VII. STRATEGI PENINGKATAN DAYASAING MINYAK PALA

dokumen-dokumen yang mirip
REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3 KERANGKA PEMIKIRAN

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

RINGKASAN EKSEKUTIF. Halaman ii

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN

PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Rencana Umum Penanaman Modal Aceh

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

SARAN / MASUKAN DARI KADIN KALBAR PADA RANCANGAN TEKNOKRATIK RPJMN

BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

REVITALISASI PERTANIAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 17 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 39 TAHUN 2008

Transkripsi:

VII. STRATEGI PENINGKATAN DAYASAING MINYAK PALA 7.1. Skenario Peningkatan Dayasaing Minyak Pala Skenario peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia terdiri atas lima level kriteria penetapan yaitu sasaran utama, faktor, aktor, tujuan dan strategi. Hasil keseluruhan pembobotan dari masing-masing level dan elemen oleh lima orang pakar yang kompeten, setelah diolah lebih lanjut menggunakan metode AHP, diperoleh nilai bobot prioritas untuk masing-masing elemen peningkatan dayasaing sebagaimana disajikan pada Gambar 21. 7.1.1. Prioritas Faktor Penentu Berdasarkan hasil pengolahan vertikal antara enam elemen faktor terhadap sasaran utama, diperoleh prioritas 1 adalah peran kesempatan dengan bobot 0.2621 dalam bentuk penemuan inovasi teknologi penyulingan minyak pala yang berdampak pada efisiensi biaya produksi sehingga kualitas dan harga minyak pala yang dihasilkan akan lebih tinggi. Prioritas 2 adalah faktor sumberdaya dengan bobot 0.2452. Melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya secara optimal akan menjamin kualitas dan kontinyuitas ketersediaan biji pala sebagai bahan baku yang diperlukan usaha penyulingan. Prioritas 3 adalah peran pemerintah dengan bobot 0.1530. Peran pemerintah yang diharapkan adalah dengan mengeluarkan perangkat kebijakan dan fasilitasi untuk pengembangan minyak pala. Sub faktor kunci yang berperan dalam peningkatan dayasaing, enam sub faktor berturut-turut yang memiliki prioritas tertinggi adalah penemuan inovasi teknologi penyulingan (bobot 0.1906), ketersediaan bahan baku yang kontinyu (bobot 0.0743), kemauan dan kemampuan perusahaan bersaing global (bobot 0.0773), diversifikasi kegunaan minyak pala (0.0715), keberadaan lembaga penelitian (bobot 0.0683) dan ketersediaan bahan baku yang seragam (bobot 0.0638). Dengan memberikan perhatian terhadap keenam sub faktor tersebut peningkatan dayasaing minyak pala dari faktor sumberdaya dapat diwujudkan.

Sasaran Utama Strategi Peningkatan Dayasaing Minyak Pala Indonesia Faktor Sumberdaya [0.2452] Lahan [0.0343] Iklim [0.0201] Kontinyuitas bahan baku [0.0743] Keseragaman bahan baku [0.0638] Modal [0.0316] Kelembagaan [0.0210] Permintaan [0.097] Trend aromaterapi [0.0261] Promosi ekspor [0.0412] Trend back to nature [0.0297] Industri pendukung & terkait [0.1396] Lembaga penelitian [0.0683] Perusahaan perkebunan pala [0.0448] Perusahaan alat penyulingan [0.0262] Strategi perusahaan, Persaingan [0.1031] Kemauan & kemampuan perusahaan bersaing global [0.0773] Membangun sistem agribisnis minyak pala [0.0257] Peranan kesempatan [0.2621] Penemuan inovasi teknologi penyulingan [0.1906] Diversifikasi kegunaan minyak pala [0.0715] Peranan pemerintah [0.1530] Pengembangan industri hulu, antara, hilir [0.0582] Kebijakan investasi [0.4000] Standar bahan baku & produk antara [0.0292] Pengadaan bibit, alat dan teknologi [0.0256] Aktor Petani pala [0.1595] Perusahaan minyak pala [0.1956] Investor [0.1013] Lembaga penelitian [0.1662] Eksportir [0.1437] Pemerintah [0.1303] Asosiasi/Lembaga [0.1034] Tujuan Meningkatkan Pangsa pasar [0.1777] Meningkatkan Posisi tawar [0.1867] Meningkatkan pendapatan Petani dan pengusaha [0.3290] Meningkatkan pendapatan Daerah & devisa [0.1413] Optimalisasi sumberdaya [0.1654] Alternatif Penciptaan iklim usaha yang kondusif [0.3052] Pengembangan prasaran-sarana bagi industri minyak pala [0.3051] Pengembangan kewirausahaan & Keunggulan kompetitif industri [0.2788] Peningkatan kualitas Kelembagaan [0.2788] Gambar 21 Hirarki alternatif strategi peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia 93 93

