BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi dapat terjadi karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang dapat menyerang manusia

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

Fase pembentukan gigi ETIOLOGI Streptococcus mutans,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan ini dapat mempengaruhi kesehatan gigi anak (Ramadhan, 2010). Contoh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KARIES GIGI PADA MURID SDN 1 RAHA KABUPATEN MUNA. Ratna Umi Nurlila Dosen STIKES Mandala Waluya Kota Kendari

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan kesehatannya, tetapi masih banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang utuh dari kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak merupakan penyebab utama dari penyakit periodontal (Manson

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga terjadi pada anak-anak. Karies dengan bentuk yang khas dan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang

LEMBAR PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES GIGI ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN BAKTI/ TK ANNISA / TK AN-NIDA. 1) Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang (Notoatmodjo, 2010:142). Pengetahuan seseorang terhadap objek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penyakit gigi dan mulut mulai terjadi pada anak usia dini. 5 Early Childhood Caries (ECC) merupakan kerusakan pada gigi sulung, hilang karena karies, atau tambalan pada gigi susu anak berusia kurang dari 6 tahun. Kasus ECC paling banyak didapat pada anak-anak di bawah usia 3 tahun. 5-7 ECC digunakan untuk menggantikan istilah karies yang berkembang cepat serta akut yaitu Nursing Bottle Caries, Baby Bottle Tooth Decay, Baby Bottle Caries, Nursing Bottle Mouth dan Nursing Bottle Syndrome. 1,5,7 Definisi ECC menurut The American Academy Of Pediatric Dentistry (AAPD) adalah adanya satu atau lebih karies (kavitas atau nonkavitas), adanya kehilangan gigi karena karies atau adanya tambalan pada gigi desidui anak usia 0-71 bulan. 8 2.2 Gambaran Klinis ECC adalah penyakit yang serius dan kadang menimbulkan sakit, ditandai dengan ciri khas yaitu timbul, berkembang sangat cepat, terdiri atas empat tahap, yaitu tahap inisial, tahap karies, tahap lesi dalam dan tahap karies terhenti. 8 2.2.1 Tahap Inisial Tahap inisial ditandai dengan terlihatnya bercak berwarna putih seperti kapur, lesi berwarna opak karena demineralisasi pada permukaan licin gigi insisivus atas. Terjadi pada anak usia 10-20 bulan. Bercak putih ini dapat terlihat jelas pada daerah servikal di vestibular dan palatal insisivus maksila yang disebut white spot. Pada tahap ini lesi masih dapat mengalami remineralisasi, tetapi sering tidak diketahui orang tua karena biasanya tidak ada keluhan. Jika tidak dirawat, white spot akan berubah dengan cepat menjadi kavitas kuning-coklat. 8

Gambar 1. Garis putih pada enamel 8 2.2.2 Tahap Karies (Tahap Kerusakan Gigi) Tahap karies terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. White spot pada insisivus berkembang dengan cepat dan menyebabkan demineralisasi enamel bahkan sampai ke dentin. Ketika lesi berkembang, white spot pada enamel tersebut berubah warna menjadi kuning terang, coklat kemudian menjadi hitam, dan pada kasus yang lebih parah, lesi juga dapat mengenai tepi insisal. Enamel berubah warna karena pigmen yang berasal dari saliva yaitu coklat dan hitam, makanan serta akibat penetrasi dari bakteri. Gigi posterior atas mulai terkena di bagian servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini anak mulai mengeluh sensitif terhadap rasa dingin. 8 Gambar 2. Kavitas berwarna kuning kecoklatan pada bagian lingual gigi 8 2.2.3 Tahap Lesi Dalam Tahap lesi dalam terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan, lesi sudah meluas sampai ke pulpa. Pada tahap ini molar pertama maksila sudah ada pada tahap dua

sedangkan molar pertama mandibula dan kaninus maksila pada tahap insisal. Anak mengeluh sakit ketika mengunyah dan menyikat gigi serta sakit spontan sepanjang malam. Gigi menjadi rapuh sehingga gigi insisivus mudah patah. 8 Gambar 3. Kavitas berwarna coklat dan kerusakan pada anterior insisivus rahang atas 8 2.2.4 Tahap Karies Terhenti Tahap karies terhenti terjadi ketika anak berusia antara 30-48 bulan. Lesi meluas dengan cepat ke seluruh permukaan enamel, mengelilingi daerah servikal, dentin dan dalam waktu singkat terjadi kerusakan yang parah di seluruh mahkota gigi hingga terjadi fraktur dan hanya akar tersisa. Pada tahap ini insisivus maksila biasanya nekrosis dan molar pertama maksila pada tahap tiga sedangkan molar kedua maksila, kaninus maksila dan molar pertama mandibula pada tahap kedua. 8 Gambar 4. Gambaran tahap keempat ECC 8

2.3 Etiologi Etiologi ECC hampir sama dengan etiologi karies pada umumnya. Karies adalah penyakit infeksi, menular dan multifaktorial yang disebabkan empat faktor utama yaitu host, subsrat, mikroorganisme dan waktu. Keempat faktor tersebut berinteraksi pada waktu tertentu, menyebabkan ketidakseimbangan keadaan di rongga mulut dan demineralisasi antara permukaan permukaan gigi dan plak yang terdapat pada gigi. 1,5-7 Gambar 5. Faktor utama yang interaksi pada proses karies gigi 6 2.3.1 Host Faktor etiologi ECC yang pertama merupakan host yaitu gigi dan saliva. Proses karies pada gigi sulung berjalan lebih cepat dibandingkan gigi permanen karena ketebalan enamel gigi sulung lebih tipis dari gigi permanen. Enamel gigi sulung lebih banyak mengandung bahan organik dan air sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dibandingkan gigi permanen. Pada anak-anak, enamel yang sedang berkembang dapat mengalami beberapa gangguan. Gangguan yang terjadi berupa hipoplasia enamel dapat menyebabkan retensi plak dan meningkatkan kolonisasi bakteri sehingga memperbesar risiko terjadinya karies. 1,5-6 Gigi sulung yang berjejal sangat rentan terkena karies karena mudah terjadi penumpukan sisa makanan dan merupakan bagian yang susah dibersihkan. 6

Saliva merupakan pertahanan utama dan pertama terhadap karies dan memiliki berbagai peranan dalam melindungi gigi. Saliva membersihkan substrat, bakteri menyebabkan karies dan berperan dalam mekanisme pembersihan gigi. Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, buffer, dan anti bakteri. Saliva juga mengandung bahan yang dapat mengaglutinasi bakteri dan mencegah pelekatan bakteri pada permukaan gigi. Saliva dapat menghambat karies karena aksi buffer, kandungan bikarbonat, amoniak dan urea yang dapat menetralkan penurunan ph yang terjadi saat karbohidrat dimetabolisme bakteri plak. Berbagai macam aksi pelindungan saliva berhubungan dengan tingkat sekresi saliva sebagai faktor pelindung yang penting. Individu dengan gangguan sekresi saliva memiliki peningkatan resiko terjadinya karies. Kecepatan sekresi saliva menyebabkan peningkatan ph dan aksi buffernya. Bila sekresi berkurang akan terlihat peningkatan akumulasi plak sehingga jumlah mikroorganisme akan bertambah. 1,6,8 2.3.2 Mikroorganisme Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Jika enamel yang bersih terpapar di rongga mulut maka akan di tutupi oleh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi. Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. 6,8 Mikroorganisme kariogenik utama adalah jenis Streptokokus dan laktobasilus. S.mutans dan S.sobrinus berperan dalam proses awal karies dengan merusak lapisan luar permukaan enamel. S.mutans dan S.sobrinus yang merupakan mikroorganisme patogen, dapat berkolonisasi dipermukaan gigi dan cepat menghasilkan asam dengan bantuan plak. Asam yang dihasilkan akan menyebabkan ph dalam rongga mulut menjadi kurang dari 5,5 dan terjadi demineralisasi enamel gigi. 5-6

