BAB II LANDASAN TEORI. A. Ekspresi Emosi. mempengaruhi perasaan internal, mengkomunikasikan perasaan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Ekspresi Emosi. mempengaruhi perasaan internal, mengkomunikasikan perasaan,"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Ekspresi Emosi 1. Pengertian Ekspresi Emosi Ekspresi emosi merupakan refleksi dari perasaan-perasaan internal, mempengaruhi perasaan internal, mengkomunikasikan perasaan, menunjukkan maksud, mempengaruhi perilaku, dan perasaan orang lain (Wade & Travis, 2007). Teori lain dari Planalp mengatakan bahwa ekspresi emosi adalah suatu upaya mengkomunikasikan status perasaan individu yang berorientasi pada tujuan (dalam Safaria & Saputra, 2009). Hasanat (2006) mengatakan bahwa ekspresi emosi sebagai indeks keseluruhan emosi, sikap, dan perilaku yang diekspresikan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan. Tingginya ekspresi emosi (EE) dari keluarga merupakan salah satu faktor penyebab kekambuhan pada penderita gangguan skizofrenia. Hal ini didukung dengan penelitian King dan Dixon (Francis & Papageorgiou, 2004) yang menemukan bahwa kekambuhan skizofrenia disebabkan oleh adanya expressed emotion (EE) yang tinggi pada keluarga. Brown menyebutkan tinggi rendahnya EE keluarga dapat diketahui melalui komentar-komentar yang dikeluarkan oleh keluarga pada saat proses wawancara mengenai keadaan ODS (dalam Hazra dkk, 2010). Varghese dkk, (dalam Puspasari, 2012) menegaskan bahwa EE yang tinggi 11

2 digilib.uns.ac.id 12 ditunjukkan oleh adanya perilaku keluarga yang berlebihan terlibat dalam urusan pribadi ODS, memperlihatkan permusuhan, mengkritik, dan selalu tidak puas dengan apa yang dilakukan ODS. Menurunkan ekspresi emosi keluarga terhadap pasien gangguan jiwa akan dapat memperbaiki prognosis gangguan jiwa (Sadock dan Sadock, 2007). 2. Aspek-Aspek Emosi George Brown menjelaskan lima komponen EE yaitu kritik (critical comment/cc), keterlibatan emosi yang berlebihan (emotional over involment/eoi), hostilitas, komentar positif, dan kehangatan. Berikut penjelasannya: a. Kritik (critical comment/cc) Kritik dari caregiver yang muncul dapat dihitung selama wawancara. Pengamatan yang cermat dari komunikasi langsung antara pasien dan perawat membuktikan bahwa kritik dari caregiver berpotensi menyebabkan kekerasan fisik dan hal itu adalah sifat dari beberapa keluarga dengan EE tinggi. b. Hostilitas Konsekuensi kemarahan yang diatur dan diikuti oleh kritik serta mengarah kepada penolakan pasien. Hostilitas atau permusuhan ini ditunjukkan oleh kritik atau perilaku yang menolak dari pasien.

3 digilib.uns.ac.id 13 c. Keterlibatan emosi yang berlebihan (emotional over involment/eoi) EOI manifestasi dari emosionalitas yang berlebihan dari dirinya, pengorbanan diri yang berlebihan, identifikasi berlebihan, dan perilaku overprotective yang ekstrim terhadap pasien. d. Kehangatan Kehangatan dinilai berdasarkan kebaikan, kepedulian, dan empati yang diberikan oleh perawat saat dia berbicara tentang pasien. e. Komentar positif Komentar positif yang terdiri dari laporan yang mengungkapkan penghargaan atau dukungan untuk perilaku pasien dan lisan/penguatan nonverbal oleh caregiver. Ekspresi emosi dalam keluarga diklasifikasikan berdasarkan dua faktor yaitu kritik (critical comment/cc) dan keterlibatan emosi yang berlebihan (emotional over involment/eoi). Faktor ketiga yaitu hostilitas (hostility), biasanya diasosiasikan dengan tingginya tingkat critical comment. Dua faktor ekspresi emosi lainnya, kehangatan (warmth) dan komentar positif (positif remarks) kurang dianggap penting sebagai prediktor kekambuhan penderita skizofrenia. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspresi Emosi McDonagh (2005) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi emosi sebagai berikut:

4 digilib.uns.ac.id 14 a. Terapi keluarga Terapi keluarga digunakan untuk mendidik anggota keluarga yang merawat pasien skizofrenia. Keluarga diminta memahami bahwa pasien skizofrenia memiliki gejala yang muncul dan menghilang sendiri. Pemahaman tersebut akan mengurangi ekspresi emosi tinggi yang ditunjukkan dengan permusuhan dan kritik terhadap pasien. b. Dukungan sosial Sarana dukungan sosial adalah suatu keharusan untuk menjaga kesehatan mental yang optimal pada kebanyakan orang. Mereka yang hidup sendiri mungkin tidak memiliki jaringan yang solid uantuk mendukung mereka, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk mengatasi tekanan hidup. c. Budaya Hubungan keluarga dan interaksi salah satu dari banyak kategori yang sangat bervariasi dari budaya ke budaya di seluruh dunia. Ketika berhadapan dengan topik seperti ekspresi emosi yang memiliki akar yang kuat dalam hubungan keluarga dan interaksi, adalah penting untuk dicatat bahwa efek emosi dinyatakan berpotensi sangat bervariasi antara budaya. d. Profesionalitas Ekspresi emosi oleh keluarga pasien dengan gangguan ditandai dengan memiliki hubungan yang kritis, bermusuhan, atau emosional lebih-terlibat. Hubungan profesional terjadi antara pekerja dan pasien

5 digilib.uns.ac.id 15 tidak sama dengan hubungan keluarga. Oleh karena itu, ekspresi emosi tidak dapat ditandai dengan cara yang sama dengan yang akan datang dari anggota keluarga. Profesional yang bekerja dengan pasien cenderung tidak menunjukkan sikap emosional lebih-terlibat terhadap pasien. Hal ini disebabkan oleh jumlah rendah mereka kontak dengan pasien, atau pelatihan profesional mereka. Profesional dengan emosi diekspresikan tinggi cenderung memiliki tujuan hampir mustahil atau tak terjangkau dan harapan bagi pasien mereka. Mereka juga cenderung lebih fokus pada kelemahan pasien. Profesional dengan ekspresi emosi rendah sering menetapkan batas-batas dari hubungan mereka dengan pasien sebelum sesuatu terjadi di antara mereka. e. Tingkat pendidikan Seorang profesional berpendidikan rendah cenderung memiliki ekspresi emosi lebih tinggi dari profesional lebih terdidik (Barrowclough, dkk, 2001; Van Humbeeck, dkk, 2002). McDonagh mengomentari perbedaan antara ekspresi emosi rendah dan ekspresi emosi tinggi dengan mengatakan bahwa tingkat pendidikan anggota keluarga disekitarnya dan pengetahuan tentang gangguan memainkan peran penting dalam cara anggota keluarga menanggapi pasien yang ditangani.

6 digilib.uns.ac.id 16 B. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995) mengatakan bahwa secara psikologis manusia yang memiliki sikap positif terhadap diri dan orang lain adalah manusia yang mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang bersifat baik maupun buruk serta merasa positif dengan kehidupan masa lalunya, memiliki relasi positif dengan orang lain, mampu melakukan dan mengarahkan perilaku secara mandiri, penuh keyakinan diri (otonomi), dapat melakukan sesuatu bagi orang lain (memiliki tujuan hidup), dapat mengembangkan potensi diri sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, serta mampu mengambil peran aktif dalam memenuhi kebutuhannya melalui lingkungan. Selain itu, Ryff (dalam Ryff dan Singer, 2008) menekankan dua poin utama dalam menjelaskan psychological well-being. Pertama psychological well-being menekankan pada proses pertumbuhan dan pemenuhan individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Poin kedua adalah eudaimonic, yang menekankan pada pengaturan yang efektif dari sistem fisiologis untuk mencapai suatu tujuan. Psychological well-being berhubungan dengan kepuasan pribadi, keterikatan, harapan, rasa syukur, stabilitas suasana hati, pemaknaan terhadap diri sendiri, harga diri, kegembiraan, kepuasan dan optimisme, termasuk juga mengenali kekuatan dan mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki (Bartram & Boniwell, 2007). Psychological well-being

7 digilib.uns.ac.id 17 memimpin individu untuk menjadi kreatif dan memahami apa yang sedang dilakukannya (Bartram & Boniwell, 2007). Berdasarkan teori di atas psychological well-being adalah kondisi individu yang secara psikologis merasa nyaman, puas, dan mampu memahami dirinya dikarenakan individu tersebut yang bisa menerima dirinya, bisa berhubungan baik dengan orang lain, bebas tetapi bertanggung jawab, tumbuh dan berkembang, dan mempunyai tujuan hidup. 2. Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being Ryff (dalam Papalia, 2002) mengemukakan enam dimensi psychological well-being, yakni: a. Penerimaan diri (self acceptance) Penerimaan diri adalah kemampuan seseorang menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya. Seseorang yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal, dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya. Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah dengan kualitas personalnya, dan ingin menjadi orang yang berbeda dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya.

8 digilib.uns.ac.id 18 b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain akan terisolasi dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal dan tidak berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain. c. Otonomi (autonomy) Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk mmembuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu.

9 digilib.uns.ac.id 19 d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. e. Tujuan hidup (purpose of life) Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan.

10 digilib.uns.ac.id 20 f. Pertumbuhan pribadi (personal growth) Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalamanpengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik. Hurlock (2003) menjelaskan bahwa ada beberapa esensi mengenai kebahagiaan, atau keadaan sejahtera (well-being), kenikmatan atau kepuasan, yaitu sebagai berikut: a. Sikap menerima Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang baik.

11 digilib.uns.ac.id 21 b. Kasih sayang Cinta atau kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap diterima oleh orang lain. Semakin diterima oleh orang lain maka semakin banyak cinta yang diharapkan diperoleh dari orang lain. Kurangnya cinta atau kasih sayang memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan seseorang. c. Prestasi Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang. Apabila seseorang mempunyai tujuan yang tidak realistis maka kemungkinan kegagalan akan tinggi dan rasa tidak bahagia akan muncul. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being seseorang antara lain (Ryff, 1995): a. Faktor Demografis terdiri dari: 1) Usia Ryff mengemukakan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dalam dimensi-dimensi psychological well-being. Penelitiannya menemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, begitu juga dengan dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sementara, dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi

12 digilib.uns.ac.id 22 memperlihatkan penurunan seiring bertambahnya usia, terutama terjadi pada dewasa madya hingga dewasa akhir. 2) Gender Ryff dalam penelitiannya menemukan bahwa wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi dibandingkan pria. Wanita digambarkan sebagai sosok yang tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk membina keadaan yang harmonis dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah yang menyebabkan mengapa wanita memiliki psychological well-being yang tinggi dalam dimensi hubungan positif karena ia dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain (Papalia & Feldman, 2008). 3) Status sosial ekonomi Data yang diperoleh dari Wisconsin Longitudinal Study memperlihatkan bahwa pendidikan tinggi dan status pekerjaan meningkatkan psychological well-being terutama pada dimensi penerimaan diri dan dimensi tujuan hidup. Individu yang menempati kelas sosial rendah jika dibandingkan dengan individu yang menempati kelas sosial tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu mereka, serta adanya rasa keterarahan dalam hidup.

13 digilib.uns.ac.id 23 b. Budaya Ryff mengatakan bahwa sistem nilai individualisme dan kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan otonomi, sedangkan budaya timur memiliki nilai yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. c. Dukungan sosial Dukungan yang berupa ungkapan perilaku suportif kepada seseorang yang diterima dari orang-orang yang cukup bermakna dalam kehidupan individu tersebut, diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, maupun organisasi sosial (Sarafino, 1994). Robinson (1991) mengemukakan bahwa dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang. d. Evaluasi terhadap pengalaman hidup Ryff (1989) mengemukakan bahwa psychological well-being seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman hidup tertentu, yang mencakup berbagai bidang dalam berbagai periode kehidupan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Essex (1992) mengenai pengaruh interpretasi dan evaluasi individu pada pengalaman hidupnya terhadap kesehatan mental. Hasil menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi diri berpengaruh pada

14 digilib.uns.ac.id 24 psychological well-being seseorang, terutama dalam dimensi penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan hubungan positif dengan orang lain. Mekanisme evaluasi diri yang dikemukakan oleh Rosenberg (dalam Ryff & Essex, 1992), antara lain: 1) Mekanisme perbandingan sosial (social comparison) Individu mempelajari dan mengevaluasi dirinya dengan membandingkan dirinya terhadap orang lain, yang mengarah pada evaluasi diri positif, negatif, atau netral, tergantung pada standar perbandingan yang digunakan, yang dalam hal ini biasanya adalah orang atau kelompok referensi. 2) Mekanisme perwujudan penghargaan (reflected appraisal) Individu dipengaruhi oleh sikap orang lain terhadap dirinya, sehingga semakin lama ia akan memandang dirinya sesuai dengan pandangan orang lain. 3) Mekanisme persepsi diri terhadap tingkah laku (behavioral selfperceptions) Kecenderungan, kemampuan, dan kompetensi sesorang dengan cara mengobservasi tingkah lakunya sendiri, dimana individu yang mempersepsikan perubahan positif diharapkan dapat memandang pengalaman secara lebih positif sehingga menunjukkan penyesuaian diri yang baik.

15 digilib.uns.ac.id 25 4) Mekanisme pemusatan psikologis (psychological centrality) Ada komponen konsep diri yang lebih terpusat dari komponen lain, dimana semakin terpusat suatu komponen, maka pengaruhnya semakin besar terhadap konsep diri. Oleh karena itu, untuk memahami dampak dari pengalaman hidup terhadap psychological well-being, maka harus dipahami pula sejauh mana peristiwa dan dampaknya mempengaruhi komponen utrama atau komponen perifer dari konsep diri seseorang. C. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial Cobb & Wills (dalam Sarafino, 1998) dukungan sosial mengarah pada rasa nyaman, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima oleh individu dari individu lain atau kelompok. Inti dari dukungan sosial adalah mengetahui bahwa orang lain mencintai dan mau melakukan sesuatu yang dapat mereka lakukan untuk individu. Sarason, Levine, dan Basham (dalam Kirana, 2010) menyebutkan bahwa dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang melibatkan salah satu faktor atau lebih dari karakteristik berikut ini: afeksi (ekspresi menyukai, mencintai, mengagumi dan menghormati), penegasan (ekspresi persetujuan, penghargaan terhadap ketepatan, kebenaran dari beberapa tindak pernyataan, pandangan), dan bantuan (transaksi-transaksi dimana bantuan

16 digilib.uns.ac.id 26 dan pertolongan dapat langsung diberikan seperti barang, uang, informasi dan waktu). Hobfoll (Norris dan Kaniasty, 1996) mendefinisikan dukungan sosial sebagai interaksi atau hubungan sosial yang memberikan individuindividunya bantuan nyata atau yang membentuk keyakinan individu dalam suatu sistem sosial bahwa dirinya dicintai, disayangi, dan ada kelekatan terhadap kelompok sosial atau pasangannya. Definisi ini menunjukkan ada dua aspek utama dalam dukungan sosial yaitu: received support (dukungan yang diterima) dan perceived support (dukungan yang dirasakan). Barrera menyebutkan received support artinya perilaku membantu yang muncul secara alamiah yang diberikan, sedangkan perceived support diartikan sebagai keyakinan bahwa perilaku membantu akan tersedia ketika diperlukan (dalam Norris dan Kaniasty, 1996). Pierce (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. 2. Dimensi Dukungan Sosial Menurut Cohen and McKay (dalam Sarason, 2013), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam empat dimensi yaitu: a. Appraisal Support Kondisi dimana seseorang merasa dapat bergantung pada lingkungan untuk mendapatkan petunjuk berupa pemberian arah,

17 digilib.uns.ac.id 27 nasihat, saran, atau pun umpan balik mengenai apa yang sebaiknya mereka lakukan. b. Tangible Support Merupakan bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain. c. Self-Esteem Support Kondisi dimana hubungan sosial membantu untuk menolong individu merasa lebih baik tentang dirinya, tentang keterampilan dan kemampuannya, dengan ekspresi dari penghargaan positif yang diberikan pada individu dan memberikan perbandingan yang positif antara individu dengan orang lain, yaitu orang-orang yang lebih kurang mampu atau keadaannya lebih buruk daripada dirinya. Dukungan seperti ini akan membangun perasaan yang lebih baik tentang dirinya, dan membuat individu merasa lebih berharga. d. Belonging Support Kondisi dimana individu merasa ia mempunyai orang lain yang dapat memberi rasa aman dan nyaman pada saat ia menghadapi masamasa sulit. Atau dapat juga dikatakan bahwa dukungan ini meliputi ekspresi dari empati, kepedulian, dan rasa perhatian yang penuh pada seseorang agar ia merasa nyaman, aman, dicintai, dan merasa menjadi bagian dari kelompok pada saat ia mengalami stress.

18 digilib.uns.ac.id 28 Aspek-aspek dukungan sosial yang lain juga dikemukakan oleh Sarafino (1998) adalah sebagai berikut: a. Dukungan penghargaan Dukungan ini dapat berupa penghargaan positif kepada orang lain, mendorong dan memberikan persetujuan atas ide-ide individu atau perasaannya, memberikan semangat, dan membandingkan orang tersebut secara positif. Individu memiliki seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka. b. Dukungan emosional Dukungan emosional merupakan dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga kedaan emosi, afeksi atau ekspresi. Dukungan ini meliputi ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian pada individu, memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai. c. Dukungan istrumental Dukungan ini merupakan pemberian sesuatu berupa bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat (instrumental aid). Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi banyak aktivitas seperti menyediakan bantuan dalam pekerjaan rumah tangga, menjaga anak-anak, meminjamkan uang, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, membantu menyelesaikan tugas-tugas, menyediakan benda-benda seperti perabot, alat-alat kerja, dan bukubuku.

19 digilib.uns.ac.id 29 d. Dukungan informasi House (dalam Orford, 1992) mengatakan bahwa dukungan informasi berarti memberi solusi pada suatu masalah. Dukungan ini diberikan dengan cara menyediakan informasi, memberikan saran secara langsung, atau umpan balik tentang kondisi individu dan apa yang harus ia lakukan. Dukungan ini dapat membantu individu dalam mengenali masalah yang sebenarnya. e. Dukungan jaringan Dukungan ini merupakan perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama dengan orang lain dalam aktivitas rekreasional di waktu senggang serta dukungan ini juga dapat diberikan dalam bentuk menemani seseorang beristirahat atau rekreasi. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain, membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Dukungan Sosial Sarafino (1994) menyebutkan bahwa tidak semua individu mendapatkan dukungan sosial yang mereka butuhkan, banyak faktor yang menentukan seseorang menerima dukungan. Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi dukungan sosial yaitu:

20 digilib.uns.ac.id 30 a. Penerima Dukungan Seseorang tidak mungkin menerima dukungan sosial jika mereka tidak ramah, tidak pernah menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang mengetahui bahwa dia membutuhkan bantuan. Beberapa orang tidak terlalu assertive untuk meminta bantuan pada orang lain atau adanya perasaan bahwa mereka harus mandiri tidak membebani orang lain atau perasaan tidak nyaman menceritakan pada orang lain atau tidak tahu akan bertanya kepada siapa. b. Penyedia Dukungan Seseorang yang harusnya menjadi penyedia dukungan mungkin saja tidak mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain atau mungkin mengalami stress sehingga tidak memikirkan orang lain atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan orang lain. c. Faktor komposisi dan Struktur Jaringan Sosial Faktor komposisi dan struktur jaringan sosial merupakan hubungan yang dimiliki individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungan. Hubungan ini dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang berhubungan dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu dengan orang-orang), komposisi (orang-orang tersebut termasuk dalam keluarga, teman, atau rekan kerja), dan intimasi (kedekatan hubungan individu dan kepercayaan satu sama lain).

21 digilib.uns.ac.id 31 D. Family Caregiver Pasien Skizofrenia 1. Pengertian Caregiver Skizofrenia Orang dengan skizofrenia (ODS) dapat pulih untuk beberapa waktu lalu mengalami kekambuhan, ada juga yang dapat mempertahankan kesehatannya dalam fase remisi, namun pada beberapa orang gejala skizofrenia bertahan sepanjang hidup bahkan memburuk seiring waktu. Perubahan yang terjadi pada ODS mempunyai dampak bagi orang-orang yang ada disekitarnya. Orang yang ada disekitarnya biasanya harus memberikan perawatan lebih pada ODS jika dibandingkan dengan merawat orang normal. Orang yang merawat orang lain ini biasa disebut sebagai caregiver. Caregiver adalah individu yang secara umum merawat dan mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya (Awad & Voruganti, 2008). Awad & Voruganti (2008) menambahkan bahwa caregiver adalah individu yang memberikan bantuan informal dan tidak dibayar kepada orang lain yang membutuhkan bantuan fisik dan emosional. Sukmarini (2009) menyatakan bahwa caregiver adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya. Caregiver menurut Kung (2003) mempunyai tugas sebagai emotional support, merawat pasien (memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan, mempersiapkan obat), mengatur keuangan, membuat

22 digilib.uns.ac.id 32 keputusan tentang perawatan dan berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan formal. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa caregiver adalah individu yang memberikan bantuan, dukungan sosial, pengawasan, melatih, dan perlindungan kepada orang yang mempunyai suatu penyakit atau keterbatasan fisik yang membuat orang tersebut tidak mampu melakukan kegiatan rutin sehari-hari. 2. Beban Pada Caregiver Skizofrenia Setiap caregiver saat merawat orang lain (ODS, orang dengan keterbatasan fisik, dan sebagaimya) mendapatkan beban tersendiri. Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subjektif dan beban objektif. Beban subjektif caregiver adalah respon psikologis yang dialami caregiver sebagai akibat perannya dalam merawat klien dengan penyakit. Beban objektif caregiver yaitu masalah praktis yang dialami oleh caregiver, seperti masalah keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam pekerjaan, dan aktivitas sosial (Sukmarini, 2009). Selain beban subjektif dan objektif terdapat beban psikologis pula. Beban psikologis yang dirasakan oleh caregiver antara lain rasa malu, marah, tegang, tertekan, lelah, dan tidak pasti (Louw Anneke, 2009). Beban tersebut kemudian memicu timbulnya dampak bagi caregiver. Dampak dari beban yang didapatkan caregiver berbeda-beda. Dampaknya bisa muncul dalam kehidupan pribadi dan sosial caregiver. Beban dalam kehidupan pribadi bisa berwujud dari kurangnya uang dan terpakainya banyak waktu serta energi caregiver. Selain itu, tugas

23 digilib.uns.ac.id 33 caregiver yang seringkali tidak menyenangkan dapat menyebabkan stres secara psikologis. 3. Family Caregiver Skizofrenia Widyanti (2009) mengatakan bahwa jenis caregiver ada dua, yaitu caregiver formal dan caregiver informal. Caregiver formal adalah caregiver yang menerima bayaran untuk melakukan tugas-tugas seorang caregiver, misalnya perawat. Caregiver informal adalah caregiver yang menyediakan bantuan pada individu lain yang memiliki hubungan pribadi dengannya, seperti hubungan keluarga, teman, ataupun tetangga. Sebuah keluarga yang salah satu anggotanya menderita skizofrenia maka keluarga tersebut secara drastis dapat menjadi terasing dari lingkungannya, diremehkan, dan menjadi bahan pergunjingan di masyarakat yang pada akhirnya sikap masyarakat terhadap keluarga tersebut akan berdampak pada status sosial ekonomi keluarga, sehingga terkadang ODS dikucilkan oleh keluarganya sendiri karena dianggap sebagai pembawa malapetaka (Saseno, dalam Nurhayati, 2008). McDonell dkk (dalam Nuraenah, 2012) menemukan bahwa beban keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia berhubungan dengan perawatan termasuk biaya pengobatan, tanggung jawab untuk mengawasi kondisi mental ODS, stigma sehubungan dengan mental ODS yang muncul dari interaksi dengan masyarakat, serta distress emosional akibat dari simtom skizofrenia.

24 digilib.uns.ac.id 34 Caregiver yang utamanya adalah keluarga atau disebut family caregiver dituntut menggunakan sebagian besar waktunya untuk merawat dan memberikan dukungan sosial demi kondisi ODS yang lebih baik. Caregiver juga dihadapkan dengan stigma masyarakat mengenai ODS yang dapat berdampak pada timbulnya rasa malu hingga penarikan diri secara sosial, selain itu biaya perawatan yang tinggi serta perubahan peran dan tanggung jawab antar anggota keluarga menimbulkan dinamika perubahan tertentu dalam keluarga. Schwartz dan Gidron (dalam Nainggolan dan Hidajat, 2013) mengatakan bahwa keluarga ODS merasakan beban (burden) yang berbeda dengan keluarga lain pada umumnya. Menurut Fausiah (dalam Nainggolan dan Hidajat, 2013), burden itu sendiri merupakan beban fisik dan mental yang dialami oleh family caregiver dari ODS. Keluarga merasakan beban yang sangat berat, namun demikian keluarga pada umumnya tetap menunjukkan rasa tanggung jawab, dukungan, dan kasih sayang yang besar terhadap anggota keluarga mereka yang ODS (Subandi, 2008).

25 digilib.uns.ac.id 35 E. Hubungan Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial terhadap Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia 1. Hubungan Psychological Well-Being dengan Dukungan Sosial Family Caregiver Pasien Skizofrenia Family caregiver pasien skizofrenia mempunyai tingkat kepuasan hidup yang tergantung kondisi sekitarnya, baik dari ODS atau pun orangorang di lingkungannya. Tingkat kepuasan hidup ini menunjuk pada tinggi rendahnya angka psychological well-being. Salah satu faktor yang mempengaruhi angka psychological well-being adalah dukungan sosial. Sebuah penelitian menunjukkan hubungan dua arah antara dukungan sosial dengan psychological well-being. Penurunan tingkat dukungan sosial menyebabkan meningkatnya tekanan psikologis dan meningkatnya tekanan psikologis menyebabkan menurunnya psychological well-being (Matt & Dean, 1993 dalam Hong, Seltzer, dan Krauss, 2001). Robinson (1991) mengemukakan bahwa dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang. Major, Zubek, Cooper, Cozarelli, dan Richard (dalam Delamater & Mayer, 2004) menyatakan bahwa persepsi seseorang mengenai dukungan positif yang berasal dari orang-orang terdekat berkaitan dengan kesejahteraan (well-being) yang lebih baik, maka dapat dikatakan bahwa persepsi seseorang terhadap dukungan sosial yang diterimanya berkaitan dengan bagaimana seseorang menampilkan usaha

26 digilib.uns.ac.id 36 untuk mencapai kesempurnaan yang mewakili potensinya. Persepsi terhadap dukungan sosial adalah penilaian secara kognisi dan afeksi berdasarkan pengalaman bersama keluarga dan teman mengenai dukungan emosional, informasi, instrumental, dan penghargaan. Berdasarkan hal tersebut psychological well-being dan dukungan sosial adalah variabel yang sangat penting bagi family caregiver pasien skizofrenia. 2. Hubungan Psychological Well-Being dengan Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia Family caregiver pasien skizofrenia mempunyai tingkat kepuasan hidup yang tergantung kondisi sekitarnya, baik dari ODS atau pun orangorang di lingkungannya. Tingkat kepuasan hidup ini ditunjukkan dengan tinggi atau rendah psychological well-being miliknya. Salah satu dari unsur kepribadian yang dianggap mempengaruhi psychological well-being adalah masalah emosi (De Lazzari, 2000). Hasil penelitian Gross dan John (2003) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan individual dalam pengalaman ekspresi emosi dan selanjutnya berdampak secara berbeda terhadap kebahagiaan. Pengalaman emosi berdampak signifikan terhadap psychological well-being. Apabila emosi negatif menurun dan emosi positif meningkat berdampak pada kepuasan hidup yang lebih besar. Hal ini didukung oleh pendapat Ryff, 1998 (dalam Gross & John, 2003) bahwa perbedaan individual dalam regulasi emosi berdampak pada kebahagiaan hidup. Psychological well-being ini dapat tercapai apabila seorang caregiver memiliki hubungan personal yang baik, interaksi sosial yang

27 digilib.uns.ac.id 37 baik, kepuasan hidup, serta kemampuan untuk menyeimbangkan emosi negatif dan positif yang ada pada dirinya. Hal ini menjadi sulit tercapai karena pasien skizofrenia cenderung tidak realistis dan membuat ODS atau pun keluarganya mendapat isolasi dari lingkungan luar. Hal ini kemudian membuat family caregiver ODS menjadi tidak puas dengan kondisinya. Rasa tidak puas ini yang membuat psychological well-being menjadi rendah. Jadi jika seorang family caregiver pasien skizofrenia bisa mencapai psychological well-being maka tingkat ekspresi emosi dirinya akan menjadi rendah. 3. Hubungan Dukungan Sosial dengan Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia Sheridan dan Radmacker (1992) menyebutkan bahwa adanya dukungan sosial dapat membuat individu menyadari bahwa ada lingkungan terdekat individu yaitu keluarga yang siap membantu individu dalam menghadapi tekanan. Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan alat, dan dukungan informatif (Adicondro & Purnamasari, 2011). Dukungan emosional yang diberikan oleh keluarga seperti rasa empati, selalu ada mendampingi individu ketika mengalami permasalahan, dan keluarga menyediakan suasana yang hangat di keluarga dapat membuat individu merasa diperhatikan, nyaman, diperdulikan dan dicintai oleh keluarga sehingga individu akan lebih mampu menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan emosional ini mempengaruhi tinggi

28 digilib.uns.ac.id 38 rendahnya ekspresi emosi keluarga yang merawat ODS. Dukungan yang baik dari lingkungan sekitar akan membuat family caregiver skizofrenia merasa mendapatkan penghargaan dari lingkungan sekitarnya. Sari, Johnson, dan Johnson (dalam Ermayanti & Abdullah, 2011) menyebutkan bahwa dengan adanya penghargaan yang positif dari keluarga akan membantu individu untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Dukungan sosial yang diberikan pada family caregiver ODS dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres dan konsekuensi negatifnya. Uchino menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau ketersedian bantuan kepada seseorang dari orang lain atau suatu kelompok (dalam Sarafino, 2011). Family caregiver selain bertugas untuk merawat dan memberikan dukungan pada ODS, mereka juga membutuhkan dukungan dan bantuan dari orang lain baik berupa material atau psikologis. Dukungan dan bantuan ini akan membuat family caregiver lebih nyaman dalam merawat ODS sehingga kondisi emosi family caregiver juga stabil. Menurut Cobb, dkk. (dalam Sarafino, 1998) sumber utama dukungan sosial adalah dukungan yang berasal dari anggota keluarga, teman dekat, rekan kerja, saudara, dan tetangga. Sari, Johnson, dan Johnson (dalam Ermayanti & Abdullah, 2011) menyebutkan bahwa dengan adanya penghargaan yang positif dari keluarga akan membantu individu untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Hal ini sama dengan family caregiver ODS yang membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang di lingkungan

29 digilib.uns.ac.id 39 tempat tinggal mereka untuk mendapatkan kenyamanan dan hal itu dapat membantu menstabilkan emosi mereka agar tercapai angka ekspresi emosi yang rendah. Dukungan sosial ini terkadang sulit didapatkan oleh family caregiver pasien skizofrenia karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gangguan mental skizofrenia dan mereka cenderung takut didekati oleh ODS atau pun keluarganya. 4. Hubungan Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial Terhadap Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia Bagi family caregiver pasien skizofrenia tingkat psychological wellbeing dan dukungan sosial sangat penting pengaruhnya pada ekspresi emosi yang bisa memicu kekambuhan pasien yang mereka rawat. Hasil penelitian Gross dan John (2003) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan individual dalam pengalaman ekspresi emosi dan selanjutnya berdampak secara berbeda terhadap kebahagiaan (well-being). Sheridan dan Radmacker (1992) menyebutkan bahwa adanya dukungan sosial dapat membuat individu menyadari bahwa ada lingkungan terdekat individu yaitu keluarga yang siap membantu individu dalam menghadapi tekanan. Ekspresi emosi dapat muncul karena beratnya beban yang ditanggung oleh family caregiver. Beban tersebut berupa beban subjektif dan beban objektif. Beban subjektif dan objektif ini dapat berkurang dengan adanya dukungan sosial dari orang-orang disekitarnya. Apabila beban ini telah berkurang maka akan tercapai kesejahteraan psikologis. Berdasarkan hal

30 digilib.uns.ac.id 40 tersebut maka ekspresi emosi family caregiver pasien skizofrenia akan turun dan kemungkinan kambuh pasien akan semakin berkurang.

31 digilib.uns.ac.id 41 F. Kerangka Pemikiran Berdasarkan kajian teori yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut: Family caregiver pasien skizofrenia Beban objektif dan beban subjektif Kurangnya pengetahuan tentang penyakit skizofrenia Tidak terjalin hubungan baik antara family caregiver dan pasien skizofrenia Ekspresi emosi tinggi 1. Tingginya dukungan sosial dari warga masyarakat untuk family caregiver pasien skizofrenia. 2. Tercapianya kesejahteraan psikologis dari family caregiver pasien skizofrenia Ekspresi emosi rendah Gambar 1. Kerangka Berpikir

32 digilib.uns.ac.id 42 G. Hipotesis Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara psychological well-being dan dukungan sosial dengan ekspresi emosi family caregiver pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 2. Ada hubungan antara psychological well-being dengan ekspresi emosi family caregiver pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 3. Ada hubungan antara dukungan sosial dengan ekspresi emosi family caregiver pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesehatan mental dikaitkan dengan tidak adanya gangguan psikologis daripada psikologis yang berfungsi positif

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flow menggambarkan pengalaman subjektif ketika keterampilan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flow menggambarkan pengalaman subjektif ketika keterampilan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flow 2.1.1 Definisi Flow Flow menggambarkan pengalaman subjektif ketika keterampilan dan kesuksesan dalam kegiatan terlihat mudah, walaupun banyak energi fisik dan mental yang

Lebih terperinci

PUTERI / HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN EKSPRESI EMOSI

PUTERI / HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN EKSPRESI EMOSI Hubungan antara Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial dengan Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Relationship Between Psychological Well-Being

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi. 112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Optimisme 2.1.1 Definisi Optimisme Optimisme merupakan bagaimana seseorang bereaksi terhadap kegagalan sosial dalam kehidupannya (Myers, 2008). Dalam keadaan yang memicu stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian eksperimen (True Experimental Research) yaitu suatu penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian eksperimen (True Experimental Research) yaitu suatu penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TIPE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis eksperimen dengan cara memberi perlakuan sesuatu pada situasi tertentu, kemudian membandingkan hasil tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang menjelaskan tentang pengertian psychological well-being, faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Task Commitment 1. Definisi Task Commitment Task Commitment atau pengikatan diri terhadap tugas adalah kemauan yang berasal dari dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk tekun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan melewati berbagai tahapan perkembangan yang berbeda dalam hidupnya. Tahapan perkembangan yang terakhir dalam hidup manusia adalah masa lansia.

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari TINJAUAN PUSTAKA Burnout Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari seseorang yang bekerja atau melakukan sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perceived Social Support. secara nyata dilakukan oleh seseorang, atau disebut received support,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perceived Social Support. secara nyata dilakukan oleh seseorang, atau disebut received support, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perceived Social Support 1. Pengertian Perceived Social Support Sarafino dan Smith (dalam Mumpuni, 20 14) menyatakan bahwa social support bukan hanya mengacu kepada perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Psychological well being 1. Pengertian Sejak tahun 1969, penelitian mengenai Psychological well being didasari oleh dua konsep dasar dari positive functioning. Konsep pertama ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Psychological well-being adalah tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mendambakan keutuhan dan kerukunan rumah tangga. Akan tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik yang tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas

BAB II LANDASAN TEORI. Psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas BAB II LANDASAN TEORI II.A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING II.A.1. Definisi Psychological Well-Being Teori psychological well-being dikembangkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being merujuk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa kemajuan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bagian ini, peneliti menguraikan hasil tinjauan pustaka, yang terdiri dari teori- teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini. Teori yang ditinjau adalah prestasi akademik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS 1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dikemukakan oleh Ryff (1989) yang mengartikan bahwa istilah tersebut sebagai pencapaian penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta

Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta Oleh : Nugroho Adi Setiawan S 5703005 BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia ini menganggap jaringan dalam tubuh sebagai benda

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia ini menganggap jaringan dalam tubuh sebagai benda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lupus merupakan penyakit peradangan atau inflamasi multisistem akibat perubahan sistem imun pada tubuh manusia. Penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

berinteraksi dan menghadapi penyakit ODS, akan mempengaruhi baik atau buruknya perjalanan penyakit ODS.

berinteraksi dan menghadapi penyakit ODS, akan mempengaruhi baik atau buruknya perjalanan penyakit ODS. Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan mental yang melibatkan hampir seluruh aspek fungsi psikologis manusia (Ambarsari & Puspitasari, 2012). Orang yang menyandang skizofrenia atau ODS pada umumnya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang

Lebih terperinci

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung 1 Haunan Nur Husnina, 2 Suci Nugraha 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dan tidak akan pernah berhenti sampai mengalami kematian. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang beragam

Lebih terperinci