BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Homoseksual berasal dari kata Yunani yaitu homo yang berarti sama.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Homoseksual berasal dari kata Yunani yaitu homo yang berarti sama."

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Homoseksual Pengertian Homoseksual berasal dari kata Yunani yaitu homo yang berarti sama. Homoseksual dapat digunakan sebagai kata sifat atau kata benda yang menggambarkan laki-laki atau wanita yang memiliki daya tarik seksual khusus untuk orang-orang yang berjenis kelamin sama dengan periode waktu yang signifikan (Masters,W.H,dkk. 1992). Homoseksual adalah ketertarikan seksual terhadap jenis kelamin yang sama (Feldmen, 1990, hal.359). Ketertarikan seksual ini yang dimaksud adalah orientasi seksual, yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku seksual dengan laki-laki atau perempuan (Nietzel dkk.,1998, hal.489). Homoseksualitas bukan hanya kontak seksual antara seseorang dengan orang lain dari jenis kelamin yang sama tetapi juga menyangkut individu yang memiliki kecenderungan psikologis, emosional, dan sosial terhadap seseorang dengan jenis kelamin yang sama (Kendall,1998) Hyde juga mendefinisikan homoseksual sebagai orang yang orientasi seksualnya mengarah kepada individu yang bergender sama dengan dirinya. Istilah homoseksual dapat digunakan baik untuk pria, yang lebih dikenal dengan istilah gay, ataupun wanita lebih dikenal dengan istilah lesbian (Hyde, 1990). 8

2 Penyebab homoseksual A. Pendekatan Biologis Penyebab homoseksual dalam pendekatan biologis dapat dikarenakan oleh faktor genetik, hormon, dan fisiologi sebagai berikut : - Genetik Franz Kallman (1952, dalam Carroll, 2010) merupakan pelopor penelitian yang berusaha menunjukkan komponen genetik pada homoseksual dengan melakukan penelitian terhadap kembar identik dan membandingkannya dengan kembar fraternal. Ia menemukan komponen genetik yang kuat pada homoseksual. Hammer dkk (1993, dalam Carroll, 2010) menemukan bahwa homoseksual pria cenderung memiliki saudara homoseksual dari bagian ibunya, dan dengan menelusuri jejak keberadaan gen homoseksual melalui garis keturuan ibu, menemukannya pada 33 orang dari 40 saudara laki-laki. Pattatucci (1998, dalam Carroll, 2010) berpendapat bahwa pria gay memiliki saudara laki-laki gay daripada saudara laki-laki lesbian, sementara para lesbian memiliki lebih banyak saudara perempuan lesbian daripada saudara laki-laki gay. Penelitian ini juga menemukan bukti bahwa gen gay ada pada kromosom X tetapi tidak menemukan gen lesbian. - Hormon Ellis, dkk (1988) berpendapat bahwa stress selama kehamilan dapat memicu pembentukan janin homoseksual. Banyak penelitian yang membandingkan tingkat androgen dalam darah pada homoseksual dewasa dengan pria heteroseksual, dan umumnya tidak menemukan perbedaan yang signifikan (Green, 1987). Dari lima studi yang membandingkan tingkat hormon pada lesbian dan wanita heteroseksual, tiga di antaranya tidak menemukan perbedaan tingkat testosteron, estrogen, atau hormon lain, sementara dua lainnya menemukan tingkat testosteron yang lebih

3 10 tinggi pada lesbian dan satu menemukan tingkat estrogen yang lebih rendah (Dancey, Christine.P,1994). - Fisiologi Dua artikel pada awal tahun 1990-an melaporkan penemuan perbedaan otak pada pria homoseksual dan heteroseksual (LeVay, 1991; Swaab & Hofman, 1990). Kedua studi ini memfokuskan pada hipotalamus, yang diketahui berperan penting pada dorongan seksual, dan menemukan bahwa daerah-daerah tertentu pada hipotalamus pria homoseksual berbeda (lebih besar maupun lebih kecil) dengan pria heteroseksual. Gallo (2000, dalam Caroll, 2010) juga menemukan perbedaan struktural pada hipotalamus dalam hubungannya dengan orientasi seksual. Melalui studi tentang panjang jari, Brown dan Williams (dalam Caroll, 2010) menemukan bahwa lesbian memiliki panjang jari yang lebih mirip jari pria secara umum jari telunjuk lebih pendek daripada jari manis -mendukung ide bahwa lesbian mungkin memiliki tingkat testosteron yang lebih tinggi daripada wanita heteroseksual pada awal kehidupannya. B. Pendekatan Psikologis Pendekatan psikologis yang menggambarkan terjadinya homoseksual berfokus pada pelatihan dan sejarah seseorang dalam menemukan asal homoseksual. Pendekatan psikologis melihat perkembangan perilaku homoseksual lebih sebagai produk dari dorongan sosial daripada bawaan lahir pada orang tertentu (Carroll, 2010).

4 11 - Freud dan Psikoanalitis Freud (1951 dalam Carroll, 2010) berpendapat bahwa bayi melihat segala sesuatu sebagai potensi seksual, dan karena pria dan wanita berpotensi tertarik pada bayi, kita semua pada dasarnya biseksual. Freud tidak melihat homoseksual sebagai suatu penyakit. Freud memandang heteroseksualitas pria sebagai hasil pendewasaan yang normal dan homoseksualitas pria sebagai akibat oedipus complex yang tidak terselesaikan. Kelekatan pada ibu yang intens ditambah dengan ayah yang jauh, dapat membawa anak laki-laki pada ketakutan akan balas dendam ayah melalui kastrasi. Setelah masa pubertas, anak berpindah dari ketertarikan pada ibu menjadi identifikasi ibu, dan mulai mencari objek cinta yang akan dicari oleh ibunya pria. Fiksasi pada penis dapat mengurangi ketakutan kastrasi pada pria, dan dengan menolak wanita, pria dapat menghindari perseteruan dengan ayahnya. Freud juga melihat homoseksual sebagai autoerotis yaitu pemunculan perasaan seksual tanpa adanya stimulus eksternal dan narcisistik yaitu mencintai tubuh yang dimilikinya, seseorang seperti bercinta pada bayangan dirinya. Namun, pandangan ini ditolak oleh psikoanalis lainnya yang muncul kemudian, terutama Sandor Rado (1949, dalam Caroll, 2010) yang mengatakan bahwa manusia tidak biseksual secara lahiriah dan homoseksualitas adalah keadaan psikopatologis penyakit mental. Pandangan inilah (bukan pandangan Freud) yang kemudian menjadi standar bagi profesi psikiater hingga tahun 1970-an. Beiber dkk (1962, dalam Carroll, 2010) mengemukakan bahwa semua anak lakilaki memiliki ketertarikan erotik yang normal terhadap wanita. Akan tetapi, beberapa anak laki-laki memiliki ibu posesif yang terlalu dekat dan juga terlalu intim serta menggoda secara seksual. Sebaliknya, ayah mereka tidak bersahabat atau absen.

5 12 Dan Triangulasi ini mendorong anak untuk berada di pihak ibu, yang menghambat perkembangan maskulin normalnya. Oleh karena itu, Beiber mengatakan bahwa ibu yang menggoda menimbulkan ketakutan akan heteroseksualitas pada diri anak. Wolff (1971, dalam Carroll, 2010) meneliti keluarga dari lebih dari 100 lesbian dan melaporkan bahwa sebagian besar memiliki ibu yang menolak atau dingin secara emosional dan ayah yang berjarak. Untuk lesbian, para teoritikus percaya bahwa kurangnya kasih sayang dari ibu menyebabkan anak perempuan mencari kasih sayang dari wanita lainnya (Carroll, 2010). - Ketidaknyamanan Peran Gender Secara umum ditemukan bahwa pria gay lebih bersifat feminin daripada pria heteroseksual, sementara lesbian lebih bersifat maskulin (Bailey et al, 1995; Pillard, 1991). Meskipun temuan ini berhubungan, yang berarti bahwa sifat cross gender dan kemunculan homoseksualitas di kemudian hari berhubungan, tetapi tidak memiliki hubungan sebab akibat. Green (1987) menemukan bahwa anak laki-laki yang feminim atau sissy boy memakai pakaian lawan jenis, tertarik pada busana wanita, bermain boneka, menghindari permainan kasar, berkeinginan menjadi perempuan, dan tidak ingin menjadi seperti ayahnya sejak kecil. Tiga per empat dari mereka tumbuh menjadi homoseksual atau biseksual, sedangkan hanya satu dari anak laki-laki maskulin yang tumbuh menjadi biseksual. Menurut Zucker (1990, dalam Green 1987) sissy boy tersebut juga cenderung dianianya, ditolak, dan diabaikan oleh teman sebayanya, lebih lemah daripada anak laki-laki lainnya, dan memiliki lebih banyak kasus psikopatologi.

