MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-IX/2011

Transkripsi

1

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-IX/2011 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Muhidin Sapdiana 4. A. Zulvan Kurniawan 2. Dulkarim 5. Indra Gunawan W. 3. Deden 6. Rini ACARA Perbaikan Permohonan (II) Kamis, 12 Januari 2012, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Anwar Usman (Ketua) 2) Maria Farida Indrati (Anggota) 3) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota) Eddy Purwanto Panitera Pengganti 1

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Zulvan Kurniawan 2. Dulkarim 3. Indra Gunawan W. 4. Deden B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Otong Satyagraha 2

4 SIDANG DIBUKA PUKUL 13:00 WIB 1. KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 86/PUU-IX/2011 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Silakan Pemohon memperkenalkan diri. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: OTONG SATYAGRAHA Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Yang Mulia. Dalam Perkara Nomor 86, saya, Kuasa Pemohon, Otong Satyagraha. Di sebelah kanan saya, Saudara A. Zulvan Kurniawan. Di sebelahnya, Saudara Deden. Di sebelahnya, Saudara Dulkarim. Di sebelah kiri saya, Saudara Indra Gunawan. Adapun untuk Saudara Muhidin dan Saudari Rini, belum hadir, Yang Mulia. Terima kasih. 3. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Sesuai dengan penundaan sidang yang lalu, ya sidang yang pertama bahwa acara untuk kali ini adalah perbaikan permohonan Para Pemohon. Sudah diperbaiki? 4. KUASA HUKUM PEMOHON: OTONG SATYAGRAHA Sudah, Yang Mulia, dan ada penambahan-penambahan lebih lanjut. 5. KETUA: ANWAR USMAN Baik, silakan pada pokoknya saja, ya. 6. KUASA HUKUM PEMOHON: OTONG SATYAGRAHA Ya. 7. KETUA: ANWAR USMAN Permohonan yang diperbaiki itu perbaikannya apa saja, diperbaiki catatan-catatan atau masukan-masukan dari Majelis. Silakan. 3

5 8. KUASA HUKUM PEMOHON: OTONG SATYAGRAHA Oke. Terima kasih, Yang Mulia. Bahwa kami mengajukan permohonan uji formil dan materiil atas Pasal 115 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasannya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Adapun alasan-alasan permohonan ini diajukan. I. Pasal 115 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasannya, tidak memenuhi syarat formal pembentukan peraturan perundangundangan. Bahwa setiap undang-undang yang dibuat dan diundangkan, haruslah berdasarkan tata cara pembentukan peraturan perundangundangan berdasarkan Undang-Undang Dasar Proses serta mekanisme, baik secara formil maupun materiil dalam pembentukan peraturan perundang-undangan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, jelas lahir sebagai acuan dalam menyusun setiap regulasi penyusunan setiap undangundang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun Dalam Pasal 64 ayat (1) Undang -Undang Nomor 12 Tahun 2011, menegaskan bahwa penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam ayat (2) menyebutkan, Ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang ini. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut, mengartikan bahwa setiap penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, dimana teknik penyusunan peraturan perundang-undangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang a quo tersebut. Dalam Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, angka 77 menyebutkan, Pasal merupakan satuan aturan dalam perundangundangan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas. Hal ini mengartikan, norma adalah apa yang dirumuskan di dalam pasalpasal. Kemudian, dalam angka 176 dan 177 disebutkan, angka 176, Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk peraturan perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, 4

6 kalimat, atau padanan kata, istilah asing, dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh, tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Angka 177, Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam hal mengatur mengenai norma dan penjelasan tegas dikatakan bahwa penjelasan tidak boleh membuat norma, tidak boleh menjelaskan sesuatu bertentangan dengan norma, tidak boleh mengatur norma tersendiri, tidak boleh membuat sesuatu yang berbeda atau menyimpang dari apa yang dirumuskan di dalam norma di dalam pasal-pasal. Penjelasan hanyalah berfungsi untuk menjelaskan saja supaya kata-kata atau istilah-istilah asing, istilah-istilah teknis seperti misalnya di bidang kesehatan yang tidak dipahami oleh orang awam, dirasa perlu untuk dijelaskan di dalam norma supaya orang mengerti membaca norma pasal itu dan penjelasan tidak dapat diperkenankan atau dibolehkan untuk mengatur norma tersendiri. Pasal 115 ayat (1) yang mengatur m engenai kawasan tanpa rokok, itulah norma yang terdapat dalam Undang-Undang Kesehatan. Kemudian penjelasan Pasal 115 ayat (1) mengatakan, Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat untuk dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. Berdasarkan argumen hukum di atas, mengartikan bahwa Pasal 115 ayat (1) beserta penjelasannya mengandung norma, walaupun normanya bersifat tentatif, khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. Ketentuan penjelasan ayat (1) Pasal 115 mengatur norma sendiri yang bisa berbeda daripada Ketentuan Pasal 115 ayat (1), maka secara formil ketentuan di dalam Pasal 115 ayat (1) beserta penjelasannya adalah batal demi hukum karena membuat norma sendiri. Kemudian, Pasal 115 ayat (2) mengamanatkan bahwa setiap pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya, dimana penjelasannya ayat (2) menyebutkan pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok harus mempertimbangkan seluruh aspek holistic. Pasal 115 ayat (2) jelas adalah norma perintah kepada pemerintah daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok. Lebih lanjut, penjelasan ayat (2) juga memberikan perintah kepada pemerintah daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok, dengan harus mempertimbangkan aspek holistic. 5

7 Dengan demikian, penjelasan ayat (2), Pasal 115 mengatur norma sendiri yang bisa berbeda daripada ketentuan Pasal 115 ayat (2). Maka secara formil, ketentuan di dalam Pasal 115 ayat (2) beserta penjelasannya adalah batal demi hukum karena membuat norma sendiri. II. Pasal 115 ayat (1) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, tidak memberikan kepastian dan keadilan hukum. Indonesia adalah negara hukum. Penetapan kawasan tanpa rokok, sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 115 ayat (1), seolah tetap ingin memberikan kepastian hukum bagi masyarakat untuk tetap dapat merokok dan berjualan rokok. 9. KETUA: ANWAR USMAN Pemohon, jadi begini, poin-poin saja ya, jadi kami sudah menerima dan juga sudah membaca, ya. 10. KUASA HUKUM PEMOHON: OTONG SATYAGRAHA Oke. 11. KETUA: ANWAR USMAN Poin-poin yang Saudara perbaiki, ya. Hanya materiilnya, itu kan formilnya, ya. Kesimpulannya saja, kesimpulan perbaikan Saudara apa saja? Ya, silakan. 12. KUASA HUKUM PEMOHON: OTONG SATYAGRAHA Oke. Kegiatan merokok dan berjualan rokok adalah merupakan kegiatan yang sah. Serta dapat dipandang kegiatan yang legal, bukan merupakan kegiatan yang ilegal. Yang bertentangan dengan hukum dengan berlakunya Pasal 115 ayat (1) dan ayat (2) Und ang-undang Kesehatan, kegiatan merokok dan kegiatan berjualan rokok telah mendapatkan pembatasan. Adapun dengan adanya Pasal 115 dan ayat (2), terdapat diskresi yang sebesar-besarnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok. Dilihat Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Bahwa disebutkan di dalam Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2011 tahun 2009 tersebut, Pasal 1 angka 10 Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok, memberikan pengertian atau definisi tentang kawasan tanpa rokok adalah tempat atau ruangan yang dinyatakan dilarang untuk 6

8 merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan rokok, tampak bahwa norma tersebut telah melarang sama sekali keberadaan rokok sebagai barang yang legal. Kemudian dalam Pasal 7 ayat (2) Perda Kota Bogor a quo, pada ayat (1) meliputi tempat umum, tempat kerja, tempat ibadah, tempat bermain, kendaraan, angkutan umum, lingkungan tempat proses belajarmengajar, sarana kesehatan, sarana olahraga. Tampak bahwa norma tersebut telah memberikan penambahan pengaturan terkait dalam ruang lingkup atau batasan dari kawasan tanpa rokok yang meliputi sarana olahraga. Penggunaan yang diskresi yang penggunaan diskresi yang besar yang luas tersebut yang sampai pada melarang masyarakat untuk menjual rokok adalah amanat dari Pasal 115 ayat (2) beserta penjelasannya dan jelas merupakan bukti dari diskresi yang berlebihan akibat berlakunya Pasal 115 ayat (2) beserta penjelasannya. Dengan demikian, jelas bahwa Pasal 115 ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Lebih lanjut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34 Tahun 2010 menyatakan, Pada faktanya pun tidak ada satu pun ketentuan, baik dalam Undang-Undang Kesehatan maupun peraturan perundangundangan lainnya, yang melarang para Pemohon untuk mencari penghidupan yang layak melalui usaha di bidang rokok atau yang terkait dengan rokok. Para Pemohon tetap dapat memproduksi dan memperjualbelikan rokok, dengan tetap mencantumkan peringatan kesehatan pada rokok, pada produk rokok tersebut, meskipun kewajiban memuat peringatan kesehatan tersebut mungkin secara tidak langsung akan dapat mempengaruhi pendapatan para Pemohon. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bermakna bahwa peraturan perundang-undangan dilarang untuk menimbulkan kerugian materiil terhadap masyarakat. Namun faktanya dengan adanya pengaturan kawasan tanpa rokok, sebagaimana tertuang dalam Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 yang lahir berdasarkan diskresi yang dimiliki Pemda Kota Bogor secara jelas dan nyata telah menimbulkan kerugian terhadap para Pemohon. Dengan demikian Pasal 115 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasannya yang demikian, jelas merugikan hak konstitusional para Pemohon dalam mengonsumsi barang legal, dalam hal ini mengonsumsi rokok, serta menciptakan ketidakpastian hukum bagi para pengasong untuk berjualan rokok dengan cara menjadi pengasong. Bahwa Pemohon II dirugikan haknya untuk mengonsumsi barang legal, dalam hal ini adalah mengonsumsi rokok. Pemohon I dirugikan secara materiil akibat dari adanya pengaturan tempat-tempat yang tergolong di ke dalam kawasan tanpa rokok, dimana masyarakat menjadi tidak boleh untuk merokok yang mengakibatkan tidak ada yang membeli rokok dari para pengasong. 7

9 Sehingga dengan adanya pengaturan tempat-tempat yang tergolong ke dalam kawasan tanpa rokok telah mengakibatkan tidak adanya jaminan terhadap Pemohon I untuk mempunyai hak bekerja dengan memperoleh imbalan serta perlakuan yang adil dan layak untuk kehidupan. Dengan demikian, Pasal 115 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Kesehatan bertentangan dengan konstitusi. Bahwa pengaturan kawasan tanpa rokok tersebut tidak hanya langsung mengakibatkan kerugian terhadap para pengasong, tetapi pengaturan kawasan tanpa rokok juga berdampak kepada para pengusaha rokok, industri rokok kecil, serta para petani tembakau. Bahwa kerugian yang terjadi kepada para pengusaha rokok, industri rokok kecil, serta para petani tembakau adalah akibat dari tidak adanya jaminan dan kepastian hukum dalam menjual rokok sebagai pedagang asongan, serta mengonsumsi barang legal dalam hal ini mengonsumsi rokok. Sehingga dengan berlakunya Pasal 115 ayat (1) dan ayat (2) Undang -Undang Kesehatan secara nyata dan jelas juga telah menyebabkan tidak adanya jaminan hukum untuk mencari penghidupan yang layak melalui usaha di bidang rokok atau yang terkait dengan rokok. Petitum primer. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan para Pemohon. Menyatakan bahwa pembentukan Pasal 115 ayat (1) d an ayat (2) beserta penjelasannya Undang -Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tidak memenuhi ketentuan pembentukan undangundang berdasarkan Undang-Undang Dasar Menyatakan bahwa materi muatan dalam Pasal 115 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 28I ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28G ayat (1) Undang -Undang Dasar Menyatakan materi muatan dalam pasal 115 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasannya Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan skala akibat hukumnya. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Subsider,ex aequo et bono. Demikian, Yang Mulia. Hormat kami, Kuasa Hukum. 13. KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Sebelum sidang ditutup ya, Majelis Panel akan mengesahkan terlebih dahulu, ya bukti yang Saudara ajukan, yaitu mulai dari P-1 sampai dengan P-11 ya? P-1 yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan P-11 Perda Kota Bogor Nomor 12 8

10 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Jadi P-1 sampai P-11, kami nyatakan sah. KETUK PALU 1X Masih ada hal-hal yang ingin disampaikan? 14. KUASA HUKUM PEMOHON: OTONG SATYAGRAHA Sudah cukup, Yang Mulia. 15. KETUA: ANWAR USMAN Baik, hasil sidang ini akan dilaporkan ke Pleno, ya. Untuk itu, Saudara ya nanti tunggu pemberitahuan atau panggilan dari Kepaniteraan, kapan akan ada sidang lagi, ya. Apakah sidang Pleno atau gimana, nanti tunggu keputusan RPH ya. 16. KUASA HUKUM PEMOHON: OTONG SATYAGRAHA Baik, Yang Mulia. 17. KETUA: ANWAR USMAN Dengan demikian sidang selesai dan saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13:17 WIB Jakarta, 12 Januari 2012 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d. Paiyo NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 9