Sumber utama S.mutans terdapat dalam rongga mulut dan infeksi pada bayi terjadi karena perpindahan yang berasal dari ibu, orang yang dekat dengan bayi. Keparahan ECC berhubungan langsung dengan jumlah Streptokokus pada bayi yang berasal dari infeksi ibu atau orang yang dekat dengannya. Penelitian menunjukkan bahwa mikroorganisme ini baru dijumpai dalam mulut setelah gigi sulung erupsi dan bertambah seiring dengan bertambah erupsi gigi. Selanjutnya laktobasilus berperan pada karies yang dalam dan lebih merusak gigi. 1,6-8 2.3.3 Substrat dan Diet Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Karbohidrat merupakan makanan kariogenik utama dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, yaitu jenis sukrosa, glukosa dan fruktosa yang berfungsi sebagai sumber energi bagi bakteri kariogenik (S.mutans dan laktobasilus) dan membantu bakteri melekat pada permukaan gigi. Karbohidrat tersebut juga dimetabolisme oleh S.mutans dan laktobasilus menjadi asam organik yang dapat medemineralisasi enamel dan dentin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya pada anak dengan diet yang banyak lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. 1,6-7 2.3.4 Waktu Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Waktu mempengaruhi kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi kavitas cukup bervariasi, diperkira 6-48 bulan. 9

2.4 Faktor Perilaku Diet Pada umumnya makanan yang mengandung gula sukar dibersihkan dari gigi. 10 Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Kariogenitas suatu makanan disebabkan dari beberapa faktor, antara lain; 6,10 jenis makanan, bentuk fisik, frekuensi konsumsi, konsumsi karbohidrat diantara jam makan, penambahan pemanis dan cara konsumsi serta durasi konsumsi makanan dan minuman bergula. 2.4.1 Jenis Makanan Karbohidrat adalah satu-satunya nutrisi yang bersifat kariogenik. 12 Karbohidrat dalam makanan memiliki derajat kariogenik yang berbeda-beda. Sukrosa adalah adalah jenis karbohidrat bersifat paling kariogenik. Sisa makanan (termasuk karbohidrat) akan menempel pada permukaan enamel dan berakumulasi membentuk plak yang merupakan media pertumbuhan yang menguntungkan bagi mikroorganisme. Karbohidrat dengan molekul kecil seperti sukrosa akan dimetabolisme oleh mikroorganisme yang menempel pada permukaan gigi dan menghasilkan asam yang melarutkan permukaan enamel sehingga terjadi proses demineralisasi. 10-12 Beberapa makanan dapat melindungi gigi dengan menurunkan demineralisasi, dan meningkatkan proses remineralisasi. Gula seperti sorbitol dan manitol sering digunakan sebagai gula pengganti. Sorbitol dan manitol difermentasi lambat dalam mulut daripada monosakarida dan disakarida; efek buffer saliva menetralkan asam dari plak. 6 Jenis gula pengganti lain adalah xylitol yang dijumpai dalam tumbuhan dengan rasa sama atau lebih manis dari sukrosa. Xylitol diklasifikasikan sebagai antikariogenik karena flora oral tidak mengandung enzim untuk fermentasi xylitol. Permen karet yang mengandung xylitol mencegah proses demineralisasi pada enamel. Efek pencegahan ini langsung meningkatkan aliran saliva, pembersihan mulut, dan menyeimbangkan buffer (Tabel 1). 8

Tabel 1. Klasifikasi tingkat kariogenik pada karbohidrat 12 Jenis Karbohidrat Tingkat Kariogenik Sukrosa Laktosa Glukosa Fruktosa Maltosa Sorbitol Mannitol Xylitol Zat Pati Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang sampai Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Makanan yang baik lainnya untuk kesehatan gigi adalah keju. Keju yang berasal dari susu, banyak mengandung kalsium dan fosfat dan kasein yang mampu mengurangi demineralisasi enamel. Konsumsi keju setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat, dapat membentuk senyawa yang bersifat basa sehingga dapat menghentikan suasana asam yang dapat merusak enamel sebagai proses awal karies sehingga keju disebut memiliki sifat kariostatik yaitu mampu mengurangi atau menghentikan berlangsungnya proses karies. 10 Susu merupakan makanan yang baik untuk kesehatan gigi. 11 Susu mengandung laktosa, merupakan gula kariogenik yang paling rendah dari gula lain, dan juga mengandung zat-zat kalsium dan fosfat yang dapat mencegah karies. Lemak dalam susu membentuk suatu lapisan tipis pada enamel gigi yang menghambat efek plak dari gula. Susu coklat mengandung gula (sekitar 10%) dan juga coco yang mengurangi pertumbuhan bakteri. Coco menetralkan efek gula pada gigi dan menjadikan susu coklat suatu makanan non kariogenik. 11 Protein dan lemak merupakan nutrisi yang dianggap kariostatik karena ia tidak merendahkan ph plak. Secara umum, protein mungkin menyumbang kepada efek buffer saliva. Konsumsi makanan lemak dan protein setelah konsumsi makanan

