BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

dokumen-dokumen yang mirip
Nama: Herna Dwiatna NPM: /A. Mata Kuliah:Ilmu Kesehatan Masyarakat. TEORI H.L blum

HASIL ANALISIS APBD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1

RUANG FISKAL DALAM APBN

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

Manggal Karya Bakti Husuda

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

BAB 1 : PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang agar

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK...

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA

MISI 5 Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesibilitas Kesehatan Masyarakat SATU AN

Bab 1 PENDAHULUAN STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN 1

Strategi Pemecahan Masalah pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut :

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

Indonesia National Health Accounts Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015

REVISI CAPAIAN INDIKATOR KINERJA RPJMD REALISASI TAHUN 2013, 2014 dan 2015 SKPD : DINAS KESEHATAN

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD

Rencana Strategis Bidang Kesehatan Berkaitan dengan Program Lintas Sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB 3 GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Kabupaten Pati

HUBUNGAN KESEHATAN DAN KEMISKINAN

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 56

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

GAMBARAN UMUM. # Luas wilayah Provinsi Bali 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Indonesia.

Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga Tahun 2010

ANGGARAN KESEHATAN DALAM APBN

Buku Indikator Kesehatan PROVINSISULAWESI BARAT

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber.

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

RINGKASAN EKSEKUTIF. L K j - I P D i n a s K e s e h a t a n P r o v. S u l s e l T A

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

DAFTAR ISI. PERWAL... DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... v

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

UPT SURVEILANS, DATA DAN INFORMASI DINAS KESEHATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGAH

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

STUDI TENTANG CITIZEN S CHARTER DALAM MENCIPTAKAN PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS KECAMATAN SERANG, KOTA SERANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015

KATA PENGANTAR. semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran, tenaga dan

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Tri Kurniasih, FE UI, 2009

Target Tahun. Kondisi Awal Kondisi Awal. 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Program pengadaan, peningkatan dan penduduk (tiap 1000 penduduk

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2012

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

KATA PENGANTAR. Soreang, Februari 2014 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. penyakit maupun cacat. Sejalan dengan definisi sehat menurut WHO, menurut

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

BAB II PERENCANAAN KINERJA

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 50

PROFIL KESEHATAN PROVINSI GORONTALO TAHUN 2012

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANGGAI

EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 2016 KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN UNTUK MENCAPAI TARGET

Penyakit Endemis di Kalbar

KATA PENGANTAR. Profil Kesehatan Kota Pekalongan Tahun 2013

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA

BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN. disajikan kecenderungan kasus kematian ibu di Desa Banguntapan.

ANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN. Grafik 1. Perkembangan Belanja Pegawai dalam APBN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

PROGRAM KEGIATAN DINAS KESEHATAN KELUARGA SEHAT DAN LORONG SEHAT TAHUN dr. Hj. A. Naisyah Azikin, M.Kes KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

KATA PENGANTAR. Kolaka, Maret 2012 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka, dr. Hj. Rosmawati NIP Pembina Tk. I Gol.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2009

JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 JUMLAH KELAHIRAN

KATA PENGANTAR. PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN ii -

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Kesejahteraan Masyarakat dan Kemiskinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Transkripsi:

BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBN) 1. Ketentuan pasal 171 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 menjadikan alokasi belanja di bidang kesehatan sesuatu yang mutlak dipenuhi (mandatory spending). Pasal tersebut menyebutkan bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar minimal 5% (lima persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diluar gaji, sementara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar minimal 10% (sepuluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diluar gaji. Tujuan dari pembangunan bidang kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan yang terus membaik. Penggunaan anggaran di bidang kesehatan diharapkan seoptimal mungkin dapat termanfaatkan untuk mencapai tujuan tersebut. 2. Selama tahun 2008 2011, secara nominal besarnya belanja fungsi kesehatan cenderung berfluktuatif. Grafik 1 menunjukkan, sebelum diberlakukannya UU kesehatan (tahun 2008) peningkatan belanja fungsi kesehatan berada dibawah ratarata peningkatan belanja Negara. Baru kemudian setelah adanya UU kesehatan (tahun 2009 2010) peningkatan belanja fungsi kesehatan cenderung melebihi peningkatan belanja Negara, namun pada tahun 2011 dan 2012 peningkatan belanja fungsi kesehatan kembali berada dibawah peningkatan belanja Negara. Grafik 1. Peningkatan Belanja Fungsi Kesehatan dan Belanja Negara 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00-0.05-0.10-0.15-0.20 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber : data Pokok APBN 2006-2012 kesehatan BN 3. Besarnya rata-rata belanja fungsi kesehatan selama enam tahun terakhir (2007-2012) berada di urutan ketujuh setelah belanja menurut fungsi pelayanan umum, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi pertahanan, dan fungsi ketertiban dan ketenteraman. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 15

