VISUALISASI 3 DIMENSI ALIRAN PANAS SECARA KONDUKSI MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA: SKEMA CRANK NICOLSON Sayahdin Alfat [Dosen Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo] Jln. H.E.A. Mokodompit, Kendari 93232, Sulawesi Tenggara, Indonesia Email: sayahdin.alfat@uho.ac.id Abstrak. Aliran panas yang melalui suatu medium merupakan hal yang lazim ditemui di seluruh aspek kehidupan. Bagi para saintis, fenomena ini menjadi sangat menarik untuk dipelajari. Penelitian ini sudah melakukan investigasi numerik mengenai aliran panas secara konduksi pada medium silinder 3 dimensi. Penelitian ini sudah menggunakan Metode Elemen Hingga dengan skema disktritisasi waktu yang didasarkan pada skema Crank Nicolson. Penelitian ini sudah menggunakan 2 jenis material yang berbeda yakni homogen material dan bi-materials. Beberapa asumsi yang sudah digunakan yakni; (a) Pada t = 0, kedua material memiliki temperatur yang sama dan seragam di setiap titik, (b) Sumber panas hanya masuk melalui salah satu permukaan bahan dan permukaan yang lainnya bersifat insuline sempurna, (c) Material bersifat rigid, dan (d) Perubahan temperatur tidak menyebabkan perubahan bentuk material. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Metode Elemen Hingga dengan skema Crank Nicolson dapat memvisualisasikan aliran panas dengan sangat mudah untuk kasus yang jauh kompleks. Lebih jauh lagi, variabel memberikan sumbangsih pengaruh yang sangat besar terhadap laju peningkatan aliran panas. Penelitian lanjutan diharapkan dalam melihat pengaruh dimensi material dan luas daerah masuknya sumber panas. Disamping itu, peneliti akan membandingkan kestabilan numerik antara skema Crank Nicolson dan skema Implisit. Kata kunci: Visualisasi 3 Dimensi, Aliran Panas, Homogen Material, Bi-Materials, Metode Elemen Hingga dan Crank Nicolson A. PENDAHULUAN Aliran panas merupakan fenomena transfer atau aliran energi, fenomena ini terjadi akibat berbedaan temperatur antara sistem dan lingkungan. Fenomena ini merupakan fenomena umum yang tiap saat terjadi di sekeliling kita. Beberapa fenomena yang lazim dijumpai adalah fenomena radiasi sinar matahari yang menembus atmosfer bumi, fenomena konveksi pada mantel bumi, besi yang dipanaskan, fenomena pendinginan air dan lain sebaginya. Pada bidang ilmu sains (science), ilmu rekayasa ( engineering) maupun ilmu terapan, fenomena ini sangat penting untuk dipelajari namun pada sisi yang lain sangatlah kompleks. Untuk memahami proses ini dibutuhkan berbagai pendekatan atau metode. Jika fenomena transfer panas dapat didefenisikan dalam bentuk persamaan diferensial parsial (PDP) maka salah satu metode yang dianggap 60
cukup representatif, memberikan hasil yang baik, mudah dan murah secara ekonomi adalah metode numerik. Pendekatan dengan menggunakan metode numerik untuk memecahkan berbagai masalah di bidang science dan engineering bukanlah merupakan hal yang baru. Metode ini berkembang seiring lahirnya teknologi komputer (super komputer dan paralel komputer) (Bathe, 1961). Pada penyelesaian kasus aliran panas metode numerik yang kerap kali digunakan adalah Metode Beda Hingga (FDM) (Brian, 1961 dan Raynaud dan Bransier, 1986), Metode Elemen Hingga (FEM) (Wilson dan Nickell, 1966 dan Goldak, dkk., 1984), Computational Fluid Dynamic (CFD) (Sorensen dan Voigt, 2003), Lattice Boltzmann Method (LBM) (Sheikholeslami, dkk., 2014) dan Discrete Element Method (DEM) (Fiveland, 1988). Dari beberapa metode numerik tersebut salah satu yang paling powerful adalah Metode Elemen Hingga. Hal ini disebabkan karena metode ini lebih mudah untuk mendesain domain-domain yang rumit atau kompleks (Alfat, 2016) serta mudah diextensi menjadi domain 3 dimensi (Alfat dan Purqon, 2017). Sama halnya seperti Metode Beda Hingga, saat menyelesaikan suatu persamaan diferensial parsial yang bergantung waktu, seperti; aliran panas, Metode Elemen Hingga juga memiliki beberapa skema diskritisasi waktu yang berbeda-beda yakni; Skema Implisit (Xu dan Amano, 2000), Skema Eksplisit (Voller, dkk., 2000) dan Skema Crank Nicolson (Weng, dkk., 2012). Menurut Weng, dkk (2012) menyatakan bahwa Skema Crank Nicolson memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan metode implisit. Di samping itu juga, metode ini memberikan hasil yang lebih stabil. Mendasari beberapa hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan aliran panas secara konduksi pada bahan material 3 dimensi menggunakan Metode Elemen Hingga berdasarkan Skema Crank Nicolson. Tulisan ini terdiri atas 5 bagian besar yaitu bagian 1 menjelaskan mengenai latar belakang penelitian ini. Pada bagian 2 akan menjelaskan mengenai Persamaan Umum aliran panas secara konduksi. Disamping itu juga, beberapa asumsiasumsi serta illustrasi dimensi domain yang digunakan akan diperkenalkan pada bagian ini. Bagian selanjutnya yakni Metode Penelitian, pada bagian ini akan menjelaskan metode numerik yang akan digunakan, skema diskritisasi waktu, physical properties material serta parameter-parameter komputasi lainnya. Bagian 4, Hasil dan Pembahasan, akan menampilkan hasil perhitungan secara numerik serta beberapa penjelasan mengenai hasil yang diperoleh. Sementara 61
itu, pada bagian akhir akan menampilkan kesimpulan serta penelitian lanjutan. PERSAMAAN UMUM Untuk mensimulasikan aliran panas secara konduksi pada domain 3D maka anggap bahwa x, z. Pada penelitian ini, bentuk domain yang digunakan yakni silinder 3D yang illustrasi gambar dapat dilihat sebagai berikut: Gambar 1. Illustrasi domain komputasi dengan dimensi; panjang l = 8, berdiameter d = 2 dan luas permukaan terpapar sumber panas R res = (2) (0.5). (Kanan) domain tampak samping, dan (Kiri) domain tampak depan Menurut Eckert dan Drake (1987) persamaan aliran panas secara konduksi dapat diungkapkan melalui persamaan diferensial parsial ( Partial Differential Equation-PDP) yakni sebagai berikut: T T T t DivT x, z x, z, t gx di T qx di n x, z,0 T x x, z 0 (1) Dengan DivT memenuhi: Div T 2 2 2 2 T T T T 2 2 2 x y z Dimana T adalah temperatur, t adalah waktu, adalah koefisien konduktivitas panas, n adalah vektor normal, dan T 0 adalah temperatur awal, serta Ω merepresentasikan komputasi domain yang digunakan. Sementara itu, untuk memudahkan perhitungan secara komputasi maka berikut (2) ini adalah asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian ini yakni sebagai berikut: Pada kondisi awal t = 0, temperatur bahan bernilai T = 25 yang seragam (homogen) di setiap titik atau posisi. 1. Sumber panas sebesar T res = 100 yang mengalir melalui salah satu permukaan atau kulit bahan (R res ) secara konduksi (lihat Gambar 1). 62
2. Tidak ada interaksi panas antara permukaan bahan dan lingkungan. Atau dapat dikatakan seluruh permukaan atau kulit bahan bersifat insuline sempurna kecuali permukaan R res. 3. Material yang digunakan diasumsikan sebagai material yang bersifat rigid atau padat. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat pori atau kerusakan terhadap material tersebut. Berdasarkan asumsi-asumsi di atas maka bentuk persamaan (1) dapat diubah menjadi persamaan berikut ini: Tt T x, z, t T n T 2 2 2 T T T 2 2 2 x y z 100 0 x, z,0 25 x, z x, z di R res di / R res (3) Pada persamaan (3), baris pertama merupakan persamaan aliran panas secara konduksi; baris kedua dan ketiga merupakan syarat batas ( boundary condition) dari persamaan baris pertama; sedangkan, baris keempat adalah syarat awal (initial condition). B. METODE PENELITIAN Secara garis besar, penelitian ini bertujuan mensimulasikan aliran panas secara konduksi dengan menggunakan Metode Elemen Hingga. Namun secara spesifik penelitian ini akan mensimulasikan aliran panas pada material dengan bahan penyusunnya homogen dan bi-materials. Seluruh variabel yang digunakan pada penelitian ini bersifat non-dimensional variabel, yang berarti variabel-variabel ini tidak mewakili material tertentu. Untuk memudahkan proses perhitungan berikut ini adalah tahapan perhitungan numerik. Skema Diskritisasi Waktu Crank Nicolson Misalkan T k x merupakan pendekatan dari fungsi T pada saat t kt dimana nilai k 1, 2, 3, dan interval waktu k t 0. Untuk memperoleh nilai T dari k1 T, penulis mengubah persamaan (3) menggunakan skema Crank Nicolson sehingga menjadi: k k1 T T 2 k 2 k1 T T, k 1, 2, 3, t 2 k t 2 k k 1 t 2 k 1 T T T T 2 2, 1, 2, 3, k (4) 63
Skema Diskritisasi Waktu Crank Nicolson Salah satu tahapan penting dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan menggunakan Metode Elemen Hingga yakni menentukan bentuk lemah (weak form) dari persamaan tersebut. Anggap bahwa fungsi uji untuk persamaan T (4) yaitu w V V T dengan 1 w pada maka : w H 0 diperoleh: k k 1 t k T wda T w da T w k t 1 T w da 2 2 Persamaan (5) ini merupakan bentuk lemah yang didasarkan oleh syarat batas dan syarat awal yang telah dijelaskan pada bagian Persamaan Umum. Physical Properties Material dan Parameter Komputasi Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa penelitian ini akan da D (5) mensimulasikan proses aliran panas secara konduksi pada material homogen dan bimaterials. Pada bagian ini, penulis akan memperkenalkan nilai koefisien konduktivitas panas ( ) untuk material homogen yakni sebesar het = 1, sedangkan untuk bi-materials memenuhi kondisi sebagai berikut: x, z 1 0.2 jika jika x 4 x 4 Kedua nilai di atas merupakan nilai pendekatan yang bertujuan untuk memudahkan proses perhitungan. Sementara itu, untuk parameter komputasi seperti lama waktu simulasi ( t) dan interval waktu ( t) masing-masing bernilai sebesar 300 dan 0.1. Simulasi aliran panas secara konduksi dilakukan dengan menggunakan software FreeFEM++ (Hecht, 2012) dan data hasil simulasi divisualisasikan menggunakan software ParaView dan gnuplot. Keseluruhan software yang digunakan merupakan software yang sifatnya Open- Source. Komputer yang digunakan yakni (6) Mac-mini dengan spesifikasi yaitu OS X El Capitan, Processor 2.3 GHz Intel Core i7, Memory 16 Gb 1600 MHz DDR3. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan ditunjukan hasil simulasi proses aliran panas secara konduksi dengan menggunakan Metode Elemen Hingga serta berdasarkan skema Crank Nicolson. Keseluruhan hasil simulasi akan ditampilkan melalui visualisasi 3D dan grafik perubahan temperatur untuk setiap perbedaan posisi serta grafik perubahan temperatur antara material homogen dan bi-materials. 64
Gambar 2. Grafik perbandingan perubahan temperatur rata-rata antara material homogen dan bi-materials Laju aliran panas yang terjadi pada material silinder homogen 3D dengan nilai koefisien konduktivitas panas het = 1 sangat cepat jika dibandingkan dengan bimaterials dengan nilai koefisien konduktivitas panas yang memenuhi persamaan (6), hal ini dapat dilihat melalui grafik pada Gambar 2. Pada bi-materials laju perubahan atau kenaikan temperatur tidak terlalu signifikan, rata-rata temperatur di setiap titiknya tidak mencapai T 80 hingga waktu mencapai t = 300. Sedangkan pada material homogen berbanding sebaliknya ( terbalik), rata-rata temperatur di setiap titiknya sudah mencapai T 100 pada saat t = 250. Gambar 3. Snapshot distribusi temperatur pada material homogen melalui visualisasi 3D pada waktu t = 100. (a) Material utuh, (b) irisan material secara asimetri s dan (c) irisan secara vertikal. 65
Gambar 4. Snapshot distribusi temperatur pada bi-materials melalui visualisasi 3D pada waktu t = 100. (a) Material utuh, (b) irisan material secara asimetris dan (c) irisan secara vertikal. Hasil penelitian ini juga menunjukan distribusi temperatur di setiap titik atau posisi pada waktu 0 t 300. Pada Gambar (3) dan (4) menunjukan hasil distribusi temperatur untuk material homogen dan bi-materials pada waktu t = 100. Pada kedua gambar ini walaupun memiliki kesamaan sumber panas yang sama T res = 100, namun menunjukan hasil yang berbeda, pada Gambar (3) distribusi temperatur sudah hampir mencapai T 100, sedangkan pada Gambar (4) menunjukan hal yang sangat berbeda. Pada Gambar (4), salah satu sisi silinder belum mengalami kenaikan temperatur atau masih berada pada temperatur awal T 0 25. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa fenomena ini disebabkan karena pada sekitar daerah tersebut ( 4 x 8) memiliki nilai koefisien konduktivitas panas yang kecil yakni sebesar = 0.2. Jika diamati lebih jauh lagi pada Gambar (4), ada hal yang menarik yang terjadi pada kasus bi-materials, terlihat bahwa temperatur pada daerah dengan nilai = 0.2 menghambat terjadinya peningkatan temperatur pada daerah perbatasan antara = 1 dan = 0.2. Hal ini karena temperatur daerah = 0.2 yang sebesar T 0 = 25 lebih mudah berdifusi ke daerah = 1. Sedangkan temperatur dari daerah = 1 sangat susah berdifusi ke daerah = 0.2. 66
(a) Gambar 5. Illustrasi perbandingan perubahan temperatur terhadap waktu di beberapa titik tertentu. (a) material homogen dan (b) bi-materials (b) Untuk melihat lebih spesifik aliran panas di beberapa titik pada material homogen dan bi-materials, peneliti menggunakan 3 titik pengamatan yang berbeda yakni titik A berada pada posisi (0.8,0,0) sedangkan untuk titik B dan C masing-masing berada pada titik (0.8,1.8,0) dan (7.2,0,0). Dari ketiga titik yang berbeda tersebut untuk material homogen dan bimaterials terlihat adanya perbedaan laju kenaikan temperatur. Pada material homogen, laju kenaikan temperatur tercepat yaitu pada titik A kemudian titik B dan C. Hal ini disebabkan karena pada titik A, posisinya terhadap sumber panas sangat dekat dibandingkan dengan B dan C. Hal menarik lain yang terjadi pada material homogen yakni pola perubahan temperatur pada titik C, terlihat adanya delay kenaikan temperatur hingga t 5, seperti yang ditampilkan pada Gambar 5(a). Sementara itu hampir mirip dengan material homogen, pola kenaikan temperatur di beberapa titik pada bi-materials berbeda-beda dengan trend temperatur yang meningkat. Terlihat juga bahwa titik A memiliki laju kenaikan yang sangat cepat dibandingkan dengan titik B dan C, hal ini dapat ditunjukan melalui Gambar 5(b). D. KESIMPULAN DAN PENELITIAN LANJUTAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diungkapkan di atas maka berikut ini adalah beberapa hal yang menjadi kesimpulan: 1. Investigasi numerik aliran panas secara konduksi pada domain 3D dengan menggunakan Metode Elemen Hingga dan berdasarkan Crank Nicolson telah berhasil dilaksanakan dengan sangat baik. 2. Ada pengaruh koefisien konduktivitas panas ( ) suatu material terhadap laju peningkatan temperatur suatu material 67
tersebut. Semakin besar nilai suatu material semakin cepat pula laju perambatan panas material tersebut dan begitu pula sebaliknya 3. Semakin dekat dengan sumber panas maka laju peningkatan temperatur akan semakin cepat. Namun pada saat tertentu, temperatur di setiap titik/posisi pada material tersebut akan mencapai kesetimbangan termal. Beberapa hal yang dapat dikembangkan melalui penelitian ini yakni menyelidiki pengaruh luas daerah masuknya aliran panas. Namun sebelum sampai ke tahapan tersebut, uji kestabilan antara skema Crank Nicolson dan skema Implisit yang didasarkan pada solusi analitik dapat dilakukan terlebih dahulu. DAFTAR PUSTAKA Alfat, S. (2016). A phase field model of crack propagation in thermoelasticity (Tesis). Alfat, S., & Purqon, A. (2017, July). Heat and Mass Transfer Model in Freeze- Dried Medium. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 877, No. 1, p. 012061). IOP Publishing. Bathe, K. J. (2007). Finite element method. Wiley encyclopedia of computer science and engineering, 1-12. Brian, P. L. T. (1961). A finite difference method of high order accuracy for the solution of three dimensional transient heat conduction problems. AIChE Journal, 7(3), 367-370. t Eckert, E. R. G., & Drake Jr, R. M. (1987). Analysis of heat and mass transfer. Fiveland, W. A. (1988). Three-dimensional radiative heat-transfer solutions by the discrete-ordinates method. Journal of Thermophysics and Heat Transfer, 2(4), 309-316. Goldak, J., Chakravarti, A., & Bibb M. (1984). A new finite element model for welding heat sources. Metallurgical transactions B, 15(2), 299-305. Hecht, F. (2012). New development in FreeFem++. Journal of numerical mathematics, 20(3-4), 251-266. Raynaud, M., & Bransier, J. (1986). A new finite-difference method for the nonlinear inverse heat conduction problem. Numerical Heat Transfer, Part A: Applications, 9(1), 27-42. Sheikholeslami, M., Gorji-Bandp M., & Ganji, D. D. (2014). Lattice Boltzmann method for MHD natural convection heat transfer using nanofluid. Powder Technolog 254, 82-93. Sørensen, D. N., & Voigt, L. K. (2003). Modelling flow and heat transfer around a seated human body by computational fluid dynamics. Building and environment, 38(6), 753-762. Voller, V. R., Mouchmov, A., & Cross, M. (2004). An explicit scheme for coupling temperature and concentration fields in solidification models. Applied Mathematical Modelling, 28(1), 79-94. Weng, Z., Feng, X., & Huang, P. (2012). A new mixed finite element method based on the Crank Nicolson scheme for the parabolic problems. Applied Mathematical Modelling, 36(10), 5068-5079. 68
Wilson, E. L., & Nickell, R. E. (1966). Application of the finite element method to heat conduction analysis. Nuclear engineering and design, 4(3), 276-286. Xu, C., & Amano, R. S. (2000). An implicit scheme for cascade flow and heat transfer analysis. Journal of turbomachiner 122(2), 294-300. 69