FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI"

Transkripsi

1 i FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI IMELDA HANDAYANI PANGARIBUAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 ii

3 i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Padi Metode System of Rice Intensification (SRI) di Desa Nagrak Utara Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Imelda Handayani Pangaribuan NIM H

4 ii

5 iii ABSTRAK IMELDA HANDAYANI PANGARIBUAN. Faktor-faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Padi Metode System of Rice Intensification (SRI) di Desa Nagrak Utara Sukabumi. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI. Petani di Desa Nagrak Utara menghadapi risiko produksi karena adanya variasi produktivitas yang dihasilkan petani. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas dan risiko produksi padi SRI, serta pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 35 responden. Metode penarikan sampel dilakukan secara purposive. Analisis risiko produksi pada penelitian ini menggunakan model Just and Pope. Peningkatan penggunaan bibit, pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas padi SRI sementara peningkatan penggunaan pupuk kandang dan pupuk phonska secara nyata dapat menurunkan produktivitas padi SRI. Peningkatan penggunaan bibit dan pestisida cair secara nyata dapat menurunkan variance produktivitas. Peningkatan penggunaan pupuk kandang, pupuk phonska, dan tenaga kerja secara nyata dapat meningkatkan variance produktivitas. Rata-rata pendapatan atas biaya total petani responden per hektar sebesar Rp Kata kunci : produktivitas, risiko produksi, system of rice intensification (SRI) ABSTRACT IMELDA HANDAYANI PANGARIBUAN. Factors that Affect the Risk of Rice Production Methods System of Rice Intensification (SRI) in Nagrak Utara village, Sukabumi. Supervised by ANNA FARIYANTI. Farmers in Nagrak Utara faced production risk that is indicated with variation in productivity by farmer respondents. The goals of this research are analyze the influence of productivity factors to productivity and risk production, analyze the effects of production risks to farm income. Total sample are about 35 farmer respondents. The sampling method is determined by purposive. Risk analysis of rice production model research used a model Just and Pope. The increased use of production factors seeds, liquid pesticides, and labor influence on increasing productivity in the SRI method while increased use of manure and phonska can markedly lower the SRI method of rice. Increased use of seeds and liquid pesticides can significantly decrease the variance in productivity. The increased use of manure, fertilizers phonska, and labor variance can significantly increase productivity. Average revenues on total costs per hectare for farmers respondent Rp Keywords : productivity, risk production, system of rice intensification (SRI)

6 iv

7 v FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI IMELDA HANDAYANI PANGARIBUAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8 vi

9

10 ii

11 iii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 sampai Agustus 2016 ini ialah risiko produksi, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI) di Desa Nagrak Utara Sukabumi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing. Ir Narni Farmayanti MSc selaku dosen evaluator kolokium. Dr Ir Netti Tinaprilla MM, Feriyanto W. Karokaro SP MSi dan Nia Rosiana SP MSi selaku dosen penguji dan dosen komisi pendidikan atas saran dan masukannya, serta Difa Putri Pricilia sebagai pembahas seminar. Penghargaan penulis sampaikan kepada petani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara, BP3K Kecamatan Nagrak, dan lainnya yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua tercinta Bapak Mangasi Pangaribuan dan Ibunda Lesteria Sinaga serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2016 Imelda Handayani Pangaribuan

12 iv

13 v DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vii vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 6 TINJAUAN PUSTAKA 7 Gambaran Komoditas Padi Metode SRI 7 Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian 8 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode SRI 10 KERANGKA PEMIKIRAN 11 Kerangka Pemikiran Teoritis 11 Teori Produksi dan Fungsi Produksi 11 Teori Risiko 13 Kerangka Pemikiran Operasional 18 METODE PENELITIAN 20 Lokasi dan Waktu Penelitian 20 Jenis dan Sumber Data 20 Metode Pengambilan Sampel 21 Metode Pengumpulan Data 21 Metode Pengolahan Data 21 Analisis Deskriptif 21 Analisis Risiko Produksi 22 Pengaruh Risiko Terhadap Pendapatan Usahatani 28 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 29 Karakteristik Wilayah 29 Keadaan Sosial Ekonomi 31 Sarana dan Prasarana 32 Kondisi Pertanian Desa Nagrak Utara 33 Karakteristik Petani Responden 34 Umur Petani responden 34 Tingkat Pendidikan Petani Responden 34 Status Usahatani 35 Pengalaman Bertani Secara Umum Petani Responden 36

14 vi Pengalaman Bertani Padi metode SRI Petani Responden 36 Luas Lahan Padi Metode SRI 37 Status Kepemilikan Lahan 37 Pola Tanam Padi Metode SRI 38 Sistem Pemasaran 39 Keragaan Usahatani Padi Metode SRI di Desa Nagrak Utara 39 Proses Kegiatan Usahatani Padi Metode SRI 39 Penggunaan Sarana Produksi Padi metode SRI 46 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKTIVITAS DAN RISIKO PRODUKSI PADI METODE SRI 51 Uji Asumsi Klasik 52 Uji Multikolinearitas 53 Uji Autokorelasi 53 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produktivitas Padi Metode SRI 54 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Padi SRI 60 PENGARUH RISIKO TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI METODE SRI 64 Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI 64 Pengeluaran Usahatani Padi Metode SRI 66 Nilai Expected Return Padi Metode SRI 68 SIMPULAN DAN SARAN 70 DAFTAR PUSTAKA 71 LAMPIRAN 73 DAFTAR TABEL 1 Produksi, luas panen, dan produktivitas padi di Indonesia tahun Produktivitas padi (kuintal/hektar) di beberapa provinsi di Indonesia 2 3 Komponen pendapatan usahatani padi metode SRI 29 4 Data potensi komoditas unggulan di Kecamatan Nagrak tahun Luas wilayah berdasarkan penggunaannya di Desa Nagrak Utara 30 6 Distribusi penduduk Desa Nagrak Utara berdasarkan jenis pekerjaan 31 7 Distribusi penduduk Desa Nagrak Utara berdasarkan tingkat pendidikan 32 8 Karakteristik petani responden di Desa Nagrak Utara berdasarkan umur 34 9 Tingkat pendidikan petani responden di Desa Nagrak Utara Status usahatani padi responden di Desa Nagrak Utara Pengalaman bertani secara umum petani responden di Desa Nagrak Utara Pengalaman bertani padi SRI petani responden di Desa Nagrak Utara Luas lahan pertanian petani responden di Desa nagrak Utara Status kepemilikian lahan petani responden di Desa Nagrak Utara 38

15 vii 15 Nilai rata-rata penyusutan peralatan pada usahatani padi metode SRI petani responden di Desa nagrak Utara Rata-rata penggunaan input produksi padi metode SRI per hektar di Desa Nagrak Utara Hasil pengujian multikolinearitas Hasil pendugaan fungsi produktivitas padi metode SRI petani responden Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance produktivitas Padi SRI Tabel Rata-rata penerimaan usahatani padi SRI petani responden per hektar di Desa Nagrak Utara pada musim tanam Desember Maret Rata-rata pengeluaran usahatani padi metode SRI petani responden di Desa Nagrak Utara Analisis rata-rata pendapatan usahatani padi metode SRI petani responden per hektar di Desa Nagrak Utara Nilai expected return petani responden per hektar di Desa Nagrak Utara 69 DAFTAR GAMBAR 1 Jumlah Produktivitas padi di Kabupaten Sukabumi tahun Produktivitas padi di Kecamatan Nagrak tahun Hubungan antara faktor produksi X dengan jumlah produksi Y 12 4 Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan 16 5 Hubungan antara output dan biaya 17 6 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Risiko Produksi Padi SRI 19 7 Statistik d Durbin-Watson 25 8 Pola tanam padi metode SRI yang dilakukan petani responden 39 9 Lahan persemaian dan nampan tempat bibit padi metode SRI Kegiatan penanaman padi metode SRI petani responden Pengaturan pengairan di lahan petani responden Pestisida cair yang digunakan petani responden Variasi produktivitas padi metode SRI di Desa Nagrak Utara pada musim tanam DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta wilayah Desa Nagrak Utara Kecamatan Nagrak 75 2 Scatterplot fungsi produktivitas dan fungsi variance produktivitas padi SRI 76 3 Hasil estimasi fungsi produktivitas pada usahatani padi metode SRI 77 4 Hasil estimasi fungsi variance produktivitas pada usahatani padi SRI 78 5 Uji normalitas data fungsi produktivitas dan variance produktivitas 79 6 Hasil perhitungan pendapatan usahatani padi metode SRI petani responden 80

16 viii

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian merupakan subsektor yang penting untuk diperhatikan karena menyangkut kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, jumlah sumbangan PDB subsektor tanaman pangan pada tahun 2014 sebesar 3.26 persen dari jumlah keseluruhan PDB sektor pertanian sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor tanaman pangan juga berperan dalam meningkatkan perekonomian nasional. Pertanian tanaman pangan terdiri dari dua kelompok besar yaitu pertanian padi dan pertanian palawija. Dua kelompok besar ini mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan pangan. Padi merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia karena beras sebagai produk utama dari komoditas padi adalah makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia. Ketersediaan beras sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional. Dengan demikian upaya peningkatan jumlah produktivitas padi perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam konsumsi ataupun untuk dapat terus melangsungkan kehidupannya. Perkembangan produktivitas padi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2015 ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Produksi, luas panen, dan produktivitas padi di Indonesia tahun 2010 hingga 2015 Tahun GKG (ton) Luas panen Produktivitas Perkembangan (hektar) (ton/hektar) produktivitas (%) Rata-rata 1.28 Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 (diolah) Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perkembangan produktivitas padi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2015 cenderung mengalami peningkatan. Persentase rata-rata peningkatan produktivitas padi di Indonesia bernilai positif yaitu sebesar 1.28 persen. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas padi merupakan komoditas pertanian yang memiliki potensi sangat baik untuk diusahakan di Indonesia. Selain padi sebagai tanaman pangan yang menghasilkan beras untuk kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, membudidayakan padi juga merupakan budaya masyarakat Indonesia sebagai negara beriklim tropis yang mendukung budidaya padi dari faktor iklim dan cuacanya. Kondisi tersebut membuat tanaman padi dapat dibudidayakan di berbagai pulau di Indonesia. Pulau Jawa merupakan

18 2 salah satu pulau yang menghasilkan produktivitas padi terbesar di Indonesia. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 2 bahwa beberapa provinsi di Pulau Jawa menjadi provinsi lima terbesar yang menghasilkan produktivitas padi tertinggi diantaranya Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Data tersebut mengindikasikan bahwa budidaya padi sangat baik untuk diusahakan di Pulau Jawa. Tabel 2 Produktivitas padi (kuintal/hektar) di beberapa provinsi di Indonesia Provinsi Pertumbuhan (%) Bali Jawa Barat Jawa Timur DI Yogyakarta Jawa Tengah Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 (diolah) Tabel 2 menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi terbesar kedua yang menghasilkan produktivitas padi tertinggi setelah Provinsi Bali pada tahun Di Pulau Jawa sendiri untuk tahun yang sama, Jawa Barat menduduki peringkat pertama produktivitas padi tertinggi sebesar kuintal per hektar. Produktivitas padi yang dihasilkan di Jawa Barat berfluktuasi dari tahun 2012 hingga Namun pertumbuhan produktivitas padi di Jawa Barat sangat baik karena pertumbuhan produktivitas padi yang dihasilkan bernilai positif dari tahun 2012 hingga 2015 sebesar 1.41 persen. Kabupaten Sukabumi adalah salah satu kabupaten penyumbang padi di Jawa Barat. Pada tahun 2014, Kabupaten Sukabumi menyumbang produksi padi sebesar ton dari total produksi padi sebesar ton di Jawa Barat atau sekitar 7.2 persen (BPS Kabupaten Sukabumi 2015). Jumlah produktivitas padi yang dihasilkan di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2014 sebesar 64.4 kuintal per hektar. Hal tersebut, menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki potensi yang baik dalam mengusahakan budidaya padi. Berikut ini ditunjukkan jumlah produktivitas padi di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2011 sampai tahun 2014 pada Gambar 1. Gambar 1 Produktivitas padi di Kabupaten Sukabumi tahun Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi (2015) Gambar 1 menunjukkan produktivitas tanaman padi dari tahun 2011 hingga tahun 2014 mengalami fluktuasi. Produktivitas padi yang dihasilkan paling tinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar kwintal per hektar dan turun pada tahun 2014

19 menjadi 64.4 kwintal per hektar. Fluktuasi produktivitas merupakan indikasi adanya risiko produksi. Fluktuasi produktivitas tersebut dapat disebabkan adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca yang tidak menentu serta perlakuan petani dalam penggunaan faktor produksi. Pengaruh cuaca dan iklim merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi salah satu penyebab terjadinya suatu risiko. Untuk itu perlu dilakukan analisis risiko produksi padi untuk memberikan informasi bagi petani dalam menangani setiap risiko produksi serta membantu petani dalam mengurangi kerugian akibat risiko tersebut. Hal ini karena kegiatan produksi memengaruhi kualitas dan kuantitas padi yang dihasilkan petani dan berdampak pada pendapatan yang diperoleh petani. Kecamatan Nagrak merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan tanaman padi di Kabupaten Sukabumi. Luas wilayah Kecamatan Nagrak sebesar hektar, dimana dari total luas wilayah tersebut terdapat lahan sawah seluas hektar. Kecamatan Nagrak mempunyai lahan sawah berpengairan baik yaitu sekitar persen sedangkan tadah hujan sebesar 8.39 persen, artinya ketersediaan lahan yang berpengairan baik merupakan dukungan untuk kegiatan usahatani padi. Kecamatan Nagrak terdiri dari sepuluh desa dimana komoditas padi merupakan komoditas unggulan di daerah tersebut ( BP3K Kecamatan Nagrak 2014). Menurut data BP3K Kecamatan Nagrak, produktivitas padi di Kecamatan Nagrak pada tahun 2013 sebesar 6.85 ton per hektar dan turun menjadi 6.23 ton per hektar di tahun Desa Nagrak Utara merupakan salah satu desa yang memiliki luas lahan sawah terluas yaitu sebesar persen dari total luas lahan persawahan di Kecamatan Nagrak. Selain itu, dari sepuluh desa di Kecamatan Nagrak, hanya Desa Nagrak Utara yang keseluruhan lahan persawahannya dengan irigasi teknis. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya tanaman padi memiliki potensi yang baik untuk diusahakan di Desa Nagrak Utara. Selain itu, Desa Nagrak Utara juga terletak pada ketinggian 560 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 20 sampai dengan 28 derajat celcius. Daerah ini cocok untuk budidaya tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian nol sampai dengan 1500 meter di atas permukaan laut dengan suhu 23 derajat celcius (Prasetyo 2002). Berbagai aktivitas telah dilakukan dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman padi seperti penggunaan varietas unggul, perluasan areal tanam, serta penerapan inovasi teknologi budidaya. Inovasi teknologi pada budidaya padi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi pada usahatani padi. Salah satu program pemerintah yang diterapkan untuk meningkatkan produktivitas padi yaitu dengan menerapkan metode SRI (System of Rice Intensification). Metode SRI merupakan salah satu dari Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) yang dibuat pemerintah. Selain metode SRI terdapat penerapan dan pengembangan P2BN, yaitu SL-PTT (Sekolah Lapang pengelolaan Tanaman Terpadu), dan GP3K (Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi). Namun dalam pelaksanaannya metode SRI lebih intensif diterapkan oleh pemerintah dalam menunjang kegiatan P2BN tersebut. Di Desa Nagrak Utara, telah menerapkan metode SRI dalam peningkatan jumlah produktivitas padi yang dihasilkan. Metode SRI (System of Rice Intensification) merupakan suatu metode budidaya padi yang dilakukan untuk memperoleh jumlah anakan yang banyak dengan menanam bibit padi sebayak 1-2 3

20 4 bibit per lubang tanam dan menggunakan bibit padi yang masih muda berumur tujuh hingga 10 hari. Budidaya padi SRI dapat meningkatkan produktivitas padi rata-rata dari 4-5 ton per hektar menjadi 8-12 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Perumusan Masalah Kecamatan Nagrak merupakan wilayah dari Kabupaten Sukabumi yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha pertanian. Menurut BP3K Kecamatan Nagrak, sebagian besar penduduk di Kecamatan Nagrak berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Jumlah kepala keluarga sebesar orang dan jumlah keluarga tani sebesar orang. Hal ini menunjukkan bahwa 66.2 persen dari jumlah kepala keluarga di Kecamatan Nagrak merupakan kepala keluarga tani. Komoditas yang memiliki potensi untuk diusahakan di daerah tersebut diantaranya padi, jagung manis, ubi kayu, mentimun, caisin, pisang, temulawak dan jahe merah. Diantara berbagai jenis komoditi tersebut, tanaman padi merupakan tanaman yang paling banyak diusahakan petani. Namun dalam membudidayakan tanaman padi, tidak terlepas dari adanya risiko produksi. Risiko produksi ini dapat dilihat dari adanya kegagalan panen maupun jumlah hasil panen padi yang tidak stabil. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2, dimana produktivitas padi yang dihasilkan di Kecamatan Nagrak mengalami fluktuasi. Fluktuasi produktivitas ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi petani dalam usahatani padi. Gambar 2 Produktivitas padi di Kecamatan Nagrak tahun Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2015 (diolah) Desa Nagrak Utara adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Nagrak yang mengusahakan padi dengan metode SRI (System of Rice Intensification). Budidaya padi metode SRI dilakukan petani untuk meningkatkan produktivitas padi yang dihasilkan. Mengingat tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang menghasilkan beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Metode SRI merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi. Namun dalam pengusahaan padi dengan metode SRI, seringkali petani juga menghadapi risiko produksi. Pada penelitian Nugraha (2013) jumlah rata-rata produktivitas padi metode SRI yang dihasilkan petani di Desa Kebonpedes Kabupaten Sukabumi sebesar 7.35 ton per hektar, sementara

21 produktivitas padi SRI yang dihasilkan pada penelitian Mulyaningsih (2010) di Desa Cipeuyeum Kabupaten Cianjur sebesar 6.23 ton per hektar. Rata-rata produktivitas yang dihasilkan petani pada kedua penelitian tersebut masih jauh dari dari standar produktivitas padi dengan metode SRI yaitu sebesar delapan hingga 12 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Hal ini menunjukkan bahwa budidaya padi dengan metode SRI juga dapat menghadapi risiko produksi dalam usahataninya. Produksi padi yang dihasilkan dalam budidaya padi metode SRI ditentukan oleh penggunaan input produksi dan pengaruh dari kondisi lingkungan. Pada budidaya padi metode SRI jumlah penggunaan bibit yaitu satu hingga dua bibit per lubang tanam. Penggunaan input dapat menjadi sumber risiko apabila penggunaannya tidak pada jumlah yang tepat dan waktu yang tepat. Jumlah ratarata bibit yang digunakan oleh petani padi metode SRI di Desa Kebonpedes untuk satu musim tanam yaitu 9.03 kilogram per hektar (Nugraha 2013). Sementara ratarata penggunaan bibit oleh petani di Desa Cipeuyeum sebesar 7.34 kilogram per hektar. Berdasarkan panduan teknologi budidaya padi metode SRI, kebutuhan bibit untuk budidaya padi SRI yaitu lima hingga 10 kilogram per hektar (Kementerian Pertanian 2015). Perbedaan penggunaan input produksi yang tidak sesuai dengan dosis yang ditetapkan dapat menimbulkan terjadinya risiko produksi dan hasil produktivitas yang dihasilkan juga di bawah dari produktivitas yang diharapkan. Hal ini akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Petani berharap memperoleh hasil produktivitas yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan yang diperoleh. Faktor lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap produktivitas padi yang dihasilkan oleh petani. Petani yang berada di Desa Nagrak Utara melakukan kegiatan penanaman secara serempak untuk mengurangi serangan hama dan penyakit. Menurut petani responden yang ada di Desa Nagrak Utara, ketika musim kemarau tidak menjadi masalah untuk menanam padi karena sistem irigasi yang cukup bagus sehingga tanaman padi tidak akan kekurangan air. Ketika curah hujan tinggi, saat petani melakukan penanaman padi metode SRI maka rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama yang sering menyerang tanaman padi dengan metode SRI di Desa Nagrak Utara adalah keong mas. Hama ini biasanya menyerang tanaman padi pada pagi dan sore hari saat fase pertumbuhan awal. Serangan dilakukan dengan memakan batang padi muda yang mengakibatkan tanaman rusak dan pertumbuhan terhambat. Penyakit yang rawan menyerang tanaman padi dengan metode SRI yaitu penyakit bercak daun yang berwarna coklat, penyakit blas, dan penyakit kresek yang dikenal sebagai hawar daun maupun penyakit tungro. Penyakit blas adalah penyakit yang paling banyak menyerang tanaman padi di Desa Nagrak Utara. Penyakit blas ini memiliki dampak yang besar terhadap produksi karena mampu menyebabkan menurunnya jumlah produksi padi hingga 70 persen. Penyakit blas ini mampu berkembang dengan cepat pada tanaman yang ditanam dengan jarak tanam yang rapat dan pemberian pupuk urea yang berlebihan. Seperti dinyatakan oleh Robison and Barry (1987), input pupuk juga dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi, apabila penggunaan pupuk terlalu tinggi atau terlalu rendah. Faktor-faktor produksi atau input yang biasanya digunakan dalam budidaya padi metode SRI antara lain bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik, pupuk urea, 5

22 6 pupuk phonska, pestisida cair dan tenaga kerja. Diantara faktor-faktor produksi ini, diduga ada faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko produksi tetapi ada juga faktor produksi yang dapat dapat menjadi pengurang risiko produksi. Sumber risiko produksi pada tanaman padi perlu diketahui sebagai bahan pertimbangan bagi petani karena berpengaruh terhadap pendapatan petani. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas padi SRI yang dihasilkan oleh petani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara? 2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara? 3. Bagaimana pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang memengaruhi produktivitas padi SRI yang dihasilkan oleh petani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara. 2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara. 3. Menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara. Manfaat Penelitian Manfaat dilaksanakan penelitian ini antara lain: 1. Bagi petani, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas dan risiko produksi sehingga dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan serta dapat mengurangi kerugian yang diperoleh. 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu, pengetahuan, dan informasi tentang risiko produksi. 3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sebuah bentuk praktik langsung dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diterima selama menjalankan kuliah serta menambah wawasan baru mengenai faktor-faktor yang memengaruhi risiko produksi khususnya pada budidaya padi SRI. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada usahatani padi dengan metode SRI di Desa Nagrak Utara. Pada penelitian ini akan menggunakan 35 responden yaitu petani yang pernah menanam padi dengan metode SRI. Penentuan variabel atau faktorfaktor produksi yang akan dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan studi literatur yang telah tersedia dan disesuaikan dengan input-input yang digunakan petani untuk memproduksi padi dengan metode SRI di Kecamatan Nagrak. Faktor-faktor produksi yang diduga memengaruhi risiko produksi padi metode

23 7 SRI dalam penelitian ini adalah bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja. Penggunaan faktor-faktor produksi tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap risiko produksi sehingga penelitian ini tidak untuk menghitung optimalisasi penggunaan input-input produksi. Selain itu, faktor produksi lain seperti musim, tidak digunakan sebagai variabel karena penelitian ini hanya menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi dan tidak menganalisis faktor lingkungan eksternal. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Komoditas Padi Metode SRI Tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim dengan morfologi berbatang bulat dan berongga yang disebut jerami. Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Metode SRI ( System of Rice Intensification ) adalah cara budidaya padi yang pada awalnya diteliti dan dikembangkan di Pulau Madagaskar dimana kondisi dan keadaannya tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Hal ini karena kondisi lahan pertanian yang terus menurun kesuburannya, kelangkaan dan harga pupuk kimia yang terus meningkat serta suplai air yang terus berkurang dari waktu ke waktu (Rahayu 2011). SRI diperkenalkan tahun 1997 di Bogor oleh Prof. Norman Uphoff dari Universitas Cornel Amerika Serikat. Sejak saat itu, metode SRI banyak diterapkan di berbagai tempat di Jawa Barat seperti Sukabumi, Garut, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, dan Cianjur. Menurut Tiku (2008), budidaya tanaman padi dilakukan dengan jarak tanam yang tidak beraturan dan ditanam berdasarkan feeling atau naluri penanam. Jumlah bibit per lubang dua sampai tiga batang namun jika lebih atau kurang dari itu, penanam biasanya tidak terlalu memperdulikannya. Sementara menurut Mulyaningsih (2010), kegiatan teknis budidaya padi SRI lebih intensif dibanding dengan kegiatan budidaya padi konvensial. Kegiatan yang dilakukan oleh petani padi SRI meliputi seleksi bibit, pembuatan kompos dan pengaturan air secara berselang. Penentuan jarak tanam metode SRI tidak berdasarkan naluri petani melainkan menggunakan jarak tanam minimal 27 x 27 cm atau 30 x 30 cm dan 35 x 35 cm. Penggunaan bibit juga menggunakan bibit yang berumur tujuh sampai sepuluh hari setelah disemaikan. Benih yang dibutuhkan dengan sistem SRI ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan konvensional, benih yang diperlukan dengan SRI sebanyak 5-7 kg/ha sedangkan konvensional memerlukan benih sebanyak kg/ha (Mulyaningsih 2010). Pemilihan benih dilakukan dengan memasukkan benih padi ke dalam larutan garam kemudian memilih benih yang tenggelam untuk digunakan ke persemaian. Pada sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan ini dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharaan (Nugraha 2013). Menurut Mulyaningsih (2010), berdasarkan analisis penggunaan input dan biaya usahatani, penggunaan input pada usahatani SRI yang paling besar yaitu

24 8 pada penggunaan tenaga kerja dan pengadaan kompos. Sedangkan pada usahatani padi konvensional input paling besar dicurahkan untuk tenaga kerja, pengadaan pestisida, dan pupuk. Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian Risiko produksi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses produksi karena pada dasarnya kegiatan produksi mengandung berbagai risiko dalam pengusahaannya. Menurut Asche dan Tveteras (1999), risiko produksi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses produksi di sebagian besar industri primer. Dalam melakukan produksi, sumber-sumber risiko yang biasanya dihadapi yaitu kondisi iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi, serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan, dan kesalahan dari manusia (human error). Selain itu faktor internal seperti tingkat penggunaan input juga menjadi salah satu sumber risiko produksi. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari sumber risiko, tingkat risiko, dan pengaruh atau dampak dari risiko produksi terhadap jalannya suatu usaha. Sumber risiko, tingkat risiko, dan pengaruh atau dampak dari risiko produksi akan berbeda tergantung dari komoditas yang diusahakannya. Beberapa penelitian yang dilakukan untuk komoditas sayuran menunjukkan adanya fluktuasi pada produksi atau produktivitas mengindikasikan adanya risiko produksi, diantaranya Tarigan (2009) dan Sembiring (2010). Dalam menganalisis risiko produksi, ketiga penelitian tersebut menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient varian. Menurut Tarigan (2009) dari berbagai jenis sayuran, komoditas yang memiliki tingkat risiko tertinggi adalah bayam hijau dibanding sayuran lainnya, yaitu brokoli, tomat, dan cabai keriting. Sembiring (2010) menunjukkan bahwa komoditas brokoli memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dan tingkat risiko yang paling rendah adalah komoditas caisin. Tingkat risiko yang tinggi pada komoditas sayuran tersebut diakibatkan karena komoditas tersebut lebih rentan terhadap penyakit terutama kondisi cuaca yang tidak menentu. Dalam pengusahaan komoditas yang sama, yaitu brokoli menunjukkan tingkat risiko produksi yang dihasilkan berbeda pada masing-masing perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan penggunaan lahan penanaman yang menggunakan green house pada penelitian Sembiring (2010). Penggunaan green house dapat mengurangi risiko produksi khususnya untuk jenis sayuran daun-daunan seperti caisin. Sementara untuk penelitian yang dilakukan Tarigan (2009), penanaman sayuran dilakukan di lahan terbuka sehingga bayam hijau yang merupakan sayuran daun-daunan lebih rentan terhadap adanya penyakit akibat cuaca seperti hujan. Salah satu konsep risiko yang digunakan dalam penelitian risiko produksi adalah konsep risiko yang dirumuskan oleh Just dan Pope dengan metode yang lebih dikenal dengan model risiko produksi Just dan Pope (Ligeon et al. 2008). Dengan menggunakan fungsi risiko produksi Just dan Pope, dapat dilihat faktor produksi mana saja yang dapat bertindak sebagai pengurang risiko produksi (Risk Reducing Factor) atau sebagai penyebab meningkatnya risiko produksi (Risk Inducing Factor). Beberapa penelitian yang menggunakan model ini diantaranya

25 9 dilakukan oleh (Fariyanti et al. 2007; Ligeon et al. 2008; Aldila 2013; Assafa 2014). Ligeon et al. (2008) menggunakan model fungsi produksi kuadratik untuk mengestimasi fungsi produksi dan fungsi risiko pada komoditas kacang tanah sedangkan Fariyanti et al. (2007) menggunakan model fungsi produksi Cobb- Douglas untuk analisis risiko produksi kentang dan kubis. Pendekatan dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas ini juga digunakan oleh Aldila (2013) untuk analisis risiko produksi jagung manis, dan Assafa (2014) untuk menganalisis risiko produksi talas. Penelitian Fariyanti et al. (2007), Ligeon et al. (2008), Aldila (2013), Assafa (2014) menunjukkan bahwa interaksi input terhadap risiko produksi bisa berbeda. Menurut Fariyanti et al. (2007), Aldila (2013), dan Assafa (2014) peningkatan jumlah penggunaan benih dapat menurunkan risiko produksi. Akan tetapi menurut Ligeon et al. (2008), peningkatan penggunaan input benih dapat meningkatkan risiko produksi yang dilihat dari peningkatan variance produksi ketika jumlah penggunaan input ditingkatkan. Selain penggunaan input benih dapat meningkatkan dan menurunkan risiko produksi, penggunaan lahan juga memiliki dampak yang berbeda terhadap risiko produksi. Penelitian Fariyanti et al. (2007) menunjukkan hasil yang berbeda pada komoditas kentang dan kubis. Pada petani yang melakukan usahatani kentang, lahan bertindak sebagai faktor pengurang risiko sedangkan pada usahatani kubis sebagai faktor peningkat risiko. Sama halnya pada penggunaan input pupuk kimia dan tenaga kerja. Penelitian Aldila (2013) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk phonska dan furadan dapat meningkatkan risiko produksi sementara penggunaan pupuk TSP dapat menurunkan risiko produksi. Penelitian Assafa (2014) juga menunjukkan penggunaan pupuk kimia menjadi faktor pengurang risiko sementara penggunaan pupuk organik menjadi faktor peningkat risiko karena pupuk organik tidak dapat dirasakan manfaatnya bagi tanaman talas dalam waktu dekat. Tenaga kerja untuk penelitian Aldila (2013) sebagai faktor pengurang risiko, berbeda pada penelitian Assafa (2014) yang menunjukkan tenaga kerja sebagai faktor peningkat risiko. Sedangkan pada penelitian Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa, tenaga kerja sebagai faktor peningkat risiko pada usahatani kentang dan sebagai faktor pengurang risiko pada usahatani kubis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, dan beberapa faktor produksi yang digunakan. Pada penelitian ini akan diidentifikasi bagaimana pengaruh alokasi input produksi terhadap produksi rata-rata dan risiko produksi padi SRI. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahayu (2011) tentang risiko produksi padi non organik menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang memengaruhi risiko padi non organik antara lain bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Pada penelitian ini penentuan faktor-faktor produksi di dasarkan pada input-input yang memang digunakan petani, dimana faktor-faktor produksi yang di duga memengaruhi risiko produksi padi SRI adalah bibit, pupuk kandang, larutan MOL, pestisida nabati, dan tenaga kerja. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu perhitungan analisis dilakukan berdasarkan fungsi model risiko Just dan Pope yaitu gabungan antara mean dan variance yang dihasilkan. Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi padi SRI dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglass.

26 10 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode SRI Kegiatan usahatani sebagai salah satu kegiatan untuk memperoleh produksi di lahan pertanian, akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam melakukan kegiatan usahatani. Kegiatan usahatani diharapkan mampu memberikan keuntungan bagi petani sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Tingkat pendapatan yang diperoleh petani berbeda-beda, tergantung pada penggunaan input produksi, harga input, maupun harga output. Beberapa penelitian terdahulu ada yang menganalisis tentang pendapatan usahatani padi dengan metode SRI dan dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi secara konvensional. Menurut Astuti (2007), penggunaan faktor produksi yang tepat akan memengaruhi pendapatan yang diperoleh. Hasil analisis pendapatan usahatani yang dilakukannya menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani padi SRI sebesar rupiah. Namun, apabila penggunaan input produksi tepat maka dalam kondisi optimal akan diperoleh penerimaan sebesar rupiah dengan biaya total sebesar rupiah. Jumlah penggunaan input pada usahatani padi organik metode SRI berbeda dengan usahatani padi konvensinal (Rachmiyanti 2009). Hal ini mengakibatkan pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI lebih besar dibanding dengan pendapatan petani padi konvensional. Pendapatan atas biaya tunai petani padi organik metode SRI sebesar rupiah per hektar, sementara pendapatan atas biaya tunai padi konvensional sebesar rupiah per hektar. Perhitungan efisiensi pendapatan usahatani dilakukan dengan menghitung nilai R/C ratio. Nilai R/C ratio merupakan perbandingan antara nilai pendapatan yang diperoleh petani dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat dilihat berapa pendapatan yang bisa diterima petani dari setiap biaya yang dikeluarkan. Beberapa penelitian menghitung nilai R/C ratio atas biaya tunai yang diperoleh petani (Rachmiyanti 2009), dan juga nilai R/C ratio atas biaya total usahatani (Astusi 2007; Ubaydillah 2008; Rachmiyanti 2009). Nilai R/C ratio atas biaya total dari usahatani padi SRI di Desa Ponggang Subang sebesar 1.61 (Ubaydillah 2008). Sementara nilai R/C ratio atas biaya total usahatani padi metode SRI di Desa Margahayu sebesar 1.43, sehingga disimpulkan bahwa usahatani padi SRI efisien dari sisi pendapatan (Astuti 2007). Menurut Astusi (2007), kondisi optimal padi metode SRI dapat memperoleh nilai R/C ratio yang lebih besar yaitu 3.81 dibanding dengan kondisi aktualnya. Pendapatan atas biaya tunai usahatani padi organik metode SRI lebih besar dibanding konvensional di Desa Bobojong Cianjur. Namun nilai R/C ratio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI yaitu sebesar 1.98 lebih rendah dibanding petani padi konvensional sebesar Begitu juga dengan nilai R/C ratio atas biaya total petani padi organik metode SRI sebesar 1.54, lebih rendah dibanding petani konvensional sebesar 2.16 (Rachmiyanti 2009). Pada penelitian ini akan dihitung pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani. Pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani dihitung dengan menggunakan expected return dengan nilai probability diasumsikan sama. Dengan demikian nilai expected return dapat diperoleh dari perhitungan pendapatan rata-rata usahatani petani. Pendapatan rata-rata petani diperoleh dari selisih penerimaan rata-rata dengan pengeluaran rata-rata usahatani petani.

27 11 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi dan Fungsi Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang menggunakan sumber daya tertentu sebagai input, kemudian diolah untuk menghasilkan produk tertentu sebagai output. Faktor produksi adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk menghasilkan produksi yang meliputi bahan baku, bahan penolong, teknologi dan peralatan produksi, maupun tenaga kerja (manusia) sehingga faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya output yang diperoleh. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan disebut sebagai fungsi produksi. Fungsi produksi menyatakan keluaran maksimum yang dapat diproduksi dengan sejumlah masukan tertentu atau jumlah minimum masukan yang diperlukan untuk memproduksi satu tingkat keluaran tertentu. Soekartawi et al (2011) menyatakan bahwa fungsi produksi yang sering digunakan ialah sebagai berikut: Y = f (X1,X2,X3,,Xm) Dimana : Y = Output yang dihasilkan x = Input yang digunakan Penggunaan fungsi produksi ini akan membantu para pengambil keputusan produksi, untuk mengetahui bagaimana mengolah faktor-faktor produksi secara optimal, sehingga menghasilkan produksi yang juga optimal. Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang semakin menurun (law of diminishing return). Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan masukan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang. Pada Gambar 3 dijelaskan mengenai hubungan fungsi produksi antara satu output dengan satu input. Dalam mengetahui bagaimana kombinasi penggunaan input yang optimal untuk menghasilkan output tertentu perlu informasi tentang Total Product (TP), Marginal Product (MP), dan Average Product ( AP). Produk total (TP) merupakan jumlah output yang dihasilkan dimana besarnya output tergantung dari penggunaan input yang bersinergi satu sama lain dalam menghasilkan produksi. Produk Marginal (MP) merupakan perubahan dalam keluaran untuk setiap perubahan satu unit dalam faktor tersebut, dengan mempertahankan masukan-masukan lainnya tetap konstan. Produk rata-rata adalah rata-rata produksi atau output yang dihasilkan dengan penggunaan input tertentu sesuai dengan fungsi produksi. Fungsi produksi tersebut dibagi menjadi tiga daerah dimana daerah I yang berada di sebelah kiri titik AP maksimum merupakan daerah tidak rasional karena belum mencapai keuntungan maksimum sehingga seharusnya input masih bisa terus ditingkatkan, dengan nilai Ep > 1. Daerah II yang berada di antara AP maksimum dan MP = 0 merupakan daerah rasional karena pada tingkat tertentu

28 12 penggunaan faktor produksi pada daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, dengan nilai Ep antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1). Daerah III berada di sebelah kanan MP = 0 termasuk daerah tidak rasional karena setiap penambahan faktor produksi akan menurunkan output yang dihasilkan (Suratiyah 2011). Gambar 3 Hubungan antara faktor produksi X dengan jumlah produksi Y Sumber: Suratiyah (2011) Di antara fungsi produksi yang umum dibahas dan dipakai oleh para peneliti adalah fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi 2002). Fungsi Cobb- Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut sebagai variabel dependen yaitu yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen yaitu yang menjelaskan (X). Menurut Soekartawi (2002), ada beberapa alasan menggunakan fungsi Cobb- Douglas, yaitu penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain karna fungsi ini dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear. Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb-Douglas ini, diantaranya : tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena logaritma dari bilangan nol adalah suatu

29 13 bilangan yang besarnya tidak diketahui, tidak ada perbedaan teknologi, perbedaan lokasi pada fungsi produksi seperti iklim, sudah tercakup pada faktor kesalahan (disturbance term). Secara matematik, fungsi dari Cobb-Douglas dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut: Y = ax1 b1 X2 b2 Xi bi...xn bn e u Dimana : Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a = Konstanta bi = Koefisien dugaan u = kesalahan ( disturbance term) e = logaritma natural, e = 2,718 Selain itu, alasan lain menggunakan fungsi Cobb-Douglas adalah hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus akan menunjukkan besaran elastisitas, dimana besaran elastisitas ini dapat menunjukkan tingkat besaran return to scale. Return to scale digunakan untuk mengetahui apakah skala hasil mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing returns to scale. Decreasing returns to scale yaitu kondisi dimana proporsi penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Constant returns to scale yaitu penambahan masukan produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Increasing returns to scale kondisi dimana proporsi penambahan masukan produksi akan menghasilkan proporsi penambahan produksi yang lebih besar. Dalam hal ini berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi produksi Cobb- Douglas adalah keadaan hukum kenaikan yang semakin berkurang atau law of diminishing returns untuk setiap penggunaan input, sehingga informasi informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk melakukan upaya agar setiap penambahan masukan produksi dapat menghasilkan tambahan produksi yang lebih besar. Teori Risiko Menurut Robison and Barry (1987), risiko merupakan suatu kejadian yang merugikan yang dihadapi oleh pengambil keputusan dan peluang kejadian dapat diukur. Konsep mengenai risiko sering muncul bersama dengan konsep ketidakpastian. Secara umum risiko dan ketidakpastian merupakan satu kesatuan dalam penggunaannya sehari-hari namun keduanya memiliki perbedaan. Perbedaan mendasar dari kedua konsep ini adalah ketidakpastian tidak dapat diukur seperti risiko. Harwood et al (1999) menjelaskan mengenai sumber-sumber risiko dalam pertanian. Terdapat lima jenis sumber risiko yang dijelaskan, yaitu: 1. Risiko hasil atau produksi pertanian, terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai peristiwa yang tidak dapat dikendalikan yang sering berhubungan dengan cuaca, termasuk curah hujan yang terlalu sedikit atau bahkan berlebihan, suhu ekstrim, serta serangan hama maupun penyakit. 2. Risiko harga atau pasar, mencerminkan risiko yang terkait dengan perubahan dalam harga output maupun input yang mungkin terjadi setelah petani memutuskan untuk melakukan proses usahatani. Risiko pasar sangat

30 14 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kondisi permintaan dan penawaran di pasar. Kondisi permintaan atau penawaran tersebut akan memengaruhi harga jual yang juga akan memengaruhi tingkat pendapatan yang akan diperoleh petani. 3. Risiko kelembagaan, terjadi karena adanya perubahan kebijakan dan peraturan yang memengaruhi bidang pertanian. Jenis risiko umumnya dinyatakan sebagai kendala produksi yang tidak terduga atau adanya perubahan harga input dan output. Misalnya, perubahan dalam peraturan pemerintah tentang penggunaan pestisida untuk tanaman atau obat-obatan untuk peternakan yang dapat memengaruhi biaya produksi. 4. Risiko personal, petani juga merupakan salah satu penyebab terjadinya risiko atau dapat disebut juga risiko yang diakibatkan oleh manusia. Kejadiankejadian yang tidak terduga seperti kematian, kecelakaan, kesehatan dapat memengaruhi perusahaan. Kejadian tersebut dapat berpengaruh pada sistem kinerja pada perusahaan, seperti menurunnya produktivitas. Selain itu, adanya kelalaian manusia seperti kebakaran, kehilangan atau kerusakan, serta pencurian juga merupakan penyebab risiko yang dapat merugikan perusahaan. 5. Risiko keuangan, risiko ini dapat terjadi karena adanya peminjaman modal yang dilakukan oleh petani. Adanya pinjaman tersebut membuat petani harus menyisihkan pendapatannya untuk membayar hutang. Risiko ini terjadi ketika petani tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana perubahan suku bunga di masa yang akan datang, atau ketidaktahuan tentang sistem peminjaman yang ditawarkan, sehingga menjadi salah satu kendala dalam proses pembayaran. Salah satu risiko yang sering dihadapi petani adalah risiko produksi. Terjadinya risiko produksi dapat diidentifikasi dengan adanya fluktuasi pada produktivitas hasil. Hasil produksi yang berfluktuasi ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dalam menentukan risiko produksi dapat digunakan dengan berbagai pendekatan salah satunya dengan pendekatan fungsi produksi Just dan Pope (Robison and Barry 1987). Metode fungsi produksi Just dan Pope ini digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi pada produktivitas output. Dalam model risiko, beberapa input dapat menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi (risk reducing factors) dan faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors). Menurut Robison and Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional dan pemakaian peralatan atau mesin baru. Misalnya penggunaan pestisida dilakukan pada saat ada serangan hama dan penyakit pada tanaman, maka penggunaan pestisida tidak dilakukan. Sedangkan penggunaan benih dan pupuk menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors). Dalam kegiatan produksi, pupuk sangat diperlukan sehingga jika penggunaan pupuk terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan produksi yang tidak stabil. Fungsi produksi model Just dan Pope terdiri dari fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan fungsi produksi variance (variance production function). Fungsi produksi rata-rata ditunjukkan oleh f(x) dan fungsi variance ditunjukkan oleh h(x) ε. Secara matematis, persamaan model risiko produksi fungsi produksi just and pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison and Barry, 1987) :

31 15 Y = f( x, β) + h( x, θ) ε Dimana : Y = Produktivitas F = Fungsi produksi rata-rata. h = Fungsi produksi variance. x = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input) β,θ = Besaran yang akan diduga ε = error Menurut Ellis (1993), risiko merupakan situasi dimana probabilitas atau frekuensi yang diharapkan terjadi dari sejumlah kejadian telah diketahui. Jumlah seluruh kemungkinan sama dengan satu. Dengan demikian risiko dibatasi kemungkinan-kemungkinan yang digabungkan dengan kejadian dari satu peristiwa yang memengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian tidak berkaitan secara langsung dengan peluang atau probabilitas. Dikatakan ketidakpastian apabila pelaku usaha tidak memiliki data yang bisa dikembangkan untuk menyusun distribusi probabilitas akan timbulnya suatu kejadian. Keputusan pelaku usaha seringkali dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan. Pada kegiatan produksi usahatani, risiko merupakan peluang terjadinya suatu peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada Gambar 4 yang menunjukkan tiga respon yang berbeda dalam output dari penggunaan input. Pada Gambar 4 nilai Total Value Product (TVP) menggambarkan penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi. Kondisi TVP yang ditunjukkan berbeda-beda pada tiga kondisi, yaitu TVP pada penggunaan sejumlah input saat kondisi baik (TVP1), pada kondisi yang diharapkan (E(TVP)), dan pada kondisi buruk (TVP2). Kurva Total Cost (TC) bertujuan untuk memperlihatkan biaya pembelian input yang meningkat. Variasi pendapatan dipengaruhi oleh keputusan pengalokasian salah satu sumberdaya yang digunakan untuk produksi. Kurva dalam fungsi produksi tersebut mencerminkan dampak dari kondisi yang baik dan buruk terhadap respon output untuk berbagai tingkat penggunaan input. Terdapat tiga alternatif penggunan input yang ditunjukkan oleh X1, X2, XE yang terkait dengan risiko, yaitu : 1. Input yang digunakan sebanyak X1. Pada saat kondisi TVP1 terjadi yaitu dalam kondisi yang baik bagi petani, maka keuntungan terbesar yang diperoleh sebesar ab. Di sisi lain, jika TVP2 terjadi maka kerugian sebesar bj akan dialami petani. 2. Input yang digunakan sebanyak X2. Jika kondisi TVP1 terjadi maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh dan jika TVP2 terjadi maka petani tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut petani masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut (TVP > TC). 3. Input yang digunakan sebanyak XE. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Pada saat kondisi TVP2