Tabel 1. Belanja Menurut Fungsi, 2007 2012 (Rp milyar) No FUNGSI 2011 2012 rata -rata 1 pelayanan umum 316,139.3 534,567.2 417,771.9 471,557.6 560,455.1 590,840.7 481,888.6 2 pendidikan 50,843.4 55,298.0 84,919.5 90,818.3 107,676.7 103,666.7 82,203.8 3 ekonomi 42,222.0 50,484.8 58,845.1 52,178.4 103,317.7 102,734.5 68,297.1 4 perumahan dan fasum 9,134.6 12,448.7 14,648.5 20,053.2 26,721.3 26,476.9 18,247.2 5 pertahanan 30,685.9 9,158.5 13,145.7 17,080.5 49,954.1 72,472.8 32,082.9 ketertiban dan 6 ketentraman 28,315.9 7,019.2 7,753.9 13,835.4 24,328.8 30,195.7 18,574.8 7 kesehatan 16,004.5 14,038.9 15,743.1 18,793.0 17,499.6 15,826.2 16,317.6 8 lingkungan hidup 4,952.6 5,315.1 10,703.0 6,549.6 10,935.9 11,451.5 8,318.0 9 perlindungan sosial 2,650.4 2,986.4 3,102.3 3,341.6 4,584.8 5,577.8 3,707.2 10 pariwisata dan budaya 1,851.2 1,293.7 1,406.2 1,408.7 3,899.8 2,454.0 2,052.3 11 agama 1,884.2 745.7 773.5 878.8 1,554.0 3,562.2 1,566.4 Sumber : data Pokok APBN 2006-2012 4. Tidak ada perbedaan proporsi realisasi yang signifikan, antara sebelum diberlakukannya UU tentang kesehatan (tahun 2007-2009) dengan setelah diberlakukannya UU tentang kesehatan. Secara rata-rata, belanja fungsi kesehatan terhadap total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diluar gaji, selama tahun 2007 2012 hanya mencapai 1,85% atau dengan kata lain belum mencapai 5% sebagaimana diamanatkan oleh UU No.36 Tahun 2009 (tabel 2). Tabel 2. Belanja Menurut Fungsi Kesehatan, 2007 2012 (Rp milyar) Tahun Nilai % thd APBN LKPP 2007 16,004.50 2.40 LKPP 2008 14,038.90 1.61 LKPP 2009 15,743.10 1.94 LKPP 2010 18,793.00 2.10 APBNP 2011 17,499.60 1.54 APBN 2012 15,826.20 1.30 Sumber: Data Data Pokok APBN 2006-2012 5. Dibandingkan dengan beberapa negara di asia, Indonesia memiliki persentase anggaran belanja kesehatan terhadap GDP terkecil. Hal yang hampir sama juga terjadi pada besarnya belanja kesehatan per kapita, dimana hanya India dan Bangladesh yang belanja kesehatan per kapitanya tidak lebih besar dari Indonesia. Kondisi ini setidaknya dapat dijadikan indikator bahwa kebijakan sosial di bidang kesehatan di Indonesia belum sepenuhnya didukung komitmen pemerintah. Padahal pembangunan bidang kesehatan juga merupakan salah satu pilar pengentasan kemiskinan dan faktor penentu indeks pembangunan manusia (IPM). Ditunjukkan pada tabel berikut. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 16

