6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Keraf (2007) penalaran adalah suatu proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta untuk memperoleh suatu kesimpulan yang logis. Sedangkan dalam KBBI (Depdiknas, 2007) penalaran adalah proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta/ prinsip. Penalaran tidak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan fakta-fakta yang polos, tetapi penalaran juga dapat menggunakan faktafakta yang berbentuk pendapat atau kesimpulan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Sumiati (2009), penalaran adalah kemampuan berpikir logis untuk menarik kesimpulan dari adanya suatu hubungan sebab akibat. Dari beberapa pernyataan tersebut dapat didefinisikan secara umum bahwa kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan seseorang dalam menghubungkan fakta matematika untuk memperoleh kesimpulan matematis yang logis. Dalam penalaran siswa sebaiknya belajar untuk membuat penyelesaian dari persoalan matematika. Siswa harus dapat mengidentifikasi (memilih) dan menggunakan rumus serta menggunakan pengalaman dan observasi untuk membuat konjektur (kesimpulan sementara). Siswa harus belajar menggunakan sebuah contoh perhitungan untuk menyangkal konjektur dan belajar untuk
7 menggunakan model. Siswa sebaiknya mampu membedakan antara pernyataan yang valid dan pernyataan yang tidak valid (Reys, 1998). B. Kemampuan penalaran deduktif dan induktif Terdapat berbagai cara penarikan kesimpulan, namun dalam dunia keilmuan, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu secara deduktif dan induktif (Ihsan, 2010). Penalaran deduktif dan penalaran induktif, keduanya merupakan argumen dari serangkaian proposisi yang bersifat terstruktur, terdiri dari beberapa premis dan kesimpulan atau konklusi, sedangkan perbedaan keduanya terdapat pada sifat kesimpulan yang diturunkannya. Berikut penjabaran dari kedua penalaran tersebut: 1. Penalaran induktif Penalaran induktif dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati (Sumarmo, 2010). Pernyataan ini diperjelas oleh Ihsan (2010) yang menyatakan bahwa penarikan kesimpulan secara induktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan pada suatu proses berpikir dengan menyimpulkan sesuatu yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif merupakan proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus khusus menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
8 Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif adalah sebagai berikut: a. Transduktif Transduktif adalah menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus lainnya. Penalaran bentuk ini merupakan bentuk penalaran induktif yang paling sederhana. Transduktif dalam matematika dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan matematis dari suatu kasus matematika yang diterapkan pada kasus matematika lain. Dalam pola berpikir transduktif, rawan sekali terjadi kesalahan dalam penarikan kesimpulan, karena ini merupakan pola berpikir yang paling rendah tingkatannya. Contoh: Pernyataan : sin 30 = dan sin 45 = 2 Kesimpulan: sin(30 + 45 ) = ( + 2) Keterangan : Karena 30 + 45 = 75, maka apabila ditanyakan besar sin(30 + 45 ) siswa yang menggunakan pola berpikir transduktif akan menjawab sin(30 + 45 ) = ( + 2). b. Generalisasi Keraf (2007) menyatakan bahwa generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat
9 umum yang mencakup semua fenomena tadi. Artinya bahwa siswa akan mampu mengadakan generalisasi, yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat dari sejumlah hal-hal khusus, apabila siswa telah memiliki konsep, kaidah, prinsip (kemahiran intelektual) dan siasat-siasat memecahkan masalah tersebut. Sumarmo (2004) menyebutkan beberapa sifat dari generalisasi, antara lain: i. Makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran, makin tinggi probabilitas konklusinya. ii. Makin besar jumlah faktor kesamaan di dalam premis, makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya. iii. Makin besar jumlah faktor disanaloginya di dalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya. iv. Semakin luas konklusinya semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya. Secara umum, generalisasi dalam matematika dapat diartikan sebagai penerapan matematis dari suatu kasus matematika ke dalam kasus matematika lain yang memiliki kesamaan matematis. Contoh: i. Nilai dari sin 210 = ii. Nilai dari sin 225 = 2
10 iii. iv. Nilai dari sin 240 = 3 Nilai dari sin 270 = 1 Berdasarkan keempat pernyataan di atas: i. Nilai dari sin 210 adalah negatif. ii. iii. iv. Nilai dari sin 225 adalah negatif. Nilai dari sin 240 adalah negatif. Nilai dari sin 270 adalah negatif. Kesimpulan, besar sudut yang berada di kuadran tiga pada koordinat kartesius selalu bernilai negatif. c. Analogi Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004) kesimpulan analogis adalah kesimpulan yang ditarik dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan situasi yang lain. Kemudian menurut Keraf (2007) analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa analogi dalam matematika adalah membandingkan dua hal matematis yang berlainan namun memiliki karakteristik matematis yang sama. Dalam analogi yang dicari adalah keserupaan dari dua hal yang berbeda, dan menarik kesimpulan atas dasar keserupaan itu.
