UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 143 JALAN MARGONDA RAYA NOMOR 154 A DEPOK PERIODE 4-29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FADILATUL JANNAH, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 143 JALAN MARGONDA RAYA NOMOR 154 A DEPOK PERIODE 4-29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker FADILATUL JANNAH, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma Nomor 143, Jl. Margonda Raya Nomor 154 A, Periode 4 29 Agustus Pelaksanaan PKPA di Apotek menjadi sangat penting bagi mahasiswa Profesi Apoteker agar dapat mempelajari dan memahami berbagai peran apoteker di apotek. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Anggie Retno Raharja, S.Farm., Apt. selaku pembimbing I dan Apoteker Pengelola Apotek Kimia Farma No.143 atas bimbingan selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini. 2. Dra. Sabarijah WittoEng, S.KM., selaku pembimbing II yang telah memberikan inspirasi kepada penulis dalam penyusunan laporan PKPA. 3. Dr. Hayun, M.Si., Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi Universitas Indonesia. 4. Dr. Mahdi Jufri, M.Si. Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 5. Seluruh karyawan di Apotek Kimia Farma No.143, yang telah membantu selama pelaksanaan PKPA di Apotek Kimia Farma Nomor Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI atas ilmu yang telah diberikan selama ini dan seluruh staf tata usaha Fakultas Farmasi UI. vi

7 7. Kakek, nenek dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil kepada penulis. 8. Teman-teman seperjuangan PKPA di Apotek Kimia Farma Nomor 143 atas kerjasama selama pelaksanaan PKPA. 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam laporan PKPA ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan penulis selama mengikuti PKPA dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2014 vii

8 viii

9 ABSTRAK Nama : Fadilatul Jannah, S.Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma Nomor 143 Jalan Margonda Raya Nomor 154 A Depok Periode 4 29 Agustus 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma Nomor 143 Depok bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mampu menerapkan mengenai tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek. Selain itu, melalui praktik kerja ini diharapkan calon apoteker memahami tanggung jawab apoteker dalam melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku khususnya pada pelayanan kefarmasian di Apotek. Tugas khusus yang diberikan berjudul Analisis Terapi Rematik Berdasarkan Resep Dokter yang Masuk di Apotek Kimia Farma Nomor 143 Depok Periode Bulan Juli Tujuan penyusunan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui kesesuaian antara obat yang diterima dengan penyakit rematik yang diderita oleh pasien melalui analisis resep tersebut. Kata Kunci : Apotek, Kimia Farma, Rematik, Analisis Resep. Tugas Umum : xv + 94 halaman; 26 lampiran Tugas Khusus : vi + 24 halaman; 0 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 22 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 13 ( ) ix

10 ABSTRACT Name : Fadilatul Jannah, S.Farm. NPM : Department : Profesi Apoteker Title : Pharmacist Internship Report at Apotek Kimia Farma Number 143 Jalan Margonda Raya Number 154 A Depok Periods of August 4th 29 th 2014 Pharmacist internship at Apotek Kimia Farma Number 143 Depok aims to know and understand the role and responsibility of Pharmacist in managing the pharmacy. In addition trough this Internship a future pharmacist also could understand the pharmaceutical care practice in pharmacy. The internship given a special assignment titled Analysis of Reumatic Arthritis Terapy Based on The Prescription of Apotek Kimia Farma Number 143 Periods of July The purpose of this particular assignment is to know the conformity of reumathic medication through the prescription analysis. Keywords :Pharmacy; Kimia Farma; Reumatic;Prescription Analysis. General Assignmen :xv + 94 pages; 26 appendices Special Assignment :vi + 24 pages; 0 appendices Bibliography of General Assignment :22 ( ) Bibliography of Special Assignment :13 ( ) x

11 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iv HALAMAN PENGESAHAN... v KATA PENGANTAR... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Persyaratan Pendirian Apotek Tempat dan Lokasi Apotek Bangunan Apotek Sumber Daya Manusia Perlengkapan Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek Pengkajian Resep Dispensing Pelayanan Informasi Obat (PIO) Konseling Pelayanan Kefarmasian di Rumah Pemantauan Terapi Obat (PTO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Swamedikasi Pengelolaan Narkotika Pemesanan Narkotika Penyimpanan Narkotika Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Pemusnahan Narkotika Pelaporan Narkotika xi

12 2.10 Pengelolaan Psikotropika Pemesanan Psikotropika Penyimpanan Psikotropika Penyerahan Psikotropika Pelaporan Psikotropika Pelaporan Psikotropika Pemusnahan Resep Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) BAB 3. TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA (PERSERO), Tbk Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk Logo PT. Kimia Farma (Persero), Tbk PT. Kimia Farma Apotek Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek Visi Misi Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek BAB 4. TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NO.143 DEPOK Lokasi Apotek Tata Ruang Apotek Struktur Organisasi Tugas dan Fungsi Tenaga Kerja Apotek Apoteker Pengelola Apotek Asisten Apoteker (AA) Juru Resep Kegiatan Apotek Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Pengelolaan Narkotik Pengelolaan Psikotropika BAB 5. PEMBAHASAN Lokasi dan Tata ruang Apotek Personalia Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Kegiatan Perencanaan dan Pengadaan Kegiatan Penerimaan Kegiatan Penyimpanan Kegiatan Pelayanan Apotek Kegiatan Pengarsipan dan Pelaporan Kegiatan Administrasi dan Keuangan BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan xii

13 6.2 Saran DAFTAR ACUAN xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Logo PT. Kimia Farma (Persero), Tbk xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Catatan Pengobatan Pasien Lampiran 2. Catatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) Lampiran 3. Dokumentasi Konseling Lampiran 4. Dokumentasi Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) Lampiran 5. Dokumentasi Pemantauan Terapi Obat Lampiran 6. Formulir Monitoring Efek Samping Obat Lampiran 7. Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) Lampiran 8. Formulir Pelaporan Pemakaian Narkotika Lampiran 9. Formulir Pelaporan Psikotropika Lampiran 10. Berita acara pemusnahan resep Lampiran 11. Bentuk draft form pelaporan SIPNAP narkotika Lampiran 12. Struktur organisasi PT. Kimia Farma Apotek Lampiran 13. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma No Lampiran 14. Alur pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No Lampiran 15. Form droping barang dari gudang (DCs) ke apotek Lampiran 16. Formulir serah terima barang DCs Lampiran 17. Bon permintaan barang apotek Lampiran 18. Kartu / buku stok Lampiran 19. Alur pelayanan resep Lampiran 20. Salinan resep / copy resep Lampiran 21. Etiket obat Lampiran 22. Label obat Lampiran 23. Kemasan obat Lampiran 24. Alur penjualan bebas Lampiran 25. Surat pesanan khusus narkotika Lampiran 26. Surat pesanan psikotropika xv

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fasilitas pelayanan kesehatan menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) maupun pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Presiden RI, 2009a). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menyalurkan obat dan perbekalan farmasi, mempunyai peran dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk memperoleh perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin serta terjangkau harganya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, definisi apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Perbekalan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), alat kesehatan, dan kosmetika. Apotek juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan terbaik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan obat dan alat kesehatan. Terlebih lagi, pelayanan kefarmasian pada saat ini telah mengalami pergeseran orientasi, dari semula yang berorientasi pada pengelolaan obat (drug oriented) sebagai komoditi, telah beralih menjadi berorientasi pada pasien, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (patient oriented). Oleh karena itu, Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Selain ilmu kefarmasian, seorang Apoteker Pengelola Apotek juga dituntut untuk dapat menguasai ilmuilmu ekonomi, seperti ilmu manajemen dan ilmu akuntansi, sehingga seluruh 1

17 2 kegiatan di apotek dapat memberi keuntungan yang optimal tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat. Program profesi apoteker telah bekerja sama dengan Apotek Kimia Farma dalam penyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 4 minggu sejak tanggal 4 Agustus 30 Agustus 2014 di Apotek Kimia Farma Nomor 143 Jalan Margonda Raya Nomor 154A Depok. PKPA ini dilaksanakan dengan harapan agar calon apoteker dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh selama pendidikan profesi dan membandingkannya dengan praktiknya di apotek. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma bagi para calon apoteker adalah: a. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktik pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku. b. Memperoleh wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan praktik kefarmasian di Apotek. c. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan praktik kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktik kefarmasian.

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Presiden RI, 2009b). Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Menteri Kesehatan RI, 2014). Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di apotek menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 antara lain pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (Presiden RI, 2009b). 2.2 Landasan Hukum Apotek Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang apotek dan kegiatannya adalah : a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. b. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. c. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 3

19 4 d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek e. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/ SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. f. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/MENKES/PER/VII/1997 tentang Psikotropika. h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah (Presiden RI, 2009b): a. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. b. Sebagai sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. c. Sebagai sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. d. Sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 2.4 Persyaratan Pendirian Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai Surat Izin Apotek (SIA), yaitu surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan kegiatan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek berlaku

20 5 untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Persyaratan pendirian sebuah apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek yaitu: a. Surat permohonan Apoteker Pengelola Apotek ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp ,-. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Kementerian Kehakiman dan Hukum HAM RI, bila berbentuk CV pengesahan dari pengadilan. c. Fotokopi KTP dari Apoteker Pengelola Apotek dan Pemilik Sarana Apotek. d. Fotokopi ijazah dan surat Izin Kerja (SIK) / Surat penugasan (SP). e. Status gedung, bila milik sendiri lampirkan fotokopi perjanjian fotokopi sertifikat, bila sewa lampirkan fotokopi perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku. Kontrak minimal 2 (dua) tahun. f. Fotokopi undang-undang gangguan dan bagi sarana yang berada di perkantoran/pasar swalayan/hotel melampirkan fotokopi undang-undang ganguan gedung. g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan bagi sarana berada di pusat pasar/hotel dan sarana umum lain, lampirkan surat keterangan dari pengelola. h. Surat izin dari atasan dan surat keterangan masa bakti bagi APA yang PNS/TNI/POLRI. i. Surat Keterangan Domisili Apotek dari Kelurahan setempat. j. Surat pernyataan dari APA yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp 6.000,-.

21 6 k. Gambar peta lokasi tempat usaha. l. Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/ obat dan tidak ikut campur dalam hal pengelolaan obat di atas materai Rp 6.000,. m. Surat pernyataan dari APA tidak bekerja pada perusahaan farmasi lain di atas materai Rp 6.000,-. n. Surat pernyataan dari APA tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep dokter di atas materai Rp 6.000,-. o. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana. p. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. q. Kelengkapan tenaga teknis kefarmasian, meliputi: fotokopi SIKTTK, fotokopi KTP, dan Surat Pernyataan bersedia bekerja di atas materai Rp 6.000,-. r. Rencana jadwal buka apotek. s. Daftar peralatan apotek t. Daftar buku pustaka, minimal: peraturan perundang-undangan di bidang farmasi, Farmakope Indonesia edisi terbaru. u. Formulir laporan pamakaian narkoba dan psikotropika. v. Pasfoto berwarna : 3 lembar (3 x 4 cm) Apoteker Pengelala Apotek dan Pemilik Sarana Apotek. w. Salinan akte perjanjian kerjasama antara APA dan PSA atau SK Pengangkatan bagi perusahaan BUMN (Kimia Farma). x. Denah ruangan beserta fungsi dan ukurannya. y. Daftar perlengkapan administrasi Tempat dan Lokasi Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993, lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang bersih dan faktor-faktor lainnya juga harus diperhatikan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a).

22 Bangunan Apotek Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MENKES/PER/X/1993, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES /SK/IX/2004, bangunan apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Bangunan di apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Apotek paling sedikit harus memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja Apoteker, tempat pencucian alat dan kamar kecil (Menteri Kesehatan RI, 2002). Bangunan apotek dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan sehingga dapat memberikan penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik, papan nama apotek beserta keterangan nama Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) (Menteri Kesehatan RI, 2002) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat di apotek antara lain Apoteker Pengelola Apotek, yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA); Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek; Asisten Apoteker, yaitu mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker (AA); personalia lain yang membantu kegiatan di apotek, antara lain juru resep yang membantu AA dalam menyiapkan obat-obat untuk diracik, pemegang kas/kasir dan petugas kebersihan. Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 1993a): a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.

23 8 b. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, seorang apoteker sebelum menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Seorang apoteker harus memenuhi beberapa persyaratan untuk memperoleh STRA, seperti: a. Memiliki ijazah apoteker. b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker. d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik. e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Apoteker yang telah memenuhi syarat untuk memperoleh STRA, selanjutnya dapat mengajukan permohonan kepada KFN (Komite Farmasi Nasional) dengan membuat surat permohonan STRA yang harus melampirkan (Presiden Republik Indonesia, 2009b; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011) : a. Fotokopi ijazah apoteker. b. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker. c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku. d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik. e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

24 9 Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud berupa SIPA bagi Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) dan Apoteker Pendamping (APING) di fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA bagi APA di fasilitas pelayanan kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian, sedangkan SIPA bagi APING dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian tersebut dilakukan. Untuk memperoleh SIPA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN. b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar Perlengkapan Apotek Perlengkapan yang harus ada di apotek, yakni : a. Peralatan untuk membuat, mengolah dan meracik obat seperti timbangan, mortir dan stamfer, gelas ukur dan lain-lain. b. Tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari dan rak untuk menyimpan obat, lemari pendingin, lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika. c. Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket obat. d. Peralatan administrasi seperti blanko pemesanan obat, salinan resep dan kartu stok. e. Buku standar yang diwajibkan serta kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.

25 Tata Cara Perizinan Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang wewenangnya kemudian dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Adapun tata cara pengurusan izin apotek adalah: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan, menunjuk kepala seksi Sumber Daya Kesehatan dan staff untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah penunjukkan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana di maksud dalam ayat (b) dan (c) tidak tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c), atau pernyataan dimaksud, ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan.

26 11 g. Terhadap Surat Penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Jika permohonan izin apotek tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya. 2.6 Pencabutan Surat Izin Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: a. Apoteker tidak memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek; b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin dan mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten dan/atau; c. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus; d. Terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tentang obat keras, kesehatan, narkotika, psikotropika serta ketentuan peraturan perundangundangan lain yang berlaku; e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut dan atau; f. Pemilik sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundangundangan di bidang obat, dan atau; g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan dilakukan dengan mengikuti tata cara sebagai berikut:

27 12 a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi seluruh perbekalan farmasi di apotek. 2.7 Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, pengelolaan apotek meliputi : a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan, baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat dan pengamatan serta pelaporan informasi mengenai khasiat keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. Dalam mengelola apotek, seorang apoteker wajib menyediakan, meyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, maka harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pemusnahan dilakukan oleh APA atau APING yang dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek. Pada saat pemusnahan, dibuat berita acara pemusnahan. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh AA yang melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek di bawah

28 13 pengawasan apoteker. Tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan oleh APA dengan ketentuan: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian Apoteker Pengelola Apotek kepada Apoteker Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada saat serah terima, wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang melakukan serah terima. b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila di apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, maka wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada saat penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima kepada Kepala Kantor Wilayah atau petugas yang diberi wewenang selaku pihak yang menerima. 2.8 Pelayanan Apotek Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek disebutkan mengenai beberapa ketentuan umum dalam pelayanan apotek, antara lain: a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang sepenuhnya berada dalam tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek. b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. c. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang tertulis di dalam resep dengan obat paten.

29 14 d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat. e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan mengenai penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan dokter yang menulis resep tersebut. g. Apabila dokter tetap dengan pendiriannya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. j. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. k. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. l. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pendamping. m. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan dimaksud, dalam ayat (l) dan (m) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.

30 15 n. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam persyaratan Apoteker Pengelola Apotek. o. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, maka Surat Izin Apotek atas nama apoteker yang bersangkutan dicabut. Pelayanan yang dilakukan di apotek, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, harus menerapkan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian dan pencatatan serta pelaporan, sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Pelayanan kefarmasian dapat dilakukan jika terdapat apoteker yag bertanggung jawab terhadap sarana tersebut termasuk juga apotek. Sehingga apabila apoteker penanggung jawab apotek meninggal dunia makan pelayanan kefarmasian dapat dilakukan oleh apoteker pendamping dan segera dilakukan pembaharuan surat izin apotek (SIA). Berdasarkan keputusan menteri kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia dan terdapat Apoteker Pendamping, maka dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika dan dibuat berita cara serah

31 16 terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan Kepala Balai POM setempat. Namun, apabila tidak terdapat Apoteker Pendamping maka pelayanan kefarmasian tidak dapat dilakukan, sehingga untuk tetap dapat melakukan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat sebagai komitmen salah satu sarana kesehatan dapat dilakukan penggantian Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan perubahan Surat Izin Apotek (SIA) Pengkajian Resep Pengkajian resep menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi kajian administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis resep. Kajian administratif meliputi: a. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; b. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan c. tanggal penulisan Resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: a. bentuk dan kekuatan sediaan; b. stabilitas; dan c. kompatibilitas (ketercampuran Obat). Sedangkan kajian Pertimbangan klinis meliputi: a. ketepatan indikasi dan dosis Obat; b. aturan, cara dan lama penggunaan Obat; c. duplikasi dan/atau polifarmasi; d. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); e. kontra indikasi; dan f. interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.

32 Dispensing Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut: a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep, menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep, mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat. b. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: - warna putih untuk Obat dalam/oral; - warna biru untuk Obat luar dan suntik; - menempelkan label kocok dahulu pada sediaan bentuk suspense atau emulsi. d. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut: a. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep); b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien; d. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat; e. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lainlain;

33 18 f. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil; g. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya; h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan); i. Menyimpan Resep pada tempatnya; j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir yang terlampir dalam Lampiran 1. Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lainlain. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi: a. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan; b. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan); c. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

34 19 d. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi; e. melakukan penelitian penggunaan Obat; f. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah; g. melakukan program jaminan mutu. Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir yang terlampir pada Lampiran 2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat : a. Topik Pertanyaan; b. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan; c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon); d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium); e. Uraian pertanyaan; f. Jawaban pertanyaan; g. Referensi; h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat Konseling Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

35 20 a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi). c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin). e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat. f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling adalah sebagai berikut: a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu: - Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda? - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut? c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat. d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat. e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir yang terlampir dalam Lampiran 3.

36 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmavy Care) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan residensial atau pelayanan kefarmasian di rumah adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk itu apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (patient medication record). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apoteker di apotek sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi : a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan b. Identifikasi kepatuhan pasien c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin d. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir yang terlampir pada Lampiran Pemantauan Terapi Obat Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien pemantauan terapi obat adalah sebagai berikut : a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

37 22 b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis. c. Adanya multidiagnosis. d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit. f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan. Kegiatan yang dilakukan dalam pemantauan terapi obat adalah : a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria. b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain c. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki f. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi. g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan Formulir yang terlampir pada Lampiran Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang

38 23 merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan dalam MESO adalah : a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat. b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO) c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir yang terlampir pada Lampiran 6. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan MESO yaitu ; melakukan kerjasam dengan tim kesehatan lain serta ketersediaan formulir MESO Swamedikasi Swamedikasi menurut WHO (1998) adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit. Fungsi atau tanggung jawab apoteker dalam swamedikasi adalah sebagai komunikator (communicator), penyedia obat yang berkualitas (quality drug supplier), pengawas dan pelatih (trainer and supervisor), kolaborator (collaborator), dan promotor kesehatan (health promoter). Sebagai komunikator, salah satu tugas yang harus dilakukan oleh apoteker adalah memberikan informasi yang objektif tentang obat kepada pasien agar pasien dapat menggunakan obat secara rasional. Informasi yang seharusnya diberikan oleh apoteker meliputi informasi mengenai bentuk sediaan obat, efek terapi, cara penggunaan, dosis, frekuensi penggunaan, dosis maksimum, lama penggunaan, efek samping yang mungkin timbul dan memerlukan penanganan dokter, obat lain, makanan dan aktivitas yang harus dihindari selama penggunaan obat, penyimpanan obat, hal-hal yang harus dilakukan apabila lupa meminum obat, pembuangan obat yang telah kadaluarsa, dan tujuan penggunaan obat (WHO, 1998; Jepson, 1990; Rudd, 1983). Salah satu obat yang boleh diserahkan pada swamedikasi adalah obat yang termasuk dalam DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek). Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai DOWA bertujuan untuk memenuhi keterjangkauan pelayanan

39 24 kesehatan khususnya akses obat kepada masyarakat. Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker kepada pasien tanpa resep dokter. Obat-obat yang digolongkan dalam OWA merupakan obat-obat yang diperlukan untuk penyakit yang sering diderita oleh masyarakat seperti; obat antiinflamasi, alergi kulit, infeksi kulit dan mata,antialergi sistemik serta obat-obat KB hormonal. Berdasarkan Permenkes No. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria OWA adalah : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan terdapat tiga DOWA (Lampiran 7) yang diperbolehkan untuk diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai DOWA tercantum dalam : a. Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek yang berisi DOWA No. 1. b. Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Obat Wajib Apotek yang berisi DOWA No. 2. c. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Obat Wajib Apotek yang berisi DOWA No. 3. Dalam peraturan ini disebutkanbahwa untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang

40 25 dibutuhkan disertai dengan informasi yang tepat sehingga menjamin penggunaan yang tepat dari obat tersebut. Oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri. Walaupun APA boleh memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA. a. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita. b. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh diberikan 1 tube. c. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul. 2.9 Pengelolaan Narkotika Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Presiden RI, 2009c). Narkotika dibedakan dalam tiga golongan yaitu: a. Narkotika golongan I, yang dapat digunakan untuk kepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. Contohnya tanaman Papaver somniferum (kecuali biji), Erythroxylon coca, dan Cannabis sativa. b. Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin.

41 26 c. Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan ketergantungan, contohnya yaitu kodein. Tujuan dari Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Kegiatan pengelolaan narkotika yang dilakukan di apotek meliputi pemesanan narkotika, penyimpanan narkotika, pelayanan resep yang mengandung narkotika, pelaporan narkotika dan pemusnahan narkotika Pemesanan Narkotika Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pemesanan tertulis melalui Surat Pesanan (SP) narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA dan stempel apotek. Satu Surat Pesanan Narkotika terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat digunakan untuk memesan satu jenis obat narkotika Penyimpanan Narkotika Apotek, sebagai mana tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika, harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika. Lemari khusus yang digunakan untuk menyimpan narkotika tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika dan anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang ditunjuk. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. Persyaratan untuk lemari atau

42 27 tempat khusus penyimpanan narkotika harus memenuhi ketentuan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1978): a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, bagian kedua untuk persediaan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan serta dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya berdasarkan resep dokter. Penyerahan narkotika dari apotek kepada pasien hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dari dokter. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep, tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika Pemusnahan Narkotika Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, pemusnahan narkotika dilakukan terhadap narkotika yang rusak, kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat lagi. Pemusnahan tersebut harus disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apoteker Pengelola Apotek membuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap 3 (tiga) yang memuat : a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah. b. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan.

43 28 c. Keterangan mengenai pemilik, APA dan dokter pemilik narkotika. d. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan (saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut). Berita acara pemusnahan narkotika harus dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai Besar POM setempat, dan satu disimpan untuk arsip apotek (Presiden RI, 2009c) Pelaporan Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Pasal 14 ayat 2, Industri Farmasi, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan waajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya (Presiden RI, 2009c). Setiap bulannya apotek wajib membuat laporan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika dengan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Laporan tersebut dikirim ke Dinas Kesehatan Kota setempat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM dan Dinas Kesehatan Provinsi. Apotek yang bertempat di DKI Jakarta, laporan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan (Kota/Kabupaten) setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM dan Kepala Dinas Kesehatan provinsi DKI Jakarta dan arsip. Formulir pelaporan pemakaian Narkotika tercantum dalam Lampiran Pengelolaan Psikotropika Psikotropika sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan

44 29 kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, serta memberantas peredaran gelap psikotropika. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan: a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya adalah ekstasi. b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan Contohnya adalah amfetamin. c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah fenobarbital. d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya adalah diazepam dan nitrazepam. Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang mengakibatkan ketergantungan Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIA dan SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap dua dan setiap surat pesanan dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan obat psikotropika sampai dengan saat ini belum diatur dengan peraturan perundang-undangan. Namun untuk mencegah penyalahgunaan

45 30 obat-obat psikotropika, maka sebaiknya obat-obat tersebut disimpan di dalam rak atau lemari yang terpisah dengan obat lain Penyerahan Psikotropika Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, penyerahan psikotropika diatur sebagai berikut : a. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada apotek lainnya diberikan berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. b. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada rumah sakit diberikan berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh direktur rumah sakit. c. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada puskesmas diberikan berdasarkan surat permintaan tertulis dari kepala puskesmas. d. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada balai pengobatan diberikan berdasarkan surat permintaan tertulis dari dokter penanggung jawab balai pengobatan. e. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada dokter diberikan berdasarkan resep dokter. f. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada pasien diberikan berdasarkan resep dokter Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk. Pemusnahan psikotropika tersebut dilakukan apabila kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan atau berkaitan dengan tindak pidana (Presiden RI, 1997) Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai

46 31 dengan UU Nomor 5 tahun 1997 pasal 33 ayat 1 dan pasal 34 tentang pelaporan psikotropika. Pelaporan menggunakan cara manual dilakukan dengan membuat laporan tertulis yang dikirim setahun sekali ke Dinas kesehatan Kota Setempat Selambat-lambatnya tanggal 10 tahun berikutnya, dengan tembusan kepada Balai Besar POM. Formulir pelaporan pemakaian narkotika terlampir pada Lampiran Pemusnahan Resep Tata cara pemusnahan resep telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.280/MenKes/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5) disebutkan tentang resep sebagai berikut : a. Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang kurangnya 3 tahun. b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan. c. Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar atau cara lain oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurang kurangnya petugas apotek dan dibuat berita acara pemusnahan seperti yang terlampir pada Lampiran 10 dengan tembusan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Balai Besar Pengwas Obat dan Makanan (BBPOM). Tahapan pemusnahan resep berdasarkan petunjuk teknis pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek (SK No. 1027/MENKES/SK/IX/2004) adalah sebagai berikut : a. Resep narkotika dihitung lembarannya. b. Resep lainnya ditimbang. c. Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar. d. Membuat berita acara pemusnahan dengan format terlampir Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) Penggunaan obat narkotika dan psikotropika harus dilaporkan setiap bulannya melalui SIPNAP. SIPNAP adalah sebuah program sistem pelaporan

47 32 narkotika dan psikotropika. Software ini merupakan pengembangan dari software SIPNAP sebelumnya yang telah disusun dan digunakan sejak tahun Software SIPNAP dapat diakses melalui website Setiap bulannya apoteker harus melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika dengan mengimport data narkotika atau psikotropika ke SIPNAP paling lama sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya, namun sebelumnya apoteker harus mengunduh draft form excel yang akan digunakan sebagai data pelaporan yang akan diimport ke SIPNAP. Pada SIPNAP pelaporan penggunaan morphin dan pethidin memiliki draft sendiri tidak menjadi satu dengan pelaporan penggunaan narkotika, sehingga apoteker juga harus mengunduh draft form excel penggunaan morphin dan pethidin. Isi draft form excel pelaporan penggunaan psikotropika dan narkotika meliputi nama narkotika atau psikotropika, kekuatan obat, satuan obat, stok awal, jumlah pemasukan PBF, jumlah pemasukan sarana, jumlah pengeluaran resep, jumlah pengeluaran sarana, jumlah pemusnahan, nomor dan tanggal BAP (berita acara pemusnahan), stok akhir, bulan dan tahun (Binfar, tanpa tahun). Bentuk draft form pelaporan SIPNAP narkotika dapat dilihat pada Lampiran 11.

48 BAB 3 TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA (PERSERO), Tbk. 3.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk Sejarah Kimia Farma (KF) dimulai sekitar tahun 1957, pada saat pengambilalihan perusahaan milik Belanda yang bergerak di bidang farmasi oleh Pemerintah Republik Indonesia (Pengenalan Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., 2010). Perusahaan- perusahaan yang mengalami nasionalisasi antara lain N.V. Pharmaceutische Hendel vereneging J. Van Gorkom (Jakarta), N.V. Chemicalier Handle Rathcamp & Co., (Jakarta), N.V. Bavosta (Jakarta), N.V. Bandoengsche Kinine Fabriek (Bandung) dan N.V Jodium Onderneming Watoedakon (Mojokerto). Berdasarkan Undang-Undang No. 19/Prp/tahun 1960 tentang Perusahaan Negara dan PP No. 69 tahun 1961 Kementerian Kesehatan mengganti Bapphar menjadi BPU (Badan Pimpinan Umum) Farmasi Negara dan membentuk Perusahaan Negara Farmasi (PNF). Perusahaan Negara Farmasi tersebut adalah PNF Radja Farma, PNF Nurani Farma, PNF Nakula Farma, PNF Bio Farma, PNF Bhinneka Kimia Farma, PNF Kasa Husada dan PNF Sari Husada. Pada tanggal 23 Januari 1969, berdasarkan PP No. 3 Tahun 1969 perusahaan-perusahaan negara tersebut digabung menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma dengan tujuan penertiban dan penyederhanaan perusahaan-perusahaan negara. Selanjutnya pada tanggal 16 agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi di ASEAN yang mengakibatkan APBN mengalami defisit anggaran, dan hutang negara semakin besar. Untuk mengurangi beban hutang, Pemerintah mengeluarkan kebijakan privatisasi BUMN. Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., diprivatisasi. Pada tanggal 4 Juli tahun 2000 PT. Kimia 33

49 34 Farma(Persero), Tbk. resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) sebagai perusahaan publik. Pada tanggal 4 Januari 2002 didirikan 2 anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading & Distribution untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang dengan cepat. 3.2 Logo PT. Kimia Farma (Persero), Tbk Gambar 3.1 Logo PT. Kimia Farma (Persero), Tbk [Sumber: Dapur Logo Kimia Farma, 2014] PT. Kimia Farma (Persero), Tbk memiliki simbol yaitu matahari terbit berwarna orange dan tulisan Kimia Farma dengan jenis huruf italic berwarna biru di bawahnya (Gambar 3.1.). Maksud dari simbol tersebut adalah: a. Paradigma baru Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru dalam kehidupan yang lebih baik. b. Optimis Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya. c. Komitmen Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam di barat secara teratur dan terus menerus, memiliki makna adanya komitmen dan konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.

50 35 d. Sumber energi Matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat. e. Semangat yang abadi Warna orange berarti semangat, warna biru berarti keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang abadi. 3.3 PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek (KFA) merupakan anak perusahaan dari PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. yang didirikan pada tanggal 4 Januari PT. Kimia Farma Apotek adalah bagian dari bidang usaha farmasi yang bergerak di bidang ritel produk-produk farmasi. PT. Kimia Farma Apotek telah memiliki kurang ratusan apotek atas puluhan unit bisnis yang tersebar di seluruh Indonesia Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek Visi Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui : a. Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek, klinik laboratorium, dan layanan kesehatan lainnya. b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal. c. Pengambangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee- Based Income) Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek dimpimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi 3 direktur (Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan Direktur SDM & Umum) dan 1 manajer (Manajer Pengembangan). Direktur Operasional membawahi Manajer Controller, Compliance & Risk Management dan Manajer

51 36 Principal & Merchandise. Direktur Operasional juga mengkoordinasi PT. Kimia Farma Distribusi, Kimia Farma Klinik dan Kimia Farma Optik. Direktur Keuangan membawahi Manajer Akuntansi, Keuangan dan IT dan Manajer Apotek Bisnis (Unit Bisnis). Direktur SDM & Umum membawahi Manajer Human Capital & General Affair. Struktur organisasi PT. Kimia Farma Apotek dapat dilihat pada Lampiran 12. Terdapat 2 (dua) jenis Apotek Kimia Farma, yaitu apotek administrator yang sekarang disebuat Business Manager (BM) dan apotek pelayanan. Business Manager membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Business Manager bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Dengan adanya konsep unit BM, diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam suatu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah: a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah. b. Apotek pelayanan akan lebih fokus kepada kualitas pelayanan, sehingga mutu pelayanan akan meningkat dan diharapkan akan berdampak pada peningkatan penjualan. c. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi. d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range margin atau HPP rendah. Untuk wilayah Jadebotabek terdapat 5 Unit BM, yakni: a. Business Manager Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru. b. Business Manager Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Timur dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, di Matraman. c. Business Manager Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok dan Sukabumi dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor.

52 37 d. Business Manager Tangerang, membawahi wilayah Provinsi Banten dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 78, Tangerang. e. Business Manager Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

53 BAB 4 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NO.143, DEPOK 4.1 Lokasi Apotek Apotek Kimia Farma No.143 terletak dikawasan yang sangat strategis yaitu berada di tepi jalan besar dua arah yang mudah diakses, dapat dilewati oleh mobil pribadi, kendaraan umum, dekat dengan pusat perbelanjaan dan daerah perkantoran. 4.2 Tata Ruang Apotek Bangunan apotek terdiri dari 2 lantai, lantai 1 digunakan untuk kegiatan apotek pelayanan resep dan obat bebas, tempat rak obat dan lemari pendingin untuk meletakkan obat, ruang racik, serta etalase penjualan obat HV. Sementara lantai 2 digunakan tempat beberapa praktik dokter. Ruang di Apotek KF No.143 diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pelaksanaan aktivitas pelayanan apotek, memberikan suasana nyaman bagi pasien dan pegawai apotek. Adapun pembagian ruang atau tempat yang terdapat di dalam apotek antara lain : a. Ruang tunggu Ruang ini terdiri dari tempat duduk dengan jumlah yang memadai, tempat sampah dan cahaya yang cukup serta dilengkapi dengan pendingin ruangan, pengharum ruangan otomatis, dan televisi sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pasien yang menunggu. b. Tempat penyerahan resep Tempat ini berupa counter yang tingginya kurang lebih 1 meter untuk kegiatan penyerahan resep dan pengambilan obat. Terdapat 2 counter yang dapat melayani penyerahan resep dan pembelian obat dan barang-barang swalayan. Masing-masing counter tersebut dilengkapi komputer sehingga petugas dapat langsung terhubung dengan sistem yang berisi harga, stok, dan lokasi penyimpanan obat serta dapat menyimpan data tentang pasien dan penjualan obat. 38

54 39 c. Swalayan farmasi Tempat ini berada tepat di depan dari pintu masuk apotek dan mudah terlihat dari ruang tunggu pasien. Barang-barang yang dijual di swalayan farmasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas, jamu/obat herbal, berbagai macam produk suplemen, produk susu, minyak angin, kosmetik, alat kesehatan, dan lain-lain. d. Tempat peracikan obat Tempat peracikan obat ini terletak di bagian belakang rak penyimpanan obat. Di ruangan ini dilakukan peracikan obat-obat yang dilayani berdasarkan resep dokter. Ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk peracikan seperti timbangan, blender, lumpang dan alu, gelas ukur, sealing equipment, bahan baku, dan alat-alat untuk meracik lainnya. e. Tempat penyiapan obat non racikan Tempat penyiapan obat non racikan berada di sebelah tempat penyerahan resep. Pada meja tersebut terdapat perlengkapan penyiapan obat seperti etiket, plastik pengemas, solasi, copy resep, kuitansi, stempel, dan lain-lain. f. Tempat penyimpanan obat Obat disimpan di rak-rak yang berisi kotak-kotak obat. Rak obat dipisahkan berdasarkan efek farmakologis obat dan bentuk sediaan serta disusun secara alfabetis. Terdapat rak khusus untuk obat YKKBI dan Askes/BPJS. Untuk penyimpanan sediaan farmasi yang termolabil, telah disediakan lemari pendingin. Selain itu, terdapat lemari khusus yang terkunci untuk menyimpan narkotika dan psikotropika. g. Tempat administrasi Tempat administrasi berupa meja kerja dan komputer yang terhubung dengan sistem informasi apotek. Kegiatan administrasi yang dilakukan diantaranya pembuatan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA), Surat Pesanan khusus untuk narkotika dan psikotropika, rekapitulasi resep kredit, dan perhitungan keuangan kasir. h. Tempat penyerahan dan informasi obat Apotek ini pun telah dilengkapi patient care sebagai tempat penyerahan dan informasi obat kepada pasien. Tempat ini berupa meja yang dilengkapi

55 40 dengan kursi untuk tempat duduk pasien. Fasilitas tersebut disediakan untuk mempermudah penyampaian informasi obat dan konseling. i. Sarana penunjang Apotek ini memiliki berbagai sarana penunjang seperti tempat parkir, toilet, dan ruang praktik untuk 2 dokter, yaitu dokter gigi dan dokter umum. 4.3 Struktur Organisasi Apotek KF No.143 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan apotek. Terdapat pelaksana-pelaksana yang masing-masing memiliki tanggung jawab lain selain menyiapkan obat dan memberikan obat kepada pasien, seperti Asisten Apoteker (AA) yang bertanggung jawab mengurusi penjualan resep kredit dengan perusahaan atau instansi. Masing-masing Asisten Apoteker (AA) juga bertanggung jawab pada rak-rak obat tertentu mengenai kerapihan, kebersihan dan kelengkapan persediaan obat. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma 143 dapat dilihat pada Lampiran Tugas dan Fungsi Tenaga Kerja Apotek Apoteker Pengelola Apotek Pimpinan apotek adalah seorang APA yang telah memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) dan Surat Izin Apotek. APA bertindak sebagai manajer apotek pelayanan yang memiliki kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengawasi jalannya apotek Asisten Apoteker (AA) AA bertanggung jawab langsung kepada Manager Apotek Pelayanan. Tugas AA adalah sebagai berikut: a. Pengaturan dan penyusunan dalam hal penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lainnya sesuai dengan bentuk dan jenis barang yang disusun secara alfabetis. b. Penerimaan resep dan pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep sesuai dengan peraturan kefarmasian.

56 41 c. Pemeriksaan ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya berdasarkan resep yang diterima. d. Pemberian harga pada setiap resep dokter yang masuk. e. Pelayanan dan peracikan obat sesuai dengan resep dokter, antara lain menghitung dosis obat untuk racikan, menimbang bahan, meracik, mengemas obat, dan memberikan etiket. f. Pembuatan kuitansi atau salinan resep untuk obat yang hanya diambil sebagian atau bila diperlukan pasien. g. Pemeriksaan kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama, nomor resep, dan cara pemakaian. h. Pemeriksaan akhir terhadap hasil penyiapan obat. i. Penyerahan obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada pasien dan memberikan penjelasan tentang penggunaan obat atau informasi lain yang dibutuhkan. j. Pencatatan masuk dan keluarnya obat pada kartu stok barang. k. Pelayanan informasi mengenai cara pemakaian obat melalui penyerahan obat dari AA kepada pelanggan. l. Pembuatan faktur penjualan resep, resep kredit dari instansi yang telah disepakati. m. Pencatatan/perhitungan harga resep-resep kredit dari instansi sesuai dengan perjanjian yang disepakati. n. Turut berpartisipasi dalam pelaksanaan pemeliharaan sanitasi/kebersihan di ruang peracikan Juru Resep Juru resep bertugas membantu AA dalam menyiapkan obat dan perbekalan farmasi lainnya di bawah pengawasan AA. Tugas juru resep adalah sebagai berikut: a. Membantu AA dalam penyiapan obat, pengerjaan obat-obatan racikan yang telah disiapkan oleh AA sesuai dengan sediaan yang diminta. b. Pembuatan obat-obat racikan standar di bawah pengawasan AA.

57 42 c. Menjaga kebersihan ruangan apotek. 4.5 Kegiatan Apotek Kegiatan utama yang dilakukan apotek Kimia Farma No.143 meliputi kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta pengelolaan narkotika dan psikotropika. a. Pengadaan barang Pengadaan barang di apotek dilakukan melalui BM dengan sistem Distribution Center (DCs) melalui sistem online. Dengan sistem DC ini, dapat diketahui mengetahui kebutuhan tiap-tiap apotek pelayanan yang berada dalam satu wilayah BM, sehingga pengiriman barang berdasarkan kebutuhan masing-masing apotek. Alur pengadaan barang dapat dilihat pada lampiran 14. Supervisor pengadaan melakukan pemesanan barang kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang resmi dengan menerbitkan Surat Pesanan Barang / SPB secara online. Barang yang dipesan akan dikirim ke gudang pusat dan selanjutnya akan didistribusikan ke masing-masing apotek beserta dokumen droping (Lampiran 15) dan formulir serah terima barang DCs (Lampiran 16) melalui jasa ekpedisi. Apotek pelayanan dapat melakukan permintaan mendesak (by pass) jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan, permintaan dilakukan menggunakan Bon Pemesanan Barang Apotek/BPBA (Lampiran 17) yang ditujukan kepada PBF. Khusus untuk pengadaan narkotika dan psikotropika, pengadaan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui Surat Pesanan (SP) khusus Narkotika dan Psikotropika dan diantar langsung ke apotek pelayanan. Pembelian obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak saja berasal dari PBF Kimia Farma tetapi juga dari PBF atau distributor resmi/ berizin

58 43 lainnya. Adapun dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut: 1) Ketersediaan barang 2) Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan 3) Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan 4) Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu 5) Cara pembayaran. b. Penyimpanan barang Apotek memiliki ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya pada sarana swalayan farmasi dan ruang peracikan. Swalayan farmasi menyediakan tempat untuk men-display obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur/ leaflet. Di dalam ruang peracikan, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya disimpan di dalam rak-rak/lemari yang memudahkan pengisian dan pengeluaran barang. Di tempat ini terdapat serangkaian kegiatan yang meliputi: penerimaan, pengawasan, pengendalian persediaan, dan pengeluaran obat. Penyimpanan sediaan farmasi disusun berdasarkan kelas terapi (sifat farmakologis), keamanan, bentuk sediaan, suhu stabilitas, dan disusun secara alfabetis. Lemari penyimpanan sediaan farmasi di ruang peracikan terdiri dari: 1. Lemari penyimpanan obat ethical/ prescription drugs berdasarkan kelas terapi dan obat yang sering diresepkan dokter. 2. Lemari penyimpanan obat narkotika yang terkunci. 3. Lemari penyimpanan obat generik. 4. Lemari penyimpanan obat YKKBI. 5. Lemari penyimpanan obat Askes / BPJS. 6. Lemari penyimpanan obat psikotropika yang terkunci. 7. Lemari penyimpanan sediaan sirup atau suspensi. 8. Lemari penyimpanan sediaan obat tetes/drops dan lotion. 9. Lemari penyimpanan sediaan salep dan tetes mata. 10. Lemari penyimpanan sediaan injeksi dan infus.

59 Lemari pendingin untuk penyimpanan obat yang termolabil seperti: suppositoria, serum, vaksin, insulin, dan tetes mata tertentu. Setiap AA bertanggung jawab terhadap lemari penyimpanan obat yang telah ditetapkan, meliputi kerapian, kebersihan, dan kelengkapan/stok obat yang ada di lemarinya. Setiap pemasukan dan penggunaan obat/barang harus selalu diinput ke dalam komputer dan dicatat pada kartu/ buku stok (Lampiran 18), meliputi tanggal pengisian/ pengambilan, nomor dokumen, jumlah barang yang diisi/ diambil, sisa barang, dan paraf petugas yang melakukan pengisian/ pengambilan barang. Kartu stok harus selalu diisi dengan lengkap dan rapi serta diletakkan di masing-masing kotak obat/ barang. c. Penjualan Penjualan yang dilakukan oleh Apotek KF No.143 meliputi penjualan tunai dan kredit obat dengan resep dokter, serta pelayanan upaya pengobatan diri sendiri (UPDS). Penjualan tunai obat dengan resep dilakukan terhadap pelanggan yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Penjualan tunai obat dengan resep dokter mengikuti alur sebagai berikut (Lampiran 19): 1) AA pada bagian penerimaan resep menerima resep dari pasien, lalu dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep tersebut. 2) Ada tidaknya obat pada persediaan akan diperiksa oleh AA. Bila obat yang dibutuhkan tersedia, kemudian dilakukan pemberian harga dan pemberitahuan kepada pasien. 3) Setelah disetujui oleh pasien, segera dilakukan pembayaran atas obat dan dibuatkan struk pembayaran obat tersebut yang disatukan dengan resep aslinya. Pasien menerima struk pembayaran dan diminta untuk menunggu. Informasi pasien akan dicatat di Catatan Pengobatan Pasien/ Patient Medication Records. Bila obat hanya diambil sebagian maka petugas membuat salinan resep/ copy resep (Lampiran 20) untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kuitansi dapat pula dibuatkan kuitansi dan salinan resep di belakang kuitansi tersebut.

60 45 4) Obat disiapkan. 5) Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket (Lampiran 21) dan label (Lampiran 22) bila perlu dan dikemas dengan kemasan (Lampiran 23). 6) Pemeriksaan kembali dilakukan sebelum obat diberikan yang meliputi nomor resep, nama pasien, kebenaran obat, jumlah dan etiketnya, serta dilakukan juga pemeriksaan salinan resep sesuai resep aslinya serta kebenaran kuitansi. 7) Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep yang disertai dengan informasi tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien. Konseling dapat dilakukan bersamaan pada saat pemberian informasi obat atas permintaan pasien. 8) Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep dan disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun. Penjualan dengan cara kredit obat dengan resep dokter adalah penjualan obat dengan resep berdasarkan perjanjian kerjasama yang telah disepakati oleh suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang pembayarannya dilakukan secara kredit melalui penagihan kepada perusahaan secara berkala. Prosedur pelayanan resep kredit pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, hanya saja pada pelayanan resep kredit terdapat beberapa perbedaan seperti: 1) Setelah resep dokter diterima dan diperiksa kelengkapannya maka dilakukan penetapan harga namun tidak dilakukan pembayaran oleh pasien tetapi langsung dikerjakan oleh petugas apotek. 2) Harga resep kredit ditetapkan berdasarkan perjanjian kerjasama oleh intansi/perusahaan dengan Apotek Kimia Farma, sehingga harganya berbeda dengan pembelian resep tunai. 3) Penomoran resep dokter yang dibeli secara kredit dibedakan dengan resep yang dibeli secara tunai. 4) Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep yang dibeli secara tunai kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan masing-masing instansi atau perusahaan untuk dilakukan

61 46 penagihan pada saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati bersama. Pelayanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) adalah penjualan obat bebas atau perbekalan farmasi yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti OTC (over the counter) baik obat bebas dan obat bebas terbatas. Pelayanan UPDS mengikuti alur (lampiran 24) sebagai berikut: 1) Petugas menerima permintaan barang dari pasien dan langsung menginformasikan ketersediaan obat. 2) Setelah disetujui oleh pembeli, pembeli langsung membayar ke kasir. 3) Bagian kasir menerima uang pembayaran dan membuat bukti penyerahan nota penjualan bebas. 4) Barang beserta bukti pembayaran penjualan bebas diserahkan kepada pasien Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No.143 berupa administrasi harian dalam bentuk pembuatan Laporan Ikhtisar Penerimaan Harian (LIPH) baik tunai maupun kredit, serta memasukkan data resep tunai dan resep kredit. 4.6 Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No.143 meliputi: a. Pemesanan narkotika Pemesanan sediaan narkotika dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Surat pesanan khusus narkotika (Lampiran 25) yang sudah ditandatangani oleh APA dikirim ke DCs. Pemesanan dilakukan ke PBF KF selaku distributor tunggal dengan membuat surat pesanan khusus narkotika model N.9 yang dibuat rangkap empat, yang

62 47 masing-masing diserahkan kepada PBF yang bersangkutan (SP asli dan 2 lembar copy SP), dan satu lembar sebagai arsip di apotek. Setiap lembar SP hanya berlaku untuk satu item narkotika. b. Penerimaan narkotika Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh APA. APA akan menandatangani faktur tersebut setelah melihat kesesuaian dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. c. Penyimpanan narkotika Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma No.143 disimpan dalam lemari khusus yang terkunci. d. Pelayanan narkotika Apotek Kimia Farma No.143 hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No.143 sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. Resep yang berisi narkotika dipisahkan dan digarisbawahi dengan tinta merah serta mencantumkan alamat atau nomor telepon pasien. e. Pelaporan narkotika Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No.143 dibuat setiap bulan melalui program SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) Kemenkes RI yang meliputi laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan khusus penggunaan morfin, petidin, dan derivatnya. f. Pemusnahan narkotika. Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut : 1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan atau tidak memenuhi syarat.

63 48 2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai POM Jawa Barat. Balai POM akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan. 3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, AA, Petugas Balai POM, dan Kepala Kantor Dinkes Kota Bogor. 4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara Pemusnahan yang berisi: hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan; nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; petugas yang melakukan pemusnahan; nama dan tanda tangan APA. Berita acara tersebut dikirimkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Arsip apotek. 4.7 Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No.143 meliputi : a. Pemesanan Psikotropika Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika (Lampiran 26) yang boleh berisi lebih dari satu jenis psikotropika. Surat pemesanan dibuat rangkap 3, yaitu 1 lembar diserahkan ke PBF yang bersangkutan, 1 lembar ke BPOM, dan 1 lembar sebagai arsip di apotek. b. Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan obat psikotropika dilakukan di lemari khusus yang terpisah dari sediaan yang lain, terkunci, dan anak kunci dikuasakan kepada AA penanggung jawab psikotropika. c. Pelayanan Psikotropika Apotek KF No.143 hanya melayani resep psikotropika dari resep dokter. Pengulangan resep atau copy resep yang berisi psikotropika dapat dilayani dengan memeriksa terlebih dahulu kelengkapan serta kerasionalan resep oleh apoteker.

64 49 d. Pelaporan Psikotropika Prosedur pelaporan penggunaan psikotropika sama dengan pelaporan penggunaan narkotika melalui program SIPNAP Kemenkes RI. e. Pemusnahan Psikotropika Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika. Dalam pelaksanaannya, pemusnahan Psikotropika dapat dilakukan bersamaan dengan pemusnahan narkotika.

65 BAB 5 PEMBAHASAN Apotek Kimia Farma No.143 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertugas mengelola seluruh kegiatan di apotek meliputi operasinal apotek dan SDM, memastikan pencapain target penjualan, laba, dan pembiayaan biaya operasional sesuai yang telah ditetapkan. Selain menjadi sarana dalam melakukan pelayanan kefarmasian, Apotek juga berupakan unit bisnis retail yang melakukan pengelolaan perbekalan farmasi dan menjalankan standar pelayanan farmasi. Oleh karena itu, diperlukan sistem manajerial yang baik agar bisnis berjalan dengan lancar. Namun, pengelolaan apotek juga tidak lepas dari pelayanan farmasi yang berorientasi kepada pasien (patient oriented). Konsep pengelolaan bisnis dan pelayanan farmasi ini harus berjalan beriringan agar apotek dapat mendatangkan keuntungan dan menyediakan pelayanan farmasi yang memuaskan bagi pelanggan. 5.1 Lokasi dan Tata ruang Apotek Lokasi Apotek Kimia Farma No. 143 berada di Jalan Margonda Raya No. 154 A, Depok yang letaknya strategis. Apotek ini terletak di pusat kota Depok yang terdapat penduduk yang cukup padat dan beroperasi selaama 16 jam mulai pukul WIB dan 7 hari dalam seminggu. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk menunjukkan dedikasi yang besar dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan. Apotek ini ditunjang dengan sarana dan prasarana yang baik serta terdapat tempat praktik dokter yang cukup memadai untuk melayani kebutuhan pengobatan pelanggan dengan harapan masyarakat menaruh kepercayaan yang tinggi. Penataan apotek cukup sederhana karena terdiri dari 2 lantai dan ruangan yang tidak terlalu luas dalam melakukan kegiatan kefarmasian. Bangunan apotek ini memilki ciri khusus yaitu adanya logo Kimia Farma Apotek di depan apotek. Keberadaan logo Kimia Farma ini membuat apotek mudah dikenali sehingga dapat menarik pelanggan, terutama yang telah mengenal reputasi Kimia Farma. 50

66 51 Bagian depan apotek Kimia Farma No.143 berupa kaca tembus pandang sehingga dapat terlihat dari luar. Tata ruang apotek terdiri dari ruang tunggu, swalayan, tempat penerimaan resep dan kasir, ruang penyimpanan obat, dan ruang peracikan. Ruang tunggu apotek dirasa cukup nyaman karena dilengkapi dengan pendingin ruangan dan adanya televisi. Apotek juga telah dilengkapi dengan sarana penunjang seperti toilet yang dapat digunakan oleh pelanggan apotek. Penataan swalayan farmasi sudah baik dan tertata rapi. Swalayan farmasi di Apotek Kimia Farma No.143 sudah cukup lengkap dengan penataan obat dan barang diletakkan berdasarkan jenisnya seperti baby and child care, paper product, milk and nutrition, oral care, haircare, medicine, dan vitamin. Akan tetapi, beberapa kali pelanggan merasa kesulitan dalam memperoleh informasi terkait harga barang-barang swalayan karena tidak dicantumkan. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan label harga di masing masing kotak barang atau obat yang di display di swalayan. Di ruang racik, obat-obat dipisahkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun di rak penyimpanan menurut efek farmakologisnya. Semua obat sediaan padat dan cair yang tidak memerlukan kondisi penyimpanan khusus diletakkan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Obatobat yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria disimpan dalam lemari pendingin. Setiap obat diletakkan dalam kotak disertai label nama obat, kekuatannya (jika obat tersebut tersedia dalam dua kekuatan atau lebih) dan logo kimia farma. Penyimpanan dua (2) macam obat dalam satu kotak atau dua (2) obat sejenis dengan kekuatan yang berbeda memiliki kelemahan, dimana dapat terjadi salah pengambilan obat sehingga dapat merugikan pasien dan juga apotek. Hal yang harus diperhatikan adalah beberapa posisi lemari obat yang tidak ergonomis, sehingga agak menyulitkan pengambilan obat yang dilakukan oleh personil yang bekerja. Selain itu, terdapat penyimpanan obat di kotak obat dilakukan dengan mengeluarkannya dari dus aslinya. Penyimpanan seperti ini memang akan memperindah penyimpanan karena obat terlihat rapi. Namun ada hal yang harus diperhatikan terkait hal ini, yakni terkait bagaimana pengelolaan obat yang kadaluarsa, khususnya obat yang harusnya dapat dikembalikan kepada distributor dengan dus aslinya. Untuk memudahkan penelusuran, kotak-kotak disusun berdasarkan abjad nama obat. Setiap kotak penyimpanan obat dilengkapi

67 52 dengan kartu stok. Obat-obat juga dikelompokkan lagi menjadi obat generik, injeksi, obat Askes/BPJS, obat YKKBI, obat HV, tetes mata, tetes telinga, salep, krim, sirup, emulsi, dan drops. Penyusunan obat berdasarkan efek farmakologis dinilai baik karena memudahkan asisten apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya untuk mengetahui obat-obat yang termasuk ke dalam efek farmakologis tertentu seperti mengetahui obat-obat apa saja yang memiliki efek farmakologis pada kardiovaskular. Selain itu, hal tersebut juga memudahkan tenaga kefarmasian untuk menginformasikan kepada pasien tentang obat tersebut. Alangkah baiknya jika untuk obat generik juga disusun berdasarkan efek farmakologisnya. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari obatobat lain di dalam lemari khusus yang terdapat pada dinding di apotek. Lemari khusus tersebut dilengkapi dengan kunci. Penyimpanan narkotika belum memenuhi ketentuan yang berlaku karena lemari narkotika belum sepenuhnya dikunci oleh Apoteker ataupun Asisten Apoteker setiap selesai digunakan. Hal tersebut disebabkan oleh salah satu faktor yaitu adanya kesulitan petugas untuk mengunci dan menutup lemari saat harus menyiapkan resep ketika pasien ramai dan karena letak lemari berada jauh dari jangkauan petugas sehingga butuh waktu untuk mengambil obat tersebut. Selain itu, lemari narkotika yang sudah ada masih bercampur dengan lemari psikotropika, seharusnya lemari psikotropika tidak menyatu dengan lemari narkotika. Hal lain yang sebaiknya dilakukan adalah, selain menggunakan kartu stok dalam pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat, minimal ada pula catatan harian seperti yang disarankan oleh BPOM untuk mempermudah penelusuran dengan lebih baik. Tempat penerimaan resep baik resep umum, resep Askes/BPJS, maupun resep YKKBI, kasir (pembayaran), dan penyerahan obat berada pada satu tempat berupa meja setinggi pinggang orang dewasa. Sistem ini ada kekurangannya yaitu dapat menyebabkan pasien menumpuk ketika pasien sangat ramai. 5.2 Personalia APA Apotek Kimia Farma No.143 dibantu oleh Petugas Teknis Kefarmasian, tanpa adanya Apoteker Pendamping. Apotek ini menggunakan sistem kerja 2 shift. Masing-masing shift selama 7 jam kerja. Apoteker

68 53 pendamping dibagi menjadi 2 shift yang juga bekerja selama 8 jam. Dalam melaksanakan sistem pengelolaan apotek, petugas AA merangkap sebagai petugas kasir dan administrasi. Setiap AA mendapatkan tanggung jawab dalam menjalankan tugas administrasi seperti laporan narkotika, laporan psikotropika, laporan barang rusak dan kadaluarsa, laporan penjualan bebas, dan rekapitulasi tagihan resep kredit ke beberapa instansi. Pelayanan kasir sudah cukup ramah dalam melayani pelanggan. Selain petugas apotek, terdapat 2 orang Sales Promotion Girl (SPG) yang ditugaskan di Apotek Kimia Farma No Selain meningkatkan penjualan produk, SPG juga membantu petugas apotek dalam menyusun produk-produk di area swalayan farmasi dan mengambilkan produkproduk yang ditempatkan di area swalayan farmasi. Hal ini sangat membantu petugas apotek untuk memberikan pelayanan yang cepat. 5.3 Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek kimia Farma No. 143 meliputi kegiatan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, dan pelayanan obat dan perbekalan farmasi kepada pelanggan Kegiatan Perencanaan dan Pengadaan Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Oleh karena itu, kegiatan pengadaan barang di Apotek Kimia Farma dilakukan secara terpusat oleh bagian pembelian Distribution Centers (DCs) di Business Manager (BM). Selain itu juga bertujuan agar Apotek Pelayanan berkonsentrasi terhadap pelayanan farmasi di masyarakat. Keuntungan sistem DCs adalah sebagai berikut: a. Apotek pelayanan menjadi lebih fokus pada kegiatan pelayanan dan penjualan terhadap konsumen serta menyederhanakan pekerjaan di apotek dimana apotek pelayanan tidak perlu menyediakan tenaga kerja untuk mengatur kegiatan perencanaan dan pembelian barang, keuangan serta

69 54 administrasi barang. Hal ini dapat meningkatkan mutu pelayanan di apotek dan dapat terbina hubungan yang baik dengan konsumen. b. Peluang mendapatkan potongan harga lebih besar karena pembelian barang dilakukan dalam jumlah banyak. Kesalahan apotek pelayanan dalam meng-entry faktur barang dapat diminimalisir. c. Pengadaan dengan sistem Bisnis Manager dan dropping diharapkan dapat mencegah terjadinya barang sisa, menghindari terjadinya barang kadaluarsa dan mempercepat proses pengadaan sehingga kasus penolakan resep dapat diperkecil. d. Mencegah masuknya barang palsu atau tidak layak ke dalam apotek karena barang sudah diseleksi terlebih dahulu. Kelemahan sistem Distribution Centre antara lain: a. Perencanaan pengadaan barang dilakukan berdasarkan history penjualan bulan lalu sehingga tidak bisa secara otomatis mengganti jumlah dan jenis barang yang dibutuhkan apabila terdapat penggunaan barang yang melonjak pada bulan tertentu. b. Waktu yang dibutuhkan untuk penyediaan barang di apotek pelayanan relative lebih lama (lead time tinggi) karena barang-barang tersebut terpusat atau terkumpul di gudang BM dan membutuhkan waktu untuk menyeleksi barangbarang tersebut sebelum dikirim ke masing-masing apotek pelayanan. c. Memerlukan biaya operasional yaitu kendaraan untuk mendistribusikan barang dari gudang BM ke masing-masing apotek pelayanan, terutama untuk apotek pelayanan yang letaknya jauh dari BM. d. Diperlukan penanggung jawab yang khusus menangani persediaan agar tidak terjadi pemesanan yang berulang dan tidak ada stok yang menumpuk. Dasar perencanaan pengadaan sistem ini dibuat berdasarkan stock level seluruh apotek pelayanan berdasarkan rata-rata penjualan per hari yang diperoleh dari data sales histories minimal 1 bulan dari masing-masing apotek. Dengan sistem informasi manajemen yang terintegrasi maka dapat diketahui stock level mulai dari pareto A hingga C, buffer stock, serta lead time untuk masing-masing

70 55 apotek. Dengan demikian perencanaan persediaan dapat ditentukan dengan cepat. Selain itu, administrasi pemesanan/pembelian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya lebih efisien. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di apotek diawali dengan pemeriksaan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang dilakukan setiap minggu oleh petugas yang bertanggung jawab terhadap masing-masing lemari obat. Bila obat sudah tinggal sedikit atau sudah habis, maka akan ditulis dalam buku defekta dan akan di-entry ke dalam komputer dalam bentuk Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) berdasarkan nama, jumlah dan jenis item oleh penanggung jawab pengadaan di masing-masing lemari, kemudian divalidasi dan dikoreksi oleh MAP dan dikirimkan ke bagian gudang BM. Barang yang diminta dalam BPBA bila terdapat stok di gudang BM maka barang akan langsung dikirim ke apotek. Tetapi apabila tidak tersedia, gudang akan memesan barang kepada distributor atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) untuk dikirimkan ke gudang BM dan gudang BM akan langsung mengirimkan ke apotek pelayanan yang memesan barang. Efisiensi modal kerja meningkat terutama untuk Apotek Pelayanan Kimia Farma. Distribution centers (DCs) menjalankan fungsi QR Delivery System (Quick Response Delivery System) yaitu sistem monitoring dan pengisian persediaan di apotek (Reorder Point of Purchase) untuk mengurangi lead time, sehingga apotek dapat mengurangi cost inventory investment dan diharapkan dapat memperbaiki tingkat pelayanan apotek kepada konsumen. Namun, terdapat kendala dari sistem DC ini dimana terkadang terjadi ketidakcocokan antara data persediaan di komputer dengan stok fisik barang. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan obat di apotek menjadi lebih lama karena masalah kekosongan persediaan karena memerlukan waktu untuk pengambilan barang CITO langsung ke gudang. Penyebab lain yang juga menyebabkan kekosongan/kelebihan persediaan, yaitu perencanaan persediaan yang tidak akurat dan kurangnya disiplin dari petugas dalam menjaga stok obat dilemari penyimpanan (penyimpanan yang tidak rapi, tercecer ditempat lain atau persediaan rusak atau hilang). Perencanaan yang baik dapat mencegah kekosongan maupun kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jumlah stok barang di komputer (sistem informasi manajemen) diharapkan dapat sama dengan stok fisiknya. Keberhasilan fungsi

71 56 pengadaan suatu apotek akan menentukan keberhasilan apotek secara keseluruhan karena fungsi pengadaan yang baik dapat menjamin persediaan barang di apotek. Indikator keberhasilan dari fungsi pengadaan adalah Harga Pokok Penjualan (HPP) yang rendah dan jumlah resep yang ditolak sangat kecil. Untuk obat dalam golongan narkotika dan psikotropika, pengadaan dilakukan dengan cara melakukan pemesanan langsung ke PBF dengan lembar Surat Pemesanan (SP) khusus. SP Narkotika dan SP psikotropika yang telah dibuat harus dibuat dengan mencantumkan nama dan SIPA Apoteker Pengelola Apotek (APA). Untuk pemesanan narkotika, pemesanan dilakukan ke PBF Kimia Farma selaku distributor tunggal Kegiatan Penerimaan Penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian baik melalui pembelian langsung, tender atau konsinyasi dari PBF/ distributor ke gudang DCs. Petugas DCs melakukan verifikasi penerimaan/penolakan dengan memeriksa kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, expired date, waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan. Pendistribusian barang dari gudang DCs ke apotek pelayanan dilakukan 2 kali dalam seminggu. Untuk Apotek Kimia Farma No.143 sendiri, dropping dilakukan pada hari Selasa dan Jum at. Penerimaan barang dilakukan oleh AA dengan memeriksa kesesuaian antara barang yang diterima dengan form dropping barang apotek dari DCs. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, maka petugas apotek dapat langsung mengkonfirmasikan kepada petugas DCs Kegiatan Penyimpanan Sistem gudang apotek tidak diterapkan oleh Apotek Kimia Farma No.143 karena untuk meminimalisasi penyimpanan barang dalam jumlah besar dengan tujuan mengurangi cost inventory investment dan meminimalisir kehilangan atau kerusakan barang karena kadaluarsa. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang diterima diletakkan pada tempat yang sesuai. Penyimpanan barang-

72 57 barang di apotek dilakukan di dua area, yaitu area apotek dan area swalayan farmasi. Pada area apotek, obat disimpan dalam rak-rak obat dan di setiap barisnya obat dimasukkan ke dalam kotak obat. Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma No.143 sudah sesuai dengan program GPP (Good Pharmacy Practice), yaitu penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi yang dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis. Hal ini baik dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan juga memudahkan apoteker untuk memberikan alternatif obat pengganti yang mengandung zat aktif yang sama. Selain itu, penyimpanan sediaan farmasi harus sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan masing-masing produk, misalnya: pada kondisi khusus dalam lemari pendingin (2-8 C) untuk produk supossitoria, vaksin, dan serum; dan penyimpanan obat tertentu seperti narkotika, psikotropika, OKT, dan obat mahal yang dilketakkan di lemari yang terkunci. Cara penyimpanan yang sesuai juga harus diperhatikan selain memperhatikan suhu penyimpanan. Berdasarkan cara penyimpanan yang tertera pada brosur, produk nebulizer harus tetap disimpan di dalam wadah aluminium dan hanya bertahan selama 3 bulan semenjak kemasan aluminium dibuka. Akan tetapi, terdapat sediaan cair untuk nebulizer yang dipisahkan dari wadah aluminium. Hal ini dapat berpengaruh apabila sediaan yang sudah 3 bulan tidak terjual dan tidak dapat digunakan kembali. Selain itu, terdapat beberapa sediaan yang disimpan di tempat yang tidak sesuai. Sediaan tetes mata seperti Cendo Gentamicyn dan Cendo Fenikol memiliki suhu penyimpanan 2-8 o C yang artinya harus disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu diantara 2-8 o C. Namun, kedua sediaan tersebut disimpan bersama dengan sediaan tetes mata lain di rak penyimpanan obat. Penyimpanan obat sebaiknya menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) serta didukung dengan catatan penyimpanan untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual maupun komputerisasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Prinsip FIFO dan FEFO masih kurang mendapat perhatian dari petugas apotek sehingga masih banyak ditemukan obat-obat yang kadaluarsa. Setiap petugas apotek yang diberi tanggung jawab untuk mengontrol stok obat yang ada di lemari penyimpanan sebaiknya lebih

73 58 dapat mengoptimalisasi kerjanya agar dapat mencegah ketidaksesuaian stok dan kadaluarsa obat. Upaya yang telah dilakukan dalam mengelola expired date obat dengan menulis di buku/ kartu stok barang digunakan sebagai catatan manual untuk mengetahui waktu, sumber, jumlah, dan petugas yang melakukan pemasukan/pengeluaran obat. Pencatatan kartu stok juga sebaiknya diisi dengan rapi, lengkap, dan benar. Hal ini penting untuk menjaga agar stok obat terkontrol dengan baik serta sesuai antara jumlah fisik obat dengan jumlah pada kartu stok. Namun, hal ini sering dilupakan terutama pada jam-jam sibuk apotek. Oleh karena itu, pada saat stock opname dilakukan, banyak ditemukan ketidakcocokan antara jumlah fisik barang dan jumlah pada kartu stok. Catatan komputerisasi menjadi sangat penting untuk pengecekan dalam mengontrol persediaan. Oleh karena itu, setiap petugas sebaiknya lebih dapat menjalankan standar operasional kegiatan lebih baik lagi Kegiatan Pelayanan Apotek Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 143 adalah melakukan pelayanan resep dokter, penjualan obat bebas dan bebas terbatas/otc (Over the Counter) dan perbekalan farmasi lainnya yang dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop), serta penjualan obat OWA (Obat Wajib Apotek) yang dikenal sebagai pelayanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri). a. Pelayanan Resep Dalam melakukan pelayanan resep, pertama kali yang harus dilakukan oleh petugas ketika menerima resep adalah mengecek kelengkapan resep tersebut. Petugas kasir sangat berperan dalam penerimaan pertama kali resep dari pasien karena sebagai kasir harus memiliki kecermatan dan ketelitian, serta kemampuan yang baik dalam membaca resep. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam dispensing dan pemberian harga. Apoteker memiliki peranan dalam melakukan skrining resep mulai dari memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Setelah semua pengecekan selesai, dilakukan kegiatan dispensing oleh petugas yang berbeda. Petugas yang berbeda diharapkan terjadi beberapa kali pengecekan dari awal resep

74 59 diterima sampai obat akan diserahkan kepada pasien. Hal ini dimaksud untuk menghindari kesalahan dalam dispensing obat. Dalam melakukan kegiatan dispensing obat, salah satu hal yang sebaiknya diterapkan saat peracikan adalah penggunaan alat pelindung diri (APD) untuk petugas yang meracik obat baik kapsul, puyer, salep, atau sediaan lainnya. APD yang dapat digunakan adalah tutup kepala, sarung tangan, masker dan jas lab. Perlengkapan seperti jas lab, masker dan sarung tangan sebenarnya sudah tersedia di apotek, namun terkadang ada petugas yang tidak menggunakan APD secara lengkap. Selain itu pada saat peracikan obat dengan menggunakan blender, terkadang petugas tidak memperhatikan bowl dan pisau yang digunakan khusus untuk antibiotik penisilin atau tidak, padahal sudah terdapat label pada masing-masing bowl dan pisau yang digunakan untuk meracik antibiotik penisilin dan obat-obatan non penisilin. Hal ini sebaiknya dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi produk obat dari lingkungan dan juga melindungi petugas dari paparan obat. Langkah selanjutnya setelah dispensing obat adalah pembuatan etiket obat. Etiket obat harus mencantumkan nama obat, jumlah obat, dan tanggal kadaluarsa disamping aturan pakai obat. Hal ini sesuai dengan GPP dan bertujuan untuk menjamin keamanan pasien dalam menggunakan obat. Dalam penulisan etiket, terkadang dokter tidak menulis waktu pemakaian obat (sebelum/ sesudah makan, pagi/ siang/ sore/ malam), sehingga apoteker tidak mencantumkannya dalam etiket. Namun, sebaiknya apoteker dapat mengetahui dan memberikan informasi waktu pemakaian obat yang lebih efektif dan menuliskannya di etiket. Sebaiknya dibuat daftar waktu pemakaian obat atau penggunaan obat secara khusus, sehingga mempermudah apoteker dalam mencari hal tersebut. Untuk pemakaian obat antibiotik, apotek telah menyediakan stiker khusus yang berisi perhatian untuk meminum habis obat antibiotik tersebut serta peringatan untuk sirup kering antibitotik penggunaannya masksimal 7 hari setelah pelarutan. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian informasi obat. Sebelum obat diserahkan, petugas melakukan pemeriksaan

75 60 akhir untuk memastikan kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep. Pengecekan dilakukan oleh apoteker yang menyerahkan obat. Pelayanan Informasi Obat (PIO) diberikan oleh apoteker kepada pasien pada saat penyerahan obat. Informasi obat yang diberikan meliputi nama obat dan indikasi, cara pakai, aturan pakai, waktu minum obat, dan informasi penting lainnya seperti yang tertera pada label untuk antibiotik, yaitu obat harus dihabiskan, dan lain-lain. Konseling diberikan pada pasien yang membutuhkan konseling terkait dengan pengobatan yang diberikan oleh dokter atau karena permintaan pasien sendiri. Pengawasan dalam penyiapan obat dilakukan dengan dilakukan dengan mengisi kolom EATRPS pada lembar struk resep. EATRPS adalah singkatan dari Etiket, Ambil, Timbang, Racik, Periksa, dan Serah. Setiap petugas yang melaksanakan masing-masing pekerjaan tersebut menandatangani atau memberikan paraf pada kolom yang tersedia. Hal ini untuk memudahkan dalam monitoring kerja petugas dan untuk menghindari kesalahan dalam melakukan penyiapan obat. b. Pelayanan Non Resep Dalam pelayanan non resep, baik obat OTC dan UPDS, pelayanan yang diberikan berupa rekomendasi obat yang tepat untuk pasien. Konsep yang dijalankan adalah konsep WWHAM (Who, What, How, Action, Medicine). Konsep tersebut dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat harus dipastikan obat yang akan dibeli untuk siapa, gejala apa yang dirasakan dan sudah berapa lama berlangsung, pengobatan apa yang sudah diberikan untuk mengobati penyakit, dan obat-obat lain yang sedang dikonsumsi. Dalam pelayanan UPDS, apotek menjual obat-obat yang telah diizinkan oleh pemerintah untuk digunakan pasien tanpa resep dokter, yaitu obat yang telah masuk dalam DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek). Dalam proses pelayanan, petugas akan menanyakan pasien mengenai tujuan penggunaan obat yang akan dibeli dan apakah pasien telah serring menggunakan obat tersebut. Apabila pasien belum pernah mendapatkan

76 61 obat sebelumnya, dan obat tersebut tidak terdapat di daftar OWA, pasien akan direkomendasikan untuk memeriksakan diri ke dokter terlebih dahulu. 5.4 Kegiatan Pengarsipan dan Pelaporan Pengelolaan resep di Apotek Kimia Farma No.143 sudah berjalan baik. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai nomor resep kecuali resep dengan pembayaran kredit. Namun resep yang berisi narkotika dan psikotropika tidak dipisahkan dan nama narkotika tidak digaris bawahi dengan tinta merah, sehingga hal ini tidak sesuai dengan peraturan. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya. Bendel resep ditulis keterangan kelompok resep, tanggal, bulan, dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan ditempat yang telah ditentukan. Penyimpanan bendel resep yang dilakukan secara berurutan dan teratur dimaksudkan untuk memudahkan petugas jika sewaktu-waktu diperlukan penelusuran resep. Resep narkotika dan psikotropika sebaiknya disimpan terpisah untuk memudahkan penyususnan laporan ke Dinas Kesehatan wilayah setempat. Penyimpanan disatukan bersama dengan arsip laporan bulanan narkotika dan psikotropika. Semua resep disimpan selama 3 tahun sebelum dimusnahkan. Penyusunan laporan dilakukan oleh asisten apoteker yang diberikan tanggung jawab oleh APA. Sedangkan laporan untuk barang rusak dan kadaluarsa dilakukan 3 bulan sekali. Pada laporan tersebut dirinci nama obat, jumlah, dan tanggal kadaluarsa. 5.5 Kegiatan Administrasi dan Keuangan Untuk mempermudah pengelolaan kegiatan administrasi dan keuangan di Kimia Farma, dipakailah Sistem Informasi Manajemen dan Keuangan Apotek (SIMKA) untuk seluruh Apotek Kimia Farma yang ada di Indonesia. Dengan adanya SIMKA maka kegiatan yang berhubungan dengan administrasi apotek dapat dilakukan dengan cepat dan terkontrol. Fungsi keuangan dalam masingmasing apotek sendiri, diselenggarakan oleh kasir besar yang bertanggung jawab langsung kepada Bisnis Manajer. Petugas kasir di apotek dapat menyetorkan uang hasil penjualan setiap shift dengan menyertakan bukti setoran kasir. Bukti setoran

77 62 kasir akan dicocokkan terlebih dahulu jumlahnya dengan Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH). Jumlah fisik uang dengan jumlah penjualan yang ada di LIPH harus sama, jika terjadi ketidakcocokan maka harus dicari penyebabnya apakah ada transaksi yang belum dimasukkan atau ada penyebab lainnya, untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan uang, kasir di apotek tidak bisa membuka LIPH. LIPH hanya dapat dibuka oleh petugas-petugas tertentu seperti supervisor dan petugas administrasi kas bank sehingga mekanisme pengontrolan uang dapat dilakukan dengan baik untuk mencegah kehilangan uang. Secara umum, fungsi keuangan di apotek ini telah berjalan dengan baik sesuai dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan. Apotek Kimia Farma No.143 juga melakukan kerjasama dengan universitas dalam menyediakan apoteknya menjadi tempat kerja praktik dengan tujuan meningkatkan keahlian calon apoteker dalam pelayanan kefarmasian terutama di apotek. Dalam pelaksanaannya, sebaiknya siswa dan mahasiswa diberi sedikit bekal ilmu mengenai kegiatan apotek dan peraturan dalam pelayanan obat kepada mahasiswa sebelum memulai praktik kerja, sehingga pelaksanaannya, mahasiswa lebih mengerti mengenai standar prosedur operasional di Apotek Kimia Farma serta dapat menghindari kesalahan-kesalahan karena tidak mengetahui bagaimana peraturan atau prosedur kerja yang benar. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya perhatian yang lebih dari seluruh pegawai terhadap siswa dan mahasiswa yang sedang melakukan kerja praktik di Kimia Farma No.143 mengenai pekerjaan yang dapat dilakukan oleh mahasiswa.

78 BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Peran dan fungsi apoteker dalam aspek manajerial adalah melakukan pengawasan seluruh aspek pelayanan kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan dimulai dari pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pengelolaan dan penyaluran sediaan farmasi di apotek. Selain itu, apoteker juga melakukan pengelolaan dan administrasi mengenai keuangan apotek. b. Pada Apotek Kimia Farma Nomor 143 Apoteker berperan sebagai retailer, manager, dan professional dalam menentukan kebijakan pengelolaan apotek serta melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian semua komponen yang ada di apotek. c. Peran utama apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian harus berorientasi kepada pasien sesuai dengan profesinya yakni pelayanan resep, swamedikasi, pelayanan informasi obat serta konseling kepada pasien. 6.2 Saran a. Perlu disediakan ruang khusus untuk konseling pasien agar privasi pasien terjamin. b. Perlu ada peningkatan kedisiplinan karyawan apotek dalam proses penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang apotek. c. Pembekalan terhadap mahasiswa program profesi apoteker sebaiknya dilakukan lebih banyak, sehingga mahasiswa menjadi lebih paham mengenai pengelolaan apotek, terutama apotek tempat praktik kerja. 63

79 DAFTAR ACUAN Dapur Logo Kimia Farma. Diunduh 10 Agustus 2014 [ Jepson, M.H. (1990). Patient Compliance and Counselling. In: D.M. Collett and M.E. Aulton (Eds.). Pharmaceutical Practice, Edinburgh: Churchill Livingstone, p Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1981). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 280/MENKES/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek yang Berisi DOWA No. 1. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Obat Wajib Apotek yang berisi DOWA No. 2. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/ Menkes/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan tanpa Resep. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/PER/VII/1997 tentang Psikotropika. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Obat Wajib Apotek yang berisi DOWA No. 3. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 64

80 65 Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/X/2011 tentang Registrasi Izin Prakik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1960). Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Jakarta : Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1969). Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1961 tentang Pendirian Badan Pimpinan Umum Perusahaan-Perusahaan Farmasi dan Alat Kesehatan Negara. Jakarta : Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

81 66 Rudd, C.C. (1983). Teaching and Counseling Patient about Drugs. In: Ray, M.D., Basic Skill in Clinical Pharmacy Practice. North Carolina: Universal Printing and Publishing, p WHO, (1998). The Role of The Pharmacist in Self-Care and Self-Medication. The Hague, The Netherlands: WHO, p.1-11.

82 67 Lampiran 1. Formulir Catatan Pengobatan Pasien

83 68 Lampiran 2. Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat

84 69 Lampiran 3. Dokumentasi Konseling

85 70 Lampiran 4. Dokumentasi Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)

86 71 Lampiran 5. Dokumentasi Pemantauan Terapi Obat

87 72 Lampiran 6. Formulir Monitoring Efek Samping Obat

88 73 Lampiran 7. Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK NO. 1 NAMA OBAT Aminofilin Supp. Asam Mefenamat Asetilsistein Astemizole Betametason Bisakodil Supp. Bromhexin Desoksimetason Dexchlorpheniramine maleat Difluocortolon Dimethinden maleat Ekonazol Eritromisin Framisetna SO4 Fluokortolon Fopredniliden Gentamisin SO4 Glafenin Heksakklorofene Hexetidine Hidrokortison Hidroquinon Hidroquinon dgn PABA Homochlorcyclizin HCl Karbosistein Ketotifen Kloramfenikol Lidokain HCl Linestrenol Mebendazol Mebhidrolin Metampiron JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER PASIEN maks 3 supp. maks 20 tab sirup 1 botol maks 20 dus maks 1 tube maks 3 supp. maks 20 tab sirup 1 botol maks 1 tube maks 1 tube maks 1 tube maks 1 botol maks 2 lembar maks 1 tube maks 1 tube maks 1 tube maks 20 tab maks 1 botol maks 1 botol maks 1 tube maks 1 tube maks 1 tube maks 20 tab sirup 1 botol maks 10 tab sirup 1 botol maks 1 tube maks 1 tube 1 siklus maks 6 tab sirup 1 botol maks 20 tab maks 20 tab sirup 1 botol

89 74 Lampiran 7. (Lanjutan) DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK NO. 2 NAMA OBAT Albendazol Bacitracin Benorilate Bismuth subcitrate Carbinoxamin Clindamicin Dexametason Dexpanthenol Diclofenac Diponium Fenoterol Flumetason Hydrocortison butyrat Ibuprofen Isoconazol Ketokonazole Levamizole Methylprednisolon Niclosamide Noretisteron Omeprazole Oxiconazole Pipazetate Piratiasin Kloroteofilin Pirenzepine Piroxicam Polymixin B Sulfate Prednisolon Scopolamin Silver Sulfadiazin Sucralfate Sulfasalazine Tioconazole Urea JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER PASIEN tab 200mg, 6 tab tab 400mg, 3 tab 1 tube 10 tablet 10 tablet 10 tablet 1 tube 1 tube 1 tube 1 tube 10 tablet 1 tabung 1 tube 1 tube tab 400 mg, 10 tab tab 600 mg, 10 tab 1 tube kadar <2% krim 1 tube scalp sol. 1 btl tab 50 mg, 3 tab 1 tube tab 500mg, 4 tab 1 siklus 7 tab kadar<2%,> sirup 1 botol 10 tablet 20 tablet 1 tube 1 tube 1 tube 10 tablet 1 tube 20 tablet 20 tablet 1 tube 1 tube

90 75 Lampiran 7. (Lanjutan) DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK NO. 3 NAMA OBAT JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER PASIEN Alopurinol maks 10 tab 100mg Aminofilin supositoria maks 3 supositoria Asam Azeleat maks 1 tube 5g Asam Fusidat maks 1 tube 5g Bromheksin maks 20 tab sirup 1 botol Diazepam maks 20 tab Diklofenak natrium maks 10 tab 25mg Famotidin maks 10 tab 20mg/40mg Gentamisin maks 1 tube 5 gr atau botol 5 ml Glafenin maks 20 tab Heksetidin maks 1 botol Klemastin Maks 10 tab Kloramfenikol (Obat Mata) maks 1 tube 5 gr atau botol 5ml Kloramfenikol (Obat Telinga) maks 1 botol 5ml Mebendazol maks 6 tab sirup 1 botol Metampiron + Klordiazepoksid maks 20 tab Mequitazin maks 10 tab atau botol 60ml Motretinida maks 1 tube 5g Orsiprenalin maks 1 tube inhaler Piroksikam maks 10 tab 10mg Prometazin teoklat maks 10 tab atau botol 60ml Ranitidin maks 10 tab 150mg Satirizin maks 10 tab Siproheptadin maks 10 tab Toisiklat maks 1 tube 5g Tolnaftat maks 1 tube Tretinoin maks 1 tube 5g

91 76 Lampiran 8. Formulir Pelaporan Pemakaian Narkotika

92 77 Lampiran 9. Formulir Pelaporan Pemakaian Psikotropika

93 78 Lampiran 10. Berita acara pemusnahan resep BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun... sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik nomor : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek :... No.S.I.K :... Nama Apotek :... No. SIA :... Alamat Apotek :... Dengan disaksikan oleh : 1. Nama :... Jabatan :... No. S.I.K.A : Nama :... Jabatan :... No. S.I.K.A :... Telah melakukan pemusnahan resep pada apotek kami, yang telah melewati batas waktu penyimpanan selama 3 (tiga) tahun, yaitu : Resep dari tanggal... sampai dengan tanggal... Seberat... kg. Resep Narkotik... lembar Tempat dilakukan pemusnahan :... Demikianlah berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada : 1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi 2. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota 4. Satu sebagai arsip di apotek Saksi saksi : Yang membuat berita acara, 1. (...) (...) No. S.I.K.A :... No. S.I.K : (...) No. S.I.K.A :...

94 79 Lampiran 11. Bentuk draft form pelaporan SIPNAP narkotika

95 80 Lampiran 12. Struktur organisasi PT. Kimia Farma Apotek

96 81 Lampiran 13. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma No. 143 Manajer Apotek Pelayanan (Apoteker Pengelola Apotek) Layanan Farmasi : Asisten Apoteker Juru Resep Kasir Swalayan Farmasi : Pelayanan OTC SPG

97 82 Lampiran 14. Alur pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No ) BPBA BM BOGOR DROPPING GUDANG PENGADAAN SP APP KF 143 FAKTUR DISTRIBUTOR 2) 4) BPBA DROPPING 3) SP NARKOTIKA FAKTUR PEMBELIAN MENDESAK: Apotek Swasta Pasar Swalayan (Kebutuhan HV) Pihak Ke III APP KF yang lain PBF KIMIA FARMA

98 83 Lampiran 15. Form droping barang dari gudang (DCs) ke apotek

99 84 Lampiran 16. Formulir serah terima barang DCs

100 85 Lampiran 17. Bon permintaan barang apotek

101 86 Lampiran 18. Kartu / buku stok

102 87 Lampiran 19. Alur pelayanan resep

103 88 Lampiran 20. Salinan resep/copy resep

104 89 Lampiran 21. Etiket obat

105 90 Lampiran 22. Label obat

106 91 Lampiran 23. Kemasan obat

107 92 Lampiran 24. Alur penjualan bebas

108 93 Lampiran 25. Surat pesanan khusus narkotika

109 94 Lampiran 26. Surat pesanan psikotropika

110 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS TERAPI REMATIK BERDASARKAN RESEP DOKTER YANG MASUK DI APOTEK KIMIA FARMA NOMOR I43 DEPOK PERIODE BULAN JULI 2014 TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FADILATUL JANNAH, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

111 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS TERAPI REMATIK BERDASARKAN RESEP DOKTER YANG MASUK DI APOTEK KIMIA FARMA NOMOR I43 DEPOK PERIODE BULAN JULI 2014 TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker FADILATUL JANNAH, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii

112 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penulisan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Rematik Etiologi Faktor resiko Patogenesis Patofisiologi Manifestasi klinis Diagnosis Terapi Farmakologis Disease Modifying Antirheumatic Drugs (DMARDs) BAB 3. DESKRIPSI KEGIATAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Metode Pengumpulan Data Cara Kerja BAB 4. PEMBAHASAN Foto Resep dan Analisis Kelengkapan Resep Analisa Obat Oste F Celebrex 100 mg Skrining Farmasetika Oste F Celebrex 100 mg Skrining Farmakologi Mekanisme Kerja Kesesuaian Dosis Oste F Celebrex 100 mg Aturan Pakai Oste F Celebrex 100 mg Interaksi Obat iii

113 BAB 5. PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN iv

114 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kriteria American Rheumtism Association (ARA) Tabel 2.2 Kriteria remisi menurut ACR/EULAR, Tabel 2.3 Dosis, cara pemberian dan monitor terapi DMARDs untuk rematik v

115 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema pemilihan terapi DAMRDs pada rematik Gambar 4.1 Resep rematik Apotek Kimia Farma No vi

116 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya penyakit rematik. Penyakit rematik yang biasa disebut artritis (radang sendi) terdiri atas lebih dari 100 tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini menyerang otot otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki laki maupun wanita dengan segala usia. Dampak keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh penyakit rematik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup sehari hari, tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas tetapi dapat menimbulkan kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur (Kisworo, 2008). Lebih dari 355 juta orang di dunia ternyata menderita penyakit rematik. Hal ini berarti, setiap enam orang di dunia, satu di antaranya adalah penyandang rematik. Namun sayangnya, pengetahuan tentang penyakit rematik belum tersebar secara luas sehingga banyak mitos yang keliru beredar di tengah masyarakat yang justru menghambat penanganan penyakit rematik. Hal yang perlu jadi perhatian adalah angka kejadian penyakit rematik yang relatif tinggi, yaitu 1-2% dari total populasi di Indonesia. Berdasarkan hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lansia yang dilaksanakan Komnas Lansia tahun 2006, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), penyakitpenyakit sendi ini merupakan penyebab utama disabilitas pada lansia (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2008). Diperkirakan pada tahun 2025 lebih dari 35 % akan mengalami kelumpuhan akibat kerusakan tulang dan sendi (Handono dan Isbagyo, 2005). 1

117 2 Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Zeng, et al., 2008, prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini menunjukkan bahwa rasa nyeri akibat rematik sudah cukup mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia, terutama mereka yang memiliki aktivitas sangat padat di daerah perkotaan seperti mengendarai kendaraan di tengah arus kemacetan, duduk selama berjam-jam tanpa gerakan tubuh yang berarti, tuntutan untuk tampil menarik dan prima, kurangnya porsi berolah raga, serta faktor bertambahnya usia (Nainggolan, 2009). Penatalaksanaan pasien rematik bisa dilaksanakan dengan terapi obat dan terapi non obat. Terapi non obat dapat berupa Pharmaceutical Care yang harus dilaksanakan untuk semua pasien dan dimulai sebelum atau bersama-sama dengan pemberian analgesik sederhana. Komunikasi antara dokter, apoteker dan pasien merupakan faktor terpenting dalam penatalaksanaan nyeri agar terapi obat yang diterima oleh pasien benar dan tepat sesuai penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu penulis menganalisis resep yang diterima oleh pasien rematik pada Apotek Kimia Farma No. 143, Depok untuk melihat kesesuian obat yang diterima oleh pasien. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengidap penyakit ini maka diperlukan suatu kepedulian dari tenaga kesehatan seperti Apoteker untuk berperan serta dalam pemberian informasi yang benar dan berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan sehingga tercapai tujuan pengobatan pasien. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melihat kesesuian antara obat yang diterima dengan penyakit rematik yang diderita oleh pasien melalui analisis resep di Apotek Kimia Farma No. 143, Depok.

118 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rematik Rematik atau biasa disebut arthritis adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur di sekitarnya. Masyarakat pada umumnya menganggap rematik adalah penyakit sepele karena tidak menimbulkan kematian. Padahal, jika tidak segera ditangani rernatik bisa membuat anggota tubuh berfungsi tidak normal, mulai dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit berjalan, bahkan kecacatan seumur hidup. Rasa sakit yang timbul bisa sangat mengganggu dan membatasi aktivitas kegiatan sehari-hari. Menurut Isbagyo (2004), cakupan pengertian gejala rematik ataupun pegal linu cukup luas. Nyeri, pembengkakan, kemerahan, gangguan fungsi sendi dan jaringan sekitarnya termasuk gejala rematik. Semua gangguan pada daerah tulang, sendi, dan otot disebut rematik yang sebagian besar masyarakat juga menyebutnya pegal linu. Rematik atau pegal linu juga merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang didekatnya, disertai proliferasi dari tulang dan jaringan lunak di dalam dan sekitar daerah yang terkena (Priyatno, 2009). Rematik merupakan salah satu penyebab nyeri sendi, khususnya sendisendi kecil di daerah pergelangan tangan dan jari-jari. Keluhan kaku, nyeri dan bengkak akibat penyakit rematik dapat berlangsung terus-menerus dan semakin lama semakin berat, tetapi ada kalanya hanya berlangsung selama beberapa hari dan kemudian sembuh dengan pengobatan. Namun demikian, kebanyakan penyakit rematik berlangsung kronis, yaitu sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara menetap. Keluhan kaku dan nyeri sendi pada penyakit rematik adakalanya disertai oleh perasaan mudah lelah. 2.2 Etiologi Faktor penyebab dari penyakit ini belum diketahui dengan pasti. Namun, faktor genetik seperti produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II (HLA- 3

119 4 DR) dan beberapa faktor lingkungan diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini (Sudoyo, dkk, 2007). Faktor genetik seperti kompleks histokompatibilitas utama kelas II (HLA-DR), dari beberapa data penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini. Rematik/pegal linu pada pasien kembar lebih sering dijumpai pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot (Sudoyo, dkk, 2007). Berbagai observasi menunjukkan dugaan bahwa hormon seks merupakan salah satu faktor predisposisi penyakit ini. Hubungan hormon seks dengan rematik/pegal linu sebagai penyebabnya dapat dilihat dari prevalensi penderitanya yaitu 3 kali lebih banyak diderita kaum wanita dibandingkan dari kaum pria (Sudoyo, dkk, 2007). Faktor infeksi sebagai penyebab rematik/pegal linu timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Dengan demikian timbul dugaan kuat bahwa penyakit ini sangat mungkin disebabkan oleh tercetusnya suatu proses autoimun oleh suatu antigen tunggal atau beberapa antigen tertentu saja. Agen infeksius yang diduga sebagai penyebabnya adalah bakteri, mycoplasma, atau virus (Sudoyo, dkk, 2007). 2.3 Faktor resiko Menurut Priyatno (2009) beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan rematik ataupun pegal linu, antara lain : a. Usia di atas 40 tahun dan prevalensi pada wanita lebih tinggi. b. Genetik. c. Kegemukan dan penyakit metabolik. d. Cedera sendi yang berulang. e. Kepadatan tulang berkurang (osteoporosis). f. Beban sendi yang terlalu berat (olah raga atau kerja tertentu). g. Kelainan pertumbuhan (kelainan sel-sel yang membentuk tulang rawan, seperti kolagen dan proteoglikan).

120 5 2.4 Patogenesis Patogenesis rematik dimulai dengan terdapatnya suatu antigen yang berada pada membran sinovial. Pada membran sinovial tersebut, antigen tersebut akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari beberapa jenis sel seperti synoviocyte A, sel dendrit atau makrofag dan semuanya mengekspresikan determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses oleh APC selanjutnya dilekatkan pada CD4+, suatu subset sel T sehingga terjadi aktivasi sel tersebut. Untuk memungkinkan terjadinya aktivasi CD4+, sel tersebut harus mengenali antigen dan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC. Proses aktivasi CD4+ ini juga dibantu oleh interleukin-1 (IL-1) yang disekresi oleh monosit atau makrofag. Pada tahap selanjutnya, antigen, determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC dan CD4+ akan membentuk suatu kompleks antigen trimolekular. Kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) pada permukaan CD4+. IL-2 yang disekresi oleh CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptornya dan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkungan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti A-interferon, tumor necrosis factor ß (TNF- ß), IL- 3, IL-4 (B-cell differentiating factor), granulocyte/macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktifitas fagositosisnya dan merangsang terjadinya proliferasi serta aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini juga dibantu oleh IL-1, IL-2, IL-4, yang disekresi oleh sel CD4+ yang telah teraktivasi. Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas kedalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun pada membran sinovial akan menyebabkan aktivasi sistem komplemen dan membebaskan komplemen C5a. Komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga menarik lebih banyak sel PMN yang memfagositir kompleks imun tersebut sehingga mengakibatkan degranulasi mast cells dan pembebasan radikal oksigen, leukotriene, enzim

121 6 lisosomal, prostaglandin, collagenase, dan stromelysin yang bertanggungjawab atas semua terjadinya inflamasi dan kerusakan jaringan seperti erosi rawan sendi dan tulang (Sudoyo, dkk, 2007). 2.5 Patofisiologi Akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) maka terjadi kerusakan setempat secara progresif dan memicu terbentuknya tulang baru pada dasar lesi sehingga terbentuk benjolan yang disebut osteolit. Proteoglikan adalah suatu zat yang membentuk daya lentur tulang rawan, sedangkan kolagen adalah serabut protein jaringan ikat. Osteolit yang terbentuk akan mempengaruhi fungsi sendi atau tulang dan menyebabkan nyeri jika sendi atau tulang tersebut digerakkan (Priyatno, 2009). Sendi adalah bagian dari tubuh di mana dua tulang atau lebih bersatu dalam suatu koordinasi antara otot, tendon, ligamen, cartilage. Otot diikat pada tulang dengan tendon (jaringan yang fleksibel, seperti tali berserabut). Otot menciptakan gerakan pada sendi, dan juga membantu menstabilkan sendi. Kartilago artikular yang licin menyelubungi tulang di sendi dan membantu gerakan yang bebas gesekan, sedangkan penutup kartilago membantu meredam hentakan. Seluruh sendi dikelilingi oleh sarung yang kuat dari bahan berserat dinamakan kapsul sendi. Lapisan sinovial dari kapsul sendi mengeluarkan cairan sangat sedikit, yang berfungsi sebagai lubrikan sendi. Selain itu beberapa sendi (seperti bahu dan lutut) mempunyai kantong bursa (bursae), kantung kecil berisi cairan yang berfungsi sebagai bantalan sendi dan mengurangi gesekan (Depkes, 2006). Tubuh manusia mempunyai berbagai macam sendi, dari engsel yang sederhana seperti siku sampai yang sangat kompleks seperti panggul dan bahu, yang dapat digerakkan ke segala arah. Selain itu beberapa sendi harus mampu menahan beban dan tekanan yang besar, seperti sendi lutut yang harus menopang berat seluruh tubuh. Selanjutnya, tekanan pada lutut berlipat ganda saat kita berlari, naik tangga, atau berjalan pada permukaan yang tidak rata. Sendi terdiri dari (Depkes, 2006) :

122 7 a. Kartilago: 1. Lapisan yang keras tetapi licin, terdapat pada ujung setiap tulang. 2. Kartilago mempunyai sifat viskoelastis yang memberikan lubrikasi pada gerakan, meredam hentakan pada gerakan cepat dan pendukung beban. Fungsi utama kartilago : a) Memungkinkan bergerak dalam rentang gerakan yang dibutuhkan. b) Mendistribusikan beban ke semua jaringan sendi, dengan demikian dapat mencegah kerusakan sendi. c) Menstabilkan sendi selama digunakan. 3. Kartilago merupakan jaringan avaskular, aneural, dan alimpatik. Karena kartilago avaskular, maka kondrosit diberi nutrisi oleh cairan sinovial. Dengan adanya gerakan siklis dan pembebanan sendi, nutrisi mengalir ke dalam kartilago, sedangkan imobiliasi, akan mengurangi suplai nutrisi. Kartilago mudah dikompresi, dan akan kehilangan tinggi normal sebanyak 40% apabila diberi beban. Kompresi meningkat pada area kontak dan meneruskan tekanan lebih merata ke tulang, tendon, ligamen dan otot. 4. Kartilago terdiri dari 65-80% air. Komponen lain yang membangun jaringan kartilago adalah : kolagen, proteoglikan, dan kondrosit. b. Kolagen Protein berserabut. Kolagen juga merupakan unsur dari kulit, tendon, tulang, dan jaringan penyambung lainnya. c. Proteoglikan Kombinasi dari protein dan gula. Untaian proteoglikan dan kolagen membentuk anyaman seperti jala. Ini memungkinkan kartilago melentur dan menyerap hentakan fisik. Proteoglikan berkombinasi dengan molekul hialuronat di dalam agregat yang hidrofilik dan anionik, yang menjaga kandungan air agar tetap tinggi di dalam kartilago. d. Kondrosit Sel yang ada di seluruh kartilago. Memelihara kartilago tetap sehat dan tumbuh. Kondrosit mengendalikan kartilago terus menerus dengan

123 8 meremodel secara biokimia dan struktur. Kadang kondrosit melepaskan enzim yang dapat merusak kolagen dan protein lain. e. Kapsul sendi Kantung membran yang liat yang mengikat semua tulang dan bagian persendian lainnya menjadi satu. f. Sinovium Membran tipis di dalam kapsul sendi. g. Cairan Sinovial Cairan lubrikasi sendi yang menjaga agar kartilago tetap licin dan sehat. h. Ligamen, tendon, dan otot 3 1. Jaringan yang menjaga tulang agar stabil, dan memungkinkan persendian menekuk dan bergerak. 2. Ligamen sifatnya liat, jaringan seperti tali yang menghubungkan tulang satu dengan lainnya. 3. Tendon liat, seperti tali berserabut yang menghubungkan otot dengan tulang. 4. Otot adalah ikatan dari sel-sel khusus yang bila distimulasi saraf akan berkontraksi menghasilkan gerakan. 2.6 Manifestasi klinis Gejala klinis utama adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris (Sudoyo, dkk, 2007). Menurut Priyatno (2009) secara umum, manifestasi klinis yang dapat dilihat, antara lain : a. Nyeri sendi, terutama pada saat bergerak. b. Pada umumnya terjadi pada sendi penopang beban tubuh, seperti panggul, tulang belakang, dan lutut. c. Terjadi kemerahan, inflamasi, nyeri, dan dapat terjadi deformitas (perubahan bentuk) yang tidak progresif dapat menyebabkan perubahan cara berjalan.

124 9 d. Rasa sakit bertambah hebat terutama pada sendi pinggul, lutut, dan jarijari. e. Saat perpindahan posisi pada persendian bisa terdengar suara (cracking). 2.7 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, dan hasil laboratorium, antara lain (Priyatno, 2009) : a. Nyeri pada sendi yang tempatnya tidak jelas, nyerinya bertambah saat digerakkan dan berkurang saat diistirahatkan. b. Terjadi kekakuan sendi pada pagi hari (morning stiffness) atau setelah tidak ada aktivitas. c. Sendi mengalami pembengkakan karena hipertropi tulang, kulit, persendian yang bengkak dan kemerahan, nyeri, dan dapat terjadi deformitas. d. Pada pemeriksaan laboratorium umumnya tidak terjadi kelainan, hanya laju endap darah (LED) yang nilainya sedikit meningkat dan terjadi leukositosis (sel darah putih < 2000/mL). e. Pada pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen, pada sendi memperlihatkan adanya penyempitan tidak beraturan pada ruang sendi, sklerosis tulang subkondral dengan atau tanpa pembentukan osteolit. Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan menggunakan Kriteria American Rheumtism Association (ARA) yaitu pasien dikatakan menderita penyakit ini, jika memenuhi minimal 1 sampai 4 yang diderita sekurang-kurangnya 6 minggu.

125 10 Tabel 2.1 Kriteria American Rheumtism Association (ARA) No. Kriteria Defenisi 1. Kaku pada pagi hari Kekauan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal. 2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih 3. Artritis pada persendian tangan Pembengkakan pada jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurangkurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera diatas. 4. Artritis simetris Keterlibatan sendi yang sama (seperti tertera pada kriteria kedua diatas) pada kedua belah sisi. 5. Nodul reumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter. 6. Faktor reumatoid serum positif 7. Perubahan gambaran radiologis Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa. Adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi. 2.8 Terapi Farmakologis Terapi rematik secara umum tidak mempunyai tujuan untuk menyembuhkan, tetapi sebisa mungkin mencapai keadaan remisi. Remisi pada rematik dapat dinilai dengan berbagai indikator yang telah diterima secara luas, dengan tujuan utama untuk mencegah terjadinya kerusakan sendi yang permanen. Kriteria remisi yang terbaru adalah menurut ACR/EULAR 2011, berupa dua kriteria yang bisa digunakan salah satunya (tabel 2.2) yaitu :

126 11 Tabel 2.2 Kriteria remisi Boolean-based definition, Remisi jika terdapat semua hal berikut : Jumlah sendi yang nyeri 1 Jumlah sendi yang bengkak 1 C-reactive protein 1 mg/dl Patient global assessment 1 (pada skala 0 10) Index-based definition, Remisi jika terdapat hal berikut : Skor Simplified Disease Activity Index (SDAI) 3.3 Prinsip terapi rematik yang harus diperhatikan adalah terapi sesegera mungkin, seoptimal dan seagresif mungkin, dengan monitor aktifitas penyakit untuk menilai respon terapi dan juga monitor efek samping terapi. Pilihan terapi pada rematik meliputi terapi non-farmakologis (edukasi, kontrol nyeri, fisioterapi, latihan fisik, modifikasi dalam aktifitas sehari-hari/ pekerjaan), farmakologis (steroid/oains, DMARDs, dan obat lain) dan bedah (untuk deformitas yang berat) (Genovese, 2009). Dokter meresepkan obat untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit dan meningkatkan fungsi sendi. Banyak faktor yang dipertimbangkan dalam memberi obat untuk pasien rematik yaitu (Depkes, 2006) : a. Intensitas rasa sakit b. Efek samping yang potensial dari obat c. Penyakit penyerta 2.9 Disease Modifying Antirheumatic Drugs (DMARDs) Terapi penyakit rematik telah berkembang pesat dengan ditemukannya berbagai obat baru baik jenis maupun indikasinya. Kelompok obat tersebut disebut sebagai disease modifying antirheumatic drugs (DMARDs) yang ditujukan untuk memodifikasi perjalanan penyakit rematik, dan tidak hanya menghilangkan keluhan nyeri dan inflamasi saja (seperti steroid atau OAINS). Secara garis besar DMARDs dibagi dua yaitu DMARDs konvensional/tradisional dan DMARDs non-konvensional/agen biologik (Genovese, 2009). Beberapa obat yang temasuk DMARDs konvensional (yang tersedia di Indonesia) antara lain metotreksat, sulfasalazin, klorokuin, dan leflunomide.

127 12 Kelompok obat ini mempunyai cara kerja yang sangat beragam, namun mempunyai efek terhadap berbagai sel-sel inflamasi serta sitokin dan mediator yang bertanggung jawab terhadap proses inflamasi di sendi. Sedangkan kelompok agen biologik, disebut juga terapi target mempunyai cara kerja yang jauh lebih spesifik dengan menghambat peran salah satu sel atau sitokin yang terlibat paling dominan pada proses inflamasi sendi. Dari patogenesis terdapat peran yang besar dari sel T dan sel B, serta sitokin TNFα, IL-1 dan IL-6, sehingga dikembangkan berbagai obat yang menghambat kerjanya. Beberapa agen biologik yang saat ini sudah beredar di Indonesia antara lain anti-tnfα (infliksimab, etanercept, adalimumab dan golimumab), anti IL-6 (tocilizumab), dan anti sel B CD20+ (rituksimab) (Dorner dan Lipsky, 2009; Genovese, 2009). Tabel 2.3 Dosis, cara pemberian dan monitor terapi DMARDs untuk rematik No. Nama Obat Sediaan Dosis dan Cara Pemberian Monitor Efek Samping 1. Metotreksat Tablet 2,5 mg 7,5-25 mg/minggu Hb/L/Tr, ALT/AST, Ureum/Kreatinin 2. Sulfasalazin Tablet 500 mg 1-2 x Hb/L/Tr, ALT/AST mg/hari 3. Klorokuin Tablet 250 mg 250 mg/hari Pemeriksaan mata/6 bulan 4. Leflunomide Tablet 100 mg, 20 mg 100 mg (3 hari), dilanjutkan 20 Hb/L/Tr, ALT/AST mg/hari 5. Infliksimab Vial 100 mg 3 mg/kgbb per infus, skema : tiap 8 mgg 6. Tocilizumab Vial 8 mg, 400 mg 7. Rituksimab Vial 500 mg, 1000 mg 8. Etanercept Prefilled Syringe 50 mg 9. Golimumab Prefilled Syringe 50 mg 8 mg/kgbb per infuse, diberikan tiap 4 mgg (6x) 1000 mg per infus, diberikan 2 x 2 mgg Hb/L/Tr, ALT/AST, Ureum/Kreatinin Hb/L/Tr, ALT/AST, Ureum/Kreatinin, profil lipid Hb/L/Tr, ALT/AST, Ureum/Kreatinin 50 mg/minggu Hb/L/Tr, ALT/AST, SC Ureum/Kreatinin 50 mg/bulan SC Hb/L/Tr, ALT/AST, Ureum/Kreatinin

128 13 Pemilihan DMARDs pada kasus rematik bisa mengikuti banyak rekomendasi yang dirilis oleh banyak organisasi internasional maupun nasional Salah satu rekomendasi dari EULAR (2009) yaitu : 1. Terapi DMARDs harus dimulai sesegera mungkin, setelah diagnosis ditegakkan. 2. Target terapi adalah mencapai remisi atau minimal aktifitas penyakit ringan sesegera mungkin. 3. Metotreksat (MTX) adalah obat pilihan pertama saat memulai terapi rematik yang aktif. 4. Jika terdapat intoleransi atau kontraindikasi MTX, obat DMARDs konvensional lain bisa dimulai. 5. Pada pasien yang menggunakan DMARDs dengan atau tanpa steroid, dianjurkan monoterapi terlebih dahulu. 6. Steroid dosis rendah atau sedang bermanfaat untuk terapi jangka pendek dan harus segera diturunkan perlahan jika klinis perbaikan (tappering-down/off). 7. Jika gagal dengan DMARDs konvensional monoterapi, dianjurkan : a. Tambahkan DMARDs konvensional kedua, jika tidak disertai petanda prognostik buruk. b. Pemakaian DMARDs biologik jika disertai petanda prognostik buruk. 8. Pasien dengan respon DMARDs konvensional yang tidak adekuat, dianjurkan pemberian DMARDs biologik, dimulai dengan kelompok anti- TNFα (infliksimab, etanercep, adalimumab, atau golimumab) yang dikombinasikan dengan MTX. 9. Pasien dengan respon tidak adekuat terhadap satu jenis anti-tnfα, dianjurkan untuk mengganti dengan obat anti-tnfα lain, atau diganti dengan agen biologik yang lain (abatasep, rituksimab, atau tocilizumab). 10. Pada kasus yang refrakter atau ada kontraindikasi DMARDs konvensional dan biologik, DMARDs lain yang dapat dipertimbangkan penggunaannya, antara lain azatioprin, siklosporin A, atau siklofosfamid. 11. Terapi harus diberikan dengan strategi terapi yang intensif dengan/tanpa faktor prognostik buruk.

129 Pada pasien dengan remisi yang menetap, setelah steroid di tappering, maka DMARDs biologik dapat di tappering, terutama yang mendapatkan kombinasi dengan DMARDs konvensional. 13. Pada pasien dengan remisi jangka panjang, bisa dipertimbangkan titrasi dosis DMARDs konvensional dengan hati-hati, dengan persetujuan pasien. 14. Pada pasien yang naïve DMARD, disertai petanda prognostik buruk, dapat langsung diberikan kombinasi MTX dengan agen biologik. 15. Pada saat menyesuaikan dosis dan jenis terapi, harus dilakukan penilaian aktifitas penyakit, progresifitas kerusakan strukturak, komorbiditas dan keamanan obat. Terapi pada rematik harus diikuti pemantauan yang ketat aktifitas penyakitnya untuk menilai respon terapi, dan juga efek samping pengobatannya. Berikut adalah skema pemilihan terapi DAMRDs pada penyakit rematik (Smolen, dkk., 2010). Gambar 2.1 Skema pemilihan terapi DAMRDs pada rematik

130 BAB 3 DESKRIPSI KEGIATAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Tugas khusus ini dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No.143, Depok periode 4 Agustus 29 Agustus Metode Pengumpulan Data Data yang terdapat pada tugas khusus ini diambil berdasarkan studi literatur dan resep-resep rematik yang masuk ke Apotek Kimia Farma No. 143 selama periode Juli Cara Kerja Resep-resep rematik yang masuk ke Apotek Kimia Farma no. 143 selama periode Juli 2014 dianalisis terapinya kemudian dibandingkan dengan literatur yang ada. 15

131 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Foto Resep dan Analisis Kelengkapan Resep Berdasarkan hasil analisa resep pada bulan Juli 2014 yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No.143, ternyata didapatkan resep yang benar-benar memiliki indikasi penyakit rematik hanya 1 resep. Resep-resep yang lain kebanyakan adalah resep untuk pencegahan kekurangan kalsium, resep untuk patah tulang dan myalgia. Sehingga pada tugas khusus ini penulis hanya membahas satu resep rematik. Untuk resep rematik yang terdapat pada Apotek Kimia Farma No.143 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Skrining resep merupakan suatu pemeriksaan resep yang dilakukan petugas apotek setelah resep diterima. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam skrining resep yakni kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kelengkapan administratif resep dapat mengurangi/ mencegah terjadinya medication error, yaitu kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.: 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang dimaksud medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan. Ketidaklengkapan dan ketidakjelasan penulisan dalam bagian resep yakni superscription, inscriptio, subscriptio, signatura, dan pro dapat menyebabkan medication error. Akibat dari medication error dapat merugikan pasien terlebih pada pasien pediatri dan geriatri. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, persyaratan administratif dalam penulisan resep adalah : a. Nama, SIP dan alamat dokter Penulisan nomor Surat Izin Praktek (SIP) dokter dalam resep diperlukan untuk menjamin keamanan pasien, bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai hak dan dilindungi undang-undang dalam memberikan pengobatan bagi pasiennya. 16

132 17 b. Tanggal penulisan resep Pencantuman tanggal resep diperlukan karena berkaitan dengan keamanan penderita. c. Penulisan R/ (Superscriptio) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tanda R/ merupakan bagian dari kelengkapan resep. d. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta (Inscriptio). e. Cara pemakaian yang jelas (Transcriptio/Signatura). f. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. g. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. Berdasarkan resep pada Gambar 4.1 ada beberapa kelengkaapan resep yang tidak tercantum seperti nama dokter, umur pasien dan alamat pasien, sehingga dari resep tidak cukup informasi mengenai pasien. RUMAH SAKIT PURI CINERE Jl.Maribaya No. 1. Puri Cinere Depok Phone: , Fax: Web: Depok, 12/ R/ Oste F No. LX S2dd1 Celebrex 100mg No.LV S1dd1 pagi PRO : Ny. Eveline UMUR : DOKTER : Gambar 4.1 Resep rematik apotek Kimia Farma No.143

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 Program : Program Pelayanan Kefarmsian Puskesmas Megang Hasil (Outcome) : Terselengaranya

Lebih terperinci

2 Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemb

2 Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1162, 2014 KEMENKES. Kefarmasian. Apotek. Standar Pelayanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2017 KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI

Lebih terperinci

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan Disampaikan dalam Pertemuan Tri Wulan I PC IAI Grobogan Tahun 2016 Purwodadi, 12 Maret 2016 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan sangat diperlukan bagi masyarakat untuk menjamin kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK NINE-EIGHTEEN COMMERCIAL AREA G-02 LOBBY TOWER 1 APARTEMENT CASABLANCA PERIODE 4 AGUSTUS 2014 30 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktikum Farmasi Komunitas 1. Definisi Praktikum Sebelum membahas Praktikum Farmasi Komunitas terlebih dahulu dibahas mengenai definisi praktikum. Berdasarkan terminologinya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER

CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER Apotik :.. lama :.. No. Telp. :.. APA Lama :.. No. SIPA :.. APA Baru :.. No. STRA :.. No. Syarat Permohonan 1 Surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Dinas

Lebih terperinci

PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK

PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK Nama Apotik Alamat No. Telp. Nama APA No. STRA No. SIPA :.. :.. :.. :.. :.. :.. Cek Kelengkapan Ada Tidak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK

CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK Nama Apotik Alamat No. Telp. Nama APA No. STRA No. SIPA :.. :.. :.. :.. :.. :.. No. Syarat Permohonan 1 Surat permohonan yang ditujukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 278 RUKO VERSAILLES FB NO.15 SEKTOR 1.6 BSD SERPONG PERIODE 3 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan juga meningkat. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apotek merupakan bidang usaha yang sangat menjanjikan untuk digarap sebagai lahan bisnis saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan menjamurnya usaha apotek diberbagai

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas No Kegiatan Helvetia Medan- Belawan Deli A. Kebijakan pelayanan kefarmasian 1. Penanggung jawab Apotek/Instalasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI 2017 17 FEBRUARI 2017 PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH : CYNTHIA ZAIN DERMAYATI, S.Farm. NPM. 2448716018

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FAMELLA YULISTIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

CEK LIST PERMOHONAN PINDAH ALAMAT APOTIK (SIA BERUBAH)

CEK LIST PERMOHONAN PINDAH ALAMAT APOTIK (SIA BERUBAH) CEK LIST PERMOHONAN PINDAH ALAMAT APOTIK (SIA BERUBAH) Apotik lama baru No. Telp. APA No. SIPA No. Syarat Permohonan 1 Surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kabupaten Sukoharjo (asli bermaterai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan status kesehatan yang masih tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan kurangnya kepedulian dan pemahaman masyrakat Indonesia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.671, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Pelaksanaan. Praktik Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern, menyebabkan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kesehatan,

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Apotek dengan data data sebagai berikut :

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Apotek dengan data data sebagai berikut : Nomor :, Lampiran : 1 ( satu ) berkas Hal : Permohonan Izin Apotek Baru Kepada Yth : Walikota Cq. Kepala DPM&PTSP Kota Di - Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Apotek dengan data

Lebih terperinci

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL...

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... A. PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci