BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Transkripsi

1 11 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. TINJAUAN PUSTAKA Masa anal berhubungan pula dengan soal kebersihan, keteraturan atau kerapihan yang ingin di terapkan orangtua kepada anak. Anak bukan lagi pribadi yang sepenuhnya pasif, melainkan ia mulai mau menentukan sendiri. Dari sudut perkembangan sosialnya, anak mulai biasa melakukan sendiri beberapa aktifitasnya yang tadinya harus dilakukan orang lain (Badan Kependudukan Keluarga Berencana, 2014). 1. Toilet training a. Definisi Toilet training Toilet training adalah upaya pelatihan kontrol BAK dan BAB anak yang masing-masing dilakukan oleh sistem perkemihan dan defekasi. Seorang anak dikatakan sedang menjalani toilet training bila: datang ke toilet saat ingin BAK dan BAB, membuka pakaian seperlunya, melakukan miksi atau defekasi, membersihkan kembali dirinya,dan memakai kembali pakaian yang dilepaskan. Penguasaan anak terhadap kemampuan miksi dan defekasi terkontrol ini bisa simultan maupun berkala/bertahap. Kontrol perkemihan biasanya lebih mudah dilakukan siang hari, sedangkan pada malam hari sering terjadi kegagalan. Kegagalan ini akan terkompensasi setelah beberapa tahun

2 12 toilet training dilakukan dalam dua minggu sampai dua bulan (Schimtt, 2006). Toilet training adalah suatu usaha melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) (Hidayat, 2008). Toilet training merupakan proses pengajaran untuk mengontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur (Zaivera, 2008). b. Tujuan Toilet Training Tujuan dari pengajaran toilet training adalah mengajarkan kepada anak untuk mengontrol keinginan BAK dan BAB. Hal ini berhubungan dengan perkembangan sosial anak dimana ia dituntut secara sosial untuk menjaga kebersihan diri dan melakukan BAB atau BAK pada tempatnya,yaitu toilet (Warga, 2007) c. Keuntungan Dilakukannya Toilet Training Toilet training dapat menimbulkan kemampuan anak dalam mengontrol miksi dan defekasi. Seorang anak yang telah berhasil menjalani toilet training memiliki kemampuan mengunakan toilet pada saat ingin BAB atau BAK. Selain itu keuntungan pelaksanaan toilet training pada anak adalah 1. Toilet training menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa melakukan sendiri hal-hal seperti BAB atau BAK.

3 13 2. Toilet training membuat anak dapat mengetahui bagian-bagian tubuh serta fungsinya (Warga, 2007). d. Cara Pelaksanaan Toilet Training Proses toilet training harus dilakukan dengan cara menawarkan bantuan, tetap sabar dan menciptakan keadaan yang menyenangkan. Hindari timbulnya perasaan tertekan pada anak jangan berikan hukuman jika gagal. Anak harus merasakan dirinya mampu melakukan BAB atau BAK dan bisa mengendalikannya (Warga, 2007). Pelaksanaan toilet training dilakukan teknik sebagai berikut : 1. Teknik Lisan Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi berupa kata-kata sebelum dan sesudah BAK dan BAB. Cara ini harus dilakukan dengan benar sehingga mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan unutuk BAB atau BAK. Kemampuan anak melakukan BAB atau BAK memerlukan kesiapan psikologis yang matang. 2. Teknik Modelling Usaha untuk melatih anak dalam melakukan BAB dan BAK dengan cara memberikan contoh dan meminta anak menirukannya. Selain itu juga dapat dilakukan dengan membiasakan anak BAB atau BAK dengan cara mengajaknya ketoilet. Dalam memberikan contoh dan meminta orangtua harus melakukannya dengan benar. Selain itu perlu diperhatikan ketepatan waktu saat memberikan contoh toilet

4 14 training, serta mengkondusifkan suasana dengan memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak marah saat gagal melakukan BAB atau BAK dengan benar (Warga, 2007). e. Faktor Pendukung Toilet Training Seorang anak mungkin akan kesulitan untuk memahami cara menggunakan perkakas toilet pada awal toilet training. Oleh karena itu, apabila dilakukan pengalihan dari penggunaan popok kepenggunaan toilet, terlebih dahulu dilakukan dengan alat bantu berupa toilet mini (Gilbert, 2006) Beberapa faktor pendukung Toilet training Adalah: 1. Peragakan cara penggunaan toilet.kemudian anak dibiasakan untuk duduk di toilet dengan mengunakan popok saat akan BAB atau BAK.Sehingga setelah tiba waktunya untuk mengunakan toilet,anak sudah mengenal toilet dan cukup paham mengenai cara penggunaannya. 2. Sesuaikan ukuran toilet. Ukuran toilet yang biasanya ada di rumah dan tempat-tempat lain adalah ukuran yang disesuaikan berdasarkan tinggi dan berat badan orang dewasa. Maka ada kecenderungan bahwa toilet berukuran jauh lebih besar dari yang dibutuhkan anak. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan meletakan penyangga, kursi toilet, maupun menganti dudukan toilet menjadi ukuran yang sesuai dengan anak.

5 15 3. Gunakan kursi toilet. Kursi atau bangku toilet digunakan sebagai panjatan anak menuju toilet yang tinggi dan sebagai pijakan saat duduk ditoilet. Hal ini menjaga keamanan anak jika sedang tidak diawasi dan perasaan mengendalikan diri sendiri yang dimiliki seorang anak. 4. Jaga kebersihan. Untuk menjaga keseimbangan saat BAB atu BAK, ada kemungkinan seorang anak akan menggunakan tangannya sebagai tumpuan pada toilet. Maka dalam hal ini, toilet harus dibersihkan terlebih dahulu dengan mengunakan cairan antikuman. Selain itu anak harus dibiasakan untuk mencuci tangan dan berdiri dengan pijakan bangku. 5. Jangan paksakan pelatihan pada anak jika anak belum siap atau masih ketakutan menghadapi toilet. Hal ini akan berakibat pada tidak optimalnya pelatihan toilet tersebut. Pada keadaaan ini, gunakan toilet mini sebagai alternatif pilihan. Dalam rangka memudahkan anak untuk belajar, maka dibutuhkan beberapa intervensi. Untuk pelaksanaan toilet training yang optimal maka diperlukan: a. Membeli peralatan yang dibutuhkan. b. Kursi atau papan toilet yang digunakan untuk tempat naik dan anak menyangga kaki anak saat sedang BAB/BAK. Hal ini akan menjaga anak tetap menjejakkan kaki kelantai sehingga menimbulkan kepercayaan diri anak dan perasaan aman. Selain

6 16 itu, alat ini juga memungkinkan anak untuk turun sendiri tanpa bantuan. c. Makanan atau cemilan kesukaan anak untuk dijadikan hadiah atas keberhasilannya BAB atau BAK ditoilet. d. Diagram atau tabel pelaksanaan toilet training, serta penanda jumlah keberhasilan. e. Membuat posisi anak pada kursi toilet senyaman mungkin seperti yang diinginkan. Untuk mengoptimalkan toilet training, maka sebaiknya kursi yang di gunakan sudah familiar bagi anak. Hal ini akan membantunya beradaptasi saat dihadapkan dengan toilet yang sebenarnya atau aktual. f. Rangsangan anak untuk bergerak cepat menuju toilet. Lakukan rangsangan gerakan cepat berupaya berlari saat anak menujukan tanda-tanda ingin BAB atau BAK. Semangati anak dengan katakata ataupun kalimat yang dimengerti olehnya. Biarkan anak bergerak sesuka hatinya saat ditoilet dan jangan paksakan anak untuk tetap berada di toilet. Hindari penggunaan tenaga dan kekerasan untuk mempertahankan keberhasilan. Meskipun anak kelihatan menyenangi toiletnya, usahakan agar kegiatan selesai dalam 5 menit dan keluarkan anak dari toilet. g. Berikan selamat ataupun hadiah jika anak mampu menyelesaikan BAB atau BAK dengan baik. Setiap keberhasilan dan pencapaian dalam pelatihan toilet ini sebaiknya diberikan penghargaan

7 17 ataupun hadiah. Bisa dengan ciuman dan pelukan, maupun dengan memberikan makanan atau cemilan tertentu. Pencapaianpencapaian besar seperti mampu melaksanakan keseluruhan rangkaian rangkaian BAB atau BAK ditoilet tanpa bantuan dan atas kesadaran sendiri, bisa diberikan hadiah yang lebih bermakna (Hidayat, 2007). h. Apabila anak gagal menuntaskan BAB atau BAK dengan baik sehingga celananya basah atau kotor, maka lakukan peringatan secara verbal dengan menggunakan kalimat yang suportif dan persuasif. Hindari penggunaan intervensi kekuatan dan fisik, katakata kasar,dan teriakan karena akan membuat anak merasa gagal dan bisa menjadi tidak kooperatif. Jangan berlama lama membiarkan anak dalam keadaan kotor atau basah. i. Apabila anak sudah mampu menggunakan toilet dengan baik dan cukup kooperatif dalam pelaksanaannya, penggunaan popok bisa diganti dengan celana dalam. Hal ini akan membantu mempercepat kesuksesan pelatihan, Popok hanya digunakan dimalam hari atau saat tidur. 1. Pelatihan dianggap sukses dan memadai jika anak telah mampu pergi ke toilet atas inisiatif sendiri dan mampu menyelesaikan dengan baik. Pelatihan ini dilakukan selama 2 minggu sampai 2 bulan. Semakin lama pelatihan berlangsung, upaya 3 dan 4 dapat dikurangi (Schmitt, 2006)

8 18 2. Toilet training merupakan suatu peralihan atau perubahan dari penggunaan popok menjadi penggunaan toilet pada seorang anak. Diantara kedua fase ini, ada sebuah cara alternatif yang bisa di gunakan untuk memudahkan proses toilet training, yaitu penggunaan toilet mini. Toilet mini adalah peralatan yang disiapkan untuk tempat membuang BAB atau BAK anak yang bersifat portable (bisa dipindahkan). Prinsip penggunaan toilet taining adalah untuk memperpendek jarak yang harus ditempuh seorang anak untuk melakukan BAB atau BAK (Gilbert, 2006) f. Faktor Pendorong Toilet Training Faktor yang menjadi pendorong dalam toilet training adalah 1. Ayah/kakak laki-laki. Ayah/kakak laki-laki memberi contoh buang air besar atau kecil pada anak/adik laki-laki. 2. Ibu/kakak perempuan. Ibu/kakak perempuan memberi contoh buang air besar dan buang air kecil pada anak/adik perempuan. 3. Peranan Keluarga Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama yang memegang peranan besar dalam keberhasilan untuk mengenalkan dan mengajarkan kepada anak supaya memiliki kemampuan dalam toilet training. Kita menyadari bahwasannya akan sangat sulit dan

9 19 membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat mengajarkan dan melatih anak supaya dapat memahami dan mampu untuk melaksanakan toilet training dengan baik, apalagi kita mengajarkan dan menerapkan pada anak-anak. Berdasarkan uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang menjadi pendorong dalam praktik toilet training adalah orangtua dan keluarga disebabkan anak bulan lebih cepat untuk meniru seseorang (Zaviera, 2008). g. Faktor Penghambat Toilet Training Menurut Government of South Australia (2006) faktor yang menghambat pelatihan toilet adalah sebagai berikut : 1. Upaya toilet training dilakukan terlalu dini. 2. Orangtua telah menetapkan standar waktu pelaksanaan tanpa memperhatikan perkembangan anak. 3. Tekanan dari lingkungan atau orang lain untuk memaksakan pelatihan. 4. Orangtua atau pengasuh berpendapat bahwa anak harus mengalami toilet training sesegera mungkin untuk membuktikan keberhasilan pendidikan dan menunjukan keunggulan si anak. 5. Perselisihan antara anak dan orangtua dalam menjalani toilet training. 6. Memberikan hukuman pada anak yang gagal dalam menyelesaikan proses BAB atau BAK di toilet dengan baik.

10 20 7. Adanya faktor stress pada kehidupan anak. 8. Adanya gangguan fisik atau organik pada anak, misalnya kerusakan sistem pencernaan sehinga menyebabkan gangguan fisiologis berkemih dan defekasi. Hal ini tampak apabila anak terlalu sering BAB atau BAK, BAB atau BAK mengandung darah, ataupun nyeri saat berkemih atau atau defekasi. Sedangkan menurut DeBord (2007), penghambat dalam toilet training adalah sebagai berikut: a. Memaksakan anak untuk duduk di toilet. b. Bereaksi terlalu keras terhadap kesalahan anak. c. Menggunakan obat-obatan untuk mempercepat BAB atau BAK. h. Aspek Psikologis Toilet Training Menurut Freud (1923 ) dalam Papalia (2006), toilet training dilakukan pada masa anal perkembangan psikologis anak. Banyak psikolog terkemuka yang berpendapat bahwa fase anal merupakan salah satu fase penting perkembangan psikologis seseorang. Dalam fase ini anak pertama kali dihadapkan pada kondisi dimana keadaan fisiologis dan biologis tubuhnya harus disesuaikan dengan faktor lingkungan dan sosial. Fase ini merupakan fase yang tepat untuk mengajarkan anak untuk menahan kebutuhan biologis misalnya BAB atau BAK. Hal ini penting untuk menyesuaikan perkembangan dengan faktor lingkungan, yaitu menjaga kebersihan dan faktor sosial, yaitu pengajaran orangtua dan pengasuh.

11 21 Usia 18 bulan sampai 24 bulan merupakan saat dimana anak mengalami normal autonomy versus shame and doubt, yaitu mulai mengetahui tentang kapabilitas dirinya dan membentuk zona pribadi miliknya. Mereka ingin memilih apa yang dilakukan dan didapatkan sendiri. Konflik akan terselesaikan jika orangtua mampu memberikan arahan yang baik dan pilihan-pilihan bijak. Freud (1923) dalam papalia (2006) mengidentifikasikan toilet training sebagai salah satu momen yang menentukan kesehatan psikologis seseorang pada fase perkembangan ini. Perilaku orangtua saat pelatihan mempengaruhi aspek ini. Seorang anak berusia dua tahun, seharusnya sudah mampu menjalani toilet training, makan dengan mengunakan sendok dan merapikan mainannya setelah bermain. Peran orangtua dalam pelatihan hanya mengontrol dan memberikan dukungan saja. Hal ini akan mengembangkan kemampuan toleransi diri dan pengertian. Menurut Erikson (1992) dalam Berk (2008), orangtua yang terlalu ikut campur dalam perkembangan kemampuan anaknya akan membuat anak kehilangan beberapa momen yang menentukan aspek-aspek hidupnya. Anak bisa berkembang menjadi pribadi yang penakut, pemalu, tidak mampu menentukan pilihan, merasa tertekan dan tidak mampu mengendalikan diri.

12 22 i. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan selama Toilet Training 1. Hindari pemakaian popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman. 2. Ajarkan anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air besar dan buang air kecil. 3. Mendorong anak melakukan rutinitas kekamar mandi seperti cuci muka saat bangun tidur, cuci tangan, cuci kaki, dan lain-lain. 4. Jangan memarahi bila anak gagal dalam melakukan toilet training. j. Permasalahan Pada Kegagalan Toilet training Kegagalan pada toilet training akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut: 1. Enkoperesis, yaitu gangguan pengeluaran feses pada tempat yang tidak sesuai (bukan toilet) dan terjadi berulang kali (Weadow, 2006). 2. Enuresis, yaitu gangguan mengompol (pengeluaran urin bukan pada tempatnnya) pada anak tanpa kelainan fisik dan usia yang sudah tepat untuk diajarkan toilet training (Gelfand, 2006). 2. Pengetahuan Ibu terhadap Pelaksanaan Toilet Training Pengetahuan adalah hasil dari tahu. Terjadinya pengetahuan adalah setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui, panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasadan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran,

13 23 yakni mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Melalui pengalaman dan penelitian diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari pengetahuan (Rogers, 1997 dalam Notoatmodjo, 2007) Pengetahuan, dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai pengingatan terhadap sebuah misteri yang sebelumnya sudah dipelajari. Termasuk dalam tingkat ini adalah kemampuan untuk recall atau mengingat kembali sesuatu hal spesifik dari pelajaran terdahulu. Pengukuran tercapainya kualitas pengetahuan ini adalah dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi, maka harus bisa menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang di pelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi

14 24 disini diartikan sebagai pengunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya, dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen, tetapi masih ada sebuah struktur pengorganisasian dan masih ada kaitan satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu hal baru dari hal yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi ( Evaluation ) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pekerjaan atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari

15 25 subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007) Pengetahuan sebagai bagian dari perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: 1. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat, tradisi dan kepercayaan masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk berperilaku kesehatan, misalnya menjaga kesehatan ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat. Disamping itu kepercayaan, tradisi, dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong dan menghambat perilaku. Faktor faktor ini terutama yang positif dapat mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering pula disebut dengan faktor pemudah. 2. Faktor Pemungkin (enabling faktor) Faktor ini mencangkup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk tercapainya perilaku, misalnya perilaku kesehatan masyarakat. Contohnya adalah ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya. Termasuk pula didalam hal ini fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga medis. Untuk berperilaku sehat, masyarakat membutuhkan sarana dan prasarana mendukung yang memadai. Seseorang yang melakukan perilaku sehat bukan

16 26 hanya karena kesadaran dan pengetahuan, melainkan juga karena ketersediaan fasilitas. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. 3. Faktor penguat (reinforcing faktor) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas, termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga undang-undang, peraturan, baik dari pusat maupun dari Perda. Selain kesadaran dan pengetahuan yang didukung oleh fasilitas yang memadai, seseorang dalam berperilaku juga membutuhkan perilaku contoh (acuan) dari tokoh-tokoh lain. Selain itu peraturan dan undang-undang juga memperkuat keberadaan suatu perilaku. Oleh sebab itu, intervensi pendidikan hendaknya dimulai dengan memperhitungkan ketiga faktor tersebut, kemudian intervensinya diarahkan pula pada ketiga faktornya tersebut. Pendekatan ini disebut dengan model Precede, yaitu predisposing, reinforcingand enabling cause in educational diagnosis and evaluation (Notoatmodjo, 2007). Dengan demikian peranan ibu sangat penting dalam toilet training, karena itu ibu dituntut mempunyai pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak salah satunya adalah mengajarkan anak untuk buang air besar dan buang air kecil. Hal ini dapat dimulai dengan memberikan

17 27 intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang air kecil dan buang air besar cara yang lain adalah ibu dapat memberikan contoh buang air besar dan buang air kecil pada anak dengan benar. Resiko dari cara ini apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan saat anak juga mempunyai kebiasaan yang salah (Hidayat, 2005). 3. Sikap Orang Tua terhadap Pelaksanaan Toilet Training Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi ada kesesuaian reaksi stimulus tertentu. Kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap menggambarkan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun dari orang lain (Notoatmodjo, 2003). Menurut Azwar (2005), struktur pembentuk sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive) yang berisi kepercayaan seseorang, komponen afektif (affective) yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang dan komponen konatif (konative) yang menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berprilaku dalam diri seseorang. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Sikap masyarakat terhadap kesehatan juga dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan sistem nilai

18 28 yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Sikap juga perlu dalam latihan buang air. Sikap dibagi 2: a. Sikap tegas Orangtua harus bersikap tegas saat memberi pengajaran tidak sedikit orangtua kebingungan, merasa sudah berupaya dengan berbagai cara tetapi tetap tidak ada perubahan yang berarti. Salah satu penyebab ketidak berhasilan karena orang tua bersikap inkonsisten. b. Sikap kompromi Selain sikap tegas orangtua dituntut untuk bersikap kompromi, jadi bukan pada semua aktivitas. Orangtua bersikap ketat artinya orangtua perlu memilih-milih yang perlu pengawasan ketat dan tidak. Selain itu wajib menumbuhkan dalam diri anak tentang pemahaman atau pengetahuan yang boleh dalam melakukan sesuatu. Persepsi orangtua tentang toilet training yang baik akan menumbuhkan keyakinan dan akan membentuk sikap yang baik pula terhadap toilet training. (Nurfaidah, 2009). Penerapan toilet training pada anak oleh orangtua dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah pendidikan dan persepsi berpengaruh pada sikap toilet training pada anak. Kesiapan orangtua mengajari anak dan pola asuh juga penting dalam mempengaruhi keberhasilan program toilet training (Supartini,2004).

19 29 Menurut Friedman (1998) dalam Prasetiawati (2011), keluarga memberikan empat macam dukungan dalam mengajarkan toilet training pada anak yaitu : a) Dukungan informatif Orangtua akan memberikan nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta petunjuk bagi anak. b) Dukungan penilaian Orangtua memberikan suport, penghargaan dan perhatiannya kepada anak. c) Dukungan instrumental Orangtua mendukung anak dalam memberikan bantuan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan anak, selain itu anak akan merasa bahwa masih ada perhatian atau kepedulian dari lingkungan terhadapnya. d) Dukungan emosional Orangtua memberikan kepercayaan, perhatian, dan mendengarkan serta didengarkan apakah anak merasa nyaman atau tidak. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan orangtua dalam memberikan bimbingan toilet training pada anak antara lain pengetahuan, pola asuh, serta motivasi atau dukungan stimulasi dari orangtua (Budi, 2003 dan Subagio, 2010). Kesiapan orangtua mengajari anak dan pola asuh juga penting dalam mempengaruhi keberhasilan program toilet training (Supartini, 2004)

20 30 4. Kesiapan Anak Terhadap Pelaksanaan Toilet Training Menurut Wong (2008) kesuksesan toilet training tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak tersebut. a. Kesiapan pada diri anak meliputi : 1. Kesiapan fisik a) Usia telah mencapai 18-24bulan. b) Mampu tidak mengompol selama 2 jam. c) Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan. d) Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian. 2. Kesiapan mental a) Dapat duduk dengan tenang kurang lebih 2-5 menit. b) Merasa tidak nyaman menggunakan popok yang terasa basah dan kotor. c) Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain 3. Kesiapan psikologis a) Dapat berdiri dan jongkok di toilet selama 5 10 menit b) Mempunyai rasa ingin tahu dan penasaran terhadap kebiasaan orang dewasa dalam BAK dan BAB. c) Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera di ganti.

21 31 b. Beberapa tanda anak sudah siap belajar toilet training (anonim, 2008) 1. Anak mampu meniru dan menunjukan rasa tertarik untuk belajar, misalnya mengikuti ibu kekamar mandi. 2. Anak mampu mengembalikan benda benda ketempatnya baik diminta ataupun tidak. 3. Anak mampu menunjukan tanda kemandirian dengan berkata tidak. 4. Anak sudah mampu berjalan dan duduk dengan baik. 5. Anak mampu menyampaikan rasa ingin buang air (kecil atau besar). 6. Anak mampu melepas dan mengenakan pakaian. Apabila anak memahami arti BAB dan BAK sangat memudahkan proses dalam pengontrolan anak untuk mengetahui kapan saatnya harus BAK dan kapan saatnya BAB, kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam mengontrol BAK dan BAB (Hidayat, 2005). 5. Pelaksanaan toilet training. Pelaksanaan toilet training yang konsisten memerlukan perencanaan yang juga disepakati seluruh pihak yang terlibat dalam pengasuhan anak, seperti anggota keluarga besar atau petugas penitipan anak. Penting untuk memperhatikan bagaimana perilaku dan temperamen anak, waktu dalam sehari yang kira kira tepat untuk mulai berkenalan dengan penggunaan toilet, serta dukungan yang anak perlukan setiap saat.

22 32 Pelaksanaan toilet training meliputi: a. Empat aspek dalam pra-toilet training yaitu: 1. Mengajarkan anak untuk menyebutkan istilah BAB dan BAK. 2. Memberi kesempatan melihat oranglain memakai toilet. 3. Mengajari anak mengganti celana jika selesai BAB atau BAK, Jangan memarahi atau mengomeli si anak pada saat BAB atau BAK di celana. 4. Mengajarkan anak menggunakan toilet bantu seperti toilet mini/kursi jamban. b. Tahapan toilet training 1. Memberitahu ibu bila ingin BAB dan BAK. 2. Menurunkan dan menaikan celana pada saat BAB dan BAK. 3. Jongkok menggunakan toilet atau kursi jamban atau sejenisnya saat BAB atau BAK. 4. Membasuh atau cebok setelah BAB dan BAK. 5. Menyiram toilet setelah BAB dan BAK. Pada waktu waktu tertentu, sesekali anak akan masih buang air dicelana. Saat sedang sakit atau mengalami perubahan besar dalam hidup sehari hari, kemajuan yang dicapai mungkin akan berkurang. Hal ini wajar terjadi, dan sikap terbaik adalah tetap mendukung seperti biasa. Hindari reaksi berlebihan atau kemunduran kemampuannya apabila keadaan kembali normal. Anak akan segera kembali pada kemampuan yang sudah dicapainya.

23 33 Setelah buang air besar, jangan lupa melihat apakah kotoran yang dikeluarkan anak padat dan keras. Hal ini menyebabkan rasa sakit saat buang air dan menghambat proses belajar, karena anak akan menahan buang airnya. Ketika hal ini terjadi, perbanyak serat dalam asupan makanan anak serta minum air dalam jumlah yang cukup. Hal yang perlu diingat ketika anak dalam proses toilet training adalah: 1. Biasakan mengenali isyarat ketika anak akan buang air, seperti ekspresi wajah, perilaku, atau posisi tertentu. Tanyakan apakah anak ingin ke toilet saat isyarat itu timbul. 2. Selalu berikan contoh, baik tentang cara duduk di toilet maupun dalam kebiasaan makan banyak serat. 3. Pada awal toilet training, anak laki laki perlu belajar BAK dalam posisi duduk dulu. BAK langsung dalam posisi berdiri mungkin dapat menyulitkan proses belajar duduk di toilet untuk BAB. Anak laki laki juga umumnya butuh waktu lebih lama dalam proses belajar ini. 4. Latihan buang air dapat dimulai satu kali sehari pada waktu yang sama, seperti setelah makan atau saat mandi, ketika anak tidak berpakaian. 5. Ketika anak sudah mulai belajar mengendalikan proses buang airnya, anda dapat mengurangi pemakaian popok secara bertahap. Mulai kenakan celana kain biasa pada siang hari ketika anak bangun dan bermain. Kendali buang air saat tidur mungkin baru akan timbul setahun setelah anak mampu menahan buang air di siang hari.

24 34 6. Ajari anak untuk buang air dimalam hari sebelum tidur. Apabila anak masih sering buang air kecil dimalam hari, kemungkinan perlu mengajaknya buang air ditengah malam satu kali lagi

25 35 B. Kerangka Teori Faktor yang mempengaruhi toilet training: 1.Pengetahuan ibu 2. Sikap orangtua 3.Kesiapan anak Faktor pendorong toilet training : 1.Ayah / kakak lakilaki 2. Ibu / kakak perempuan Praktik toilet training oleh ibu : 1. Praktek lisan 2. Praktek memberi contoh 3. Praktek pengaturan jadwal 4. Praktek menggunakan alat bantu pelaksanaan toilet training pada anak usia bulan Faktor pendukung toilet training : 1.Sarana WC atau toilet 2.Komunikasi Keterangan : Tidak diteliti Diteliti Tidak diteliti Diteliti Skema 2.1 Kerangka teori (Hidayat, 2008)

26 36 C. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan abtraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruksi atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variable adalah simbol atau lambang yang menujukan nilai atau bilangan dari konsep (Notoatmodjo, 2010). Variabel independen Variabel dependent Pengetahuan Ibu Sikap Orangtua Kesiapan Anak Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak bulan. Skema 2.2 Kerangka Konsep D. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan belum menggunakan fakta. Oleh karena itu,setiap penelitian yang dilakukan memiliki suatu hipotesis atau jawaban sementara terhadap penelitian yang dilakukan, penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah hipotesis tersebut benar (Hidayat, 2008).

27 37 Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh pengetahuan ibu terhadap pelaksanaan toilet training pada anak usia bulan. 2. Ada pengaruh sikap ibu terhadap pelaksanaan toilet training pada anak usia bulan. 3. Ada pengaruh kesiapan anak terhadap pelaksanaan toilet training pada anak usia bulan. E. Penelitian Terkait 1. Kresida (2009). Dengan judul Hubungan praktik toilet training ibu dengan kemampuan toilet training anak usia bulan di Desa Sri wulan Kecamatan Suyung Kabupaten Demak. Menggunakan metode deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasil uji statistik pada praktik toilet training p value=0,003 yang berarti ada hubungan antara praktik toilet training anak usia bulan arah hubungan ditunjukan dari nilai r=0,321 yaitu hubungan berbanding lurusdengan kekuatan korelasi lemah sehingga artinya semakin baik praktik ibu semakin baik juga kemampuan anak. Persamaannya menggunakan desain cross sectional sedangkan perbedaannya pada teknik pengambilan sampel,uji statistik, variabel, tempat dan waktu penelitian. 2. Wardani (2010). Karakteristik pengetahuan dan sikap ibu terhadap toilet training pada anak usia toddler di desa Sokanegara kecamatan Purwokerto

28 38 Timur. Menggunakan teknik purposive sampling dengan desain cross sectional dan uji chi-square menunjukan dari analisis bivariat dari 5 variabel yang berpengaruh terhadap toilet training yaitu: sikap p: 0,006 (OR: 0,125; dan CI 95% =0,25-0,638). Keberhasilan toilet training pada anak dipengaruhi oleh sikap ibu. Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu menggunakan desain cross sectional dan penggunaan chisquare, sedangkan perbedaannya pada cara pengambilan sampel, variabel, tempat dan waktu penelitian. 3. Evi Nur Faidah (2008). Hubungan Antara Persepsi dan Tingkat Pendidikan Terhadap Sikap Ibu Tentang Toilet Training Pada Anak Usia bulan Di Wilayah Kelurahan Kampung Sewu Jebres Surakarta. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima (p<0,05) artinya terdapat hubungan antara persepsi dan tingkat pendidikan dengan sikap ibu tentang toilet training. 4. Nurul Kamariyah (2012), dengan judul Penggunaan Diapers Memperlambat Kesiapan Toilet Training Pada Anak Usia bulan Di RW 04 Desa Keboan Anom Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitian ini menerangkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan diapers dengan kesiapan toilet training pada anak usia bulan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Diah Rahmawati terhadap kesiapan toilet training pada anak usia toddler di Desa Sukoreno

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Toilet Training Ada banyak hal yang menyertai pertumbuhan seorang anak terutama dalam tiga tahun pertama kehidupan. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat pesat pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP A. Toilet Training Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. (Hidayat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerapan Toilet Training 1. Pengertian Toilet Training Toilet training atau latihan berkemih dan defekasi adalah salah satu tugas perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun).

Lebih terperinci

TOILET TRAINING. 1) Imam Rifa i 2) Rut Aprilia Kartini 3) Sukmo Lelono 4) Sulis Ratnawati

TOILET TRAINING. 1) Imam Rifa i 2) Rut Aprilia Kartini 3) Sukmo Lelono 4) Sulis Ratnawati TOILET TRAINING 1) Imam Rifa i 2) Rut Aprilia Kartini 3) Sukmo Lelono 4) Sulis Ratnawati Definisi Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan

Lebih terperinci

TOILET TRAINING. C. Faktor-Faktor Yang Mendukung Toilet Training Pada Anak

TOILET TRAINING. C. Faktor-Faktor Yang Mendukung Toilet Training Pada Anak 1 TOILET TRAINING A. Pengertian Toilet Training Toilet Training pada anak adalah latihan menanamkan kebiasaan pada anak untuk aktivitas buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya (toilet). B. Tanda-Tanda

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Defenisi Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respon / jawaban di dalam acara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. pada kehidupan selanjutnya. Perhatian yang diberikan pada masa balita akan

Bab 1 PENDAHULUAN. pada kehidupan selanjutnya. Perhatian yang diberikan pada masa balita akan Bab 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak ia lahir sampai mencapai usia dewasa. Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi sangat cepat. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak selanjutnya (Nursalam dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak selanjutnya (Nursalam dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia toddler merupakan usia emas karena perkembangan anak di usia ini yaitu usia 1-3 tahun mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Sehingga apabila

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN TOILET TRAINING PADA ANAK

SATUAN ACARA PENYULUHAN TOILET TRAINING PADA ANAK SATUAN ACARA PENYULUHAN TOILET TRAINING PADA ANAK Disusun oleh kelompok 3 1. I Putu Endra Setyawan 2. K. Rani Ardinanthi 3. Lanang Galih Kriswianto 4. Maya Rosita 5. Mei Ratna Sari 6. Muhammad Reza 7.

Lebih terperinci

Psikologi Terapan UI ini.

Psikologi Terapan UI ini. SERING BUANG AIR BESAR DI CELANA Boleh jadi si kecil enggak sakit perut, tapi semata-mata lantaran ingin membangkang. Penyebabnya, toilet training yang salah. Dibanding si kecil mengompol, buang air besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aktifitas untuk mencapai tugas perkembangan melalui toilet training.

BAB I PENDAHULUAN. adalah aktifitas untuk mencapai tugas perkembangan melalui toilet training. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana seseorang yang sudah berkeluarga sangat berharap mempunyai anak. Jika anak dalam keadaan sehat, orang tuapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Toilet Training 1. Pengertian Toilet Training Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) (Hidayat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Toilet Training 1. Pengertian Toilet Training ( Pelatihan Buang Air ) Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak (Wong, 2009). Menurut Kementrian Kesehatan RI (2013), jumlah anak usia toddler

BAB I PENDAHULUAN. mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak (Wong, 2009). Menurut Kementrian Kesehatan RI (2013), jumlah anak usia toddler BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa toddler yang berada pada usia 12 sampai 36 bulan merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaimana semua terjadi. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan

BAB I PENDAHULUAN. etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa anak adalah masa yang paling penting dalam proses pembentukan dan pengembangan kepribadian baik dalam aspek fisik, psikis, spiritual, maupun etika-moral. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2005). Pada periode ini anak akan mulai berjalan dan mengekplorasi rumah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2005). Pada periode ini anak akan mulai berjalan dan mengekplorasi rumah dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toddler dan Teori Perkembangan 2.1.1 Definisi toddler Toddler merupakan anak anak usia 1-3 tahun yang dapat dilihat peningkatan ukuran tubuh terjadi secara bertahap bukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan tumbuh kembang dan setiap tahap mempunyai ciri tertentu. Tahapan yang paling memerlukan perhatian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian (Wong, 2004). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian (Wong, 2004). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar (BAB). Toilet training

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai tempat atau lembaga pengasuhan yang dapat memberi kasih sayang. Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang

Lebih terperinci

BAB I. dan perkembangan anak selanjutnya. Salah satu tugas anak toddler ini yaitu

BAB I. dan perkembangan anak selanjutnya. Salah satu tugas anak toddler ini yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia toddler adalah usia 1-3 tahun atau batita, yang merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang sangat cepat, sehingga apabila mengalami hambatan maka akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata. yang muncul dalam masa perkembangan (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata. yang muncul dalam masa perkembangan (Depkes, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Retardasi mental merupakan anak yang memiliki kemampuan yang kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata yang muncul dalam masa perkembangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI WILAYAH KELURAHAN KAMPUNG SEWU JEBRES SURAKARTA SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh 1. Pengertian Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penerapan pola asuh yang tepat

BAB 1 PENDAHULUAN. anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penerapan pola asuh yang tepat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola asuh merupakan cara yang dilakukan orang tua dalam mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penerapan pola asuh yang tepat diharapkan dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dini. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai adalah mengompol yang

BAB I PENDAHULUAN. dini. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai adalah mengompol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugerah dari Tuhan yang mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan. Anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya mengalami berbagai permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati

BAB 1 PENDAHULUAN. namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang berbeda, namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati 2008). Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, dapat ditetapkan dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anticipatory guidance merupakan petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak

Lebih terperinci

TOILET TRAINING PADA ANAK DOWN SYNDROME

TOILET TRAINING PADA ANAK DOWN SYNDROME TOILET TRAINING PADA ANAK DOWN SYNDROME (Studi Kasus pada Siswa Down Syndrome di SLB-C1 Widya Bhakti Semarang) SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi oleh

Lebih terperinci

PEMBIASAAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN TOILET TRAINING (TT) PADA ANAK USIA 2-3 TAHUN DI PONTIANAK

PEMBIASAAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN TOILET TRAINING (TT) PADA ANAK USIA 2-3 TAHUN DI PONTIANAK Jurnal Visi Ilmu Pendidikan halaman 788 PEMBIASAAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN TOILET TRAINING (TT) PADA ANAK USIA 2-3 TAHUN DI PONTIANAK Oleh : Halida 1 dan Dita Habsari 2 ABSTRAK Anak balita dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang dianjurkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun (enam) tahun yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), sekolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam rentan perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2009). Masa anak merupakan waktu anak untuk tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita

BAB I PENDAHULUAN. anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia batita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita Perkembangan kemampuan berbahasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET TRAINING DENGAN PENGGUNAAN DIAPER PADA ANAK USIA TODDLER (Suatu Penelitian Di Taman Kanak-Kanak PAUD Kecamatan Tilong Kabila

Lebih terperinci

Ima Syamrotul M Dosen Kebidanan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Ima Syamrotul M Dosen Kebidanan Universitas Muhammadiyah Purwokerto GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG TOILET TRAINING ANAK USIA 2-5 TAHUN DI DESA BEJI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN BANYUMAS Ima Syamrotul M

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indrayang

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN TOILET TRAINING ANAK USIA TODDLER

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN TOILET TRAINING ANAK USIA TODDLER HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN TOILET TRAINING ANAK USIA TODDLER (Suatu Studi Di PAUD Kemala Bhayangkari 96 Desa Jetak Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011) Wiwik Utami Akes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang pada masa mulai lahir sampai masa anak- anak tertentu pasti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang pada masa mulai lahir sampai masa anak- anak tertentu pasti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang pada masa mulai lahir sampai masa anak- anak tertentu pasti pernah mengalami ngompol yang dalam bahasa medisnya disebut enuresis. Secara sederhana definisi enuresis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang

BAB I PENDAHULUAN. Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang air kecil. Toilet training dapat dilakukan pada anak usia 1-3 tahun ( Thompson,

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah dan merupakan titipan serta amanah yang. sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah dan merupakan titipan serta amanah yang. sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dan merupakan titipan serta amanah yang diberikan oleh Allah SWT dan akan menjadi generasi penerus serta generasi masa depan bangsa. Dalam kehidupannya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI DESA GLODOGAN KECAMATAN KLATEN SELATAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI DESA GLODOGAN KECAMATAN KLATEN SELATAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI DESA GLODOGAN KECAMATAN KLATEN SELATAN Yeni Frestina, Chori Elsera, Dian Wahyu A Latar belakang Jumlah balita di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga sebagai wahana utama dan pertama terjadinya sosialisasi pada anak. Karena anak pertama kali berinteraksi dengan ibunya serta ayahnya dan anggota keluarga lain,

Lebih terperinci

PENINGKATAN DISIPLIN MELALUI PEMBIASAAN TOILET TRAINING PADA ANAK PLAY GROUP DI RA MUTIARA BUNDA BANDA ACEH

PENINGKATAN DISIPLIN MELALUI PEMBIASAAN TOILET TRAINING PADA ANAK PLAY GROUP DI RA MUTIARA BUNDA BANDA ACEH PENINGKATAN DISIPLIN MELALUI PEMBIASAAN TOILET TRAINING PADA ANAK PLAY GROUP DI RA MUTIARA BUNDA BANDA ACEH Ayi Teiri Nurtiani 1 dan Neni Arigayanti 2 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Peningkatan disiplin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak BABI PENDAillJLUAN 1.1. Latar Belakang Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak memerlukan perhatian dan pengawasan dari orangtua atau orang dewasa disekitarnya. Hal ini penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Tentang Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana setiap keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana setiap keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana setiap keluarga sangat berharap mempunyai anak. Orangtua dan keluarga adalah lingkungan pertama yang bertanggung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008 ) Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, parkembangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008 ) Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, parkembangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak merupakan derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 46 HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 Oleh : Siti Dewi Rahmayanti dan Septiarini Pujiastuti STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK Pola asuh orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni :

suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni : 1. Hakekat Perilaku 1. Pengertian Perilaku suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni : 1) dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. teoritis dengan hasil penelitian di lapangan dan juga mengacu pada rumusan

BAB V PENUTUP. teoritis dengan hasil penelitian di lapangan dan juga mengacu pada rumusan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berpijak pada uraian di atas yang merupakan perpaduan antara hasil kajian teoritis dengan hasil penelitian di lapangan dan juga mengacu pada rumusan masalah skripsi ini, maka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 Nurjanatun Naimah 1, Istichomah 2, Meyliya Qudriani 3 D III Kebidanan Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enuresis atau yang lebih kita kenal sehari-hari dengan istilah mengompol, sudah tidak terdengar asing bagi kita khususnya di kalangan orang tua yang sudah memiliki

Lebih terperinci

KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 3-4 TAHUN BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN DISPOSIBLE DIAPER. Dadang Kusbiantoro

KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 3-4 TAHUN BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN DISPOSIBLE DIAPER. Dadang Kusbiantoro ARTIKEL PENELITIAN FIKES FIKES Universitas Muhammadiyah Purwokerto KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 3-4 TAHUN BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN DISPOSIBLE DIAPER Dadang Kusbiantoro Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

www.rajaebookgratis.com. "Ih, Udah Gede Kok Nggak Punya Malu!" Rasa malu merupakan salah satu nilai moral yang patut diajarkan pada anak. Perasaan ini tidak ada kaitannya dengan sifat pemalu. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. perilaku hidup bersih dan sehat. Pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat

BAB 1 : PENDAHULUAN. perilaku hidup bersih dan sehat. Pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan status kesehatan, di mana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

Hesti Lestari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat RSUP Prof dr R.D. Kandou Manado

Hesti Lestari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat RSUP Prof dr R.D. Kandou Manado Hesti Lestari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat RSUP Prof dr R.D. Kandou Manado Genetik Nutrisi dengan kualitas dan kuantitas sesuai kebutuhan Lingkungan Tumbuh kembang Optimal 3 } perilaku makan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya antara usia 13 dan 20 tahun.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sakinah, 2 Erna, 3 Marta 1,2,3. STIKes Prodi IKM Prima Korespondensi penulis :

PENDAHULUAN. Sakinah, 2 Erna, 3 Marta 1,2,3. STIKes Prodi IKM Prima Korespondensi penulis : HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI DUSUN SEMAMBU BUNTING KELURAHAN JAMBI KECIL KECAMATAN MUARO SEBO TAHUN 1 Sakinah, 2 Erna, 3 Marta 1,2,3

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapkan (Setiawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini adalah masa yang sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya karena merupakan masa peka dan masa emas dalam kehidupan anak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA PRA SEKOLAH

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA PRA SEKOLAH TUMBUH KEMBANG ANAK USIA PRA SEKOLAH Oleh: Sugihartiningsih Abstrak Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi pada setiap mahkluk hidup secara alamiah. Pertumbuhan akanmengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BERMAIN 1. Pengertian Bermain Bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja kesenangannya dan merupakan metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bermain tidak sekedar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012)

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khitan dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan pengertian dari sunat, dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012) menyampaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku sehat 1. Pengertian Perilaku sehat Perilaku sehat sebagai usaha atau tindakan yang dilakukan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional jangka panjang menitikberatkan pada kualitas sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan produktif. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan upaya mengusahakan

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang saat ini masih mengahadapi masalah sanitasi dan perilaku untuk hidup bersih dan sehat. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang sering ditemukan oleh tenaga kesehatan. Semenjak dari masa kehamilan sampai meninggal manusia

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi Siti Hardianti, Sri Janatri janatrisri@yahoo.co.id Abstrak Periode penting dalam tumbuh

Lebih terperinci

APA YANG HARUS DIKETAHUI DI USIA 2 TAHUN?

APA YANG HARUS DIKETAHUI DI USIA 2 TAHUN? APA YANG HARUS DIKETAHUI DI USIA 2 TAHUN? ASPEK YANG DISUKAI ANAK YANG BISA KITA AJARKAN FISIK Sangat Aktif. Bisa jalan, lari, lompat 2 kaki, bertumpu, dan manjat. Bisa corat-coret, bekerja dengan 3-4

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status nutrisi Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan manfaat zat zat gizi. Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik melalui indra penglihatan,

Lebih terperinci