BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB II TINJAUN PUSTAKA. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari deskripsi pekerjaan. (Organ, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi situasi dan kondisi di era globalisasi ini, perusahaan dituntut

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Judul : Pengaruh Keadilan Organisasional, Komitmen Organisasional, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan sangat efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi proses kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung bersikap dan

BAB I PENDAHULUAN. atau lembaga untuk terus meningkat sehingga setiap pimpinan lembaga pun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan komponen utama suatu organisasi

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Organizational Citizenship Behavior

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

telekomunikasi dan informasi kepada masyarakat luas sampai kepelosok daerah di seluruh Indonesia. PT Telkom memiliki 25,011 orang karyawan per

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu:

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab perumusan masalah peneliti yang

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok orang yang dikenal sebagai bawahan ( Siagian; 2009: 15). menjalankan tugas di dalam organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang sangat penting karena faktor manusia sangat berperan dalam

2 nasional dengan baik, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang lain. Sumber daya manusia merupakan aset yang p

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. yang tidak berorientasi untuk mencari keuntungan semata. Bahkan reward hampir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) organisasi (Bateman & Organ, 1983).Organ et al. (2006), mendefinisikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang saling bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut manusia untuk

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Udayana (Unud) sebagai sebuah lembaga pemerintah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh perusahaan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Saat ini muncul pandangan baru dalam mencapai keberhasilan di suatu organisasi dimana pegawai tidak hanya harus melakukan pekerjaan sesuai dengan tuntutan tugas ataupun sesuai dengan job description atau disebut sebagai in-role performance, namun pegawai sangat disarankan untuk melakukan pekerjaan ekstra diluar dari tuntutan tugasnya atau dinamakan extra-role performance yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan dan juga efektivitas organisasi (Garg & Rastogi, 2006; Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Menurut Organ (1997) OCB merupakan perilaku yang ditampilkan oleh seorang pegawai atas dasar kemauan sendiri, terlepas dari ketentuan atau kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas organisasi. Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengemukakan bahwa OCB adalah perilaku yang dilakukan oleh individu secara suka rela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dimana hal ini

dilakukan oleh individu tersebut demi mencapai keberfungsian organisasi secara efisien dan efektif. Menurut Robbins dan Judge (2007) OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang pegawai, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Greenberg (2010) menyatakan bahwa OCB merupakan perilaku yang dilakukan oleh pegawai untuk meningkatkan hubungan sosial dan kerjasama dengan organisasi namun perilaku tersebut berada diluar dari tugas-tugas formalnya. Dapat disimpulkan dari pengertian-pengertian yang telah dijelaskan di atas bahwa organizational citizenship behavior adalah perilaku yang ditampilkan oleh pegawai yang tidak hanya bersandar pada kewajiban dan tanggung jawab dari pekerjaannya namun lebih dari itu dimana pegawai melakukan pekerjaan yang lebih daripada apa yang menjadi tanggung jawabnya tanpa adanya reward formal dari organisasi dan semata-mata hanya untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya.

2. Aspek-Aspek Organizational Citizenship Behavior Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengatakan bahwa terdapat lima aspek dalam organizational citizenship behavior yaitu: a. Altruism Altruism adalah kemauan pegawai untuk membantu ataupun membuat orang lain sejahtera dengan cara berperilaku yang menguntungkan untuk orang lain, dimana perilaku ini dilakukan secara sukarela (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Pegawai yang berperilaku altruistic merasa memiliki kepuasan tersendiri setelah membantu orang lain (Van Emmerik, Jawahar, & Stone dalam Fournier, 2008). Bantuan ini dapat diberikan kepada rekan kerja ataupun supervisor. Contoh dari perilaku altruistic menurut Vey dan Campbell (dalam Fournier, 2008) seperti menggantikan pekerjaan teman yang sedang cuti, membantu teman yang sedang memiliki banyak pekerjaan, serta menjadi seseorang yang dapat dimintai bantuan dalam pekerjaan. b. Courtesy Courtesy merupakan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang seperti membantu orang lain untuk mencegah terjadinya suatu permasalahan, atau membuat langkah-langkah untuk meredakan atau mengurangi suatu masalah yang ada di organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).

c. Conscientiousness Conscientiousness mengacu pada pegawai yang bekerja untuk membantu organisasi secara keseluruhan serta berperilaku melebihi apa yang diharapkan (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Perilaku conscientiousness yaitu berdasarkan pada karakteristik personal dimana apabila pegawai memiliki karakteristik seperti tepat waktu, tingkat kehadiran yang tinggi, mengikuti kebijakan, disiplin diri yang tinggi, tekun, bekerja keras, dedikasi kerja yang tinggi, keterampilan manajemen waktu yang baik, dan penggunaan sumber daya secara efektif maka pegawai tersebut dianggap memiliki conscientious yang tinggi (Hogan, Rybicki, Motowidlo, & Borman; Miller, Griffin, & Hart dalam Fournier, 2008). d. Sportsmanship Sportsmanship merupakan perilaku dimana pegawai menekankan pada aspek-aspek positif organisasi daripada aspek-aspek negatifnya, seperti tidak suka protes, tidak suka mengeluh walaupun berada dalam situasi yang kurang nyaman, dan tidak membesar-besarkan masalah yang kecil (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). e. Civic virtue Pegawai berpartisipasi aktif dan mau terlibat serta bertanggung jawab terhadap proses politik serta pemerintahan yang ada di organisasi

(Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Contoh perilakunya adalah ketika pegawai mau terlibat dalam permasalahan yang ada di organisasi dan tetap up to date terhadap perkembangan organisasi. Pegawai yang bertindak secara proaktif untuk mencegah situasi negatif yang dapat mempengaruhi organisasi maka sudah dapat dikatakan menampilkan civic virtue. Selain itu Organ (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006) juga menambahkan aspek peacekeeping yang diartikan sebagai tindakan-tindakan untuk menghindari dan menyelesaikan terjadinya konflik interpersonal (sebagai stabilitator dalam organisasi) dan aspek cheerleading yang diartikan sebagai bantuan yang diberikan kepada rekan kerjanya untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Aspek altruism, courtesy, peacekeeping, dan cheerleading dapat digabung menjadi satu aspek yaitu aspek helping behavior karena berkaitan dengan perilaku menolong orang lain untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang menyangkut pekerjaan di organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Berdasarkan uraian di atas maka pengukuran OCB dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan empat aspek saja yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior yaitu: a. Budaya dan iklim organisasi Menurut Organ dan Ryan (1995) terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan kondisi utama yang dapat memunculkan organizational citizenship behavior di kalangan pegawai. Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Di dalam budaya dan iklim organisasi yang positif, pegawai lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi dari tuntutan tugas atau melebihi apa yang tercantum dalam job description dan akan selalu mendukung tujuan organisasi dalam rangka mencapai kemajuan serta perkembangan organisasi tersebut (Sondang dalam Melinda & Zulkarnain, 2004). b. Kepuasan kerja Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan OCB, dimana untuk menjelaskan hal ini dapat menggunakan social exchange theory. Blau (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006) menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) yang berpendapat bahwa ketika pegawai telah puas dengan pekerjaannya maka mereka akan membalasnya.

Pembalasan tersebut meliputi perasaan memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan munculnya perilaku seperti organizational citizenship. c. Suasana hati (mood) Suasana hati (mood) yang dirasakan oleh pegawai dapat berpengaruh terhadap timbulnya OCB. George dan Brief (1992) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain tergantung pada suasana hati orang tersebut. Ketika pegawai memiliki suasana hati (mood) yang positif maka akan meningkatkan peluang bagi pegawai itu untuk dapat membantu orang lain di tempat kerja. d. Persepsi terhadap dukungan organisasional Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional menjadi penyebab organizational citizenship behavior (OCB). Pegawai yang merasa didukung oleh organisasi akan memberikan timbal balik kepada organisasi dengan cara menampilkan OCB. e. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan Novliadi (2006) menyatakan bahwa apabila interaksi antara atasan dan bawahan memiliki kualitas yang baik maka seorang atasan akan selalu berpandangan positif terhadap bawahannya dan bawahannya merasa bahwa atasannya memberikan dukungan dan motivasi dalam bekerja. Hal

ini dapat menyebabkan bawahan tersebut berperilaku lebih daripada apa yang diharapkan oleh atasannya. f. Masa kerja Pegawai yang telah lama bekerja di suatu organisasi maka akan memiliki keterikatan yang kuat terhadap organisasinya. Masa kerja yang lama juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi pada diri pegawai mengenai pekerjaannya serta dapat menimbulkan perasaan yang positif terhadap organisasi. Oleh sebab itu pegawai yang sudah bekerja lama akan melakukan sesuatu yang lebih untuk organisasinya (Novliadi, 2007). g. Jenis kelamin Lovell, Khan, Anton, Davidson, Dowling, Post, dan Mason (1999) menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria. B. Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya Organisasi Menurut Miller (1987) budaya organisasi merupakan nilai-nilai primer yang dianut dalam perusahaan dan mendasari bagaimana mengelola dan mengorganisasi perusahaan tersebut. Perusahaan yang efektif ialah perusahaan yang membudayakan nilai-nilai primer yang diperlukan untuk kepentingan

operasi perusahaan tersebut. Sedangkan Luthans (2005) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Schein (2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi. Menurut Robbins dan Judge (2007) budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan keyakinan, harapan, sikap, dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu. Konsep budaya organisasi dalam beberapa dekade ini dipercaya sebagai salah satu alat untuk mencapai keunggulan organisasi yang dapat membedakan antara satu organisasi dengan organisasi lain, dimana setiap organisasi mempunyai budaya yang unik dan berbeda. Greenberg (2010) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sekumpulan sikap, nilai, norma perilaku, dan harapan yang merupakan milik bersama dan dianut oleh seluruh anggota oeganisasi. Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap organisasi dan mereka yang bekerja di dalamnya. Budaya organisasi menurut Kotter dan Heskett (dalam Tika, 2006) adalah nilai dan praktik yang dimiliki serta dianut bersama oleh seluruh anggota yang ada di suatu organisasi, sekurang-kurangnya dalam manajemen senior. Budaya dalam

suatu organisasi terdiri dari nilai yang dianut bersama dan norma perilaku kelompok. Newstrom dan Davis (2002) mengemukakan definisi budaya organisasi sebagai pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan oleh seluruh anggota organisasi dimana budaya ini merupakan sesuatu yang tidak tampak namun kehadirannya dapat dirasakan serta dapat menjadi penyebab segala sesuatu yang terjadi di organisasi. Druicker (dalam Owens, 1991) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Menurut Atmosoprapto (dalam Melinda & Zulkarnain, 2004) bahwa budaya organisasi dapat dirasakan oleh sumber daya manusia yang berada di dalam organisasi tersebut serta budaya organisasi mempengaruhi kondisi dasar dan perilaku individu yang berada di dalamnya. Pengukuran terhadap budaya organisasi bukanlah untuk mengetahui bentuk budaya organisasi, melainkan untuk mengetahui sampai sejauh mana budaya organisasi telah diserap dan dijadikan landasan kerja oleh seluruh anggota organisasi (Melinda, 2004). Dapat disimpulkan dari pengertian-pengertian yang telah dijelaskan di atas bahwa budaya organisasi adalah sejumlah pemahaman serta nilai-nilai tertentu

yang dimiliki dan dianut bersama oleh anggota-anggota organisasi serta dapat mempengaruhi perilaku anggota-anggota yang ada di dalamnya demi mencapai tujuan bersama. 2. Fungsi Budaya Organisasi Robbins dan Judge (2007) menyimpulkan empat fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan yaitu sebagai berikut: a. Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya yang dimiliki oleh suatu organisasi menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. b. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya organisasi dapat mempermudah terbentuknya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual. d. Budaya organisasi dapat meningkatkan kemantapan sistem sosial. Tika (2006) mengemukakan beberapa fungsi utama budaya organisasi yaitu sebagai berikut: a. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.

b. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai seorang pegawai/karyawan suatu organisasi/perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya. c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif. d. Sebagai mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama. e. Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub budaya baru. Demikian pula dapat mempersatukan kegiatan para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.

