B A B P E N D A H U L U A N. tugas perkembangannya masing masing. Mulai dari masa prenatal sampai kepada

dokumen-dokumen yang mirip
B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. dari masa prenatal hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

LAMPIRAN 1 VERBATIM. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

INTIMACY KAUM GAY OLEH ANASTASIA DEWI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pada rentang usia tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Bab 1. Pendahuluan. remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tahap perkembangan tersebut adalah masa dewasa awal. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia harus melewati tahap-tahap perkembangan di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). akan terselenggara dengan baik melalui komunikasi interpersonal.

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Homoseksual berasal dari kata Yunani yaitu homo yang berarti sama.

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

I. PENDAHULUAN. kalangan remaja maupun dewasa tersebut. atau sesama pria.selain itu, seks antar sesama jenis tersebut sekarang bukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. awal membuat komitmen dengan orang lain atau menghadapi. kemungkinan rasa terisolasi dan keterpurukan pada kegiatan dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia dalam berbagai aspek menyebabkan mudahnya

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. menyalahi norma yang berlaku. Seolah menjadi suatu aib bagi mereka yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. keren ketimbang belanja di pasar tradisional. memenuhi kebutuhan hidupnya (Halim, 2008, h.129). Masyarakat

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

Transkripsi:

B A B P E N D A H U L U A N I I. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap rentang kehidupan seseorang akan selalu berhadapan dengan tugas tugas perkembangannya masing masing. Mulai dari masa prenatal sampai kepada masa akhir kehidupan. Havighrust (dalam Hurlock, 1999) mengatakan tugas-tugas yang berhasil dilakukan akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kepada arah keberhasilan pada tugas perkembangan selanjutnya, jika tidak berhasil menyelesaikan tugas perkembangan tersebut, orang tersebut kemungkinan akan mengalami perasaan tidak bahagia dan mengalami kesulitan dalam melakukan tugas perkembangan selanjutnya. Salah satu tugas perkembangan dewasa dini menurut Havighrust dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan mencakup untuk memilih pasangan atau memilih teman hidup. Pemilihan pasangan dapat dilakukan individu dewasa dini melalui hubungan pacaran. Melalui aktivitas berpacaran tersebut, individu dewasa dini dapat memilih pasangan, menemukan dan mendapatkan seseorang dari jenis kelamin yang berbeda yang disukai, dengan siapa seseorang merasakan kenyamanan dan keamanan, serta menentukan dengan siapa seseorang akan menikah (Duvall,1985). Aktivitas pacaran pada das arnya memiliki cirri-ciri yaitu adanya kegiatan, yang dilakukan dan dialami bersama, oleh dua orang lebih dari jenis kelamin yang berbeda. Secara umum, masingmasing individu memiliki peran tersendiri sebagai pria dan wanita. Pria akan 8

mengajak wanita pergi, dan segala pengeluaran akan ditanggung oleh pria, wanita harus diantarkan pulang dengan selamat. Saxton (dalam Bowman & Spanier, 1978) juga menyatakan pendapat yang sama mengenai pacaran yaitu sebuah istilah yang digunakan masyarakat yang berarti sebuah kejadian yang direncanakan, yang meliputi aktivitas yang dilakukan oleh dua orang dari jenis kelamin yang berbeda dam belum menikah. Pendapat Duvall serta Saxton tersebut memberikan batasan bahwa pacaran merupakan aktivitas yang terjadi hanya pada hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki jenis kelamin berbeda saja. Pria dapat membentuk hubungan pacaran hanya dengan seorang wanita. Pola pacaran pada dewasa dini menurut Duvall (1985) memberikan cara bagi seorang dewasa dini untuk berinteraksi dengan pasangan, belajar mengenai pasangan, dan membantu dewasa dini belajar mengenai apa yang disukai, diterima oleh pasangan. Masa dewasa dini merupakan waktu yang khusus untuk melakukan pacaran, karena pacaran akan dilakukan lebih sungguh-sungguh dalam hubungannya mencari pasangan hidup dan juga karena pada dewasa dini sudah mencapai kematangan seksual (Caroll, 2005). Pacaran tetap akan dilakukan oleh seseorang yang menunda-nunda perkawinan sampai menermukan pasangan hidup, meski sudah memasuki usia 30 40 tahun. Setelah kehilangan pasangan, melalui kematian ataupun perceraian, orang-orang pada umumnya berpacaran kembali dengan tujuan menemukan pasangan. Pacaran adalah sesuatu hal yang diharapkan oleh masyarakat, mengakibatkan dewasa dini melakukan hal yang sama, karena orang lain yang ada 9