7.1.2. Prioritas Aktor Dari hasil perhitungan bobot prioritas untuk elemen aktor (Gambar 20) diperoleh gambaran sebagai berikut: Prioritas 1 Pengusaha industri minyak pala dengan bobot 0.1956 adalah aktor yang diharapkan perannya dalam meningkatkan dayasaing minyak pala. Prioritas 2 Lembaga penelitian dengan bobot 0.1662 Dayasaing akan meningkat secara bermakna dengan meningkatnya peran lembaga penelitian dibidang minyak pala meliputi teknologi produksi, pascapanen, pengolahan, pengemasan dan pemasaran Prioritas 3 Petani pala dengan bobot 0.1595. Petani pala terutama berperan dalam penyediaan bahan baku yang kontinyu dan seragam bagi keberlangsungan usaha penyulingan minyak pala 7.1.3. Prioritas Tujuan Secara garis besar tujuan strategi peningkatan dayasaing minyak pala yang telah dirumuskan diharapkan dapat (1) meningkatkan pendapatan pelaku usaha (bobot 0.3289), (2) meningkatkan posisi tawar (bobot 0.1867), (3) meningkatkan pangsa pasar (bobot 0.1777), (4) optimalisasi sumber daya (bobot 0.1654) dan (5) meningkatkan pendapatan daerah dan devisa negara. 7.1.4. Prioritas Strategi Prioritas strategi yang ditetapkan berdasarkan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, bahwa strategi penciptaan iklim usaha yang kondusif (bobot 0.3052) dan strategi pengembangan sarana dan prasarana memiliki bobot yang hampir sama (bobot 0.3050) (Tabel 19). Hal ini menunjukkan bahwa kedua strategi ini dapat dilaksanakan secara bersamaan dalam peciptaan dayasaing.

Tabel 19 Hasil analisis hirarki strategi prioritas Tujuan Bobot penilaian Penciptaan iklim yang kondusif 0.3052 Pengembangan sarana dan sarana pendukung 0.3050 Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif 0.2788 Peningkatan kualitas kelembagaan 0.1110 7.2. Strategi Peningkatan Dayasaing Untuk meningkatkan dayasaing minyak pala berdasarkan skenario diatas upaya yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah: 1) Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Penciptaan iklim yang kondusif dilakukan dalam bentuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan non-diskriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha maupun meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perijinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan usaha. Menurut Saragih (2004), dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif bagi pengembangan komoditi antara lain melalui (1) kebijakan dalam makroekonomi (moneter dan fiskal), (2) kebijakan dalam pengembangan industri, (3) kebijakan dalam perdagangan dan kerjasama luar negeri (4) kebijakan dalam pengembangan infrastruktur (5) kebijakan dalam pengembangan kelembagaan dan (6) kebijakan dalam pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis komoditi. Besarnya potensi ekonomi sumberdaya minyak pala yang dimlilki Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daya tarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Namun demikian daya tarik tersebut kontradiktif dengan kondisi permasalahan mendasar yang perlu menjadi perhatian utama yang ditunjukkan oleh belum optimalnya jaminan keamanan dan kepastian regulasi yang ditawarkan bagi investor dalam menanamkan investasi di Kabupaten Sukabumi. Upaya Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan realisasi investasi 94

