika total pengeluaran perbulan dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga maka akan diperoleh data pengeluaran rumah tangga perkapita perbulan. Pengeluaran rumah tangga perkapita inilah yang digunakan sebagai ukuran kesejahteraan penduduk dan rumah tangga. Angka kemiskinan, indeks ketimpangan kemiskinan, indeks keparahan kemiskinan dan gini rasio, semua perhitungaannya merujuk ke pengeluaran rumah tangga perkapita ini (Andi 2006). Pengeluaran rumah tangga perkapita merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk.
7 11 Pengeluaran rumah tangga perkapita mencerminkan pendapatan keluarga (Sugianti 2009). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam satu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (BPS 2009). PDRB berasal dari sembilan sektor usaha yang terdiri atas: (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas, dan air bersih, (5) bangunan (konstruksi), (6) perdagangan, hotel, dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta (9) jasa-jasa termasuk pelayanan pemerintah (BPS 2005). PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sementara itu, PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai harga dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (BPS 2009). Nilai PDRB dibagi menjadi dua, yaitu PDRB yang dihitung dengan migas dan PDRB yang dihitung tanpa migas. PDRB dengan migas menunjukkan keseluruhan nilai barang dan jasa yang dihasilkan ditambah dengan sektor migas. Sumber daya migas merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sehingga suatu saat akan habis. Dengan adanya pembagian PDRB ini dapat menunjukkan perkembangan besarnya nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah di masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui besarnya PDRB wilayah tersebut saat sumber daya migas sudah habis (BPS 2005). Data PDRB adalah salah satu indikator ekonomi makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian daerah setiap tahun (BPS 2009). Sementara itu, PDRB perkapita adalah indikator makro yang secara agregat dapat
8 12 digunakan untuk menggambarkan kondisi kesejahteraan masyarakat dari gerak pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan (Bappenas 2008). Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar manusia antara lain adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, bagi laki-laki maupun perempuan (Bappenas 2004 dalam Harniati 2008). Menurut Bappenas (2008), angka kemiskinan memberi gambaran mengenai intensitas penduduk dengan tingkat pendapatan terendah di perekonomian. Kemiskinan merupakan hulu dari berbagai permasalahan yang ada seperti tingginya angka kesakitan dan kematian, pengangguran, gizi buruk, serta rendahnya kualitas sumber daya manusia (Trihono dan Gitawati 2009). Menurut Bappenas (2008), salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik. harus dapat menurunkan tingkat kemiskinan setiap rumah tangga untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan dan gizi serta memberikan akses kepada pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dari berbagai faktor penyebab masalah gizi, kemiskinan dinilai memiliki peranan penting dan bersifat timbal balik, artinya kemiskinan akan menyebabkan kurang gizi dan individu yang kurang gizi akan berakibat atau melahirkan kemiskinan. Tingkat dan kualitas konsumsi makanan anggota rumah tangga miskin tidak memenuhi kecukupan gizi sesuai kebutuhan. Dengan asupan makanan yang tidak mencukupi, anggota rumah tangga, termasuk anak balitanya menjadi lebih rentan terhadap infeksi sehingga sering menderita sakit. Keluarga miskin dicerminkan oleh profesi/mata pencaharian yang biasanya adalah buruh/pekerja kasar yang berpendidikan rendah sehingga tingkat pengetahuan pangan dan pola asuh keluarga juga kurang berkualitas. Keluarga miskin juga ditandai dengan tingkat kehamilan tinggi karena kurangnya pengetahuan tentang keluarga berencana dan adanya anggapan bahwa anak dapat menjadi tenaga kerja yang memberi tambahan pendapatan keluarga. Namun demikian, banyaknya anak justru mengakibatkan besarnya
9 13 beban anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga miskin (Bappenas 2008). Menurut BPS (2007), daerah miskin adalah wilayah kabupaten/kota dengan karakterisik kemiskinan diatas persen kemiskinan nasional (lebih dari 16.5%). Perdesaan dan Perkotaan Menurut undang-undang (UU) No.24 Tahun 1992 pasal 1, wilayah didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Pipip (2011), pengklasifikasian wilayah menjadi wilayah perdesaan atau perkotaan dilakukan melalui Sensus. Wilayah yang dicakup adalah desa atau kelurahan yang berada langsung dibawah kecamatan. Klasifikasi didasarkan pada skor yang dihitung dari kepadatan penduduk, persentase rumah tangga yang bekerja di bidang pertanian, dan tersedianya fasilitas kota seperti sekolah, pasar, rumah sakit, jalan aspal, dan listrik (BPS 2003). Definisi perkotaan adalah suatu tempat dengan (1) kepadatan penduduknya lebih dibandingkan dengan kondisi pada umumnya; (2) pencaharian utama penduduknya bukan merupakan aktivitas ekonomi primer/pertanian; dan (3) tempatnya merupakan pusat budaya, administrasi, atau pusat kegiatan ekonomi wilayah sekitarnya menurut (Daldjoeni 2003 dalam Humayrah 2009). Menurut Komsiah (2007), wilayah perdesaan ditandai dengan sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian di bidang pertanian.