karbohidrat akan meningkatkan ph plak. Daging, ikan, telur, kacang, dan minyak adalah contoh makanan kariostatik. 6 Sayur-sayuran seperti wortel yang mempunyai kandungan gula kurang 5% tidak merupakan penyebab karies. Apabila wortel dikonsumsi tanpa dimasak, saliva akan mengalir dan menetralkan sedikit asam yang diproduksi. Wortel yang sudah dimasak biasanya dikonsumsi dengan makanan ph netral seperti daging. Apabila jumlah buah yang dikonsumsi kurang dari 10 biji per hari, ia tidak merusakkan gigi biarpun buah itu bersifat asam. 11 Makanan dapat dibahgikan kepada beberapa kategori yaitu berpotensi tinggi, sedang, rendah, tidak berpotensi dan menghambat karies. (Tabel 2) Table 2. Jenis makanan berdasarkan tingkat kariogeniknya 13 Potensi Jenis Makanan Tinggi Sedang Rendah Tidak Berpotensi Mampu Menghambat Karies Buah yang dikeringkan, permen, coklat, sereal, kue, biskuit, donat, cupcake, dan bahan pemanis tambahan. Jus buah, sirup, manisan, buah kalengan, minuman ringan, roti, dan potato chips. Sayur, susu, kacang, jagung dan yoghurt. Daging, ikan, lemak dan minyak. Keju dan golongan xylitol. 2.4.2 Bentuk Fisik Bentuk fisik makanan jenis lunak, lengket dan manis mudah menempel pada permukaaan gigi dan sela-sela gigi, jika dibiarkan akan menghasilkan lebih banyak asam sehingga meningkatkan risiko karies gigi. Makanan bentuk cair paling tidak merusak karena hanya sedikit berkontak di rongga mulut walaupun mengandung persentase sukrosa yang tinggi. Sukrosa dalam bentuk makanan yang bersifat lengket

seperti permen, kismis dan buah-buahan kering, akan lebih besar peluangnya sebagai penyebab karies. 6,12 Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat akan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi karena merangsang aliran saliva yang membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisir zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti menyikat gigi dan tidak melekat pada gigi. Contoh buah yang mempunyai sifat sebagai pembersih alami seperti apel, bengkoang, pir dan jeruk. 6,12 2.4.3 Frekuensi Konsumsi Survei pada 600 anak-anak yang mengonsumsi minuman manis dan makanan ringan menjelang tidur menunjukkan tingkat karies gigi 4 kali lebih besar daripada anak-anak yang tidak mengonsumsi. Konsumsi makanan kariogenik akan menyebabkan suasana asam di rongga mulut selama 20 menit. Frekuensi dan waktu konsumsi makanan dan minuman karbohidrat penting sebagai faktor pemicu karies. Konsumsi karbohidrat dianjurkan hanya pada waktu makan utama agar pembersihan rongga mulut lebih cepat karena aliran saliva meningkat. Aliran saliva akan menurun pada waktu tidur dan ph plak dapat turun dan bertahan selama berjam-jam sehingga konsumsi makanan manis dan meminum susu botol menjelang tidur harus dihindarkan. 12,14 Setelah makan makanan yang mengandung sukrosa, ph mulut menurun dalam waktu 2-3 menit dan tetap rendah sampai selama 30-60 menit. Ini berarti jika makanan kariogenik dikonsumsi 3 kali sehari ph mulut akan berada di bawah 5,5 selama 1.5-3 jam. Proses demineralisasi yang terjadi akan mengikis lapisan enamel. Stephan curve (cit. Stegeman) menunjukkan perubahan ph pada plak gigi setelah kumur dengan larutan gula. 12,14

Gambar 6. Kurva Stephan menunjukkan penurunan ph menjadi 5,5 ketika berkumur dengan larutan 10% glukosa yang menyebabkan demineralisasi enamel 14 2.4.4 Konsumsi Karbohidrat Diantara Jam Makan Makanan kariogenik yang dikonsumsi di antara jam makan utama juga merupakan faktor risiko karies. Penelitian Vipeholm (cit. Stegeman) menunjukkan kerusakan yang lebih tinggi pada orang yang mengonsumsi makanan dengan kadar karbohidrat tinggi diantara jam makan utama. 6 Konsumsi makanan asam diantara waktu makan utama menunjukkan potensi terjadi karies. Penelitian menunjukkan minum kopi dengan penambahan gula setelah mengonsumsi makan utama menurunkan ph, sebaliknya konsumsi makanan non kariogenik seperti keju setelah konsumsi makanan karbohidrat mencegah penurunan nilai ph. Risiko untuk demineralisasi enamel lebih rendah jika makanan non kariogenik dikonsumsi setelah konsumsi makanan kariogenik. 6

