BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Suparman Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 11 BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal (Ryff, 1989). Menurut Ramos (2007) kesejahteraan psikologis adalah kebaikan, keharmonisan, menjalin hubungan baik dengan orang lain baik antar individu maupun dalam kelompok. Berger (2010) Menjelaskan kesejahteraan psikologis ditempat kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki motivasi, dilibatkan dalam pekerjaannya, memiliki energi positif, menikmati semua kegiatan pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya. Raz (2004) menambahkan bahwa menjalankan kegiatan sepenuh hati dan sukses dalam menjalin hubungan dengan dengan orang lain merupakan makna dari kesejahteraan psikologis, dengan kata lain sumber dari kesejahteraan psikologis adalah menemukan makna dalam hidupnya. 11
2 12 Ryff (1989) menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya. Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fullyfunctioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization,pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya tanda-tanda depresi (Ryff, 1995). Bradburn menyatakan bahwa happiness (kebahagiaan) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap individu (Ryff dan Singer, 1998). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, memiliki kepuasan hidup dan tidak ada tanda-tanda depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya fungsi psikologis positif dari diri individu yaitu : penerimaan diri, hubungan sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, mengembangkan potensi dan mampu mengontrol lingkungan eksternal.
3 13 A.2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis Menurut Ryff dan Keyes (1995) pondasi kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis mampu berfungsi secara positif (Possitive psychological functioning). Dimensi individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu: a. Penerimaan diri (Self-acceptance) Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan merupakan karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal dan kematangan. penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya. kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalaninya. Menurut Ryff (1989) hal tersebut menandakan kesejahteraan psikologis yang tinggi. Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik dan memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan memiliki pengharapan untuk menjadi pribadi yang bukan dirinya, dengan kata lain tidak menjadi dirinya saat ini.
4 14 b. Hubungan Positif dengan orang lain ( Positive relation with others) Pada dimensi ini seringnya disebut dimensi yang paling penting dari konsep kesejahteraan psikologis. Ryff menekankan pentingnya menjalin hubungan hangat dan saling percaya dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah satu komponen kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain. Dalam dimensi ini, individu yang dikatakan tinggi atau baik ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain, dan ia juga memiliki rasa afeksi dan empati yang kuat terhadap orang lain. Sementara itu, individu yang dikatakan rendah atau kurang bak dalam dimensi ini ditandai dengan memiliki sedikit hubungan dengan orang lain, sulit bersikap hangat dan enggan memiliki ikatan dengan orang lain. c. Memiliki Kemandirian (Autonomy) Pada dimensi ini menjelaskan tentang kemandirian, kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku. Individu yang mampu menolak tekanan sosial untuk berfikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal, hal ini menandakan bahwa ia baik dalam dimensi ini. Sementara individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, mereka akan membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain dan cenderung bersikap konformis. Dengan kata lain individu yang tidak terpengaruh dengan
5 15 persepsi orang lain dan tidak bergantung dengan orang lain adalah individu yang memiliki autonomy yang baik, sedangkan individu yang mudah terpengaruh serta bergantung pada orang lain adalah individu yang memiliki autonomy yang rendah. d. Mampu mengontrol lingkungan eksternal (Environmental Mastery) Hal yang dimaksud dalam dimensi ini adalah seseorang yang mampu memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktifitas fisik mapupun mental. Individu dengan kesejahteraan psikologis yang baik memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya. Dengan kata lain, ia memiliki kemampuan dalam menghadapi kejadian-kejadian diluar dirinya (lingkungan eksternal). Sementara itu, Individu yang kurang baik dalam dimensi akan menunjukkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar disekitarnya. e. Tujuan Hidup (Purpose in Life ) Pada dimensi ini menjelaskan kemampuan individu untuk mencapai tujuan atau arti hidup. Individu yang memiliki makna dan keterarahan dalam hidup, maka akan memiliki perasaan bahwa kehidupan baik saat ini maupun masa lalu mempunyai makna, memiliki kepercayaan untuk mencapai tujuan
