berinteraksi dan menghadapi penyakit ODS, akan mempengaruhi baik atau buruknya perjalanan penyakit ODS.
|
|
- Sukarno Kartawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan mental yang melibatkan hampir seluruh aspek fungsi psikologis manusia (Ambarsari & Puspitasari, 2012). Orang yang menyandang skizofrenia atau ODS pada umumnya tidak akan mampu berperan secara normal kembali seperti orang yang seusia dengannya, sehingga sebagian besar dari mereka akan mendapatkan pengasuhan dari keluarga (Saunders, 2003). Keluarga berperan besar dalam memberikan cinta kasih dan rasa aman, sehingga ODS merasa mampu melewati masa-masa ketakutan akan dihina, dilecehkan, bahkan tidak diterima oleh masyarakat luas (Mueser dan Gingerich, 2006). Perawatan ODS di rumah sakit pada saat ini menunjukkan pola yang berulang, yakni lebih cepatnya ODS dipulangkan dari rumah sakit setelah sembuh untuk kemudian dirawat di rumah oleh keluarga masing-masing. Pada akhirnya gangguan ODS tersebut mengalami kekambuhan dan harus dirawat di rumah sakit kembali. Moxon & Ronan (2007) mengungkapkan bahwa resiko kekambuhan mencapai 40 hingga 50% setelah tahun pertama, kemudian menjadi 75% pada tahun berikutnya apabila ODS dikembalikan secepat mungkin ke rumah masing-masing. Menurut Bostrom & Boyd (2005) tingginya angka kekambuhan pasien skizofrenia setelah suatu episode psikotik berkisar antara 50% hingga 80% jika tidak diterapi. Kekambuhan ini bisa terjadi selama masa perawatan dan penyembuhan, maupun beberapa minggu setelah masa pemulihan atau beberapa tahun kemudian. Peneliti lainnya, Robinson et al (1999) menemukan bahwa dalam waktu 5 tahun angka kekambuhan adalah sebesar 82%. Lobban (2005) menyatakan bahwa pada ODS yang sedang menjalani masa pengobatan di rumah, tingginya expressed emotion (EE) dari keluarga merupakan faktor penyebab langsung dari terjadinya kekambuhan gangguan skizofrenia. Penelitian King dan Dixon (Francis & Papageorgiou, 2004) juga menemukan bahwa kekambuhan skizofrenia disebabkan oleh adanya expressed emotion (EE) yang tinggi pada keluarga. Hal ini disebabkan oleh cara keluarga dalam memberikan dukungan, 1
2 berinteraksi dan menghadapi penyakit ODS, akan mempengaruhi baik atau buruknya perjalanan penyakit ODS. Tinggi rendahnya EE keluarga dapat diketahui melalui komentar-komentar yang dikeluarkan oleh keluarga pada saat proses wawancara mengenai keadaan ODS (Brown dalam Hazra et al., 2010).Tingginya EE dicirikan oleh komentar penuh kritikan dari ayah, dan adanya keterlibatan emosi yang berlebihan maupun pengekangan dari ibu. Varghese, et al., (dalam Puspasari, 2012) menegaskan bahwa EE yang tinggi ditunjukkan oleh adanya perilaku keluarga yang berlebihan terlibat dalam urusan pribadi ODS, memperlihatkan permusuhan, mengkritik, dan selalu tidak puas dengan apa yang dilakukan ODS. Dengan demikian EE yang tinggi menunjukkan adanya sikap negatif keluarga terhadap ODS. Penelitian mengenai EE keluarga pada awalnya dilakukan oleh Brown (dalam Hazra et al., 2010) yang menunjukkan bahwa lingkungan keluarga yang memiliki EE yang tinggi berpengaruh pada tingginya rata-rata kekambuhan gangguan, dibandingkan dengan lingkungan keluarga dengan EE yang rendah. Pada awalnya untuk mengetahui skor EE diukur dengan format wawancara CFI (Camberwell Family Interview) oleh Vaughn dan Leff (dalam Cole & Kazarian,1988). Sikap yang ditunjukkan oleh keluarga dinilai melalui dua faktor, yaitu adanya komentar kritikan (critical comment), serta keterlibatan emosi yang berlebihan (emotional overinvolvement). Pada akhirnya format CFI tersebut dikembangkan dalam bentuk skala yang lebih komprehensif. Vaughn dan Leff menemukan bahwa tingginya EE keluarga ditunjukkan melalui empat karakteristik perilaku keluarga, yakni: 1. Tingginya sikap mencampuri urusan ODS yang terlihat dari adanya usaha berulang untuk selalu membangun kontak dan memberikan saran-saran yang bersifat mengkritik tanpa diminta. 2. Tingginya respon emosional pendamping terhadap gangguan ODS, misalnya pendamping merespon ODS dengan bentuk marah, stres yang berlebihan, atau 2
3 menunjukkan perilaku yang cenderung membuat ODS jengkel, sedih atau terluka. 3. Pendamping menunjukkan sikap yang negatif terhadap gangguan ODS, seperti meragukan bahwa ODS benar-benar sakit atau, sering menyalahkan dan memaksa ODS untuk bertanggung jawab terhadap hasil perilakunya sendiri. 4. Rendahnya tingkat toleransi serta tingginya harapan pendamping terhadap perubahan perilaku ODS, yang disebabkan oleh kekurangyakinan keluarga bahwa ODS benar-benar sakit. Hal ini menyebabkan pendamping menjadi menjadi kurang toleran terhadap perilaku ODS yang mengganggu, serta kurang memahami adanya kesulitan sosial yang dihadapi oleh ODS dalam jangka waktu yang panjang. Proses perawatan terhadap ODS di rumah menimbulkan beban psikologis yang sangat berat pada keluarga. Menurut Jusuf (dalam Ambarsari & Sari, 2012), bukanlah hal yang mudah untuk menjadi keluarga yang merawat ODS. Beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengalaman merawat ODS, yakni pengalaman traumatis, pengalaman menyakitkan dan menghancurkan, penuh kebingungan dan kesedihan yang berkepanjangan (Subandi, 2008). Hal ini dikarenakan keluarga tengah mengalami perasaan kehilangan dalam arti nyata (kehilangan orang yang dicintai), maupun kehilangan secara simbolik atau kehilangan harapan di masa depan karena ODS tidak mampu mencapai apa yang dicitakan. Perbedaan budaya mempengaruhi beban subjektif yang dirasakan keluarga dalam perawatan ODS. Pada keluarga Amerika kulit putih menunjukkan adanya penolakan terhadap kehadiran ODS serta kurang toleran terhadap perilaku ODS yang menyusahkan. Keluarga Afrika Amerika kurang toleran terhadap perilaku psikotik pasien yang mengganggu. Budaya pada keluarga Hispanik lebih bersikap menerima ketidakmandirian ODS, namun mereka kurang dapat menerima simtom depresif yang diperlihatkan ODS (Peterson & Docherty, 2004). 3
4 Pada budaya Jawa-Indonesia, setelah dilakukan observasi dan wawancara di lapangan, ditemukan banyak keluarga yang belum mampu menerima keadaan yang dialami oleh ODS, dan situasi keluarga mereka secara umum. Hal ini berdampak pada sikap dan perlakuan yang ditunjukkan keluarga pada ODS. Hasil wawancara terhadap keluarga pendamping ODS di RSJ Magelang menunjukkan bahwa keluarga belum bisa menerima kenyataan anggota keluarga mereka didiagnosis gangguan jiwa. Keluarga merasa frustasi dan saling menyalahkan terjadinya nasib buruk dalam keluarganya. Hubungan komunikasi antar keluarga menjadi memburuk dan berdampak pada perlakuan keluarga yang kurang ramah terhadap ODS. Berdasarkan observasi terhadap tiga orang ODS di RSJ Magelang ditemukan bahwa kondisi ODS yang merupakan efek dari gangguannya membuat ia diisolasi dan dijauhi oleh keluarga. Pihak keluarga menyampaikan keengganannya merawat ODS karena merasa malu. Perilaku ODS yang tidak terkontrol karena diakibatkan oleh gangguannya, menyebabkan ia sering dimusuhi oleh anggota keluarga lainnya. Hal ini menandakan bahwa keluarga ODS yang memiliki latar belakang budaya Jawa, belum dapat dikatakan menerima beban perawatan ODS secara umum. Secara budaya, masyarakat Jawa memiliki nilai-nilai dan falsafah hidup yang sangat kental dengan aspek spiritual, serta ada satu nilai fundamental yang tetap dipertahankan hingga saat ini, yaitu adanya nilai narima. Menurut De Jong (1976) narima berarti ketenangan afektif dalam menerima segala sesuatu dari luar, baik harta, benda, nasib malang, untung. Dalam konsep budaya Jawa, masyarakat Jawa yang mengaplikasikan sikap narima dengan baik akan memiliki rasa optimis. Menurut Saksono (2011), manusia Jawa yang narima, akan memiliki kemampuan untuk membuat relatifikasi dalam kehidupannya sehingga mendorongnya untuk selalu mampu melihat segi baik dan segi menguntungkan dalam kehidupannya sekalipun ia sedang dilanda kemalangan. Hasil observasi dan wawancara terhadap keluarga ODS yang telah disebutkan di atas menandakan bahwa beratnya perawatan terhadap ODS membuat keluarga pendamping ODS sulit untuk bersikap narima 4
5 terhadap keadaan ODS maupun keadaan situasi keluarga yang diakibatkan oleh penyakit ODS. Beban perawatan ODS terdiri atas beban objektif, seperti adanya tugas perawatan dan berkurangnya waktu untuk kegiatan rekreasi. Beban objektif juga meliputi sempitnya waktu yang tersedia untuk melakukan tugas sehari-hari, serta berbagai gangguan lain yang dirasakan dari aspek nyata kehidupan keluarga. Beban subjektif perawatan ODS, merupakan dampak emosional dari adanya tanggung jawab perawatan yang meliputi ketegangan dalam kehidupan, kegelisahan, depresi keluarga karena ketidakmandirian ODS serta kecemasan ODS terhadap sesuatu (Granville, 2005). Tingginya tekanan emosi negatif yang dirasakan keluarga ODS, seperti malu, bersalah, marah, terisolasi, lelah dan bosan dengan aktivitas perawatan (Koeswardani, 2011), akan mendorong keluarga untuk memberikan banyak komentar kritik dan cenderung melakukan kekerasan (Puspasari, 2012). Selain itu, kurangnya pengetahuan keluarga mengenai perawatan ODS, menyebabkan keluarga tidak mampu mengarahkan ODS, tidak menerima sepenuhnya ODS di tengah keluarga, tidak mengetahui tanda-tanda kekambuhan, dan mudah terpengaruh oleh stigma dalam masyarakat tentang skizofrenia (Puspasari, 2012). Stigma yang muncul yakni menganggap penyakit skizofrenia adalah penyakit yang tidak dapat sembuh dan diobati serta menimbulkan bahaya bagi orang lain. ODS diyakini sebagai orang yang malas dan tidak dapat dipercaya serta gejala yang diperlihatkannya adalah hasil dari kurangnya motivasi diri ODS (Gilang, dalam Puspasari, 2012) Akibat kurangnya pengetahuan keluarga menyebabkan keluarga bersikap cenderung mengawasi dan melarang ODS keluar rumah, selalu mencurigai bahwa ODS berpura-pura dengan penyakitnya, selalu mengkritik dan berharap ODS berperilaku seperti orang normal, serta selalu merasa tidak puas dengan perbuatan ODS. Wibisono (dalam Puspasari, 2012) menambahkan bahwa lebih dari 80% ODS 5
6 tidak diobati oleh keluarga, dibiarkan berkeliaran di jalanan, bahkan dipasung dengan alasan agar ODS tidak membahayakan orang lain serta menimpakan aib pada keluarganya. Sikap negatif tersebut menjadi ciri dari tingginya EE dalam keluarga. Sikap negatif dari keluarga terhadap ODS akan berefek pada kekambuhan gangguan ODS (Nurtanti, Irmansyah, Kandou, 2006). Oleh sebab itu intervensi yang sesuai perlu dilakukan agar kekambuhan gangguan dapat dicegah. Kembaren (dalam Puspasari, 2012) menyatakan bahwa pengobatan yang paling efektif untuk mencegah kekambuhan adalah kombinasi antara pengobatan antipsikotik dengan pendekatan psikososial. Menurut penelitian Tomaras, et al., (2000) pendekatan psikososial yang paling efektif untuk keluarga ODS adalah psikoedukasi keluarga. Tomaras menemukan bahwa dengan memberikan psikoedukasi skizofrenia pada keluarga ODS, berefek pada penurunan EE keluarga. Hal ini menyebabkan penderita bebas dari kekambuhan pada satu tahun pertama dan masa follow up. Penelitian Moxon & Ronan (2008) yang memberikan informasi mengenai gangguan skizofrenia dan EE pada keluarga, menyebabkan terjadinya peningkatan pengetahuan keluarga secara signifikan, sehingga mendorong turunnya EE keluarga dari masa pretest ke posttest dan bertahan pada masa follow up. Beberapa penelitian menunjukkan manfaat psikoedukasi yakni; dapat meningkatkan sikap penerimaan, meningkatkan strategi koping, (Oshodi, 2012), meningkatkan fungsi sosial, kepuasan hidup, pengetahuan, harapan serta keberdayaan pada ODS, serta menurunkan distress (Drapalsky, 2009). Melalui psikoedukasi, beban yang dirasakan oleh keluarga dapat terkurangi, serta dapat meningkatkan kualitas pendampingan fisik dan mental pendamping (Navidian, Kemansaravi, & Rigi, 2012). Penelitian Marchira (2012) mengenai efek pemberian intervensi psikoedukasi interaktif singkat terhadap 100 orang pendamping skizofrenia yang dilakukan dalam 6
7 empat sesi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa psikoedukasi dapat meningkatkan pengetahuan pendamping, keteraturan kontrol, ketaatan pengobatan, serta menurunnya kekambuhan pada penderita gangguan psikotik. Metode psikoedukasi terhadap keluarga dapat diberikan melalui pendidikan kesehatan dengan teknik eksplorasi, asesmen, diskusi, bermain peran maupun demonstrasi (Soep, 2009). Dalam penelitian ini, upaya untuk menurunkan EE keluarga dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai skizofrenia. Metode yang digunakan yakni psikoedukasi keluarga mengenai gangguan serta teknik mengelola stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Chakrabarti (2011), bahwa bentuk intervensi yang terbaru yang dapat diberikan terhadap pendamping ODS yakni menyediakan edukasi dan dukungan berkelanjutan bagi keluarga, mengidentifikasi tanda awal kekambuhan dan mengajarkan teknik mengurangi stres. Teknik untuk mengurangi stres individu menurut Harris (2007) adalah dengan mengubah keadaan emosi menjadi positif. Untuk mencapai keadaan emosi positif tersebut, pentingnya keluarga memiliki sikap menerima (acceptance) terhadap keadaan (Hurlock, dalam Trimulyaningsih & Rachmahana, 2008). Sikap penerimaan dapat membantu memberikan kekuatan pada individu untuk berdamai dengan rintangan hidup yang dihadapinya (Trimulyaningsih & Rachmahana, 2008). Melalui sikap penuh penerimaan, individu tidak akan bersedih secara berlebihan bila sesuatu terjadi tidak sesuai dengan apa yang direncanakan, dan juga tidak berdiam diri dalam kemarahan atau kekecewaan, karena mengetahui bahwa ketidaknyamanan adalah bahagian dari kehidupan (Allport, dalam Trimulyaningsih, 2008). Selain sikap acceptance, pendamping perlu memiliki sikap kebersyukuran (gratitude). Kebersyukuran berorientasi pada sikap terima kasih atas kehidupan yang dapat menimbulkan ketenangan pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, dan hubungan pribadi yang lebih memuaskan (Emmons & McCullough, dalam Sulistyarini, 2010). 7
8 Bersyukur akan meningkatkan afek positif (Sheldon & Lyumbomirsky, 2008; Froh et al., 2009), serta meningkatkan sikap optimis dalam memandang kehidupan (Emmons & McCullough, 2003; Froh et al, 2008). Sikap sabar (patience), juga menjadi salah satu strategi koping yang dapat menguatkan keluarga untuk menanggung beban perawatan. Menurut Subandi (2011), sabar berarti bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mudah mengeluh, menerima kenyataan pahit dengan ikhlas dan bersyukur. Sikap sabar akan mendorong adanya keseimbangan emosional, sehingga seseorang tidak terjerumus pada perilaku berputus asa (Suratno & Astiyanto, 2009). Strategi koping penerimaan, kesabaran, dan kebersyukuran tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah intervensi untuk meningkatkan strategi koping keluarga ODS. Smith, (dalam Asnaani & Hofmann, 2012) mengatakan bahwa sebuah intervensi yang disesuaikan dengan budaya pada suku tertentu akan lebih efektif dibandingkan dengan intervensi yang tidak mempertimbangkan nilai budaya. Hal ini dikarenakan metode intervensi yang disesuaikan dengan latar belakang budaya klien, akan berefek pada penerimaan serta ketertarikan klien dalam mengikuti proses terapi yang sesuai dengan nilai budaya yang dianutnya (White, et al, 2006). Dalam budaya Jawa, sikap menerima, bersabar, dan bersyukur secara keseluruhan disebut sebagai sikap Narima Ing Pandum (NIP). Sikap NIP memiliki dasar bahwa takdir hidup setiap orang berbeda-beda. Secara umum nilai-nilai NIP bertujuan agar dalam menjalani kehidupan, seseorang dapat menerima pengalaman hidup yang menyakitkan maupun pengalaman yang menyenangkan (Suratno & Astiyanto, 2009). Dengan demikian penelitian ini merujuk pada materi penumbuhan sikap NIP pada keluarga ODS sebagai strategi koping mengelola pengalaman penuh stres dalam merawat ODS. Pendekatan yang dipakai dalam pengaplikasian sikap NIP ini yakni menggunakan pendekatan kognitif perilaku atau Cognitif Behavioral Therapy (CBT). Pendekatan CBT didasarkan pada keyakinan bahwa emosi negatif yang muncul disebabkan oleh adanya kecenderungan berfikir bahwa orang lain memiliki nasib 8
9 yang lebih baik dalam hidupnya, lebih mujur serta tidak memiliki persoalan seperti yang sedang ia hadapi. Dalam kasus pendampingan terhadap ODS, pihak keluarga sebagai pendamping seringkali memiliki pikiran negatif mengenai situasi perawatan ODS, seperti berpikir bahwa gangguan ODS akan menyebabkan derita yang tak berkesudahan bagi keluarga, pertanda Tuhan tidak adil, keluarga ditakdirkan bernasib sial, bahkan berpikir bahwa gangguan ODS merupakan kiamat dalam keluarga. Walaupun pandangan yang salah tersebut bersifat subjektif dan belum pasti sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, namun individu lebih mudah untuk mempertahankan pemikiran yang salah tersebut (Rachmatullah, 2010; Hardjowirogo, 1989). Pada akhirnya pikiran negatif ini menyebabkan munculnya perasaan sedih, cemas, takut atau marah, yang akan berimbas pada perilaku pendamping terhadap ODS. Munculnya pikiran negatif tersebut dapat dikarenakan adanya distorsi kognitif, atau kesalahan dalam menalar (Stuart, 2009). Salah satu teknik yang dipakai untuk mengubah pikiran yang terdistorsi adalah dengan teknik penemuan fakta, yakni dilakukan pencarian fakta positif yang dapat berfungsi sebagai penyeimbang pendapat atau pikiran buruk seseorang terhadap suatu peristiwa atau objek (Stuart, 2009). Hal ini dikarenakan seringkali seseorang yang mengalami distorsi pemikiran, memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber data atau data yang tidak disadarinya yang dijadikan data pendukung pemikiran buruknya (Stuart, 2009). Dalam memfasilitasi pendamping dalam mengubah bayang-bayang negatif pada pikirannya dilakukan dengan teknik relaksasi (Carter, 2006). Teknik relaksasi berfungsi untuk menenangkan diri dan membantu individu untuk menjadi lebih positif dan optimis (Davis 2007). Penggabungan teknik relaksasi juga didukung oleh penggunaan teknik imagery atau imajinasi yang berguna untuk mengurangi tingkat stress pendamping (Carter, 2006). 9
10 KELUARGA ODS Masalah perawatan ODS Kurangnya pengetahuan mengenai gangguan: Stigma bahwa gangguan membahayakan dan menimbulkan aib, kronisnya penyakit sehingga tidak dapat diobati, tidak tahu tanda-tanda kekambuhan, tidak paham efek gangguan terhadap perilaku, dsb Burden subjektif: Perasaan malu, bersalah, putus asa, kekhawatiran terhadap ODS, stres atau ketegangan dalam keluarga, depresi, stigmatisasi, dan kebingungan. Burden objektif: tugas perawatan ODS, waktu yang tersita untuk tugas perawatan, kurangnya jumlah waktu yang tersedia untuk melakukan tugas sehari-hari dan tingginya biaya perawatan. Psikoedukasi NIP - Pengetahuan mengenai skizofrenia - Pengetahuan mengenai sikap sukur - Pengetahuan mengenai sikap sabar - Pengetahuan mengenai sikap narima Expressed Emotion Tinggi - Perilaku ikut campur urusan pribadi ODS - Merespon dengan penuh emosi terhadap gangguan ODS - Menunjukkan sikap yang negatif terhadap gangguan ODS - Kurangnya toleransi terhadap perilaku ODS dan harapan yang berlebihan agar ODS berubah Expressed Emotion Rendah - Berkurangnya sikap mencampuri kehidupan ODS - Berkurangnya respon emosional thd gangguan ODS - Berkurangnya sikap negatif thd gangguan ODS - Meningkatnya toleransi terhadap keterbatasan ODS dan berkurangnya tuntutan perubahan perilaku terhadap ODS Ket: Hubungan mempengaruhi Intervensi yang diberikan Hubungan akibat Gambar 1. Kerangka Pemikiran 10
11 Program NIP dirancang oleh peneliti untuk menurunkan stres perawatan ODS melalui pemberian informasi mengenai skizofrenia dan peningkatan sikap sukur, sabar, dan narima dalam keseharian perawatan ODS. Program intervensi dalam penelitian ini disusun dalam lima sesi. Secara keseluruhan hal ini tergambar dalam kerangka pemikiran penelitian pada Gambar 1. Telah dijabarkan sebelumnya bahwa beban perawatan ODS menjadi stressor bagi keluarga. Emosi negatif yang dirasakan keluarga mendorong tampilnya EE yang tinggi terhadap ODS. EE terdiri terdiri atas empat aspek, yakni perilaku mencampuri kehidupan pribadi ODS, menunjukkan sikap negatif terhadap penyakit, menunjukkan respon negatif, serta rendahnya toleransi dan tingginya harapan terhadap perubahan perilaku ODS. Tingginya EE keluarga akan berdampak pada kambuhnya gangguan ODS dalam masa perawatan di rumah. Program NIP merupakan suatu program intervensi yang dirancang untuk menurunkan EE, dengan cara mengubah emosi negatif menjadi positif. Upaya untuk mengurangi perilaku keluarga yang terlalu melibatkan diri terhadap urusan pribadi ODS, dilakukan melalui sesi psikoedukasi. Dalam sesi psikoedukasi akan dibahas mengenai kebutuhan dan dukungan yang dapat diberikan terhadap ODS, serta perilaku yang tidak boleh dilakukan dalam perawatan ODS di rumah. Upaya untuk mengurangi sikap dan respon negatif pendamping terhadap penyakit ODS dapat dilakukan dengan meningkatkan emosi positif pendamping pada sesi sukur, sabar, serta narima. Sesi-sesi tersebut bertujuan untuk menginformasikan mengenai cara membangun afek positif dalam keseharian menjalani perawatan terhadap ODS. Upaya untuk mengurangi tingginya harapan dan kurangnya toleransi keluarga terhadap ODS, dapat dilakukan melalui sesi psikoedukasi mengenai skizofrenia. Melalui program intervensi NIP, diharapkan turunnya EE keluarga, yang tampak pada berkurangnya sikap mencampuri kehidupan ODS, berkurangnya respon 11
12 emosional serta sikap negatif terhadap gangguan, dan menurunnya harapan perubahan serta meningkatnya toleransi keluarga terhadap perilaku ODS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Program NIP mampu menurunkan EE keluarga pendamping ODS. Manfaat penelitian ini secara teoritis, yakni dapat menjadi bahan rujukan dalam pengembangan teori proses pendampingan para penyandang skizofrenia. Secara praktis, modul dan materi pelatihan yang dihasilkan dapat digunakan oleh praktisi di lapangan sebagai pedoman untuk melakukan pendampingan terhadap keluarga ODS. Pertanyaan penelitian ini yakni apakah Program Intervensi Narima Ing Pandum (NIP) dapat menurunkan Expressed Emotion keluarga pendamping orang dengan skizofrenia (ODS). 12
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,
Lebih terperinciGangguan jiwa adalah suatu kondisi kesehatan yang menyebabkan. gangguan dalam proses berpikir, suasana hati, maupun perilaku (McKenzie,
Gangguan jiwa adalah suatu kondisi kesehatan yang menyebabkan gangguan dalam proses berpikir, suasana hati, maupun perilaku (McKenzie, 2006). Salah satu gangguan jiwa berat adalah skizofrenia (Hawari,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciKeefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta
Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta Oleh : Nugroho Adi Setiawan S 5703005 BAB I PENDAHULUAN A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang mengganggu fungsi mental sehingga menempatkan seseorang dalam kategori tidak sejahtera. Gangguan jiwa adalah respon maladaptif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA
ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menjadi unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap suatu kondisi. Dalam ruang lingkup keluarga terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
Lebih terperinciPENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI
PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 menyatakan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari seseorang dengan kualitas hidup
Lebih terperinciPsikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia
Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia Posted by Lahargo Kembaren ABSTRAK Skizofrenia merupakan gangguan kronik yang sering menimbulkan relaps. Kejadian relaps yang terjadi pada pasien skizofrenia
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa
ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan
Lebih terperinciTIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS
TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari seluruh skizofrenia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut UU No.36 tahun 2009 adalah "Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan unsur terpenting dalam kesejahteraan perorangan, kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar hidup seperti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor, produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.
Lebih terperinciBAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan
BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Isolasi sosial sering terlihat pada klien skizofrenia. Hal ini sebagian akibat tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan kehilangan batasan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang
Lebih terperinciKepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa
Keputusasaan (Hopelessness) Pengertian Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau tidak adanya alternative atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Menurut WHOQOL Group (1997) kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan sistem nilai dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai suatu perjalanan
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) NAMA KELOMPOK 6 A4E : 1. Made Udayati (10.321.0864) 2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858) 3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859) 4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive
121 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka di sini peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive
Lebih terperinci3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?
Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya bagi anak yang berusia 1-3 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut harus dijaga kelangsungannya dengan upaya stimulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa
digilib.uns.ac.id 14 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat. Dalam beberapa penelitian menemukan bahwa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perencanaan pemulangan pasien adalah suatu proses dimana pasien mulai mendapat pelayanan kesehatan yang diberikan dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan
Lebih terperinciA. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri
A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciMENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI. dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa
MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa STRESS Segala kejadian (masa lalu/ masa datang) yang menimbulkan perasaan tidak enak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak yang normal baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak yang normal.
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. KERANGKA PENELITIAN Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat yang meliputi faktor ketidakpatuhan sehubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tak terkecuali pelaku pembunuhan. Berdasarkan undang-undang Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum di Indonesia menerapkan hukuman bagi warganya yang melanggar tak terkecuali pelaku pembunuhan. Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 12 Tahun
Lebih terperinciBAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).
BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan angka
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan angka kejadian 7 per 1000 penduduk (pada wanita dan pria sama ). Diperkirakan terdapat 4 10
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Menurut Gail W. Stuart, Waham adalah keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial. Waham
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena
Lebih terperinciPERAN KELUARGA PADA PEMULIHAN KESEHATAN JIWA
PERAN KELUARGA PADA PEMULIHAN KESEHATAN JIWA Ny A, 65 tahun, penderita Demensia disertai Gangguan Perilaku (BPSD). Beberapa kali menjalani rawat inap di RS, dengan Pnemonia, Gizi buruk, dan perilaku kacau.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang supportif dan kondusif termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. di
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 28 B UUD 1945 disebutkan bahwa setiap anak berhak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA
GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terhadap manusia lainnya. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan faktor yang berperan penting dalam kehidupan manusia, dimana kesehatan jiwa akan mempengaruhi hubungan manusia terhadap manusia lainnya. Kesehatan
Lebih terperinci/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas
1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiwa, misalnya dalam cerita Mahabarata dan Ramayana dikenal adanya Srikandi Edan, Gatot Kaca Gandrung. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah tunas bangsa, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Oleh karena itu anak perlu mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.
Lebih terperinciSTRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )
STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta ) Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
Lebih terperinciB A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi, dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada fungsi ginjal, dimana tubuh tidak mampu untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Indonesia Sehat merupakan pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan
Lebih terperinciGANGGUAN MOOD (ALAM PERASAAN)
GANGGUAN MOOD (ALAM PERASAAN) Ns. Wahyu Ekowati, MKep., Sp.J Materi Kuliah Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) www.unsoed.ac.id 1 Tujuan Menjelaskan kembali pengertian gangguan mood Menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menggambarkan tentang latar belakang masalah, perumusan penelitian, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian serta manfaat yang diperoleh dari penelitian ini. 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciProses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas
Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman era globalisasi ini banyak sekali masyarakat yang mengalami gangguan jiwa dan biasanya pasien yang telah mengalami gangguan jiwa akan mengalami kekambuhan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Keluarga adalah lingkungan tempat melakukan aktivitas dan interaksi dalam kehidupan. Keluarga merupakan tempat belajar, berinteraksi, dan bersosialisasi sebelum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung kronis dan berdampak bagi penderita, keluarga dan. populasi dewasa, dengan angka kejadian terbesar pada tahun kelompok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa berat yang berlangsung kronis dan berdampak bagi penderita, keluarga dan masyarakat. Pravelensi skizofrenia di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak
BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress
Lebih terperinci