f. Membentuk perilaku bagi para karyawan. Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan organisasi. g. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Masalah utama yang sering dihadapi organisasi adalah masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Budaya organisasi diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut. h. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut. i. Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antar anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspekaspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan dan politik organisasi. Material merupakan indikator dari status dan kekuasaan, sedangkan perilaku merupakan tindakan-tindakan realistis yang pada dasarnya dapat dirasakan oleh semua insan yang ada dalam organisasi. j. Sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi

tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi. Demikian pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu. 3. Aspek-Aspek Budaya Organisasi Menurut Miller (1987) ada beberapa nilai-nilai primer yang seharusnya ada pada tiap-tiap perusahaan yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi budaya organisasi yang positif dan akan mengakibatkan efektivitas, inovasi, loyalitas, dan produktivitas. Nilai-nilai budaya itu ia sebut sebagai asas-asas, yaitu: a. Asas tujuan Perusahaan yang paling berhasil ialah yang menetapkan tujuannya untuk menghasilkan produk ataupun jasa yang berkualitas serta bermanfaat bagi pelanggannya. Pemimpin perusahaan harus mempunyai pandangan yang luhur mengenai tujuan perusahaan dan membangkitkan semangat serta motivasi kerja para pegawai untuk bekerja ke arah tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan tersebut. b. Asas konsensus Suatu perusahaan yang sukses di masa depan ialah yang pemimpinnya menggunakan sepenuhnya kebijaksanaan kolektif dari bawahannya dalam membuat keputusan dan berkeyakinan bahwa kemungkinan keputusan yang terbaik telah diambil. Keputusan konsensus adalah keputusan yang diambil secara bersama, yang pada umumnya lebih

kompleks, berjangka panjang, strategis, dan dicapai dengan pertimbangan cermat dari pengetahuan serta pengalaman orang-orang yang terlibat. c. Asas keunggulan Keunggulan bukanlah suatu kepandaian. Keunggulan merupakan semangat yang menguasai kehidupan dan jiwa seseorang atau perusahaan. Keunggulan adalah proses yang tidak pernah berakhir yang memberikan kepuasan tersendiri. Keunggulan hanya dapat dicapai sebagai hasil dari kemampuan mempelajari dan menanggapi keadaan lingkungannya dengan cara-cara yang produktif. d. Asas kesatuan Kita semua adalah pekerja sekaligus juga manajer. Begitu juga sebaliknya. Pemimpin harus menciptakan kesatuan diantara orang-orang dalam organisasi serta antara organisasi dengan para anggotanya. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, sudah waktunya para karyawan berpartisipasi dalam manajemen dan melakukan pekerjaan yang produktif. Oleh sebab itu perasaan berbeda harus diubah menjadi perasaan satu, demi keberhasilan perusahaan. e. Asas prestasi Hukum utama bagi perilaku manusia adalah bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya dan perilaku yang dihargai akan meningkatkan prestasi. Bila kita menghargai prestasi orang lain atau menghargai prestasi pekerja, maka kita akan memperoleh kembali prestasi dari orang lain yang kita hargai. Menghargai prestasi

pegawai dapat dilakukan dengan cara pemberian upah, gaji, promosi, bonus dan sebagainya. Semua ini adalah bentuk imbalan atau penghargaan yang harus didistribusikan kepada para pegawai atas dasar prestasi. f. Asas empirisme Keberhasilan perusahaan di masa yang akan datang dan juga saat ini tergantung pada kemampuan untuk berpikir jelas, kritis, dan kreatif yang dilakukan oleh seluruh anggota yang ada di perusahaan tersebut. Untuk itu diperlukan data nyata atas dasar empiris yang perlu diketahui dan dilihat oleh para pegawai, dapat disusun dalam bentuk statistik dan dapat dianalisis untuk keperluan pengambilan keputusan. g. Asas keakraban Keakraban adalah kemampuan untuk menjalin rasa persaudaraan dan keterikatan antara bawahan dan atasan, antar sesama pegawai, maupun antar seluruh anggota yang ada di organisasi tersebut. Hal ini dapat terjadi apabila ada hubungan-hubungan yang sehat di antara individu-individu di dalam organisasi. h. Asas integritas Seberapa besar kesungguhan anggota organisasi untuk bekerja. Organisasi yang memiliki integritas dapat memperoeh kepercayaan dari pihak lain. Integritas sangat diperlukan dalam perusahaan modern sekarang ini, karena integritas dapat menimbulkan kekuatan untuk menciptakan dan memobilisasi energi luar, terlebih dalam era globalisasi sekarang ini.

C. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior Saat ini muncul pandangan baru dalam mencapai keberhasilan di suatu organisasi dimana pegawai tidak hanya harus melakukan pekerjaan sesuai dengan tuntutan tugas ataupun sesuai dengan job description atau disebut sebagai in-role performance, namun pegawai sangat disarankan untuk melakukan pekerjaan ekstra diluar dari tuntutan tugasnya atau dinamakan extra-role performance yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan dan juga efektivitas organisasi (Garg & Rastogi, 2006; Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Ketika pegawai melakukan extra-role performance berarti mereka telah menampilkan organizational citizenship behavior (OCB), dimana menurut Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) OCB adalah perilaku yang dilakukan oleh individu secara suka rela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dimana hal ini dilakukan oleh individu tersebut demi mencapai keberfungsian organisasi secara efisien dan efektif. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya OCB, salah satunya adalah budaya organisasi (Organ & Ryan, 1995). Menurut Miller (1987) budaya organisasi merupakan kumpulan nilai yang dianut dalam perusahaan dan mendasari bagaimana mengelola dan mengorganisasi perusahaan tersebut. Perusahaan yang efektif ialah perusahaan yang membudayakan nilai-nilai primer yang diperlukan untuk kepentingan operasi perusahaan, yaitu asas tujuan, konsensus, keunggulan, prestasi, empirisme, kesatuan, keakraban, dan integritas.

Jika nilai-nilai primer ini dikelola dengan baik maka akan menjadi budaya organisasi yang positif dan akan mengakibatkan efektivitas, inovasi, loyalitas, dan produktivitas. Seperti yang diungkapakan oleh Sondang (dalam Melinda & Zulkarnain, 2004) berfungsinya budaya organisasi akan memiliki dampak positif yang sangat kuat terhadap perilaku para pegawai di organisasi, termasuk kerelaan untuk meningkatkan produktivitasnya, artinya budaya organisasi yang kuat akan menumbuhsuburkan tanggung jawab besar dalam diri individu sehingga akan berupaya semaksimal mungkin untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan tanpa harus selalu didorong atau diawasi. Bahkan kesediaan berbuat lebih baik dan lebih banyak dari yang dituntut dalam job description akan dilakukan oleh pegawai. Maka dengan kata lain organizational citizenship behavior dapat terbentuk. Budaya organisasi yang benar-benar dikelola dengan baik akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi pegawai untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif (Sutrisno, 2010). Salah satunya dapat membentuk OCB pada pegawai (Ahmadi, Ahmadi, & Homauni, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mohant dan Rath (2012) pada perusahaan yang bergerak dalam bidang pabrik, IT, dan perbankan, hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat dampak yang signifikan antara budaya organisasi dan organizational citizenship behavior. Sehingga organisasi harus memberikan perhatian lebih pada OCB anggotanya untuk lebih mendukung

kelancaran organisasi mencapai tujuannya. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi, Ahmadi, dan Homauni (2011) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa budaya organisasi berdampak pada pengembangan OCB. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dan teori-teori yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas maka peneliti tertarik untuk melihat apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap terbentuknya organizational citizenship behavior pada pegawai negeri sipil. D. Hipotesis 1. Hipotesis Mayor Berdasarkan uraian teoritis di atas maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh positif budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Semakin kuat budaya organisasi terinternalisasi dalam diri para pegawai maka akan semakin tinggi tingkat organizational citizenship behavior dan sebaliknya, semakin lemah budaya organisasi terinternalisasi dalam diri para pegawai maka akan semakin rendah tingkat organizational citizenship behavior. 2. Hipotesis Minor a. Ada pengaruh positif asas tujuan terhadap organizational citizenship behavior. b. Ada pengaruh positif asas konsensus terhadap organizational citizenship behavior.

c. Ada pengaruh positif asas keunggulan terhadap organizational citizenship behavior. d. Ada pengaruh positif asas kesatuan terhadap organizational citizenship behavior. e. Ada pengaruh positif asas prestasi terhadap organizational citizenship behavior. f. Ada pengaruh positif asas empirisme terhadap organizational citizenship behavior. g. Ada pengaruh positif asas keakraban terhadap organizational citizenship behavior. h. Ada pengaruh positif asas integritas terhadap organizational citizenship behavior.