PERBEDAAN TINGKAT AGRESIVITAS ANTARA GAMERS RAGNAROK ONLINE DENGAN GAMERS DOTA DI JAKARTA Stephan Wailan Jurusan Psikologi, Faculty of Humanities, BINUS University Jln. Kemanggisan Ilir III no. 45, Kemanggisan Palmerah, Jakarta Barat 11480 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan tingkat agresivitas antara gamers Ragnarok Online dengan gamers DotA. Agresivitas ditinjau dari teori Buss dan Perry dibedakan menjadi empat, yakni physical aggression, verbal aggression, anger,dan hostility. Pengukuran keempat bentuk dilakukan melalui kuesioner agresivitas yang diadaptasi dari Buss & Perry Aggression Questionnaire. Total responden berjumlah 110 gamers dengan rincian 55 responden merupakan gamers Ragnarok Online dan 55 responden merupakan gamers DotA. Analisis data dilakukan dengan menggunakan independent sample t-test untuk melihat perbedaan tingkat agresivitas dari keempat bentuk agresi di antara kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara gamers Ragnarok Online dan gamers DotA tidak terdapat perbedaan tingkat physical aggression secara keseluruhan, untuk dimensi verbal aggression dan anger menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat agresivitas dimana kelompok gamers DotA lebih tinggi dibandingkan dengan gamers Ragnarok Online, sedangkan untuk dimensi hostility kelompok gamers Ragnarok Online lebih tinggi tingkatnya dibanding gamers DotA. Kata Kunci: Agresivitas, gamers, Ragnarok Online, DotA.
LATAR BELAKANG Remaja adalah individu yang mengalami transisi dari kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan perubahan dan perkembangan baik segi fisik, psikis, dan sosial (Monks dkk, 1991). Perkembangan tersebut dapat mengarah pada hal positif maupun dapat menyebabkan masalah sosial juga seperti perilaku agresif yang kerap dilakukan oleh remaja dari banyak kalangan baik dalam interaksi fisik sesama rekan sebaya maupun melalui dunia maya. Agresi sendiri adalah perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis (Baron & Byrne, 1994; Brehm & Kassin, 1993; Brigham, 1991). Banyak teori yang menjelaskan bagaimana sebuah agresivitas muncul, baik karena pengaruh biologis genetis (Davidoff, 1991), pengaruh lingkungan sosial (Dollard, 1939), maupun karena pengaruh dari proses pembelajaran (Davidoff, 1991). Selain itu ada juga yang mengasumsikan bahwa pengaruh budaya sangat mempengaruhi perilaku agresif, setidaknya muncul dalam stereotipe budaya (Whiting & Edward, dalam Segal dkk, 1999). Penguatan, imitasi, dan asumsi tentang motif orang lain semuanya berkombinasi menghasilkan skema agresi (Taylor dkk, 2009). Menurut Piaget dalam buku Life Span Development (2002) skema agresi adalah struktur kognitif yang membantu seseorang dalam mengorganisasi dan memahami pengalaman mereka. Dalam kasus agresi, orang mengembangkan keyakinan yang terorganisir tentang ketepatan tindak agresi, situasi dimana agresi mesti terjadi, dan cara agresi diekspresikan. Skema agresi mungkin berinteraksi dengan beberapa faktor lain yang memfasilitasi agresi untuk meningkatkan kemungkinan perilaku agresif. Skema agresi juga mungkin bervariasi berdasarkan kultur (Bond, 2004).