6 16 hidup, dan memiliki target terhadap apa yang ingin dicapai dalam hidup, maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tujuan hidup yang baik. Sementara, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini, ditandai dengan memiliki perasaan tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup tidak melihat adanya manfaat terhadap kehidupan masa lalunya, dan tidak mempunyai kepercayaan untuk membuat hidup berarti. Dimensi ini juga menggambarkan kesehatan mental (psikologis) seseorang, karena kita tidak dapat melepaskan diri dari keyakinan yang dimiliki seorang indvidu mengenai tujuan dan makna kehidupannya ketika mendefenisikan kesehatan mental. f. Pengembangan Potensi dalam diri (Personal Growth) Pada dimensi ini menjelaskan tentang kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Personal growth ini penting untuk dimiliki setiap individu dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasi diri, misalnya keterbukaan terhadap pengalaman. Seseorang yang memiliki personal growth yang baik memiliki perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi dalam diri, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sementara itu, Individu yang kurang baik dalam personal growth ini akan menunjukkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru,
7 17 memiliki perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang monoton dan stagnan, serta tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalaninya. A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. 1. Dukungan Sosial Dukungan sosial merupakan gambaran ungkapan prilaku suportif (mendukung) yang diberikan seseorang individu kepada individu lain yang memiliki keterikatan dan cukup bermakna dalam hidupnya. Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang (Robinson 1983; Lazarus 1993). Dukungan sosial yang diberikan bertujuan untuk mendukung penerima dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup. Adanya interaksi yang baik dan memperoleh dukungan dari rekan kerja akan mengurangi munculnya konflik dan perselihan ditempat kerja ( Chaiprasit, 2011) 2. Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang. Seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. (Pinquart & Sorenson, 2000). Kegagalan dalam pekerjaan dan terhambatnya income dapat
8 18 mengakibatkan stres kerja yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan psikologis karyawan yang berakhir dengan performa kerja buruk dan produktifitas rendah akan merugikan organisasi ataupun perusahaan. (Skakon Nielsen, Borg, Guzman, 2010) 3. Jaringan sosial Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & Sorenson, 2000). Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas hubungan sosial dengan lingkungan akan mengurangi munculnya konflik dan meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam hidup. (Wang & Kanungo, 2004). 4. Religiusitas Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000). 5. Kepribadian Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif akan cenderung terhindar dari konflik
9 19 dan stres (Santrock,1999; Warr, 2011). Seseorang yang tidak dapat menentukan pilihan secara bijak, tidak berani mengambil resiko, kurangnya dalam hal kemampuan mengontrol diri dan tidak memiliki penerimaan diri yang baik merupakan indikasi keberadaan konflik dalam dirinya yang akan mengurangi tingkat kesejahteraan secara psikologis di kehidupannya. (Warr, 2011) B. KONFLIK INDIVIDU DALAM ORGANISASI B.1. Definisi Konflik Individu Dalam Organisasi Kata konflik berasal dari kata confligere, conflictum yang berarti saling berbenturan. Sukanto (1996) mengatakan arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis. Menurut Schermerhorn,John., Hunt, & Osborn, (2002) yang dimaksud dengan konflik dalam ruang lingkup organisasi adalah suatu situasi dimana individu atau banyak orang (kelompok) saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya. Konflik organisasi sebagai ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja, atau karena mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi (Stoner & Freeman, 1986; Robins, 2007).