Tabel 3. Total Belanja Kesehatan Terhadap GDP (%) 1 Bangladesh 3.5 3.3 3.4 3.5 Brunei Darussalam 2.4 2.3 3 2.8 India 4 4 4.2 4.1 Indonesia 2.7 2.5 2.5 2.6 Malaysia 3.8 3.8 4.6 4.4 Philippines 3.4 3.3 3.6 3.6 Vietnam 7 6.6 6.9 6.8 http://data.worldbank.org/indicator/sh.xpd.totl.zs Tabel 4. Belanja Kesehatan per Kapita (US $) 2 Bangladesh 16 18 21 23 Brunei Darussalam 783 877 833 882 India 40 43 44 54 Indonesia 51 53 56 77 Malaysia 262 306 316 368 Philippines 57 65 66 77 Vietnam 58 70 77 83 http://data.worldbank.org/indicator/sh.xpd.pcap 6. Proporsi belanja kesehatan publik terhadap total belanja kesehatan di Indonesia dalam empat tahun terakhir, secara rata-rata hanya mencapai sekitar 46% dari total belanja kesehatan (tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa peran pemerintah pusat dan daerah dalam upaya pembangunan kesehatan masih perlu dioptimalkan. Terkait dengan hal ini, Departemen Kesehatan (2003) dalam National Health Account, menyebutkan bahwa pada tahun 2000 sebesar 48% dari pengeluaran publik bidang kesehatan dibelanjakan untuk farmasi, obat-obatan dan peralatan medis; 39% untuk rumah sakit dan 11% untuk pusat-pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Berdasarkan proporsi ini, Thabrany (2003) dalam Social Health Insurance in Indonesia: Current Status and the Proposed National Health Insurance, berpendapat bahwa besarnya proporsi pengeluaran publik untuk rumah sakit mencerminkan bahwa sistem pendanaan kesehatan di Indonesia cenderung kurang memihak kelompok miskin (Suharto. 2009. p.68) Tabel 5. Belanja Kesehatan Publik Terhadap Total Belanja Kesehatan (%) 3 Bangladesh 34.4 31.7 33 33.6 Brunei Darussalam 84.5 86 85.2 84.9 India 25.8 27.6 30.3 29.2 1 Total belanja kesehatan merupakan penjumlahan dari belanja kesehatan publik dan swasta. Total belanja kesehatan meliputi pengadaan pelayanan kesehatan (preventive dan curative), program keluarga berencana, dan bantuan darurat kesehatan namun tidak termasuk pengadaan air bersih dan sanitasi. 2 Total belanja kesehatan merupakan penjumlahan dari belanja kesehatan publik dan swasta sebagai rasio dari total penduduk. Belanja kesehatan per kapita meliputi pengadaan pelayanan kesehatan (preventive dan curative), program keluarga berencana, program pemeliharaan nutrisi, dan bantuan darurat kesehatan namun tidak termasuk pengadaan air bersih dan sanitasi. 3 Belanja kesehatan publik terdiri dari anggaran belanja kesehatan pemerintah pusat dan daerah, hutang dan bantuan luar negeri serta dana asuransi sosial. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 17

Indonesia 45.8 46.5 46.1 49.1 Malaysia 54.7 55.2 55.7 55.5 Philippines 34.8 32.4 35.1 35.3 Vietnam 40 34 37.5 37.8 http://data.worldbank.org/indicator/sh.xpd.publ 7. Penilaian derajat kesehatan dilakukan dengan menggunakan indikator kesehatan yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu indikator mortalitas dan morbiditas. 4 Hasil perhitungan menunjukkan : Dari variabel-variabel mortalitas dan morbiditas yang digunakan untuk menilai derajat kesehatan, besarnya belanja fungsi kesehatan berpengaruh lebih besar terhadap penurunan angka mortalitas. Belanja fungsi kesehatan berpengaruh paling besar terhadap penurunan angka kematian balita (31%) dan setiap penambahan 1% belanja fungsi kesehatan akan menurunkan 22,29 angka kematian balita, sementara 14% dari penurunan angka kematian balita disebabkan oleh faktor-faktor lain. Pengaruh belanja fungsi kesehatan terendah terjadi pada angka kesembuhan TB paru positif (6%). Meski demikian, kenaikan 1% belanja fungsi kesehatan akan menambah angka kesembuhan penderita TB positif sebesar 7,39%. Sementara besarnya belanja fungsi kesehatan hanya berdampak 13% terhadap angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD). Hal ini diperkuat oleh besarnya standar error sebesar 63,03%, yang menunjukkan bahwa penurunan angka penderita DBD lebih disebabkan oleh faktor-faktor lain daripada belanja fungsi kesehatan. 8. Faktor - faktor penentu peningkatan derajat kesehatan : Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing faktor saling berkaitan. Perilaku masyarakat Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting karena budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-program kesehatan. 4 Mortalitas dilihat dari indikator Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup, dan Umur Harapan Hidup (UHH). Morbiditas dilihat dari indikator-indikator Angka Kesakitan Malaria per 1.000 Penduduk, Angka Kesembuhan TB Paru BTA+, Prevalensi HIV (Persentase Kasus Terhadap Penduduk Berisiko), Angka Acute Flacid Paralysis (AFP) pada anak usia < 15 Tahun per 100.000 anak, dan Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000 Penduduk. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 18

Lingkungan Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik yang memiliki kondisi sanitasi buruk, penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan. Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak. Pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan. Genetik Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa mendatang. Bagaimana kualitas generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia mendatang. Penyusun: Titik Kurnianingsih Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 19