Sehubungan dengan penjelasan dari Bond (2004), perkembangan dan penggunaan teknologi juga sudah menjadi kultur tidak lepas dari masyarakat khususnya remaja. Hal tersebut secara tidak langsung akan interaktif, (2) game menghargai perilaku kekerasan, dan anak mengulangi perilaku berulang saat mereka bermain. Perilaku agresif yang muncul, berkaitan dengan frekuensi dan intensitas menghubungkan (memfasilitasi) bermain violent video game, dapat berupa agresivitas itu sendiri dengan perkembangan teknologi yang ada, seperti yang marak dilakukan remaja adalah bermain cyber games baik secara online maupun offline. Telah dibuktikan dalam penelitianpenelitian sebelumnya mengenai dampak dari violent video games terhadap meningkatnya tingkat agresivitas dari pemainnya. Anderson dan Bushman (2001) menunjukkan bahwa bermain banyak video game kekerasan terkait dengan pikiran yang lebih agresif, perasaan, dan perilaku. Penelitian Gentile dan Anderson (2003) juga mengindikasikan ada kemungkinan bahwa video game kekerasan memiliki efek yang lebih kuat pada agresi anak karena (1) permainan yang sangat menarik dan agresi verbal, fisik, dan relasi (Anderson, Gentile, & Buckley, 2007). Agresi verbal yang dimaksud adalah yang melibatkan perkataan yang menyakitkan secara verbal seperti hinaan, atau kata-kata kotor akibat dari konten yang ada di dalam permainan (Anderson, Gentile, & Buckley, 2007). Agresi secara fisik atau kekerasan adalah jenis agresi yang paling banyak terjadi ketika melihat dampak dari games (Anderson, 2003), seperti tindak pemukulan, penjegalan, atau penembakan (Anderson, Gentile, & Buckley, 2007). Contohnya adalah seorang remaja berusia 18 tahun di Thailand berani merampok dan menembak super taksi pada Agustus 2008 karena terinspirasi oleh game Grand Theft Auto. Oleh karenanya, bermain game kekerasan juga berkaitan dengan
anak menjadi kurang bersedia untuk peduli terhadap rekan-rekan mereka (Anderson, Gentile, & Buckley, 2007). Hal yang penting, penelitian telah menunjukkan bahwa efek yang terjadi untuk anak non-agresif sama banyak seperti yang mereka lakukan untuk anakanak yang sudah memiliki kecenderungan agresif (Anderson & Gentile, 2004). Jenis terakhir yaitu, agresi secara relasi, dimana kerusakan yang diterima bersifat pada rusaknya hubungan antara relasi sosial, perasaan ditolak dari lingkungan, persahabatan atau penyeratan pada kelompok tertentu (Anderson, Gentile, & Buckley, 2007). Sampai saat ini, game jenis MMORPG atau Massively Multiplayer Online Role Playing Game seperti Warcraft III (DotA merupakan salah satu game dari Warcraft III) dan Ragnarok online merupakan 2 game yang masih sangat ramai dimainkan dan menjadi game pilihan bagi para remaja dengan berbagai alasan dan motivasinya masingmasing. Berdasarkan data user dari Indogamers tahun 2013, salah satu server nasional yaitu Public Server mencatat 108.391 register user dan 13.410 user untuk server lokal Manado. Sedangkan tercatat empat server resmi di bawah LYTO online entertainment yang memiliki user lebih dari 10.000 di setiap servernya. Dalam konteks ini, kedua game yang menjadi pilihan oleh sebagian besar remaja menjadi salah satu media yang memfasilitasi munculnya perilaku agresi dari setiap remaja (gamers). Melihat hal tersebut, tentunya terdapat kaitan yang kuat antara agresivitas, remaja, dan video game kekerasan dimana dalam penelitian ini adalah game DotA dan Ragnarok Online yang memiliki unsur-unsur kekerasan. Namun dapat dilihat bahwa setiap game yang mengandung unsur kekerasan juga dapat memunculkan tingkatan agresivitas yang berbeda-beda dari setiap pemainnya dikarenakan berbagai karakteristik dan ciri khas yang dimiliki setiap game saat
dimainkan. Faktor-faktor lain yang terkandung dalam game tersebut secara keseluruhan saat dimainkan dapat membedakan tingkat agresivitas yang muncul. Misalnya seperti respon yang muncul saat berinteraksi dengan monster atau player lain dalam game Ragnarok Online, dimainkan tanpa batasan waktu sehingga dapat mempengaruhi aktivitas sosial, hanya dimainkan secara personal dalam jangka waktu yang panjang. Sedangkan dalam game DotA yang dimainkan walaupun hanya dalam satu mini game dengan batasan waktu tertentu memiliki tingkat ketegangan yang tinggi dan memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengna cepat dan langsung dengan rekan atau lawan sehingga dapat memunculkan tingkat agresivitas yang berbeda dengan game Ragnarok Online. Berdasarkan hal yang telah diuraikan mengenai game kekerasan (Ragnarok Online & DotA) yang memiliki karakter masing-masing dan kaitannya dengan agresivitas, maka peneliti ingin melihat perbedaan tingkat agresivitas antara gamers dari kedua game tersebut sehubungan dengan meningkatnya tingkat agresivitas dengan memainkan violent video games juga. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Pada penelitian ini, desain yang akan digunakan oleh peneliti adalah desain penelitian ex post facto study yang merupakan tipe desain dari penelitian kuantitatif dimana variabel bebas sudah terjadi sebelum penelitian dilakukan (Seniati, Yulianto, & Setidadi, 2009). Alasan peneliti menggunakan desain ini karena peneliti tidak memberikan perlakuan atau manipulasi apapun pada variabel penelitian dan memang data yang diambil merupakan gambaran kasar dari kejadian yang sudah terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktriptif dengan jenis
penelitian komparatif. Metode ini dipilih untuk membandingkan tingkat agresivitas antara gamers DotA dengan gamers Ragnarok Online. Partisipan Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa yang bermain game Ragnarok Online dan bermain game Defense of the Ancient (DotA) di Jakarta. Sampel dalam penelitian minimal berusia 18-24 tahun dengan minimal bermain 1 tahun, dengan frekuensi bermain paling kecil 1 hari/minggu sampai 4-10 jam/hari. Prosedur Peneliti melakukan pengambilan data terhadap 110 sampel baik secara langsung dengan menggunakan kuesioner dan juga dilakukan secara online. Analisis Data Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah t-test for independent atau uji-t dengan sampel bebas digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan antara dua kelompok sampel yang bebas (Priyatno, 2011). Uji-t sampel bebas adalah desain penelitian dengan sampel terpisah untuk masing-masing populasi untuk membuat perbandingan. Desain ini biasa disebut dengan between subjects design (Gravetter & Wallnau, 2008). Sebelum melakukan uji-t, dilakukan terlebih dahulu uji asumsi sebagai prasyarat untuk melakukan uji-t. Uji-t sampel bebas dilakukan untuk membandingkan tingkat agresivitas antara gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. sample atau uji-t sampel bebas. T-test HASIL Hasil dalam penelitian ini diatur melalui pertanyaan penelitian, termasuk aspek-aspek yang mempengaruhi atau muncul sehubungan dengan perbedaan tingkat agresivitas antara kedua kelompok sampel yang dibagi kedalam 4 dimensi
(bentuk perilaku agresi) yaitu, physical hostility. aggression, verbal aggression, anger, dan Tabel 1 Uji Independent Samples T-Test T Df Sig. (2-tailed) Physical Aggression 1,550 108 0,124 Verbal Aggression 3,938 108 0,000 Anger 4,305 108 0,000 Hostility -6,865 108 0,000 Tabel 2 Data Deskriptif Hasil Uji Beda DotA Ragnarok Mean Std. Deviation Mean Std. Deviation Physical Aggression 3,9776 0,89062 3,7320 0,12009 Verbal Aggression 3,996 1,2890 3,171 0,8687 Anger 4,342 0,9473 3,607 0,8388 Hostility 3,1251 0,98815 4,3102 0,81401 Dapat dilihat pada tabel 1 hasil uji beda dari kedua kelompok sampel dengan melihat skor signifikansi 2-tailed. Skor Signifikan yang diperoleh dari dimensi VA, AN, dan HS adalah 0,000, p=0,000 < 0,05 (nilai p < 0,05), yang berarti ada perbedaan signifikan antara gamers DotA dan Ragnarok pada jenis verbal aggression, anger, dan hostility. Nilai dari tidak ada perbedaan signifikan antara gamers DotA dan Ragnarok untuk dimensi physical aggression. Untuk verbal aggression dan anger, gamers Ragnarok lebih tinggi dibanding gamers Ragnarok Online, sedangkan gamers Ragnarok Online lebih tinggi tingkat agresivitasnya pada dimensi hostility. dimensi PA sebesar 0,124 > 0,05, berarti
SIMPULAN Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan tingkat agresivitas antara gamers DotA dengan Ragnarok yang dibagi ke dalam 4 dimensi berdasarkan jenis perilaku agresif : physical aggression, verbal aggression, anger, dan hostility. Dari hasil uji perbedaan tingkat agresivitas antara gamers DotA dan Ragnarok Online, diperoleh bahwa : 1. Tidak terdapat perbedaan tingkat agresivitas untuk dimensi physical aggression antara gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. 2. Terdapat perbedaan tingkat agresivitas untuk dimensi verbal aggression antara gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. 3. Terdapat perbedaan tingkat agresivitas untuk dimensi anger antara gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. 4. Terdapat perbedaan tingkat agresivitas untuk dimensi hostility antara gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. Hasil dalam penelitian menjelaskan tingkat agresivitas antara kedua kelompok yang dilihat dari 4 dimensi perilaku agresi dan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat agresivitas antara gamers Ragnarok Online dengan gamers DotA di Jakarta untuk 3 dimensi perilaku agresi yaitu; verbal aggression, anger, dan hostility. Dan untuk physical aggression tidak terdapat perbedaan dimana berbeda dengan asumsi awal peneliti bahwa physical aggression secara keseluruhan dari kelompok gamers DotA berbeda dan lebih tinggi dibandingkan kelompok gamers Ragnarok.
DISKUSI Hasil uji beda physical aggression menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat agresivitas antara kedua kelompok. Menurut Buss dan Perry (1992) terdapat 4 aspek penyebab agresivitas dan salah satunya adalah agresi fisik. Kemudian ditambahkan lagi menurut Baron dan Byrne (1994), timbulnya perilaku agresi muncul dari kondisi eksternal yaitu frustasi. Frustasi disini berupa provokasi langsung yang bersifat verbal ataupun fisik yang mengenai kondisi pribadi. Sejalan dengan pemikiran tersebut, walaupun tidak memiliki perbedaan tingkatan yang signifkan, physical aggression dari kedua kelompok cukup tinggi. Terlihat dalam tingkatan yang dimiliki dari kedua kelompok terdapat 38,2% untuk tingkat agresi sedang dan 34,5% untuk tingkat agresi tinggi menunjukkan bahwa kelompok gamers DotA tergolong memiliki tingkat physical aggression yang tinggi. Sedangkan untuk gamers Ragnarok hanya memiliki 14,5% untuk kategori agresi yang tinggi dan sebagian besar berada dalam kategori sedang dengan persentase 49,1%. Secara keseluruhan, akhirnya didapat bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada dimensi ini. Namun terdapat hal-hal yang dapat menjelaskan sedikit perbedaan perilaku antara kedua kelompok dalam dimensi ini. Dalam dimensi physical aggression terdapat total 8 item (1,5,9,13,17,21,23,25) dari total 25 item. Dalam blue print kuesioner dijelaskan bahwa 7 item (selain item 25) berisi mengenai agresi fisik yang secara langsung diarahkan terhadap individu lainnya, sedangkan item ke-8 (item 25) mengenai agresi fisik yang diarahkan terhadapt objek atau benda mati (merusak barang). Dalam hal ini peneliti melihat raw score pada item ke-25 secara kasat mata bahwa ditemukan nilai rata-rata dari gamers Ragnarok Online jauh lebih tinggi
dibanding gamers DotA. Dan jika dilihat untuk nilai rata-rata keseluruhan dari 7 item lainnya gamers DotA lebih tinggi dibanding gamers Ragnarok. Dengan kata lain, dalam dimensi ini terdapat dua jenis perilaku agresi fisik dan dari kedua kelompok memiliki tingkatan masingmasing untuk setiap perilaku. Berdasarkan hal tersebut dapat terlihat bahwa hanya dengan satu item yang berhubungan dengan agresi fisik terhadap benda sekitar (merusak barang) dari kelompok gamers Ragnarok dapat menarik nilai secara keseluruhan dari dimensi ini. Hal yang dilihat dari diskusi diatas adalah terdapat perbedaan tingkat agresi fisik juga antara kedua kelompok dalam agresi fisik yang ditujukan langsung terhadapt individu/gamers lainnya dan agresi fisik yang ditujukan kepada benda disekitarnya, namun secara keseluruhan tidak terdapat adanya perbedaan tingkat physical aggression. Hasil uji beda yang kedua menunjukkan bahwa tingkat verbal aggression dari kelompok gamers DotA lebih tinggi dibanding dengan gamers Ragnarok Online. Berdasarkan kategorisasi perilaku agresi dalam dimensi ini terdapat 43,6% responden dengan kategori sedang dan 36,4% dengan kategori tinggi untuk gamers DotA. Sedangkan untuk kelompok Ragnarok Online memiliki 47,3% untuk kategori sedang dan hanya 7% untuk kategori tinggi. Terlihat jelas bahwa agresi verbal yang dimiliki oleh kelompok gamers DotA lebih tinggi dibanding dengan gamers Ragnarok Online. Dalam hal ini akan dibahas lebih luas mengenai perbedaan perilaku yang muncul dari kedua kelompok yang dimana jenis game yang dimainkan keduanya tergolong violent video game. Masih terdapat beberapa faktor khusus yang menyebabkan munculnya perbedaan tingkat agresivitas pada dimensi dari kedua kelompok dimana asumsi mengenai frekuensi bermain akan meningkatkan tingkat agresivitas oleh Anderson (2003)
tentunya membuat kedua kelompok tentunya memiliki perilaku agresi yang meningkat. Perbedaan karakteristik dari kedua game menjadi stimulus utama munculnya perbedaan tingkat agresi verbal pada kedua kelompok. Berbeda dengan dimensi sebelumnya dimana dibahas mengenai faktor penyebab munculnya perilaku agresi salah satunya adalah faktor eksternal, dalam dimensi ini sejalan dengan faktor belajar menurut Baron dan Byrne (1994) dimana menjelaskan faktor belajar lebih kompleks dalam menerangkan agresi dan diyakini bahwa agresi merupakan tingkah laku yang dipelajari dan melibatkan stimulus sebagai determinan pembentukan agresi tersebut. Menurut Koeswara (1998) faktor tersebut disebut faktor sosial atau situasional. Sejalan dengan pikiran tersebut, karakteristik kedua game menjadi hal yang membedakan tingkat agresivitas dari kedua kelompok. Faktor situasional dalam hal ini adalah kondisi saat memainkan DotA yang melibatkan interaksi secara langsung dengan gamers lainnya baik rekan maupun lawan secara langsung maupun virtual menjadi stimulus untuk dengan cepat merespon keadaan yang diterima. Adrenalin yang dirasakan saat bermain dan berbagai stimulus membuat gamers pada kelompok DotA bisa dengan cepat berinteraksi dengan rekan maupun lawan. Perbedaan pendapat dengan rekan bermain dapat langsung disampaikan dalam suatu mini game dibanding suatu endless game (Ragnarok Online) yang walaupun frekuensi bermainnya panjang menjadi suatu social learning yang terus berkembang selama bermain. Faktor situasi lainnya juga adalah bagaimana keadaan antar pemain yang tercipta baik selama permainan maupun setelah permainan. Gamers dalam kelompok DotA cenderung lebih kerap berdiskusi mengenai game yang sedang dilangsungkan bahkan berakhir pada perdebatan yang memicu emosi masingmasing individu bahkan sampai permainan
selesai. Berbeda dengan karaktristik dari Ragnarok yang walaupun jangka waktunya jauh lebih panjang namun kurang mengalami interaksi dengan gamers lainnya secara langsung walaupun stimulus kekerasan dari game-nya sendiri lebih banyak. Hasil uji beda untuk dimensi anger (kemarahan) menunjukkan perbedaan tingkat agresivitas dari kedua kelompok gamers. Dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat anger dari gamers DotA lebih tinggi dibanding dengan tingkat anger dari gamers Ragnarok Online. Kategorisasi perilaku pada dimensi ini terlihat jelas dominasi dari gamers DotA dengan 36,4% memiliki agresi sedang dan 43,6% memiliki agresi tinggi, dibanding dengan gamers Ragnarok dengan 58% dalam kategori sedang dan 7,3% dalam kategori tinggi. Berkowitz (1993) mengatakan bahwa frustasi menyebabkan sifat siaga untuk bertindak secara agresif karena kehadiran kemarahan (anger) yang disebabkan oleh frustasi itu sendiri. Individu bertindak secara agresif maupun tidak bergantung dari kehadiran isyarat agresif yang memicu kejadian aktual agresi tersebut. Sejalan dengan pandangan dari Berkowitz (1993), anger atau kemarahan menjadi salah satu pemicu munculnya perilaku agresi dan dalam penelitian ini adalah gamers Ragnarok Online dan gamers DotA. Tambahan dari Santrock (2003), faktorfaktor yang mempengaruhi munculnya agresivitas diantaranya adalah kontrol diri. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kondisi-kondisi saat bermain game yang memiliki banyak stimulus seperti tekanan dalam sebuah match (mini game) DotA yang harus dengan cepat diselesaikan dan distimuli oleh lawan maupun penonton dapat mengakitbatkan frustrasi yang bisa memicu munculnya anger (kemarahan). Walaupun Sears (1994) juga menyebutkan bahwa frustrasi tidak selalu menghasilkan anger (agresivitas) itu
muncul, namun dalam konteks ini berbicara mengenai kondisi permainan yang penuh tekanan dan timelimit yang juga berhubungan dengan kontrol diri. Gamers yang memiliki rentan usia remaja akhir menurut Gunarsa (1989) masih memiliki ketidakstabilan emosi dan sikap menentang tentunya akan menghasilkan suatu kontrol diri yang kurang baik dan mempengaruhi munculnya agresivitas. Dengan kontrol diri yang kurang dan frustrasi yang menyebabkan munculnya agresivitas, gamers DotA memiliki kesempatan secara langsung untuk mengekspresikan kemarahan yang mereka rasakan baik dalam bentuk agresi fisik maupun verbal dikarenakan interaksi dengan gamers lainnya bisa dilakukan secara langsung sehingga dapat dilihat dengan hasil dari dimensi sebelumnya. Berbeda dengan Ragnarok Online yang kurang mendapatkan stimuli seperti faktorfaktor yang dirasakan oleh gamers DotA. Seperti halnya dimensi verbal aggression, karakteristik dalam memainkan menjadi salah satu faktor besar munculnya tingkat agresi yang berbeda dan pada hal ini adalah lebih tinggi dari kelompok gamers DotA dan telah dibahas dalam diskusi diatas bagaimana munculnya perbedaan tingkat agresivitas antara kedua kelompok. Hasil uji beda hostility (permusuhan) menunjukkan ada perbedaan tingkat agresivitas untuk kedua kelompok gamers. Dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat hostility dari gamers Ragnarok Online lebih tinggi dibanding dengan tingkat hostility dari gamers DotA. Kategorisasi data dari dimensi ini menyebutkan bahwa 49,1% gamers Ragnarok memiliki tingkat hostility sedang dan 38,2% memiliki tingkat hostility tinggi, sedangkan gamers DotA persentase didominasi pada kategori rendah dengan 56,4%. Jelas terlihat bahwa tingkat hostility yang dimiliki oleh kelompok gamers Ragnarok lebih tinggi dibanding dengan gamers DotA. Berbeda dengan perilaku yang
dimiliki oleh gamers DotA, gamers Ragnarok cenderung lebih dominan dalam hostility. Berhubungan dengan pembahasan sebelumnya mengenai tingginya perilaku agresi fisik gamers Ragnarok pada item 25 yang membahas mengenai agresi yang dilangsungkan terhadap benda mati atau merusak barang, maka dapat terlihat salah satu cara kelompok gamers Ragnarok menyalurkan emosinya. Jika saat bermain DotA pemainnya dapat berinteraksi secara langsung dan bisa merespon baik secara verbal dan fisik (ke pemain lainnya), maka karakteristik bermain dari Ragnarok Online yang membatasi perilaku tersebut karena dimainkan secara personal menjadi faktor penyebabnya. Menerima berbagai stimulus yang dapat memunculkan agresi menekan perasaan permusuhan (hostility) yang terus dirasakan oleh gamers Ragnarok hanya bisa disalurkan terhadap media yang ada disekitarnya. Diluar konteks tersebut juga faktor sosial menjadi salah satu pemicu perbedaan tingkat hostility. Dalam dunia permainan DotA walaupun terdapat sangat banyak tim dan kelompok, namun pemain atau gamersnya itu sendiri bukan milik dari kelompok tersebut. Mereka (gamers DotA) dapat berbaur dan mengikuti kompetisi ataupun melakukan war bersama dan berganti-ganti tim. Berbeda dengan kondisi gamers Ragnarok Online yang berada dalam satu guild (kelompok besar seperti sebuah kerajaan dalam game dan komunitas real) terus berperang dan melawan suatu guild sehingga terus terjadi perselihan antar kelompok yang saling memiliki gamersnya satu sama lainnya. Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat agresivitas dari kedua kelompok gamers berdasarkan dimensi yang dibagi oleh Buss dan Perry (1992). Terdapat beberapa keterbatasan yang dapat didiskusikan lebih lanjut seperti pembahasan lebih spesifik mengenai keterhubungan data demografis secara
keseluruhan dengan setiap dimensi/variabel. Dari segi kuesioner yang diadaptasi dari Buss & Perry Aggression Questionnaire dilakukan sedikit perubahan dengan menghilangkan 4 item dari 29 menjadi 25. Namun esensi dari setiap item tidak berubah dan bentuk pernyataan sangatlah bersifat general sehingga secara kasat mata tidak menggambarkan pernyataan yang ingin melihat gambar perilaku agresivitas dari sebuah kelompok gamers yang bermain violent video games. Isi dari setiap pernyataan merupakan gambaran perilaku agresi secara keseluruhan dari individu. Dalam penelitian ini, terdapat suatu hal yang menggambarkan bagaimana output dari penelitian ini dimana bukan saja hanya melihat perbedaan tingkat agresivitas dari kedua kelompok, namun juga kekhasan/karakter perilaku agresi yang muncul dengan tingkatannya masing-masing kelompok dengan memainkan kedua game ini. Hasil dari data yang diambil dengan menggunakan alat ukur yang pernyataannya bersifat general ini dapat menggambarkan dan mengukur tingkat agresivitas kedua kelompok dikarenakan persepsi yang ditangkap oleh responden saat membaca dan mengisi kuesioner. Dalam mengisi kuesioner pada konteks ini diketahui oleh responden adalah untuk mengukur tingkat agresivitas, terhubung dengan data demografis yang menunjukkan game pilihan mereka membuat responden untuk memikirkan keadaan dan perilaku mereka saat memainkan game. Simpulan singkat dari pembahasan tersebut adalah gambaran agresivitas menunjukkan perilaku agresi responden dalam konteks mereka sebagai gamers (DotA/Ragnarok) baik perilaku saat bermain maupun setelah memainkan ataupun setiap hal yang berhubungan dengan game mereka sehingga dapat terlihat, dibahas dengan karakteristik masing-masing game dan perbedaan tingkat agresivitas antar kedua kelompok.