ditempuh melalui kebijakan penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan sektor unggulan daerah yang diarahkan pada perbaikan dan perubahan pengelolaan sistem perijinan yang telah dilaksanakan. Sasaran yang ingin dicapai: (1) Meningkatnya kepercayaan masyarakat khususnya kalangan dunia usaha dan perbankan terhadap pelayanan perijinan yang ditawarkan oleh Pemerintah Daerah; (2) Meningkatnya realisasi investasi yang ditanamkan di daerah; (3) Meningkatnya Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang ditanamkan di daerah; (4) Meningkatnya penyerapan tenaga kerja lokal yang dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha; dan (5) Terwujudnya pemanfaatan Hak Guna Usaha (HGU) sesuai dengan peruntukannya. 2) Pengembangan sarana dan prasarana pendukung usaha Pengembangan sarana dan prasarana pendukung usaha bertujuan untuk mempermudah, memperlancar dan memperluas akses pelaku usaha minyak pala kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan dan potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Semakin tersebar dan bermutu sarana prasarana yang dikembangkan akan meningkatkan akses pelaku usaha terhadap pasar dan sumber daya produktif, seperti sumber daya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi dan membangun infrastruktur pendukung pengembangan kelembagaan semakin lengkap dan berkualitas. Keterkaitan usaha produksi minyak pala dengan praktek distribusi yang ada saat ini sangat menentukan keberlanjutan usahanya. Sentra produksi minyak pala di Propinsi Jawa Barat seperti Kabupaten Sukabumi dan Bogor berada di daerah yang sulit dengan akses transportasi yang kurang, sebagian besar jalan rusak. Hal ini berakibat isolasi lokasi produksi dan penyebaran informasinya semakin terbatas. Oleh karena itu, penyediaan sarana distribusi melalui pembangunan distibution center dan kerjasama antar instansi dan swasta untuk mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas yang telah ada. Distribution center juga berperan sebagai pusat informasi pasar dan mengakomodasi pelaku usaha di daerah terisolir terhadap kebijakan pemerintah yang berlaku maupun menyampaikan rencana pengembangan sebagai masukkan arah kebijakan yang dibuat. 95

3) Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif pelaku usaha minyak pala Pengembangan kewirausahaan dan kompetitif dilakukan dengan mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan para pelaku usaha minyak pala sehingga memiliki orientasi usaha yang mengarah pada pencapaian keuntungan dan pembentukan nilai tambah yang optimal. Kelompok usaha atau petani yang belum memiliki orientasi bisnis cenderung tidak memperoleh nilai tambah, meskipun memiliki pendapatan positif atau tidak rugi. Dengan orientasi bisnis dan komitmen yang kuat untuk membangun sistem agribisnis yang melibatkan setiap pelaku usaha, baik petani maupun pedagang, maka pendapatan petani/pelaku usaha sebagai tujuan peningkatan dayasaing dapat terlaksana. Keberanian berusaha penyulingan minyak pala dengan mengoptimalkan potensi bahan baku yang ada dan keterbatasan permodalan sudah menjadi modal dasar dalam pengembangan kewirausahaan usaha mikro penyulingan minyak pala. Meskipun belum dapat menguasai pasar internasional dengan proporsi yang layak, inisiasi jaringan pemasaran yang sudah terbentuk dapat digunakan sebagai modal awal untuk pengembangan pasar. 4) Peningkatan kualitas kelembagaan Peningkatan kualitas kelembagaan dan organisasi/asosiasi pelaku usaha minyak pala diperlukan agar lembaga dan asosiasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat, berfungsi dengan baik, menjadi wadah kepentingan bersama bagi anggotanya. Subagyono, 2006 menyatakan ada empat sisi kelembagaan yang diharapkan mampu memperbaiki posisi dayasaing yaitu pengembangan lembaga keuangan, pengembangan SDM, pengembangan lembaga ekonomi petani dan pengembangan hasil penelitian dari lembaga penelitian Lebih jauh Subagyono, 2006 menyatakan Lembaga keuangan diharapkan menyediakan sumber permodalan berbentuk kredit perbankan yang dapat dijangkau oleh petani, prosedurnya mudah, volume pendanaan mencukupi, suku bunga kondusif dan sistem agunan pinjaman yang dapat dipenuhi petani. Dalam penyalurannya pihak perbankan dapat berbentuk pengintegrasian pola kredit pada 96

