ANALISA BIAYA PENGOBATAN DEMAM TIFOID BERDASARKAN CLINICAL PATHWAY DI RUMAH SAKIT HARAPAN BUNDA

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

ANALISIS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DEMAM TIFOID ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R.D

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BIAYA RIIL DAN ANALISIS KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA RIIL PADA KASUS SKIZOFRENIA RAWAT INAP DI RSJ SAMBANG LIHUM

BAB I PENDAHULUAN. baik dari pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan itu sendiri, maupun dari

DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka mencapai cita-cita awal dari pembentukan Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMODELAN LAJU KESEMBUHAN PASIEN RAWAT INAP TYPHUS ABDOMINALIS

PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELLITUS DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2011

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan merupakan prioritas baik bagi pihak penyedia

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG REKAM MEDIS DENGAN KELENGKAPAN PENGISIAN CATATAN KEPERAWATAN JURNAL PENELITIAN MEDIA MEDIKA MUDA

EVALUATION OF SIDE EFFECTS OF ANTIBIOTIC DRUG IN PATIENTS IN HOSPITAL IN HOSPITAL "X" JAKARTA, INDONESIA Jerry

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

ANALISIS BIAYA DAN TATALAKSANA PENGOBATAN MALARIA PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD ULIN BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik

BAB III METODE PENELITIAN...38 A. Rancangan Penelitian...38 B. Subjek Penelitian...38 C. Definisi Operasional...38 D. Alat dan Bahan...40 E.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektifitas Implementasi Clinical Pathway Terhadap Average Length Of Stay dan Outcomes Pasien DF-DHF Anak di RSUD Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

PERBANDINGAN LAMA RAWAT INAP ANTARA PASIEN FRAKTUR TERBUKA GRADE III DALAM FASE GOLDEN PERIOD DENGAN OVER GOLDEN PERIOD SKRIPSI

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

SKRIPSI. Oleh : Ratna Murti Ariyani

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. Operasi caesar atau dalam isitilah kedokteran Sectio Caesarea, adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penduduk lanjut usia, yang kemudian disebut sebagai lansia adalah penduduk

GAMBARAN DAN ANALISIS BIAYA PENGOBATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pasien Sectio Caesarea Kelas I, II, dan III di Rumah Jogja

STUDI PENGGUNAAN ANTIPLATELET (CLOPIDOGREL) PADA PENGOBATAN STROKE ISKEMIK DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

EVALUASI KETEPATAN DOSIS ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG BULAN AGUSTUS- DESEMBER TAHUN 2015

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR

PERBEDAAN SATURASI OKSIGEN AWAL MASUK TERHADAP LUARAN PNEUMONIA PADA ANAK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...ii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN PERNYATAAN...iv. KATA PENGANTAR...v

Kloramefenikol Cost Effectiveness Analisys And Seftriakson In The Treatment Of Typhoid Fever Patients In Inpatient RSUD.Abdul Moeloek In 2011

ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

KARAKTERISTIK PASIEN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR PERIODE TAHUN 2010

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

PENGELOMPOKAN PASIEN DEMAM BERDARAH RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO DENGAN METODE ANALISIS KELAS LATEN

DESCRIPTIVE ANALYSIS INDICATORS GROSS DEATH RATE ( GDR ) AND NET DEATH RATE ( NDR ) IN RSUD TUGUREJO SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh ENDAH FITRI NOVITASARI PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

STUDI PENGGUNAAN OBAT PADA PENDERITA DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI JUNI 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI CLINICAL PATHWAY PADA RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

PERBEDAAN KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PADA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

ANALISIS EFEKTIVITAS-BIAYA AMLODIPIN DIBANDINGKAN NIFEDIPIN PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS JAGIR SURABAYA LINDA INDRIANA

HUBUNGAN BEBAN KERJA CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2011

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

SELISIH LAMA RAWAT INAP PASIEN JAMKESMAS DIABETES MELLITUS TIPE 2 ANTARA RILL DAN PAKET INA-CBG

Kendali Mutu Sebagai Proses

KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PEMBUATAN CLINICAL PATHWAYS

ANALISIS LAMA RAWAT DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA SISTEM PEMBAYARAN INA DRG DAN NON INA DRG DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

PENGARUH PENERAPAN SEBELUM DAN SESUDAH ADANYA CLINICAL PATHWAY KASUS TYPHOID TRIWULAN I TAHUN 2016 DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Caesar (Sectio Caesarea) di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center (PMC) Tahun 2014

ANALISIS MANFAAT PEMBERIAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN DHF DI SMF PENYAKIT DALAM RSUD DR. SOEBANDI JEMBER SKRIPSI

CLINICAL PATHWAY (JALUR KLINIS)

The Relations of Knowledge and The Adherence to Use PPE in Medical Service Employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

GAMBARAN PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA SETELAH PEMBERIAN FLUOROQUINOLONE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH BANTUL PERIODE JANUARI DESEMBER 2013

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH :

APLIKASI METODE KESINTASAN PADA ANALISIS FAKTOR DETERMINAN LAMA RAWAT PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT UMUM PURI RAHARJA

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH.

HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013

RS dan JKN T O N A N G D W I A R D Y A N T O

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

Transkripsi:

ANALISA BIAYA PENGOBATAN DEMAM TIFOID BERDASARKAN CLINICAL PATHWAY DI RUMAH SAKIT HARAPAN BUNDA Pieter Hazmen, 1 Shirly Kumala, 2 Prih Sarnianto 3 1,2,3 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia Email : hazmenpieter@gmail.com ABSTRAK Clinical pathway digunakan dalam kendali mutu dan biaya dengan indikator lama rawat. Kasus demam tifoid di Rumah Sakit Harapan Bunda termasuk kriteria High Volume peringkat pertama tahun 2018 dan Problem Prone dalam biaya pengobatan. Tujuan penelitian melakukan analisis biaya pengobatan berdasarkan implementasi clinical pathway pada terapi antibiotik. Penelitian bersifat observasional dengan studi perbandingan pengunaan antibiotik injeksi berdasarkan implementasi clinical pathway. Pengambilan data secara retrospektif dengan variabel dependent outcome terapi (biaya dan lama rawat) sedangkan variabel independent regimen penggunaan antibiotik. Populasi pasien demam tifoid sesuai kriteria implementasi clinical pathway kode ICD (A0.10) 571 pasien. Sampel menggunakan total sampling yang memenuhi kreteria inklusi langsung dijadikan sampel dibagi berdasarkan regimen antibiotik terhadap sistem pembayaran, kelompok dengan jumlah sedikit dieksklusikan. Kelompok pengamatan ada 4 yaitu : ceftriaxone generik (n=52) ceftriaxone bermerek (n=51), cefotaxime generik (n=53) dan cefotaxime bermerek (n=57) berjumlah 213 pasien. Hasil uji satatistik lama rawat (p>0,05) menjelaskan tidak memiliki perbedaan secara siqnifikan, nilai rata-rata (5,1596). Biaya pengobatan cefotaxime generik (Rp 4.072.002,6792), ceriakson generik (Rp 4.479.480,4808), cefotaxime bermerek (Rp. 6.945.258,3333) dan ceftriakson bermerek (Rp 7.296.933,5686). Kesimpulan berdasarkan (AMiB) antibiotik sistem pembayaran JKN lebih murah dari umum dan antibiotik biaya termurah cefotaxime generik. Kata Kunci: Bermerek; Ceftriaxone; Cefotaxime; Cinical pathway; Demam tifoid; Generik. ABSTRACT Clinical pathways are used in quality and cost control with indicators of length of stay. Cases of typhoid fever at Harapan Bunda Hospital include the criteria for the first rank of High Volume in 2018 and Problem Prone in the cost of treatment. The purpose of the study is to analyze the cost of treatment based on the implementation of clinical pathways in antibiotic therapy. Observational research with comparative studies of the use of injection antibiotics based on clinical pathway implementation. Retrospective data collection with dependent outcome therapy variables (cost and length of stay) while the independent variable regimen of antibiotic use. The population of typhoid fever patients according to the criteria for the implementation of clinical pathway ICD code (A0.10) 571 patients. Samples using total sampling that fulfills the criteria of direct inclusion are made into samples divided by the antibiotic regimen of the payment system, the group with the least amount excluded. There were 4 observation groups: generic ceftriaxone (n = 52) branded ceftriaxone (n = 51), generic cefotaxime (n = 53) and branded cefotaxime (n = 57) totaling 213 patients. Satatistic test results of length of stay (p> 0.05) explained that they did not have a significant difference, the average value (5.1596). Medical expenses for generic cefotaxime (Rp 4,072,002,6792), generic cherryax (Rp 4,479,480,4808), branded cefotaxime (Rp 6,945,258,3333) and branded ceftriaxone (Rp 7,296,933,5686). Conclusions based on JKN (AMiB) antibiotic payment systems are cheaper than general and the cheapest cefotaxime cheapest generic antibiotics. Keywords: Branded; Ceftriaxone; Cefotaxime; Clinical pathway; Typhoid fever; Generic. 74

PENDAHULUAN Setiap pelayanan kesehatan saling berlomba untuk meningkatkan mutu pelayanan demi mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Clinical pathway adalah syarat utama kendali mutu dan kendali biaya terutama pada kasus yang berpotensi menghabiskan sumber daya yang besar (1). Setiap rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap, umumnya memiliki data statistik sebagai pengukuran mutu pelayanan salah satu indikator mutu tersebut yaitu (Average Length of Stay) rata-rata lama rawat seorang pasien (1). Tujuan utama dalam pelayanan kesehatan menghasilkan outcome terapi yang menguntungkan pasien, provider, dan masyarakat melalui penetapan standar lama rawat dan memilih pola praktek yang terbaik dari berbagai variasi pengobatan (2). Implementasi clinical pathway berhubungan dengan penurunan biaya. Implementasi clinical pathway untuk mewujudkan Tata Kelolah Yang Baik (Good Clinical Governance) dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan biaya operasional (3). Clinical pathway menjadi salah satu syarat dalam Standar Akreditasi versi Komite Akreditas Rumah Sakit (KARS) 2012 dan Standar Nasional Akreditas Rumah Sakit (SNARS) 2017 edisi 1, sehingga setiap rumah sakit wajib untuk melaksanakan implementasi clinical pathway terutama pada katagori Risiko Tinggi (High Risk), Sering Terjadi (High Volume), dan Rawan Masalah (Problem Prone) (2). Demam tifoid sering terjadi di beberapa negara di dunia dan umumnya, pada umumnya pada negara dengan tingkat kebersihan rendah. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan publik yang signifikan. Hasil WHO (World Health Organisation) memperkirakan jumlah angka insidens di seluruh dunia berkisar 17 juta setiap tahun, dengan jumlah angka kematian sekitar 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia (4). Kejadian demam tifoid di negara Indonesia, berkisar sebanyak 60.000 sampai 1.300.000 kasus, dengan angka kematian 20.000 pertahun (4)(5). Hasil Riskesda tahun 2008 menjelaskan dalam gambaran 10 penyakit terbanyak untuk pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 persentase demam tifod 3,26% dengan angka kejadian 72.804 berada pada peringkat ke-3 (6). Pengobatan demam tifoid dilakukan dengan tatalaksana umum yang bersifat suportif (terapi symtomatik) sesuai dengan gejala yang muncul dan tatalaksana khusus berupa pemberian antibiotik sebagai pengobatan kausal, Penggunaan antibiotik bertujuan tidak terjadi komplikasi yang mengakibatkan kematian, yang tidak kalah penting mencegah kekambuhan (4). Penggunaan antibiotik dalam pengobtan harus efektif dalam segi biaya dan efek terapetik. Antibiotik lini pertama mengatasi demam tifoid adalah chloramphenicol, penisilin dan trimethoprime/sulfametoxsazole. Alternatif lainya adalah golongan sefalosporin (cefotaxime dan ceftriaxone) dan golongan fluoroquinolon (levofloxacine). Terapi antibiotik adalah kelompok yang paling banyak digunakan dalam menyembuhkan penyakit memiliki biaya anggaran yang mencapai 50% dari obat lain di rumah sakit (7). Penyakit demam tifoid termasuk 10 besar penyakit rawat inap di Rumah Sakit Harapan Bunda tahun 2018 dengan peringkat pertama, Tingginya kasus demam tifoid sehingga dilakukan implementasi clinical pathway. Implementasi yang sudah diterapkan perlu diukur efektifitasnya dalam menurunkan rata-rata lama rawat untuk menghasilkan outcome terapi yang lebih baik sehingga peneliti tertarik melakukan analisis biaya pengobatan demam tifoid berdasarkan clinical pathway untuk mengetahui terapi antibiotik yang paling efisien dengan prinsip ekonomi kesehatan menggunakan studi farmakoekonomi. 75

METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat observasional dengan studi perbandingan (comparative study) antara alternatif pengunaan antibiotik injeksi berdasarkan penerapan jalur klinis (clinical pathway). Pengambilan data dalam penelitian ini secara retrospektif pada variabel dependent adalah outcome terapi (biaya dan lama rawat) sedangkan variabel independent regimen penggunaan antibiotik. Populasi adalah pasien rawat inap dengan kode ICD (International Clasification Of Desease) A0.10 dengan dianogsa demam tifoid sesuai kriteria clinical pathway di Rumah Harapan Bunda tahun 2018. Teknik sampel menggunakan total sampling, semua memenuhi kreteria inklusi langsung dijadikan sampel dalam penelitian ini. Pada penelitian ini kriteria inklusi adalah pasien yang berumur 17 tahun; pasien menggunakan terapi obat antibiotik injeksi sesuai dengan clinical pathway; pasien tanpa perlakuan khusus dan pasien tanpa penyakit penyerta, kriteria eksklusi adalah pasien umur <17 tahun;pasien dengan perlakuan khusus;pasien dengan penyakit penyerta;pasien dengan pemberian antibiotik hanya oral; dan pasien dengan pemberian antibiotik tidak sesuai clinical pathway. Kelompok pasien dibagi berdasarkan regimen antibiotik, dan kelompok yang jumlahnya terlalu sedikit dieksklusikan Analisa biaya pengobtan melalui evaluasi ekonomi kesehatan menggunakan kajian farmakoekonomi dengan metode analisis minimalisasi biaya (AMiB) pada terapi antibiotik terhadap pasien demam tifoid kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya. Data yang diperoleh dilakukan uji statistik dengan uji Kruskal- Wallis dan Uji Mean interval kepercayaan sebesar 95% dalam bentuk narasi dan tabel. Distribusi pasien demam tifoid terhadap kateristik pasien pada kelompok pengamatan meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, perekerjaan, status penikahan, skor tifoid, Nilai tifoid antigen O (Tabel. 1). HASIL PENELITIAN Penelitian analisis minimalisasi biaya (AMiB) ini bertujuan melihat biaya pengobatan paling murah sesuai targetnya yaitu efisiensi ekonomi. 76

Tabel 1. Distribusi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Kateristik Jumlah (Persentase) Kondisi pasien Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Total p-value (n = 52) (n = 51) (n = 53) (n = 57) (n = 204) Karakteristik Pasien Demam Tifoid Umur 0,256* 17-25 Tahun 19 (36,54%) 27 (52,94%) 26 (49,06%) 25 (43,86%) 97 (45,54%) 26-35 Tahun 16 (30,77%) 13 (25,49%) 15 (28,30%) 19 (33,33%) 62 (29,11%) 36-45 Tahun 14 (26,92%) 9 (17,65%) 10 (18,87%) 10 (17,54%) 44 (20,66%) 46-55 Tahun 3 (5,77%) 2 (3,92%) 2 (3,77%) 3 (5,26%) 10 (4,69%) Jenis kelamin 0,543* Laki-laki 29 (55,77%) 30 (58,82%) 35 (66,04%) 38 (66,76%) 132 (61,97%) Perempuan 23 (44,23%) 21 (41,18%) 18 (33,96%) 19 (33,33%) 81 (38,03%) Pendidikan 0,001* SD/SMP/SMA 32 (61,54%) 21 (41,18%) 38 (71,70%) 21 (36,84%) 112 (52,58%) Perguruan Tinggi 20 (38,46%) 30 (58,82%) 15 (28,30%) 36 (63,16%) 101 (47,42%) Perkerjaan 0,000* Berkerja 41 (78,85%) 44 (86,27%) 36 (67,92%) 47 (82,46%) 168 (78,87%) Belum Berkerja 11 (21,15%) 7 (13,73%) 17 (32,08%) 10 (17,54%) 45 (21,13%) Pernikahan 0,790* Menikah 29 (55,77%) 24 (47,06%) 25 (47,17%) 31 (54,39%) 109 (51,17%) Belum Menikah 23 (44,23%) 27 (52,94%) 28 (52,83%) 26 (45,61%) 104 (48,83%) Karakteristik penyakit pasien demam tifoid. Skor Tifoid 0,775* 8 13 45 (86,45%) 49 (96,08%) 48 (90,57%) 56 (98,25%) 198 (92.96%) 13 7 (13,46%) 2 (3,92%) 5 (9,43%) 1 (1,75%) 15 (7,04%) Rata-rata 11,115 10,784 11,321 10,544 10,934 Std. Deviation 1.78184 1.67777 1.72386 1.60532 1.68938 Nilai Antigen O 0,088* 1/160 12(23,08%) 24 (47,06%) 15 (23,80%) 28 (49,12%) 79 (37,09%) 1/360 34(65,38%) 25 (49,02%) 35 (66,04%) 27 (47,37%) 121 (56,81%) 1/640 6 (11,54%) 2 (3,92%) 3 (5,66%) 2 (3,51%) 13 (6,10%) Sumber: Data skunder yang diolah 2019 Uji SPSS Non Parametik Test Kruskal Wallis Pengujian dalam penelitian ini menggunakan software Statistical Package for Social Science (SPSS) pada uji Kruskal- Walli. Analisa statistik menggunakan nilai probabilitas jika (P<0,05) menyatakan maka Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan terhadap distribusi karekteristik pasien. Pada (P>0,05) menyatakan maka Ho diterima dan H1 ditolak dapat diambil kesimpulan tidak ada perbedaan secara siqnifikan terhadap distribusi pasien pada setiap kelompok pengamatan. Hasil uji statistik distribusi pasien Pada Tabel I kelompok pengamatan nilai probabilitas (P<0,05) katagori tingkat pendidikan dan katagori perkerjaan yang mejelaskan distribusi pada setiap kelompok pengamatan memiliki berbedaan secara siqnifikan. Pendidkan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua katagori sekolah (SD/SMP/SMA) dan perguruan tinggi (DIII/S1/S2). Tingkat pendidikan sekolah 112 pasien (52,58%) lebih banyak dibandingkan tingkat pendidikan perguruan tinggi 101 pasien (47,42%). Pasien yang dinyatakan berkerja 168 pasien (78,87%) lebih banyak dari yang belum berkerja atau tidak berkerja 45 pasien (21,13%). Hasil uji statistik distribusi pasien Pada Tabel I kelompok pengamatan nilai probabilitas (P- >0,05) katagori umur, jenis 77

kelamin, status perkawinan, score tifoid dan nilai antigen O distribusi pada setiap kelompok tidak memiliki perbedaan secara signifikan. Gambaran distribusi umur paling banyak usia remaja akhir 91 pasien (45%) dan terendah umur lansia awal 9 pasien (4%). Distribusi jenis kelamin paling banyak laki-laki 128 pasien (33%) dibandingkan perempuan 76 pasien (63%). Pasien dengan status kawin 109 pasien (51,17%) lebih banyak dari pasien belum kawin/tidak kawin 104 pasien (48,83%). Tingkat keparahan pasien berdasarkan total score dengan nilai rata-rata 10,934 tingkat drajat sedang. Distribusi hasil pemeriksaan antigen O paling banyak 1/320 berjumlah 121 pasien (56,81%), selanjutnya 1/60 berjumlah 79 pasien (37,09%) dan yang terakhir 1/640 berjumlah 13 pasien (6,10%). Tabel 2. Distribusi Hasil Terapi Terhadap Kelompok Pengamatan Rata-rata ± Std. Deviation Hasil Terapi Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 (n=52) (n=52) (n=53) Lama Rawat 5,3269 ± 4,9608 ± 5,3208 ± 1,02366 0,89355 0,99564 Biaya Perbekalan 714201,7115 ± 3958241,0196± 679464,9434 ± Farmasi 149833,27461 788340,51312 84136,53529 Biaya Pengobatan 4479480,4808± 7296933,5686± 4072002,6792± 887305,46731 1221204,68456 596228,33354 Sumber : Data skunder yang diolah 2019 Kelompok 4 (n=57) 5,0351 ± 0,94425 3397398,6842± 715741,78747 6945258,3333± 920604,32996 p- value 0,148* 0,000* 0,000* Hasil uji satatistik pada lama rawat (p>0,05) menjelaskan tidak memiliki perbedaan secara siqnifikan lama rawat terhadap setiap kelompok pengamatan rata-rata 5,1596. Nilai rata-rata lama rawat yang paling cepat pada kelompok 2 (4,9608) hari, peringkat ke kedua kelompok 4 (5,0351), peringkat ketiga pada kelompok 3 (5,3208) dan terakhir pada kelompok 4 (5,3269). Komponen biaya langsung dalam penelitian ini terdiri dari biaya pengobatan dan biaya perbekalan farmasi berdasarkan harga tarif rumah sakit tahun 2018. Dalam penelitian ini biaya pengobatan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan perawatan merupakan penjumlahan dari seluruh biaya yang dibebankan kepada pasien sesuai dengan biling sedangkan biaya perbekalan farmasi merupakan penjumlahan dari biaya obat dan bahan medis habis Rata-rata biaya perbekelan farmasi Rp 2.200.338,7320, jika dibandingkan pada setiap kelompok pengmatan yang termurah pada kelompok 3 cefotaxime bermerek JKN sistem pembayatran JKN sebesar Rp. 679.464,9434 selanjutnya kelompok 1 dengan pemberian injeksi ceftriakson generik sistem pembayaran JKN sebesar Rp. 714.201,7115 dilanjutkan kelompok 4 dengan pemberian injeksi cefotaxime bermerek sistem pembayaran asuransi dan tunai sebesar Rp 2.200.338,7320, yang terakhir adalah termahal kelompok 2 dengan pemberian injeksi ceftriakson bermerek sistem pembayaran asuransi dan tunai sebesar Rp 3.958.241,0196. Rata-rata biaya pengobatan Rp. 5.656.442,0094, pada perbandingan untuk setiap kelompok pengmatan yang termurah pada kelompok 3 cefotaxime sistem pembayatran JKN sebesar Rp 4.072.002,6792 dilanjutkan kelompok 1 ceftriakson generik sistem pembayaran JKN sebesar Rp 4.479.480,4808, disusul kelompok 4 cefotaxime bermerek sistem pembayaran asuransi dan tunai sebesar Rp. 6.945.258,3333 dan yang gtermahal kelompok 2 dengan pemberian injeksi ceftriakson bermerek sistem pembayaran asuransi dan tunai sebesar Rp 7.296.933,5686, keadaan ini dipengaruhi rata-rata rawat inap kelompok terapi sama yaitu 5 hari yang akan mempengaruhi biaya kamar dan vistie dokter. 78

PEMBAHASAN Perbedaan distribusi pada katagori pendidikan dan perkerjaan tidak mempengaruhi lama rawat pasien hanya berpengaruh terhadap sebaran penyakit. Pasien rawat inap mendapatkan intervensi penuh dari Profesional Pemberi Asuhan berdasarkan clinical pathway. Penelitian sebelumnya menjelaskan pendidikan dan perkerjaan hanya mempengaruhi sebaran demam tifoid karena tingginya aktivitas seseorang dalam kegiatan sehari-hari, menjadi faktor kebiasaan menyukai membeli makanan dan minuman di luar rumah yang kebersihannya tidak dapat dijamin (9). Pada formulir clinical pathway di Rumah Sakit Harapan Bunda antibitotik ceftriaxone dan cefotaxime ditetapkan menjadi terapi antibiotik injeksi demam tifoid, dari total 204 subyek yang diteliti seluruh subyek sembuh dinyatakan sembuh 100%. Hal tersebut dapat dinilai perkembangannya melalui formulir clinical pathway karena unsur utama yaitu evidence based medicine, penanganan terbaik, dan meningkatkan harapan pasien dengan komunikasi, koordinasi yang dilakukan secara multidisiplin berbagai disiplin ilmu yang diperlukan. Oleh karena itu, pada form clinical pathway terdapat poin proses diagnosa, edukasi kepada pasien, pemberian terapi, keluaran klinis, dan kerja sama antara dokter penanggung jawab, dokter ruangan, apoteker, perawat, dan ahli gizi (2). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa kelompok terapi antibiotik ceftriakson mempunyai lama rawat lebih cepat dibandingkan dengan kelompok terapi antibiotik cefotaxime (10). Faktor lama rawat inap yang cepat disebabkan karena pasien telah memenuhi anjuran untuk istirahat, pengobatan dan nutrisi yang baik sehingga akan mempercepat proses kesembuhan, selain itu oleh faktor karakteristik atau tingkat keparahan penyakit yang tinggi (11). Pada kasus demam tifoid ini, tidak ditemukan pasien yang pulang dengan keadaan meninggal, tetapi pasien pulang dengan keadaan sembuh atas izin dokter. Hal tersebut menunjukkan bahwa perawatan dan pengobatan yang didiberikan selama pasien rawat inap dapat diasumsikan berhasil mesikipun 2 pasien memiliki lebih dari 7 hari sehingga hasil kesesuaian lama rawat berdasarkan clinical pathway (99,06%) yang terjadi pada kelompok 1 dan 3 dipengaruhi kondisi berdasarkan tingkat keparahan. Hasil terapi dari penggunaan antibiotik ceftriaxone dan cefuroxime pada obat bermerk maupun generik menujukan outcome klinis dalam kesembuhan pasien memiliki lama rawat yang setara (p>0,005) sehingga dapat dilakukan analisis minimalisasi biaya (AMiB) dengan melakukan perbandingan pada total biaya. Perhitungan biaya pengobatan demam tifoid berdasarkan clinical pathway dibuat dari sudut pandang provider (rumah sakit) dsenga tujuan agar dapat melihat biaya yang dikeluarkan rumah sakit, sehingga mengetahui komponen dan besar biaya terapi yang dikeluarkan dari setiap pasien (12). Penelitian ini membuktikan penggunaan obat antibiotik injeksi cefotaxime dengan ceftriaxone pada setiap kelompok pengamatan dengan perbedaan sistem pembayaran yang memepengaruhi terhadap pemilihan obat yang digunakan generik atau bermerk tidak berpengaruh secara signifikan untuk lama rawat hanya mempengaruhi total biaya dan tidak ratarata lama perawatan. Hal ini sama dengan penelitian sebelumnya dalam membandingkan kedua obat yang sama dengan perbedaan merk dan harga yang lebih mahal tidak berpengaruh secara signifikan. Cefotaxime dengan ceftriaxone sebagai terapi yang telah ditetapkan dalam clinical pathway demam tifoid di Rumah Harapan Bunda memiliki kemampuan yang sama untuk menghilangkan panas dan gejala ikutan seperti lidah kotor, mual muntah, diare atau obstipasi, serta perut sebah (13). Hasil Analisis sensitivitas yang digunakan untuk mengetahui bagaimana jika terdapat perubahan nilai pada variabel sehingga tidak tetap. Pada penelitian ini biaya antibiotik terhadap dan lama rawat merupakan variabel yang tidak tetap. Hasil evaluasi farmakoekonomi dari suatu terapi 79

atau program kesehatan dapat berubah-ubah atau berbeda waktu dan sensitivitasnya pada asumsi dan parameter spesifik tertentu yang menjadi dasar pada analisis tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa cefotaxime generik memiliki biaya yang paling murah (8). Keterbatasan ini hanya melakukan analisis biaya pengobatan berdasarkan antibiotik injeksi tidak melibatkan antibiotik oral dan terapi symptoms. Penggunaan antibiotik oral yang digunakan adalah terapi lanjutan antibiotik injeksi pada terapi tifoid adalah golongan sefalosporine (cefixime) dan golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin, pefloxacin dan levo levofloxacin) keduanya merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid. Golongan sefalosporine (cefixime) Sefalosporin generasi ketiga yaitu Cefixime mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel mikroba (13). SIMPULAN Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ratarata lama rawat yang paling cepat pada kelompok ceftriaxone bermerk dan yang paling lama ceftriaxone generik. Total biaya pengobatan pada kelompok cefotaxime dan ceftriaxone generik dengan sistem pembayaran JKN lebih murah dibandingkan cefotaxime dengan ceftriaxone bermerk dengan sistem pembayaran tunai, sedangkan biaya yang paling murah adalah cefotaxime generik. DAFTAR PUSTAKA 1. Faradina N, Fadilah N, Budi SC, Iii D, Medis R, Vokasi S. Efektifitas Implementasi Clinical Pathway Terhadap Average Length Of Stay dan Outcomes Pasien DF-DHF Anak di RSUD Kota Yogyakarta. Jkesvo (Jurnal Kesehat Vokasional). 2017;2(2):175 81. 2. Sutoto, DR. Dr. M. Kes, Sudigdo Sastroasmoro. Prof, DR, Dr SpA (K), Wasista Budiwaluyo DM. Panduan Praktik Klinis Dan Clinical Pathway Dalam Asuhan Terintegrasi Sesuai Standar Akreditasi Rumah Sakit 2012. 2015th ed. Jakarta; 2015. 1-216 p. 3. Nimah K, Nurwahyuni A. Evaluasi Implementasi Clinical Pathway Apendisitis Akut Terhadap Tagihan Pasien Di Rumah Sakit X. University of Indonesia. 2017;1 20. 4. Rahmasari V, Lestari K. Manajemen Terapi Demam Tifoid: Kajian Terapi Farmakologis Dan Non Farmakologis. J Farmaka. 2018;16(1):184 95. 5. Kemetrian Republik Indonesia. Keputusan Mentri Republik Indonesia Nomor 363/Menkes/SK/V/2006. Jakarta, Indonesia: Menteri Republik Indonesia; 2006 p. 1 41. 6. Raflizar, Holly M. Association of Determinant Factors with Prevalence of Typhoid in Java Ocean. J Ekol Kesehat Vol 9 No 4. 2010;1(1):1357 65. 7. Haluang O, Tjitrosantoso H, Kojong NS. Demam Tifoid Anak Di Instalasi Rawat Inap Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J Ilm Farm. 2015;4(3):117 25. 8. Kemetrian Republik Indonesia. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Drs. Prih Sarnianto, M.Sc A, dr. Zorni Fadia, Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt M, editors. Kementrian Republik Indonesia. Jakarta: Kementrian Republik Indonesia; 2013. 31-37 p. 9. Dwi TCA, Musthofa SB. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Hidup Bersih Dan Sehat Sebagai Upaya Pencegahan Demam Tifoid Pada Siswa Di Sdn Genuksari 02 Semarang. J Kesehat Masy. 2018;6(1):826 34. 10. Rosyid A, Santoso A, Andriani IT. Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Penggunaan Sefotaxim Dan Seftriaxon Pada Pasien Demam Tifoid Anak Rawat Inap Di Rumah 80

Sakit Islam Sultan Agung Semarang. ISSN- Online 2548 3897. 2018;1(1):31 9. 11. Virdania KV, Laksemi DAAS, Damayanti PAA. Hubungan Umur Dengan Jenis Rawat Dan Lama Hari Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Di Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2014. E- Jurnal Med VOL 7 NO7. 2018;7(7):1 7. 12. Jannah N, Ihwan, Tandah MR. Efektifitas Biaya Penggunaan Seftriakson Dan Sefiksim Pada Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Di Rsu Anutapura Palu Periode 2015-2017. J Ilm Medicam. 2019;5(1):45 50. 13. Hanifah HZ, Sari IP, Nuryastuti T. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Empiris dan Analisis Biaya Demam Tifoid di Sebuah RS Swasta Kota Semarang. J Sains Farm Dan Klin. 2018;5(1):1 6. 81