DAFTAR PUSTAKA Afrianti, L. (2009). Perbedaan Tingkat Agresivitas pada Remaja yang Bermain. (Online) Diunduh dari http://etd.eprints.ums.ac.id/cgi/ users/login?target=http%3a%2f%2fetd.eprints.ums.ac.id%2f6294% 2F1%2FF100050037.pdf, pada 3 Mei 2013 Amriyah, C. (2008). Perilaku Agresi di Masyarakat. Jurnal Perilaku Agresi. diperoleh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/261085762.pdf, pada 10 Mei 2011 Anderson, C.A (2000).Violent Video Games Increase Aggression and Violence. Jurnal The Impact of interactive Violence on Children. diunduh pada Mei 10 2011 dari http://www.psychology.iastate.edu/faculty/caa/abstracts/2000-2004/00senate.pdf Anderson, C.A., Gentile, D.A., Buckley K.E. (2007). Violent video games effects on children and adolescents: Theory, research, and publicy policy. New York: Oxford University Press. Andriani, I. dkk. (2011). Gambaran Kecenderungan Agresivitas dalam Pemilihan Game Online Pada Anak. Jurnal diunduh pada 20 Februari 2013 dari http://repository.gunadarma.ac.id Angelica, P. (2012). Perbedaan Kemampuan Motorik Kasar Anak Pra-Sekolah yang Mengikuti Balet dan Bermain Bebas. Jakarta, Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara Anthropy, A. (2009). Chicanery: Edgeplay Edition. [PC], Self-published Arikunto, S (2012). Dasar-dasar evaluasi pendidikan 2 nd ed. Jakarta: Bumi Aksara Baron, R.A. & Byrne, D.B (1994). Social Psychology. Understanding Human Interaction. Boston: Allyn & Bacon Brehm, S.S & Kassin, S.M (1993). Social Psychology. Boston: Houghton Mifflin Company Brigham, J.C (1991). Social Psyhology. New York: Harper Collingns Publishers Inc. Brown. S.L.H. A Study of Attitudes toward Violence and Aggression. Diperoleh dari http://www.lagrange.edu/resources/pdf/citations/2009/29psychology_brown.p df, pada tanggal 20 Februari 2013 Buss,A.H & Perry, M. (1992). The Agression Questionnaire. Journal of personality and Social Psychology 63, 3, 452-459. The American Psychological Association. Chaplin, J.P. (2008). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada.
Davidoff, L.L (1991). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga Demirtas-Mardan, A.H (2012). The Realibility and Validity of the Buss-Perry Agression Questionnaire (BAQ)-Turkish Version Feist, J. & Feist, J.G (2008). Theories of Personality 6th ed. New York. Terjemahan: Pustaska Pelajar Game Online Jenis Agresif dan Non Agresif. Tesis tidak diterbitkan.surakarta Gentile & Anderson (2003). Violent Video Games Psychologist Help Protect Children From Harmful Effects. Tersedia:http://www.apa.org/research/action/games.aspx Grace, Lindsay. (2005). Introduction to Game Type and Game Genre. Diunduh pada 09-03-2013 dari http://aii.lgrace.com/documents/game_types_and_genres.pdf. Gravetter, J.F., & Wallnau, B.L (2008). Statistics For The Behavior Sciences 8 th ed. Cengage Learning. Belmont Gunarsa, S. D. (1989). PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia. Hayati, P. (2010). Agresi, Game Melihat Efek Pada Perilaku Anak, Menggunakan Landasan Teori Bandura From: http://ayasipelitahayati.wordpress.com/2010/04/08/agresi-game-melihatefek-pada-perilaku-anak-menggunakan-landasan-teori-bandura/ Helmi, F.A & Soedardjo. (1998). Beberapa Perspektif Perilaku Agresi. Buletin Psikologi, diperoleh dari http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/perspektifagresi_avin.pdf diunduh pada 20 Desember 2012 Holinger C.P.M (2011). Great Kids, Great Parents Infant/Child Development and the importance of Children s Feelings.(Online) diakses 10 Desember 2012 dari http://paulcholinger.com Huesmann, L.R., & Guerra, N.G. (1997). Children s normative beliefs about aggression and aggressive behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 72, 408-119/ Huesmann, L.R., Moise, J.F., & Podolski, C.L. (1997). The effects of media violence on the development antisocial behavior. In D.M. Stoff, J. Breiling, & J.D. Maser (Eds.), Handbook of antisocial behavior (pp. 181-193). New York: Wiley.
Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga. Irina, A. (2011). Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan Motivasi Gamers Ragnarok Pada Komunitas Evolution. Jakarta, Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara Krahe, B. (2005). Perilaku Agresi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Marcia, E.J., Waterman, A.S., Matteson, L.S, & Orflofsky, L.J. (1993). Ego Identity 1 st edition. New York: Springer-Verlag New York Inc. Maslow, A. H. (2000) A Theory of Human Motivation. Conflict, frustration, and the theory of threat. J. abnorm. (soc.) Psychol., 1943, 38, 81-86 Di unduh pada 10 Desember 2012 dari: http://psychclassics.yorku.ca/maslow/motivation.htm Monks, F.J., Knoers, A.M.P & Haditono, S.R (2001). Psikologi Perkembangan, Pengantar Dalam Berbagai Bagian. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Muslikah (2010). Game Online dan Dampaknya Bagi Masyarakat. (Online). Diunduh pada 21 Juni 2011 dari: http://www.scribd.com/doc/19462631/gameonline. Nasution (2003). Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT. Bumi Aksara Nasir. M (2005). Metode Penelitian. Jakarta, Ghalia Indonesia Nursafa, D.R. (2012). Perbedaan Motivasi Berprestasi Atlet Pelatnas, Profesional, dan Amatir Futsal Putri Indonesia. Jakarta, Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara Diskusi (2012, April). Perbedaan Agresivitas Antara Laki-Laki dan Perempuan. diakses pada 10 Desember 2012 dari http://www.psychologymania.com Priyatno, D. (2012). Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta: Andi Purnomo A.P & Prasetyo B. (2011). Perancangan Game Real Time Action RPG Online Berbasis Flash. Jakarta, Fakultas Komputer Universitas Bina Nusantara Sally, Frando K, & Antony H. (2012). Aplikasi Game Online Puzzle The Demolitor dengan Menggunakan Physic Engine BOX2D. Jakarta, Fakultas Komputer Universitas Bina Nusantara
Santrock J.W (2002). Life Span Development. McGraw-Hill Santrock, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sarwono, S.W., & Jonathan (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Sarwono, S.W., & Meinarno, E.A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta:Salemba Schell, Jesse. (2008). The Art Of Game Design. Morgan Kaufmann Publisher, USA.Suryanto (2012). Pemuda Tewas Karena Game Online. (Online) diakses 10 Desember 2012 dari http://www.antaranews.com/berita/322295/pemuda-tewas-karena-gameonline Sears, dkk. (1994). Psikologi Sosial Jilid 1, Ed 5. Jakarta Seniati, Yulianto, & Setiadi, (2009). Metode Penelitian dan Statistik III.Jakarta: Gramedia Soleman, M. Bahayanya / Dampak dari Game Online. (Online). Forum Diskusi di unduh pada 9 Maret 2013. Retrieved from http://jabalambang.activeboard.com/forum.spark?abid=119659&p=3&topicid =16572210 Sugiyono (2008). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta Taganing, N.M (2008). Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada Remaja. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Taylor. S, Peplau.L, & Sears. D. (2009) Psikologi Sosial. Jakarta:Kencana Tjandra, I & Permana S. (2013). Wawancara mengenai Karakter gamers Ragnarok dan DotA Player di Emporium GameSquare, Jln. KH. Syahdan. Jakarta Wijaya, S.R. (2009). Perilaku Agresif:Bawaan Gen atau Dipelajari Dari Lingkungan?. Ruang Psikologi, diakses pada 10 Desember 2012 dari ruangpsikologi.com Wikipedia. (2012). Defense of the Ancients. (Online). Retrieved from: http://en.wikipedia.org/wiki/defense_of_the_ancients