HUBUNGAN KARAKTERSITIK SOSIAL EKONOMI WILAYAH DENGAN MASALAH GIZI GANDA PADA KELOMPOK USIA BALITA DI WILAYAH PERDESAAN DAN PERKOTAAN INDONESIA
HUBUNGAN KARAKTERSITIK SOSIAL EKONOMI WILAYAH DENGAN MASALAH GIZI GANDA PADA KELOMPOK USIA BALITA DI WILAYAH PERDESAAN DAN PERKOTAAN INDONESIA DEWI RATIH DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas proporsi ibu lulus wajib belajar (wajar) 9 tahun, pengeluaran rumah tangga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
16 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan desain cross-sectional study. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Lebih terperinciIkhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator
Page 1 Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Uraian Jumlah Jumlah Akan Perlu Perhatian Khusus Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 12 9 1 2 Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa
Lebih terperinciDAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah
DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... ii Daftar Tabel dan Gambar... xii Daftar Singkatan... xvi Bab I Pendahuluan... 1 1.1. Kondisi Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Jawa Tengah... 3 Tujuan 1. Menanggulangi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah dicerminkan oleh besar kecilnya angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB Per Kapita. Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan
Lebih terperinci2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD
143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui
Lebih terperinci(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan
Dr. Hefrizal Handra Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang 2014 Deklarasi MDGs merupakan tantangan bagi negara miskin dan negara berkembang untuk mempraktekkan good governance dan komitmen penghapusan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PENCAPAIAN
BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan
Lebih terperinciTabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)
3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1
Lebih terperinciBAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan
BAB IV PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA 4.1. Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan Sejak pengambilan komitmen terkandung dalam Deklarasi Milenium tahun 2000 terkait dengan
Lebih terperinciMILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003
MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM) 1. Menanggulangi Kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan utama dan mendasar bagi kehidupan manusia. Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang
Lebih terperinciSTUDI EMPIRIS CAPAIAN MDGS DI PROVINSI RIAU
STUDI EMPIRIS CAPAIAN MDGS DI PROVINSI RIAU Riski Robi Juhardi, Wahyu Hamidi dan Syapsan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Millenium Development Goals (MDGs) merupakan paradigma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) adalah sebuah komitmen bersama masyarakat internasional untuk mempercepat pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan. MDGs ini
Lebih terperinciPendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto
Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi, yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ibu yang mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita
6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes.
KATA PENGANTAR Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia sepakat untuk mengadopsi Deklarasi
Lebih terperinciPemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kekurangan gizi pada anak balita yang diukur dengan prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk digunakan sebagai indikator kelaparan, karena mempunyai
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013
BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA No.01/10/31/75/Th. V, 1 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 Ekonomi Jakarta Utara Tahun 2013 tumbuh 5,80 persen. Pada tahun 2013, besaran Produk
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyejahterakan rakyat Indonesia.
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012
BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state of mind) dari suatu masyarakat yang telah melalui kombinasi tertentu dari proses sosial,
Lebih terperinciA. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk
Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator
Lebih terperinciBAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT
BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka
Lebih terperinciPenilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP
Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi, terutama, oleh negara-negara yang sedang berkembang, memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.
Lebih terperinciAplikasi System Dynamic pada Model Perhitungan Indikator Millennium Development Goals (MDGs)
45 Aplikasi System Dynamic pada Model Perhitungan Indikator Millennium Development Goals (MDGs) A Mufti Kepala Bagian Data & Informasi Kantor Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millennium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur
57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011
BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan
Lebih terperinciDISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013
DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memperlihatkan kemajuan signifikan dalam mencapai tujuan Milenium
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi
Lebih terperinciTabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang
2.1. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.1.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1. Pertumbuhan PDRB Perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di Indonesia saat ini mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 yang memiliki lima tujuan pokok. Salah satu tujuan pokok
Lebih terperinciKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta, 18 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI 2 Rencana Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals atau disingkat MDG s dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang merupakan paradigma pembangunan global
Lebih terperinciII. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu orientasi pembangunan berubah dan berkembang pada setiap urutan waktu yang berbeda. Setelah Perang Dunia Kedua (PDII), pembangunan ditujukan untuk mengejar pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan
Lebih terperinciLATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM
1. Latar Belakang dan Kondisi Umum 2. Dasar Hukum 3. Proses Penyusunan RAD 4. Capaian RAD MDGS Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 2015 5. Permasalahan Pelaksanaan Aksi MDGS 6. Penghargaan yang Diperoleh
Lebih terperinciLatar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah
STRATEGI DAN INOVASI PENCAPAIAN MDGs 2015 DI INDONESIA Oleh Dr. Afrina Sari. M.Si Dosen Universitas Islam 45 Bekasi Email: afrina.sari@yahoo.co.id ABSTRACT Indonesia telah berhasil mengurangi kemiskinan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bappenas (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk
Lebih terperinciDISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015
DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Edisi 07 Agustus 2015 Buku saku ini dalam upaya untuk memberikan data dan informasi sesuai dengan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hasil analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2005) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan gizi kurang pada anak usia sekolah yaitu
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciDISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014
DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis
Lebih terperinciProduk Domestik Regional Bruto
Tabel 9.1 : PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2007 2010 (Rp. 000) 1. PERTANIAN 193.934.273 226.878.977 250.222.051 272176842 a. Tanaman bahan makanan 104.047.799 121.733.346 134.387.261
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan tujuan pembangunan Millennium
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan selalu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat di suatu daerah, negara bahkan di dunia, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk bisa menurunkan angka
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat
Lebih terperinciBAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT
BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu
Lebih terperinciMETODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI)
28 METODOLOGI Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang berasal dari berbagai instansi terkait. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan
Lebih terperinciSecara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)
Lampiran 1. Penjelasan Singkat Mengenai IPM dan MDGs I. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 1 Sejak 1990, Indeks Pembangunan Manusia -IPM (Human Development Index - HDI) mengartikan definisi kesejahteraan secara
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan
I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan
Lebih terperinci