BAB I PENDAHULUAN. wanita. Data dari Surveillance Epidemiology and End Results (SEER)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. wanita. Data dari Surveillance Epidemiology and End Results (SEER)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker terbanyak pada wanita di dunia. Di Amerika Serikat, kanker payudara merupakan 27% dari seluruh kanker pada wanita. Data dari Surveillance Epidemiology and End Results (SEER) menunjukkan bahwa pada tahun 2007 diperkirakan wanita didiagnosis kanker payudara dan lebih dari wanita meninggal karena kanker ini. Di Negara berkembang, termasuk Indonesia, kanker payudara menduduki ranking kedua setelah kanker leher rahim ( Tjindarbumi dan Mangunkusumo, 2002). Di Rumah Sakit DR. Sardjito Yogyakarta, sejak tahun kanker payudara menduduki ranking pertama ( Aryandono et al., 1999). Kanker payudara jarang terjadi pada umur di bawah 25 tahun, kecuali pada kasus familial. Di Yogyakarta, 45,2% kanker payudara didapatkan pada usia < 50 tahun (Widodo et al., 2014). Berdasarkan tipe histologisnya, karsinoma payudara terbanyak ( 80%) adalah karsinoma duktal invasif yang berasal dari sel-sel epitel kelenjar dari Terminal Duct Lobular Unit (TDLU). Diagnosis karsinoma payudara ditegakkan dengan triple diagnosis yang terdiri dari pemeriksaan klinis, radiologis yaitu mamografi dan Ultrasound dan patologi Anatomi. Faktor prognosis karsinoma payudara dibagi menjadi faktor prognosis epidemiologis, anatomis dan seluler serta molekuler genetis. Faktor-faktor prognosis tersebut di antaranya adalah 1

2 2 stadium, derajat histologis, status hormonal, status Her-2 (Human Epidermal Growth Factor Receptor-2) dan tingkat proliferasi sel (Rosen et al., 2009). Stadium, meliputi stadium klinis dan patologis, merupakan faktor prognosis klinis penting karsinoma payudara. Stadium klinis ditentukan berdasarkan klasifikasi TNM (ctnm) yang meliputi ukuran tumor primer (T), status limfonodi (N) dan metastasis jau h (M). Stadium patologis ditentuk an setelah pemeriksaan patologi, meliputi ukuran tumor primer (T), status limfonodi setelah pemeriksaan patologi (N) dan metastasis jauh (M). Sistem TNM ini telah diterima oleh UICC ( The International Union Against Cancer) dan AJCC ( The American Joint Committee on Cancer), dan ditentukan menjadi stadium I, II, III dan IV (Clark et al., 2000; Tavassoli et al., 2003). Ukuran tumor merupakan prediktor penting outcome penderita kanker payudara. Kanker berukuran kurang dari 1 cm mempunyai kecenderungan metastasis sebesar 10-20% (Schnitt et al., 2000). Penelitian lain menunjukkan bahwa kanker payudara dengan ukuran lebih dari 2cm mempunyai prognosis lebih buruk daripada kanker ukuran kurang dari 2cm (Donegan, 1997, Cotran et al., 2005). Di Yogyakarta, ukuran tumor telah diteliti berkorelasi dengan status limfonodi (Aryandono et al., 2000). Status limfonodi merupakan faktor prognosis penting, ditunjukkan dengan jumlah limfonodi yang mengandung tumor dan invasi sel tumor pada ekstra kapsular limfonodi. Status limfonodi dapat digunakan untuk meramalkan angka bebas kekambuhan dan ketahanan hidup penderita. Pada karsinoma payudara dengan status limfonodi negatif angka kekambuhan dalam jangka waktu 10 tahun

3 3 sebesar 20-30%, sedangkan pada karsinoma dengan status limfonodi positif angka kekambuhan mencapai 70% ( Donegan, 1997). Di Yogyakarta, 64,9% karsinoma payudara yang diteliti telah metastasis ke limfonodi dan 38% metastasis pada lebih dari tiga limfonodi (Aryandono et al., 2000). Sistem penentuan derajat histologis (grade) karsinoma payudara yang sering dipergunakan adalah klasifikasi dari Scarf-Bloom-Richardson (SBR) yang kemudian dimodifikasi oleh Ellston dan Ellis. Derajat histologis dari klasifikasi tersebut terdiri dari: susunan kelenjar, pleomorfisme inti sel dan jumlah mitosis, yang masing-masing di skor 1-3. Berdasarkan skor tersebut derajat histologis karsinoma payudara dinilai menjadi derajat 1 (derajat histologis baik), derajat 2 (derajat histologis sedang) dan derajat 3 (derajat histologis buruk). Semakin tinggi stadium dan derajat histologis semakin buruk prognosis karsinoma payudara (Tavassoli dan Devilee, 2003; Rosai, 2004, Rosen, 2009). Penelitian di Yogyakarta mendapatkan 25% karsinoma payudara adalah stadium IIB, 70% dengan derajat histologis buruk (Aryandono et al., 2000). Karsinoma payudara merupakan penyakit yang bersifat heterogen dan kompleks baik secara klinis, morfologis maupun molekularnya. Sifat heterogen tersebut tidak dapat diterangkan hanya berdasarkan parameter klinikopatologis yang sudah ada misalnya ukuran, derajat histologis, status limfonodi, usia atau status hormonal, status Her-2 yang secara rutin digunakan pada diagnosis dan terapi karsinoma payudara, sehingga penelitian selanjutnya berkembang pada biologi molekular karsinoma payudara. Berbagai sub-tipe molekular yang ditentukan berdasarkan profil ekspresi gen, merefleksikan perilaku biologis tumor