yang beresiko rugi pada sub sistem hulu dan sub sistem hilir yang menguntungkan. Bagi usaha kecil di pedesaan yang tidak terjangkau perbankan dapat memanfaatkan lembaga keuangan mikro, koperasi simpan pinjam dan lainlain. Kelembagaan tersebut perlu terus dibina dan diperkuat kelembagaannya. Dalam rangka mempermudah akses kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah, pemerintah memperkuat dengan pengucuran dana kepada dua lembaga penjamin kredit yaitu Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Umum Sarana Penyedia Usaha (Perum SPU) dengan memberikan tambahan modal kerja sebesar 1.4-1.5 triliun dengan demikian Askrindo dan SPU dapat memberikan tingkat suku bunga yang jauh lebih rendah bagi UMKM. Dengan dana penjaminan 1,4 triliun dengan giring rasio 20 sehingga total dana penjaminan bisa mencapai 28 triliun (HAR/OSA 2007). Pengembangan SDM dilakukan dengan mengoptimalkan lembaga-lembaga pelatihan baik milik pemerintah mapun swasta dan menggiatkan kembali fungsifungsi penyuluhan. Lembaga ekonomi petani dalam bentuk koperasi petani didayagunakan kembali dengan melakukan pengelolaan secara profesional dan memiliki komitmen tinggi terhadap petani. Berkembangnya suatu usaha agribisnis tergantung pada produktivitas yang dihasilkan lembaga penelitian. Untuk itu perlu adanya kebijakan pemerintah yang merangsang peneliti untuk menghasilkan produk-produk penelitian yang berorientasi pada masalah aktual di lapangan. Dengan keterbatasan anggaran pemerintah untuk penelitian maka diperlukan keterlibatan penelitian oleh swasta, organisasi profesi, LSM dan lembaga lain. Dalam penguatan kelembagaan yang terpenting pembentukan jaringan kelembagaan untuk memperlancar mekanisme kerja dan fasilitasi kemitraan serta arus informasi diantara lembaga-lembaga yang terkait. Peningkatan dayasaing usaha minyak pala yang bersumber dari kapasitas lokal yang terkait peluang pasar, baik tingkat lokal, regional, nasional maupun ekspor (internasional). Pengembangan jaringan kelembagaan tersebut memberikan kontribusi positif pada peningkatas kapasitas lokal dalam sinkronisasi kebijakan pemerintah dalam menunjang kegiatan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini kelembagaan yang terkait dengan upaya peningkatan dayasaing minyak pala untuk meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha, 97

yaitu: (1) lembaga produksi, (2) lembaga distribusi, (3) lembaga keuangan, (4) lembaga keswadayaan masyarakat, dan (5) lembaga advokasi (kelembagaan pendukung/penyuluhan). Kelima kelembagaan tersebut perlu bersinergi untuk mencapai kondisi yang kondusif dengan mengurangi kesenjangan masing-masing kelembagaannya, khususnya dengan pendekatan kegiatan ekonomi produktif. 7.3. Kebijakan Peningkatan Dayasaing Minyak Pala Kebijakan adalah suatu tindakan (course of action), kerangka kerja (frame work), petunjuk (guideline), rencana (plan), peta (map) atau strategi yang dirancang untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah ke dalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tertentu dalam penelitian ini adalah meningkatkan dayasaing minyak pala di Indonesia yang makin turun dalam pasar internasional. Peningkatan dayasaing minyak pala sangat diperlukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha minyak pala, meningkatkan pangsa pasar, posisi tawar dan pendapatan pemerintah dan pemerintah daerah. Melalui peningkatan dayasaing diharapkan peran Indonesia di pasar internasional akan meningkat, bukan saja sebagai pemasok tetapi mempunyai peran yang lebih dominan dalam menentukan harga minyak pala. Perumusan kebijakan peningkatan dayasaing mengacu kepada faktor yang mendukung dayasaing dan strategi peningkatan dayasaing. Kebijakan yang dirumuskan berdasar pada permasalahan yang mengakibatkan turunnya dayasaing, kondisi industri minyak pala saat ini, dan kebijakan pengembangan minyak pala yang akan di evaluasi untuk meningkatkan dayasaing minyak pala. Perumusan kebijakan mengacu kepada hasil analisis AHP yang menunjukkan bahwa strategi penciptaan iklim yang kondusif dan pengembangan sarana dan prasarana memperoleh bobot tertinggi. Hal ini mempunyai makna kedua strategi tersebut didukung oleh dua strategi lainnya, yaitu pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif pelaku usaha dan peningkatan kualitas kelembagaan bila dilaksanakan mempunyai efek positif terhadap peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia. Keempat hal tersebut merupakan tolok ukur untuk merumuskan kebijakan yang akan dirumuskan. Seperti yang telah dipaparkan diatas untuk merumuskan 98

kebijakan dari empat strategi terpilih tersebut akan dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan, kondisi saat ini dan kebijakan yang telah ada serta rekomendasi kebijakan seperti yang disajikan pada Lampiran 14. Permasalahan mendasar dalam dayasaing minyak pala Indonesia meliputi 37 sub faktor penentu yang menggambarkan belum terciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan minyak pala, belum berkembangnya sarana dan prasarana dalam mendukung industri minyak pala, belum kompetitifnya sumberdaya manusia untuk menghadapi pasar global dan belum terbentuknya kelembagaan khusus untuk minyak pala. Kebijakan yang ada untuk menjawab permasalahan itu sudah tersedia akan tetapi kebijakan yang khusus untuk menjawab permasalahan industri minyak pala belum tersedia karena selama ini kebijakan yang ada bersamaan dengan kebijakan pengembangan minyak atsiri. Oleh karena itu kebijakan yang direkomendasikan merupakan evaluasi dari kebijakan saat ini dan lebih menyentuh pada permasalahan dayasaing minyak pala. Kebijakan yang akan direkomendasikan adalah sebagai berikut: 1) Penciptaan Iklim yang Kondusif Rekomendasi kebijakan dalam rangka menciptakan iklim yang kondusif untuk mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan: Pemerintah memberikan kemudahan dalam mengembangkan industri hulu, antara dan hilir melalui kemudahan perizinan, permodalan, pemberian insentif pajak dan peraturan lain dalam investasi. Membangun sistem agribisnis minyak pala secara terintegrasi yang dimulai dari sub sistem hulu sampai sub sistem hilir 2) Mengembangkan Sarana dan Prasarana bagi industri minyak pala Rekomendasi kebijakan untuk mengembangkan sarana dan prasarana dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan: Membangun laboratorium untuk mengembangkan berbagai inovasi dibidang teknologi penyulingan. Membangun pusat pembibitan tanaman pala serta pembangunan industri alat penyulingan minyak pala. 99

Mendirikan pusat standarisasi bahan baku dan produk antara minyak pala. 3) Pengembangan Sumberdaya Manusia (Pelaku Usaha) Rekomendasi kebijakan untuk mengembangkan sumberdaya manusia dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan: Meningkatkan kemampuan dan kemampuan manajemen perusahaan untuk bersaing dipasar global melalui pengembangan kewirausahaan. Mengembangkan kemampuan peneliti dan pelaku usaha dalam melakukan inovasi dan diversifikasi kegunaan minyak pala. Meningkatkan kemampuan petani untuk menghasilkan bahan baku yang kontinyu dan mutu yang seragam. 4) Kelembagaan Industri Minyak Pala Rekomendasi kebijakan untuk kelembagaan industri minyak pala dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan: Meningkatkan peran lembaga penelitian dalam mengembangkan inovasi teknologi penyulingan minyak pala. Mengembangkan perusahaan perkebunan swasta/perkebunan rakyat agar menghasilkan bahan baku minyak pala yang kontinyu dengan mutu yang seragam dan Membentuk lembaga/asosiasi industri minyak pala sebagai wadah pemersatu untuk meningkatkan kemampuan dan kemauan bersaing dipasar global. Berdasarkan kebijakan diatas disusun rencana kerja operasional untuk meningkatkan dayasaing minyak pala Indonesia sebagaimana disajikan pada Lampiran 15. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi kebijakan peningkatan dayasaing minyak pala,yaitu: (1) nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan usaha dapat didistribusikan kepada pihak-pihak yang terlibat secara proporsional, (2) volume produksi disesuaikan dengan perkembangan pasar dan produktivitas lahan yang tersedia, (3) penerapan inovasi dan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran dapat menjamin kuantitas dan kualitas produk, dan (4) keberadaan usaha penyulingan minyak pala dapat 100

memberikan lapangan dan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, sekaligus mendorong perkembangan usaha ekonomi lainnya untuk mensinergikan dayasaingnya. 101