6 13 - Interaksi Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan catatan bahwa dorongan seksual seseorang mulai berkembang pada masa remaja, Storm (1981, dalam Caroll, 2010) berpendapat bahwa orangorang yang tumbuh lebih cepat mulai tertarik secara seksual sebelum mereka mengalami kontak yang signifikan dengan lawan jenis. Karena pacaran biasanya dimulai pada usia sekitar 15 tahun, anak laki-laki yang dewasa pada usia 12 tahun masih bermain dan berinteraksi secara umum dengan kelompok dari jenis kelamin yang sama, sehingga kemungkinan perasaan erotis yang muncul berfokus pada anak laki-laki juga. Teori ini didukung oleh fakta bahwa homoseksual cenderung melaporkan kontak seksual yang lebih cepat dibandingkan heteroseksual. Selain itu, dorongan seksual pria biasa muncul lebih cepat daripada wanita. - Pendekatan Behavioural Teori behavioural tentang homoseksual menganggap bahwa perilaku homoseksual adalah perilaku yang dipelajari, diakibatkan perilaku homoseksual yang mendatangkan hadiah atau penguat yang menyenangkan atau pemberian hukuman atau penguat negatif terhadap perilaku heteroseksual. Sebagai contoh, seseorang bisa saja memiliki hubungan dengan sesama jenis menyenangkan, dan berpasangan dengan lawan jenis adalah hal yang menakutkan, dalam fantasinya, orang tersebut bisa saja berfokus pada hubungan sesama jenis, menguatkan kesenangannya dengan masturbasi. Bahkan pada masa dewasa, beberapa pria dan wanita bergerak menuju perilaku dan hubungan sesama jenis jika mereka mengalami hubungan heteroseksual yang buruk dan hubungan homoseksual yang menyenangkan (Masters & Johnson, 1979, dalam Carroll, 2010)

7 Tahap Perkembangan Menurut Erickson,1963 (dalam Feist G,J ) pada masa dewasa muda sekitar usia 19 sampai 30 tahun lebih banyak didominasi oleh pencapaian keintiman diawal tahapan. Keintiman adalah kemampuan untuk mencampurkan identitas seseorang dengan identitas orang lain tanpa takut kehilangan identitasnya sendiri. Lantaran keintiman hanya bisa diraih setelah individu membentuk ego yg stabil, godaan seksual yang sering ditemukan pada remaja muda bukanlah keintiman yang benar. Manusia yang tidak begitu pasti dengan identitas mereka bisa menunjukkan sikap pemalu dari keintiman psikososial atau mencari keintiman dengan penuh keputusasaan melalui hubungan seksual yang tidak bermakna. Kebanyakan aktivitas seksual selama masa remaja adalah ekspresi dari pencarian seseorang akan identitas dan pada dasarnya melayani diri sendiri. Genitalitas yang benar dapat berkembang hanya pada masa dewasa muda ketika dia dibedakan oleh kepercayaan mutualistik dan berbagi kepuasan seksual yang stabil dengan seseorang yang dicintai. Menurut Carl Gustav Jung, ( dalam Alwisol 2008 ) tahap pemuda ditandai dengan meningkatnya kegiatan, kematangan seksual dan tumbuhnya kesadaran bahwa masa kanak-kanak telah hilang. Pada tahap ini individu juga harus mampu membuat keputusan, mengatasi hambatan dan memperoleh kepuasan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.

8 Coming out Pengertian Proses perkembangan jati diri dikenal sebagai membuka diri atau dengan kata lain pengungkapan diri. Pengungkapan diri dikenal dengan istilah self disclosure. Menurut Papu (2002), self disclosure adalah pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi ini dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat dan cita-cita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Johnson (dalam Gainau, 2009), menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam membuka diri akan dapat mengungkapkan diri dengan tepat. Mereka terbukti mampu menyesuaikan diri, lebih percaya diri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, tertutup. Coming out merupakan suatu penegasan bahwa identitas seksual sebagai homoseksual seorang individu terhadap diri sendiri dan orang lain yang mengandung resiko berbahaya. Hal ini artinya adalah individu mau tidak mau harus siap menerima label dari orang lain yang menghina dirinya karena identitas seksual sebagai homoseksualnya dan dalam lingkup yang lebih luas, hidup dalam masyarakat yang memusuhi (Paul & Weinrich dalam Paul dkk, 1982).

9 Proses Coming out Vaughan (2007), seorang doktor di bidang psikologi konseling Universitas Akron, membuat sebuah review tentang model perkembangan coming out homoseksual yang paling terkenal dan paling berpengaruh yang pernah dibuat oleh Cass (1996), Coleman (1982), Lee (1977), McCarn&Fassinger (1996), Sophie (1986), dan Troiden (1989). Terdapat fokus terhadap proses pengalaman coming out pada tahapan-tahapan berikut ini (Vaughan, 2007): 1. Awareness Proses ini dimulai dengan kewaspadaan awal terhadap perasaan berbeda dari teman sebaya yang memiliki gender yang sama. Seringkali, ketertarikan seksual memegang peranan penting dalam perasaan yang berbeda ini. Mereka mulai untuk mengenali bahwa mereka tidak cocok dengan teman sebaya mereka. Mereka juga kurang cocok terhadap norma gender yang tradisional. Proses ini merupakan proses yang sangat membingungkan karena mereka memulai untuk mengalami level internal dan tekanan sosial yang tinggi untuk menyesuaikan dengan norma sosial. Resolusi untuk masalah ini muncul jika individu mempersiapkan kemungkinan menjadi gay atau lesbian. 2. Exploration Pada proses ini, homoseksual mengalami periode ketertarikan dan keterikatan dengan homoseksual lain. Seiring dengan toleransi dan keterbukaan yang semakin tinggi untuk menyelidiki seksualitas mereka, individu mulai untuk mencari lingkungan mereka dapat belajar dari kaum homoseksual lainnya tentang bagaimana artinya menjadi homoseksual.

10 17 Hal ini mencakup keikutsertaan dalam organisasi, acara, atau area sosial yang diasosiasikan dengan komunitas homoseksual. Resolusi dari proses ini terjadi jika individu menyimpulkan bahwa mereka adalah anggota dari komunitas homoseksual, mengadopsi identitas homoseksual, dan menetapkan hubungan pada komunitas homoseksual. 3. Acceptance Tahap ini merupakan tahap individu menolak identitas heteroseksual dan menginternalisasikan identitas sebagai homoseksual. Selain itu, penerimaan ini dihubungkan dengan kontak sosial yang lebih luas dengan homoseksual lainnya, menjalin pertemanan, dan mengejar kesempatan untuk terlibat dalam hubungan seksual atau romantis dengan individu yang memiliki gender yang sama. Resolusi dari periode ini muncul saat individu mencapai titik mereka dapat menerima dan mengapresiasi sepenuhnya identitas homoseksual mereka. 4. Commitment Pada proses ini, individu semakin hanyut dalam komunitas homoseksual. Akibatnya, individu seringkali menjadi aktivis sosial dan politik untuk memperjuangkan hak yang sederajat bagi mereka dan yang lainnya serta berusaha untuk mengubah stereotype yang negatif tentang homoseksual dalam masyarakat. Secara internal, komitmen ini diekspresikan melalui penerimaan penuh dan tidak terkondisi dari identitas homoseksual mereka. Resolusi dari periode ini adalah kenyamanan dan penerimaan diri yang diartikan sebagai perasaan bangga terhadap identitasnya. 5. Integration

11 18 Periode ini fokus pada pemerolehan kesesuaian maksimal antara pribadi dengan lingkungannya dimana individu secara aktif menggabungkan identitas pribadi dan sosial mereka dengan dan peran penting lainnya disertai dengan rasa hormat terhadap keluarga, pekerjaan, dan komunitas. Pada tahap ini, individu mengenali persamaan dengan heteroseksual dan bagaimana mereka berbeda dengan homoseksual yang lain, sehingga membuat mereka membuat keputusan yang akurat tentang siapa yang dapat mereka percaya untuk memberikan dukungan dan penguatan bagi identitas mereka. Individu siap untuk memberitahukan kepada siapapun bahwa ia homoseksual dan ia bercampur secara sosial dengan homoseksual dan heteroseksual yang ia merasa terbuka terhadap homoseksualitasnya Dampak-dampak Coming Out Menurut Coleman (dalam Paul dkk,1982) ada beberapa dampak coming out pada homoseksual, yang pertama adalah dampak positif bagi homoseksual yang dapat mencapai tahap coming out, yaitu mereka memiliki rasa percaya diri yang baik, dapat bersosialisasi dengan masyarakat tanpa memandang bahwa dirinya memiliki orientasi seksual yang berbeda, sehat secara psikologis, dalam arti mempunyai self-esteem yang lebih positif, serta berkurangnya gejala kecemasan dan berkurangnya depresi. Yang kedua adalah dampak negatif bagi homoseksual yang dapat mencapai tahap coming out yaitu dapat menghancurkan keluarga yang akan berdampak bagi kaum homoseksual itu sendiri, seperti dibuang oleh keluarga, tidak diakui oleh keluarga, dihina oleh masyarakat umum, dikucilkan baik oleh

12 19 teman maupun lingkungan sosial, dikeluarkan dari pekerjaan, atau tidak diterima bekerja dalam suatu perusahaan. Terdapat pula dampak positif bagi homoseksual yang tidak mencapai tahap coming out yaitu kaum homoseksual tersebut dapat menjalankan aktivitas seharihari tanpa ada rasa takut atau malu, tidak merasa dikucilkan oleh teman, keluarga, maupun masyarakat umum. Dan dampak negatif bagi homoseksual yang tidak mencapai tahap coming out yaitu tidak memiliki rasa percaya diri, tidak dapat bersosialisasi, dan selalu beranggapan bahwa dirinya adalah seorang yang memiliki kelainan sehingga tidak dapat menerima takdirnya, depresi, stress yang berkepanjangan, bunuh diri Faktor-faktor yang mendasari terjadinya coming out Ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya coming out, yaitu (Paul dkk,1982 ) : 1. Ingin berkembang menjadi individu yang berjiwa sehat dengan konsep diri positif 2. Ingin mengubah mitos dan stereotype yang ada di masyarakat mengenai homoseksual 3. Ingin memiliki rasa percaya diri yang baik 4. Ingin dapat bersosialisasi dalam masyarakat tanpa memandang bahwa dirinya memiliki orientasi seksual yang berbeda 5. Ingin mengurangi gejala-gejala kecemasan

13 Kerangka berpikir Hubungan emosional pria dan wanita Heteroseksual Homoseksual Penolakan masyarakat Coming out Gay Respon Kepuasan hidup Lesbian Bagan 2.1 kerangka berpikir

BAB II LANDASAN TEORI. biseksual (kedua jenis kelamin) (Kaplan, 1997).

BAB II LANDASAN TEORI. biseksual (kedua jenis kelamin) (Kaplan, 1997). BAB II LANDASAN TEORI II.A. Homoseksual II.A.1. Pengertian Homoseksual Orientasi seksual digambarkan sebagai objek impuls seksual sesesorang: heteroseksual (jenis kelamin berlawanan), homoseksual (jenis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data 4.1.A Validitas Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena menurut Azwar (1996), suatu item dikatakan valid apabila

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata homoseksual adalah hasil penggabungan bahasa. sapiens) dan bahasa latin sex yang berarti seks (Kinsey, 1948; Sell, 1987).

BAB II KAJIAN TEORI. Kata homoseksual adalah hasil penggabungan bahasa. sapiens) dan bahasa latin sex yang berarti seks (Kinsey, 1948; Sell, 1987). BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Homoseksual 2.1.1 Definisi Homoseksual Kata homoseksual adalah hasil penggabungan bahasa Yunani dan Latin dengan elemen pertama berasal dari bahasa Yunani homos, 'sama' (tidak terkait

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni lelaki yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni lelaki yang 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gay 2.1.1 Definisi Gay Sebutan gay seringkali digunakan untuk menyebut pria yang memiliki kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni lelaki yang mempunyai orientasi

Lebih terperinci

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain.

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain. B A B I I L A N D A S A N T E O RI I. INTIMACY I. A. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam (Caroll,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. Setiap individu, baik pria maupun wanita memiliki peran masing-masing serta mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa keseluruhan subyek yang sedang dalam rentang usia dewasa awal mengalami tahapan pembentukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. biseksual (kedua jenis kelamin) (Kaplan, 1997).

BAB II LANDASAN TEORI. biseksual (kedua jenis kelamin) (Kaplan, 1997). 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Homoseksual Orientasi seksual digambarkan sebagai objek impuls seksual sesesorang: heteroseksual (jenis kelamin berlawanan), homoseksual (jenis kelamin sama) atau biseksual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Formation. Marcia menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Formation. Marcia menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Formation 1. Pengertian Identity Formation Marcia (1993) menyatakan bahwa identity formation atau pembentukan identitas diri merupakan: Identity formation involves

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini masyarakat mulai menyadari akan adanya keberadaan kaum gay disekitar mereka. Data yang dilansir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar

Lebih terperinci

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis. BAB 2. SEKSUALITAS Apa itu Seks dan Gender? Sebelum kita melangkah ke apa itu seksualitas, pertanyaan mengenai apa itu Seks dan Gender serta istilah lain yang berkaitan dengan nya sering sekali muncul.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya

BAB 1 PENDAHULUAN. Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya sama dan dari bahasa Latin yaitu sex yang artinya jenis kelamin. Homoseksual biasanya dikonotasikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anxiety 2.1.1 Definisi Anxiety atau kecemasan adalah emosi spesifik yang terkarakterisasi dari timbulnya kewaspadaan yang tinggi, negatif valensi, ketidakpastian, dan rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia orientasi seksual yang umum dan diakui oleh masyarakat kebanyakan adalah heteroseksual. Namun tidak dapat dipungkiri ada sebagian kecil dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat pederitanya merasa bahwa identitas gendernya (sebagai laki-laki atau perempuan) tidak sesuai dengan anatomi biologisnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial sekaligus menarik untuk didiskusikan. Di Indonesia sendiri, homoseksualitas sudah meranah

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends Bab 4 Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan analisis data yang penulis lakukan pada bab analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends merupakan

Lebih terperinci

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

tersisih , mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap BABI PENDAHUL UAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, masyarakat di Indonesia mengenal adanya 3 Jems orientasi seksual. Ketiga orientasi tersebut adalah heteroseksual, homoseksual dan biseksual.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orientasi seksual yang dikenal dan diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya hanya ada satu jenis saja, yakni heteroseksual atau pasangan yang terdiri dari dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia tersebut tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu 63 BAB V PENUTUP 5.1. Pembahasan Identitas seksual adalah apa yang orang katakan mengenai kita berkaitan dengan perilaku atau orientasi seksual kita, kita benarkan dan percaya sebagai diri kita. Jika seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Diajukan oleh : ANDRI SUCI LESTARININGRUM F 100

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Manusia dalam Pandangan Carl G. Jung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditariklah suatu kesimpulan yaitu : 5.1.1 Indikator kepuasan Seksual Subyek A, B dan C menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi sesama manusia. Manusia membutuhkan manusia lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan lahir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kalangan remaja maupun dewasa tersebut. atau sesama pria.selain itu, seks antar sesama jenis tersebut sekarang bukan

I. PENDAHULUAN. kalangan remaja maupun dewasa tersebut. atau sesama pria.selain itu, seks antar sesama jenis tersebut sekarang bukan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa pemilihan yang akan menentukan masa depan seseorang. Tidak sedikit dari remaja sekarang yang terjerumus dalam berbagai permasalahan.tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan.

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan. Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Psikologi Transgender Pada Tokoh Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan ringkasan dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : 5.1.1. Indikator Identitas Diri Menurut subjek SN dan GD memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seksualitas merupakan salah satu topik yang bersifat sensitif dan kompleks. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik sama dan tidak menyukai orang yang memiliki karakteristik berbeda dengan mereka (Baron, Byrne

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan dan memudahkan dalam melakukan penelitian. Berikut ini adalah. tabel penelitian terdahulu yang penulis gunakan:

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan dan memudahkan dalam melakukan penelitian. Berikut ini adalah. tabel penelitian terdahulu yang penulis gunakan: 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan memudahkan dalam melakukan penelitian. Berikut ini adalah tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap

Bab 1. Pendahuluan. remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setiap individu tentunya akan mengalami pertambahan usia. Pertambahan usia setiap individu itu akan terbagi menjadi masa kanak kanak kemudian masa remaja dan yang terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja atau dikenal dengan istilah adolescene adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 174 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan analisis data yang dilakukan mengenai selfesteem dua wanita dewasa muda yan pernah melakukan hubungan seksual pranikah di Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian Pengambilan Keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian Pengambilan Keputusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian Pengambilan Keputusan Menurut Desmita (2010) Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk perbuatan berfikir dan hasil suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh Indonesia, antara lain dengan adanya Peraturan Menteri Sosial No.8 / 2012 yang memasukan kelompok

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 14 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini membahas landasan teori religiusitas Homoseksual di Surabaya meliputi : A. Religiusitas Homoseksual 1. Pengertian Religiusitas dan agama a. Definisi Religiusitas Secara

Lebih terperinci

Freud s Psychoanalytic Theories

Freud s Psychoanalytic Theories Modul ke: 02Fakultas Erna PSIKOLOGI Freud s Psychoanalytic Theories Multahada, S.HI., S.Psi., M.Si Program Studi Psikologi Freud (1856-1939) Pendekatan Dinamis Dinamakan juga : Energi psikis, energi dorongan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun keluarga melalui pernikahan lalu memiliki keturunan dan terkait dengan kecenderungan seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual atau sering dikenal dengan orientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjenis kelamin wanita disebut lesbian, dan homoseksual yang berjenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. berjenis kelamin wanita disebut lesbian, dan homoseksual yang berjenis kelamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual dan romantik terhadap orang yang memiliki jenis kelamin yang sama. Homoseksual yang berjenis

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari ketiga subyek, mereka memiliki persamaan dan perbedaan dalam setiap aspek yang diteliti. Khususnya dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.1 Interaksi Dengan Anggota Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

Keseimbangan Seks & Seksualitas,KDK/KDM- Sal

Keseimbangan Seks & Seksualitas,KDK/KDM- Sal KESEIMBANGAN SEKS & SEKSUALITAS S A L B I A H, S K p Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian & Definisi Operasional. (2010), variabel adalah konstrak yang diukur

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian & Definisi Operasional. (2010), variabel adalah konstrak yang diukur BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian & Definisi Operasional Menurut Sangadji (2010), variabel adalah konstrak yang diukur dengan berbagai macam nilai untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun yang dapat memilih oleh siapa dan menjadi apa ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit terang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

Carl Jung. Analytical Psychology. Asumsi

Carl Jung. Analytical Psychology. Asumsi Carl Jung Analytical Psychology Asumsi Fenomena yang berhubungan dengan kekuatan gaib atau magis (Occult) yang diturunkan oleh leluhur bisa dan memang berpengaruh pada kehidupan manusia Manusai bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

Lebih terperinci

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE Dalam bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini dan selanjutnya teori yang telah diuraikan digunakan sebagai acuan pada penulisan

Lebih terperinci

PERAN KOMUNIKASI SEKSUAL ORANGTUA-ANAK TERHADAP GANGGUAN IDENTITAS GENDER

PERAN KOMUNIKASI SEKSUAL ORANGTUA-ANAK TERHADAP GANGGUAN IDENTITAS GENDER PERAN KOMUNIKASI SEKSUAL ORANGTUA-ANAK TERHADAP GANGGUAN IDENTITAS GENDER SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Diajukan oleh : MUNIFAH F 100 040 091 Kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya. Kehidupan waria sama dengan manusia lainnya. Selaras dengan kodrat manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Homoseksualitas 1. Definisi Homoseksualitas Para ahli behaviorisme tidak membuat persetujuan bersama mengenai arti homoseksualtas. Segala usaha untuk memperoleh definisi yang pasti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keren ketimbang belanja di pasar tradisional. memenuhi kebutuhan hidupnya (Halim, 2008, h.129). Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. keren ketimbang belanja di pasar tradisional. memenuhi kebutuhan hidupnya (Halim, 2008, h.129). Masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, pertumbuhan ekonomi di Indonesia ini merupakan salah satu yang paling pesat. Karena banyaknya mal-mal, apartemen maupun gedung-gedung

Lebih terperinci