4 4 dan secara prognosis sangat berbeda. Sub-tipe intrinsik karsinoma payudara ada dua yaitu tumor Estrogen Receptor (ER) positif (sub-tipe luminal ) dan tumor ER negatif (sub-tipe non luminal). Klasifikasi berdasarkan sub-tipe molekular dapat ditentukan dengan pemeriksaan imunohistokimiawi (IHC) pada jaringan yang difiksasi formalin (Kao et al., 2009; Onitilo et al., 2010; Goldhirsch et al., 2011; Salhia et al., 2011; Blows et al., 2010). Karsinoma payudara sebagian besar (sekitar 60%) adalah sub-tipe luminal yaitu berasal dari sel epitel luminal yang melapisi kelenjar payudara. Berdasarkan status hormon, status Her-2 dan indeks proliferasi (Ki-67), karsinoma sub-tipe luminal dibagi menjadi sub-tipe luminal A dan luminal B. Karsinoma sub-tipe luminal A, dengan karakteristik ER+, PR+/-, Her-2-, Ki-67 rendah, cenderung memiliki prognosis yang terbaik dengan ketahanan hidup tinggi dan kekambuhan rendah. Karsinoma sub-tipe luminal B, dengan karakteristik ER+, PR+/-, Her-2+, Ki-67 tinggi, cenderung terjadi pada usia lebih muda, derajat histologis buruk dan ukuran tumor besar, sehingga prognosisnya lebih buruk dibandingkan karsinoma sub-tipe luminal A. Ketahanan hidup penderita karsinoma tipe luminal B cukup tinggi namun lebih rendah dari pada penderita karsinoma tipe luminal A (Kao et al., 2009; Onitilo et al., 2008). Karsinoma payudara sub-tipe non luminal dikelompokan menjadi sub-tipe triple negative/ basal-like dan sub-tipe Her-2+. Karsinoma sub-tipe triple negative/ basal-like, dengan karakteristik ER -, PR-, Her-2-, adalah karsinoma yang berasal dari sel basal kelenjar payudara. Sebagian besar kasinoma payudara triple negative adalah tipe basal-like dan sebagian karsinoma basal-like adalah

5 5 triple negative. Karsinoma payudara sub-tipe non luminal cenderung terjadi pada usia muda, bersifat lebih agresif dan prognosisnya lebih buruk dibandingkan karsinoma sub-tipe luminal. Karsinoma payudara Her-2+, dengan karaktersitik ER-, PR-, Her-2+, cenderung metastasis ke limfonodi, kambuh lebih awal, terdiagnosis pada usia yang lebih muda dibandingkan karsinoma sub-tipe yang lain. Karsinoma tipe ini dapat diterapi dengan terapi anti Her-2 yaitu Trastuzumab atau Herceptin ( Sorlie et al., 2003; Chanrion et al., 2007; Onitilo et al., 2008; Blows et al., 2010; Campbell et al., 2010). Sub-tipe karsinoma payudara yang lebih jarang, sekitar 6% dari seluruh kanker payudara, adalah normal breast-like. Ukuran tumor ini kecil, cenderung prognosis baik, lebih banyak didapatkan pada pasca menopause dibandingkan pre menopause. Diperkirakan tumor ini memiliki sub-tipe tersendiri dan seringkali tidak dapat dikelompokan ke dalam sub-tipe yang sudah ada (Carey et al., 2006). Penentuan sub-tipe molekular pada karsinoma payudara berperan penting dalam menentukan prognosis dan terapi. Pilihan ajuvan terapi sistemik kanker payudara ditentukan berdasarkan umur penderita, status limfonodi, status hormonal dan Her-2. Marker prediktif yang berhubungan dengan terapi adalah status ER dan Her-2. Karsinoma payudara dengan over-ekspresi atau amplifikasi Her-2 diterapi dengan kombinasi Traztuzumab, suatu monoklonal antibodi dengan target Her-2, dan khemoterapi ajuvan. Penderita dengan status hormonal positif diterapi dengan terapi endokrin Tamoxifen atau Aromatase Inhibitor. Pemberian ajuvan terapi sistemik telah diteliti dapat menurunkan mortalitas penderita.

6 6 Penderita kanker payudara dengan status hormonal positif yang mendapat terapi Tamoxifen, risiko kambuh atau mati menurun 30 % (Cheang et al., 2009). The 12th St Gallen International Breast Cancer Conference (2011) Expert Panel mengadopsi klasifikasi baru untuk tujuan terapi karsinoma payudara berdasarkan sub-tipe molekular. Secara umum, karsinoma payudara sub-tipe luminal A hanya membutuhkan terapi endokrin, yang juga merupakan bagian terapi untuk karsinoma sub-tipe luminal B. Khemoterapi diindikasikan pada karsinoma sub-tipe luminal B, Her-2+ dan triple negative, dengan tambahan Trastuzumab pada karsinoma Her-2+ (Goldhirsch et al., 2011). Dengan demikian pemeriksaan ER, PR, Her-2 dan proliferasi merupakan pemeriksaan penting yang harus dilakukan dan interpertasi hasil pemeriksaan serta standar hasil positif atau negatif harus dibakukan agar pengelompokan klasifikasi lebih tepat. Estrogen Reseptor (ER) berperan pada regulasi dan diferensiasi sel epitel payudara normal serta tumorigenesis payudara. Kompleks Estrogen dan ER akan berinteraksi dengan elemen estrogen pada inti sel, selanjutnya mengaktivasi gengen target untuk melakukan sintesis protein yang berperan penting pada proliferasi sel. Estrogen juga berperan pada ketidakstabilan genetik, melalui pacuan kerusakan DNA (Deoxyribonucleic acid) akibat radikal bebas dan mutasi (Lippman dan Dickson, 1989). Ekspresi ER pada sel epitel normal sedikit, namun dapat mengontrol proses perkembangan selama pubertas dan kehamilan. Pada penderita kanker payudara, level ER meningkat 30% pada wanita pre menopause dan 60% pada wanita pasca menopause (Huang et al., 2000). Penelitian Pujol et al., 1998 mendapatkan