32 16 terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami petani dan bukan merupakan kemungkinan kerugian terbesar. Total Value Product Y (Rp) f a TVP1 c g E(TVP) d e h i b j TC TVP2 X2 XE X1 Input X Keterangan : TVP1 = Total value product in good years TVP2 = Total value product in bad years E(TVP) = Expected total value product Gambar 4 Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Sumber : Ellis (1993) Pengaruh Risiko Terhadap Pendapatan Usahatani Penerimaan usahatani diperoleh dari perkalian antara harga output (Py) dengan jumlah yang diproduksi (Y). Secara matematis, total penerimaan atau total pendapatan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 2002) : Dimana : TR = Total penerimaan Y = Produksi yang dihasilkan dalam usahatani Py = Harga Y n = Jumlah tanaman yang diusahakan i = 1,2,3,,n

33 17 Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan diperhitungkan. Penerimaan tunai usahatani diperoleh dari nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Sedangkan penerimaan diperhitungkan ialah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, melainkan digunakan untuk konsumsi sendiri, hasil produksi yang disimpan, atau hasil produksi yang digunakan untuk input penanaman periode selanjutnya. Total penerimaan usahatani padi SRI dapat dihitung dengan menjumlahkan kedua komponen penerimaan tersebut. Kegiatan produksi tidak terlepas dari penggunaan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output dari kegiatan produksi tersebut. Biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahtani terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Pappas dan Hirschey (1995), biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya berapapun hasil produksi yang diperoleh dan tetap harus dibayar walaupun tidak berproduksi. Sedangkan biaya yang besar atau kecil nilainya dipengaruhi oleh produksi yang dilakukan disebut biaya variabel. Biaya untuk menghasilkan sejumlah produk tertentu disebut dengan biaya total (TC atau total cost). Biaya total merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total variable cost). Secara matematis biaya total (TC) dapat dirumuskan sebagai berikut : TC = TFC + TVC dimana : TC TFC TVC = Total Biaya = Total Biaya Tetap = Total Biaya Variabel Biaya (RP) TC TVC TFC Ouput Gambar 5 Hubungan antara output dan biaya Sumber : Soekartawi (2002)

34 18 Hubungan antara besarnya jumlah produksi yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan disebut dengan fungsi biaya. Berikut ini ditunjukkan grafik fungsi biaya pada Gambar 5. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani (Soekartawi et al. 2011). Secara matematis, pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut : Pd = TR-TC Dimana: Pd : pendapatan usahatani TR : total penerimaan TC : total biaya Kerangka Pemikiran Operasional Beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia mengindikasikan bahwa usahatani padi mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Dalam peningkatan jumlah produktivitas padi maka dilakukan suatu metode yang dinamakan metode SRI yang mampu membantu petani padi menghasilkan anakan padi yang lebih banyak. Adanya variasi produktivitas padi SRI dan kesenjangan produktivitas padi yang dihasilkan dengan produktivitas yang seharusnya pada budidaya padi metode SRI, mengindikasikan bahwa petani menghadapi risiko produksi. Variasi produktivitas dan kesenjangan produktivitas ini dipengaruhi oleh penggunaan input-input yang tidak tepat dan kondisi dari lingkungan. Kondisi lingkungan seperti adanya serangan hama dan penyakit dapat menurunkan hasil produksi petani. Selain itu, penggunaan input dapat mengurangi dan meningkatkan risiko produksi sehingga pengaruh penggunaan input menentukan ouput yang dihasilkan. Penggunaan input yang sesuai dengan dosis yang ditetapkan dapat meningkatkan produktivitas output yang dihasilkan. Hal ini akan berdampak pada pendapatan yang diterima oleh petani. Peningkatan pendapatan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan demikian, petani perlu mengetahui sumber-sumber yang menyebabkan adanya risiko produksi. Kebanyakan petani responden masih kurang peduli terhadap acuan penggunaan input-input produksi. Petani masih melakukan kegiatan budidaya berdasarkan pengetahuan turuntemurun dari orangtua serta penggunaan input biasanya disesuaikan petani dengan modal yang mereka miliki. Variasi produktivitas padi metode SRI yang dihasilkan petani di Desa Nagrak Utara akan menyebabkan pendapatan petani di desa tersebut juga bervariasi. Adanya risiko produksi yang dihadapi petani ini dapat memengaruhi penerimaan petani dalam usahatani padi metode SRI. Dalam hal ini langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengetahui adanya indikasi risiko produksi yang dihadapi petani dengan melihat adanya variasi produktivitas padi yang dihasilkan petani dan kesenjangan produktivitas padi yang dihasilkan dengan produktivitas yang seharusnya. Variasi dan kesenjangan produktivitas ini mengindikasikan terdapat risiko produksi dalam menguasahakan padi metode SRI.

35 19 - Adanya kesenjangan produktivitas antara produktivitas yang seharusnya pada usahatani padi metode SRI dengan produktivitas yang dihasilkan petani - Adanya variasi produktivitas padi metode System of Rice Intensification (SRI) oleh petani di Desa Nagrak Utara Penggunaan faktor-faktor produksi 1. Bibit 2. Pupuk kandang 3. Pupuk petorganik 4. Urea 5. Phonska 6. Pestisida cair 7. Tenaga Kerja Sumber risiko eksternal 1. Musim 2. Hama dan Penyakit Risiko Produksi Padi metode SRI di Desa Nagrak Utara Harga output Penerimaan Usahatani Padi SRI Pengeluaran Usahatani Padi SRI Harga input PendapatanUsahatani Padi metode SRI Probability Expected Return Keterangan : : Batasan ruang lingkup penelitian Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Risiko Produksi Padi SRI di Desa Nagrak Utara Selanjutnya dianalisis faktor apa saja penyebab terjadinya risiko produksi, baik faktor eksternal seperti kondisi lingkungan oleh serangan hama dan penyakit maupun faktor internal penggunaan input atau faktor produksi. Pengukuran risiko dilakukan dengan menggunakan model risiko produksi Just and Pope dengan pendekatan fungsi produksi rata-rata dan fungsi variance error. Dengan analisis risiko tersebut akan diketahui faktor produksi mana yang menimbulkan risiko dan pengurang risiko. Dalam melihat pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani,

36 20 maka menggunakan perhitungan expected return dengan asumsi bahwa nilai probabilitas diasumsikan sama karena data yang digunakan adalah data cross section. Dengan demikian hasil dari expected return merupakan rata-rata pendapatan petani responden. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah mengenai analisis risiko produksi padi dengan metode SRI di Desa Nagrak Utara Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa Nagrak Utara merupakan salah satu desa yang memproduksi padi dengan metode SRI di Kecamatan Nagrak. Selain itu, Desa Nagrak Utara memiliki luas lahan persawahan terbesar dibanding dengan desa lainnya di Kecamatan Nagrak, ditambah desa ini secara keseluruhan persawahannya dengan irigasi teknis sehingq1q1222ga mendukung untuk membudidayakan tanaman padi. Menurut BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) Kecamatan Nagrak, padi menjadi komoditas utama di Desa Nagrak Utara. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai April Pertimbangan lain pemilihan lokasi tersebut karena petani di Desa Nagrak Utara menghadapi kondisi dimana produktivitas padi bervariasi diantara petani. Variasi produktivitas ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi petani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian. Sumber atau objek penelitian pada penelitian ini di antaranya petani yang menanam padi metode SRI, penyuluhan pertanian, dan berbagai instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. Data primer dikumpulkan dengan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan pihak petani yang dijadikan sebagai responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder ialah data yang sudah ada atau diterbitkan namun bukan untuk tujuan penelitian para peneliti, biasanya harus diolah lebih lanjut untuk disesuaikan dengan kebutuhan para peneliti. Data sekunder pada penelitian ini diantaranya literatur pada instansi-instansi terkait yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Badan pelaksana penyuluhan pertanian dan kehutanan, literatur penelitian terdahulu dari perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, buku, jurnal, penelusuran melalui internet.

37 21 Metode Pengambilan Sampel Sampel yang dipilih pada penelitian ini adalah petani-petani yang menanam padi dengan metode SRI (System of Rice Intensification) di Desa Nagrak Utara. Pada Desa Nagrak Utara, sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani dan paling banyak mengusahakan tanaman padi (BP3K Kecamatan Nagrak). Metode penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan nonprobability sampling, karena terbatasnya informasi atau data populasi petani yang menanam padi dengan metode SRI. Penarikan sampel dilakukan secara purposive dimana cara penarikan sampel yaitu dengan memilih responden berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Metode purposive dilakukan dengan beberapa pertimbangan kriteria, diantaranya adalah petani-petani yang menanam padi di Desa Nagrak Utara dengan metode System of Rice Intensification (SRI) dan melakukan proses panen dari bulan Desember 2015 sampai dengan Maret Jumlah sampel yang diambil ditentukan sebanyak 35 orang untuk memenuhi aturan umum secara stastistik, yaitu lebih dari 30 orang karena sudah terdistribusi normal. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data akan dilakukan melalui wawancara dan diskusi. Wawancara dan diskusi dilakukan kepada pihak-pihak terkait untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum lokasi penelitian, proses kegiatan teknis, sumber risiko, dan keterangan lain yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh dari responden pada penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mengetahui pendeskripsian mengenai gambaran umum objek yang diteliti. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis risiko produksi yaitu menganalisis faktor-faktor produksi yang memengaruhi produktivitas dan varians (risiko) produksi padi metode SRI. Pengolahan data secara kuantitatif akan menggunakan alat bantu kalkulator, Microsoft Exel 2013, dan SPSS 21. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif akan dilakukan dengan menggunakan metode diskusi dan wawancara. Analisis deskriptif pada penelitian ini akan menjelaskan mengenai karakteristik petani responden seperti umur, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan petani, dan hal-hal lainnya. Analisis deskriptif juga akan digunakan untuk menganalisis penggunaan input untuk produksi padi SRI, proses usahatani padi SRI, dan harga jualnya.

38 22 Analisis Risiko Produksi Analisis risiko produksi pada penelitian ini dilakukan menggunakan model Just and Pope. Model Just and Pope digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas dan risiko produksi. Faktor-faktor produksi yang diduga memengaruhi produktivitas dan risiko produksi padi SRI diantaranya bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik, urea, phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja. Model Risiko Produksi Just and Pope Analisis risiko produksi dalam model Just and Pope diperoleh dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi rata-rata dan fungsi variance produktivitas. Dalam fungsi produksi Just dan Pope melibatkan masuknya kesalahan istilah (error) ke dalam fungsi produksi untuk menggambarkan pengaruh faktor tak terkendali seperti inefisiensi teknis, cuaca, dan lainnya dalam produksi. Masuknya kesalahan istilah (error) ke dalam fungsi produksi akan menunjukkan variabilitas bahwa dalam output juga dijelaskan oleh tingkat input yang digunakan. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi dalam bentuk logaritma natural. Model fungsi produksi Just and Pope yang digambarkan oleh fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitasnya dapat ditulis sebagai berikut: Fungsi Produktivitas Rata-Rata: LnYi = β0 + β1lnx1i + β2lnx2i + β3lnx3i + β4lnx4i + β5lnx5i + β6lnx6i + β7lnx7i + ε Fungsi Variance Produktivitas : Lnσ²Yi = θ0 + θ1lnx1i + θ2lnx2i + θ3lnx3i + θ4lnx4i + θ5lnx5i + θ6lnx6i +θ7lnx7i + ε Variance Produktivitas : σ²yi = ( Yi - Yi )² Dimana: Y Yi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 σ²y ε i β1,β2,...,β7 θ3,θ4,...,θ7 = Produktivitas Padi SRI aktual (kg/ha) = Produktivitas rata-rata Padi SRI (kg/ha) = Jumlah penggunaan bibit per musim tanam (kg/ ha) = Jumlah penggunaan pupuk kandang per musim tanam (kg/ ha) = Jumlah penggunaan pupuk petroganik per musim tanam (kg/ ha) = Jumlah penggunaan Urea per musim tanam (kg/ ha) = Jumlah penggunaan Phonska per musim tanam (kg/ ha) = Jumlah penggunaan pestisida cair per musim tanam (ml/ ha) = Jumlah tenaga kerja per musim tanam (HOK/ ha) = Variance produktivitas padi SRI = error = Petani responden = Koefisien parameter dugaan X1, X2,..., X7 = Koefisien parameter dugaan X1, X2,..., X7 Hipotesis dari fungsi produktivitas rata-rata padi SRI a Bibit (X1) β1 > 0, artinya semakin banyak bibit yang digunakan dalam proses produksi maka akan meningkatkan produktivitas padi metode SRI

39 23 b c d e f g Pupuk Kandang (X2) β2 > 0, artinya semakin banyak penggunaan pupuk kandang dalam proses produksi maka akan meningkatkan produktivitas padi metode SRI Pupuk petroganik (X3) β3 > 0, artinya semakin banyak penggunaan pupuk petroganik dalam proses produksi maka akan meningkatkan produktivitas padi metode SRI Urea (X4) β4 > 0, artinya semakin banyak penggunaan pupuk urea dalam proses produksi maka akan meningkatkan produktivitas padi metode SRI Phonska (X5) Β5 > 0, artinya semakin banyak penggunaan pupuk phonska dalam proses produksi maka akan meningkatkan produktivitas padi metode SRI Pestisida Cair (X6) Β6 > 0, artinya semakin banyak penggunaan pestisida cair dalam proses produksi maka akan meningkatkan produktivitas padi SRI Tenaga Kerja (X7) Β7 > 0, artinya semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi maka akan meningkatkan produktivitas padi SRI Hipotesis dari fungsi variance produktivitas padi SRI : Penggunaan faktor produksi tidak semua berpengaruh positif terhadap variance produktivitas padi SRI. Berikut ini hipotesis dari fungsi variance produktivitas padi SRI : a. Bibit (X1) θ1 > 0, artinya semakin banyak bibit padi metode SRI yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas padi semakin meningkat, sehingga bibit dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors). b. Pupuk Kandang (X2) θ2 > 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas padi metode SRI semakin meningkat, sehingga pupuk kandang dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors). c. Pupuk petroganik (X3) θ3 > 0, artinya semakin banyak pupuk petroganik yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas padi metode SRI semakin meningkat, sehingga pupuk petroganik dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors). d. Urea (X4) θ4 > 0, artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas padi metode SRI semakin meningkat, sehingga pupuk urea dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors). e. Phonska (X5) θ5 > 0, artinya semakin banyak pupuk phonska yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas padi metode SRI semakin meningkat,

40 24 sehingga pupuk phonska dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors). f. Pestisida Cair (X6) θ6 < 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas padi metode SRI akan menurun, sehingga pestisida cair dikategorikan sebagai faktor yang mengurangi risiko (risk reducing factors). g. Tenaga Kerja (X7) θ7 < 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas padi SRI akan menurun, sehingga tenaga kerja dikategorikan sebagai faktor yang mengurangi risiko (risk reducing factors). Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas merupakan salah satu bagian dari uji persyaratan analisis data atau uji asumsi klasik, sehingga sebelum melakukan analisis yang sesungguhnya, data pnelitian harus di uji kenormalan distribusinya. Data yang baik adalah data yang normal dalam pendistribusiannya. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka data tersebut berdistribusi normal dan sebaliknya. 2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas karena model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi antar variabel bebas. Jika terjadi korelasi yang kuat di antara variabel independen, masalah multikolinearitas akan muncul. Artinya hasil estimasi dari koefisien menjadi tidak valid (Rosadi 2010). Salah satu ukuran yang digunakan untuk melihat adanya multikolinearitas antarvariabel independen adalah Variance Infaltion Factor (VIF). Dimana: Rxj 2 = Koefisien determinasi dari model regresi antara variabel dependent Xj dan variabel X lainnya sebagai variabel independent. Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas. Menurut Rosadi (2010), penyelesaian masalah multikolinearitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: (1) menambah lebih banyak observasi, (2) mengeluarkan salah satu variabel yang memiliki hubungan korelasi yang kuat, (3) mentrasformasikan variabel independen dengan mengkombinasikan variabel-variabel independen ke dalam satu indeks, dan (4) melakukan analisis regresi Bayesian atau regresi ridge. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi di antara komponen error pada periode waktu

41 25 tertentu dengan komponen error pada periode waktu sebelumnya. Untuk menguji adanya autokorelasi pada model dapat dilakukan dengan penyajian grafis dan uji Durbin-Watson (DW) yaitu dengan membandingkan DW statistik dengan DW tabel (Gujarati 1991). Uji DW d statistik menggunakan rumus sebagai berikut: Dimana : d = nilai uji DW d statisik ε = nilai error Apabila nilai d sama dengan nol, maka terdapat autokorelasi positif sempurna, akan tetapi apabila nilai d sama dengan empat, maka terdapat autokorelasi negatif sempurna. Nilai d sama dengan dua menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi. Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa batas d adalah nol dan empat. Menolak Ho Bukti autokorelasi positif Menerima Ho Tidak ada autokorelasi Menolak Ho Bukti autokorelasi negatif 0 dl du 2 4-du 4-dL 4 Daerah keragu-raguan Daerah keragu-raguan Gambar 7 Statistik d Durbin-Watson Sumber : Gujarati (2006) 4. Uji Heteroskedastisitas Heterokesdastisitas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain atau untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Cara memprediksi ada tidaknya heterokesdastisitas pada suatu model dapat dilihat dari plot gambar scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi linear berganda tidak terdapat heterokesdastisitas apabila : (1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. (2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. (3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar

42 26 kemudian menyempit dan melebar kembali. (4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat koefisien determinasi (R²), uji signifikansi model dugaan, dan uji signifikansi variabel. 1. Koefisien Determinasi (R²) Koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengetahui tingkat kesesuaian (goodness of fit) model dugaan. Goodness of fit menunjukkan ketepatan data aktual dengan data ramalannya. Nilai koefisien determinasi (R²) menunjukkan seberapa besar keragaan variabel dependent dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independent. Nilai yang semakin tinggi pada koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan model yang digunakan semakin baik, nilai error pada model semakin kecil (Gujarati 1991). 2. Uji signifikansi model dugaan Uji signifikansi model dugaan dilakukan untuk melihat nyata atau tidak nyatanya pengaruh variabel independent yang digunakan terhadap variabel dependent. Uji signifikansi model dugaan dilakukan dengan menggunakan uji F. Adapun prosedur pengujiannya sebagai berikut: a. Hipotesis Pengujian hipotesis produktivitas rata-rata : H0 : βi = 0, i = 1,2,3,.7 H1 : ada salah satu βi yang 0 Pengujian hipotesis varians produktivitas: H0 : θi = 0, i = 1,2,3,.7 H1 : ada salah satu θi yang 0 b. Statistik Uji F Uji F hitung dapat dirumuskan sebagai berikut (Gujarati 1991) : Dimana: R² = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel c. Kriteria uji Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai sebaran Ftabel, dengan kriteria: Fhitung> F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0 Fhitung < F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0 Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria: p-value < α, maka tolak H0 p-value > α, maka terima H0

43 27 Jika Fhitung > F(k-1, n-k) atau p-value < α maka variabel independent mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependent pada taraf nyata α,, dan sebaliknya. 3. Uji signifikansi variabel Uji signifikansi variabel dilakukan untuk mengetahui variabel independent yang memengaruhi variabel dependent. Uji signifikansi variabel dapat dilakukan dengan uji t. Adapun prosedur pengujiannya sebagai berikut: a. Hipotesis Pengujian hipotesis fungsi produktivitas rata-rata : H0 : βi = 0, i = 1,2,3,.6 H1 : βi 0 Pengujian hipotesis varians produktivitas: H0 : θi = 0, i = 1,2,3,.6 H1 : θi 0 b. Statistik Uji t Uji t hitung dapat dirumuskan sebagai berikut (Gujarati 1991) : Dimana: bi = Koefisien determinasi untuk variabel Xi c. Kriteria uji Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai sebaran ttabel, dengan kriteria: thitung> ttabel pada taraf nyata α, maka tolak H0 thitung< ttabel pada taraf nyata α, maka terima H0 Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria: p-value < α, maka tolak H0 p-value > α, maka terima H0 Jika thitung> ttabel atau p-value < α maka variabel independent mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependent pada taraf nyata α, dan sebaliknya. Definisi Operasional dan Asumsi a. Produktivitas (Y) adalah jumlah total panen padi metode SRI yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. b. Bibit (X1) adalah jumlah bibit yang digunakan untuk memproduksi padi metode SRI yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam. c. Pupuk kandang (X2) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan untuk melakukan proses usahatani padi metode SRI yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. d. Pupuk petroganik (X3) adalah jumlah pupuk petroganik yang digunakan untuk melakukan proses usahatani padi metode SRI yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam.

44 28 e. Urea (X4) adalah jumlah pupuk urea yang digunakan untuk melakukan proses usahatani padi metode SRI yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. f. Phonska (X5) adalah jumlah pupuk phonska yang digunakan untuk melakukan usahatani padi SRI dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. g. Pestisida Cair (X6) adalah jumlah pestisida cair yang digunakan untuk melakukan proses usahatani padi metode SRI yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. h. Tenaga kerja (X7) adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan proses usahatani padi SRI yang dihitung dalam satuan HOK per hektar selama satu periode tanam. Pengaruh Risiko Terhadap Pendapatan Usahatani Adanya risiko produksi yang dihadapi petani dapat menimbulkan variasi pendapatan yang diperoleh petani. Dengan demikian dilakukan perhitungan expected return untuk melihat return yang diharapkan dari kegiatan usahatani padi metode SRI yang dilakukan petani. Mustakini (2003) mengemukakan bahwa risiko pada dasarnya merupakan penyimpangan tingkat keuntungan yang diperoleh dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Perhitungan hasil yang diharapkan dirumuskan sebagai berikut : E( R) n i 1 Ri. Pi Dimana : E(R) : expected return atau return yang diharapkan Ri : return ke-i yang mungkin terjadi Pi : probabilitas kejadian return ke-i n : banyaknya return yang mungkin terjadi Pada penelitian ini menggunakan data cross section sehingga nilai probabilitas diasumsikan sama. Adanya risiko produksi dapat menimbulkan perbedaan return yang diperoleh petani. return yang diperoleh petani diharapkan sesuai dengan hasil yang diharapkan atau melebihi return yang diharapkan. Perhitungan expected return akan menunjukkan seberapa besar return yang dihasilkan petani dari kegiatan usahataninya. Hasil perhitungan nilai expected return yang dihasilkan petani akan menunjukkan pendapatan rata-rata yang diperoleh oleh petani responden. Berikut ini penjabaran pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani dengan menhitung expected return dengan asumsi nilai probability sama : E( R) n i 1 Ri. Pi = (R1.P1 + R2.P2 + R3.P Rn.Pn) = (R1.1/35 + R2.1/35 + R3.1/ Rn.1/35) = 1/35 (R1 + R2 + R Rn ) = 1/n (R1 + R2 + R Rn )

45 29 Penerimaan diperoleh dari perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan ini terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan petani dengan nilai konstan tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi seperti sewa lahan, pajak, atau iuran irigasi. Sedangkan, biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan petani dimana besarnya biaya tergantung dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tunai merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam kegiatan usahatani padi SRI. Sedangkan, biaya yang diperhitungkan adalah nilai dari penggunaan faktor produksi yang tidak dinilai langsung dengan uang seperti nilai penggunaan faktor produksi tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan peralatan dan nilai modal yang tidak dihitung. Secara rinci perhitungan pendapatan dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3 Komponen pendapatan usahatani padi metode SRI Simbol Komponen Keterangan A Penerimaan tunai Harga x hasil panen yang dijual B Penerimaan yang diperhitungkan Harga x hasil panen yang dikonsumsi /disimpan C Total penerimaan A + B D Biaya tunai Biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) E Biaya yang diperhitungkan Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), penyusutan peralatan, nilai lahan sendiri atau nilai lahan dan pajak F Total biaya D + E G Pendapatan atas biaya tunai C D H Pendapatan atas biaya total C F Sumber : Soekartawi (2002) GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Karakteristik Wilayah Kecamatan Nagrak memiliki luas wilayah sebesar hektar yang terdiri dari sepuluh desa. Komoditas unggulan yang menjadi potensi di Kecamatan Nagrak yaitu padi, jagung manis, ubi kayu, caisin, mentimun, pisang, dan temulawak. Luas panen untuk komoditas padi di Kecamatan Nagrak lebih luas dibanding dengan jenis komoditas lain dan hasil produksi yang dihasilkan juga lebih tinggi. Namun produktivitas padi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan

46 30 dengan komoditas lainnya yang diusahakan di Kecamatan Nagrak. Secara rinci data potensi komoditas unggulan di Kecamatan Nagrak dapat ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Potensi komoditas unggulan di Kecamatan Nagrak tahun 2013 Komoditas utama Luas panen (ha) Produksi (Ton) Produktivitas (ton/ha) Padi Jagung Manis Ubi Kayu Mentimun Pisang Caisin Temulawak Jahe Merah Sumber : BP3K Kecamatan Nagrak 2014 (diolah) Salah satu desa dari sepuluh desa yang ada di Kecamatan Nagrak yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Desa Nagrak Utara. Desa Nagrak Utara merupakan desa yang memiliki luas lahan terluas untuk membudidayakan beberapa komoditas seperti padi, jagung manis, dan pisang (BP3K Kecamatan Nagrak). Desa Nagrak Utara terletak pada ketinggian 560 meter di atas permukaan laut dan memiliki topografi sebagian besar bergelombang dan berbukit, yaitu 45 persen bentuk wilayah bergelombang, 35 persen berbukit dan 20 persen bentuk wilayah datar. Rata-rata curah hujan pada Desa Nagrak Utara pada tahun 2015 yaitu sebesar mm dan suhu rata-rata C. Desa Nagrak Utara terdiri dari 8 dusun dengan 27 Rukun Warga (RW) dengan 67 Rukun Tetangga (RT). Luas wilayah Desa Nagrak Utara sebesar hektar, yang penggunaan lahannya terdiri dari persawahan, tegalan atau ladang, pemukiman, kolam, dan lain-lain (Desa Nagrak Utara 2015). Penggunaan lahan di Desa Nagrak Utara dapat ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Luas wilayah berdasarkan penggunaannya di Desa Nagrak Utara Tahun 2015 No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Persawahan a. Irigasi Teknis b. Irigasi ½ teknis c. Tadah hujan Tegalan/ ladang Pemukiman Kehutanan Kolam Lain-lain Total Sumber : Desa Nagrak Utara (2016)

47 31 Berdasarkan Tabel 5, penggunaan lahan terbesar digunakan untuk tegalan atau ladang yaitu sebesar persen. Lahan tegalan tersebut berpotensi untuk kegiatan usahatani padi gogo, palawija, dan tanaman hortikultura. Penggunaan lahan untuk persawahan di Desa Nagrak Utara sebesar persen. Area persawahan biasanya terbagi menjadi tiga yaitu sawah dengan irigasi teknis, sawah dengan irigasi setengah teknis dan sawah tadah hujan. Dari sepuluh desa yang ada di Kecamatan Nagrak, hanya Desa Nagrak Utara yang sawahnya keseluruhan dengan irigasi teknis selain sawah tadah hujan, karena sembilan desa lainnya, sawahnya tidak dengan irigasi teknis namun sawah dengan irigasi setengah teknis. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Nagrak Utara mempunyai lahan sawah berpengairan baik yang sangat mendukung kegiatan usahatani padi. Dari total lahan untuk persawahan sebesar hektar, penggunaan lahan untuk sawah dengan irigasi teknis sebesar hektar dan sawah tadah hujan hektar (Desa Nagrak Utara 2016). Keadaan Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Desa Nagrak Utara berjumlah jiwa, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jumlah kepala keluarga (KK) di desa ini yaitu KK, yang terdiri dari KK tani dan KK non tani (Desa Nagrak Utara 2016). Mata pencarian penduduk Desa Nagrak Utara cukup beragam mulai dari sektor pertanian, buruh swasta dan karyawan, pedang, peternak, daan lain sebagainya. Distribusi penduduk Desa Nagrak Utara berdasarkan mata pencahariannya ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Distribusi penduduk Desa Nagrak Utara berdasarkan jenis pekerjaan pada Tahun 2015 No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani Buruh Tani Buruh swasta/ Karyawan PNS TNI/Polri Industri Kerajinan Pedagang Aparat desa Peternak Pembudidaya ikan Lainnya Jumlah Sumber : Desa Nagrak Utara (2016) Pada Tabel 6 ditunjukkan bahwa penduduk di Desa Nagrak Utara lebih banyak bekerja sebagai petani yaitu sebesar persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan

48 32 sektor yang paling diminati penduduk Desa Nagrak Utara. Selain itu, besarnya potensi pertanian di Desa Nagrak Utara menjadi salah satu penyebab masyarakat banyak yang memilih untuk bertani maupun menjadi buruh tani. Penduduk yang bekerja sebagai buruh tani di Desa Nagrak Utara sebesar persen. Penduduk yang bekerja sebagai buruh tani pada umumnya adalah penduduk yang tidak memiliki lahan sendiri sehingga mereka menjadi buruh tani untuk orang lain. Jenis pekerjaan lain yang menjadi urutan kedua terbesar di Desa Nagrak utara yaitu sebagai buruh swasta atau karyawan. Banyak penduduk di Desa Nagrak Utara setelah lulus dari sekolah lebih memilih untuk bekerja sebagai buruh maupun karyawan di pabrik maupun perusahaan. Kebanyakan dari penduduk yang memilih untuk bekerja sebagai buruh swasta atau karyawan adalah penduduk yang masih muda sehingga tenaga kerja untuk pertanian sangat jarang yang masih berusia muda dan kebanyakan adalah orangtua. Hal ini menunjukkan bahwa ketertarikan generasi muda terhadap pertanian masih kurang. Tingkat pendidikan di Desa Nagrak Utara masih sangat rendah. Pada Tabel 7 ditunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi masih didominasi oleh lulusan SMP yaitu sebesar persen. Terbesar kedua merupakan masyarakat yang pernah masuk sekolah dasar namun tidak sampai tamat yaitu sebesar persen. Sementara persentase masyarakat yang tamat dari perguruan tinggi lebih kecil dibandingkan dengan yang lainnya, yaitu hanya 4.11 persen. Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan banyak masyarakat yang susah untuk mengikuti perkembangan pertanian seperti kurang menerima perubahan adanya teknologi baru dalam kegiatan pertanian. Distribusi penduduk Desa Nagrak Utara berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Distribusi penduduk Desa Nagrak Utara berdasarkan tingkat pendidikan pada Tahun 2015 No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah Tidak tamat SD Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat Perguruan Tinggi Jumlah Sumber : Desa Nagrak Utara (2016) Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang dan mendukung kegiatan sehari-hari. Terdapat sarana dan prasarana di Desa Nagrak Utara yang membantu kelancaran segala kegiatan di desa tersebut, salah satunya sarana transportasi yaitu kendaraan angkutan desa yang digunakan masyarakat menuju Desa Nagrak Utara dan juga kendaraan ojek. Kondisi jalan raya sudah cukup baik dengan aspal, meskipun beberapa masih ditemukan jalan yang rusak dan masih berbatu.

49 33 Desa Nagrak Utara selain memiliki sarana transportasi, terdapat sarana dan prasarana lainnya seperti prasarana pendidikan yaitu sekolah PAUD dan TK yang berjumlah 15 sekolah, SD/MI sebanyak dua sekolah, DTA sebanyak sembilan sekolah, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak dua sekolah, dan Sekolah Menengah Atas sebanyak satu sekolah. Selain itu, Desa Nagrak Utara juga menyediakan prasarana keagamaan yaitu sebanyak 30 masjid, 31 mushola, sembilan madrasah, dan prasarana pemerintahan berupa kantor desa, serta prasarana olahraga berupa gedung olahraga yang mendukung kelancaran kegiatan organisasi keolahragaan yang ada di Desa Nagrak Utara. Prasarana kesehatan berupa puskesmas dan posyandu yang didukung oleh tenaga kesehatan seperti dokter umum, bidan, dan dukun bersalin. Desa Nagrak Utara juga memiliki sarana irigasi dan enam mata air yang bisa digunakan sebagai sumber mata air bersih, maupun sumber air untuk pertanian, serta terdapat tiga sungai dan dua selokan (Desa Nagrak Utara 2016). Kondisi Pertanian Desa Nagrak Utara Desa Nagrak Utara memiliki potensi yang baik untuk kegiatan pertanian. Selain didukung oleh keadaan geografis yang sesuai untuk kegiatan pertanian, juga dilihat dari penggunaan lahannya, dimana sebanyak persen dari total penggunaan lahan digunakan untuk kegiatan persawahan dan sebanyak persen untuk tegalan atau ladang yang mendukung kegiatan budidaya hortikultura maupun palawija. Selain itu, potensi pertanian ini juga dapat dilihat dari banyaknya petani yang bermata pencarian sebagai petani, buruh tani, peternak, maupun pembudidaya ikan yaitu sebesar persen dari jumlah penduduk yang bekerja (Desa Nagrak Utara 2016). Kemajuan Desa Nagrak Utara pada sektor pertanian dapat dilihat dari status kegiatan pertanian yang beriorientasi pada kegiatan komersial, dimana para petani telah menjual sebagian besar dari hasil pertanian untuk memperoleh keuntungan dan sebagian kecil mereka gunakan untuk konsumsi sehari-hari. Hasil pertanian utama yang dihasilkan di Desa Nagrak Utara untuk tanaman pangan yaitu padi, jagung manis, dan ubi kayu, sedangkan untuk hortikultura yaitu caisin, mentimun, pisang, dan temulawak (BP3K Kecamatan Nagrak 2016). Petani di Desa Nagrak Utara banyak menggunakan tenaga kerja manusia, meskipun untuk pembajakan lahan sawah beberapa petani sudah menggunakan alat modern seperti traktor. Selain itu, para petani sudah melakukan sistem rotasi tanaman untuk satu lahan yang sama pada lahan tegalan/ladang, sehingga dalam satu tahun petani menanam komoditas yang berbeda-beda. Selain melakukan rotasi tanaman, petani juga melakukan tumpang sari dan tumpang gilir pada lahan pertanian tegalan/ladang untuk mendapatkan hasil panen yang lebih banyak dan mengurangi adanya kegagalan panen. Namun untuk lahan persawahan, sebagian besar petani hanya menanam padi dalam setahun. Dalam setahun petani dapat menanam padi sebanyak tiga musim tanam.

50 34 Karakteristik Petani Responden Petani responden dalam penelitian ini merupakan petani yang menanam padi dengan metode SRI yang ada di Desa Nagrak Utara. Petani responden berjumlah 35 orang. Karakteristik petani responden yang ditunjukkan pada penelitian ini ialah umur petani responden, tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman bertani, pengalaman bertani padi metode SRI, status kepemilikan lahan, luas lahan, lokasi lahan, pola tanam, dan sistem pemasaran. Umur Petani responden Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden yang ada di Desa Nagrak Utara, menunjukkan bahwa petani responden dalam penelitian ini memiliki umur yang beragam antara 20 sampai 80 tahun. Persentase umur yang paling tinggi yaitu pada kelompok umur antara 50 sampai 59 tahun yaitu sebesar persen. Sedangkan persentase umur yang terendah berada pada umur antara 20 sampai 29 tahun yaitu sebesar 2.86 persen. Sebaran umur petani responden ditunjukkan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 ditunjukkan bahwa persentase sebaran umur paling banyak pada usia tahun, sementara persentasi sebaran umur paling sedikit pada usia tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih sedikit angkatan kerja yang berada pada usia produktif yang tertarik bekerja sebagai petani. Kebanyakan angkatan kerja pada usia di bawah 30 tahun, memilih untuk bekerja di kota-kota besar sebagai buruh atau karyawan swasta. Padahal angkatan kerja dengan usia produktif sangat dibutuhkan dalam bertani karena secara fisik masih baik dan memiliki semangat serta tanggungjawab yang kuat dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Dibanding dengan angkatan kerja yang berada pada usia diatas 50 tahun, kemampuan fisiknya sudah berkurang dan biasanya lebih mudah lelah. Namun, petani responden di Desa Nagrak Utara masih didominasi oleh petani dengan usia tahun serta usia diatas 60 tahun. Petani responden pada rentang usia ini sudah bekerja sebagai petani sejak masih remaja dan masih bertahan menjadi petani sampai usia tua. Tabel 8 Karakteristik petani responden di Desa Nagrak Utara berdasarkan umur No Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) Total Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat pendidikan petani responden yang ada di Desa Nagrak Utara sebagian besar adalah lulusan sekolah dasar dengan jumlah persentase 60 persen. Petani responden dengan lulusan SD memilih tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dengan berbagai alasan, salah satunya alasan finansial. Setelah lulus sekolah dasar, petani tersebut memilih untuk membantu orangtuanya bertani dibanding dengan melanjutkan pendidikan. Selain itu, beberapa petani

51 35 juga ada yang tidak tamat sekolah dasar yaitu sebesar persen. Sebaran tingkat pendidikan petani responden dapat ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9 Tingkat pendidikan petani responden di Desa Nagrak Utara No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak tamat SD Tamat SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi Total Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa persentasi terkecil sebaran tingkat pendidikan petani responden di Desa Nagrak Utara adalah lulusan perguruan tinggi sebesar 2.86 persen atau hanya satu orang dari jumlah petani responden. Lulusan perguruan tinggi sangat jarang ditemukan yang bekerja sebagai petani, kebanyakan meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan diluar bertani. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap cara berfikir petani dalam penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Pada umumnya, petani dengan pendidikan yang terbatas kurang menerima adanya perubahan teknologi dan kebanyakan melakukan kegiatan tani berdasarkan kebiasaan yang sudah lama mereka lakukan atau turun-temurun. Dibanding dengan petani dengan pendidikan yang tinggi, lebih terbuka menerima sesuatu yang baru dan mengaplikasikan ilmu yang mereka peroleh dalam kegiatan bertani. Namun, tidak berarti petani dengan pendidikan yang rendah kalah bersaing dengan petani yang memiliki pendidikan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat juga dari pengalaman petani yang sudah lama melakukan budidaya tanaman padi sehingga mereka bisa jadi lebih unggul dibanding petani yang berpendidikan tinggi tapi masih sedikit pengalaman. Status Usahatani Petani responden yang ada di Desa Nagrak Utara tidak semua menjadikan usahatani sebagai pekerjaaan utamanya. Dari 35 orang jumlah petani responden, persen menjadikan usahatani sebagai pekerjaan utamanya dan persen sebagai pekerjaan sampingan. Petani yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan utamanya adalah petani yang melakukan kegiatan usahatani sebagai yang utama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Petani tersebut memanfaatkan lahan yang dimiliki sendiri maupun lahan sewa. Sedangkan petani yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan sampingan adalah kebanyakan petani yang memiliki lahan terbatas sehingga kegiatan usahatani tidak bisa dilakukan dengan maksimal. Selain itu, petani ini menilai ada pekerjaan lain selain usahatani yang lebih menguntungkan. Petani yang menjadikan usahatai sebagai pekerjaan sampingan kebanyakan bekerja sebagai pedagang. Pada Tabel 10 ditunjukkan sebaran status usahatani petani reponden di Desa Nagrak Utara.

52 36 Tabel 10 Status usahatani padi responden di Desa Nagrak Utara No Status Usahatani Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Utama Sampingan Total Pengalaman Bertani Secara Umum Petani Responden Pengalaman bertani menjadi sangat penting karena dapat menentukan suatu keberhasilan usahatani. Petani yang sudah berpengalaman dapat dilihat dari seberapa lama petani tersebut terjun dalam usahatani. Pengalaman menjadi sangat penting karena dari pengalaman tersebut, petani dapat belajar bagaimana mengatasi masalah yang dihadapi pada saat melakukan budidaya dan sudah paham dalam penggunaan faktor-faktor produksi karena sudah dilakukan turuntemurun. Petani responden yang ada di desa Nagrak Utara sebanyak persen memiliki pengalaman yang cukup lama dalam bertani yaitu lebih dari 30 tahun. Petani responden dengan pengalaman yang cukup lama tersebut, mempunyai pemahaman yang lebih baik dalam menangani setiap risiko yang ada. Sementara persentase terkecil pengalaman petani dalam melakukan usahatani secara umum yaitu antara enam hingga sepuluh tahun sebesar persen. Pengalaman bertani tersebut juga tergolong lama dan petani juga sudah memiliki pengalaman yang baik dalam usahatani. Petani responden juga masih ada yang tergolong baru dalam melakukan kegiatan usahatani yang memiliki pengalaman satu hingga lima tahun sebanyak 20 persen dari jumlah petani. Beberapa petani ini sebelum bertani ada yang melakukan pekerjaan sebagai pedagang dan supir angkutan. Sebaran pengalaman bertani secara umum petani responden dapat ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11 Pengalaman bertani secara umum petani responden di Desa Nagrak Utara No Pengalaman bertani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) > Total Pengalaman Bertani Padi metode SRI Petani Responden Tanaman padi sudah lama diperkenalkan dan diusahakan di Desa Nagrak Utara. Namun petani yang menanam padi dengan metode SRI belum banyak yang memiliki pengalaman yang cukup lama. Petani responden yang memiliki pengalaman enam sampai sepuluh tahun menanam padi dengan metode SRI hanya sebesar 20 persen, sementara sisanya sebanyak 80 persen memiliki pengalaman dibawah 5 tahun menanam padi metode SRI. Petani yang memiliki pengalaman kurang dari lima tahun menanam padi metode SRI, sebelumnya melakukan budidaya padi secara konvensional. Petani ini baru melakukan budidaya padi metode SRI setelah mengikuti pelatihan menanam padi secara SRI oleh program pemerintah di Desa Nagrak Utara. Petani tersebut bertahan melakukan metode

53 37 SRI sampai sekarang karena mereka menganggap metode ini memberikan keuntungan karena dapat menghemat penggunaan benih. Sebaran pengalaman bertani padi metode SRI petani responden dapat ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12 Pengalaman bertani padi metode SRI petani responden di Desa Nagrak Utara No Pengalaman bertani Padi SRI(tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) > Total Luas Lahan Padi Metode SRI Total luas lahan yang diguanakan petani di Desa Nagrak Utara untuk kegiatan usahatani sangat beragam mulai dari luas lahan 0.07 hingga 2.5 hektar. Namun untuk usahatani padi SRI, petani responden menggunakan luas lahan 0.07 hingga satu hektar. Lahan petani ini merupakan lahan irigasi berupa sawah. Luas lahan tertinggi yang diusahakan petani berada pada luasan 0.1 hingga 0.24 hektar yaitu sebanyak 15 petani responden dengan persentase persen. Terdapat empat petani yang menggunakan luas lahan antara 0.5 hingga satu hektar untuk budidaya padi metode SRI dengan persentase persen. Luas lahan tersebut adalah jumlah luasan lahan yang paling sedikit digunakan petani responden, dan tidak ada petani responden yang menggunakan luas lahan lebih dari 1 hektar untuk budidaya padi metode SRI. Hal ini karena keterbatasan lahan yang dimiliki petani dan sebagian lahan digunakan petani untuk kegiatan budidaya lain seperti budidaya palawija dan tanaman hortikultura. Lahan yang dimiliki petani, letaknya ada yang terpusat di satu persil, dan ada juga yang terbagi-bagi menjadi beberapa persil. Sebaran luas lahan padi metode SRI yang digunakan petani responden dapat ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13 Luas lahan pertanian petani responden di Desa Nagrak Utara No Luas Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < Total Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan responden terdiri dari lahan milik sendiri, lahan sewa, bagi hasil, milik sendiri dan sewa, serta milik sendiri dan bagi hasil. Sebagian besar petani responden melakukan budidaya padi metode SRI di lahan sendiri yaitu sebesar persen. Lahan milik sendiri merupakan lahan yang dimiliki secara sah oleh petani. Lahan yang dimiliki petani ini berasal dari warisan secara turun temurun serta ada juga yang sengaja dibeli oleh petani. Petani yang melakukan usahatani dengan menyewa lahan sejumlah persen. Petani ini

54 38 melakukan budidaya di lahan yang disewa karena petani tersebut tidak memiliki lahan. Lahan yang biasa disewa adalah lahan milik desa dan lahan kosong milik masyarakat yang tidak digunakan. Biaya sewa lahan yang dikeluarkan petani ratarata sebesar rupiah per tahun untuk setiap m². Biaya sewa ini dibayar oleh petani di awal tahun sebelum melakukan kegiatan budidaya. Selain melakukan kegiatan usahatani di lahan milik sendiri dan lahan sewa, beberapa petani juga melakukan usahatani dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil ini dilakukan petani karena tidak memiliki lahan sendiri untuk digarap sehingga petani meminjam lahan petani lain yang kosong untuk digarap. Pada sistem bagi hasil ini, petani tidak membayarkan sejumlah uang sewa tertentu kepada pemilik lahan, melainkan sistem pembayarannya dengan membagi hasil dari panen pada lahan tersebut. Pada umumnya di Desa Nagrak Utara, petani membayar bagi hasil sebesar 50 persen dari hasil panen setelah dikurangi dengan biaya-biaya produksi seperti biaya pupuk, benih, obat-obatan dan tenaga kerja. Beberapa petani responden yang sudah memiliki lahan sendiri, juga ada yang menyewa lahan milik oranglain sebagai tambahan untuk digarap. Hal ini dilakukan petani karena lahan milik sendiri terbatas dan ada lahan masyarakat yang kosong untuk digarap. Petani yang memiliki lahan sendiri dan tetap menyewa lahan oranglain sebesar persen. Ada juga petani yang melakukan sistem bagi hasil meskipun petani tersebut sudah memiliki lahan sendiri. Rata-rata petani ini juga memiliki lahan yang terbatas. Persentase petani yang memiliki lahan sendiri tapi tetap menyewa lahan dengan sistem bagi hasil sebesar persen. Sebaran status kepemilikan lahan petani responden dapat ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14 Status kepemilikian lahan petani responden di Desa Nagrak Utara No Status Kepemilikan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Milik sendiri Sewa Bagi hasil Milik sendiri dan sewa Milik sendiri dan bagi hasil Total Pola Tanam Padi Metode SRI Pola tanam perlu dilakukan petani dalam memanfaatkan luas lahan yang dimiliki, menjaga kontinuitas hasil panen serta mengurangi adanya kegagalan panen. Petani responden yang membudidayakan padi metode SRI di Desa Nagrak Utara melakukan usahatani padi metode SRI menggunakan pola tanam monokultur yaitu menanam satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Petani memiliki pola tanam rata-rata monokultur dengan lima kali musim tanam dalam dua tahun. Petani di Desa Nagrak Utara melakukan kegiatan usahatani secara bersamaan di bulan yang sama dengan tujuan untuk mengurangi serangan hama dan penyakit. Waktu pelaksanaan kegiatan usahatani padi metode SRI dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu musim hujan, musim kemarau I, dan musim kemarau II.

55 39 Musim Hujan Musim Kemarau I Musim Kemarau II Padi d i b e r a k a n Padi d i b e r a k a n Padi d i b e r a k a n 1 Ha Bulan Gambar 8 Pola tanam padi metode SRI yang dilakukan petani responden di Desa Nagrak Utara Musim hujan diasumsikan sebagai musim tanam pertama yaitu antara bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Maret Musim kemarau I diasumsikan sebagai musim tanam kedua yaitu antara April sampai dengan bulan Juli Musim kemarau II diasumsikan sebagi musim tanam ketiga yaitu antara bulan Agustus 2016 sampai dengan bulan November Pada saat penelitian, petani di Desa Nagrak Utara melakukan kegiatan usahatani padi pada musim hujan, yaitu di akhir bulan November dan panen di awal bulan Maret. Pola tanam rata-rata padi metode SRI di Desa Nagrak Utara ditunjukkan pada Gambar 8. Sistem Pemasaran Sebagian besar petani responden di Desa Nagrak Utara menjual hasil panennya kepada tengkulak. Di Desa Nagrak Utara biasanya panen dilakukan bersamaan di bulan yang sama sehingga pada saat musim panen, banyak pembeli atau tengkulak yang datang ke desa tersebut untuk membeli hasil panen petani, sehingga tidak ada kendala dalam sistem pemasaran hasil usahatani padi metode SRI. Dari 35 orang petani responden, hanya dua orang petani yang menjual sendiri hasil panennya. Petani tersebut juga berlaku sebagai tengkulak sehingga selain menjual miliknya sendiri, petani ini juga membeli dari petani lain. Keragaan Usahatani Padi Metode SRI di Desa Nagrak Utara Proses Kegiatan Usahatani Padi Metode SRI Proses usahatani padi metode SRI dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan diantaranya pengolahan lahan, persiapan benih dan persemaian, penanaman, pemeliharaan yang terdiri dari penyulaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pengaturan air serta kegiatan panen. 1. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan untuk budidaya padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan lahan untuk budidaya padi secara konvesional yaitu dilakukan

56 40 dengan tujuan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman serta terhidar dari gulma. Selain itu, pengolahan lahan ini juga bertujuan untuk memudahkan pengaturan air dan menggemburkan tanah sehingga lahan siap untuk ditanami padi. Kegiatan pembajakan lahan yang dilakukan petani di Desa Nagrak Utara dilakukan dengan dicangkul dan ditraktor. Dari 35 jumlah petani responden, sebanyak 30 petani membajak sawah dengan ditraktor sementara lima petani membajak sawah dengan mencangkul karena keterbatasan biaya dan kondisi lahan yang tidak memungkinkan untuk dimasuki traktor. Pada proses pengolahan lahan, jerami yang ada di lahan, sisa hasil panen sebelumnya dimasukkan ke lahan sehingga akan mengalami pembusukan dengan sendirinya dan bisa menjadi pupuk bagi tanaman. Selain itu, petani juga menambahkan pupuk kandang atau kompos untuk meningkatkan kesuburan lahan. Tahap-tahap pengolahan lahan antara lain adalah sebagai berikut : a. Perbaikan pematang (Mopokan) Perbaikan pematang sawah dilakukan agar lahan sawah tidak bocor dan tidak ditumbuhi tanaman liar serta menghindari tikus bersarang di pematang sawah. Saluran atau parit dibersihkan dari rerumputan, diperbaiki, dan pematang dibuat cukup tinggi. Kegiatan perbaikan pematamg ini dilakukan dengan membongkar pematang sampai ke dasar lahan kemudian ditimbun kembali dengan tanah yang sudah diolah. Kegiatan ini bertujuan agar dapat memperlancar arus air serta menekan jumlah biji gulma yang terbawa masuk ke dalam petakan. b. Pencangkulan Setelah dilakukan perbaikan pematang (mopokan), selanjutnya dilakukan pencangkulan. Sudut sudut petakan dicangkul untuk memperlancar pekerjaan bajak atau traktor. Tanah hasil cangkulan batas petakan dipindahkan ke bagian tengah lahan. Kegitan ini dilaksanakan bersamaan dengan saat pengolahan lahan. c. Pembajakan dan Penggaruan Pembajakan dan Penggaruan merupakan kegiatan yang berkaitan. Kedua kegiatan tersebut bertujuan agar tanah sawah melumpur dan siap ditanam padi. Kegiatan pembajakan ini bertujuan untuk memberantas gulma, menambah unsur organik karena pupuk hijau yang berasal dari rumput akan terbenam dan tercampur dengan tanah, serta mengurangi pertumbuhan hama penyakit. Pembajakan lahan dapat dilakukan dengan bantuan traktor maupun dicangkul tergantung luas dan posisi lahan. Setelah kegiatan pembajakan, dilakukan pemberian pupuk kandang atau kompos ke tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan kondisi lahan yang macak-macak atau tidak terlalu tergenang. Hal ini bertujuan agar pupuk tidak mudah terbawa air, kemudian lahan diberakan selama satu minggu. Kegiatan penggaruan merupakan penghausan tanah hasil pembajakan untuk menyempurnakan sistem perakaran yang kedap air. Pada kegiatan ini, petakan sawah disisakan sedikit air untuk membasahi bongkahan-bongkahan tanah. Penggaruan dilakukan berulang-ulang sehingga sisa-sisa rumput terbenam dan mengurangi perembesan air ke bawah.

57 41 d. Pemerataan tanah (nyorongan) Kegiatan pemerataan tanah dilakukan untuk meratakan permukaan tanah sebelum tanam pindah sehingga sistem irigasi merata ke seluruh lahan. Selain itu, kegiatan nyorongan ini bertujuan untuk menggemburkan tanah, melumpurkan tanah dengan sempurna, sehingga memudahkan penanaman bibit. Alat yang digunakan dalam kegiatan pemerataan tanah ini disebut sorongan. e. Pembuatan drainase Pembuatan drainase yang dilakukan petani responden di Desa Nagrak Utara adalah dengan membuat parit kecil sekeliling dalam petakan sawah dan melintang di tengah sawah. Parit ini berfungsi untuk pengendalian air dalam petak sawah. Biasanya petani membuat lebar parit sebesar 20 cm dan kedalaman tidak kurang dari 30 cm. Pembuatan parit dilakukan dalam keadaan tanah tidak berair dan agak kering agar pembentukannya mudah dan tidak longsor atau tanahnya turun. 2. Persiapan benih dan persemaian Persemaian untuk budidaya padi dengan metode SRI tidak memerlukan lahan yang luas seperti halnya yang biasa dilakukan oleh petani. Persemaian benih metode SRI dapat dilakukan pada lahan di lapangan maupun menggunakan nampan plastik. Persemaian benih yang dilakukan petani responden di Desa Nagrak Utara sebagian besar masih dilakukan di lahan yaitu sebanyak persen dan sisanya menggunakan nampan untuk persemaian yaitu sebanyak 8.57 persen. Sebelum melakukan kegiatan persemaian, terlebih dahulu petani menentukan varietas benih yang akan ditanam. Varietas benih yang paling banyak ditanam petani responden di Desa Nagrak Utara yaitu varietas Inpari 19, Inpari 28, dan Ciherang. Pemilihan varietas ini dilakukan dengan mempertimbangkan ketahanan terhadap hama penyakit, umur panen yang lebih cepat, dan sesuai untuk ditanam dilahan petani karena petani sudah terbiasa menanam varietas tersebut. Proses kegiatan persemaian diawali dengan persiapan media persemaian, yaitu menaburkan pupuk kandang ke lahan kemudian ditimpa dengan tanah. Media tanam yang menggunakan nampan dilakukan dengan mengisi pupuk kandang dan tanah dengan komposisi yang sama yaitu satu banding satu. Sebelum benih ditebar ke media tanam, terlebih dahulu dilakukan pengujian benih untuk mendapatkan benih yang bernas. Benih direndam dengan menggunakan air garam, kemudian dipilih benih yang tenggelam. Benih yang tenggelam dalam larutan garam tersebut berarti baik untuk disemai. Petani responden di Desa Nagrak Utara yang melakukan pengujian benih dengan menggunakan air garam sebanyak persen. Selanjutnya, benih yang terpilih dibersihkan dan direndam lagi menggunakan air bersih untuk mencegah timbulnya penyakit dan merangsang perkecambahan yang merata pada benih padi. Benih yang sudah direndam selanjutnya dijemur selama 30 menit, kemudian diperamkan selama dua malam hingga mucul lembaga bintil putih pada benih. Setelah itu, benih padi siap untuk disemai di lahan persemaian. Benih ditebar secara merata tidak terlalu rapat dan tidak terlalu jarang pada media tanam nampan. Sementara pada lahan, benih ditebar kemudian ditutupi dengan tipis

58 42 adukan tanah dan kompos serta jerami sisa panen sebelumnya dengan tujuan menambah pupuk kompos dan menjaga benih tidak terbawa hujan dan dimakan keong. Lahan persemaian dan nampan tempat bibit padi metode SRI dapat ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9 Lahan persemaian dan nampan tempat bibit padi metode SRI 3. Penanaman Pada saat kegiatan penanaman bibit padi ke lahan sawah, maka kondisi lahan tidak boleh tergenang oleh air, melainkan dalam kodisi macak-macak. Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan pencaplakan untuk mengatur jarak tanam sesuai dengan yang diinginkan petani. Pencaplakan ini juga memudahkan petani dalam menanam padi karena petani tinggal mengikuti garisgaris tanam padi. Pencaplakan dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut garokan. Petani responden di Desa Nagrak Utara sebagian besar menggunakan jarak tanam 30x30 cm. Bibit yang ditanam yaitu bibit yang masih muda umur tujuh sampai 14 hari dari lahan persemaian benih. Bibit pada umur ini telah memiliki dua helai daun dengan tinggi cm, sehingga perlakuan pada bibit harus dilakukan dengan hati-hati agar akar bibit tidak rusak saat akan dicabut dari lahan persemaian dan ditanam di lahan sawah. Penanaman bibit yang masih muda bertujuan untuk menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak. Biasanya petani menggunakan nampan untuk mengangkut bibit dari tempat persemaian ke lahan penanaman bibit. Petani yang menanam bibit padi umur tujuh hingga 10 HST sebanyak 14.3 persen, umur bibit padi 11 hingga 12 HST sebesar 40 persen, sedangkan sisanya sebesar 45.7 persen menanam bibit padi umur 13 hingga 15 HST. Namun, tidak ada petani yang menanam bibit padi lebih dari umur 15 HST. Penanaman bibit dilakukan secara dangkal yaitu dengan kedalaman 0.5 hingga satu cm. Bibit yang digunakan dalam budidaya padi metode SRI yaitu 1-2 bibit per satu lubang tanam. Bibit ditanamkan dengan cara menggesernya di atas permukaan tanah dengan kondisi akar berbentuk horizontal atau berbentuk huruf L. Kendala yang sering dihadapi petani saat menanam padi metode SRI yaitu kondisi cuaca yang tidak menentu. Pada saat musim tanam dan hujan cukup besar, dapat menimbulkan risiko yaitu bibit padi terlepas dari benamannya akibat lahan tergenang air. Hal ini juga terjadi karena penanaman bibit secara dangkal dan ukuran bibit belum terlalu tinggi. Selain itu, air yang tergenang dapat menimbulkan banyaknya keong yang dapat merusak bibit padi, serta hujan yang cukup besar seringkali mengakibatkan banjir dan merusak pengaturan air. Dengan demikian, petani biasanya selalu mengawasi pertumbuhan bibit dan menjaga pengaturan air. Pada Gambar 10 ditunjukkan kegiatan penanaman padi metode SRI.

59 43 Gambar 10 Kegiatan penanaman padi metode SRI petani responden 4. Pemeliharaan a. Penyulaman Penyulaman dilakukan oleh petani responden di Desa Nagrak Utara apabila ada tanaman yang mati dan rusak. Tanaman yang mati dan rusak dapat diakibatkan oleh hama seperti keong. Penyulaman dilakukan dengan menanam kembali bibit menggantikan tanaman yang rusak atau mati. Penyulaman dilakukan maksimal pada umur tujuh hari setelah tanam. Penyulaman dapat dilakukan petani sampai tiga kali apabila bibit banyak yang rusak dan mati. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah sisa bibit yang sengaja dilebihkan pada saat penanaman. Hal ini bertujuan agar umur bibit yang ditanam untuk penyulaman sama dengan umur bibit yang lainnya. b. Penyiangan Kegiatan penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk memberantas tanaman lain yang tumbuh di lahan selain tanaman padi, yaitu yang sering disebut gulma. Penyiangan dilakukan dengan membenamkan gulma kedalam tanah. Petani responden di Desa Nagrak Utara sebagian besar melakukan penyiangan sebanyak dua kali selama musim tanam. Penyiangan pertama sering disebut petani responden dengan sebutan ngacak dan penyiangan kedua ngarambet. Penyiangan dilakukan petani secara manual menggunakan tangan. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 20 hari setelah tanam, sementara penyiangan kedua pada saat tanaman berumur 30 hari setelah taman. Petani yang melakukan penyiangan lebih dari dua kali biasanya melakukan penyiangan berikutnya dengan jarak waktu 10 hari setelah penyiangan terakhir. Selain untuk memberantas gulma yang dapat menjadi pesaing tanaman padi dalam penyerapan unsur hara, penyiangan juga berguna untuk meningkatkan aerasi udara bagi tanah sehingga terjadi suplai udara yang cukup ke dalam tanah, dan tanah akan semakin subur, gas-gas beracun di dalam tanah bisa keluar, serta mencegah serangan hama.

60 44 c. Pemupukan Pemupukan sangat penting untuk dilakukan dalam budidaya padi metode SRI karena pemupukan bermanfaat untuk menjaga kesuburan tanah agar mampu menopang kebutuhan hara tanaman, mencegah serangan hama dan penyakit, dan membantu tanaman untuk dapat tumbuh dengan optimal dengan hasil yang maksimal. Pada saat melakukan pemupukan, hal-hal yang juga harus diperhatikan yaitu penggunaan pupuk yang tepat jenis, tepat cara, tepat waktu, dan tepat ukuran. Petani responden di Desa Nagrak Utara sebagian besar melakukan frekuensi pemupukan sebanyak empat kali. Pemupukan pertama yaitu pemupukan dasar dilakukan pada saat pengolahan lahan, pemupukan kedua dilakukan petani responden pada saat tanaman padi berumur tujuh hari setelah tanam. Pemupukan ketiga dilakukan setelah kegiatan penyiangan pertama mengacak yaitu setelah tanaman padi berumur hari setelah tanam atau tiga sampai lima hari setelah ngacak. Pemupukan yang terakhir jarang dilakukan petani yaitu saat tanaman padi berumur antara hari setelah tanam. Pemupukan dasar yang digunakan untuk budidaya tanaman padi yaitu pupuk yang berasal dari kotoran ternak maupun sisa jerami dari hasil panen sebelumnya. Komposisi penggunaan pupuk kandang untuk budidaya tanaman padi metode SRI adalah 12 ton per hektar. Pemupukan pertama menggunakan pupuk petroganik untuk membantu meningkatkan kesuburan tanah. Pemupukan selanjutnya dilakukan petani dengan menggunakan campuran pupuk urea dan phonska. Pemberian pupuk dilakukan petani pada pagi dan sore hari, untuk menghindari tanaman mati dan layu karena terbakar apabila dilakukan pemupukan pada siang hari. d. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit sangat penting dilakukan agar hasil produksi yang dihasilkan tidak menurun. Hama dan penyakit dapat mengakibatkan penurunan jumlah produksi padi. Pengendalian hama dimulai saat pengolahan tanah, persemaian, hingga fase generatif tanaman. Hama dan penyakit dikendalikan dengan menggunakan varietas benih yang sesuai atau tahan terhadap kondisi lingkungan, menanam padi secara bersamaan, dan penggunaan pestisida secara selektif. Beberapa petani responden di Desa Nagrak Utara menggunakan pestisida nabati untuk penyemprotan yang dibuat sendiri dari bahan-bahan alami seperti daun sirsak, daun mimba, daun tuba dan sebagainya. Pada saat persemaian, hama yang sering terdapat di lahan petani adalah hama keong mas. Pengendalian yang biasa dilakukan petani selain menggunakan pestisida adalah pengendalian secara fisik dengan cara mengumpulkan hama tersebut dari lahan persawahan padi. Selain itu, petani membuat sistem perangkap dengan menanam tanaman genjer di sekeliling pematang sawah, sehingga jika ada serangan keong mas, tidak langsung ke tanaman padi, melainkan menyerang tanaman genjer. Petani responden di desa Nagrak Utara juga membuat parit di sekeliling sawah yang tergenang air, sehingga keong mas tidak bisa naik ke lahan sawah. Petani responden di Desa Nagrak Utara juga melakukan sistem tanam legowo sebagi wujud pengendalian hama dan penyakit. Penerapan sistem tanam legowo mengakibatkan permukaan tanah yang menjadi titik tanam padi

61 45 menjadi kelihatan sehingga pergerakan hama di permukaan tanah akan dapat terlihat. Hal ini akan menghindarkan hama karena kondisi tersebut tidak mendukung untuk perkembangan organism pengganggu tanaman (OPT). e. Pengaturan air atau Irigasi Pada sistem budidaya padi dengan metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan cara terputus-putus atau dengan kondisi lahan yang basah. Kegiatan pengaturan air atau irigasi dilakukan dengan tujuan menyesuaikan kapasitas air yang berada di dalam petakan lahan berdasarkan kebutuhan petani di setiap tahap budidaya. Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharan. Pada saat pindah tanam hingga umur tiga hari setelah tanam, perlakuan air dilakukan dengan macak-macak. Pada saat kegiatan penyiangan maka sawah digenangi air dengan ketinggian 1-2 cm. Pada saat umur padi mulai atau lebih dari 40 hari setelah tanam, lahan dikeringkan selama 10 hari dengan tujuan menghambat pertumbuhan anakan. Selanjutnya, sawah diberikan air dengan ketinggian 1 cm sampai pertumbuhan malai dan pengisian bulir hingga bernas. Pada saat umur padi diatas 100 hari setelah tanam sampai panen, maka sawah dibiarkan kering. Pengaturan air secara terputus-putus bertujuan agar mikroba yang berada dalam tanah memperoleh udara atau oksigen yang cukup. Pengaturan pengairan yang dilakukan petani responden di Desa Nagrak Utara dapat ditunjukkan pada Gambar 11. Gambar 11 Pengaturan pengairan di lahan petani responden 5. Pemanenan Kegiatan panen yang dilakukan secara tepat waktu menjamin perolehan hasil panen secara kuantitas maupun kualitas. Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat 95 persen bulir padi telah menguning. Cara pemanenan yang dilakukan petani masih menggunakan tahapan dan teknologi yang sederhana. Tahap awal yang dilakukan yaitu memotong batang padi dengan menggunakan sabit. Setelah dipotong kemudian dikumpulkan pada suatu tempat untuk dirontokan. Cara perontokannya adalah dengan membantingnya pada papan perontok atau hamparan kayu yang disiapkan serta membuat alas terpas sebagai penampung gabah. Setelah gabah diperoleh dari hasil perontokan, gabah dibersihkan dari sisa sisa daun dan kotoran lain dengan cara diangin anginkan. Setelah proses pemanenan, selanjutnya gabah dijemur untuk kemudian diproses menjadi beras.

62 46 Penggunaan Sarana Produksi Padi metode SRI Sarana produksi yang digunakan dalam budidaya padi metode SRI diantaranya lahan, bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik, pupuk kimia (urea dan ponska), pestisida cair, tenaga kerja dan peralatan usahatani. Penggunaan input produksi berbeda-beda antar petani. Penggunaan input produksi tersebut akan dijelaskan dibawah ini. 1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan oleh petani untuk budidaya padi metode SRI berbedabeda luasannya. Petani menggunakan lahan mulai dari luasan 700 m² hingga satu hektar. Rata-rata penggunaan lahan yaitu sebesar m² atau 0.26 hektar. Lahan yang digunakan petani untuk budidaya padi metode SRI terbagi menjadi lahan sendiri dan sewa. Beberapa petani ada yang melakukan sewa lahan meskipun sudah memiliki lahan sendiri, Lahan tersebut hanya digunakan petani untuk budidaya tanaman padi. Petani sangat jarang menggunakan lahan persawahan tersebut untuk menanam tanaman lain selain tanaman padi, sehingga dalam hal ini petani tidak melakukan penanaman secara diversifikasi maupun tumpangsari. 2. Penggunaan Bibit Penggunaan bibit untuk budidaya padi metode SRI disesuaikan dengan luas lahan yang digunakan. Rata-rata penggunaan bibit padi petani responden untuk melakukan kegiatan budidaya padi metode SRI yaitu sebesar 12.5 kilogram per hektar. Sementara berdasarkan panduan teknologi budidaya padi SRI, kebutuhan bibit untuk budidaya padi metode SRI yaitu 5-10 kilogram per hektar (Kementerian Pertanian 2015). Perbedaan penggunaan bibit oleh petani disesuaikan dengan varietas yang digunakan, jarak tanam, dan luasan lahan. Dalam melakukan budidaya padi metode SRI, pemilihan varietas bibit sangat penting untuk dilakukan agar produksi yang dihasilkan tidak turun. Varietas yang dipilih yaitu varietas unggul, adaptif terhadap lingkungan, serta tahan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) utama yang terdapat di lokasi. Petani juga biasanya memilih varietas bibit berdasarkan umur panen. Varietas yang digunakan petani responden yaitu Inpari 19, Inpari 28, dan Ciherang. Sebagian besar petani menggunakan varietas Inpari 19 yaitu sebesar 88.6 persen. Varietas ini dipilih petani karena pertumbuhannya cepat sehingga lebih cepat panen. Selain itu, varietas ini dianggap lebih sesuai dengan kondisi alam di Desa Nagrak Utara. Sedangkan petani yang menggunakan varietas Inpari 28 dan Ciherang beralasan karena sudah menjadi kebiasaan dari dulu tetap menggunakan varietas tersebut, jadi belum berani mencoba varietas lainnya. 3. Penggunaan Pupuk Organik Pupuk organik yang digunakan petani responden terdiri dari pupuk kandang dan pupuk petroganik. Penggunaan pupuk organik ini menjadi penting karena dapat membantu mencegah terjadinya erosi, mengurangi terjadinya retakan tanah, dan meningkatkan kelembapan tanah. Pupuk kandang digunakan sebagai pupuk dasar yang hanya diberikan satu kali pada saat persiapan lahan. Sementara pupuk petroganik digunakan petani bersamaan dengan pupuk kimia pada saat tanaman padi berumur tujuh HST, 30 HST dan 60 HST. Namun kebanyakan petani hanya melakukan pemupukan sebanyak dua kali.

63 47 Pupuk petroganik diperoleh petani responden dari bantuan pemerintah melalui penyuluh yang datang ke Desa Nagrak Utara. Pupuk petroganik merupakan pupuk organik berupa butiran granul yang bahan bakunya berasal dari kotoran ternak yaitu kotoran ayam maupun kotoran sapi. Pupuk petroganik mengandung unsur C-organik yang tinggi sehingga memiliki unsur hara yang baik bagi tanaman. Pupuk petroganik diolah dengan teknologi pengeringan butiran sehingga bentuk butiran granul ini memudahkan petani untuk mengaplikasikan ke tanaman serta pupuk mudah larut dalam air. Berbeda dengan pupuk kandang yang banyak digunakan petani responden yaitu pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing. Pupuk kambing dipilih petani karena ketersediaannya di Desa Nagrak Utara dan sebagian besar petani beternak kambing sehingga pupuk ini diperoleh dari kandang ternak petani sendiri. Kotoran kambing teksturnya berbentuk butiran bulat yang sukar dipecah secara fisik. Pupuk kandang kotoran kambing biasanya dikemas dengan karung yang rata-rata berkapasitas 40 kg. Harga jual pupuk kandang kotoran kambing per karung ialah rupiah. Harga jual per kg dapat diperhitungkan sekitar 188 rupiah per kg. Penggunaan pupuk kandang rata-rata petani yang menanam padi metode SRI sebesar 5.09 ton/ha. Penggunaan pupuk kandang oleh petani berbedabeda tergantung dengan modal yang digunakan petani. Kebanyakan petani menggunakan pupuk kandang tidak berdasarkan dosis yang disarankan yaitu sebesar 5-7 ton/ha (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Hal ini karena petani menggunakan pupuk kandang berdasarkan hasil kotoran ternak kambing yang dihasilkan dari ternak petani. 4. Pupuk Kimia Pupuk kimia yang digunakan petani responden dalam budidata padi metode SRI diantaranya pupuk urea, pupuk phonska, dan TSP. Pupuk urea dan phonska digunakan oleh semua petani responden, sementara pupuk TSP hanya digunakan sebanyak 8 petani responden. Ketiga pupuk tersebut dipilih petani karena mudah diperoleh dan harganya terjangkau. Pupuk phonska lebih banyak digunakan petani responden dibanding dengan pupuk yang lain. Hal ini karena pupuk phonska mengandung unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dengan perbandingan 15:15:15 yakni dari satu kg mengandung masing-masing 15 persen untuk N,P dan K yang dibutuhkan tanaman. Penggunaan rata-rata pupuk urea pada petani yang menanam padi metode SRI sebesar kilogram per hektar sementara pupuk phonska sebesar kilogram per hektar. Pemberian pupuk yang dilakukan petani responden dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam, dan beberapa petani melakukan hingga tiga kali. Jumlah pupuk yang digunakan petani responden berbeda-beda tergantung pada luas lahan petani dan modal yang dimiliki petani. Pupuk kimia ini diperoleh petani dengan membeli dari kios-kios yang berada di Desa Nagrak Utara. Namun, untuk pupuk phonska beberapa petani mendapat bantuan dari kelompok tani yang mereka ikuti. Harga pupuk urea sebesar rupiah per kg sedangkan pupuk phonska sebesar rupiah per kg. 5. Penggunaan pestisida cair Pestisida cair yang digunakan petani responden dalam budidaya padi metode SRI adalah amistartop, decis, dan perekat. Petani responden melakukan

64 48 penyemprotan pestisida cair sebanyak dua kali dalam satu musim tanam. Namun, beberapa petani melakukan penyemprotan menyesuaikan dengan kondisi di lapang yaitu apabila populasi hama meningkat. Penggunaan pestisida cair yang digunakan petani berbeda-beda. Merek decis adalah pestisida cair yang paling banyak digunakan petani responden. Pestisida cair ini digunakan petani responden untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi. Hama adalah hewan pengganggu tanaman yang secara fisik masih dapat dilihat secara kasat mata tanpa bantuan alat. Selain keong mas, hama yang sering dihadapi petani responden dalam budidaya padi metode SRI yaitu hama belalang. Penggunaan pestisida merek decis ini salah satunya untuk mengendalikan hama belalang yang mengganggu tanaman padi. Gejala penyerangan hama belalang ini sama dengan ulat yaitu menyerang daun tanaman sehingga daun menjadi berlubang dan rusak. Penggunaan amistartop pada tanaman padi bertujuan untuk mengendalikan penyakit blas pada tanaman padi serta meningkatkan jumlah rumpun dan jumlah butir padi. Sementara perekat digunakan petani responden untuk meningkatkan kinerja pestisida maupun pupuk pada tanaman padi. Hal ini karena tanaman padi memiliki daun berbulu sehingga dapat menghalangi menempelnya butir-butir larutan pestisida pada permukaan daun. Merek pestisida perekat yang banyak digunakan petani responden yaitu merek Pupai. Selain sebagi perekat, dapat juga membantu mempercepat penyebaran pestisida pada seluruh permukaan daun hingga bagian tanaman lainnya. Pestisida semakin cepat meresap dan masuk ke dalam pori-pori hama dan penyakit sasaran serta seluruh bagian tanaman. Namun, tidak semua petani responden menggunakan perekat ini karena keterbatasan modal. Petani responden yang menggunakan perekat untuk penyemprotan tanaman hanya sebanyak 15 orang. Pada Gambar 12 ditunjukkan pestisida cair yang digunakan petani responden di Desa Nagrak Utara. Gambar 12 Pestisida cair yang digunakan petani responden 6. Penggunaan tenaga kerja Tenaga kerja manusia yang digunakan dalam kegiatan budidaya padi metode SRI yaitu tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga (TKDK) dan

65 49 tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Pengguunaan tenaga kerja manusia ini dihitung dengan menggunakan satuan HOK. Standar lama bekerja dalam 1 HOK adalah 8 jam. Penggunaan rata-rata tenaga kerja petani yang menanam padi metode SRI pada sebesar HOK/ha untuk tenaga kerja di luar keluarga dan tenaga kerja di dalam keluarga. Dalam kegiatan seperti pembajakan, pemerataan lahan, dan pencaplakan dilakukan oleh tenaga kerja pri, sementara untuk kegiatan penanaman dan penyiangan, sebagian besar dilakukan ileh tenaga kerja wanita. Petani dan buruh tani di Desa Nagrak Utara setiap hari bekerja selama lima jam mulai dari jam pagi hingga jam siang. Jam kerja ini sudah menjadi kebiasaan di desa tersebut. Sistem upah untuk tenaga kerja pria sebesar rupiah per hari dan tenaga kerja wanita sebesar rupiah per hari. Tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar yang tinggal di Desa Nagrak Utara. Menurut petani responden, buruh tani di desa tersebut sudah semakin sulit di dapatkan karena kebanyakan masyarakat lebih memilih bekerja menjadi buruh pabrik daripada buruh tani. 7. Penggunaan peralatan usahatani Kegiatan budidaya padi metode SRI menggunakan peralatan seperti parang, ember, cangkul, nampan, caplak, sprayer, sabit, karung, terpal, alat untuk sorongan, dan alat penumbuk padi. Peralatan tersebut ada yang dibeli petani dan ada juga yang dibuat sendiri oleh petani responden. Parang digunakan petani dalam kegiatan pembersihan lahan dari rumput maupun gulma yang tumbuh di lahan sawah. Hampir semua petani responden memiliki parang yang digunakan dalam pembersihan lahan. Ember digunakan petani untuk mempermudah kegiatan pemupukan. Cangkul digunakan petani untuk kegiatan mengolah tanah dan memperbaiki pematang sawah. Rata-rata petani memiliki cangkul sebanyak dua unit dengan harga beli sebesar hingga rupiah per unit. Beberapa petani dalam kegiatan penanaman menggunakan nampan untuk mengangkut bibit dari persemaian ke lahan penanaman. Petani yang menggunakan nampan sebanyak 16 orang dan penggunaan nampan ini dapat menghindari kerusakan bibit saat pengangkutan. Camplak digunakan untuk memudahkan dalam kegiatan penanaman karena adanya jarak tanam yang memudahkan petani dalam proses penanaman padi. Camplak yang digunakan petani ada yang berukuran 25 cm x 25 cm dan 30 cm x 30 cm. Tidak semua petani responden memiliki camplak dan mereka biasanya meminjam dari petani lain yang memiliki camplak. Petani kebanyakan membuat camplak sendiri untuk mengurangi biaya pembelian peralatan. Sprayer digunakan untuk melakukan pentemprotan. Tidak semua petani memiliki sprayer dan mereka biasanya meminjam dari kelompok tani untuk melakukan penyemprotan. Ratarata petani hanya memiliki satu unit sprayer. Sabit digunakan dalam kegiatan penyiangan dan rata-rata petani hanya memiliki satu unit sabit. Karung digunakan petani responden untuk tempat padi yang baru dipanen. Karung juga memudahkan petani untuk mengangkut padi yang siap dijual ke tengkulak. Terpal digunakan dalam kegiatan pemanenan dan hanya empat orang petani yang memiliki terpal. Biasanya terpal dibawa sendiri oleh buruh tani yang melakukan pemanenan. Dalam melakukan kegiatan pemerataan tanah membutuhkan alat yang dinamakan sorongan. Hanya lima orang petani yang memiliki alat sorongan, karena biasanya alat ini dibawa sendiri oleh buruh tani

66 50 dan beberapa petani meminjam dari kelompok tani. Alat pembuk padi juga hanya dimiliki enam orang petani responden. Alat ini juga dibawa sendiri oleh buruh tani yang melakukan kegiatan pemanenan. Alat ini tidak dibeli oleh petani melainkan dibuat sendiri oleh petani. Biaya yang dikeluarkan dalam membuat alat penumpuk padi sebesar rupiah. Secara lebih terperinci, besarnya penyusutan untuk setiap peralatan yang digunakan petani responden ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Nilai rata-rata penyusutan peralatan pada usahatani padi metode SRI petani responden di Desa nagrak Utara Jenis peralatan Jumlah Harga per satuan (Rp) Total Biaya (Rp) Umur Teknis (Th) Penyusutan per Tahun (Rp/th) Penyusutan per Periode Tanam (Rp/periode) Parang Ember Cangkul Nampan Camplak Sprayer Sabit Karung Terpal Sorongan Alat penumbuk Total penyusutan Input produksi yang digunakan petani responden dalam budidaya padi metode SRI berbeda-beda. Perbedaan penggunaan input produksi ini menyebabkan perbedaan hasil produksi yang dihasilkan petani responden. Ratarata penggunaan input oleh petani responden di Desa Nagrak Utara masih belum sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) padi metode SRI. Budidaya padi metode SRI memiliki SOP untuk penggunaan jumlah input seperti bibit, pupuk kandang, pupuk urea, dan pupuk phonska. Sementara untuk input lain seperti pupuk petroganik menggunakan standar sesuai dengan yang tertera pada petunjuk dalam kemasan. Tenaga kerja dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja padi SRI dari penelitian terdahulu. Jumlah penggunaan rata-rata input produksi dalam kegiatan budidaya padi metode SRI dan SOP padi SRI secara lebih terperinci ditunjukkan pada Tabel 16.

67 51 Tabel 16 Rata-rata penggunaan input produksi padi metode SRI per hektar di Desa Nagrak Utara Komponen Produksi Satuan Rata-rata Penggunaan Input SOP Padi SRI Bibit Kg/Ha * Pupuk Kandang Ton/Ha ** Pupuk Petroganik Kg/Ha Pupuk UREA Kg/Ha * Pupuk Phonska Kg/Ha * Pestisida Cair Ml/Ha Tenaga Kerja HOK/Ha Keterangan : *) Kementerian Pertanian (2015) **) Purwasasmita dan Sutaryat (2012) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKTIVITAS DAN RISIKO PRODUKSI PADI METODE SRI Petani di Desa Nagrak Utara menghadapi risiko produksi yang ditunjukkan dari variasi produktivitas padi metode SRI yang dihasilkan petani. Variasi produktivitas yang diperoleh petani responden menunjukkan adanya risiko yang dihadapi petani sehingga perlu adanya perhatian khusus yang berhubungan dengan risiko produksi tersebut. Risiko produksi padi metode SRI adalah kemungkinan peluang terjadinya penurunan produksi padi yang tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan oleh petani. Pada Gambar 13 menunjukkan variasi produktivitas padi metode SRI yang dihasilkan petani di Desa Nagrak Utara. Gambar 13 Variasi produktivitas padi metode SRI di Desa Nagrak Utara pada musim tanam Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa Produktivitas padi metode SRI terbesar yang dihasilkan petani responden di Desa Nagrak Utara berasal dari petani responden nomor 22 yaitu sebesar 10 ton per hektar. Sementara produktivitas terendah berasal dari petani responden nomor sembilan yaitu sebesar

68 ton per hektar. Rata-rata produktivitas petani responden adalah 5.64 ton per hektar. Rata-rata produktivitas yang dihasilkan petani responden di Desa Nagrak Utara masih jauh dari dari standar produktivitas padi dengan metode SRI yaitu sebesar delapan hingga 12 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Produksi padi yang dihasilkan petani responden ditentukan oleh penggunaan input produksi. Perbedaan penggunaan input oleh petani menjadi salah satu penyebab adanya variasi produktivitas padi yang dihasilkan. Penggunaan input ini dapat menjadi sumber risiko apabila penggunaannya tidak pada jumlah yang tepat dan waktu yang tepat. Beberapa petani dalam melakukan kegiatan budidaya padi metode SRI tidak menggunakan acuan yang tepat dalam penggunaan input produksi. Hal ini karena petani masih kurang pengalaman dalam menanam padi metode SRI, sehingga beberapa petani menyamakan penanaman padi metode SRI dengan cara konvensional. Selain itu, petani lebih mengandalkan pengetahuan turun temurun yang sudah sering dilakukan dalam kegiatan budidaya padi. Analisis risiko produksi padi metode SRI dilakukan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Just dan Pope. Metode ini menggambarkan pengaruh penggunaan input produksi terhadap produktivitas padi SRI serta pengaruh input tersebut terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan pengaruh input terhadap variance produktivitas. Model Just dan Pope yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan dua persamaan fungsi yaitu fungsi produktivitas dan fungsi risiko. Fungsi produktivitas akan menunjukkan pengaruh penggunaan input terhadap produktivitas padi metode SRI. Fungsi risiko akan menunjukkan bagimana pengaruh penggunaan input dapat memengaruhi variance produktivitas. Fungsi produktivitas dan fungsi risiko ini menggunakan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor produksi (variabel independen) yang diduga berpengaruh terhadap produktivitas dan risiko produksi adalah bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik pupuk urea, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS versi 21. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model masih mengandung multikolinier dan autokorelasi. Dalam menghasilkan model dugaan yang terbaik, model harud terbebas dari multikolinier dan autokorelasi. Uji penyimpangan klasik merupakan langkah awal sebelum melakukan proses pengujian hipotesis penelitian. Uji Normalitas Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data yang didapatkan memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistic parametrik. Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS, data yang digunakan pada penelitian ini terdistribusi secara normal karena nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari 0.05 (Lampiran 5). Berdasarkan hasil output diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.66 untuk model fungsi produktivitas dan untuk model fungsi variance

69 53 produktivitas. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diuji berdistribusi normal. Uji Multikolinearitas Asumsi multikolinearitas adalah asumsi yang menunjukkan adanya hubungan linear yang kuat diantara beberapa variabel independen. Adanya multikolinearitas dalam model menyebabkan ketidakjelasan dalam memprediksi pengaruh dari semua parameter terhadap variabel dependen. Gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variabel Inflastion Farctir (VIF). Apabila niali VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkam bahwa dalam model terjadi multikolinearitas. Variabel Tabel 17 Hasil pengujian multikolinearitas Nilai VIF F Produktivitas F Risiko Keterangan Bibit Tidak ada multikolinearitas Pupuk Kandang Tidak ada multikolinearitas Pupuk Petroganik Tidak ada multikolinearitas Pupuk Urea Tidak ada multikolinearitas Pupuk Phonska Tidak ada multikolinearitas Pestisida Cair Tidak ada multikolinearitas Tenaga Kerja Tidak ada multikolinearitas Pengujian dilakukan pada masing-masing fungsi produktivitas maupun fungsi risiko produktivitas. Hasil pengujian untuk multikolinier pada kedua fungsi tersebut menunjukkan bahwa semua variabel independen dalam model bebas dari multikolinearitas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi produktivitas tidak mengalami gejala multikolinearitas, begitu juga dengan fungsi risiko produktivitas. Kedua fungsi tersebut dapat memprediksi pengaruh dari semua parameter terhadap variabel dependen. Hasil pengujian multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 17. Uji Autokorelasi Uji autikorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik aotokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara komponen error pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Adanya gejala autokorelasi dalam model menyebabkan variabel penjelas tidak dapat diestimasi dengan baik karena niali uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Metode pengujian yang sering digunakan untuk mengetahui autokorelasi adalah uji Durbin-Watson (DW). Penggunaan program SPSS versi 21 dapat mempermudah menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW). Nilai DW untuk fungsi produktivitas padi metode SRI diperoleh sebesar dan untuk fungsi variance sebesar dengan jumlah variabel independen sebanyak tujuh dan jumlah data sebanyak 35. Nilai hitung DW yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan nilai DW pada tabel, dimana diperoleh nilai DL sebesar dan nilai DU sebesar 1.967, sehingga 4-DU sebesar Jika nilai DW hitung lebih besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU

70 54 maka dikatakan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan hasil nilai DW hitung dengan DW tabel maka dapat dikatakan bahwa fungsi produktivitas dan fungsi variance berada pada daerah tanpa keputusan apakah terdapat autokorelasi atau tidak. Nilai DW hitung pada fungsi produktivitas dan fungsi variance tidak jauh berbeda dengan nilai pada rentang tidak terdapat autokorelasi. Uji Heterokesdastisitas Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik. Heterokedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heterokedastisitas. Asumsi klasik statistik heterokedastisitas pada penelitian ini dideteksi dari output SPSS pada gambar scatterplot Lampiran 2. Output SPSS pada gambar scatterplot (Lampiran 2) menunjukkan penyebaran titik-titik data sebagai berikut : (1) Titiktitik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. (2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. (3) Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. (4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. Maka dapat disimpulkan bahwa model pada fungsi produktivitas padi metode SRI dan fungsi variance produktivitas terbebas dari asumsi klasik heterokedastisitas. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produktivitas Padi Metode SRI Produktivitas padi metode SRI dipengaruhi oleh beberapa input produksi. Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas padi metode SRI dapat dilihat dari hasil analisis fungsi produktivitas rata-rata (mean production function). Input produksi yang dimasukkan sebagai variabel independen dan produktivitas padi SRI sebagai variabel dependen menghasilkan model pendugaan fungsi produktivitas rata-rata padi SRI. Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil pendugaan fungsi produktivitas padi metode SRI petani responden Variabel Koefisien regresi t-hitung Signifikansi Konstanta Ln Bibit 0.878* Ln Pupuk Kandang * Ln Pupuk Petroganik Ln Pupuk Urea Ln Pupuk Phonska * Ln Pestisida Cair 0.184* Ln Tenaga Kerja 0.213* R- Sq = 69.2 % R-Sq (Adj) = 61.2 % Fhit = Keterangan : *) : signifikansi pada taraf 10 persen

71 55 Hasil pendugaan model fungsi produktivitas memberikan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 69.2 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R² adj) sebesar 61.2 persen (Lampiran 3). Nilai R² sebesar 69.2 persen menunjukkan bahwa 69.2 persen keragaman produktivitas padi metode SRI dapat dijelaskan bersama-sama oleh faktor produksi bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja, sedangkan sisanya sebesar 30.8 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model seperti serangan hama penyakit, kondisi cuaca atau musim, dan air. Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata menunjukkan nilai F-hitung sebesar yang berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel dependen secara bersama-sama memberikan pengaruh yang nyata terhadap produktivitas padi SRI. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam model diduga berpengaruh terhadap produktivitas padi metode SRI. Hasil pendugaan tersebut menunjukkan bahwa beberapa faktor produksi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi metode SRI. Hasil pendugaan dapat dilihat dari nilai P-Value, dimana apabila nilai P-Value lebih kecil dari taraf nyata (α) 0.1, maka variabel atau faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi metode SRI, dan sebaliknya. Nilai signifikansi pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa bibit, pupuk kandang, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Setiap peningkatan atau pengurangan penggunaan pada faktor produksi tersebut akan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI. Variabel lainnya seperti pupuk petroganik dan pupuk urea, tidak berpengaruh nyata pada taraf 10 persen terhadap produktivitas padi SRI. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada penggunaan variabel tersebut tidak memberikan dampak yang besar terhadap produktivitas padi SRI. Secara rinci pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produktivitas padi SRI akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Bibit Nilai pendugaan parameter variabel bibit bernilai positif. Hal ini menunjukkan apabila jumlah bibit yang digunakan untuk budidaya padi SRI bertambah maka produktivitas padi SRI juga akan meningkat. Besar koefisien parameter bibit adalah Nilai ini berarti apabila jumlah bibit yang digunakan meningkat sebesar satu persen maka produktivitas padi SRI akan meningkat sebesar 0.88 persen dengan asumsi variabel input lainnya tetap. Variabel bibit berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI pada taraf nyata 10 persen yang ditunjukan dengan nilai P-Value varibel bibit lebih kecil dibanding taraf nyata 0.1. Hal ini berarti penggunaan bibit yang semakin banyak akan meningkatkan produktivitas padi SRI secara nyata. Penggunaan bibit rata-rata petani responden mencapai 12.5 kilogram per hektar. Sementara berdasarkan panduan teknologi budidaya padi SRI, kebutuhan bibit untuk budidaya padi metode SRI yaitu 5-10 kilogram per hektar (Kementerian Pertanian 2015). Jumlah yang digunakan petani responden tidak terlalu jauh berbeda dengan dosis yang dianjurkan. Bibit yang digunakan untuk budidaya padi SRI sebanyak satu sampai dua bibit per lubang tanam. Berbeda dengan budidaya padi konvensional yang umum dilakukan petani yaitu menggunakan kilogram per hektar.

72 56 Pada budidaya padi metode SRI, satu lubang tanam diisi dengan satu hingga dua bibit padi. Alasannya, agar tanaman tidak saling merebut nutrisi, oksigen, dan sinar matahari. Namun, petani responden di Desa Nagrak Utara menghadapi serangan hama yaitu keong mas yang menyerang bibit tanaman padi pada saat mulai ditanam. Hal ini mengakibatkan banyak bibit padi yang habis dimakan keong mas, sehingga petani perlu tambahan bibit padi untuk mengganti tanaman padi yang rusak atau mati. Bibit padi yang rusak atau mati oleh serangan hama dapat menurunkan produktivitas padi. Dengan demikian perlu ditambahkan bibit padi untuk mengganti tanaman padi yang rusak. Petani responden biasanya melakukan penyulaman selama seminggu setelah kegiatan penanaman padi. Selain itu, beberapa petani juga belum semua yang melakukan pengaturan air dengan baik. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab munculnya serangan hama seperti keong. Beberapa petani yang sudah berpengalaman melakukan budidaya padi dengan metode SRI, membuat parit kecil sekeliling dalam dari petak sawah dan melintang di tengah sawah sehingga selain membantu pengendalian air, hama keong mas juga akan terperangkap di parit tersebut dan tidak naik ke lahan penanaman. Penggunaan satu hingga dua bibit padi dalam satu lubang tanam, akan meningkatkan produktivitas padi, dimana metode SRI ini dapat meningkatkan produktivitas padi rata-rata dari 4-5 ton per hektar menjadi 8-12 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Petani responden di Desa Nagrak Utara belum berani menggunakan satu bibit per lubang tanam, melainkan petani menggunakan dua bibit dalam satu lubang tanam. Hal ini karena petani belum berani menanggung risiko apabila hanya menggunakan satu bibit saja. 2. Pupuk Kandang Nilai pendugaan parameter variabel pupuk kandang bernilai negatif sehingga setiap peningkatan penggunaan pupuk kandang akan mengakibatkan penurunan produktivitas padi SRI. Nilai koefisisen pupuk kandang yaitu sebesar yang artinya setiap peningkatan penggunaan jumlah pupuk kandang satu persen akan menurunkan produktivitas padi SRI sebesar 0.36 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Variabel pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI pada taraf nyata 10 persen yang ditunjukan dengan nilai P-Value varibel pupuk kandang lebih kecil dibanding taraf nyata 0.1. Hal ini berarti penggunaan pupuk kandang yang semakin banyak akan menurunkan produktivitas padi SRI secara nyata. Penggunaan rata-rata pupuk kandang oleh petani responden sebesar 5.09 ton per hektar, sedangkan dosis penggunaan pupuk kandang sebanyak 5-7 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Penggunaan rata-rata pupuk kandang yang digunakan petani responden sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Akan tetapi, peningkatan penggunaan pupuk kandang tersebut pada penelitian ini akan menurunkan produktivitas padi SRI. Hal ini karena pada umumnya petani responden di Desa Nagrak Utara menggunakan pupuk kandang yang masih mentah atau masih basah tanpa terlebih dahulu dikeringkan. Penggunaan pupuk kandang memang sangat baik bagi tanaman karena pupuk kandang merupakan pupuk organik yang dapat mendukung berkembangnya kehidupan mikro atau makro organisme dalam tanah dan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Namun, penggunaan pupuk kandang yang masih basah secara langsung ke tanaman padi dapat menimbulkan panas selama proses dekomposisi. Selain itu, pupuk kandang segar yang langsung diberikan ke

73 57 tanaman padi dapat menimbulkan masalah karena kandungan, gulma, organisme penyebab penyakit yang masih dikandung eksresi (Sutanto 2002). Penggunaan pupuk kandang dalam jumlah banyak juga akan mendorong perkembangan lalat dan menimbulkan bau yang menyengat. Penggunaan pupuk kandang sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu karena akan mengurangi pengaruh kenaikan temperature selama proses dekomposisi dan terjadinya kekurangan nitrogen yang diperlukan tanaman padi (Sutanto 2002). 3. Pupuk Petroganik Nilai pendugaan parameter variabel pupuk petroganik bernilai positif. Hal ini berarti apabila jumlah pupuk petroganik yang digunakan untuk budidaya padi SRI bertambah maka produktivitas padi SRI juga akan meningkat. Besar koefisien parameter pupuk petroganik adalah Nilai ini berarti apabila jumlah pupuk petroganik yang digunakan meningkat sebesar satu persen maka produktivitas padi SRI akan meningkat sebesar 0.07 persen dengan asumsi variabel input lainnya tetap. Akan tetapi variabel pupuk petroganik ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen tehadap produktivitas. Nilai P-Value pupuk petroganik sebesar 0.71 persen lebih besar daripada 10 persen. Penggunaan pupuk petroganik sangat penting untuk tanaman padi dalam memperkaya unsur hara dalam tanah dan menyuburkan tanaman. Apabila kandungan bahan organik tanah rendah maka tanah akan sulit diolah, padat, dan tidak dapat menyimpan air sehingga produktivitas tanah akan rendah. Dalam hal ini, peranan bahan organik dalam tanah sangat besar dan penting. Pupuk petroganik digunakan oleh seluruh petani responden di Desa Nagrak Utara. Penggunaan rata-rata pupuk petroganik mencapai kilogram per hektar, dan dosis yang dianjurkan untuk penggunaan petroganik pada tanaman padi yaitu sebesar 500 kilogram per hektar. Petani responden menggunakan pupuk petroganik sesuai dengan dosis yang dianjurkan sehingga peningkatan penggunaan pupuk petroganik ini dapat meningkatkan produktivitas padi SRI karena memang pupuk organik dibutuhkan dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Namun, peningkatan penggunaan pupuk petroganik tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI karena jumlah penggunaan petani sudah sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Selain itu, petani juga menggunakan pupuk organik lain seperti pupuk kandang, sehingga peningkatan atau pengurangan penggunaan pupuk petroganik tidak terlalu berpengaruh karena sudah ada pupuk organik lain yang juga mendukung pertumbuhan tanaman padi. 4. Pupuk Urea Hasil pendugaan parameter pada persamaan fungsi produktivitas menunjukkan bahwa variabel pupuk urea mempunyai tanda parameter negatif. Hal ini berarti, semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas padi SRI akan menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk urea bernilai negatif sebesar -0.14, artinya jika terjadi peningkatan penggunaan pupuk urea sebesar satu persen maka akan menurunkan produktivitas padi SRI sebesar 0.14 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap. Berdasarkan nilai peluangnya, variabel pupuk urea mempunyai nilai peluang sebesar 0.16 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea

74 58 mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata sebesar 10 persen. Penggunaan rata-rata pupuk urea oleh petani responden sebesar kilogram per hektar. Penggunaan pupuk urea sangat penting dalam merangsang pertumbuhan batang dan daun tanaman karena pupuk ini mengandung unsur nitrogen yang baik untuk tanaman. Pupuk urea juga dapat meningkatkan jumlah bulir atau rumpun pada padi. Namun, kelebihan penggunaan pupuk urea dapat menurunkan kualitas panen serta respon terhadap hama dan penyakit. Penggunaan pupuk urea sebenarnya tidak disarankan dalam budidaya padi metode SRI. Hal ini karena budidaya padi dengan SRI diharapkan dapat menurunkan kerusakan tanah akibat penggunaan bahan-bahan non organik seperti pupuk urea. Namun, petani sudah terbiasa menggunakan pupuk urea dalam kegiatan budidaya padi. Dosis umum penggunaan pupuk urea untuk padi sawah adalah sebesar 100 kilogram per hektar (Prasetiyo 2002). Penggunaan pupuk urea oleh petani responden sudah melewati dosis yang dianjurkan, sehingga peningkatan penggunaan pupuk urea tersebut dapat menurunkan produktivitas padi SRI. 5. Pupuk Phonska Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel pupuk phonska adalah sebesar Hal ini berarti bahwa apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan sebesar satu persen, maka dapat menurunkan produktivitas padi SRI sebesar 0.28 persen dengan asumsi semua variabel lain tetap. Berdasarkan nilai peluangnya, variabel pupuk phonska mempunyai nilai peluang sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk phonska mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas padi SRI pada taraf nyata sebesar 10 persen. Penggunaan rata-rata pupuk phonska oleh petani responden sebesar kilogram per hektar. Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang terdiri dari unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dengan perbandingan 15:15:15. Pupuk phonska berperan dalam pembentukan biji dan mempercepat pemasakan buah serta memacu pertumbuhan akar tanaman. Penggunaan pupuk phonska yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada tanah, sehingga penggunaannya harus diimbangi dengan penggunaan pupuk organik. Dalam hal ini peningkatan pupuk phonska dapat menurunkan produktivitas karena penggunaan yang berlebihan dalam jangka panjang akan mengurangi sifat asam tanah sehingga tanah menjadi basa dan mengurangi kemampuan tanah dalm menyerap air. Pupuk phonska merupakan pupuk kimia yang paling banyak digunakan petani responden karena pupuk ini sangat baik untuk pertumbuhan bulir padi dan sudah turun temurun digunakan petani untuk budidaya padi SRI. Dosis penggunaan pupuk phonska apabila digabungkan dengan urea untuk tanaman padi adalah sebesar 300 kilogram phonska dan 100 kilogram urea per hektar (Prasetiyo 2002). Penggunaan pupuk ponska oleh petani responden sudah mendekati dosis yang dianjurkan. Namun peningkatan penggunaan pupuk ini akan berdampak bagi penurunan produktivitas padi metode SRI. Hal ini karena petani responden telah menggunakan pupuk urea melebihi dosis yang dianjurkan dan pupuk urea telah mengandung unsur nitrogen sehingga penggunaan pupuk phonska tidak ditambahkan lagi. Selain itu harga pupuk phonska lebih mahal daripada pupuk urea.

75 59 6. Pestisida cair Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida cair bernilai positif sebesar 0.18 artinya jika terjadi peningkatan penggunaan pestisida cair sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas padi SRI sebesar 0.18 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Tanda paramater variabel pestisida cair menunjukkan tanda positif, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas padi SRI semakin meningkat. Jika taraf nyata sebesar 10 persen maka penggunaan variabel pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produktivitas menunjukkan bahwa variabel pestisida cair memiliki nilai peluang sebesar 0,002. Rata-rata penggunaan pupuk pestisida cair oleh petani responden sebesar ml per hektar. Pestisida cair yang digunakan petani responden, yaitu amistartop, decis, dan perekat. Pestisida ini mengandung racun lambung dan racun kontak sehingga sangat ampuh untuk membasmi hama. Penyemprotan biasanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 30 HST dan 60 HST setelah kegiatan penyiangan. Pestisida cair ini sangat dibutuhkan dalam memberantas hama yang ada pada tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida cair dapat meningkatkan produktivitas padi SRI apabila terdapat banyak hama pada tanaman padi. Hama dapat menurunkan jumlah produksi pada tanaman. Petani responden menggunakan pestisida cair tersebut untuk menangani hama seperti belalang yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman padi. 7. Tenaga Kerja Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja memiliki tanda positif yang artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja akan mengakibatkan produktivitas padi SRI juga meningkat. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah 0.21, maka setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen dapat meningkatkan produktivitas padi SRI sebesar 0.21 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Variabel tenaga kerja ini berpengaruh nyata pada taraf 10 persen terhadap produktivitas. Nilai P- Value tenaga kerja yaitu 0.09 lebih kecil daripada taraf nyata 0.1. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi SRI ini terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja rata-rata oleh petani responden sebesar HOK per hektar. Menurut penelitian Mulyaningsih (2010), penggunaan tenaga kerja untuk usahatani padi SRI yaitu 259 HOK per hektar. Sedangkan Nugraha (2013) menyebutkan bahwa penggunaan tenaga kerja untuk budidaya padi SRI sebesar HOK per hektar. Jumlah tenaga kerja pada kedua penelitian tersebut lebih besar dibandingkan penggunaan tenaga kerja petani responden. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja masih bisa ditingkatkan karena penggunaan tenaga kerja petani responden masih di bawah jumlah yang dilakukan pada kedua penelitian. Hasil pendugaan variabel tenaga kerja juga menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja ini secara nyata dapat meningkatkan produktivitas padi metode SRI.

76 60 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Padi Metode SRI Analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi risiko produktivitas padi metode SRI dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance produktivitas padi SRI. Model pendugaan fungsi variance produktivitas padi metode SRI diperoleh dari nilai variance produktivitas sebagai variabel dependent dan faktor-faktor produksi yang mencakup bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja sebagai variabel independent. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance produktivitas Padi Metode SRI Petani Responden Variabel Koefisien regresi t-hitung Signifikansi Konstanta Ln Bibit * Ln Pupuk Kandang 2.466* Ln Pupuk Petroganik Ln Pupuk Urea Ln Pupuk Phonska 2.295* Ln Pestisida Cair * Ln Tenaga Kerja 2.163* R- Sq = 52 % R-Sq (Adj) = 39.5 % Fhit = Keterangan : *) : signifikansi pada taraf 10 persen Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 21 pendugaan fungsi variance produktivitas padi metode SRI memiliki nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 52 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R² adj) sebesar 39.5 persen. Nilai R² tersebut menunjukkan bahwa 52 persen keragaman variance produktivitas padi metode SRI dapat dijelaskan oleh faktor produksi bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja. Sementara sisanya sebesar 48 persen dijelaskan faktor lain diluar model seperti serangan hama penyakit, kondisi cuaca atau musim, dan air. Hasil perhitungan juga menunjukkan nilai F-hitung sebesar dengan nilai signifikansi sebesar yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Nilai F-hitung yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai variance produktivitas padi metode SRI yang dihasilkan. Hasil pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan bahwa tidak semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas padi metode SRI. Dari hasil nilai P-Value dapat diketahui faktor produksi apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap variance produktivitas padi metode SRI. Nilai P-Value yang lebih kecil dari taraf nyata (α) maka variabel tersebut berpengaruh signifikan. Nilai P-Value pada pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan variabel bibit, pupuk kandang, pupuk phonska dan

77 61 tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa bibit, pupuk kandang, pupuk phonska dan tenaga kerja dapat meningkatkan dan menurunkan risiko produksi, apabila terjadi peningkatan atau pengurangan pada faktor produksi tersebut. Sementara untuk variabel lain seperti pupuk petroganik, pupuk urea, dan pestisida cair, tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen terhadap variance produktivitas padi metode SRI. Pengaruh masing-masing faktor produksi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Bibit Hasil pendugaan parameter untuk variabel bibit bernilai negatif. Hal ini berarti semakin banyak bibit yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas padi SRI semakin menurun, sehingga variabel bibit merupakan faktor yang mengurangi risiko (risk reducing factors). Nilai koefisien parameter bibit sebesar Artinya, apabila terdapat peningkatan penggunaan bibit sebesar satu persen maka akan menurunkan variance produktivitas padi SRI sebesar 4.20 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap. Variabel bibit berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI pada taraf nyata 10 persen. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel bibit lebih kecil daripada 0.1 yaitu sebesar Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat sehingga variabel benih merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors) (Pratiwi 2011). Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan benih kentang dan kubis maka risiko produksinya semakin menurun. Pada penelitian ini, peningkatan penggunaan bibit dapat menurunkan risiko dan berpengaruh nyata. Jika dikaitkan dengan hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan bibit akan meningkatkan rata-rata produktivitas padi SRI. Peningkatan penggunaan bibit ini dapat meningkatkan rata-rata produktivitas padi SRI sehingga bibit dapat menurunkan risiko. 2. Pupuk Kandang Hasil pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang mempunyai tanda parameter positif. Artinya, semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam kagiatan budidaya padi metode SRI maka variasi produktivitas semakin meningkat, sehingga variabel pupuk kandang merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk kandang bernilai positif sebesar Hal tersebut berarti apabila terjadi peningkatan penggunaan pupuk kandang sebesar satu persen maka akan meningkatkna variasi produktivitas padi metode SRI sebesar 2.47 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap. Pupuk kandang juga berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Pupuk kandang adalah bahan organik yang dibutuhkan tanaman karena mengandung unsur hara yang sangat baik bagi tanaman padi. Namun, pemberian pupuk kandang pada waktu yang tidak tepat dapat menyebabkan penurunan produksi yang dihasilkan. Pupuk kandang yang digunakan oleh beberapa petani responden di Desa Nagrak Utara merupakan pupuk kandang yang masih basah sehingga hal ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Semakin banyak

78 62 pupuk kandang yang masih basah yang digunakan pada usahatani padi metode SRI di Desa Nagrak Utara maka variasi produktivitas padi akan semakin meningkat. Pupuk kandang yang baik adalah pupuk kandang yang telah diolah atau melalui tahap fermentasi terlebih dahulu. 3. Pupuk Petroganik Nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk petroganik bernilai negatif, yaitu sebesar Nilai tersebut menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk petroganik dapat menurunkan nilai variance produktivitas padi metode SRI dengan asumsi semua variabel lain tetap. Pupuk petroganik menjadi salah satu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk reducing factors). Peningkatan penggunaan pupuk petroganik sebesar satu persen akan menurunkan nilai variance produktivitas padi SRI sebesar persen. Namun, pupuk petroganik tidak berpengaruh secara nyata terhadap variance produktivitas padi metode SRI. Hal ini ditunjukkan dari nilai P-Value pupuk petroganik sebesar 0.77, lebih besar dari taraf nyata sebesar 0.1. Pupuk petroganik sangat baik bagi tanaman karena mampu meningkatkan produksi tanaman yang dihasilkan. Pupuk petroganik mengandung unsur hara yang tinggi yang sangat dibutuhkan tanaman. Bentuk pupuk petroganik berupa butiran granul yang memudahkan petani untuk mengaplikasikannya ke lahan petani. Apabila dikaitkan dengan hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk petroganik akan meningkatkan rata-rata produktivitas padi SRI. Peningkatan penggunaan pupuk petroganik ini dapat meningkatkan rata-rata produktivitas padi SRI sehingga pupuk petroganik dapat menurunkan risiko. Namun, peningkatan penggunaan pupuk petroganik tidak berpengaruh secara nyata karena dosis yang digunakan petani untuk tanaman padi sudah sesuai dengan dosis yang disarankan. 4. Pupuk Urea Hasil parameter dugaan untuk variabel pupuk urea memiliki tanda positif yang berarti setiap peningkatan penggunaan pupuk urea akan mengakibatkan variance produktivitas padi metode SRI juga meningkat. Nilai koefisien parameter pupuk urea adalah sebesar 0.60, yang berarti setiap peningkatan penggunaan pupuk urea sebesar satu persen dapat meningkatkan variance produktivitas padi SRI sebesar 0.60 persen dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap. Dalam hal ini variabel pupuk urea dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Namun pupuk urea tidak berpengaruh secara nyata pada taraf 10 persen terhadap variance, dimana nilai P- Value sebesar lebih besar dari 0.1. Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk urea dapat menurunkan produktivitas padi SRI. Penurunan produktivitas padi SRI ternyata berdampak juga terhadap peningkatan variance produktivitas padi SRI. Pupuk urea dibutuhkan untuk tanaman padi karena kandungan nitrogen yang paling tinggi pada pupuk urea berfungsi untuk memacu pertumbuhan daun, batang, serta membantu proses fotosintesis pada tanaman padi. Namun, penggunaan pupuk urea ini hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan pupuk petroganik oleh petani. Sehingga penggunaan pupuk urea yang terlalu banyak dapat merusak tanaman dan mengakibatkan risko produksi pada tanaman padi.

79 63 5. Pupuk Phonska Hasil pendugaan koefisien parameter untuk variabel pupuk phonska adalah sebesar Artinya, apabila penggunaan pupuk phonska meningkat sebesar satu persen, maka dapat meningkatkan variance produktivitas padi metode SRI sebesar 2.29 persen dengan asumsi semua variabel lain tetap. Dalam hal ini variabel pupuk phonska disebut sebagai faktor produksi yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Pupuk phonska berpengaruh nyata pada taraf 10 persen dimana nilai P-Value sebesar lebih kecil dari taraf nyata 0.1. Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur nitrogen, fosfor, dan kalium sehingga sangat baik untuk pertumbuhan tanaman padi terutama saat menjelang keluarnya malai padi. Namun penggunaan pupuk phonska secara berlebihan dapat merusak tanaman. Penggunaan pupuk secara tidak tepat dapat menimbulkan adanya risiko produksi pada tanaman. Hal ini juga sesuai dengan hasil pendugaan produktivitas padi SRI, dimana peningkatan penggunaan pupuk phonska dapat menurunkan produktivitas padi SRI yang dihasilkan. 6. Pestisida Cair Berdasarkan temuan Just and Pope menunjukkan bahwa pestisida cair sebagai faktor pengurang risiko produksi. Hal ini sesuai dengan penelitian ini, dimana nilai pendugaan variabel pestisida cair bernilai negatif sebesar Artinya, semakin banyak penggunaan pestisida cair dalam usahatani padi SRI maka variasi produktivitas padi SRI semakin menurun. Dalam hal ini pestisida cair dikatakan sebagai faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Nilai peluang variabel pestisida cair sebesar 0.025, sehingga pestisida cair berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas. Pada penelitian ini pestisida cair mampu mengurangi risiko. Hal ini karena petani menggunakan pestisida cair untuk memberantas hama yang mengganggu tanaman padi. Dengan melakukan penyemprotan pestisida cair maka hama akan mati dan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal ini juga sesuai dengan pendugaan fungsi produktivitas padi SRI dimana peningkatan penggunaan pestisida cair dapat meningkatkan produktivitas yang dihasilkan. Peningkatan produktivitas ini mempu menstabilkan produksi sehingga pestisida cair dikatakan sebagai faktor pengurang risiko. 7. Tenaga Kerja Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja memiliki tanda positif yang berarti setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja akan mengakibatkan variance produktivitas padi SRI meningkat. Nilai koefisien parameter tenaga kerja sebesar 2.163, maka setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen maka akan meningkatkan variance produktivitas padi metode SRI sebesar persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Dalam hal ini variabel tenaga kerja disebut sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Varibel tenaga kerja ini berpengaruh nyata pada taraf 10 persen terhadap variance produktivitas padi SRI. Nilai P-Value yang dihasilkan tenaga kerja lebih kecil daripada 10 persen yaitu Penggunaan tenaga kerja oleh petani terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Hasil pendugaan

80 64 fungsi produktivitas menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja dapat meningkatkan produktivitas padi metode SRI. Namun peningkatan produktivitas ini ternyata dapat meningkatkan variance produktivitas padi SRI. Hal ini karena tenaga kerja yang digunakan petani masih belum paham tentang cara budidaya padi metode SRI. Beberapa tenaga kerja dari luar masih melakukan penanaman padi berdasarkan pengetahuan turun-temurun yang mereka ketahui. PENGARUH RISIKO TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI METODE SRI Suatu usahatani yang dilakukan oleh petani dapat diukur keberhasilannya dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani merupakan nilai dari selisih antara penerimaan usahatani dan biaya usahatani. Jika nilai pendapatan usahatani positif, maka dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani berharap dapat meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Pendapatan usahatani dilihat dari dua sisi yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan total biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani, baik yang tunai maupun yang tidak tunai (yang diperhitungkan). Pengeluaran usahatani dihitung dari besarnya biaya pengeluaran untuk membeli input usahatani baik input tetap maupun input variabel. Produksi padi SRI akan menentukan pendapatan usahatani yang akan diperoleh petani. Petani responden di Desa Nagrak Utara melakukan kegiatan budidaya padi SRI pada musim yang sama dengan tujuan mengurangi kegagalan panen akibat serangan hama dan penyakit. Pada penelitian ini, akan ditunjukkan bagaimana pengaruh risiko akibat penggunaan input produksi yang berbeda terhadap pendapatan petani di Desa Nagrak Utara. Musim tanam yang dianalisis adalah Desember hingga Maret 2016, sesuai dengan masa panen padi metode SRI yakni sekitar empat bulan. Risiko produksi yang dihadapi petani responden mengakibatkan perbedaan pendapatan yang diperoleh masing-masing petani. Dengan demikian dilakukan perhitungan expected return untuk melihat return yang diharapkan dapat diperoleh petani. Data yang digunakan pada pnelitian ini adalah data cross section sehingga probabilitas diasumsikan sama. Dengan demikian nilai expected return menunjukkan hasil pendapatan rata-rata yang diperoleh petani responden. Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI Penerimaan usahatani padi metode SRI dihitung berdasarkan rata-rata luasan lahan para petani responden yang dikonversi dalam hektar pada satu periode tanam. Penerimaan usahatani adalah selisih antara total produk yang dijual dengan harga yang berlaku di pasar. Penerimaan usahatani padi metode SRI terdiri dari dua komponen yaitu penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan nilai dari hasil penjualan hasil

81 65 panen atau gabah kering panen (GKP). Petani responden langsung menjual hasil panen ke tengkulak dalam bentuk GKP. Hasil panen padi yang dihasilkan petani responden sekain dijual ke tengkulak, ada juga yang disimpan untuk kebutuhan rumah tangga. GKP yang dijual ke tengkulak menjadi penerimaan tunai usahatani, sementara GKP yang disimpan petani responden masuk dalam komponen penerimaan yang diperhitungkan. Budidaya padi metode SRI juga menghasilkan jerami yang dapat dijadikan sebagi pupuk kompos bagi tanaman. Menurut informasi dari petani responden, jumlah jerami yang dihasilkan petani berjumlah dua kali dari jumlah GKP yang dihasilkan. Hasil jerami ini masuk dalam komponen penerimaan yang diperhitungkan. Harga untuk satu kilogram jerami sebesar 175 rupiah. Petani responden menjual langsung hasil panen padi ke tengkulak yang datang ke desa mereka. Harga jual gabah kering panen (GKP) yang ditawarkan tengkulak kepada petani seharga rupiah per kg. Produktivitas rata-rata padi metode SRI yang dihasilkan petani responden sebesar 5.7 ton per hektar. Jumlah produktivitas yang dihasilkan petani responden tersebut masih dibawah produktivitas potensial padi metode SRI yaitu sebesar 8-12 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Hal ini menunjukkan bahwa petani belum dapat mencapai produktivitas potensial padi metode SRI yang diduga disebabkan karena adanya risiko produksi. Produktivitas tertinggi yang dihasilkan petani responden sebesar 10 ton per hektar, sementara produktivitas terendah sebesar 2.46 ton per hektar. Perbedaan produktivitas yang dihasilkan petani responden juga diduga oleh perbedaan penggunaan input produksi. Hal ini mengakibatkan penerimaan yang diperoleh petani responden juga berbeda-beda. Tabel 20 Tabel Rata-rata penerimaan usahatani padi SRI petani responden per hektar di Desa Nagrak Utara pada musim tanam Desember Maret 2016 Komponen penerimaan Jumlah (Kg) Harga (Rp/kg) Penerimaan (Rp) Penerimaan tunai GKP Penerimaan yang diperhitungkan 1. GKP yang disimpan Jerami padi Jumlah penerimaan yang diperhitungkan Total Penerimaan Rata-rata penerimaan tunai petani responden dalam satu musim tanam padi metode SRI untuk satu hektar lahan sebesar rupiah. Sementara rata-rata penerimaan yang diperhitungkan petani responden sebesar rupiah per hektar. Penerimaan tunai terbesar yang diperoleh petani responden sebesar rupiah per hektar, sementara penerimaan tunai terkecil sebesar rupiah per hektar. Penerimaan yang diperhitungkan terbesar yang diperoleh petani responden sebesar rupiah per hektar dan terkecil sebesar rupiah per hektar. Perbedaan penerimaan yang diperoleh petani

82 66 diakibatkan oleh perbedaan hasil produktivitas petani responden. Perbedaan produktivitas ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi petani baik akibat perbedaan penggunaan input produksi maupun akibat serangan hama dan penyakit. Hasil total rata-rata penerimaan usahatani padi metode SRI dapat ditunjukkan pada Tabel 20. Pengeluaran Usahatani Padi Metode SRI Pengeluaran usahatani padi metode SRI terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai yaitu biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani untuk membeli input produksi seperti biaya pembelian benih, pupuk kandang, pupuk UREA, pupuk phonska, TSP, pestisida cair, sewa lahan, pajak sawah, biaya pembajakan lahan, biaya pengairan dan upah tenaga kerja di luar keluarga. Pengeluaran yang diperhitungkan yaitu biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh petani seperti biaya penyusutan peralatan, biaya pupuk kandang, pestisida nabati, larutan MOL dan benih yang dibuat sendiri oleh petani, biaya pupuk petroganik dan pupuk phonska yang berasal dari bantuan pemerintah, serta upah tenaga kerja dalam keluarga. Rata-rata pengeluaran usahatani padi metode SRI dapat ditunjukkan pada Tabel 21. Rata-rata total biaya yang dikeluarkan petani responden sebesar rupiah per hektar. Pengeluaran tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 64.5 persen dari total biaya dibandingkan dengan biaya yang diperhitungkan sebesar 35.5 persen. Biaya terbesar yang ditanggung petani responden, baik untuk pengeluaran tunai maupun pengeluaran yang diperhitungkan adalah biaya untuk upah tenaga kerja. Biaya upah tenaga kerja di luar keluarga lebih besar dibandingkan upah tenaga kerja dalam keluarga. Petani responden menggunakan tenaga kerja di luar keluarga karena keluarga petani tidak mencukupi untuk melakukan kegiatan usahatani seperti untuk penanaman, penyulaman, dan pemanenan. Penggunaan tenaga kerja petani responden berbedabeda. Hal ini dapat ditunjukkan dari perbedaan biaya yang dikeluarkan petani. Pengeluaran terbesar untuk biaya TKLK yang dikeluarkan petani responden sebesar rupiah per HOK per hektar sementara biaya TKLK terkecil sebesar rupiah per HOK per hektar. Biaya TKDK terbesar yang dikeluarkan petani responden sebesar rupiah per HOK per hektar dan biaya terkecil sebesar rupiah per HOK per hektar. Upah tenaga kerja pria sebesar rupiah per HOK dan tenaga kerja wanita sebesar rupiah per HOK. Petani responden di Desa Nagrak Utara juga menggunakan traktor dalam kegiatan pembajakan lahan, sehingga biaya yang dikeluarkan petani untuk membajak lahan juga cukup besar. Penggunaan traktor dalam pembajakan lahan dapat menghemat waktu petani dalam kegiatan usahatani padi metode SRI. Selain itu, alasan petani menggunakan traktor karena kesulitan mencari tenaga kerja untuk membajak lahan. Hal ini karena buruh tani di desa tersebut semakin sedikit karena masyarakat lebih banyak memilih bekerja sebagai buruh di pabrik. Biaya yang dikeluarkan petani untuk menyewa traktor berbeda-beda tergantung pada luas lahan dan lokasi sawah. Petani yang memiliki lokasi sawah yang berjauhan biasanya mengeluarkan biaya sewa traktor lebih mahal karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain biaya sewa traktor, petani responden juga harus mengeluarkan biaya untuk rokok, makanan, dan kopi tenaga kerja yang

83 67 melakukan pembajakan tersebut. Biasanya tenaga kerja yang menggunakan tarktor sebanyak dua orang. Rata-rata pengeluaran tunai untuk pembajakan lahan dengan traktor sebesar rupiah per hektar. Tabel 21 Rata-rata pengeluaran usahatani padi metode SRI petani responden di Desa Nagrak Utara No Pengeluaran Satuan Jumlah (satuan) Pengeluaran (Rp) A Biaya Tunai 1 Pembelian benih Kg Pupuk Kandang Kg Pupuk Kimia Urea Kg Phonska Kg TSP Kg Pestisida Cair Decis Ml Amistartop Ml Perekat Ml Biaya pembajakan lahan Rp TKLK HOK/ha Pajak lahan Rp Sewa lahan Rp Biaya pengairan Rp Total Biaya Tunai B Biaya Diperhitungkan 1 Biaya benih semai sendiri Pupuk kandang sendiri Pupuk petroganik bantuan Pupuk pestisida nabati Larutan MOL Pupuk phonska bantuan Penyusutan peralatan TKDK Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Petani responden di Desa Nagrak Utara sebanyak 15 orang menyewa lahan dalam kegiatan budidaya padi SRI. Petani meneywa lahan karena tidak memiliki lahan sendiri sehingga menyewa lahan masyarakat yang tdiak digunakan. Selain itu, beberapa petani juga melakukan sewa lahan karena lahan yang petani miliki sendiri masih kurang untuk melakukan budidaya padi SRI. Proporsi pengeluaran tunai untuk sewa lahan juga cukup besar yaitu rupiah per hektar. Biaya sewa ini ada yang dibayar petani untuk hitungan satu tahun dan ada juga

84 68 yang dibayar per musim tanam. Rata-rata biaya sewa lahan per tahun sebesar 800 rupiah per m². Rata-rata pengeluaran tunai untuk pembelian pupuk kimia seperti pupuk urea, phonska, dan TSP yang dikeluarkan petani responden sebesar rupiah per hektar. Pengeluaran setiap petani untuk pembelian pupuk kimia ini berbeda-beda tergantung dengan modal yang dimiliki petani responden. Pengeluaran terbesar yang dikeluarkan petani responden untuk pembelian pupuk kimia sebesar rupiah per hektar, sementara pengeluaran terkecil yang dikeluarkan petani responden sebesar rupiah per hektar. Perbedaan yang dikeluarkan petani tersebut cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa terdapat variasi dalam penggunaan pupuk kimia. Perbedaan penggunaan pupuk kimia ini berpengaruh juga terhadap jumlah produksi yang dihasilkan petani responden. Selain pupuk kimia, penggunaan pestisida cair juga berbeda untuk setiap responden. Biaya terbesar yang dikeluarkan petani responden untuk pembelian pestisida cair sebesar rupiah per hektar, dan biaya terkecil sebesar rupiah per hektar. Nilai Expected Return Padi Metode SRI Nilai expected return diperoleh dari hasil pendapatan rata-rata yang dihasilkan oleh petani responden. Nilai expected return digunakan untuk melihat pengaruh terjadinya risiko produksi terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan petani atau mendapat hasil yang positif. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani padi metode SRI. Nilai expected return usahatani padi metode SRI petani responden per hektar di Desa Nagrak Utara dapat ditunjukkan pada Tabel 22. Tabel 22 Nilai Expected Return usahatani padi metode SRI petani responden per hektar di Desa Nagrak Utara No Komponen Nilai (Rp) A Penerimaan tunai B Penerimaan yang diperhitungkan C Total penerimaan (A+B) D Pengeluaran tunai E Pengeluaran yang diperhitungkan F Total pengeluaran (D+E) G Expected Return atas biaya tunai H Expected Return atas biaya total R/C atas biaya tunai 3.28 R/C atas biaya total 2.11

85 69 Pada Tabel 22 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan atas biaya tunai usahatani padi metode SRI yang diperoleh petani responden per hektar di Desa Nagrak Utara adalah sebesar Rp Pendapatan atas biaya total diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan biaya total usahatani padi metode SRI. Rata-rata pendapatan atas biaya total usahatani padi metode SRI yang diperoleh petani responden per hektar sebesar rupiah. Nilai rata-rata pendapatan tersebut menunjukkan return yang diharapkan petani reponden. Expected return atas biaya total petani responden per hektar sebesar rupiah. Pendapatan atas biaya total tertinggi yang diperoleh petani responden per hektar sebesar rupiah, sementara pendapatan atas biaya total terendah sebesar rupiah per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa adanya risiko produksi mengakibatkan perbedaan pendapatan yang diperoleh petani. Sama halnya dengan expected return atas biaya tunai yang diperoleh petani responden per hektar sebesar rupiah. Petani memperoleh pendapatan atas biaya tunai tertinggi per hektar sebesar rupiah, sementara pendapatan atas biaya tunai terendah sebesar rupiah per hektar. Pendapatan usahatani yang diperoleh petani responden per hektar berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan penggunaan input produksi yang digunakan petani. Perbedaan penggunaan input oleh petani responden membuat perbedaan biaya yang dikeluarkan petani, sehingga berdampak pada pendapatan yang diperoleh. Selain itu, perbedaan penggunaan input produksi ini juga memengaruhi jumlah produktivitas yang dihasilkan petani responden. Hasil produktivitas yang berbeda mengakibatkan perbedaan penerimaan yang diperoleh petani. Perbedaan pendapatan atas biaya total yang diterima petani juga berbeda-beda. Rata-rata pendapatan Pendapatan tertinggi dan terendah petani responden ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 23 Nilai expected return petani responden per hektar di Desa Nagrak Utara No Uraian Pendapatan tertinggi 1 2 Pendapatan terendah (Rp) Expected return (Rp) Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan selama satu periode. Nilai R/C ratio digunakan sebagai alat analisa untuk mengukur biaya dari suatu produksi. Apabila nilai R/C ratio lebih besar dari satu maka usahatani tersebut layak untuk dikembangkan. Nilai R/C ratio atas biaya tunai yang diperoleh petani responden sebesar 3.28 dan atas biaya total sebesar Artinya, setiap rupiah biaya tunai maupun biaya total yang dikeluarkan, maka petani akan memperoleh pendapatan tunai sebesar rupiah dan pendapat total sebesar rupiah.

86 70 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Peningkatan penggunaan bibit, pestisida cair, dan tenaga kerja berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas padi metode SRI petani responden di Desa Nagrak Utara. Sementara peningkatan penggunaan pupuk kandang dan pupuk phonska secara nyata dapat menurunkan produktivitas padi SRI. Risiko produksi padi metode SRI secara nyata dipengaruhi oleh bibit, pupuk kandang, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja. Peningkatan penggunaan pupuk kandang, pupuk phonska, dan tenaga kerja secara nyata dapat meningkatkan risiko produksi (risk inducing factor). Sementara peningkatan penggunaan bibit secara nyata dapat menurunkan risiko produksi (risk reducing factor). Faktor produksi lain seperti pupuk urea dapat meningkatkan risiko produksi tetapi tidak berpengaruh nyata. Pupuk petroganik dapat menurunkan risko produksi tetapi tidak berpengaruh nyata. Variasi produktivitas petani reponden mengindikasikan adanya risiko produksi. Risiko produksi ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan faktor produksi yang tidak tepat jumlah dan waktu penggunaannya. Oleh karena itu, terdapat variasi pendapatan yang diterima petani respoden. Pendapatan atas biaya total tertinggi yang diperoleh petani responden per hektar sebesar rupiah, sementara pendapatan atas biaya total terendah sebesar rupiah per hektar. Expected return atas biaya total petani responden per hektar sebesar Rp Usahatani padi metode SRI yang dijalankan petani responden di Desa Nagrak Utara layak untuk diusahakan karena nilai R/C ratio atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari satu. SARAN 1. Tanaman padi peka terhadap pemupukan dengan pupuk kandang dan pupuk phonska karena peningkatan penggunaan pupuk kandang dan pupuk phonska dapat menurunkan produktivitas sekaligus meningkatkan risiko produksi. Oleh karena itu petani harus hati-hati dalam memberikan pupuk kandang dan pupuk phonska pada tanaman padi. 2. Petani dapat menambah penggunaan input produksi yang secara signifikan meningkatkan produktivitas dan menurunkan risiko produksi seperti penggunaan bibit dan pestisida cair. 3. Penggunaan tenaga kerja perlu diperhatikan petani, karena peningkatan penggunaan tenaga kerja dapat menyebabkan risiko produksi meskipun peningkatan penggunaannya dapat meningkatkan produktivitas padi metode SRI. 4. Petani sebaiknya melakukan perawatan yang lebih intensif dalam pengaturan pengairan karena budidaya padi SRI sangat memperhatikan pengaturan air bagi tanaman. Pengaturan pengairan ini dapat menghindarkan tanaman padi dari kemungkinan adanya risiko produksi yang dapat menurunkan jumlah produksi dan pendapatan usahatani.

87 71 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi dalam Angka Sukabumi : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi. [BPS] Badan Pusat Statistik Luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Indonesia tahun [BP3K] Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Nagrak.2015 [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015a. Panduan Teknologi Budidaya Padi SRI. Jakarta (ID): Kementan [Kementan] Kementerian Pertanian RI. 2015b. Data kontribusi PDB atas harga berlaku tahun [internet]. [diacu 2015 November 21]. Tersedia pada: Aldila HF Analisis Faktor-Faktor yang memengaruhi Risiko Produksi Jagung (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asche F, Tveteras R Modeling production risk with a two-step prosedure. Journal of Agricultural and Resource Economics 24(2): Astuti, Riani Budi Penerapan Teknologi System of Rice Intensification di Desa Margahayu Kabupaten Tasikmalaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ellis, F Peasant Economics : Farm Households and Agrarian Development. Second Edition. New York : Cambridge University Press. Fariyanti A, Kuntjoro, Hartoyo S, Daryanto A Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran Pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : Gujarati D EKONOMETRIKA DASAR. Zain S, Penerjemah; Hutauruk G, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : BASIC ECONOMETRICS Gujarati DN DASAR-DASAR EKONOMETRIKA Jilid 1. Julius A dan Mulyadi, S.E, penerjemah. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Basic Econometrics. Ed ke-3. Harwood J, R. Heifner, K. Coble, J. Perry, A. Somwaru Managing Risk in Farming : Concepts, Research, and Analysis. Agricultural Economic Report No U.S. Departement of Agriculture, Washington. Ligeon C, Jolly C, Bencheva N, Delikostadinov S, Puppala N Production risks in Bulgarian peanut production. Agricultural Economics Review 9(1): Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulyaningsih A Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode Sri (System Of Rice Intensification) (Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

88 72 Mustakini JH Teori Portofolio dan Analisis Investasi Edisi Ketiga. Jakarta (ID) : BPFE Nazir M Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Nugraha AP Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode System Of Rice Intensification (Sri) dan Padi Konvensional di Desa Kebonpedes Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pappas JL dan Hirschey M Ekonomi Manajerial Edisi Keenam. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Pope R Production Uncertainty and Factor Demands for the Competitive Firm. 46(2): Prasetiyo Y Budidaya Padi Sawah TOT. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius Purwasasmita M, Sutaryat A Padi Sri Organik Indonesia. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Rachmiyanti, I Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System of Rice Intensification dengan Padi Konvensional. [Skripsi]. Bogor (ID):IPB Rahayu RB Preferensi Risiko Petani pada Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.Saptana et al Analisis Efisiensi Teknis Produksi Usahatani Cabai Merah Besar dan Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko. Jurnal Agro Ekonomi. 20(2): Robison LJ, Barry PJ The Competitive Firm s Response to Risk. New York: Macmillan Publishing Company. Rosadi D Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R (Aplikasi untuk Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan). Yogyakarta (ID) : C.V Andi Offset Sembiring, L Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian (Teori dan Aplikasi). Jakarta (ID) : PT. Rajagrafindo Indonesia. Soekartawi et al Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Suratiyah K Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya Sutanto R Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Tarigan PESBR Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tiku G Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi Studi Kasus Desa Tapos I Dan Desa Tapos Ii, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ubaydillah M Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System Rice Intensification) Kasus Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Program Sarjana Ekstensi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

89 LAMPIRAN 73

90 74

91 Lampiran 1 Peta wilayah Desa Nagrak Utara Kecamatan Nagrak 75

92 76 Lampiran 2 Scatterplot fungsi produktivitas dan fungsi variance produktivitas padi metode SRI petani responden

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Produktivitas Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena ada keterbatasan dalam memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kejadian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Risiko Suatu bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha pasti dihadapkan pada risiko dalam usahanya. Selain risiko, pebisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya dihadapkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun) ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun) Monika M.S.Hutagalung 1), Luhut Sihombing 2) dan Thomson Sebayang 3) 1) Alumni Fakultas

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun secara tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

Analisis Usahatani Bawang Merah di Desa Sumberkledung Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo

Analisis Usahatani Bawang Merah di Desa Sumberkledung Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo 1 Analisis Usahatani Bawang Merah di Desa Sumberkledung Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo (Analysis Of Onion Farming in Village Sumberkledung Tegalsiwalan Sub-District District Probolinggo )

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan pembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan pembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kopi Robusta Kedudukan tanaman kopi dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR TEDI ADITIA LESMANA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KECAMATAN WIROSARI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI. Oleh : YULIANA

EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KECAMATAN WIROSARI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI. Oleh : YULIANA EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KECAMATAN WIROSARI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI Oleh : YULIANA PROGRAM STUDI S1 AGRIBISNIS FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas Abstract This research aimed to determine the risk of production and income in a group of farmers who use local seeds and farmers

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi cabai merah ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk dalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SAWAH DI DESA MASANI KECAMATAN POSO PESISIR KABUPATEN POSO

EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SAWAH DI DESA MASANI KECAMATAN POSO PESISIR KABUPATEN POSO J. Agroland 17 (3) :233-240, Desember 2010 ISSN : 0854 641 EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SAWAH DI DESA MASANI KECAMATAN POSO PESISIR KABUPATEN POSO Production Factor Efficiency and Income

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. faktor produksi yang kurang tepat dan efisien. Penggunaan faktor produksi

BAB III METODE PENELITIAN. faktor produksi yang kurang tepat dan efisien. Penggunaan faktor produksi 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Produktivitas usahatani padi dapat mengalami peningkatan maupun penurunan jumlah produksi. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh penggunaan faktor produksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) OLEH:

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian survai dan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini akan dijadikan instrumen pengambilan data primer yang berisi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MEIRANTI YUDI PRATIWI H34096061 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci