PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
D A F T A R I S I DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL. DAFTAR GRAFIK.. iii DAFTAR DIAGRAM PIE... KATA PENGANTAR.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2012

Penyakit Endemis di Kalbar

JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN KABUPATEN / WILAYAH RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK KOTA

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

TABEL 2 JUMLAH PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN

RESUME PROFIL KESEHATAN KOTA PADANG TAHUN 2011

PROFIL DINAS KESEHATAN

DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO JLN. R. A BASOENI NO. 4 SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO TELP. (0321) , FAX. (0321)

RESUME PROFIL KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN BANGLI TAHUN 2014

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

KATA PENGANTAR. Profil Kesehatan Kota Pekalongan Tahun 2013

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2013

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN

TABEL PROFIL KESEHATAN KOTA PANGKAL PINANG TAHUN 2013

PROFIL KESEHATAN TAHUN 2012 Edisi 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

PROFIL KESEHATAN PROVINSI MALUKU UTARA

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK...

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2013

DAFTAR ISI. Sambutan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Hari... Daftar isi... Daftar tabel... Daftar Grafik... Daftar Bagan... Daftar Lampiran...

JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 JUMLAH KELAHIRAN

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SIAK TAHUN 2014

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN BARITO SELATAN TAHUN 2013 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BARITO SELATAN

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

Malang, April 2015 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MALANG. dr. ABDURRACHMAN, M.Kes. Pembina Tk I NIP

KATA PENGANTAR. Tulungagung, Juni 2014 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN ii -

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN/KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2011

PENANGGUNG JAWAB : dr. DEVIE C. BITJOLI, M.Si

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

RESUME PROFIL KESEHATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN ANGKA/NILAI L P L + P Satuan A. GAMBARAN UMUM 2

UPT SURVEILANS, DATA DAN INFORMASI DINAS KESEHATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGAH

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SERUYAN TAHUN 2012

KATA PENGANTAR. Dalam rangka penyediaan data atau informasi kesehatan, kualitas

dr. ZULMAN ZURI AMRAN Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu

DAFTAR TABEL TAR TABEL

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

KATA PENGANTAR. Kolaka, Maret 2012 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka, dr. Hj. Rosmawati NIP Pembina Tk. I Gol.

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DEPOK TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

KATA PENGANTAR. Tulungagung, Juni 2015 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB 1 : PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang agar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

PROFIL KESEHATAN KOTA SUBULUSSALAM TAHUN 2013

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

PROFIL KESEHATAN PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

BAB IV SITUASI DERAJAT KESEHATAN KOTA BOGOR

BAB IV SITUASI DERAJAT KESEHATAN KOTA BOGOR

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

RESUME PROFIL KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 0 TAHUN 0

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BARITO SELATAN

Transkripsi:

PROFIL KESEHATAN

BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu kebutuhan pokok dan juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas sumber daya manusia. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 3 (tiga) menyatakan bahwa upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakatyang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis.oleh karena itu, mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk mewujudkan pembangunan kesehatan bagi masyarakat maka diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif)yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dalam tatanan desentralisasi atau otonomi daerah di bidang kesehatan, kualitas dari Sistem Informasi Kesehatan Regional dan Nasional sangat ditentukan oleh kualitas dari Sistem-Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota. Sistem Informasi Kesehatan adalah tulang punggung bagi pelaksanaan pembangunan daerah berwawasan kesehatan di Kabupaten atau dengan kata lain Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten dapat memberikan arah dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan di Kabupaten berdasarkan fakta (Evidence Based Decision Making). Salah satu produk dari Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten adalah Profil Kesehatan Tahunan yang diharapkan akan terbit secara berkala guna menyediakan data, informasi yang bermanfaat bagi para pengambil keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil kegiatan secara transparan, efisien dan efektif. Salah satu upaya untuk mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten adalah mengembangkan pengemasan data dan informasi dalam bentuk Profil Kesehatan, baik ditingkat Nasional (Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota). Profil Kesehatan bertujuan mendeskripsikan keadaan pembangunan kesehatan suatu wilayah kerja dengan menyajikan data dan informasi kesehatan yang akurat dalam kurun waktu tertentu serta mengevaluasinya berdasarkan ketentuan teknis yang berlaku. Diharapkan dengan adanya dokumen Profil Kesehatan maka didapatkan gambaran tentang pencapaian hasil-hasil kegiatan selama satu tahun. Tentunya diharapkan data yang terkumpul adalah data yang cukup akurat sehingga dengan demikian keputusan yang diambil berdasarkan data tersebut, adalah keputusan yang terbaik bagi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Selain itu diharapkan pula dengan tersusunnya Profil Kesehatan ini maka Indikator Standar Pelayanan Minimal dan Indikator Indonesia Sehat 2010 dapat terukur secara kuantitatif. Berdasarkan data tersebut maka dapat dilakukan beberapa analisa seperti analisa deskriptif, komparatif, kecenderungan serta analisa sebab akibat. Beberapa faktor determinannya adalah faktor pemberi pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat dan lingkungan.\ 1

1.2 Tujuan Profil Kesehatan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk Mengetahui Gambaran Kondisi Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016. 1.2.2 Tujuan Khusus a. Diperolehnya data tentang kondisi umum Kabupaten, demografi, lingkungan, perilaku masyarakat, serta sosial ekonomi. b. Diperolehnya data dan gambaran tentang situasi derajat kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah. c. Diketahuinya analisa dari faktor-faktor determinan yangmempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. d. Dapat dilakukan pengambilan keputusan dan kebijakan bidangkesehatan berdasar data dan fakta (evidence based decision making). 1.3 Ruang Lingkup 1.3.1 Jenis Data/Informasi Data yang dikumpulkan untuk penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah adalah : a. Data Umum meliputi data geografis, dan sosio-demografi. b. Data derajat kesehatan meliputi data kematian, data kesakitan, dan data status gizi. c. Data Kesehatan Lingkungan, meliputi data air bersih, rumah sehat, dan data tempat-tempat umum. d. Data pelayanan kesehatan, antara lain pemanfaatan Rumah Sakit, pemanfaatan Puskesmas, data pelayanan kesehatan ibu dan anak, data pemberantasan penyakit, data pelayanan kesehatan masyarakat miskin, dan data pelayanan kesehatan lainnya. e. Data sumber daya kesehatan yaitu meliputi data sarana kesehatan, data tenaga kesehatan, data obat dan perbekalan kesehatan, serta data pembiayaan kesehatan. f. Data lainnya. 1.3.2 Sumber Data Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 ini telah didukung oleh berbagai sumber data data antara lain : a. Laporan bulanan/sp2tp Puskesmas se-kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 b. Laporan Tahunan Kegiatan Puskesmas Tahun 2016 c. Produk Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah berjudul Tapanuli Tengah Dalam Angka Tahun 2016 d. Data dari berbagai sektor/instansi terkait di Kabupaten Tapanuli Tengah, seperti RSUD Pandan, DinasKependudukan Catatan Sipil,Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Dinas Pendidikan, dll. 1.3.3 Periode Data Periode data yang disajikan dalam Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 adalah periode Januari sampai dengan Desember tahun 2016. Dengan demikian Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 berisi data/informasi tahun 2016. 2

Untuk lebih memudahkan dalam memahami Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 ini, maka sistematika penyajiannya adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan disusunnya Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah. Dalam bab ini juga diuraikan secara ringkas isi dari Profil dan Sistimatika Penyajian (berupa uraian ringkas bab demi bab secara berurutan). BAB II : GAMBARAN UMUM Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kabupaten Tapanuli Tengah yang meliputi lokasi dan kondisi geografis, administratif, kependudukan, pendidikan, ekonomi dan sosial budaya. BAB III : DERAJAT KESEHATAN Bab ini berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan dan angka status gizi masyarakat. BAB IV : UPAYA KESEHATAN Bab ini menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. BAB V : SUMBER DAYA KESEHATAN Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya. BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang disajikan dalam bab ini mencakup kesimpulan tentang pencapaian status kesehatan di Kabupaten Tapanuli Tengah dan hal-hal yang dianggap masih kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan. LAMPIRAN : Lampiran ini berisi resume/angka pencapaian Kabupaten dan 81 tabel data yang merupakan gabungan tabel Indikator Kabupaten Sehat dan Indikator Pencapaian Kinerja Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan. 3

BAB II GAMABARAN UMUM 2.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara, terletak di bagian selatan dari Kota Medan (Ibukota Propinsi) dan berlokasi di pantai barat wilayah Provinsi Sumatera Utara. Secara Geografis terletak pada 1 11 00-2 22 00 Lintang Utara dan 98 07-98 12 Bujur Timur. Wilayahnya berada pada 0-1.266 m di atas permukaan laut, dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Nias dan secara fisik dengan Samudera Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 6.194,98 km² dengan perincian luas daratan sebesar 2.230,62km² dan luas lautan sebesar 4.049,37 km². Secara administratif, Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2016 terdiri dari 20 Kecamatan, yang terdiri dari 215 desa/kelurahan. Berdasarkan luas daerah menurut Kecamatan, luas daerah terbesar adalah Kecamatan Kolang dengan luas 436,29 km² (19,60%), diikuti Kecamatan Sibabangun dengan luas 284,64 km² (12,76 %) kemudian diikuti Kecamatan Tukka dengan luas 150,92 km² (6,76%). Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kecamatan Barus dengan luas 21,81 km² (0,97%) dari total luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Kabupaten Tapanuli Tengah terdiri dari daerah pegunungan dan pesisir laut. Tabel 2.1 Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah No Kecamatan Luas Wilayah (Km2) % Terhadap Luas Total 1 2 3 4 1 Sukabangun 49,37 2,21 2 Sibabangun 284,64 12,76 3 Pinangsori 78,32 3,51 4 Badiri 129,49 5,81 5 Pandan 34,31 1,54 6 Tukka 150,92 6,77 7 Sarudik 25,92 1,16 8 Tapian Nauli 83,01 3,72 9 Sitahuis 50,52 2,26 10 Kolang 436,29 19,56 4

Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah No Kecamatan Luas Wilayah (Km2) % Terhadap Luas Total 11 Sorkam 116,25 5,21 12 Sorkam Barat 44,58 2,00 13 Pasaribu Tobing 103,36 4,63 14 Sosorgadong 143,14 6,42 15 Barus 21,81 0,98 16 Andam Dewi 122,42 5,49 17 Sirandorung 87,72 3,93 18 Manduamas 99,55 4,46 19 Lumut 105,98 4,75 20 Barus Utara 63,02 2,83 2.230,62 100,00 (KAB/KOTA) Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah 2.2 Kependudukan Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada tahun 2016 Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 356.918 jiwa yang sebagian besar tinggal di daerah tertinggal dan penyebarannya tidak merata di setiap Kecamatan. Komposisi penduduk yaitu terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebanyak 179.194 jiwa (50,20%) dan jumlah penduduk perempuan yaitu 177.724 jiwa (49,80%). Sedangkan bila ditinjau dari tingkat kepadatannya, maka kepadatan penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2016 adalah 162 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terbesar yaitu 1509 jiwa/km2 terdapat di Kecamatan Pandan dan kepadatan terkecil yaitu 44 jiwa/km2 terdapat di Kecamatan Kolang. 2.2.1. Komposisi Kependudukan Dari data penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2016 menurut kelompok umur, terlihat bahwa kelompok umur 15-44 (Dewasa) merupakan komposisi tertinggi yaitu 153.077 jiwa (42,9%) dan yang terkecil adalah kelompok umur 65 tahun sebanyak 13.290 jiwa (3,72%). Lebih jelas mengenai komposisi kelompok umur penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Tabel berikut. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) yaitu sebesar 70%. Daftar komposisi penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah menurut usia dapat dilihat pada daftar lampiran tabel 2. 5

Tabel 2.2 Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2016 No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan Rasio Jenis Kelamin 1 2 3 4 5 6 1 0-4 22.973 21.981 44.954 104,51 2 5-9 23.834 22.526 46.360 105,81 3 10-14 21.265 20.738 42.003 102,54 4 15-19 18.976 17.135 36.111 110,74 5 20-24 14.423 12.582 27.005 114,63 6 25-29 12.412 11.928 24.340 104,06 7 30-34 11.987 11.527 23.514 103,99 8 35-39 11.178 10.912 22.090 102,44 9 40-44 9.810 10.207 20.017 96,11 10 45-49 8.933 9.304 18.237 96,01 11 50-54 7.547 8.406 15.953 89,78 12 55-59 6.115 6.952 13.067 87,96 13 60-64 4.603 5.374 9.977 85,65 14 65-69 2.529 3.386 5.915 74,69 15 70-74 1.392 2.238 3.630 62,20 16 75+ 1.217 2.528 3.745 48,14 179.194 177.724 356.918 100.83 ANGKA BEBAN TANGGUNGAN (DEPENDENCY RATIO) Sumber : Badan Pusat Statistik 70 2.2.2. Sex Ratio Sex ratio adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan jenis kelamin. Ratio ini merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dan perempuan di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Pada Tahun 2015 berdasarkan tabel diatas sex ratio penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu 1,008 yang artinya penduduk laki-laki lebih banyak 1,008 kali dibanding jumlah penduduk perempuan. Pada tahun 2016 berdasarkan tabel di atas sex ratio penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu 1,0083. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perbandingan sex ratio data tahun 2016 lebih besar dibandingkan sex ratio tahun 2015. 6

2.2.3. Rata-rata Anggota Rumah Tangga Rata-rata anggota rumah tangga merupakan indikator untuk menunjukkan rata-rata muatan suatu rumah tangga. Angka ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengklasifikasian keluarga berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota keluarga. Angka ini diperoleh dengan membandingkan jumlah penduduk dengan banyaknya rumah tangga. Pada tahun 2016, rata-rata banyaknya anggota keluarga di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 4,66 (relatif sama dengan tahun dengan tahun 2015 sebesar 4,67). Pada tahun ini rata-rata banyaknya anggota rumah tangga di setiap kecamatan adalah homogen/sama. Tidak terdapat perbedaan di tiap kecamatan. Angka tersebut dapat menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk membentuk sebuah keluarga sesuai dengan program pembangunan yaitu keluarga kecil, bahagia dan sejahtera masih ada, dan diharapkan dapat meningkat pada tahun yang akan datang. Selain itu arus mobilitas yang semakin tinggi menyebabkan banyak penduduk yang bermigrasi ke luar daerah. 2.3. SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA 2.3.1. Agama dan Suku Bangsa Masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis antara lain etnis Batak, Melayu, Minangkabau, Jawa, Bugis, Aceh dan pembauran dari sukusuku bangsa lain sebagai pendatang. Kehidupan etnis yang ada berjalan cukup baik dan harmonis serta memiliki rasa kekeluargaan yang cukup tinggi. Hal ini didukung kegiatan sosial dan adat istiadat di kalangan masyarakat serta didorong rasa kebersamaaan. Kegiatan sosial budaya masyarakat (adat istiadat) di Kabupaten Tapanuli Tengah dipengaruhi oleh jumlah etnis yang ada dan agama. Dalam menjalankan kehidupan antar suku dan agama di Kabupaten Tapanuli Tengah cukup baik, bertoleransi, kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan masyarakat yang sudah sangat membudaya. Kegiatan tersebut dilaksanakan penduduk sehari-hari baik untuk dipertahankan dan dilestarikan maupun dikembangkan. Dari Data BPS Kabupaten Tapanuli Tengah, terlihat bahwa sensus tahun 2010, komposisi penduduk tertinggi menurut Agama yang dianut di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah agama Kristen 45,39%, diikuti oleh agama Islam sebesar 42,79% dan agama Katolik sebesar 11,64%. Sedangkan agama lainnya (Hindu, Budha dan lainnya) hanya sebesar kecil dari 0,19%. 2.3.2. Pendidikan Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang sering ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing factor) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat. Persentase penduduk yang tidak/belum menamatkan sekolah dasar (SD/MI) tiap kecamatan menunjukkan angka 0,16%. Sedangkan persentase penduduk dengan jenjang pendidikan tertinggi adalah master/doktor sebanyak 3,88%. 7

Tabel 2.3 Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Status Pendidikan dan Jenis Kelamin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 No. Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Penduduk berumur 10 tahun ke atas 132.387 133.217 265.604 2 3 Penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan: 131.262 130.792 262.054 a. Tidak memiliki ijazah SD 371 67 437 b. SD/MI 33.269 37.487 70.756 c. SMP/ MTS 45.859 41.111 86.970 d. SMA/ MA 20.149 19.983 40.132 e. Sekolah Menengah Kejuruan 20.123 22.434 42.557 f. Diploma I/Diploma II 6.090 4.196 10.286 g. Akademi/Diploma III 755 959 1.714 h. Universitas/Diploma IV 847 2.025 2.872 i. S2/S3 (MASTER/DOKTOR) 5.282 5.022 10.305 Sumber : Kamtor Statistik Kab. Tapanuli Tengah 2.3.3. Ketenagakerjaan Secara umum lapangan pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk dari total angkatan kerja adalah pada sektor listrik, gas dan air minum sebesar 1.976 jiwa, Industri 1.953 jiwa, Pertanian 1.872 jiwa, Perdagangan sebesar 176 jiwa dan pengangkutan sebesar 145 jiwa. Tabel 2.4 Jenis Pekerjaan Penduduk 15 Tahun ke Atas Berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 No Lapangan Usaha/Sektor Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Pertanian 49.913 43.555 93.468 2 Industri 2.520 1.736 4.256 3 Perdagangan/ Rumah Makan dan 7.526 12.923 20.449 Jasa Akomodasi 4 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan 16.369 4.837 21.206 Perorangan 5 Lainnya 7.074 1.175 8.249 J U M L A H 83.402 64.226 147.628 Sumber : BPS Kab Tapanuli Tengah Berdasarkan sektor lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah yang terbanyak adalah di sektor pertanian yaitu sebesar 63,31 berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Tapanuli Tengah. 8

2.4. KEADAAN LINGKUNGAN Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan merupakan salah satu variabel yang sering mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat, variabel lainnya adalah faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik. Keempat variabel tersebut dapat menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat. Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, berikut disajikan indikator-indikator yaitu persentase rumah sehat, persentase penduduk memiliki akses terhadap air minum, persentase penduduk yang memiliki sarana sanitasi dasar (jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah) dan persentase tempat-tempat umum sehat. 2.4.1. Rumah Sehat Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah tidak terbuat dari tanah. Berdasarkan data di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2016, dari seluruh rumah yang ada yaitu 76.600 unit, yang diperiksa adalah 76.600 unit (100%), dari jumlah rumah yang diperiksa diketahui bahwa 56.819 rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Dengan demikian persentase rumah yang memenuhi syarat kesehatan di Kabupaten Tapanuli Tengah hanya 74,18%. Angka ini sudah mendekati target nasional yaitu 80% (Depkes RI, 2012).Hal ini perlu diupayakan melalui program terkait untuk meningkatkan jumlah rumah sehat, sehingga akan terjadi peningkatan setiap tahunnya. 2.4.2. Persentase Penduduk yang Memiliki Akses terhadap Air Minum Sumber air minum di masyarakat terdiri dari bukan jaringan perpipaan antara lain sumur gali terlindung sebanyak 71.384 pengguna (20%) dan yang memenuhi syarat kesehatan hanya 35.692 pengguna (50%), sumur gali dengan pompa sebanyak 35.692 pengguna (10%) dan yang memenuhi syarat kesehatan hanya 17.846 pengguna (50%), sumur BOR dengan pompa sebanyak 35.692 pengguna (10%) dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 17.846 pengguna (50%), tidak ada penduduk pengguna sumber air minum dari terminal air, mata air terlindung sebanyak 35.692 pengguna (10%) dan yang memenuhi syarat kesehatan hanya 17.846 pengguna (50%) dan tidak ada pengguna penampungan air hujan. Sumber air minum dengan jaringan perpipaan antara lain PDAM dan BPSPAM sebanyak 178.459 pengguna (50%) dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 89.230 pengguna (50%). 2.4.3. Persentase Penduduk yang Memiliki Sarana Sanitasi Dasar (jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah) Sampai akhir tahun 2016, dari jumlah penduduk sebanyak 356.918 jiwa, sebanyak 71.384 penduduk pengguna jenis jamban komunal dengan 13.998 jumlah sarana dan sebanyak 6.999 (50%) sarana yang memenuhi syarat, 9

2.4.4. Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Yang termasuk TUPM adalah hotel, restoran, bioskop, pasar, terminal dll. TUPM sehat adalah tempat umum dan pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan yaitu yang memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang sesuai. Pada tahun 2016, dari 528 tempat umum terdapat 304 tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan dan 294 Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah. Persentase TPM sehat menurut kecamatan dapat dilihat pada lampiran tabel 65. Sedangkan berdasarkan jumlah TPM yang dibina kesehatan lingkungannya sampai akhir tahun 2016 terdapat 165 yang merupakan total seluruh TPM dan 129 yang memenuhi syarat higiene sanitasi. 10

BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN Keberhasilan Pembangunan Kesehatan dapat dilihat dari berbagai indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai evaluasi keberhasilan pelaksanaan program. Pembangunan kesehatan di Indonesia adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja serta hidup layak sesuai dengan martabat manusia, tidak terkecuali warga negara yang telah berusia lanjut. Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya. Pada prinsipnya pembangunan kesehatan telah menunjukkan suatu keberhasilan dengan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan tersebut perlu dilakukan analisis situasi dan kecenderungan di masa mendatang. 3.1. Angka kematian 3.1.1. Kasus Kematian Bayi Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2016 Kematian bayi adalah kematian bayi yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Kematian Bayi merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan kejadian kematian bayi. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Grafik 3.1 Tren Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 9 5 1,1 Angka Kematian Bayi 2012 2013 2014 2015 2016 5 6 Sumber :Seksi Kesehatan Ibu &Anak Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2016 Tren AKB dari tahun 2012-2016 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012, AKB Kabupaten Tapanuli Tengah mencapai 9 per 1.000 Kelahiran Hidup, pada tahun 2013 menurun menjadi 5 per 1.000 kelahiran hidup, pada tahun 2014 menurun kembali menjadi 1,1 per 1.000 kelahiran hidup, pada tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi 5 per 1.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2016 11

menuingkat kembali menjadi 6 per 1.000 kelahiran hidup. Target MDGs tahun 2016 yaitu 23 per 1.000 kelahiran hidup.walaupun AKB tahun 2016 masih dibawah target MDGs, tetapi perlu menjadi catatan bagi dinas kesehatan untuk tetap menekan AKB sekecil mungkin. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kematian bayi seperti ; tingkat ekonomi, pengetahuan keluarga, pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Hal ini disebabkan AKB sangat sensitif terhadap perbaikan pelayanan kesehatan. Selain itu, perbaikan kondisi ekonomi yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak pada daya tahan terhadap infeksi penyakit. 6 5 4 3 2 1 0 0 4 1 4 Grafik 3.2 Jumlah Kematian Bayi (0-11 Bulan) Menurut Puskesmas Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2016 6 6 5 3 0 0 4 4 0 1 0 0 4 0 3 2 0 0 1 Jumlah Kematia n Bayi Pulo Pakkat Sibabangun Pinangsori Hutabalang Pandan Kalangan Tukka Sarudik Poriaha Aek Raisan Kolang Sorkam Gonting Mahe Sipea-Pea Pasaributobing Siantar Ca Barus Andam Dewi Sirandorung Manduamas Saragih Lumut Barus Utara Sumber :Seksi Kesehatan Ibu & Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kematian bayi paling tinggi ditemukan pada wilayah kerja Puskesmas Manduamas dan Puskesmas Poriaha sebanyak 6 orang. sementara itu sebanyak 9 wilayah kerja puskesmas tidak ditemukan kematian bayi. Hal ini menunjukkan meningkatnya jumlah wilayah kerja puskesmas dengan jumlah kematian bayi 0 (nol) sama dengan tahun 2015 yang berjumlah 9 wilayah kerja Puskesmas. 3.1.2 ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA merepresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. 12

14 12 10 Grafik 3.3 Tren Angka Kematian Balita (AKABA) Per 100.000 Kelahiran Hidup Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 8 12 Angka Kematian Balita 6 4 6 5 6 2 0 2012 2013 2014 2015 2016 1,1 Angka Kematian Balita di Tapanuli Tengah dari tahun 2012 ke tahun 2014 cenderung mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun paada tahun 2015 dan tahun 2016, AKABA Kabupaten Tapanuli Tengah meningkat kembali mencapai 5 per 1000 kelahiran hidup tahun 2015 dan 6 per 1.000 kelahiran hidup tahun 2016, sedang target MDGs tahun 2016 AKABA 32 per 1000 kelahiran hidup. AKABA di Kabupaten Tapanuli Tengah diperoleh berdasarkan pengolahan data laporan dari puskesmas, hal ini sangat dipengaruhi oleh kualitas sistem pelaporan itu sendiri. Masih terdapat kemungkinan data yang kurang valid akibat ketidak lengkapan data atau laporan puskesmas. 3.1.3 ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan. 13

Grafik 3.4 Tren Jumlah Kematian Ibu Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 12 10 8 6 4 2 0 Jumlah Kematian Ibu 11 7 5 3 1 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber :Seksi Kesehatan Ibu & Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari tren jumlah kematian ibu diatas terjadi fluktuasi jumlah kematian ibu setiap tahunnya. Dari tahun 2012 sampai tahun 2014 terjadi penurunan kasus, sedangkan pada tahun 2015 sampai 2016 terjadi peningkatan jumlah kasus. Jumlah kasus pada tahun 2016 adalah sebesar 11 kasus dengan angka kematian ibu sebesar 147 per 100.000 per kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu pada tahun 2016 ini sudah diatas target Sustainable Development Goals tahun 2030 yaitu kurang dari 70 per 100.000 kelahiran, sehingga perlu untuk ditingkatkan lagi upaya pencegahan kematian ibu di tahun selanjutnya. Kematian ibu harus diturunkan sampai tidak ditemukan lagi kematian ibu karena penyakit atau gangguan kehamilan, persalinan dan masa 40 hari nifas, hanya mungkin karena kecelakaan. 5 Grafik 3.5 Jumlah Kematian Ibu menurut Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 2 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Pulo Pakkat Sibabangun Pinangsori Hutabalang Pandan Kalangan Tukka Sarudik Poriaha Aek Raisan Kolang Sorkam Gonting Mahe Sipea-Pea Pasaributobing Siantar Ca Barus Andam Dewi Sirandorung Manduamas Saragih Lumut Barus Utara Sumber :Seksi Kesehatan Ibu & Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kematian ibu terdapat di wilayah kerja Puskesmas Sibabangun sebanyak 5 orang, Puskesmas Pandan sebanyak 1 orang, Puskesmas Kalangan sebanyak 2 14

orang, Puskesmas Siantar Ca sebanyak 2 orang, dan Puskesmas Andam Dewi sebanyak 1 orang. Sementara itu sebanyak 18 wilayah kerja puskesmas tidak ditemukan kematian ibu. 3.2 MORBIDITAS (ANGKA KESAKITAN) Morbiditas dapat diartikan sebagai angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat. 3.2.1 Pola 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Adapun gambaran 10 penyakit terbanyak di puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2016disajikan sebagai berikut : Tabel 3.1 Pola 10 Penyakit Terbanyak Pada Puskesmas menurut Jenis Kelamin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 No. Daftar Tabulasi Kasus Total Dasar Penyakit Laki-laki Perempuan Kunjungan 1. Infeksi Akut Lain pada Saluran Nafas 8635 5756 14391 Bagian Atas 2. Penyakit Tekanan Darah Tinggi 5425 3617 9042 3. Penyakit pada Sistem Otot & Jaringan 5351 3567 8918 Pengikat (Tubel, Radang Sendi- Reumatik) 4. Penyakit Diare 3074 2050 5124 5. Penyakit Kulit Alergi 2063 1376 3439 6. Penyakit Lain pada Saluran Pernafasan Bagian Atas 1997 1331 3328 7. Infeksi Penyakit Usus yang Lain 1692 1128 2820 Penyakit Kulit Karena Jamur 1611 1074 2685 9. Penyakit Asma 1412 941 2353 10. Penyakit Kulit Infeksi 1657 1104 2761 Total Penyakit 32.917 21.944 54.861 Sumber : SP2TP Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari tabel 10 pola penyakit terbanyak pada puskesmas tahun 2016, penyakit Infeksi Akut Lain pada Saluran Nafas Bagian Atas menduduki posisi pertama yaitu sebanyak 14.391 kunjungan, diikuti Penyakit Tekanan Darah Tinggi sebanyak 9.042 kunjungan dan Penyakit Kulit infeksi sebanyak 2.761 kunjungan pada urutan terakhir. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa insidens penyakit tidak menunjukan perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin. A. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit Acute Flaccid Paralysis (AFP) per 100.000 Penduduk < 15 tahun (MDGs) Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumya 15

menyerang anak berumur 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan. Sedangkan AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuaan otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan. Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan indikator surveilans AFP yaitu ditemukannya Non Polio AFP Rate minimal sebesar 2/100.000 anak usia <15 tahun. Kejadian AFP diproyeksikan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan program Eradikasi Polio (Erapo). Erapo dilaksanakan melalui gerakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan untuk memantau keberhasilan Erapo ini dilaksanakan surveilans secara aktif untuk menemukan kasus AFP. Upaya ini dimaksudkan untuk mendeteksi secara dini munculnya virus polio liar yang mungkin ada di masyarakat sehingga segera dilakukan penanggulangannya. Tahun 2011 telah ditemukan 1 kasus AFP (non Polio) dengan AFP Rate (non Polio) sebanyak 0,82 sedangkan tahun 2012 tidak ditemukan kasus AFP (non Polio) namun di tahun 2013 AFP Rate meningkat kembali menjadi 2,44, pada tahun 2014 sampe tahun 2015 tidak ditemukan kasus AFP (non Polio). Pada tahun 2016 ditemukan kembali AFP (non polio) sebanyak 1 kasus dengan AFP Rate sebesar 0.75. B. Prevalensi Tb Paru per 100.000 Penduduk (MDGs) Tb Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosae. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. Penyakit Tb Paru saat ini menduduki peringkat ke-2 terbesar di dunia setelah India dan sedikit diatas Cina. Penyakit ini juga merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia untuk penyakit golongan infeksi. Berdasarkan Hasil rekapitulasi laporan program di puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2016 tercatat Prevalensi sebesar 171,19 kasus per 100.000 penduduk. Dengan perincian di setiap puskesmas adalah sebagai berikut. Grafik 3.7 Prevalensi Tb Paru Per 100.000 Penduduk Menurut Puskesmas Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2016 Prevalensi 207 1 16 40 33 7 10 16 24 12 7 32 0 12 13 16 24 52 21 12 22 7 14 13 Pulo Pakkat Sibabangun Pinangsori Hutabalang Pandan Kalangan Tukka Sarudik Poriaha Aek Raisan Kolang Sorkam Gonting Sipea-Pea Pasaributo Siantar Ca Barus Andam Dewi Sirandorung Manduamas Saragih Lumut Barus Utara RSUD Sumber : Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 16

C. Angka Penemuan Kasus Tb Paru BTA+ Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa Angka Penemuan Kasus (CDR) untuk Lakilaki sebesar 196,44 per 100000 penduduk sedangkan untuk perempuan sebesar 101,84 per 100.000 penduduk. Dan Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+ (laki-laki dan perempuan) senilai 149,33per 100.000 penduduk. D. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA+ Dalam mengukur keberhasilan pengobatan TB digunakan Angka Keberhasilan Pengobatan (SR=Success Rate) yang mengindikasikan persentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan, baik yang sembuh maupun yang menjalani pengobatan lengkap diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Success Rate dapat membantu dalam mengetahui kecenderungan meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Berdasarkan tabel diketahui BTA+ yang diobati sebanyak 949 orang dengan perincian laki-laki sebanyak 572 orang dan perempuan sebanyak 377 orang. Angka kesembuhan senilai 99,16 % (941 orang) dengan perincian 99,13% (567 orang) laki-laki dan 99,20% (374 orang) perempuan. Dan Angka Kesuksesan (SR) senilai 106,85 % dengan perincian 107,34 % laki-laki dan 106,10% perempuan. E. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani Pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Diketahui jumlah balita sebanyak 38.904 orang dengan perincian laki-laki sebanyak 19.532 orang dan perempuan sebanyak 19.372 orang. Dengan jumlah perkiraan penderita yaitu laki-laki sebanyak 584 balita dan perempuan sebanyak 579 balita. Sedangkan pada tahun 2016 penderita Pneumonia yang ditemukan dan ditangani sebanyak 210 orang (18,05%). F. Persentase HIV/AIDS Ditangani HIV AIDS disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Penyakit ini ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian, dan penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan menyusui.pada tahun 2013 ditemukan sebanyak 28 kasus HIV dan 4 kasus AIDS, dengan kasus kematian akibat AIDS sebanyak 2 orang.pada tahun 2014 ditemukan sebanyak 27 kasus HIV dan 0 (nol) kasus AIDS, serta tidak ada kasus kematian akibat AIDS. Pada tahun 2015 ditemukan 8 kasus HIV dan 0 kasus AIDS, serta tidak ada kasus kematian akibat AIDS. Pada tahun 2016 ditemukan 24 kasus HIV dan 0 kasus AIDS, serta tidak ada kematian akibat AIDS. 17

G. Infeksi Menular Seksual (IMS) Ditangani Infeksi Menular Seksual adalah infeksi yang sebagian menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seksual ini termasuk hubungan seksual lewat liang senggama, lewat mulut (oral) atau lewat dubur (anal). Pada tahun 2014ditemukan 13 kasus IMS, pada tahun 2015 tidak ditemukan kasus IMS, dan pada tahun 2016 ditemukan 16 kasus IMS (lihat tabel 11). H. Darah Donor Diskrining terhadap HIV Upaya penanggulangan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV/AIDS di samping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini yang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV/AIDS terhadap darah donor, pemantauan pada kelompok berisiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti Wanita Penjaja Seks (WPS), penyalahguna obat dengan suntikan (IDUs), penghuni Lapas (Lembaga Permasyarakatan) atau sesekali dilakukan penelitian pada kelompok berisiko rendah seperti ibu rumah tangga dan sebagainya. Pada tahun 2015 dicatat sebanyak 6450 orang melakukan screening darah terhadap HIV-AIDS di RSUD Pandan, Pada tahun 2016 dicatat sebanyak 1.160 orang melakukan screening darah terhadap HIV-AIDS di RSUD Pandan, hal ini menunjukkan adanya penurunan partisipasi masyarakat untuk melakukan skrining tes terhadap HIV/AIDS pada tahun 2016. I. Kasus Diare Ditangani Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Jumlah kasus diare ditangani yang melebihi perkiraan kasus diare adalah nihil. Hal ini dapat disebabkan oleh perilaku masyarakat yang telah memahami Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti kebiasaan cuci tangan sehabis BAB dan mau/setelah makan, BAB serta lingkungan yang bersih sehingga tidak berisiko terhadap penularan penyakit diare. Pada tahun 2016 jumlah kasus diare yang ditangani sebanyak 5.702 kasus (74,7%) dari jumlah perkiraan kasus sebanyak 7.638 kasus. Dengan perincian laki-laki yang ditangani sebanyak 2.857 (74,5%) dan perempuan sebanyak 2.845 kasus diare (74,8%). Kegiatan yang telah dilakukan dalam mencegah kasus Diare antara lain Penyuluhan tentang PHBS kepada masyarakat dan gotong royong membersihkan lingkungan rumah masing-masing serta pengadaan sarana air bersih untuk konsumsi masyarakat. 18

Grafik 3.8 Jumlah Kasus Diare Ditangani Menurut Puskesmas Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2016 Sumber : Seksi Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 J. Prevalensi Kusta Kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan Kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut : a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot. c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif) Kusta (Basiler) terbagi atas 2 (dua) kategori yaitu Pausi Basiler/PB (Kusta Kering) dan Multi Basiler/MB (Kusta Basah). Berdasarkan tabel diketahui tidak ada kasus PB/Kusta Kering sedangkan untuk MB (kusta basah) ditemukan 6 kasus yaitu 4 pada laki-laki dan 2 kasus pada perempuan. Dengan demikian angka prevalensi per 100.000 penduduk senilai 1,68. K. Persentase Penderita Kusta Selesai Berobat Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru.. Pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 2 kasus kusta dan tidak ditemukan kasus pada anak dalam kelompok umur 0-14 tahun.pada tahun 2013 ditemukan sebanyak 4 kasus kusta dan tidak ditemukan kasus pada anak dalam kelompok umur 0-14 tahun. Pada tahun 2014 ditemukan 5 kasus kusta dan tidak ada kasus pada anak dalam kelompok umur 0-14 tahun. Pada tahun 2015 ditemukan 5 kasus kusta dan tidak ada kasus pada anak dalam kelompok umur 0-14 tahun. Pada tahun 2016 ditemukan 6 kasus dan tidak ada kasus pada anak dalam kelompok umur 0-14 tahun. 19

L. Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) a. Tetanus Neonatorum (TN) Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril. Kasus TN banyak ditemukan di negara berkembang khususnya dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah. Pada tahun 2011 dilaporkan sebanyak 1 kasus Tetanus Neonatorum, pada tahun 2012 sampai tahun 2016 tidak ada ditemukan kasus Tetanus Neonatorum. b. Campak Penyakit ini disebabkan oleh virus campak. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh sekret orang yang telah terinfeksi. Pada tahun 2012 ditemukan jumlah kasus campak sebanyak 10 orang dengan perincian laki-laki sebanyak 3 kasus dan perempuan sebanyak 7 kasus, serta tidak ada kasus yang meninggal.pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus campak sebanyak 28 orang dengan perincian laki-laki sebanyak 14 kasus dan perempuan sebanyak 14 kasus, serta tidak ada kasus yang meninggal. Pada tahun 2014 ditemukan 12 kasus campak dengan rincian laki-laki sebanyak 7 kasus dan perempuan sebanyak 5 kasus, serta tidak ada kasus yang meninggal. Pada tahun 2015 tidak ditemukan kasus campak. Dan pada tahun 2016 ditemukan 39 kasus campak dengan rincian laki-laki sebanyak 17 kasus dan permepuan sebanyak 2 kasus. c. Difteri Penyakit difteri disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diphteriae yang menyerang sistem pernafasan bagian atas. Penyakit ini memiliki gejala sakit leher, demam ringan, sakit tekak. Difteri juga kerap ditandai dengan tumbuhnya membran kelabu yang menutupi tonsil serta bagian saluran pernafasan. Dari tahun 2013sampai tahun 2016 tidak ditemukan kasus Difteri di wilayah Kab. Tapanuli Tengah. M. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000 penduduk Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur<15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. 20

Grafik 3.9 Tren Angka Kesakitan Demam Bardarah Dengue (DBD) Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 63,58 70 Insident Rate DBD 35 19,4 6,2 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber :Seksi Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Tren angka kesakitan/incidence Rate (IR) DBD dari tahun 2012-2016 mengalami fluktuatif atau naik turun. Pada tahun 2016 terjadi penurunan kasus dengan Incidence Rate (IR) Penyakit DBD di Kabupaten Tapanuli Tengah mencapai 6,2 per 100.000 penduduk. Dengan perincian laki-laki sebanyak 12 kasus dengan Incidence Rate 6,7 per 100.000 penduduk dan perempuan 10 kasus dengan Incidence Rate 5,6 per 100.000 penduduk. Grafik 3.10 Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 7 8 Kasus DBD 0 0 2 0 0 3 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Pulo Pakkat Sibabangun Pinangsori Hutabalang Pandan Kalangan Tukka Sarudik Poriaha Aek Raisan Kolang Sorkam Gonting Mahe Sipea-Pea Pasaributobing Siantar Ca Barus Andam Dewi Sirandorung Manduamas Saragih Lumut Barus Utara Sumber :Sie P2P Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui gambaran persebaran Kasus DBD di wilayah Tapanuli Tengah paling banyak terdapat di daerah wilayah kerja Puskesmas Pandan yaitu sebanyak 8 kasus. Ini dapat 21

dipengaruhi oleh tingkat kepadatan penduduk Pandan yang cukup tinggi dan sanitasi lingkungan yang kurang bersih. Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan cukup proaktif menangani kasus DBD yang merebak. Tindakan preventif dilakukan pada tingkat masyarakat dengan memberikan bentuk promosi kesehatan (tenaga penyuluh Puskesmas) dan pemberian bubuk abate pada rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas. Selain itu upaya pengendalian vector DBD dengan penyemprotan (fogging) Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa. Upaya pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular perlu mendapat respon aktif dari masyarakat juga, hal ini dapat ditunjukkan dengan aktif melaksanakan 3M+1T. N. Angka Kematian Demam Berdarah Dengue (DBD) Kasus kematian akibat DBD pada tahun 2016 tidak ditemukan.meskipun demikian upaya penanganan penderita DBD di unit pelayanan kesehatan tetap perlu ditingkatkan.upaya pemberantasan demam berdarah dapat dilakukan dengan 3 hal, antara lain: 1). Peningkatan kegiatan surveilans; 2). Diagnosis dini dan pengobatan dini; dan 3). Peningkatan upaya pemberantasan vector penyakit DBD, yaitu dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan Pemeriksaan Jentik Berkala.Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Metode yang tepat guna untuk mencegah DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3M plus (Menguras, Menutup, dan Mengubur) plus menabur larvasida, penyebaran ikan pada tempat penampungan air serta kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mencagah/memberantas nyamuk Aedes berkembang biak.angka Bebas Jentik (ABJ) sebagai tolak ukur pemberantasan vector melalui PSN-3M menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Oleh karena itu pendekatan pemberantasan DBD yang berwawasan kepedulian masyarakat merupakan salah satu alternatif pendekatan baru. O. Angka Kesakitan Malaria per 1000 Penduduk Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Sustainibility Develoment Goals (MDGs). Malaria disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku masyarakat terhadap kebiasaan hidup sehat. Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi endemisitas malaria suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 strata, yaitu : 1. Endemis Tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk 2. Endemis Sedang bila API berkisar antara 1-<5 per 1.000 penduduk 3. Endemis Rendah bila API 0-1 per 1.000 penduduk 4. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (Daerah pembebasan malaria) atau API = 0 22

Grafik 3.11 Angka Kesakitan (API) Per-1000 Penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 69,8 API 1 1 1 0,9 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber :Seksi Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari grafik dapat dilihat bahwa angka kesakitan (API) malaria pada tahun 2016 sebesar 69,8 per 1.000 penduduk. Angka ini sangat jauh meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 sampai 2014 API malaria di Tapanuli Tengah hanya sebesar 1 per 1.000 penduduk, dan tahun 2015 hanya 0,9 per 1.000 penduduk. Maka berdasarkan stratifikasi endemisitas malaria suatu wilayah di Indonesia yang dibagi menjadi 4 strata, maka Kabupaten Tapanuli Tengah tergolong Endemis Tinggi karena API >5 per 1.000 penduduk. Perlu upaya yang lebih intensif lagi dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit malaria di kabupaten Tapanuli Tengah P. Angka Kematian Malaria Pemberantasan Malaria digalakkan melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali Malari atau Gebrak Malaria telah dicetuskan pada tahun 2000. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan berbagai sektor dengan slogan Ayo Berantas Malaria. Pengendalian Malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia, yang bertujuan mewujudkan Masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030. Pada tahun 2016 tidak terdapat kasus kematian pada kasus malaria, dengan nilai CFR adalah 0 %. Angka Kesakitan dan Kematian Malaria dapat dilihat pada lampiran tabel 22. Q. Kasus Penyakit Filariasis Ditangani Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang terdiri dari Wuchereria bancrofti, Brugia malay dan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui giitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di lengan dan organ genital. 23

Pada tahun 2013 ditemukan 2 kasus filariasis baru yang dilaporkan. Yaitu pada wilayah kerja Puskesmas Aek Raisan dan Puskesmas Sipea-pea. Kedua kasus tersebut diderita oleh penduduk laki-laki. Sehingga Angka Kesakitan Filariasis per 100.000 penduduk adalah 1.Pada tahun 2014 tidak ditemukan kasus filariasis baru. Dan pada tahun 2015 ditemukan 11 kasus filariasis baru, pada laki-laki sebanyak 6 orang dan pada perempuan sebanyak 5 orang. Pada tahun 2016 ditemukan 3 kasus filariasi baru, yang semuanya terjadi pada laki-laki. 3.3 STATUS GIZI A. Persentase Berat Bayi Lahir Rendah Pada tahun 2016 jumlah bayi lahir hidup sebanyak 7.460 orang dengan perincian laki-laki sebanyak 3.745 orang dan perempuan 3.714 orang. Dan persentase bayi lahir yang ditimbang sebesar 100%. Dari jumlah bayi yang ditimbang terdapat 11 bayi (0,1%) yang dikategorikan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Dengan perincian, pada laki-laki sebanyak 8 orang (0,2%), dan pada perempuan sebanyak 3 orang (0,1%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 37. B. Persentase Balita dengan Gizi Buruk Grafik 3.12 Tren Persentase Balita dengan Gizi Buruk Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 0,14 0,16 0,08 0,06 BBLR 0,04 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber :Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Persentase balita dengan gizi buruk dari tahun 2012-2016 menunjukkan kejadian yang fluktuatif dimana pada tahun 2012-2014 terjadi penurunan angka gizi buruk sedangkan dari tahun 2014-2016 mengalami kenaikan kembali. Pada tahun 2016 mengalami peningkatan dari tahun 2015, sebanyak 65 orang balita (0,16%) menderita status gizi buruk dengan perincian laki-laki sebanyak 23 orang balita (0,05%) orang dan perempuan sebanyak 42 orang balita (0,11%). Hal ini mencerminkan bahwa kondisi pelayanan kesehatan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun ke tahun relatif tidak stabil. Diperlukan upaya yang tetap konsisten dalam penanganan kasus gizi buruk pada balit, sehingga jika sudah berhasil diturunkan angka gizi buruk dapat dipertahankan pada tahuntahun selanjutnya. 24

BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN Secara umum upaya kesehatan terdiri atas dua unsur utama, yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, kesehatan jiwa, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika, psikotropika, zat aditif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. Upaya kesehatan perorangan mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Pelaksanaan upaya kesehatan diarahkan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui keterjangkauan (accessibility), kemampuan (affordability), kualitas (quality) pelayanan kesehatan sehingga mampu mengantisipasi perubahan, perkembangan, masalah dan tantangan dalam pembangunan kesehatan. 4.1 VISI PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan tanpa pemahaman mengenai tujuan, akan membuat pelaksanaannya tidak terarah. Tanpa visi, para pegawai dan organisasi tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Dengan perkataan lain bahwa visi merupakan tujuan yang akan dicapai oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah pada masa yang telah ditentukan. Dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah serta berbagai kecenderungan pembangunan kesehatan ke depan serta dalam mencapai sasaran pembangunan kesehatan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Tapanuli Tengah, maka telah ditetapkan visi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu : Mewujudkan Masyarakat Tapanuli Tengah yang Maju, Sejahtera dan Bermartabat. Masyarakat Tapanuli Tengah yang sehat adalah suatu kondisi dimana masyarakat Tapanuli Tengah bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Masyarakat yang maju yaitu suatu kondisi dimana masyarakat memiliki pengetahuan akan pemenuhan kebutuhan kesehatan baik secara individu dan kelompok serta mampu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembanganpembangunan dengan tetap mempertahankan ciri dan identitas masyarakat Tapanuli Tengah yang majemuk. Masyarakat yang sejahtera yaitu suatu kondisi dimana masyarakat memiliki keutuhan, sentosa, keselarasan, kebahagiaan, keselamatan, berkat, dan ketertiban. Masyarakat yang bermartabat yaitu suatu kondisi dimana masyarakat memiliki harkat dan derajat serta mampu mengamalkan nilai serta norma yang berlaku di masyarakat. 25

Dalam rangka mewujudkan visi tersebut Kabupaten Tapanuli Tengah, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang kondusif dalam bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Perilaku masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standard dan etika pelayanan profesi. 4.2 MISI PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH Untuk mewujudkan visi Mewujudkan Masyarakat Tapanuli Tengah yang Maju, Sejahtera dan Bermartabat maka Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah mempunyai misi : 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan. 2. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas, adil, merata dan terjangkau 3. Mewujudkan pembangunan yang berwawasan kesehatan 4. Meningkatkan Upaya pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan 4.3 TUJUAN PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH Tujuan ditetapkan dengan mengacu kepada pernyataan visi dan misi sehingga rumusannya harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang. Untuk itu tujuan disusun guna memperjelas pencapaian sasaran yang ingin diraih dari masing-masing misi. Tujuan yang ditetapkan untuk mencapai Visi dan Misi: No Misi Tujuan 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakatn melalui partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan kesehatan Memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat agar mampu menunmbuhkan perilaku hidup berdih dan sehata (PHBS) serta mengembangkan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). 2. Mewujudkan Pelayanan Kesehatan yang lebih Berkualitas, Adil, Merata, dan Terjangkau 1. Meningkatkan akses pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan melalui rumah sakit, puskesmas dan jaringannya 2. Meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat 3. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja dan lanjut usia 26

3. Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kesehatan 4. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan serta kesehatan reproduksi 4. Menjamin ketersediaan, pemerataan, pemanfaatan, mutu keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan serta pembinaan mutu makanan 5. Mengembangkan kebijakan, system pembiayaan dan manajemen pembangunan kesehatan Mengembangkan kebijakan, system pembiayaan dan manajemen pembangunan kesehatan Mewujudkan mutu lingkungan yang lebih sehat, pengembangan system kesehatan lingkungan kewilayahan, serta menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan Mencegah, menurunkan dan mengendalikan penyakit menular dan tidak menular serta masalah kesehatan lainnya Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di daerah, kebijakan pemerintah turut pula dalam mendukung dan mempercepat pencapaian 17 (tujuh belas) tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sustainaibility Development Goals (SDGs) tahun 2030 yang sejalan dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sehingga dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional danperaturan Presiden Tentang Program Pembangunan Berkelanjutan yang masih dalam tahap penyusunan. 17 Tujuan SDGS tersebut ialah antara lain: 1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun 2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian berkelanjutan 3. Memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia 4. Memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua 5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan 6. Memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua 7. Memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan moderen bagi semua 8. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua 9. Membangun infrastruktur yang tangguh, mendukung industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan membantu perkembangan inovasi 10. Mengurangi ketimpangan didalam dan antar negara 11. Membangun kota dan pemukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan 12. Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan 27

13. Mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya 14. Mengkonservasi dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudra dan maritim untuk pembangunan yang berkelanjutan 15. Melindungi, memulihkan dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi (penggurunan), dan menghambat dan membalikkan degradasi tanah dan menghambat hilangnya keanekaragaman hayati 16. Mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua level 17. Menguatkan ukuran implementasi dan merevitaisasi kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan 4.4 PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut : 4.4.1 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Kebijakan tentang kesehatan ibu dan bayi baru lahir secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua jenis fasilitas kesehatan, dari posyandu sampai rumah sakit pemerintah maupun fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Dalam upaya pencapaian SDGs dan tujuan pembangunan kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan ibu diprioritaskan yaitu dengan menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 dari 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (MDGs). Target Cakupan kesehatan ibu yang harus dicapai pada tahun 2009 masing-masing sebesar 94% untuk Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan ibu hamil K1), 84% untuk cakupan pelayanan ibu hamil sesuai standar (k4), dan 82% untuk cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn). Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. a. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4) Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis obgyn, dokter umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi tetanus toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4. Cakupan K1 merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan cakupan K4 ibu hamil adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standard serta paling sedikit empat kali kunjungan dengan distribusi, sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan. Angka ini dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. 28

Berikut grafik garis tren cakupan kunjungan K1 ibu hamil dari tahun 2010-2016. Grafik 4.1 Tren Cakupan Pelayanan K1 Ibu Hamil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 88 91,52 85,1 80,9 Cakupan K1 78,1 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari grafik garis diatas memperlihatkan tren kunjungan K1 ibu hamil tahun 2012-2016 yang fluktuatif. Cakupan kunjungan K1 ibu hamil pada tahun 2012-2013 mengalami peningkatan,pada tahun 2014 mengalami penurunan menajadi 78,1%. Dan pada tahun 2015-2016 meningkat kembali. Cakupan K1 pada tahun 2016 sebesar 85,1% meningkat dari tahun 2015 (80,9%). Cakupan Kunjungan ibu hamil K4 dalam 5 (lima) tahun terakhir di Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik 4.2 Tren Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 75 75 74,7 69 68,1 Cakupan K4 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Dari tren grafik garis dapat terlihat bahwa cakupan kunjungan K4 ibu hamil di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada tahun 2016 cakupan K4 Ibu hamil di Tapanuli tengah adalah sebesar 68,1% menurun dari tahun 2015(69%). Mengacu pada target 29

Standar Pelayanan Mininal (SPM) Bidang Kesehatan (95%), ini menunjukan masih rendahnya cakupan pelayanan Antenal (ANC) ibu hamil di Tapanuli Tengah. Pada tahun 2012 kesenjangan cakupan K1 dengan K4 sebesar 13%. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan kesenjangan dari tahun sebelumnya dengan cakupan sebesar 16,52%, Pada tahun 2014 kesenjangan cakupan menurun menjadi 3,4%, pada tahun 2015 kesenjangan antara K1 dan K4 kembali meningkat menjadi 11,9%, dan pada tahun 2016 kesenjangan K1 dengan K4 meningkat kembali sebesar 17%. Kesenjangan antara cakupan K1 dan K4 menunjukkan angka drop out K1-K4; dengan kata lain jika kesenjangannya kecil maka hampir semua ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal meneruskan hingga kunjungan yang keempat pada triwulan 3, sehingga kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas kesehatan. Bila memperhatikan tabel cakupan kunjungan K1 dan K4 ibu hamil tahun 2016 berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah (lampiran tabel 29), cakupan-cakupan kunjungan K1 dengan cakupan tertinggi adalah Puskesmas manduamas (179,9%), dan cakupan terendah yaitu Puskesmas Hutabalang (60,6%). Kunjungan keempat (K4) tertinggi pada Puskesmas Manduamas (112,9%) dan terendah pada Puskesmas Hutabalang (395%). Data cakupan pertolongan kunjungan K1 dan K4 ibu hamil tahun 2016 disajikan pada lampiran tabel 29. Hal ini harus dievaluasi oleh semua pihak yang terkait dalam rangka memperbaiki pencapaian indikator ini. Disamping itu evaluasi perlu ada peningkatan kinerja dengan upaya-upaya yang lebih komprehensif dan tepat guna untuk meningkatkan cakupan K4 seperti case finding, upaya home visit oleh bides, peningkatan dan evaluasi distribusi serta penggunanaan buku KIA oleh sasaran ibu hamil, dsb. b. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan (Pn) Periode persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi besar terhadap Angka Kematian Ibu di Indonesia. Kematian saat bersalin dan 1 minggu pertama diperkirakan 60% dari seluruh kematian ibu (Maternal Mortality: who, when, where, and why; Lancet 2006). Sedangkan dalam target SDGs, salah satu upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu adalah menurunkan AKI menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 dari 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (MDGs) serta meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 90% pada tahun 2015 dari 40,7% pada tahun 1992 (BPS). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan. Cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan tahun 2012 2016 dapat dilihat dari grafik berikut. 30

Grafik 4.3 Tren Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 2016 100 82 68,4 68,7 70,9 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber : Seksi KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Bila dilihat dari grafik tersebut di atas, tren cakupan pertolongan persalinan ditolong tenaga kesehatan menunjukkan perkembangan yang fluktuatif setiap tahunnya. Pada tahun tahun 2012 cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 82%. Pada tahun 2013 meningkat menjadi 100%. Pada tahun 2014 menurun menjadu 68,4%, pada tahun 2015 meningkat menjadi 68,7%, dan pada tahun 2016 meningkat kembali menjadi 70,9%. Dari grafik tren diatas, cakupan pertolongan persalinan ibu hamil belum mencapai target SPM bidang kesehatan sebesar 90% pada tahun 2015. Hal ini, menunjukan perlunya komitmen pemerintah daerah untuk lebih berupaya meningkatkan pelayanan ANC dalam hal ini menunjang, menyediakan dan melatih tenaga kesehatan berkompetensi kebidanan di berbagai wilayah kabupaten Tapanuli Tengah. Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan berpengaruh besar terhadap peningkatan kesehatan ibu hamil sehingga dapat menurunkan jumlah kematian ibu (AKI).Data cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut kecamatan tahun 2016 disajikan pada lampiran tabel 29. c. Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas (KF3) Pelayanan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan pada ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu: 1) kunjungan nifas pertama (KF1) pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari; 2) kunjungan nifas ke-2 (KF2) dilakukan pada minggu ke-2 setelah persalinan; dan 3) kunjungan nifas ke-3 (KF3) dilakukan minggu ke-6 setelah persalinan. Diupayakan kunjungan nifas ini dilakukan pada saat dilaksanakannya kegiatan di posyandu dan dilakukan bersamaan pada kunjungan bayi. Pelayanan kesehatan nifas yang diberikan meliputi: 1) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu; 2) pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya; 3) pemeriksaan payudara dan anjuran ASI Ekslusif 6 bulan; 4) pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali (2x24 jam); dan 5) pelayanan KB pasca persalinan. Grafik berikut menyajikan persentase pelayanan ibu nifas menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah. 31

Grafik 4.4 Persentase Cakupan Kunjungan ibu nifas Puskesmas se-kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 90,9 80,1 83,1 63,2 56,1 68,666,9 68,968,9 58,7 62 47,6 42,4 47,7 46,8 76,375,8 63,2 47,1 83,9 64 94 76,9 Pulo Pakkat Sibabangun Pinangsori Hutabalang Pandan Kalangan Tukka Sarudik Poriaha Aek Raisan Kolang Sorkam Gonting Mahe Sipea-Pea Pasaributobing Siantar Ca Barus Andam Dewi Sirandorung Manduamas Saragih Lumut Barus Utara Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Cakupan kunjungan ibu nifas rata-rata pada tahun 2016 adalah 66,2%. Sementara target Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota cakupan kunjungan ibu nifas pada tahun 2015 adalah 90%. Dari grafik diatas terlihat bahwa cakupan tertinggi adalah pada Puskesmas Lumut(94%) dan cakupan terendah pada Puskesmas Hutabalang (42,4%). d. Kunjungan Neonatus (KN1, KN2 dan KN3) Neonatus atau bayi baru lahir (0-28 hari) merupakan golongan umur yang memiliki resiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Dalam melaksanakan pelayanan neonatal, petugas kesehatan disamping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan Eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi; pemberian vitamin K; Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM); dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA. Pelayanan kesehatan neonatal merupakan upaya strategis dan penting dalam rangka percepatan penurunan AKB dan AKABA (termaktub juga dalam tujuan MDG s target 4 pada tahun 2016). Mengingat pentingnya keberhasilan indikator ini, program kesehatan berbasis KIA hendaknya perlu dievaluasi kembali, dengan mendahulukan dan mengintensifkan kegiatan pelayanan kesehatan bayi dan balita seperti case finding, asuhan persalinan normal, MTBS, serta pengembangan upaya promotif dan preventif di tingkat masyarakat dan posyandu sehingga setiap bayi dan balita memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan (Equity and Universal Coverage). 32

Grafik 4.5 Persentase Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama dan Lengkap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 93,8 95,8 98,7 92,8 87,5 88,1 79,478,1 81,779,6 82,7 77,5 76,6 69,1 72,270,5 63,263,9 66,4 68,1 62,361,6 56,5 Pulo Pakkat Sibabangun Pinangsori Hutabalang Pandan Kalangan Tukka Sarudik Poriaha Aek Raisan Kolang Sorkam Gonting Mahe Sipea-Pea Pasaributobing Siantar Ca Barus Andam Dewi Sirandorung Manduamas Saragih Lumut Barus Utara Dari grafik diatas, diperlihatkan cakupan kunjungan Neonatal (KN1) di wilayah kerja Puskesmas yang sudah semakin baik. Puskesmas yang mencatat KN1 tertinggi yaitu Puskesmas Lumut sebesar 98,7%, dan terendah adalah Puskesmas Sarudik sebesar 56,5%. Kecenderungan (tren) kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap) tahun 2012-2016 dapat dilihat pada gambar berikut. Dari tahun 2012 hingga 2016 cakupan KN lengkap terus mengalami penurunan. Grafik 4.6 Tren Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011-2016 107 83,3 75,7 67,2 65,2 Tren KNL 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber: Seksi KIA Sejak tahun 2008 terjadi perubahan kebijakan waktu pelaksanaan kunjungan dari semula minimal 2 kali kunjungan menjadi 3 kali kunjungan, yang mulai disosialisasikan pada tahun 2008. Berikut ini ialah cakupan kunjungan neonatal lengkap menurut puskesmas tahun 2016. 33

Grafik 4.7 Persentase Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 105,9 88,1 87,5 78,4 72,270,8 70,6 62,4 63 56,5 61,2 71,5 59,6 45,1 49,3 43,6 48,5 98,7 88,1 78,7 53,1 32,5 11,7 Pulo Pakkat Sibabangun Pinangsori Hutabalang Pandan Kalangan Tukka Sarudik Poriaha Aek Raisan Kolang Sorkam Gonting Mahe Sipea-Pea Pasaributobing Siantar Ca Barus Andam Dewi Sirandorung Manduamas Saragih Lumut Barus Utara Puskesmas yang telah mencakup Kunjungan Neonatal Lengkap dengan cakupan KN Lengkap tertinggi adalah Puskesmas Gonting Mahe sebesar 105,9%, sedangkan cakupan terendah adalah puskesmas Andam Dewi sebesar 11,7%. Grafik 4.8 Perbandingan Kunjungan Neonatal Pertama dan Lengkap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 75,3 65,2 KN1 KN3 Sumber : Seksi KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Dari grafik KN1 dan KN3 diatas terlihat kesenjangan yang cukup signifikan sebesar 10,1%. Kesenjangan antara cakupan KN1 dan KN3 menunjukkan angka drop out KN1-KN3; dengan kata lain jika kesenjangannya kecil maka hampir semua neonatus yang menerima pelayanan kesehatan neonatal dasar hingga usia ke-28 hari sehingga kemungkinan neonatus mengalami gangguan kesehatan semakin kecil. 34

4.4.2 Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita biasanya antara 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB. Tingkat pencapaian pelayanan KB dapat dilihat dari cakupan peserta KB yang sedang/pernah menggunakan alat kontrasepsi (alkon), tempat pelayanan KB, dan jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor. Keberhasilan program KB biasanya diukur dengan beberapa indikator, diantaranya proporsi peserta KB Baru menurut metode kontrasepsi, persentase KB Aktif terhadap jumlah pasangan usia subur (PUS) dan persentase baru metode kontrasepsi jangka panjang. Cakupan secara lengkap menurut kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari pelayanan KB dapat dilihat pada lampiran tabel 36. Berdasarkan data dari laporan program di Dinas Kependudukan, Keluarga Berencana (KB) dan Catatan Sipil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016, jumlah peserta KB aktif adalah 36.689 PUS (69,3%), meningkat dari tahun 2015 yaitu 67,2%. Berdasarkan jenis alat kontrasepsi (alkon) yang digunakan peserta KB aktif tahun 2016 dapat dilihat pada diagram pie berikut. Pie Diagram 4.1 Proporsi Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan Peserta KB Aktif Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Pil; 19,7 IUD; 12,5 MOP; 2,2 MOW; 10,3 Suntik; 25,3 Implan; 19,5 Kondom; 10,5 Sumber : Dinas Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Catatan Sipil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari diagram pie diatas, dapat dilihat bahwa jenis alkon yang paling diminati masyarakat yaitu suntik (25,3%) yang diikuti pil (19,7%), dan alkon yang paling sedikit diminati yaitu pemakaian kontrasepsi MOP (2,2%). Sedangkan dari sumber data laporan yang sama, jumlah peserta KB baru adalah 11.427 PUS (21,6%), dimana persentasenya mengalamai penurunan dari tahun 2015 (19,3%). Berdasarkan jenis alat kontrasepsi yang digunakan peserta KB baru selama tahun 2016 dapat dilihat pada diagram pie berikut. 35

Pie Diagram 4.2 Proporsi Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan Peserta KB Baru Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Pil; 21,7 IUD; 1,5 MOP; 0,4 MOW; 5,2 Implan; 24,3 Suntik; 30,6 Kondom; 16,4 Sumber : Dinas Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Catatan Sipil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari diagram pie diatas, dapat dilihat bahwa jenis alkon yang paling diminati masyarakat hampir sama dengan peserta KB Aktif yaitu suntik (30,6%) yang diikuti implan (24,3%), dan alkon yang paling sedikit diminati yaitu pemakaian kontrasepsi MOP (0,4%). 4.4.3 Pelayanan Imunisasi Bayi dan anak-anak memiliki resiko yang lebih tinggi terserang penyakit menular yang dapat mematikan, seperti: Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Thypus, radang selaput otak, radang paru-paru, dan masih banyak penyakit lainnya. Untuk itu salah satu pencegahan yang terbaik dan sangat vital agar kelompok beresiko ini terlindungi adalah melalui imunisasi. Program imunisasi dasar lengkap (LIL/Lima Imunisasi Dasar Lengkap) pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, dan 1 dosis Campak. Diantara penyakit pada balita yang dapat dicegah dengan imunisasi, campak adalah penyebab utama pada balita. Oleh karena itu pencegahan campak merupakan faktor penting dalam mengurangi angka kematian balita. Dari beberapa tujuan yang telah disepakati dalam pertemuan dunia mengenai anak, salah satunya adalah mempertahankan cakupan dalam imunisasi campak sebesar 90% pada tahun 2015. Diseluruh Negara ASEAN dan SEARO, imunisasi Campak diberikan pada bayi umur 9-11 bulan dan merupakan imunisasi terakhir yang diberikan kepada bayi di antara imunisasi wajib lainnya. Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi kepada bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi untuk wanita usia subur (WUS)/ibu hamil (TT) dan imunisasi untuk anak SD (DT dan TT), sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukan masalah seperti desa non UCI, potensial/risti KLB, ditemukan/diduga adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis. Pencapaian UCI (Universal Child Immunization) merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada bayi (0-11 bulan). Desa UCI merupakan gambaran desa/kelurahan dengan >= 80% jumlah bayi yang ada di desa tersebut adalah sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi (herd immunity) terhadap penularan 36

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Dalam hal ini pemerintah menargetkan pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa/kelurahan. Grafik 4.9 Tren Pencapaian UCI di tingkat Desa/Kelurahan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012-2016 40,93 43,7 54,4 38,6 21 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber : Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Pencapaian UCI tingkat desa/kelurahan selama lima tahun terakhir mengalami fluktuatif sejak tahun 2012 sebesar 21%, pada tahun 2013 meningkat menjadi 40,93%, pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 38,6%, pada tahun 2015 meningkat menjadi 43,7%, tahun 2016 kembali meningkat menjadi 54,4%. Angka ini masih jauh di bawah target yang telah ditetapkan Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 80% sedangkan SPM menetapkan target 100% desa/kelurahan UCI pada tahun 2011 untuk setiap kabupaten/kota. Perlu upaya proaktif dan komitmen dari berbagai pihak dalam mensukseskan pencapaian desa UCI di Kabupaten Tapanuli Tengah. Cakupan desa/kelurahan UCI di Kabupaten Tapanuli Tengah selama 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada grafik garis berikut. Cakupan Desa/Kelurahan UCI dengan cakupan tertinggi adalah Desa/Kelurahan Pulo Pakkat, Sirandorung, dan Saragih yaitu sebesar (100%), dan cakupan terendah yaitu Desa/kelurahan Aek Raisan (11,1%). Data cakupan Desa/Kelurahan UCI tahun 2016 disajikan pada lampiran tabel 41. Rendahnya cakupan ini dapat menjadi faktor predisposisi timbulnya KLB PD3I di Kabupaten Tapanuli Tengah sehingga upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB PD3I ini adalah dengan meningkatkan cakupan imunisasi sampai dengan diatas 95%. 4.4.4 Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah dan Usia Sekolah Berbagai data kesehatan menunjukkan bahwa masalah kesehatan anak usia sekolah semakin kompleks. Pada anak usia sekolah dasar biasanya berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun. Beberapa masalah kesehatan yang sering dialami anak usia sekolah adalah karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Kegiatan Penjaringan Kesehatan siswa kelas 1 Sekolah Dasar (SD) dan setingkat merupakan salah satu upaya kesehatan penunjang puskesmas yang rutin dilakukan setiap tahun pada tahun ajaran baru sekolah. Pada tahun 2016 dari 19.496 siswa kelas 1 SD/setingkat 35,4% dijaring kesehatannya. Data ini mengalami penurunan dari tahun 2015 yaitu dari 8.527 siswa kelas 1 SD/setingkat 84,8% dijaring kesehatannya. Angka ini menunjukkan adanya penurunan kegiatan penjaringan siswa kelas 1 SD dan 37

setingkat dilakukan oleh petugas puskesmas. Namun tetap perlu dilaksanakan koordinasi yang baik antara pihak sekolah dengan petugas kesehatan di puskesmas sehingga pelaksanaannya berjalan efektif (Tabel 49). Kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) berupa upaya promotif dan preventif dilakukan dibeberapa SD/MI di Kabupaten Tapanuli Tengah, pada tahun 2016 tidak ada SD/MI dari 320 SD/MI di Kabupaten Tapanuli Tengah melaksanakan kegiatan sikat gigi massal, tapi semua SD/MI yaitu 320 yang mendapat pelayanan kesehatan gigi (UKGS) di sekolah (Tabel 51). B. Pelayanan Kesehatan Rujukan Beberapa kegiatan pokok upaya kesehatan perorangan adalah peningkatan pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III di rumah sakit, cakupan pelayanan gawat darurat dan lain-lain. 4.5.1 Indikator Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi pelayanan. Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), rata-rata lama hari perawatan (length of Stay/LOS), rat-rata tempat tidur dipakai (Bed Turn Over/BTO), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn of Interval/TOI), persentase pasien keluar yang meninggal )Gross Death Rate/GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal >= 48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR). Grafik 4.10 Tren Bed Occupation Rate (BOR) RSUD Pandan Tahun 2012-2016 59,4 53,19 49,4 44,85 36,8 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber : Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Keterangan : BOR = Bed Occupation Rate / Persentase pemanfaatan tempat tidur Dari grafik tren diatas terlihat bahwa tingkat pemanfaatan tempat tidur (BOR) di RSUD Pandan mengalami fluktuatif. Pada tahun 2012 sebesar 36,8%, pada tahun 2013 meningkat menjadi 53,19%, pada tahun 2014 juga terjadi peningkatan menjadi 59,4%, pada tahun 2015 menurun menjadi 49,4%, dan pada tahun 2016 kembali menurun menjadi 44,85%. 38

LOS adalah rata-rata lama rawat (hari) seorang pasien. Indikator ini di samping memberikan gambaran tingkat efiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang ideal antara 6-9 hari. Gambar grafik berikut memperlihatkan tren LOS dan TOI selama 5 tahun terakhir (Tahun 2012- Tahun 2016) yang berkisar antara 3-6 hari dan belum mencapai angka ideal. Grafik 4.11 Tren Length Of Stay (LOS) dan Turn Over Interval (TOI) RSUD Pandan Tahun 2012-2016 7,4 4,3 4,2 3,7 3,7 2,8 4,2 5 3,9 4 LOS TOI 2012 2013 2014 2015 2016 `Sumber : Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Keterangan : LOS = Length of Stay/rata-rata rawat seorang pasien TOI= Turn Over Interval/rata-rata tempat tidur tidak dipakai antar dua episode pemakaian Indikator pelayanan rumah sakit yang lain adalah TOI. TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah digunakan sampai saat digunakan kembali (rata-rata lama tempat tidur kosong antar pasien satu dengan pasien berikutnya). Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Tahun 2012 indikator TOI sebesar 7,4 hari, tahun 2013 indikator TOI sebesar 3,7 hari, pada tahun 2014 indikator TOI sebesar 2,8 hari, pada tahun 2015 indikator TOI sebesar 3,9 hari, dan pada tahun 2016 indikator TOI sebesar 5 hari GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1.000 penderita keluar dari rumah sakit. Pada GDR, tidak melihat berapa lama pasien berada di rumah sakit dari masuk sampai meninggal. Nilai ideal GDR adalah < 45 per 1.000 pasien keluar. Pada tahun 2012 GDR RSUD Pandan berada pada kondisi yang terbilang tinggi yaitu 52,4 per 1.000 pasien keluar, namun pada tahun 2013 angka ini mengalami penurunan menjadi 5,7 per 1.000 pasien keluar, pada tahun 2014 menurun sedikit menjadi 5,4 per 1.000 pasien keluar, pada tahun 2015 kembali menurun menjadi 4,4 per 1.000 pasien keluar, dan pada tahun 2016 meningkat drastis menjadi 42,1 per 1.000 pasien keluar. 39

Grafik 4.12 Tren Net Death Rate (NDR) dan Gross Death Rate (GDR) RSUD Pandan Tahun 2011-2016 52,4 42,1 19,1 GDR NDR 1,4 5,7 5,4 4,4 2,2 2,1 1,9 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber : Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Keterangan : GDR= Gross Death Rate (per 1.000 pasien keluar) NDR = Net Death Rate (per 1.000 pasien keluar) NDR adalah angka kematian pasien setelah dirawat >= 48 jam per 1.000 pasien keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit. Asumsinya jika pasien meninggal setelah mendapatkan perawatan 48 jam berarti ada faktor pelayanan rumah sakit yang terlibat dengan kondisi meninggalnya pasien. Namun jika pasien meninggal kurang dari 48 jam masa perawatan, dianggap faktor keterlambatan pasien datang kerumah sakit yang menjadi penyebab utama pasien meninggal. Nilai NDR ideal adalah < 25 per 1.000 pasien keluar. NDR pada tahun 2012 adalah 1,4 per 1.000 pasien keluar, kemudian meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,15 per 1.000 pasien keluar. Pada tahun 2014 NDR sebesar 2,1 per 1.000 pasien keluar, pada tahun 2015 NDR menjadi 1,9 per 1000 pasien keluar, dan pada tahun 2016 NDR meningkat drastis menjadi 19,1 per 1.000 pasien keluar. 4.5.2 Pelayanan Keluarga Miskin Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yaitu untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Pemeliharaan kesehatan masyakat diharapkan dapat menurunkan AKI, AKB dan AKABA serta menurunkan angka kelahiran disamping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin umumnya. Program ini telah berjalan> 5 tahun, dan telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan hampir miskin di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan dirumah sakit. 40

Grafik 4.13 Persentase Sasaran Jamkesmas, Pasien Rawat Jalan dan Pasien Rawat Inap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2016 57,8 64,5 31,7 30,2 2015 2016 1,7 0,9 Sasaran Jamkesmas Rawat Jalan Rawat Inap Sumber : BPJS Pada tahun 2015, dari jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 350.017, jumlah peserta jaminan kesehatan sebanyak 202.577 jiwa (57,8%). Jumlah masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan yaitu rawat jalan di unit pelayanan kesehatan sebanyak 110.892 jiwa (31,7%). Pelayanan kesehatan rawat inap di unit pelayanan dasar sebanyak 4.476 jiwa (1,3%). Pada tahun 2016, dari jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 356.918, jumlah peserta jaminan kesehatan sebanyak 230.198 jiwa (64,5%). Jumlah masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan yaitu rawat jalan di unit pelayanan kesehatan sebanyak 107.788 jiwa (30,2%). Pelayanan kesehatan rawat inap di unit pelayanan dasar sebanyak 3.280 jiwa (0,9%). 4.4.5 Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut dan Usia Lanjut Dari jumlah pra usila dan usila yang ada tahun 2016 sebanyak 23.267 jiwa, cakupan pelayanan kesehatan pra usila dan usila yang dilayani kesehatan sebanyak 9.087 jiwa (39,06%). 4.4.6 Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Terdapat 1 kasus KLB selama tahun 2016 yaitu di Kecamatan Sibabangun. Jenis KLB yang temukan yaitu KLB Keracunan pangan. Pada kasus KLB tersebut tidak terdapat kasus yang meninggal dunia. Persentase desa terkena KLB yang ditangani < 24 jam di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2016 sebesar 100%. 4.4.7 Program Pemberian ASI Eksklusif Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembanganya. ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada seorang bayi secara terus menerus selama 6 (enam) bulan, tanpa pemberian makanan pendamping ASI. Pada tahun 2016, dari 4.829 bayi usia 0-6 bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah hanya 1.113 (23%) yang mendapat ASI Eksklusif. Berdasarkan target IS 41

2010 yaitu 80%, angka ini masih dibawah angka nasional sehingga dalam tahun berikutnya diharapkan ada peningkatan agar target yang sudah ditetapkan dapat tercapai. Cakupan pemberian ASI Ekslusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, belum adanya peraturan perundangan tentang pemberian ASI serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI maupun MP- ASI, masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI dan MP-ASI dan belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI dan MP-ASI. Upaya terobosan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pemberian ASI Ekslusif antara lain melalui upaya peningkatan pengetahuan petugas tentang manfaat ASI Ekslusif, penyediaan fasilitas menyusui di tempat kerja, peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu, peningkatan dukungan keluarga dan masyarakat serta upaya untuk mengendalikan pemasaran susu formula. Selain itu perlu juga penerapan 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) di RS dan pelayanan kesehatan lainnya yang melakukan kegiatan persalinan. Sepuluh langkah tersebut antara lain meliputi : 1) membuat kebijakan tentang menyusui; 2) melatih staf pelayanan kesehatan; 3) KIE terhadap ibu hamil tentang manfaat dan manajemen cara menyusui; 4) membantu ibu untuk IMD dalam 60 menit pertama persalinan; 5) membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya; 6) memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis; 7) menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 jam); 8) menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi; 9) Tidak member dot kepada bayi; 10) mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk kepada kelompok tersebut setelah keluar dari sarana pelayanan kesehatan. 4.4.8 Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan A. Cakupan Rawat Jalan dan Rawat Inap Jumlah kunjungan pelayanan kesehatan di sarana kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas dan satelit) selama tahun 2016 sebanyak 111.068 kunjungan (31,1% dari total populasi penduduk) dengan rincian 107.788 kunjungan rawat jalan dan 3.280 kunjungan rawat inap. Sedangkan kunjungan gangguan jiwa di sarana kesehatan selama tahun 2016 adalah sebesar 567 kunjungan (321orang berjenis kelamin laki-laki; 246 orang berjenis kelamin perempuan). Angka ini menunjukan bahwa pemanfaatan Puskesmas dan Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan masih menjadi prioritas bagi masyarakat. B. Sarana kesehatan dengan kemampuan laboratorium kesehatan Pemeriksaan laboratorium merupakan pelayanan kesehatan penunjang dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit. Belum ada puskesmas atau UPT dinas kesehatan lainnya yang sesuai standar kemampuan laboratorium kesehatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, sedangkan RSUD Pandan sudah memiliki kemampuan laboratorium yang sesuai standar. Pengadaan dan peningkatan laboratorium kesehatan yang terstandarisasi di puskesmas dan Rumah Sakit merupakan upaya yang menjadi prioritas pada tahun 2016 mengingat kebutuhan pemanfaatannya sebagai sarana penunjang diagnosa kesehatan yang cukup strategis dan penting. 42

4.4.9 Perilaku Hidup Masyarakat Upaya sosialisasi PHBS perlu untuk ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. Peningkatan pembinaan PHBS dan lingkungan sehat oleh Dinas Kesehatan belum dapat dilakukan secara optimal, hal ini berkaitan dengan dana yang tersedia sangat terbatas. Laporan Puskesmas tentang kegiatan promosi kesehatan telah dilakukan pada tahun tahun 2016. Promosi kesehatan yang telah dilakukan meliputi: penyuluhan kesehatan yang dilakukan pada 23 wilayah kerja puskesmas. Dari 76.600 rumah tangga yang ada yang terpantau ada 38.300 rumah tangga (50%), dan yang sudah ber PHBS adalah 22.980 rumah tangga (60% dari rumah tangga yang terpantau). Dengan adanya kegiatan promosi kesehatan tersebut, diharapkan PHBS masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah dapat ditingkatkan dan untuk ke depannya petugas kesehatan juga semakin meningkatkan kegiatan ini secara terarah dan terpadu. 43

BAB V SUMBER DAYA KESEHATAN Sumber daya kesehatan merupakan salah satu faktor pendukung dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada bab ini, sumber daya kesehatan diulas dengan menyajikan gambaran keadaan sarana kesehatan, tenaga kesehatan, dan pembiayaan kesehatan. 5.1. SARANA KESEHATAN Sarana kesehatan yang disajikan pada dalam bab ini meliputi: puskesmas, rumah sakit (rumah sakit umum dan rumah sakit khusus), sarana Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM), sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan, serta institusi pendidikan tenaga kesehatan. 5.1.1 Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang biasa disebut Puskesmas merupakan salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan dalam sistem pelayanann kesehatan, harus melakukan kesehatan wajib (basic six) dan beberapa upaya kesehatan pilihan yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, tuntutan, kemampuan dan inovasi serta kebijakan pemerintah daerah setempat. Puskesmas memiliki fungsi sebagai: 1) pusat pembangunan berwawasan kesehatan; 2) pusat pemberdayaan kesehatan; 3) pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer; dan 4) pusat pelayanan kesehatan perorangan primer. Perkembangan puskesmas dari tahun ke tahun diupayakan terus meningkat sehingga diharapkan pelayanan kesehatan dapat lebih terjangkau oleh masyarakat dan merata sampai ke daerah-daerah terpencil. Pada tahun 2016 jumlah puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 23 buah. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui ketergantungan penduduk terhadap puskesmas adalah rasio per puskesmas per 100.000 penduduk. Rasio puskesmas per 100.000 penduduk pada tahun 2016 sebesar 6,4. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah (356.918 jiwa), maka 1 (satu) puskesmas melayani 15.518 jiwa, bila dibandingkan lagi dengan standard nasional 1 (satu) puskesmas melayani 30.000 jiwa, maka Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam penyediaan sarana kesehatan khususnya puskesmas telah mampu mencapai standard nasional tersebut. Jumlah kunjungan rawat jalan dan rawat inap di puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2016 adalah 82.957 kunjungan, maka diperkirakan persentase penduduk yang memanfaatkan puskesmas adalah 23,2 % dari total populasi penduduk. Bila dibandingkan dengan IS 2010 yaitu 15%, maka Kabupaten Tapanuli Tengah sudah melampaui target. Sampai akhir tahun 2016, jumlah puskesmas perawatan di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 6 unit (26,08%) dari total 23 buah puskesmas yang ada. Sementara jumlah puskesmas keliling sebanyak 46 unit. Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan puskesmas terhadap masyarakat di wilayah kerjanya, puskesmas didukung oleh sarana pelayanan kesehatan berupa puskesmas pembantu (pustu). Jumlah Puskesmas Pembantu di Kabupaten Tapanuli Tengah ada sebanyak 90 buah. 44

5.1.2 Rumah Sakit Ruang lingkup pembangunan kesehatan selain upaya promotif dan preventif, di dalamnya juga terdapat pembangunan kesehatan bersifat kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit merupakan pelayanan pada masyarakat yang bergerak dalam kegiatan kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit juga berfungsi sebagai sarana kesehatan rujukan. Rumah sakit adalah sarana pelayanan kesehatan rujukan (tingkat pertama kedua dan ketiga). Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit antara lain dengan angka pemanfaatan tempat tidur (BOR), lama pasien dirawat (LOS), dan interval pemakian tempat tidur (TOI). Sampai akhir tahun 2016, rumah sakit umum daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 1 buah dengan nama RSUD Pandan dengan tipe kelas C. Jumlah tempat tidur RSUD Pandan sebanyak 100 buah tempat tidur. Indikator BOR RSUD Pandan tahun 2016 sebesar 49,4%, indikator TOI sebesar 4 hari, indikator LOS sebesar 4 hari dengan lama hari perawatan pasien sebesar 18.019 hari. Rasio dokter umum dan spesialis terhadap penduduk sebesar 11/100.000 penduduk sedangkan rasio dokter gigi terhadap penduduk sebesar 4/100.000 penduduk. Rumah sakit ini memiliki2 orang tenaga dokter spesialis dasar. Pada tahun 2010, RSUD pandan sudah dilengkapi dengan 2 (dua) penambahan fasilitas yaitu fasilitas penunjang diagnosa penyakit berupa sebuah CT Scan dan alat/mesin Haemodialysis, diharapkan dengan penambahan ini pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat semakin optimal. Ditahun yang sama, RSUD Pandan memperoleh penghargaan dari Gubernur Sumatera Utara sebagai peringkat pertama berpredikat Rumah Sakit Sayang Ibu Tingkat Provinsi. 5.1.3 Sarana Kesehatan Berbasis Kesehatan (UKBM) Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakukan dengan menerapkan berbagai pendekatan, termasuk di dalamnya dengan melibatkan potensi masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Langkah tersebut tercermin dalam pengembangan sarana Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM). UKBM diantaranya adalah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di Desa Siaga, Tanaman Obat Keluarga (Toga) dan Pos Obat Desa (POD). Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5 (lima) program prioritas yaitu Kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), perbaikan gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Untuk memantau perkembangannya, posyandu dikelompokkan ke dalam 4 (empat) strata yaitu Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Ada 4 (empat) kriteria penggolongan posyandu tersebut; yaitu jumlah kader, frekuensi kegiatan selama setahun, pencapaian kegiatan, dan adanya program tambahan selain program dasar. Disebut posyandu Mandiri (strata tertinggi) adalah apabila jumlah kadernya 5 orang dan efektif, frekuensi kegiatan 12 kali/tahun (ada kegiatan setiap bulannya), cakupan program dasar >50%, ada program tambahan dan ada dana sehat/dana bersumber dari swadaya masyarakat. Berdasarkan tabel lampiran profil kesehatan (tabel 70). 45

Strata Tabel 5.1 Jumlah Posyandu menurut Strata Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2013 2016 2014 2015 2016 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Posyandu Pratama 8 2,04 8 2,02 62 16,10 Posyandu Madya 337 85,97 341 85,89 226 58,70 Posyandu Purnama 45 11,48 46 11,59 95 24,68 Posyandu Mandiri 2 0,51 2 0,50 2 0,52 Jumlah 392 100 397 100 385 100 Sumber : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2016 Strata posyandu berada pada tingkatan Pratama (16,10%), Madya (58,70%), Purnama (24,68%) dan Mandiri (0,52%) dari jumlah posyandu yang ada yaitu sebanyak 385 unit. Posyandu Pratama mengalami pertambahan yang cukup signifikan dari Tahun 2014 dan tahun 2015 yaitu 8 unit menjadi 62 unit pada tahun 2016. Namun terjadi penurunan pada tingkatan Madya dari 85,97% (Tahun 2014), 85,89% (Tahun 2015), dan menjadi 58,70% pada tahun 2016. Posyandu Purnama mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 95 unit dari 45 unit tahun 2014 dan 46 unit tahun 2015. Sedangkan Posyandu Mandiri dari tahun 2014 sampai 2016 jumlahnya tetap yaitu sebanyak 2 unit. Hal ini menunjukan masih perlunya keterlibatan sektor terkait dalam meningkatkan strata posyandu. Dengan demikian posyandu diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi perbaikan gizi balita. Dengan terlibatnyaberbagai sektor terkait, juga diharapkan peningkatan strata posyandu sesuai dengan target IS 2010 yaitu posyandu Purnama dan Mandiri mencapai 40%. Bila dilihat rasio posyandu terhadap desa/kelurahan di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 1, maka rata-rata pada tiap desa/kelurahan terdapat 1 buah posyandu. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) merupakan sarana kesehatan lain yang ada di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah. UKBM terdiri dari Poskesdes, Polindes, Posbindu, Posmaldes, dan Pos TB Desa. Namun pada tahun 2016, hanya terdapat Poskesdes sebanyak 45 unit, Polindes sebanyak 143 unit, dan Posbindu sebanyak 15 unit. Polindes merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka mendekatkan pelayanan kebidanan, melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk Keluarga Berencana. 5.1.4 Pos Kesehatan Desa (POSKESDES) Poskesdes merupakan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa, dengan kata lain salah satu wujud upaya untuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Kegiatan utama poskesdes yaitu pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans perilaku beresiko, lingkungan dan masalah kesehatan lainnya), penanganan kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan Poskesdes juga mencakup tempat pertolongan persalinan dan pelayanan KIA. Poskesdes juga merupakan salah satu indikator sebuah desa disebut desa siaga. Salah satu kriteria desa siaga aktif adalah memiliki satu pos kesehatan desa dengan tenaga kesehatan pada Poskesdes minimal 1 (satu) bidan dan 2 (dua) orang kader masyarakat yang dilatih. Pada tahun 2016, di Kabupaten Tapanuli Tengah jumlah Poskesdes sebanyak 45 buah (20,9%). Untuk mencapai 46

target Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota yaitu Cakupan desa siaga aktif sebesar 80%, maka perlu diadakan pembangunan Pos Kesehatan Desa di setiap desa sebagai upaya prasarana penunjang kegiatan aktif dari Desa Siaga. 5.2 TENAGA KESEHATAN Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembanguan kesehatan adalah tenaga kesehatan yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan di masyarakat. Indikator tenaga kesehatan adalah rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk. Masalah yang serius dalam tenaga kesehatan adalah mengenai jumlah, distribusi, mutu dan ketidakseimbangan produksi dan penyerapan serta inefektivitas dan inefisiensi dalam menanggulangi masalah kesehatan. Walaupun rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk mengalami kenaikan setiap tahunnya, namun belum memenuhi target yang telah ditetapkan. Sampai akhir tahun 2016, di Kabupaten Tapanuli Tengah, tenaga kesehatan yang bekerja di institusi pelayanan kesehatan pemerintah (Dinas Kesehatan, RSUD, Puskesmas, dan Institusi pendidikan) adalah sebanyak 953 orang dengan proporsi terbesar adalah Bidan 47,7% (455 orang), diikuti dengan perawat 31,7% (303 orang). Berikut gambaran jumlah tenaga kesehatan menurut masing-masing disiplin ilmu dan profesi di Kabupaten Tapanuli Tengah sampai akhir tahun 2016. Tabel 5.2 Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Per 100.000 Penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2016 No. Jenis Tenaga Jumlah Tenaga Rasio per 100.000 Penduduk 1. Dokter Umum 35 9,8 2. Dokter Spesialis 2 0,6 3. Dokter Gigi 14 4 4. Bidan 455 127,5 5. Perawat 303 84,9 6. Perawat Gigi 11 3,1 7. Tenaga Kefarmasian 20 5,6 8. Tenaga Gizi 21 5,88 9. Tenaga Kesmas 47 13,2 10 Tenaga Kesling 19 5,3 11 Teknisi Medis 21 5,88 12 Tenaga Keterapian Fisik 5 1,4 Jumlah 953 Sumber : Subbag Umum dan Kepegawian Dinkes Kab. Tap.Tengah 2016 5.3 PEMBIAYAAN KESEHATAN Salah satu komponen sumber daya yang diperlukan dalam menjalankan pembangunan kesehatan adalah pembiayaan kesehatan. Pembiayaan bersumber dari pemerintah dan pembiayaan yang bersumber dari masyarakat. 47

5.3.1 Pembiayaan Kesehatan oleh Pemerintah Alokasi anggaran untuk sektor kesehatan setiap tahunnya mengalami peningkatan baik yang bersumber dari pemerintah pusat, provinsi maupun daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut. Pie Diagram 5.1 Proporsi Anggaran Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 APBN; 40,65 APBD Kabupaten; 59,35 APBD Provinsi; 0 Sumber : Subbag Keuangan dan Perlengkapan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016 Dari diagram pie diatas memperlihatkan anggaran kesehatan bersumber APBD Kabupaten menempati proporsi tertinggi (59,35%), selanjutnya anggaran bersumber dari APBN sebesar 40,65%. Pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya sampai tahun 2012 yaitu mencapai Rp.133.741/kapita.Pada tahun 2013 mencapai Rp 249.902,94/kapita, pada tahun 2014 mencapai 210.286,08/kapita. Pada tahun 2015 mencapai 226.303,61/kapita. Pada tahun 2016 mencapai 670.378,18/kapita. Sebenarnya angka ini sudah mencapai target nasional yaitu Rp. 100.000/kapita. Alokasi anggaran kesehatan bersumber APBD Kabupaten hanya mencapai 4,48% 5.3.2 Pembiayaan Kesehatan oleh Masyarakat Pada saat ini berkembang berbagai cara pembiayaan kesehatan pra-upaya antara lain : Jaminan Kesehatan Nasional, Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD, PBI APBD, Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) /Mandiri, Bukan Pekerja (BP), Jamkesda, Asuransi Swasta, Asuransi Perusahaan. Cakupan atau kepersertaan masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah terhadap berbagai jaminan pembiayaan kesehatan sampai akhir 2016 mencapai 64,5%. Angka ini masih di bawah target dari target IS 2010, dimana cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar 80% 48