7 7 kejadian karsinoma payudara ER positif lebih tinggi pada wanita pasca menopause daripada wanita pre menopause. Penelitian di Yogyakarta mendapatkan bahwa frekuensi penderita karsinoma payudara status ER, PR positif berumur di bawah 40 tahun tidak berbeda dengan penderita umur di atas 60 tahun (Aryandono et al., 2006). Karsinoma payudara dengan ER positif sebagian besar adalah sub-tipe luminal. Karsinoma payudara ER negatif umumnya berasal dari sel non luminal yang mengekspresikan vimentin, p-64 dan smooth muscle actin/ SMA (Rosen, 2009; Kumar 2010). Hormon progesteron juga diketahui berperan pada proses fisiologis payudara seperti laktasi dan kehamilan. Peran progesteron dimediasi oleh reseptornya yaitu Progesteron Receptor (PR) yang berfungsi sebagai faktor transkripsi yang meregulasi ekspresi gen. Regulasi reseptor inti ini dikontrol oleh ada atau tidaknya ligand PR, yang mengatur perannya untuk memacu atau menghambat aktivitas transkripsi. Adanya mutasi atau aberasi ekspresi PR akan mempengaruhi fungsi normal progesteron, sehingga dapat memacu terjadinya proses neoplasma (Gao dan Nawaz, 2004). Pada karsinoma payudara, PR diperkirakan merupakan marker yang lebih baik daripada ER, karena PR merupakan produk dari aktivasi estrogen. Suatu studi epidemiologi menunjukkan bahwa risiko terjadinya kanker payudara pada wanita pasca menopause yang menggunakan estrogen dan progesteron lebih tinggi daripada jika hanya menggunakan estrogen saja (de Vivo et al., 2004). Penelitian Pujol et al., 1998 mendapatkan ekspresi PR lebih rendah pada wanita pasca menopause daripada wanita pre menopause, namun penelitian lain mendapatkan

8 8 ekspresi PR lebih tinggi pada wanita pasca menopause daripada wanita pre menopause ( Aryandono et al., 2000). Menurut ASCO/CAP (American Society of Clinical Oncology/College of American Pathologists) ada 3 faktor yang harus diperhatikan dalam interpertasi ER, PR. Pertama adalah persentase/ proporsi sel tumor yang tercat positif. Kedua, intensitas warna yang dikelompokan menjadi lemah, sedang, kuat. Ketiga, interpertasi hasil. ER/ PR positif jika 1% sel tumor tercat positif, ER/ PR negatif jika < 1% sel tumor tercat positif (Hammond et al., 2010). Penelitian Cheang et al., (2006) mendapatkan bahwa karsinoma payudara dengan ER positif > 1% memiliki ketahanan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan karsinoma ER negatif. Menurut penelitian Dunnwald et al., ( 2007), ri siko mortalitas penderita karsinoma payudara ER- PR-, ER+PR-, ER-PR+ lebih tinggi dibandingkan dengan penderita ER+ PR+. Frekuensi karsinoma payudara ER+ PR+ sebesar 60% - 63%, karsinoma ER+ PR- sebesar 13-15%%, karsinoma ER- PR+ sebesar 3,5%-4,7%, dan karsinoma ER- PR- sebesar 20-30% (Colditz et al., 2004; Dunnwald et al., 2007). Penderita karsinoma payudara usia tua cenderung bersifat ER+, PR+, sedangkan usia tahun cenderung ER-, PR-. Dibandingkan penderita karsinoma payudara ER+ PR+, tingkat kematian penderita karsinoma payudara ER+ PRlebih tinggi sebesar 1,2-1,5%, penderita karsinoma payudara ER- PR+ lebih tinggi sebesar 1,5-2,1%, dan penderita karsinoma payudara ER- PR- lebih tiggi sebesar 2,1-2,6 % (Dunnwald et al., 2007). Prognosis penderita karsinoma payudara ER+ PR+ relatif baik karena responnya yang baik terhadap terapi anti

9 9 hormonal ( Taxieiria et al., 1995; Putti et al., 2005; Rosen, 2009), sedangkan karsinoma payudara dengan ER+ PR-, ER- PR+, ER- PR- prognosisnya lebih buruk karena kurang berespon terhadap terapi anti hormonal, memiliki angka kekambuhan tinggi, serta tingginya kemampuan invasi ke dalam vaskular (Marson et al., 2001; Rochefort et al., 2003, Dunnwald et al., 2007). Status Human epidermal growth factor receptor-2 (Her-2) pada karsinoma payudara berperan penting sebagai nilai prognosis dan prediktif. Her-2 adalah proto onkogen yang menyandi glikoprotein tirosin kinase seberat 185-kDa. Proto onkogen Her-2 terletak pada kromoson 17q dan menyandi suatu reseptor faktor pertumbuhan tirosin kinase trans-membran. Istilah protein Her-2 adalah singkatan dari Human Epidermal growth Factor Receptor, karena substansinya homolog dengan Epidermal growth factor receptor (EGFR) (de Potter, 1994). Pada binatang coba, amplifikasi gen Her-2 telah terbukti berhubungan dengan perkembangan karsinoma payudara. Protein Her-2 merupakan komponen dari empat famili yang erat hubungannya dengan faktor pertumbuhan yaitu EGFR atau Her-1 (erb -B1), Her-2 (erb -B2), Her-3 (erb -B3) dan Her-4 (erb -B4) (Lupu et al., 1995). Abnormalitas gen Her-2 dan proteinnya pada kanker payudara merupakan prediktor resistensi terapi dengan Tamoxifen dan relatif sensitif dengan regimen khemoterapi (Ross dan Fletcher, 1999). Amplifikasi gen Her-2 atau overekspresi protein Her-2 pada kanker payudara sebesar 20-30%. Status Her-2 pada karsinoma payudara dapat ditentukan dengan berbagai teknik seperti gene-based assays seperti Southern dan Slot blotting, metode Polymerase Chain Reaction

10 10 (PCR) dan yang terbaru adalah hibridisasi in situ dengan teknik fluorescence maupun non flourescence. Metode pengukuran protein Her-2 secara kuantitatif dan kualitatif dapat dilakukan dengan teknik imunohistokimia pada jaringan segar maupun jaringan yang sudah difiksasi, Western blotting dan ELISA (Enzymelinked immunosorbent assay). Metode imunohistokimia merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menentukan ekspresi protein Her-2 pada jaringan kanker payudara yang sudah difiksasi formalin. Pemeriksaan tersebut cukup murah, mudah dievaluasi serta memiliki implikasi prognostik dan terapi (Ross dan Fletcher, 1999; Jacobs et al., 2000; Ontilo et al., 2008). Ki-67 adalah suatu protein non histone yang hanya terekspresi pada sel dalam fase proliferasi (G1, S, G2, M). Suatu penelitian membuktikan bahwa down regulation dengan antisense nucleotides dapat mencegah proliferasi sel (Brown dan Gatter, 2002). Ekspresi Ki-67 ditentukan berdasarkan prosentase sel tumor yang intinya tercat positif dengan antibodi anti Ki-67. Nilai cut-off proliferasi sel bervariasi yaitu 10% (Marinho et al., 2008), 13% (Cheang et al., 2009; Fasching et al., 2011) dan 20% (Joensuu et al., 2003), namun penelitian Kim et al., (2012) membuktikan area terluas dari kurva ROC adalah nilai 14% sehingga nilai cut-off yang direkomendasikan untuk indeks proliferasi sel adalah 14%. Karsinoma payudara dengan ekspresi Ki-67 lebih dari 20-50% berisiko tinggi untuk kambuh (Bottini et al., 2001; Erdem et al., 2005). Proliferasi sel berhubungan dengan skor aktivitas mitosis yang berhubungan erat dengan komponen derajat keganasan histologis tumor dan dapat sebagai marker prognosis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa indeks proliferasi

11 11 merupakan faktor prognosis yang baik dan bisa digunakan sebagai metode seleksi untuk pemberian khemoterapi (Dalquen et al., 1997). Penilaian kuantitas ki-67 berkorelasi dengan beberapa parameter prognosis yaitu ukuran tumor, derajat histologis, status ER/ PR, p-53, dan c-erbb-2 (Erdem et al., 2005). Positivitas Ki-67 bervariasi pada karsinoma payudara sebesar 1-45%, dan ada kecenderungan penurunan indeks Ki-67 dengan semakin bertambahnya umur atau pasca menopause. Ki-67 akan meningkat secara progresif dengan berkurangnya diferensiasi sel (Meyer, 1998). Angka kekambuhan dan ketahanan hidup merupakan dasar untuk menentukan prognosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi kekambuhan yang tinggi berkorelasi dengan menurunnya ketahanan hidup. Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kekambuhan lokal adalah diagnosis pada umur 40 tahun atau lebih muda, status pre menopause, tumor lebih dari satu fokus, serta komponen intraduktal yang ekstensif. Kekambuhan sistemik berhubungan dengan jumlah metastasis limfonodi, derajat histologis tinggi dan adanya kekambuhan lokal ( Rosen, 2009). Ketahanan hidup setelah kekambuhan dipengaruhi oleh karakteristik tumor primer dan kekambuhan tumor. Rentang nilai median ketahanan hidup setelah kekambuhan adalah bulan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan hidup pasca kekambuhan yang pendek adalah interval bebas tumor yang pendek, metastasis viseral, tumor ER negatif, ukuran tumor primer besar, adanya metastasis limfonodi pada saat diagnosis ditegakan, serta status pre menopause pada saat awal pengobatan (Vogel et al., 1992).

12 12 Penyebaran karsinoma payudara dapat melalui berbagai cara yaitu penyebaran secara langsung ke jaringan di sekitarnya, penyebaran ke dalam rongga-rongga tubuh, invasi ke dalam pembuluh darah dan penyebaran melalui vasa limfatika. Invasi sel kanker melalui vasa limfatika kemudian ke jaringan limfonodi merupakan jalur metastasis yang paling sering pada karsinoma payudara. Sel tumor intra limfatika dapat juga secara langsung masuk ke dalam sistem pembuluh darah melalui komunikasi veno-limfatika atau sebaliknya. Tujuh puluh lima persen karsinoma payudara dan 95% karsinoma dengan ukuran besar metastasis ke limfonodi (Pepper, 2001; Harrel et al., 2006; Sundar dan Ganesan, 2007). Proses molekular yang mendasari mekanisme invasi limfatika dan metastasis limfonodi pada karsinoma payudara sampai saat ini masih belum jelas. Belum diketahui apakah vasa limfatika yang ada sudah cukup berperan dalam proses metastasis atau proses tersebut masih membutuhkan limfangiogenesis (pembentukan vasa limfatik baru) atau hanya dilatasi vasa limfatika yang sudah ada. Masih belum diketahui pula bagaimana signifikansi antara limfatika intra dan peritumoral, karena diperkirakan bahwa vasa limfatika intratumor tidak ada. Vasa limfatika pada stroma peri tumor yang dianggap berperan penting pada proses metastasis (El-Ghohary et al., 2008). Limfangiogenesis adalah pembentukan saluran limfe baru secara de novo dari sel progenitor endotel dari sumsum tulang/ limfangioblas. Limfangiogenesis diperlukan untuk metastasis sel karsinoma melalui pembuluh limfe dan selanjutnya ke limfonodi. Metastasis limfogen cenderung terjadi pada karsinoma

13 13 stadium lanjut dan derajat histologis buruk, karena pada karsinoma tersebut proliferasi sel berat sehingga terjadi hipoksia. Keadaan hipoksia akan memacu hypoxia inducible factor-1 (HIF-1α), suatu regulator homeostasis oksigen di dalam sel, yang bersifat stabil karena berdimerisasi dengan HIF-1β. Selanjutnya kompleks tersebut berikatan dengan hypoxia element response (HER) dan mengaktifkan gen VEGF ( Vasculo Endothelial Growth Factor), termasuk gen VEGF-C yang berperan penting untuk memproduksi protein VEGF-C (Okada et al., 2005; El-Ghohary et al., 2008). VEGF-C berikatan dengan reseptornya, VEGFR-3, akan memacu proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel endotel limfatika, sehingga terbentuk vasa limfatika baru atau dikenal sebagai kepadatan limfovaskular. Kepadatan limfovaskular yang tinggi memacu sel tumor untuk invasi ke pembuluh limfe baru dan selanjutnya metastasis ke limfonodi. Pembuluh limfe yang baru cenderung mempunyai dinding yang lebih tipis dan sedikit sel perisit sehingga memudahkan sel karsinoma untuk metastasis. Proses tersebut juga dipengaruhi oleh sitokin yang dihasilkan oleh sel tumor, misalnya CXCR 12 dan CCL21, yang memudahkan sel kanker invasi ke pembuluh limfe (Cabioglu et al., 2005). Sampai saat ini masih belum jelas apakah pada metastasis, limfangiogenesis merupakan proses aktif atau sel tumor secara pasif masuk bersamaan dengan cairan intersisiil dan protein ke dalam pembuluh limfe yang sudah ada ( Yavuz et al., 2005; Sundar dan Ganesan, 2007; El-Ghohary et al., 2008). Pada limfangiogenesis VEGF-C yang diproduksi oleh sel kelenjar normal, makrofag, sel stroma dan sel kanker. Pada berbagai kanker, VEGF-C terekspresi kuat pada

14 14 sel tumor sebesar 30%- 83,7% (Yonemura et al., 1994; Nakamura et al., 2003; Ogawa et al., 2004; Schoppmann et al., 2006; Zhang et al., 2008). Pada karsinoma payudara, ekspresi VEGF-C meningkat pada invasi kanker ke pembuluh limfe sebelum metastasis ke limfonodi, dan ekspresinya menurun setelah kanker metastasis ke limfonodi (Teramoto et al., 2008). Peran VEGF-C pada limfangiogenesis melalui ikatannya dengan reseptor VEGFR-3 pada permukaan sel endotel dan selanjutnya akan memacu migrasi dan proliferasi sel endotel pembuluh limfe (Yonemura et al., 1999; Nathanson et al., 2000). Pada lesi kulit melanositik jinak, ekspresi VEGFR-3 terbatas pada sel endotel pembuluh limfe. Pada melanoma yang berpotensi metastasis, ekspresi VEGFR-3 meningkat jelas pada pembuluh darah baru intratumoral (Clarijs et al., 2002). Pada jaringan payudara normal dan fibroadenoma, ekspresi VEGFR-3 sel endotel limfe lemah sedangkan pada karsinoma payudara ekspresi VEGFR-3 prominen. Penelitian pada cell line endotel pembuluh limfe membuktikan bahwa bloking VEGFR-3 dapat menghambat migrasi sel-sel tersebut (Timoshenko et al, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekspresi VEGFR-3 tidak hanya terbatas pada sel endotel limfe namun juga terekspresi pada sitoplasma sel tumor dan sel mioepitel kelenjar (Saaristo et al., 2000; Jayasinghe et al., 2009, Botting et al., 2010). Adanya ekspresi VEGFR-3 pada sel tumor dan sel endotel limfe menunjukkan adanya sinyal parakrin antar sel yang berperan pada permiabilitas pembuluh limfe dan proses metastasis (Valtova et al., 1999). Hubungan antara VEGF-C dengan beberapa parameter klinikopatologis pada karsinoma payudara masih kontroversi, namun terbukti bahwa

15 15 limfangiogenesis pada karsinoma payudara lebih banyak daripada jaringan payudara normal. VEGF-C dilaporkan merupakan marker prognosis metastasis ke limfonodi dan ketahanan hidup pada kanker payudara (Kinoshita et al., 2001; Nakamura et al., 2003), namun penelitian lain tidak mendapatkan hubungan bermakna antara ekspresi VEGF-C dengan metastasis limfonodi, stadium, derajat histologis, status ER, ekspresi Her-2 dan metastasis jauh (Yavuz et al., 2005; Cunnick et al., 2008). Penelitian pada 122 lesi payudara yang terdiri dari: karsinoma stadium awal dan lanjut, lesi inflamasi serta jaringan payudara normal, tidak mendapatkan adanya korelasi bermakna antara ekspresi ER dengan level VEGF-C plasma maupun ekspresi VEGF-C pada sel tumor (Yang et al., 2002; Hoar et al., 2003). Pada karsinoma kolorektal, ovarium dan head and neck, ekspresi VEGF-C merupakan faktor prognosis baik (Beasly et al., 2002; Furudoi et al., 2002, Yokoyama et al., 2003), sedangkan pada kanker payudara ekspresi VEGF-C merupakan marker prognosis buruk (Kinoshita et al., 2001; Nakamura et al., 2003). Penelitian tentang ekspresi VEGFR-3 pada karsinoma payudara belum banyak dilakukan. Penelitian Filho et al., (2005) mendapatkan bahwa ekspresi VEGFR-3 sel karsinoma payudara tidak berkorelasi dengan ukuran tumor, status limfonodi dan status ER. Pada karsinoma servik uteri dan prostat, ekspresi VEGFR-3 berhubungan dengan metastasis limfonodi, derajat histologis buruk dan prognosis buruk (Li et al., 2004; Botting et al., 2010). Limfangiogenesis diketahui dari kepadatan limfovaskular atau Lympho- Vascular density (LVD) yang dapat dideteksi dengan marker spesifik D2-40, yaitu

16 16 suatu antibodi monoklonal IgG2a terhadap membran onkofetal AgM2A. Antibodi D2-40 mendeteksi epitope pada 40 kda O-linked sialoglyco-protein yang terekspresi pada sel endotel pembuluh limfe tetapi tidak terekspresi pada sel endotel pembuluh darah, serta dapat dipakai untuk menentukan limfangiogenesis terutama pada jaringan yang sudah difiksasi formalin. Dengan demikian D2-40 merupakan marker limfatik baru yang dapat membedakan antara mikrovaskular dan limfovaskular (Zhang et al., 2008). Pada tumor solid seperti kanker payudara, limfovaskular intra tumor masih kontroversi. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa tumor solid tidak mengandung vasa limfatika intra tumor sehingga metastasis hanya melalui vasa limfatika peri tumor, namun penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa tumor solid juga mengandung vasa limfatika intra tumor yang nampaknya juga berperan pada invasi dan metastasis sel kanker. Kepadatan limfovaskular biasanya dihitung pada area hot spot, yaitu area di sekitar sarang-sarang tumor yang paling banyak mengandung pembuluh limfe (El-Ghohary et al., 2008). Peran kepadatan limfovaskular sebagai prediktor metastasis limfonodi dan hubungannya dengan beberapa parameter klinikopatologis karsinoma payudara masih kontroversi. Penelitian Schoppmann et al., (2004) mendapatkan kepadatan limfovaskular intra tumor sangat jarang, sedangkan kepadatan limfovaskular peri tumor tidak berkorelasi dengan status ER, ukuran tumor, tipe histologis serta risiko terjadinya metastasis limfonodi. Hasil penelitian Xie et al., (2008) mendapatkan bahwa limfatika peri tumor berkorelasi dengan metastasis limfonodi dan ekspresi VEGF-C. Menurut El-Gohary et al., (2008) kepadatan

17 17 limfovaskular peri dan intra tumor berkorelasi dengan derajat pleomorfisme inti, derajat histologis dan invasi angiolimfatik., namun tidak berkorelasi dengan status ER dan PR. Meningkatnya kepadatan limfovaskular telah diteliti berhubungan dengan meningkatnya kejadian invasi tumor limfovaskular. Nilai prognosis invasi limfovaskular (Lymphovascular invasion/ LIV) ditentukan dari adanya emboli sel kanker dalam pembuluh limfe. Hubungan antara invasi limfovaskular dengan beberapa parameter klinikopatologis masih kontroversi. Penelitian pada karsinoma payudara mendapatkan bahwa invasi limfovaskular berkorelasi dengan umur, ukuran tumor, status menopause dan status limfonodi (Tezuka et al., (2007). Penelitian lain mendapatkan invasi tumor limfovaskular juga berkorelasi positif dengan derajat histologis tinggi, ekspresi Ki-67 tinggi dan adanya makrometastasis, namun invasi limfovaskular berkorelasi terbalik dengan status ER dan PR. Status Her-2 tidak berkorelasi dengan invasi tumor dan status limfonodi (Marinho et al., 2008). Beberapa penelitian lain tidak mendapatkan adanya korelasi antara invasi limfovaskular dengan status ER, PR, Her-2, tipe histologis, derajat pleomorfisme inti dan kekambuhan tumor (Schoppmann et al., 2004; Tezuka et al., 2007). Hubungan antara limfangiogenesis dan invasi tumor limfovaskular dengan ketahanan hidup dan kekambuhan penderita karsinoma payudara masih belum jelas. Penelitian Kinoshita et al., (2001) menunjukkan bahwa limfangiogenesis berkorelasi negatif dengan ketahanan hidup, sedangkan menurut Nakamura et al., (2003) limfangiogenesis merupakan faktor prognosis ketahanan hidup yang

18 18 panjang pada penderita karsinoma payudara. Penelitian Mohammed et al., (2007) dan Zhang et al., (2008) juga mendapatkan makin tinggi limfangiogenesis makin rendah disease free survival dan overall survival. Penelitian tentang limfangiogenesis dan kepadatan limfovaskular pada berbagai sub-tipe molekular karsinoma payudara telah dilakukan oleh Raica et al., (2011), namun belum ada penelitian yang menghubungkan dengan ketahanan hidup dan kekambuhan penderita. Saat ini telah banyak dilakukan penelitian tentang terapi anti limfangiogenesis untuk menghambat pertumbuhan, invasi dan metastasis kanker. Beberapa terapi anti kanker dengan target antiangiogenik sasarannya adalah VEGF pathway, karena tahap tersebut secara langsung merupakan tahap penting pada patogenesis limfangiogenesis dan pengaruhnya pada faktor pertumbuhan sel endotel pembuluh darah. Target lain adalah pada ligand dan reseptornya (domain tirosin kinase ekstra maupun intraselular) pada level p rotein maupun mrna. Hambatan regulasi VEGF pada aksis VEGF-C/ VEGFR-3 pada binatang percobaan dapat menghambat limfangiogenesis dan metastasis limfonodi. Bloking VEGFR-3 dengan inhibitor tertentu pada tikus, dapat menghambat pembentukan vasa limfatik baru. Strategi anti angiogenesis lain adalah dengan memblok antibodi atau molekul yang berkompetisi dengan VEGF-C/ VEGFR-3, terapi gen untuk menghambat limfangiogenesis, inhibitor molekul tirosin kinase, dan inhibitor faktor-faktor limfangiogenesis lainnya (Pepper, 2001; Sundar dan Ganesan, 2007). Dengan demikian peran limfangiogenesis dan invasi limfovaskular pada kanker payudara penting untuk

19 19 diteliti, agar terapi, prognosis dapat ditentukan lebih pasti dan dapat sebagai dasar dikembangkannya marker limfangiogenesis dan invasi limfovaskular sebagai faktor prognosis pertumbuhan, invasi dan metastasis. B. Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang, disusun permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah faktor klinikopatologis (usia, derajat histologis, ukuran, metastasis limfonodi, stadium), limfangiogenesis (ekspresi VEGF-C, ekspresi VEGFR-3, kepadatan limfovaskular) dan invasi tumor limfovaskular berhubungan dengan ketahanan hidup dan kekambuhan penderita karsinoma payudara? 2. Apakah faktor klinikopatologis (usia, derajat histologis, ukuran, metastasis limfonodi, stadium), limfangiogenesis (ekspresi VEGF-C, ekspresi VEGFR-3, kepadatan limfovaskular) dan invasi tumor limfovaskular berhubungan dengan ketahanan hidup dan kekambuhan penderita karsinoma payudara sub-tipe luminal dan non luminal? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan antara faktor klinikopatologis ( usia, derajat histologis, ukuran, metastasis limfonodi, stadium), limfangiogenesis (ekspresi VEGF-C, ekspresi VEGFR-3, kepadatan limfovaskular) dan invasi tumor limfovaskular dengan ketahanan hidup dan kekambuhan penderita karsinoma payudara.

20 20 2. Mengetahui hubungan antara faktor klinikopatologis (usia, derajat histologis, ukuran, metastasis limfonodi, stadium), limfangiogenesis (ekspresi VEGF-C, ekspresi VEGFR-3, kepadatan limfovaskular) dan invasi tumor limfovaskular dengan ketahanan hidup dan kekambuhan penderita karsinoma payudara sub-tipe luminal dan non luminal. D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini berguna untuk menentukan nilai prognosis yang paling bermakna terhadap limfangiogenesis dan invasi tumor limfovaskular pada penderita karsinoma payudara sub-tipe luminal dan non luminal. 2. Penentuan nilai prognosis ini berguna untuk menetapkan terapi yang lebih tepat berdasarkan keberadaan limfangiogenesis dan invasi tumor limfovaskular pada penderita karsinoma payudara sub-tipe luminal dan non luminal. 3. Penelitian ini diharapkan menjadi dasar penelitian lebih lanjut tentang terapi anti limfangiogenesis, sehingga invasi dan metastasis limfogen karsinoma payudara dapat dihambat. E. Keaslian Penelitian Nilai prognosis limfangiogensis, invasi tumor limfovaskular digabung dengan stadium dan derajat histologis pada karsinoma payudara berguna dalam penentuan pengelolaan dan prognosis pada karsinoma payudara dengan status hormonal tertentu. Penentuan nilai prognosis limfangiogenesis, invasi tumor limfovaskular, stadium dan derajat

21 21 histologis terhadap ketahanan hidup dan kekambuhan pada penderita karsinoma payudara dengan berbagai sub-tipe molekular sampai saat ini masih kontroversi. Penelitian Marinho et al. (2008); Gurleyik et al. (2007) menghubungkan invasi tumor limfovaskular dengan faktor prognosis morfologi (dengan pengecatan Hematoksilin Eosin) dan molekular (meliputi status ER/PR, E-cadherin, Ki-67 dan ekspresi Her2-neu). El-Ghohary et al. (2008) meneliti signifikansi nilai prognosis kepadatan limfovaskular intra dan peri tumor pada karsinoma payudara dihubungkan dengan stadium, derajat histologis, status ER/PR dan Her2- neu serta ketahanan hidup. Nakamura et al. (2003) meneliti signifikansi faktor klinikopatologis VEGF-C sel tumor pada karsinoma payudara yang dievaluasi sampai 230 bulan. Penelitian ini menghubungkan antara ekspresi VEGF-C sel tumor dengan metastasis limfonodi dan ketahanan hidup penderita. Penelitian Filho et al. (2005) meneliti hubungan antara ekspresi VEGFR-3 dengan beberapa parameter klinikopatologis pada 77 penderita karsinoma payudara. Schoppmann et al. (2004) meneliti nilai prognostik limfangiogenesis dan invsasi tumor limfovaskular dengan parameter klinikopatologis dan prognosis penderita karsinoma payudara. Penelitian karsinoma payudara berdasarkan sub-tipe molekular sudah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu: Rouzier et al., (2005) menghubungkan dengan respon terapi pre operatif, Campbell et al., (2011) menghubungkan dengan jumlah makrofag intra dan peri tumor, Onitilo et

22 2 al., (2008) dan Blows et al., (2010) menghubungkan dengan beberapa faktor klinikopatologis dan ketahanan hidup serta kekambuhan. Penelitian tentang limfangiogenesis pada karsinoma payudara dengan berbagai sub-tipe molekular telah dilakukan oleh Raica et al., (2011). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa VEGF-C, VEGFR-3 berperan pd limfangiogenesis, namun perannya sebagai prediktor metastasis limfonodi masih kontroversi (Bando et al. 2006; Mylona et al.2007; Gisterek et al. 2007). Sampai saat ini penelitian gabungan antara faktor klinikopatologis, limfangiogenesis dan invasi tumor dihubungkan dengan ketahanan hidup dan kekambuhan penderita sub-tipe luminal dan non luminal belum ada. Pada penelitian ini diteliti nilai prognosis klinikopatologis, dengan limfangiogenesis dan invasi tumor limfovaskular terhadap ketahanan hidup dan kekambuhan penderita karsinoma payudara sub-tipe luminal dan non luminal. Nilai prognosis tersebut diharapkan dapat menentukan penderita karsinoma payudara kelompok risiko tinggi ( sub-tipe non luminal) dan kelompok risiko rendah (sub-tipe luminal).

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan merupakan penyebab kematian kedua pada wanita setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara menduduki ranking kedua setelah kanker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh dunia. Berbeda dengan negara maju dengan insiden kanker payudara yang stagnan atau malah semakin menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. Karsinoma merupakan penyakit yang kompleks yang dari segi klinis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak pada wanita. Karsinoma payudara merupakan penyakit heterogen dengan kemiripan secara histologis namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat menyerang dan menyebar ke bagian tubuh yang jauh. Kanker dapat memiliki konsekuensi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita diseluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah kanker paru-paru. Kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru dan telah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kanker payudara menjadi penyebab kematian kedua terbanyak bagi wanita Amerika pada tahun 2013

Lebih terperinci

marker inflamasi belum pernah dilakukan di Indonesia.

marker inflamasi belum pernah dilakukan di Indonesia. BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma payudara adalah salah satu penyebab utama morbiditas terkait karsinoma dan kematian di kalangan perempuan di seluruh dunia (Zhang et al., 2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir dan batin. Selain memiliki nilai estetika, bagian tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif deskriptif untuk melihat pola ekspresi dari Ki- 67 pada pasien KPDluminal A dan luminal B. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini menduduki peringkat kedua terbanyak penyakit kanker setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka kematian cukup tinggi pada wanita. Setiap tahun terdapat 7 juta penderita kanker payudara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami mutasi, diperkirakan 80% disebabkan oleh faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami mutasi, diperkirakan 80% disebabkan oleh faktor lingkungan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang memiliki karakteristik proliferasi atau pembelahan yang tidak terkontrol dan sering menyebabkan terjadinya massa atau tumor (sel abnormal).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Karsinoma Payudara Duktal Invasif Tipe Tidak Spesifik. Karsinoma payudara adalah salah satu keganasan yang sering dijumpai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Karsinoma Payudara Duktal Invasif Tipe Tidak Spesifik. Karsinoma payudara adalah salah satu keganasan yang sering dijumpai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Payudara Duktal Invasif Tipe Tidak Spesifik Karsinoma payudara adalah salah satu keganasan yang sering dijumpai diantara kasus keganasan pada wanita. Sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia. kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia. kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah penderita sekitar 4,3 per 1000 penduduk dengan kanker payudara menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka kejadian paling tinggi di dunia. Berdasarkan data dari GLOBOCAN di

BAB I PENDAHULUAN. angka kejadian paling tinggi di dunia. Berdasarkan data dari GLOBOCAN di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara sampai saat ini merupakan kanker pada wanita dengan angka kejadian paling tinggi di dunia. Berdasarkan data dari GLOBOCAN di tahun 2008, insiden kanker

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Salah satu jenis kanker yang memiliki potensi kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN 76 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor primer pada kanker payudara. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian kadar VEGF serum pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kanker payudara merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., 2009). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN akibat kanker payudara (WHO, 2011). Sementara itu berdasar hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN akibat kanker payudara (WHO, 2011). Sementara itu berdasar hasil penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker yang sangat banyak dialami perempuan dan juga termasuk penyebab kematian, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada wanita di seluruh dunia dan telah menjadi masalah global baik di negara maju dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2012(25% dari semua kasus kanker). Angka ini mampu menyumbang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2012(25% dari semua kasus kanker). Angka ini mampu menyumbang BAB 1 PENDAHULUAN C. Latar Belakang Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan dengan angka kematian yang cukup tinggi pada wanita. Berdasarkan data Global (IARC) 2012, Kanker Payudara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular primer tersering pada anak, dan menduduki peringkat kedua setelah melanoma uvea sebagai tumor ganas intraokuler primer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal didefinisikan sebagai tumor ganas yang terjadi pada kolon dan rektum. Kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru di dunia (Alteri et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pemerintah disibukkan dengan penyakit kanker payudara yang saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena kanker dan 65% di antaranya terjadi di negara miskin dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ;

BAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ; 4 BAB II LANDASAN TEORI A. TinjauanPustaka 1. Kanker Payudara a. Definisi Kanker atau neoplasma adalah istilah yang digunakan untuk penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan mampu menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

HUBUNGAN EKSPRESI HER-2/NEU DAN HORMONAL RESEPTOR DENGAN GRADING HISTOPATOLOGI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA WANITA USIA MUDA

HUBUNGAN EKSPRESI HER-2/NEU DAN HORMONAL RESEPTOR DENGAN GRADING HISTOPATOLOGI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA WANITA USIA MUDA HUBUNGAN EKSPRESI HER-2/NEU DAN HORMONAL RESEPTOR DENGAN GRADING HISTOPATOLOGI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA WANITA USIA MUDA CORRELATION BETWEEN HER-2/NEU AND HORMONAL RECEPTOR WITH HISTOPATHOLOGY GRADING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler. Keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan membutuhkan penanganan sedini

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i ii iii iv vi x xii xiii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel ke dalam populasi jaringan

Lebih terperinci

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas?

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? A.Celal Iplikcioglu et al. Oleh : Anugerah Pembimbing : dr. Hanis Setyono Sp.BS 1 1. Pendahuluan Meningioma adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. belahan dunia. Data International Agency for Research on Cancer (IARC) GLOBOCAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. belahan dunia. Data International Agency for Research on Cancer (IARC) GLOBOCAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan utama dalam sepuluh tahun terakhir dengan kecenderungan peningkatan angka kejadian yang signifikan di berbagai

Lebih terperinci

Majalah Kesehatan FKUB Vol 3, No 3, September 2016

Majalah Kesehatan FKUB Vol 3, No 3, September 2016 Korelasi Pemeriksaan Human Epidermal Growth Factor Receptor-2 (Her-2) dengan Stadium Klinis TNM pada Pasien Kanker Payudara di Instalasi Patologi Anatomi RS dr. Saiful Anwar Periode Januari 2010-Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). Mortalitas kanker ini tercatat sebesar 1.590.000 jiwa pada tahun 2012

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tumor ganas ovarium adalah penyebab kematian akibat tumor ginekologi yang menduduki urutan ke empat di Amerika Serikat. (1-10) Laporan statistik kanker Amerika Serikat

Lebih terperinci