disekitar lingkungan melakukan hal yang sama (Duvall, 1985). Masyarakat akan menganggap ada yang salah dengan seseorang yang tidak berpacaran. Pendapat berbeda dinyatakan oleh Savin-Williams dan Cohen (1996) bahwa membentuk dan mengembangkan hubungan pacaran sebagai sesuatu hal yang penting bagi dewasa dini dilakukan oleh semua orang tanpa memandang orientasi seksual seseorang. Orientasi seksual merupakan istilah yang mengarah kepada jenis kelamin, dimana seseorang merasakan ketertarikan secara emosional, fisik, seksual dan cinta (Caroll, 2005). Orientasi seksual terbagi tiga yaitu heteroseksual, ketertarikan kepada jenis kelamin yang berbeda, homoseksual, ketertarikan pada jenis kelamin yang sama, biseksual, ketertarikan kepada kedua jenis kelamin. Heteroseksual disebut juga dengan istilah straight, sedangkan pria homoseksual dikenal dengan istilah gay, dan wanita homoseksual disebut dengan istilah lesbian. Melalui pendapat Savin-Williams dan Cohen tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa gay dewasa dini juga melakukan aktivitas yang sama seperti kaum straight dalam memilih pasangan, yaitu membentuk hubungan pacaran. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Savin-Williams (dalam Savin-Williams & Cohen,1996) dan mendapatkan hasil bahwa gay dewasa dini juga membentuk hubungan pacaran. Pada wawancara awal yang dilakukan dengan Jonathan, gay berusia 28 tahun mengutarakan pengalamannya mengenai pacaran, mengatakan: aku pacaran sama dia uda 3 tahun lebih ya. Dia pacar ku yang kedua, yang pertama putus karna uda ga cocok aja.. 10

Menurut Silverstein, adanya pacaran pada gay akan membantu seorang gay dalam pencarian identitas diri sebagai seorang gay, dan membuat gay merasa lebih lengkap sebagai seorang gay (dalam Savin-Williams & Cohen, 1996). Gay yang memiliki pacar akan memiliki harga diri yang lebih tinggi, penerimaan diri yang lebih tinggi, dan akan lebih terbuka kepada lingkungan mengenai identitas diri sebagai seorang gay (Savin-Williams & Cohen, 1996). Aktivitas dalam pacaran yang dilakukan oleh pasangan gay tidak jauh berbeda dengan pacaran yang dilakukan oleh pasangan straight, yang membedakan hanyalah penerimaan lingkungan terhadap hubungan tersebut (Caroll,2005). Pacaran pada pasangan straight dapat ditunjukkan atau diberitahu pada lingkungan tanpa adanya rasa takut dan malu. Berbeda dengan pasangan gay, beberapa lingkungan masyarakat masih menolak keberadaan gay. Di Indonesia, secara formal ada stigma terhadap perilaku homoseksual yang mengharamkan hubungan sesama jenis (Oetomo, 2003). Masyarakat Indonesia secara umum masih berpijak pada budaya yang enggan menerima keberadaan homoseksual. Kondisi penerimaan lingkungan terhadap hubungan gay menjadikan pola pacaran pada gay adalah kegiatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Alasan ketakutan jika diketahui oleh lingkungan menjadi beban pacaran pada gay (Oetomo,2003). Jonathan mengutarakan perasaan takut yang dialaminya dalam menjalani hubungan pacaran dengan pasangannya, mengatakan: terkadang kurang seru juga kalau jalan sama dia. Harus sembunyi sembunyi kalau mau bermesraan. Paling di kamar. Di tempat umum, wau. Bahaya bos. Mana mungkin, ketahuan wah 11

Hasil observasi awal mengenai kegiatan pacaran yang dilakukan oleh Jonathan dengan pasangannya, mengirimkan pesan-pesan singkat melalui alat komunikasi dengan panggilan khusus kepada pasangan, pergi menonton bersama, makan bersama, melakukan kegiatan bersama, namun kemesraan terhadap pasangan ditunjukkan saat keduanya berada di tempat tertentu. Menurut Papalia (2004), pacaran adalah kegiatan bagi dewasa dini untuk menemukan intimacy. Levinger (dalam Masters, 1992) mengatakan intimacy adalah sebuah istilah yang mengarah pada sebuah proses yang terjadi pada 2 orang yang saling memahami, dimana keduanya akan berbagi berbagai hal dalam hal apapun, dalam perasaan, pemikiran dan tindakan sebebas mungkin. Menurut Berscheid dan Reis (dalam Mackey, 2000), intimacy dalam sebuah hubungan dapat membentuk ikatan nonverbal terhadap pasangan (melalui sentuhan, kontak mata, kedekatan fisik dan sebagainya), aktivitas seksual dalam hubungan dan membawa individu dalam kematangan psikologis. Erikson (dalam Papalia, 2004) mengatakan intimacy merupakan salah satu tugas perkembangan yang sangat penting bagi dewasa dini. Intimacy tersebut merupakan kelanjutan tugas perkembangan psikosial seseorang setelah berhasil mencapai pengertian mengenai identitas dirinya sendiri selama masa remaja. Orang-orang yang memasuki dewasa dini harus mampu mencapai kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain. Seseorang yang tidak memiliki keyakinan mengenai identitas dirinya sendiri kemungkinan akan berusaha untuk menjauhi intimacy dalam kehidupan 12

psikososialnya atau berusaha sekeras mungkin mencari intimacy tersebut melalui hubungan seks yang tidak memiliki arti (Feist & Feist, 2002). Hubungan pacaran sebagai usaha menemukan intimacy dengan pasangan yang terbentuk membutuhkan beberapa keahlian, seperti self-awareness, empati, kemampuan untuk mempertahankan komitmen dalam berhubungan, kemampuan dalam memutuskan sesuatu hal yang berhubungan dengan kegiatan seksual, menyelesaikan masalah dalam hubungan, dan kemampuan berkomunikasi secara emosional (Lambeth & Hallet dalam Papalia, 2004). Beberapa keahlian tersebut akan berpengaruh pada dewasa dini dalam mengambil keputusan untuk menikah atau tidak menikah, melanjutkan hubungan homoseksualitas (hubungan sesama jenis), atau memutuskan untuk hidup sendiri, memiliki anak atau tidak memiliki anak. Dewasa dini yang tidak berhasil melakukan tugas perkembangan psikosialnya, dalam menyatukan indetitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy akan mengalami isolasi. Isolation merupakan keadaan individu yang tidak memiliki kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy yang sebenarnya (Erikson dalam Feist&Feist, 2002). Menurut Harvey (dalam Papalia, 2004), dewasa dini mencapai intimacy dalam hubungannya dan mempertahankan intimacy tersebut melalui saling keterbukaan dengan pasangannya, saling menghormati pasangan, saling menerima satu sama lain, dan menghargai kebutuhan pasangannya. Lebih jelas Masters (1992) menyebutkan bahwa dalam pembentukan intimacy tersebut, intimacy memiliki beberapa komponen, yaitu memahami pasangan ( caring), 13

berbagi dengan pasangan ( sharing), mempercayai pasangan, memiliki komitmen dengan pasangan, jujur kepada pasangan, memiliki empati dan kelembutan. Erikson, menyatakan hasil dari intimacy adalah cinta yang sesungguhnya, terbentuknya hubungan saling setia kepada pasangan yang telah dipilih untuk menjalani kehidupan selanjutnya, dengan siapa seseorang akan menikah, memiliki anak dan menjalankan aktivitas kehidupan lainnya (dalam Papalia, 2004) Intimacy akan terus berkembang bersamaan dengan berkembangnya hubungan pacaran (Savin-Williams & Cohen, 1996). Memahami intimacy dalam setiap hubungan pacaran pada straight dan gay tidak terlepas dari perbedaan stereotip peran sosial mengenai sifat seorang pria dan wanita. Stereotip tersebut memberikan pengaruh pada pola intimacy pada hubungan pacaran gay (Masters, 1992). Menurut Bell dan Weinberg (dalam Masters, 1992), lingkungan sosial cenderung memandang pria ( straight ataupun gay) sebagai makhluk yang memiliki orientasi terhadap aktivitas seksual dalam berhubungan dengan pasangan intimnya. Berbeda dengan wanita ( straight ataupun lesbian) lebih berorientasi terhadap hubungan yang bersifat monogami. Hasilnya adalah pria akan cenderung berharap memiliki pasangan seksual yang banyak, sementara wanita akan mengharapkan intimacy dari hubungan yang monogami tersebut. Saat pria straight membentuk hubungan dengan wanita, pria cenderung melakukan sosialisasi terhadap wanita sehingga pria akan membentuk hubungan yang lebih bersifat monogami. Berbeda dengan gay, dalam hubungan pacaran pada gay, ada dua orang pria yang melakukan hubungan tersebut, sehingga banyak gay walaupun sudah menjalin hubungan pacaran, perilaku promiscuous tetap ada pada 14

gay. Promiscuous merupakan keadaan pada seseorang yang akan melakukan hubungan seks dengan siapa saja tanpa pertimbangan. Gay akan melakukan hubungan seksual dengan pria mana saja yang disukai. Bell danweinberg melakukan penelitian terhadap 574 gay dan menemukan hasil 60% dari jumlah gay tersebut mengaku memiliki pasangan seksual lebih dari 250 orang selama hidup mereka (dalam Knox, 1984). Lebih lanjut dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa 84% dari subjek penelitian tersebut mengaku memiliki pasangan seksual kurang lebih 50 orang dan 43% mengaku memiliki pasangan seksual kurang lebih 500 orang selama hidup mereka. Seksolog Naek L. Tobing menyatakan dalam tulisannya Perilaku Seksual dan AIDS, sebagian besar dari gay saat terikat dengan pasangannya, juga melakukan kontak seksual dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi misalnya di klub-klub gay, restoran sehingga kadang-kadang beberapa orang gay bahkan tidak mengingat dengan siapa melakukan kontak seksual (dalam #GAN,2006). Sejalan dengan pendapat tersebut, Zaky, gay berusia 24 tahun menyatakan jumlah pria yang pernah menjadi pasangannya dalam melakukan hubungan seksual: aku pernah iseng nge-list cowok yang pernah tidur sama ku, sampai sekarang yang aku ingat ada 42 orang cowok sejak pertama kali ml. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh survey yang dilakukan The Sex in America (dalam Miracle,2008) bahwa kaum homoseksual memiliki pasangan seks jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pasangan seks yang dimiliki kaum heteroseksual. Kaum gay memiliki jumlah pasangan 3 sampai 4 kali lebih banyak dari pria straight. Perilaku promiscuous tersebut menurut Miracle (2008) disebabkan karena gay cenderung mempelajari untuk memisahkan antara sex dan 15

intimacy, dan gay lebih memiliki keinginan melakukan hubungan sex dalam kehidupan mereka. Hal lainya disebabkan karena ijin pernikahan gay yang belum diakui sepenuhnya, sehingga kecil kemungkinan bagi gay untuk tinggal atau hidup bersama dalam jangka waktu yang lama. Perilaku promiscuous tersebut memberikan pengaruh terhadap intimacy yang ada pada hubungan pacaran gay. Pacaran gay tersebut memiliki intimacy yang sangat kurang (Geen, 1984), meskipun seorang gay akan tetap mengharapkan adanya intimacy dalam hubungan pacaran yang dilakukan, dan berharap pacaran tersebut bertahan lama (Savin -Williams & Cohen, 1996). Hal lainnya yang mempengaruhi intimacy dalam hubungan pacaran gay adalah susahnya menemukan pasangan atau pacar yang tepat (Geen, 1984). Gay lebih susah menemukan pacar dan mengembangkan hubungan seksualitas mereka, karena stigma mengenai gay dan tidak mudah menentukan pria mana yang memiliki potensi menjadi pasangan mereka (Caroll, 2005). Kaum gay melakukan beberapa hal untuk mengenali sesama gay yang mereka bisa temui dimana saja dengan beberapa cara (Miracle,2008). Beberapa gay mengkomunikasikan ketertarikan mereka melalui sebuah tanda yang disepakati bersama, berupa penggunaan benda atau tingkah laku tertentu. Misalnya melalui pakaian-pakaian tertentu, penggunaan cincin di bagian tertentu atau gaya rambut tertentu. JONATHAN mengutarakan pengalamannya dalam mengenali seorang gay yang bisa ditemuinya dimana saja :...gini, kita sendiri ada perasaan saat melihat seseorang. Dia tuh pasti melirik, senyum atau apalah. Dan dianya tahu kalau kita sama-sama sakit...istilahnya ada chemistry tertentu buat gay yang sama sekali tidak kenal saat berpapasan dimana aja. 16