11 Contoh: Perhatikan segitiga ABC berikut! A c b M B C a Berdasarkan gambar segitiga ABC di atas, diperoleh: = sin = sin = 1 2 = 1 2 = 1 2 sin Berdasarkan pernyataan di atas, dengan menggunakan cara yang sama akan diperoleh: = 1 2 sin = 1 2 sin d. Hubungan kausal. Penalaran hubungan kausal (sebab akibat) adalah keadaan atau kejadian yang satu menimbulkan atau menjadikan keadaan atau kejadian yang lain. Hubungan antara sebab dan
12 akibat tersebut bukan hubungan urutan biasa atau hubungan yang kebetulan. Hubungan sebab akibat merupakan suatu hubungan intrinsik, azasi, hubungan yang begitu rupa, sehingga jika salah satu (sebab) ada/ tidak ada, maka yang lain (akibat) juga pasti ada/ tidak ada. Agar hubungan antara sebab dan akibat menjadi jelas, dalam logika sebab dipandang sebagai suatu syarat atau kondisi yang merupakan dasar adanya atau terjadinya sesuatu yang lain, yaitu akibat. Sama halnya pada matematika. Dalam hubungan kausal dapat dibedakan dalam dua kondisi yaitu kondisi mutlak (necessary condition) dan kondisi memadai (sufficient condition). Yang dimaksud dengan kondisi mutlak adalah sebab yang kalau tidak ada, akibatnya juga tidak ada. Contoh: Dua buah kapal berlayar dari suatu pelabuhan pada saat bersamaan. Kapal A berlayar dengan arah 050 0 dan kecepatan layar 10 km/jam, sedangkan kapal B berlayar dengan arah 090 0 dan kecepatan layar 13 km/jam. Pada tiga jam kemudian jarak kedua kapal tersebut adalah 766,37 km. Diilustrasikan sebagai berikut: U Kapal A (10 km/jam) 045 0 090 0 Kapal B (13 km/jam)
13 Jarak yang telah ditempuh kapal A: = h = 10 3 = 30 Jarak yang telah ditempuh kapal B: = h = 13 3 = 39 Jarak kedua kapal dapat diilustrasikan sebagai berikut: Kapal A a Jarak kapal A dan B Pelabuhan 45 0 b Kapal B Jarak antara kapal A dengan kapal B: ( ) = + 2. cos 45 = 30 + 39 2 30 39 1 2 2 = 900 + 1521 1170 2 = 2421 1170 2 = 2421 1654,63 = 766,37
14 Keterangan: Diasumsikan mula-mula kedua kapal (A dan B) berada pada tempat yang sama dan memiliki jarak 0 km antar kedua kapal. Karena dua tersebut sama-sama berlayar menjauhi pelabuhan, maka mengakibatkan jarak antara kapal A dan B 766,37 km satu sama lain. 2. Penalaran deduktif Menurut Ihsan (2010) penarikan simpulan secara deduktif adalah suatu cara penarikan simpulan pada suatu proses berpikir yang sebaliknya dari penarikan simpulan induktif. Dalam hal ini penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip matematika umum untuk mencapai kesimpulan yang spesifik, atau dengan kata lain penalaran deduktif matematis adalah cara berpikir di mana dari pernyataan matematika yang bersifat umum ditarik kesimpulan matematis yang bersifat khusus. Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme adalah suatu upaya untuk menghubungkan atau menggabungkan atau menyintesiskan suatu pendapat (yang lebih umum, mayor) dengan pendapat lainnya (yang lebih khusus, minor) secara teratur dan tersusun bertingkat sehingga terbangun suatu
15 wacana atau argumentasi yang memenuhi syarat-syarat logis (Wiramihardja, 2009). Silogisme yang standar tersusun atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Premis mayor adalah premis yang mengandung term predikat sedangkan premis minor adalah premis yang mengandung term subjek. Berdasarkan kedua urain di atas mengenai kemampuan penalaran induktif dan kemampuan penalaran deduktif, maka diperoleh beberapa indikator kemampuan penalaran matematis, yaitu sebagai berikut: a. Indikator penalaran induktif: i. Mampu menggunakan pola untuk menganalisis situasi matematika. ii. Mampu melakukan analogi ataupun melakukan generalisasi matematika iii. Mampu menganalisis soal cerita ke dalam bentuk matematika (grafik).
16 b. Indikator penalaran deduktif: i. Mampu memperkirakan jawaban dan proses solusi. ii. Mampu menentukan pola untuk menyelesaikan masalah matematika. iii. Mampu menarik kesimpulan logik. C. Pokok Bahasan Trigonometri 1. Perbandingan Trigonometri C y r sin = cos = B x α A tan = 2. Nilai Perbandingan Trigonometri Sudut Istimewa 0 0 30 0 45 0 60 0 90 0 sin 0 1 1 2 2 2 1 2 3 1 cos 1 1 2 3 1 2 2 1 2 0 tan 0 1 3 3 1 3 ~ 3. Perbandingan Trigonometri Sudut Berelasi
17 4. Perbandingan Trigonometri di berbagai Kuadran Kuadran II sin = + cos = tan = Kuadran I sin = + cos = + tan = + Kuadran III sin = cos = tan = + Kuadran IV sin = cos = + tan = 5. Identitas Trigonometri 6. Persamaan Trigonometri 7. Aturan Sinus, Cosinus, dan Luas Segitiga Pada segitiga ABC sebarang didefinisikan aturan-aturan berikut ini: a. Aturan Sinus b. Aturan Cosinus c. Luas Segitiga i. Panjang dua sisi dan besar satu sudut diketahui ii. iii. Besar dua sudut dan panjang satu sisi yang diapit diketahui Panjang ketiga sisinya diketahui