10 20 Robins (1996) menguraikan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat atau sudut pandang yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif, dengan kata lain konflik diartikan sebagai suatu proses yang timbul karena pihak pertama merasa bahwa pihak lain memberi pengaruh negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif terhadap yang diharapkan oleh pihak pertama. Schemerhorn dkk (2002) menyatakan bahwa konflik organisasi digolongkan menjadi 2 level yaitu konflik individu dalam organisasi dan konflik kelompok. Konflik individu adalah konflik dalam organisasi yang terjadi pada diri individu itu sendiri atau disebut juga konflik intrapersonal dan konflik yang terjadi antara satu individu dengan individu lain atau disebut juga konflik intrapersonal. Sedangkan konflik kelompok adalah konflik dalam organisasi yang terjadi pada kelompok-kelompok dalam satu organisasi atau disebut juga konflik intergroup dan konflik yang terjadi antara satu organisasi dengan organisasi lain atau disebut juga konflik interorganizational (Schemerhorn dkk, 2002). Menurut Robins (1996) konflik individu dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu. Jika individu tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
11 21 Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Konflik individu di organisasi adalah konflik interpersonal yang dirasakan individu karena tekanan atau ketidaksesuain tujuan serta harapan dan konflik intrapersonal ialah pertentangan yang terjadi antara dua atau lebih individu anggota organisasi yang saling berlawanan. B.2. Tipe-Tipe Konflik dalam Organisasi Menurut Schermerhorn dkk (2002) konflik dalam suatu organisasi terjadi karena ada ketidaksesuai kepentingan beberapa orang atau pihak di suatu organisasi. Berikut ini dijelaskan tipe-tipe konflik organisasi yang biasa terjadi menurut Schemerhorn dkk (2002), yaitu : 1. Intrapersonal Conflicts Konflik intrapersonal ini terjadi dalam diri individu karena tekanan sebenarnya atau yang dirasakan dari ketidaksesuaian tujuan dan harapan. Konflik intrapersonal ini terbagi atas 3 jenis : a. Approach Approach conflict. Konflik ini terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua hal alternatif yang positif dan sama-sama menarik. Seperti: memilih menghadiri makan malam dengan Bos dan rekan kerja atau makan malam bersama keluarga besar diwaktu bersamaan. Di satu sisi, menghadiri acara makan malam bersama bos dan rekan kerja penting untuk membina hubungan baik dan kerja sama dalam tim disisi lain makan malam dengan
12 22 keluarga yang sudah lama direncanakan ingin juga terlaksana untuk menjaga kualitas family time. b. Avoidance-avoidance conflict. Konflik ini merupakan kebalikan dari jenis konflik interpersonal yang pertama, sebab konflik ini terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua hal pilihan yang negatif dan tidak menarik sama sekali. Seperti: seorang karyawan yang gagal memenuhi tuntutan organisasi harus memperoleh konsekuensi antara lain: diturunkan jabatan dari posisi saat ini ke posisi paling bawah atau harus pindah kerja ke daerah terpencil dan jauh dari keluarga namun posisi jabatannya tidak diturunkan. Hal ini menjadi konflik tersendiri bagi karyawan tersebut karena ia harus memilih mengulang jabatan dari nol lagi atau pindah tugas dimana ia akan jauh dari keluarga untuk waktu yang lama. c. Approach-avoidance Conflict. Konflik ini terjadi ketika seseorang harus memutuskan untuk melakukan sesuatu yang menyebabkan konsekuensi positif dan negatif terjadi bersamaan. Seperti: Menawarkan pekerjaan dengan bayaran tinggi namun pekerjaannya sulit dan memerlukan tanggung jawab yang sangat besar pada seorang karyawan. 2. Interpersonal Conflict. Merupakan konflik pada level individu yang terjadi antar satu individu dengan individu lain atau lebih individu anggota organisasi yang
13 23 saling berlawanan. Konflik bersifat substantif atau emosional. Konflik substantif adalah konflik yang melibatkan ketidaksepakatan mendasar atas akhir atau tujuan yang harus dikejar dan sarana atas prestasi mereka. Sementara konflik Emotional melibatkan hubungan interpersonal yang sulit karena timbulnya perasaan marah, curiga, kebencian, ketakutan, ketidaksukaan dan sebagainya. Biasanya yang sering terjadi adalah konflik antara sesama teman kerja, antara bawahan dan atasan atau atasan dengan atasan. Konflik antarpribadi (interpersonal conflict) adalah suatu konflik yang mempunyai kemungkinan lebih sering muncul dalam kaitannya antara individu dengan individu yang ada dalam suatu organisasi (Wijono, 2011; Rahayu, 2013). Konflik interpersonal adalah konflik antarpribadi adalah suatu situasi dimana tindakan seseorang berakibat menghalangi, menghambat, mengganggu tindakan orang lain (Rahayu, 2013). Dari pendapat tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa konflik interpersonal adalah pertentangan kepentingan yang terjadi antar individu dalam suatu organisasi. 3. Intergroup Conflict, Konflik ini merupakan konflik pada tingkat yang terjadi antar kelompok, yang biasanya timbul dari kesulitan koordinasi dan integrasi kegiatan tugas. Perbedaan tugas dalam koordinasi tersebut sering tampak setelah terjadi penyimpangan tujuan dari suatu pengambilan keputusan
14 24 organisasi. Konflik antargroup ini biasanya terjadi ketika dalam suatu organisasi dibagi atas beberapa divisi yang bekerja dengan tugas yang berbeda-beda. Dengan kata lain adanya kelompok kerja yang terbagibagi akan berpotensi munculnya konflik di dalam organisasi. 4. Interorganizational Conflict Konflik yang terjadi antar organisasi dalam proses kompetisi Konflik antar personal, kelompok dan organisasi tersebut pada prinsip merupakan kejadian konflik akibat ketidaksetujuan dalam isu situasi sosial tertentu yang subtansinya merupakan pertentangan emosional. Konflik jenis ini seringnya terjadi antar organisasi yang bergerak dibidang yang sama dan saling berkompetisi untuk kepentingan tertentu. Konflik antar organisasi ini tidak selalu terjadi pada setiap organisasi, hanya beberapa organisasi atau perusahaan saja yang mungkin pernah mengalami ini. Seperti: persaingan antar klub sepak bola, dan sebagainya. Selain ke empat jenis konflik organisasi yang dijelaskan diatas, Schermerhorn dkk (2002) juga menambahkan bahwa ada empat jenis tipe peranan konflik yang biasanya muncul dalam suatu organisasi,sebagai berikut : 1. Person-role conflict Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang di mana peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang tersebut memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut. Konflik ini biasanya terjadi pada karyawan yang
15 25 merasa peraturan atau kebijakan organisasi tidak bisa dipenuhi, sehingga membuat karyawan tersebut sering mendapat sanksi. Seperti: Perusahaan yang mewajibkan seluruh karyawan hadir tepat pukul 7.30 wib setiap hari, karyawan yang lokasi rumah dengan kantornya cukup jauh akan kesulitan hadir setiap hari tepat waktu. 2. Inter-role conflict Konflik antar peranan di mana individu menghadapi persoalan karena menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan seperti seseorang yang menjadi mandor dalam perusahaan tetapi juga sebagai ketua serikat pekerja. 3. Intersender conflict Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang. Konflik ini terjadi pada karyawan memiliki beban harus menyenangkan beberapa orang,seperti seorang karyawan yang harus menuruti perintah pimpinan untuk mengatur posisi atau jabatan karyawan lain sementara ia tidak tega memindahkan posisi atau jabatan rekan-rekannya sendiri. 4. Intrasenderconflict Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan. konflik ini terjadi akibat kesalahpahaman penyampai informasi, seperti karyawan yang menerima informasi dari kedua rekan kerjanya mengenai pengauditan pembukuan produksi barang, namun informasi yang disampaikan berbeda. Penerima akan merasa bingung
16 26 dengan informasi yang disampaikan sehingga bisa terjadi kesalahpahaman dan human error. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan tipe-tipe konflik organisasi pada level konflik yang dialami individu dalam organisasi berdasarkan yang disampaikan oleh Schermerhorn dkk (2002) yang menyatakan konflik pada level individu dalam organisasi terbagi atas: 1. Intrapersonal conflict 2. Interpersonal conflict C. KARYAWAN Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, karyawan dapat diartikan setiap orang yang bekerja dengan menerima imbalan dari tempat ia bekerja dan memiliki hubungan kerja dengan adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/karyawan. Karyawan atau pekerja di suatu organisasi menerima imbalan atau upah sesuai konrtribusi pekerjaannya dan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
17 27 D. HUBUNGAN ANTARA KONFLIK INDIVIDU DI ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS KARYAWAN. Karyawan merupakan sumber penentu keberhasilan utama disebuah organisasi. Organisasi memerlukan karyawan yang mampu bekerja secara produktif, inovatif, dan memiliki performa kerja yang baik. Untuk memperoleh karyawan yang memiliki kemampuan kerja yang baik, salah satu caranya dengan mensejahterakan psikologis karyawan (Vallerand, 2012). Karyawan yang sejahtera baik secara fisik maupun psikologis akan memiliki performa kerja yang baik serta mampu produktif berkerja secara maksimal di tempat ia bekerja. Menurut Maenapothi (2007) Kesejahteraan psikologis karyawan merupakan situasi dimana ketika individu bekerja akan merasa senang dan tidak merasa seperti bekerja, lebih efektif dan memiliki target pencapaian kerja baik untuk dirinya sendiri maupun untuk organisasi. Kesejahteraan psikologis karyawan akan rendah ketika karyawan berada dalam keadaan tidak nyaman, terganggu dan mengalami stres ditempat kerja yang pada akhirnya akan menganggu performasi kerja, produktifitas, tingkat absen dan kepuasan (Akintayo, 2012). Stres yang terjadi pada karyawan akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan mengganggu aktifitas harian karyawan ketika bekerja, sesuai pendapat Atkinson (2000), mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan baik fisik maupun psikologis seseorang. Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis merupakan apa yang dirasakan individu mengenai
18 28 aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Ryff& Keyes, 1995). Owens (1991) menjelaskan adanya suatu konflik akan menghasilkan stres kerja dan berdampak pada penurunan performa kerja karyawan, dan bila konflik ini berlangsung lama akan berakibat pada intensitas turnover dan rendahnya kesejahteraan psikologis ditempat kerja. Rice (1992; Akintayo, 2012) mengungkapkan seseorang akan mengalami stres ketika tidak bisa menentukan sebuah keputusan, ada pertentangan dengan nilainilai, tidak bisa membangun hubungan baik dengan orang lain yang mengindikasikan telah timbulnya konflik. Penelitian lain juga menambahkan bahwa stres kerja memiliki dampak pada kesehatan dan kesejahteraan psikologis karyawan dan efek tugas pada sikap mereka ketika bekerja ( Akintayo, 2012) Munculnya konflik dalam suatu organisasi tentunya saling terkait dengan keberadaan karyawan yang bekerja diorganisasi tersebut. Konflik individu akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung kepada karyawan, karyawan akan tidak nyaman dengan adanya konflik sehingga berpengaruh pada produktifitas kerja dan performa yang dihasilkan (Robins & Judge, 2007). Ketidakseimbangan dalam bekerja dan tingginya konflik ditempat kerja akan mengurangi kepuasan kerja, rendahnya komitmen terhadap organisasi, rendahnya produktifitas dan performa kerja, meningkatnya absen dan turnover serta menurunkan kesejahteraan psikologis dan kesehatan
19 29 fisiologis. (Waltman & Sullivan, 2007; Wang, 2006; Bell, Rajendran, Theiler, 2012). Karyawan yang mengalami konflik akan merasa tidak nyaman dan terganggu dengan konflik yang muncul di dalam organisasi. Konflik individu yang muncul akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis, kinerja dan efektifitas karyawan diorganisasi. (Robbins, 1996) Schermerhorn dkk (2002) mengungkapkan dampak-dampak yang muncul dari konflik individu di organisasi pada karyawan. Konflik interpersonal yang terjadi dalam organisasi akan berpengaruh dengan kesejahteraan psikologis karyawan pada dimensi positive relationship terganggu, artinya ketika interaksi atau hubungan dengan atasan, bawahan maupun sesama rekan kerja tidak harmonis maka positive relation rendah. Hubungan positif yang dibangun dilingkungan kerja akan meningkatkan komunikasi dan dukungan sosial yang akan mengurangi absensi dan turnover (Gilbert & Benson, 2004) Intrapersonal conflict dikatakan oleh Schermerhorn dkk (2002) terjadi pada diri individu karena tekanan sebenarnya atau yang dirasakan dari ketidaksesuaian tujuan dan harapan, ketika konflik intrapersonal muncul maka akan mengganggu kesejahteraan pada dimensi Selfacceptance, autonomy, environmental mastery, dan purpose in life. Karyawan yang tidak bisa memenuhi harapan dirinya sendiri dan menjadi pribadi yang memenuhi harapan orang lain (intrapersonal conflict) maka dapat dikatakan dimensi pada self-acceptance rendah. Karyawan yang tidak mampu untuk menentukan diri sendiri dan tidak mampu mengatur tingkah
20 30 laku maka pada dimensi autonomy rendah sehingga performa kerja karyawan akan rendah ketika dimensi well being juga rendah (Cropanzano & Wright, 1999). Karyawan tidak bisa mengatur kehidupan sehari-hari, serta tidak memiliki kontrol terhadap lingkungan luar disekitarnya dengan kata lain karyawan yang mudah terpengaruh dengan lingkungan, tidak bisa menciptakan keadaan yang sesuai dengan dirinya serta tidak memiliki kontrol terhadap lingkungan dikatakan memiliki konflik intrapersonal dan kemampuan pada dimensi enviromental mastery rendah (Ryff, 1989). Karyawan yang tidak memiliki tujuan dan target pencapaian kerja serta merasa bahwa tidak ada kesesuaian antara dirinya dengan tujuan dan harapan ia dalam bekerja maka ia memiliki konflik intrapersonal (Schermerhorn dkk, 2002). Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas terdapat kaitan antara Konflik individu di organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan. E. HIPOTESA PENELITIAN Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang ingin diajukan oleh peneliti adalah ada hubungan negatif antara konflik individu dengan kesejahteraan psikologis karyawan di organisasi.
BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi
BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang keberhasilan sebuah organisasi adalah keberadaan dan kontribusi karyawan. Produktifitas dan kinerja karyawan yang tinggi akan memberikan kontribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being
Lebih terperinciKesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11
MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 11 MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog Abstract
Lebih terperinciKesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being sebagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psychological Well-Being 2.1.1 Definisi Carol D. Ryff (dalam Keyes, 1995), yang merupakan penggagas teori Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap
Lebih terperinciPaket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING
Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu
19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
Lebih terperinciHUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN
HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological
15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri
Lebih terperinciKesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga
Lebih terperinciPSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI
PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS 1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dikemukakan oleh Ryff (1989) yang mengartikan bahwa istilah tersebut sebagai pencapaian penuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
25 BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis dapat disebut dengan psychological well being yang merupakan pencapaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang
Lebih terperinciBAB 3. Metodologi Penelitian
BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan karakteristik atau fenomena yang dapat berbeda di antara organisme, situasi, atau lingkungan (Christensen, 2001). 3.1.1
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological well-being. Alasan menggunakan teori tersebut dalam penelitian ini adalah berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di zaman modern dan era globalisasi ini, sangat mudah untuk menemukan individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Bicara konflik bisa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Psychological well being 1. Pengertian Sejak tahun 1969, penelitian mengenai Psychological well being didasari oleh dua konsep dasar dari positive functioning. Konsep pertama ditemukan
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesehatan mental dikaitkan dengan tidak adanya gangguan psikologis daripada psikologis yang berfungsi positif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya tingkat persaingan dalam dunia pekerjaan, menuntut individu untuk mengejar pendidikan hingga tingkat yang lebih tinggi (Utami & Kusdiyanti, 2014), terlebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki konsep ideal dalam hidupnya, salah satunya menurut Gavin dan Mason (2004) adalah kesejahteraan. Dewasa ini, kesejahteraan tidak hanya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Kerja 1. Pengertian Konflik Kerja Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka individu dan kelompok yang saling bergantungan harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.
Lebih terperinciRELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi)
RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) Ros Mayasari Abstrak: Psikologi menjelaskan kebahagiaan dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu tercapainya kepuasaan hidup
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai
1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Definisi Psychological Well-Being Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis merupakan sebuah konsep yang membahas tentang psikologi positif (Ryff, 1989). Menurut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Erikson (dalam Lahey, 2009), mengungkapkan individu pada masa remaja akan mengalami konflik
Lebih terperinciLAMPIRAN A. Alat Ukur
LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara
Lebih terperinciSM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.
112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara anxiety dalam menghadapi respon dari orang terdekat dengan masing-masing dimensi pada psychological
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini dapat terwujud dengan adanya partisipasi dan dukungan perangkat yang baik. Salah satu perangkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tak dapat dipungkiri bahwa agama yang dianut seseorang membentuk dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya, dalam membentuk kepribadiannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan narkoba merupakan hal yang tidak asing terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, didapatkan data jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 87% memeluk agama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat enam agama resmi yang dapat dianut, yaitu Islam, Budha, Hindu, Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Kong Hu Cu. Kebebasan memilih agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Santrock, orang yang telah lanjut usia dimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Seringkali usia yang telah lanjut dianggap sebagai masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan dll) atau
24 BAB II LANDASAN TEORI A. STRES 1. Definisi Stres Menurut Lazarus dan Folkman (1984), stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan dll)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk memenuhi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang mempunyai keinginan untuk mendapatkan masa depan yang cerah, pekerjaan yang layak, dan kehidupan yang memadai. Untuk mendapatkan suatu kehidupan
Lebih terperinciHUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA
HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA Nellafrisca Noviasari dan Agoes Dariyo Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara ABSTRAKSI Tujuan penelitian
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dan tidak akan pernah berhenti sampai mengalami kematian. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang beragam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Kerja
BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Mangkunegara (2001), kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesejahteraan Psikologis 2.1.1 Definisi Kesejahteraan Psikologis Ryan dan Deci (2001), mengemukakan dua perspektif mengenai kesejahteraan. Pendekatan hedonik, yang mendefinisikan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing
67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah
Lebih terperinciKEPUASAN KERJA DAN PENINGKATAN PRESTASI KERJA. Oleh: Muslikhah Dwihartanti
KEPUASAN KERJA DAN PENINGKATAN PRESTASI KERJA Oleh: Muslikhah Dwihartanti Abstrak Sebuah perusahaan tentu memiliki tujuan yang telah ditetapkan dan ingin diwujudkan melalui kegiatan operasional. Upaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orientasi seksual yang dikenal dan diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya hanya ada satu jenis saja, yakni heteroseksual atau pasangan yang terdiri dari dua orang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel
BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan peneliti lebih menekankan pada data yang dapat dihitung untuk mendapatkan penafsiran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan melewati berbagai tahapan perkembangan yang berbeda dalam hidupnya. Tahapan perkembangan yang terakhir dalam hidup manusia adalah masa lansia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja merupakan tuntutan hidup bagi seseorang. Harter, Schmidt dan Keyes (2003) mengatakan bahwa pekerjaan merupakan bagian yang signifikan dalam hidup individu yang
Lebih terperinciPEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU
PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Kerja 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan situasi dan tempat kerja pegawai. Seorang individu yang berada pada lingkungan kerjanya akan senantiasa
Lebih terperinci