Susahnya untuk menemukan pasangan tersebut berhubungan dengan jumlah gay yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pria straight yang ada (Miracle,2008). Pendapat tersebut benar adanya jika berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu diantaranya Kinsey (dalam Caroll,2005) menemukan 37% dari jumlah pria yang menjadi sampel dalam penelitian tersebut mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan pria lain dalam hidupnya, namun hanya 4% yang mengaku benar-benar adalah seorang gay. Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Seidmen,Rieder dan Whitam (dalam Caroll,2005) menemukan 2 10% dari jumlah pria yang ada adalah seorang gay. Hasil penelitian lainnya dijelaskan oleh Savin-Williams dan Cohen (1996), jik a orientasi seksual sebagai gay didefinisikan sebagai sebuah fantasy atau keinginan untuk melakukan hubungan seks dengan pria lain, jumlah gay yang ada 25 40%, jika didefinisikan sebagai pengalaman melakukan hubungan seks dengan pria, jumlah gay ada sekitar 5 10%, tetapi jika didefinisikan sebagai ketertarikan secara seksual, emosional dan fisik, maka jumlah gay diperkirakan hanya 1 4 %dari populasi yang ada. Pendapat lain yang disampaikan oleh Diamond (dalam Savin -Williams dan Cohen, 1996), di negara-negara seperti Denmark, Jepang, Belanda, Philipina dan Thailand, masingmasing negara memiliki jumlah gay berkisar 5 %. Oetomo (2003) memperkirakan jumlah gay yang ada di Indonesia adalah 1% dari jumlah populasi pria yang ada di Indonesia. Hasil observasi yang dilakukan di awal penelitian ini, peneliti menemukan salah satu komunitas gay di internet. Keanggotaan komunitas gay yang berada di Medan sampai bulan Juni 2008 berjumlah 600 orang, sementara 17

untuk keseluruhan di Indonesia sampai bulan Juni 2008 berjumlah kurang lebih 10.000 orang. Melalui komunitas tersebut, gay menggambarkan keinginan mereka untuk bergabung dalam komunitas tersebut, untuk mencari pasangan kasih atau pacar, pasangan seksual atau hanya berteman (www.manjam.com ). Intimacy yang dibutuhkan dalam hubungan pacaran gay adalah intimacy fisik, yaitu intimacy yang lebih terlihat melalui kedekatan fisik dengan pasangan. Hal ini disebabkan karena di dalam hubungan pacaran tersebut, ada dua orang pria yang melakukannya. Pria akan cenderung mengekspresikan intimacy melalui kedekatan fisik, yang disebut dengan intimacy fisik, sementara wanita yang dipandang lebih mampu melakukan self-disclosure cenderung lebih mampu mengekspresikan intimacy melalui kedekatan emosional, yang disebut sebagai intimacy emosional.. Gay tetap berusaha membentuk hubungan yang stabil seperti yang dilakukan oleh pasangan straight, yang sampai berlanjut kepada pernikahan (Savin -Williams & Cohen). Hubungan tersebut didasarkan juga kesetiaan terhadap pasangan dalam hal seksualitas dan intimacy emosional (Knox, 1984). Intimacy tersebut akan mempengaruhi pasangan gay untuk melanjutkan hubungan ke tahap pemilihan teman hidup, menikah dan merawat anak, seperti pengaruh intimacy yang terdapat dalam hubungan pacaraan pasangan straight. Melakukan keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana gay tersebut tinggal. Beberapa negara seperti Belanda, Belgia, Kanada dan beberapa negara bagian Amerika Serikat sudah melegalkan pernikahan sesama jenis, dan banyak dari pasangan ini merawat anak dengan cara 18

mengadopsi (Caroll,2005). Berbeda dengan kehidupan gay yang di Indonesia, belum ada undang-undang yang melegalkan hubungan pernikahan sesama jenis, walaupun perkembangan keberadaan gay di Indonesia sudah semakin meningkat, dimana hal tersebut berhubungan dengan berkembangnya teknologi, seperti komunikasi melalui sarana internet. Observasi yang dilakukan pada awal penelitian ini, peneliti menemukan beberapa sarana-sarana yang tersedia di internet yang memberikan jalan bagi gay untuk menemukan teman-teman gay di dunia ini. Melalui sarana chatting, mailing list, forum di internet, dimana seorang gay dapat memperlihatkan gambar dirinya dan menggambarkan dirinya, tertarik untuk membentuk jenis hubungan tertentu, misalnya hanya mencari teman biasa, atau mencari pasangan seksual saja, atau ingin mencari pacar dan pasangan hidup. Berdasarkan fenomena mengenai keberadaan kaum gay yang masih mengalami penolakan dari lingkungan, sementara seorang gay juga mengalami perkembangan diri, dari seorang remaja ke dewasa dini. Gay sama seperti manusia lainnya, dengan pemahaman, bahwa gay dewasa dini juga memiliki tugas perkembangan untuk mencari pasangan hidup melalui pacaran dan melalui pacaran tersebut memberikan jalan bagi dewasa dini untuk memenuhi tugas psikosial seorang dewasa dini, yaitu intimacy. Fenomena tersebut menjadi daya tarik bagi peneliti untuk melihat bagaimana intimacy yang ada di dalam hubungan pacaran gay dewasa dini. 19

II. PERTANYAAN PENELITIAN Tugas perkembangan dewasa dini dalam kehidupan psikososialnya adalah menadapatkan intimacy dan intimacy tersebut dapat ditemukan dalam hubungannya dengan pasangannya, dimulai dengan melakukan pacaran dimana tujuan utama berpacaran pada dewasa dini adalah menemukan pasangan. Menjalin hubungan intim adalah hal yang umum bagi semua orang, tanpa memandang orientasi seksualnya, baik untuk heterosesksual maupun homoseksual. Intimacy dalam berpacaran juga menjadi dasar bagi kaum gay dalam melakukan hubungan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai intimacy pada gay dewasa dini yang berpacaran untuk melihat bagaimana intimacy yang ada pada gay dewasa dini yang berpacaran. Dalam penelitian ini, beberapa hal yang menjadi pertanyaan penelitian adalah : 1. Bagaimanakah gambaran kehidupan seorang gay? 2. Bagaimanakah gambaran hubungan pacaran yang ada pada gay? 3. Komponen intimacy apa saja yang terdapat dalam hubungan pacaran pada gay? 4. Aspek intimacy apa saja yang terdapat dalam hubungan pacaran pada gay? 5. Bagaimana jenis gaya intimacy dalam hubungan pacaran yang ada pada gay? 20

III. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana intimacy yang terjadi dalam hubunngan pacaran pada gay. IV. MANFAAT PENELITIAN IV.A. Manfaat Teoritis Dengan penelitian ini diharapkan akan memberikan kajian ilmu dan pengetahuan dalam bidang psikologi secara umum, serta psikologi perkembangan secara khusus mengenai intimacy pada gay dewasa dini yang berpacaran, dimana intimacy adalah salah satu tugas perkembangan psikososial yang penting bagi dewasa dini, dan intimacy tersebut bisa didapatkan dalam berpacaran. IV.B. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pada: 1. Kaum gay sebagai populasi dari subjek penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran pada gay dalam memahami intimacy yang terdapat dalam hubungan pacaran yang mereka lakukan. 2. Masyarakat luas mengenai intimacy pada gay dewasa dini yang berpacaran. Kaum gay juga melakukan hal yang umum yang dilakukan oleh dewasa dini pada umumnya, yaitu dalam memiliki pasangan. 21

V. SISTEMATIKA PENULISAN Laporan penelitian ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut: a. Bab I. Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, pemaparan hal-hal yang menjadi alasan tertarik melakukan penelitian ini, dan berisi tentang perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. b. Bab II. Landasan Teori Bab ini memuat tinjaun teoritis yang menjadi acauan dalam pembahasan dan penjelasan mengenai intimacy, dewasa dini, gay, pacaran, intimacy pada gay dewasa dini yang berpacaran, serta paradigma. c. Bab III. Metedologi Penelitian Bab ini menjelaskan definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data, subjek penelitian, lokasi penelitian dan pengambilan sampel dan tehnik pengolahan data. d. Bab IV. Analisa Data dan Interpretasi Bab ini menjelaskan hasil penelitian, termasuk didalamnya gambaran umum subjek dalam penelitian, deskripsi data, dan interpretasi terhadap hasil wawancara. e. Bab V. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi serta saran yang terkait dari hasil penelitian. 22