2.4.5 Penambahan Pemanis dan Cara Konsumsi Penggantian ASI dengan susu formula sering menimbulkan kendala tersendiri, karena anak enggan minum susu formula. Salah satu cara orang tua adalah dengan menambahkan gula kedalam susu formula sebagai pengganti rasa manis laktosa yang terdapat dalam ASI. Dengan menambahkan gula, anak jadi minum susu botolnya, namun hal ini sangat perlu diwaspadai karena pemberian gula sangat mempengaruhi timbulnya kerusakan gigi. 10 Kontak yang lama antara permukaan gigi dan cairan yang mengandung gula akan menimbulkan pola khas dari gigi berlubang, terutama pada gigi depan, khususnya pada saat tidur karena berkurangnya saliva. 8 Tingkat keparahan karies dari anak yang minum susu botol yang berlangsung lama disebabkan karena lamanya dan seringnya susu berkontak dengan permukaan gigi, sehingga bakteri yang ada dalam mulut mampu mengubah gula yang terkandung dalam susu atau minuman manis menjadi asam. Kemudian asam tersebut menyebabkan demineralisasi sehingga karies mudah terjadi. 15 Kebiasaan menggunakan botol sepanjang hari atau pada saat tidur dengan cairan seperti susu (apalagi ditambah gula) dan jus buah dapat menyebabkan kerusakan gigi yang sangat cepat pada gigi susu. Pemberian susu botol yang tidak tepat ini dikenali sebagai Baby Bottle Syndrome. 10 2.4.6 Durasi Konsumsi Makanan dan Minuman Bergula Faktor kariogenik suatu makanan harus juga diteliti dari durasi anak mengonsumsi makanan tersebut, misalnya berapa lamakah waktu mengonsumsi es krim dan permen. Makanan seperti chewing gum dan permen berada dalam mulut untuk durasi yang lama, sehingga gigi berkontak dan berada dalam suasana asam lebih lama dan memudahkan terjadi karies. 12 Sebagian besar orang tua memberikan susu formula atau ASI pada anak untuk waktu yang lama, bahkan sampai anaknya tertidur, sehingga anak tidak sempat lagi membersihkan giginya. Kondisi ini mengakibatkan aliran saliva dan frekuensi penelanan berkurang, pembersihan cairan susu akan lambat sehingga mudah terjadi

karies. Selama anak tertidur ph saliva akan menurun akibatnya daya buffer saliva dalam menetralkan asam berkurang sehingga karies mudah terjadi. 15 Meskipun susu sapi mengandung karbohidrat dengan persentase mencapai 5%, namun karbohidrat utama adalah laktosa. Dibandingkan karbohidrat yang lain seperti glukosa atau fruktosa, laktosa adalah dengan sifat kariogenik paling rendah. Selain itu, susu kaya akan kalsium, fosfat, kasein, dan komponen protein lain yang dapat menghambat terjadinya karies. 16 Pada penelitian lain, diketahui bahwa susu tidak meningkatkan resiko karies, bahkan ekstrak protein dapat menghambat rusaknya enamel gigi karena asam. 16 Sebagian besar penelitian epidemiologi yang baru-baru ini dilakukan tentang hubungan mengonsumsi gula dan karies gigi menemukan hubungan yang negatif, dengan kata lain, mengonsumsi susu tidak menyebabkan karies gigi. 16

2.5 Kerangka Teori Host Mikrooganisme Substrat Waktu Early Childhood Caries (ECC) Pencegahan Anjuran dan Analisis Diet Pola Diet Anak : Pola makan utama Pola makan selingan Pola minum minuman manis Pola minum susu 2.6 Kerangka Konsep Analisis Perilaku Diet Pola Diet Anak: Pola makan utama Pola makan selingan Pola minum minuman manis Pola minum susu Pengalaman Early Childhood Caries (ECC)