BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Katekisasi bukanlah pendidikan agama seperti pada sekolah-sekolah formal, tetapi katekisasi adalah bimbingan dan latihan di dalam gereja yang berlangsung dalam suatu persekutuan, yaitu antara pendeta (pemimpin katekisasi) dan anak-anak (pengikut katekisasi). Jeni-jenis katekisasi yaitu katekisasi keluarga, katekisasi sekolah, dan katekisasi gereja. Katekisasi yang dilaksanakan di Gereja Protestan Maluku adalah katekisasi gereja, dimana katekisasi ini ditempatkan dalam suatu kerangka yang luas, yaitu kerangka gereja sebagai persekutuan yang mengajar. Gereja bukan saja terpanggil untuk memberitakan firman, melayani sakramen, mengembalakan anggota jemaat, tetapi juga untuk mengajar dan membina anggotanya. Daryanto (2013: 80) mengatakan pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Gereja sebagai sebuah lembanga bertanggung jawab dalam proses pendidikan keagamaan dan dikenal dengan pendidikan katekisasi. Pendidikan keagamaan di GPM dimulai sejak pra-1935-1
an melalui peran kreatif rasul Maluku Joseph Kam dan telah diletakan batu pertama pembinaan umat sekaligus pendidikan agama di wilayah Maluku dan sekitarnya. Isi pembinaan diarahkan kepada pengetahuan alkitab dan musik gerejawi. Sesudah 1935 sampai 1950-an pembinaan umat dipandang sebagai ujung tombak misi gereja yang menembusi medan tugas dan panggilan misioner umat. Pada masa ini pembinaan umat tidak hanya berlangsung secara teritorial dan kategorial tetapi juga dilaksanakan secara sektoral. Pada masa ini pembinaan umat disasarkan kepada umat yang berada di wilayah transmigrasi dan disekitar usaha peternakan di wilayah Maluku. Isi pembinaan umat mulai mencakup pokokpokok yang berkaitan dengan iklim kehidupan yang majemuk dan sekuler dari umat di GPM. Aspek ekonomi dimasukan ke dalam isi pembinaan umat. Pada tahun 1956 pokok-pokok pembinaan ini menimbulkan penolakan oleh sebagian besar umat sendiri. Alasan penolakan mereka adalah kehidupan kekristenan yang sejati ialah mencari lebih dulu kerajaan Allah/sorga maka segala sesuatu akan ditambahkan kepadamu. Wacana mengenai pokokpokok yang terdapat dalam isi pembinaan umat di tahun 1950-an ini menumbuhkan instropeksi dan inovasi terhadap visi teologi GPM yang dikemas dalam 2
pesan tobat pada tahun 1960. Maka, muncullah komitmen GPM untuk menyusun pola darurat pembangunan jemaat GPM sebagai pengejawantahan, penerapan dan penjabaran pesan tobat tersebut. bukan hanya untuk kepentingan masa itu, tetapi juga sampai saat ini. Pola darurat pembangunan pembinaan umat ini ditopang oleh pola organisasi selaku landasan struktural yang dikenal sebagai piagam jawatan pelayanan dan tata pelayanan GPM. Dengan dukungan organisatoris atau landasan struktural ini secara operasional diselenggarakan oleh Biro pembangunan jemaat dalam departemen marturia, yang dilihat pada pembangunan umat di GPM mencakup kepemimpinan organisasi dan tanggung jawab umat. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan umat agar keluar dari ekslusivitas yang selama ini membuat GPM kurang dinamik dalam menjawab berbagai permasalahan yang muncul dalam konteks kesaksian dan pelayanan. Dalam perjalanan pembinaan umat pola darurat ini perlu dikembangkan menjadi pola yang lebih standar, yang dapat dikembangkan secara berencana, bertahap, menyeluruh dan menyebar agar dapat diwujudkan pembinaan pemerataan umat GPM menuju citra gereja yang sejati. Sebab itu pola darurat ini digantikan dengan pola dasar pembangunan jemaat dan apostolat GPM pada 3
tahun 1972. Pola organisasi atau landasan strukturalnya yang mendukung penerapan pola dasar masih tetap Biro pembangunan jemaat sesuai dengan piagam jawatan pelayanan dan tata pelayanan namun dialihkan ke departemen koinonia. Mengapa? Karena pembinaan umat diarahkan bukan lagi untuk mengemban misi pekabaran injil secara langsung tetapi untuk memantapkan sumber daya umat di GPM secara koprehensif. Sidang ke-30 Sinode GPM tahun 1983, bangkitlah kesadaran baru, kebangunan kembali dan perumusan ulang terhadap pola dasar pembangunan jemaat. Dan hasilnya dikenal dengan (PIP) dan (RIPP) GPM, PIP dan RIPP GPM itu adalah suatu perencanaan yang menyeluruh, terpadu dan bertahap dengan tetap menyadari berbagai perobahan masa depan seperti: adanya perobahan yang menghendaki perbaikan dan pengembangan para pelayan gereja atau jemaat. Adanya perobahan kondisi dan situasi dalam GPM baik menyangkut kenyataan hidup jemaat setempat maupun pembangunan manusia seutuhnya. Perubahan kondisi dan situasi di luar GPM seperti pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebangkitan agama-agama, perkembangan lingkungan hidup masyarakat. Adanya PIP dan RIPP maka seluruh aspek pelayanan di GPM, termasuk pelayanan mendidik dan 4
membinan umat (pendidikan katekisasi) harus mengacu pada PIP dan RIPP GMP tersebut, pada tahun 1985, pelayanan mendidik dan membina umat yang berfokus pada penyiapan warga gereja yang akan mengaku sidi (katekisasi) menjadi sasaran utama penataan dan pengembangan. Pada tahun ini, disusunlah dan diujicobakan manajemen kurikulum pendidikan gereja yaitu kurikulum katekisasi GPM dan pedoman pengajarannya. Kurikulum katekisasi didesain dari PIP dan RIPP terutama dari bagian pola dasar bina umat yang menginspirasikan azas-azas oikumenis, pertumbuhan, kemandirian dan misioner sebagai azas pembinaan dan indikator firman, gereja, dan konteks sebagai acuan kurikulernya. Dengan adanya pola dasar bina umat yang menjadi ukuran keterpaduan dan keutuhan secara merata dan menyeluruh serta seimbang, maka pembinaan umat disusun dan dilaksanakan sebagai sebuah sistem. Sebagai sebuah sistem maka sifat dari pola dasar bina umat ini adalah selaku sistem tunggal pembinaan umat yang menampakan esensi tanggung jawab yang sama besar untuk semua bidang pelayanan di GPM, namun yang memiliki indikasi kurikuler yang tetap adalah firman/alkitab, gereja dan dunia/konteks. Sebagai sebuah sistem pembinaan umat pada PIP dan RIPP GPM dasawarsa I dan II dititikberatkan pada usaha pengembangan sumber daya umat menjadi 5
manusia penggerak yang dicirikan oleh kemampuan profesional, bermotivasi etis, dan berdedikasi. Dengan ciri ini pertumbuhan kualitas hidup misioner umat diarahkan untuk mencapai standar mutu ketahanan iman, ilmiah, dan sosio-ekonomis. Sebagai sebuah sistem pembinaan umat GPM dikembangkan dengan pendekatan menyeluruh, utuh, realistis searah dengan aspek yang akan dicapai, baik tujuan program pembinaan, maupun ciri, jenis, dan sasaran. Dengan demikian seorang tenaga pembinaan umat dapat menentukan arah dan strategi pembinaan umatnya, baik secara sentralisasi/kosentrasi (terpusat di aras sinode, dan klasis) maupun disentralisasi/kikonsentrasi (aras jemaat secara langsung) sesuai prakarsanya dengan memperhitungkan konteks hidupnya. Terjadi perumusan ulang terhadap visi dan misi serta tujuan GPM yang diikuti pula dengan perumusan ulang usaha pengembangan sumber daya umat GPM untuk mencapai profil umat GPM yang ditambahkan. Profil umat itu adalah umat yang memiliki ketangguhan dan kematangan secara teologis, moral-etis, intelektual, sosial, kultural, ekonomis, politis, pluralis, toleran, dialogis, demokratis dan manusiawi. Pembentukan profil umat melalui pendidikan dengan dasar pendidikan adalah: 6
Allah yang menyatakan diri dalam Yesus sesuai kesaksian alkitab Pengakuan iman gerejawi Sangat disayangkan dalam perumusan ulang tersebut tidak disertai dengan perumusan mengenai bagaimana pola pembinaan untuk menghasilkan profil umat dimaksud. Karena, materi pendidikan hanya berkisar pada pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berhubungan dengan spiritualitas anak. Padahal upaya pemberdayaan umat juga sangat membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang bersentuhan langsung dengan kehidupan setiap hari. Di GPM sendiri materi kurikulum ada tiga pokok bahasan yaitu gereja, konteks, dan firman. Dalam hal pelaksanaan pembelajaran ketiga pokok bahasan ini dikembangkan secara spiral, tetapi pembobotan yang lebih besar adalah gereja dan firman. Konteks kurang mendapat pembobotan karena materi lebih diarahkan pada pembinaan rohani dari para katekisan. Bertolak dari penjelasan di atas terkait dengan perkembangan katekisasi GPM semenjak tahun 1935 sampai sekarang maka pada tahap berikut ini akan dilihat tugas pendidikan katekisasi sebagai sebuah subsistem pendidikan di GPM. Katekisasi sebagai subsistem pembinaan umat di GPM adalah bahwa katekisasi merupakan salah satu wadah pembinaan umat sekaligus pemberitaan dan kesaksian khususnya 7
dalam kalangan generasi muda adalah dimaksudkan agar mereka siap menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Sekurang-kurangnya seseorang dari katekisasi dan menjadi warga sidi gereja adalah yang bersangkutan mempunyai kepribadian kristiani yang kuat, setia kepada Yesus Kristus dan dapat melaksanakan tugasnya sebagai warga negara yang bertanggung jawab, memiliki pengetahuan sikap dan keterampilan untuk mengembangkan dan mengamalkan panggilannya sebagai murid Tuhan, sambil menggunakan dan mengembangkan prinsip imamat am orang percaya di dalam jemaat dan masyarakatnya yang menjunjung kemajemukan hidup. Sebagai subsistem, katekisasi berfungsi untuk membina manusia menjadi takut akan Tuhan, membina manusia mampu menjadi pemimpin dalam keluarga sebagai keluarga pembaharu dan pertumbuhan gereja dan pembebasan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan, membina umat untuk mampu menganalisis, membaca tanda-tanda zaman, mengembangkan langkah-langkah peringatan dini dan antisipasi terhadap setiap tantangan yang diprediksikan akan dihadapinya dan masyarakatnya. Sebagai subsistem pembinaan umat, katekisasi dilaksanakan dengan ciri-ciri alkitabiah, oikumenis, praktis, misioner, kontekstual sehinggga terjadi 8
pembentukan pengetahuan, keimanan, dan keterampilan praktis. Sebab itu sebagai sebuah subsistem, katekisasi harus didukung dengan pembinaan dalam keluarga dan pembinaan dalam masyarakat. Penyelenggaraan katekisasi dimaksudkan agar manusia/katekisan memiliki integritas diri sebagai murid Yesus. Selain itu, katekisasi tidak sekedar berakhir pada saat seseorang telah mengaku sidi, melainkan terus berlangsung sepanjang hidup. Sebagai sebuah subsistem, maka katekisasi (pelayanan pendidikan dan pembinaan umat) tidak terlepas dari tugas-tugas pelayanan yang lain (pelayanan pastoral, pelayanan pembinaan). Sebab itu, pelayanan pendidikan ini tidak dapat dikerjakan hanya oleh satu atau dua orang saja, tetapi harus melibatkan umat yang lain, termasuk orang tua dari katekisan itu sendiri. Penjelasan di atas yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji pengelolaan kurikulum yang diterapkan pendidikan katekisasi di GPM. 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana perencanaan manajemen kurikulum pendidikan katekisasi di Gereja Protestan Maluku? 9
2. Bagaimana pengorganisasian manajemen kurikulum pendidikan katekisasi di Gereja Protestan Maluku? 3. Bagaimana pelaksanaan manajemen kurikulum pendidikan katekisasi di Gereja Protestan Maluku? 4. Bagaimana evaluasi manajemen kurikulum pendidikan katekisasi di Gereja Protestan Maluku? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan 1. Perencanaan manajemen kurikulum pendidikan katekisasi di GPM 2. Pengorganisasian manajemen kurikulum pendidikan katekisasi di GPM 3. Pelaksanaan manajemen kurikulum pendidikan katekisasi di GPM 4. Evaluasi manajeman kurikulum pendidikan katekisasi di GPM 1.4 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. ManfaatTeoritis Dari hasil penelitian ini secara teoritis dapat menambah kajian ilmiah dan temuan ilmiah tentang 10
manajemen kurikulum pendidikan katekisasi khususnya di Gereja Protestan Maluku. Manfaat Praktis Bagi pendidikan katekisasi GPM sendiri, yang dapat dipakai sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan pelaksanaan manajemen kurikulum agar bisa mendapatkan hasil yang baik bagi pendidikan katekisasi di GPM. 1.5 Sistematika Penulisan Secara garis besar, penulisan ini mengikuti sistematika sebagai berikut: Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian. Bab II merupakan bab tinjauan pustaka, yang berisi pembahasan tentang manajemen, manajemen kurikulum, dan pendidikan katekisasi. Bab III merupakan bab metode penelitian, yang terdiri dari jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV merupakan bab hasil dan pembahasan, yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Bab V merupakan bab penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari penulisan ini. 11
12