ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR TEDI ADITIA LESMANA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Tedi Aditia Lesmana NIM H

4 ABSTRAK TEDI ADITIA LESMANA. Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI. Pada 2007 sampai 2011, produksi tomat di Kabupaten Cianjur mengalami fluktuasi yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Harga jual tomat yang berfluktuasi antara Januari sampai Desember 2012 juga mengindikasikan adanya risiko harga. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong, serta menganalisis tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong. Penelitian dilakukan menggunakan model fungsi produksi Just and Pope untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi. Perhitungan nilai varians, standar deviasi, dan koefisien variasi dilakukan untuk menghitung tingkat risiko harga. Berdasarkan hasil perhitungan, pupuk kandang dan pupuk unsur K menjadi faktor yang menimbulkan risiko. Sedangkan pupuk unsur N, pupuk unsur P, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan musim kemarau menjadi faktor yang mengurangi risiko. Dilihat dari nilai varians, standar deviasi, maupun koefisien variasi, penjualan tomat ke koperasi memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan menjual tomat ke pengumpul. Kata kunci: risiko harga, risiko produksi, tomat ABSTRACT TEDI ADITIA LESMANA. Analysis of Production Factors Affecting Production Risk and Analysis of Price Risk of Tomato in Gekbrong, Cianjur. Supervised by TINTIN SARIANTI. At 2007 to 2011, the production of tomatoes in Cianjur fluctuated that indicated production risks. The selling price of tomatoes which fluctuates between January and December 2012 also indicates the price risk. The objectives of this research were to analyze the effect of production factors on production risks which were faced by tomato farmers in Gekbrong, and to analyze the level of price risk which were faced by tomato farmers in Gekbrong. This research used Just and Pope s production function model to analyze the effect of production factors on production risks. Value of variance, standard deviation, and coefficient of variation were used to calculate the level of price risk. Based on calculations, the manure and potassium fertilizer were the risk inducing factors. While nitrogen fertilizer, phosphor fertilizer, liquid insecticides, leaf fertilizer, fungicide, and dry season were the risk reducing factors. Based on the value of variance, standard deviation, and coefficient of variation, the selling of tomatoes to cooperation has lower level risk than selling tomatoes to middleman. Keywords: price risk, production risk, tomato

5 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR TEDI ADITIA LESMANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur Nama : Tedi Aditia Lesmana NIM : H Disetujui oleh Tintin Sarianti, SP. MM Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapa, Mamah, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan seluruh proses penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen pembimbing skripsi, Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen penguji utama dan dosen pembimbing akademik, serta Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP. M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis yang telah banyak memberikan saran untuk hasil karya ilmiah yang lebih baik. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Sabar beserta keluarga dan Bapak Uden yang telah sangat membantu penulis dalam proses penelitian, kepada petani tomat di Desa Gekbrong, kepada Kepala dan seluruh Staf Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, serta seluruh dinas dan instansi yang telah memberikan informasi serta masukan bagi penulis dalam pengumpulan data. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis FEM IPB yang telah memberikan bantuan dan masukan bagi penulis. Terima kasih untuk seluruh staf perpustakaan pusat maupun fakultas. Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada Tanoto Foundation yang telah membantu dalam proses pembiayaan penelitian dan penyusunan skripsi sehingga keseluruhan proses dapat terlaksana dengan lancar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman Agribisnis 46 atas seluruh semangat, doa, dukungan, dan kebersamaan yang telah terjalin selama ini. Terima kasih kepada teman-teman Ikatan Kekeluargaan Cirebon Institut Pertanian Bogor, teman-teman Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis periode , serta teman-teman Bina Desa BEM KM IPB periode yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran. Terima kasih atas seluruh dukungan dan bantuan kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2013 Tedi Aditia Lesmana

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 8 Tinjauan Umum Komoditas Tomat 8 Budidaya Tomat 9 Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian 11 Analisis Risiko Harga Komoditas Pertanian 12 KERANGKA PEMIKIRAN 13 Teori Produksi dan Fungsi Produksi 13 Teori Risiko 14 Kerangka Pemikiran Operasional 16 METODE 18 Lokasi dan Waktu Penelitian 18 Data dan Sumber Data 18 Metode Pengambilan Sampel 18 Metode Pengumpulan Data 19 Metode Pengolahan Data 19 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 27 Karakteristik Petani Responden 28 Keragaan Usahatani 34 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI TOMAT 41 Uji Asumsi Klasik 41 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tomat 42 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Tomat 47 ANALISIS TINGKAT RISIKO HARGA TOMAT 53 Tingkat Risiko Harga Tomat 54 Alternatif Strategi Penanganan Risiko Harga 58 SIMPULAN DAN SARAN 59 Simpulan 59 Saran 60 DAFTAR PUSTAKA 61

10 LAMPIRAN 63 RIWAYAT HIDUP 70

11 DAFTAR TABEL 1 Nilai PDB atas harga berlaku sektor pertanian tahun 2007 sampai 2011 (dalam miliar rupiah) 1 2 Nilai PDB hortikultura tahun 2006 sampai 2010 (dalam miliar rupiah) 2 3 Nilai produksi sayuran di Indonesia tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton) 2 4 Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di Indonesia (dalam ton) 3 5 Nilai produksi tomat tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton) 3 6 Nilai produktivitas tomat dan pertumbuhannya tahun 2007 sampai 2011 menurut kabupaten di Jawa Barat (dalam ton per hektar) 4 7 Kandungan gizi tomat 8 8 Luas lahan Desa Gekbrong berdasarkan penggunaannya 27 9 Data kelompok tani di Desa Gekbrong Umur petani responden Data tingkat pendidikan responden Pengalaman berusahatani tomat Status kepemilikan lahan petani Sumber modal usahatani Luas lahan usahatani Nilai produktivitas petani responden Pola tanam petani responden Musim tanam dalam proses budidaya tomat Sistem pemasaran tomat Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat Hasil pendugaan fungsi varians produktivitas usahatani tomat Pengukuran tingkat risiko harga tomat 57 DAFTAR GAMBAR 1 Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong (musim tanam tahun 2012) 5 2 Rata-rata harga produsen tomat di Kabupaten Cianjur selama Januari sampai Desember Kurva Produk Total, Produk Marjinal, dan Produk Rata-rata 14 4 Kerangka operasional analisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi tomat dan tingkat risiko harga tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur 17 5 Persiapan lahan 35 6 Pupuk yang digunakan dalam usahatani tomat 36 7 Pemasangan mulsa 36 8 Penyemaian 37 9 Pembuatan lubang tanam Pengikatan tomat ke ajir bambu Penanaman Alat siram 39

12 13 Panen dan hasil panen Harga jual tomat di koperasi Harga jual tomat di pengumpul 55 DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji Normalitas 63 2 Uji Multikolonieritas 64 3 Uji Autokorelasi 65 4 Uji Heteroskedastisitas 66 5 Hasil estimasi fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur periode tanam tahun Hasil estimasi fungsi varians produktivitas usahatani tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur periode tanam tahun Harga jual tomat di koperasi dan pengumpul 69

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertanian yang cenderung meningkat selama periode tahun 2007 sampai Meskipun mengalami peningkatan, persentase nilai PDB sektor pertanian terhadap nilai PDB total Indonesia mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Nilai PDB sektor pertanian tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai PDB atas harga berlaku sektor pertanian tahun 2007 sampai 2011 (dalam miliar rupiah) a Tahun PDB sektor Pertanian PDB Persentase % % % 2010 b % 2011 c % a Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2013; b Angka Sementara; c Angka Sangat Sementara. Selain berperan dalam nilai PDB, sektor pertanian berpengaruh besar bagi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2012), komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian selama tahun 2008 sampai 2010 masih cukup mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja dibandingkan dengan sektor yang lain, meskipun jumlahnya cenderung menurun. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan bahwa tahun 2008 persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar persen, menurun menjadi persen pada tahun 2009, dan persen pada tahun Hortikultura merupakan salah satu subsektor pada sektor pertanian yang juga memberikan nilai PDB yang cukup tinggi. Nilai PDB hortikultura memberikan gambaran kontribusi yang diberikan subsektor hortikultura bagi pendapatan nasional. Hortikultura terbagi kembali menjadi beberapa komoditas yang mencakup buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan juga tanaman obat atau biofarmaka. Nilai PDB hortikultura berdasarkan komoditas selama tahun 2006 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

14 2 Tabel 2 Nilai PDB hortikultura tahun 2006 sampai 2010 (dalam miliar rupiah) a Tahun Komoditas Buah-buahan Sayuran Tanaman Hias Biofarmaka a Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, 2011 Nilai PDB yang diberikan sayuran masih lebih kecil dibandingkan buahbuahan, namun sayuran memiliki nilai PDB yang terus meningkat, berbeda dengan buah-buahan yang mengalami penurunan yang terjadi pada tahun Nilai PDB hortikultura yang cenderung meningkat selama tahun 2006 sampai 2010 salah satunya disebabkan oleh peningkatan produksi sayuran di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2013), produksi sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2007 sampai 2011 meskipun terdapat penurunan produksi pada tahun Nilai produksi sayuran di Indonesia selama tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai produksi sayuran di Indonesia tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton) a Tahun Nilai Produksi Sayuran (ton) a Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Jenis sayuran dengan jumlah produksi yang besar di antaranya adalah kubis, cabai, kentang, bawang merah, dan tomat. Dari kelima jenis sayuran yang memiliki nilai produksi tertinggi di antara sayuran lainnya, tomat merupakan sayuran dengan nilai produksi yang terus meningkat selama periode tahun 2007 sampai Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

15 Tabel 4 Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di Indonesia (dalam ton) a Tahun Bawang Merah Kentang Kubis Cabai Tomat a Sumber: Badan Pusat Statistik, Tomat dapat dibudidayakan hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Namun tidak seluruh provinsi mampu memproduksi tomat dengan jumlah yang besar. Setidaknya ada empat provinsi yang mampu memproduksi tomat dengan nilai yang cukup besar dibandingkan dengan provinsi lainnya yaitu Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selama periode tahun 2007 sampai 2011, Jawa Barat selalu menjadi produsen tomat terbesar di Indonesia. Tabel 5 menunjukkan nilai produksi tomat di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur selama tahun 2007 sampai Tabel 5 Nilai produksi tomat tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton) a Tahun Provinsi Sumatera Utara Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur a Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Jawa Barat sebagai provinsi penghasil tomat terbesar di Indonesia memiliki beberapa daerah sentra produksi tomat. Menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, tiga wilayah penghasil tomat terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Cianjur. Nilai produktivitas tomat ketiga kabupaten tersebut selama periode tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 6.

16 4 Tabel 6 Nilai produktivitas tomat dan pertumbuhannya tahun 2007 sampai 2011 menurut kabupaten di Jawa Barat (dalam ton per hektar) a Kabupaten Tahun Nilai produktivitas Pertumbuhan Bandung Garut Cianjur Bandung Garut Cianjur % 3.67% % % 68.43% % % % % % % 77.78% a Diolah dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2013 Jika dilihat dari nilai produktivitasnya, ketiga kabupaten penghasil tomat tertinggi di Jawa Barat mengalami fluktuasi dalam nilai produktivitas tomat. Dilihat dari pertumbuhan produktivitas per tahunnya, Kabupaten Cianjur mengalami perubahan yang sangat besar dalam nilai produktivitas tomat yang mengindikasikan adanya risiko yang besar juga dalam proses produksinya. Adanya fluktuasi produksi menyebabkan jumlah tomat di pasar pada suatu waktu bisa mencapai jumlah yang sedikit dan pada waktu lainnya bisa melebihi permintaan konsumen. Dalam kehidupan sehari-hari, jumlah produk yang sedikit atau langka akan membuat harga produk tersebut menjadi lebih tinggi, dan sebaliknya. Fluktuasi yang terjadi pada produksi tomat akan mengakibatkan adanya fluktuasi pada harga tomat, baik itu harga jual produsen maupun harga beli konsumen. Ketersediaan tomat di pasar akan berpengaruh terhadap tingkat harga tomat yang terjadi di pasar. Kecamatan Gekbrong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Cianjur yang memiliki produktivitas tomat yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Cianjur. Menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur tahun 2011, Kecamatan Gekbrong memiliki produktivitas tomat rata-rata 49 ton per hektar, termasuk dalam 4 kecamatan yang memiliki nilai produktivitas tomat terbesar di Kabupaten Cianjur. Tahun 2012, menurut data Badan Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, produktivitas tomat di Kecamatan Gekbrong rata-rata sebesar 35 ton per hektar. Berdasarkan data tersebut, terjadi penurunan produktivitas tomat di Kecamatan Gekbrong yang dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala. Perumusan Masalah Salah satu wilayah yang menjadi daerah penghasil tomat di Kecamatan Gekbrong adalah Desa Gekbrong. Luas lahan darat di Desa Gekbrong didominasi oleh lahan tegalan atau ladang yaitu sebesar 75 hektar, dimana lahan ini berpotensi untuk pengelolaan usahatani tanaman hortikultura terutama sayuran. Desa Gekbrong merupakan wilayah dengan ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa desa lainnya di wilayah Kecamatan Gekbrong.

17 Kondisi alam di Desa Gekbrong juga mendukung dan berpotensi untuk melakukan budidaya tanaman sayuran seperti tomat, cabai, brokoli, sawi, bawang daun, wortel, dan lainnya. Petani di Desa Gekbrong umumnya membudidayakan komoditi tomat di antara tanaman hortikultura lainnya. Produksi tomat yang dilakukan oleh petani tidak selalu memberikan hasil panen yang stabil. Berdasarkan sampel dari 38 orang petani tomat yang ada di Desa Gekbrong, diketahui bahwa selama periode tanam tahun 2012, nilai produktivitas tomat yang dihasilkan oleh petani memiliki nilai terendah sebesar 0.97 ton per hektar dan nilai tertinggi sebesar 65 ton per hektar dengan nilai rata-rata ton per hektar serta terlihat adanya fluktuasi produktivitas tomat di antara petani. Fluktuasi produktivitas mengindikasikan adanya fluktuasi produksi yang terjadi. Fluktuasi produksi yang terjadi menunjukkan adanya risiko pada kegiatan produksi tomat yang dilakukan petani tomat di Desa Gekbrong. Risiko produksi dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala dari faktor internal maupun faktor eksternal produksi. Faktor internal yang dapat mempengaruhi produksi tomat antara lain penggunaan pupuk, berbagai pestisida yang digunakan, dan berbagai input produksi lainnya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi produksi tomat di antaranya pengaruh musim pada saat kegiatan usahatani tomat. Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong dapat dilihat pada Gambar Produktivitas (ton/ha) Sampel Petani Tomat Gambar 1 Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong (musim tanam tahun 2012) Sumber: Data primer, 2013 Selain kendala dalam produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong, petani juga menghadapi kendala lain yaitu harga jual tomat yang tidak selalu stabil. Harga jual tomat salah satunya tercipta karena adanya kondisi

18 6 permintaan dan penawaran di pasar, sehingga dalam kondisi tertentu saat jumlah tomat meningkat, harga jual tomat bisa sangat rendah, dan ketika jumlah tomat menurun karena adanya kendala dalam proses produksi, harga jual tomat bisa meningkat. Harga jual tomat bisa berfluktuasi bahkan hanya dalam hitungan hari. Menurut laporan harian harga produsen komoditas sayuran tingkat kabupaten/kota yang dikeluarkan Departemen Pertanian Republik Indonesia, selama periode Januari sampai Desember 2012 rata-rata harga jual tomat tertinggi di Kabupaten Cianjur terjadi pada Bulan Januari yang mencapai Rp per kilogram sedangkan rata-rata harga jual tomat terendah terjadi pada Bulan November yaitu sebesar Rp per kilogram. Fluktuasi rata-rata harga tomat di Kabupaten Cianjur selama periode Bulan Januari sampai Desember 2012 dapat dilihat pada Gambar Harga (Rp/kg) Bulan Gambar 2 Rata-rata harga produsen tomat di Kabupaten Cianjur selama Januari sampai Desember 2012 Sumber: Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2013 Menurut hasil wawancara kepada petani tomat di Desa Gekbrong, terdapat dua tujuan utama penjualan hasil panen tomat, yaitu koperasi dan pasar lokal. Penjualan ke koperasi ditujukan ke koperasi Mitra Tani Parahyangan yang terletak di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, yang letaknya tidak terlalu jauh dari Desa Gekbrong. Penjualan ke pasar lokal ditujukan ke pasar Tanah Tinggi, Kramat Jati, serta pasar Cianjur. Menurut petani, penjualan tomat ke koperasi maupun ke pasar lokal melalui pengumpul tetap tidak menghindarkan mereka dari kemungkinan adanya risiko harga jual tomat. Fluktuasi harga jual tomat tetap terjadi, namun dengan nilai harga yang berbedabeda antara menjual ke koperasi dengan menjual ke pengumpul.

19 Adanya fluktuasi produktivitas antar petani tomat di Desa Gekbrong serta fluktuasi yang terjadi pada harga jual tomat menjadi kendala dalam pelaksanaan usahatani tomat di Desa Gekbrong. Dilihat dari penjabaran tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan yang selanjutnya akan dijadikan bahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong? 2. Bagaimana tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong? 7 Tujuan Penelitian Menurut penjabaran latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong. 2. Menganalisis tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan mampu memberikan informasi dan manfaat bagi berbagai pihak, di antaranya: 1. Bagi petani tomat, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan produksi dan penjualan hasil panen tomat karena adanya risiko produksi dan risiko harga tomat. 2. Bagi masyarakat, sebagai informasi adanya risiko dalam pelaksanaan produksi dan penjualan hasil panen tomat yang mengakibatkan harga tomat di pasar mengalami fluktuasi 3. Bagi instansi terkait, memberikan informasi sebagai bahan kajian pengembangan pelatihan atau penyuluhan bagi petani dan penentuan berbagai kebijakan bagi petani tomat dalam hal produksi maupun penjualan hasil panen tomat. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan di Desa Gekbrong mencakup petani hortikultura yang menanam tomat. Penelitian difokuskan mengenai faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi serta menganalisis mengenai tingkat risiko harga yang terjadi yang dilihat berdasarkan harga jual tomat dari petani kepada pihak koperasi yang dibandingkan dengan harga jual rata-rata di tingkat Kabupaten Cianjur. Petani yang menjadi responden merupakan petani tomat yang melakukan budidaya tomat pada periode tanam tahun 2012.

20 8 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Tomat Menurut Andrew F. Smith dalam bukunya The Tomato in America, tomat berkemungkinan besar berasal dari dataran tinggi pantai barat Amerika Selatan. Iris E. Peralta dan David M. Spooner dalam American Journal of Botany (2001) juga menyebutkan bahwa delapan spesies tomat liar berasal dari sebelah barat Amerika Selatan. Trisnawati dan Setiawan (1994) menuliskan bahwa sejarah tomat dimulai dari daratan Amerika Latin, lebih tepatnya di sekitar Peru, Equador. Dari daerah inilah tanaman tomat mulai menyebar ke seluruh bagian daerah tropis Amerika. Tidak lama kemudian, orang Meksiko mulai membudidayakan tanaman ini. Tanaman tomat mulai masuk ke Eropa sekitar awal abad ke-16, sedangkan penyebarannya ke Benua Asia dimulai dari Filipina melalui jalur Amerika Selatan. Pada kehidupan sehari-hari, ada sedikit perdebatan klasifikasi tomat ke dalam buah-buahan atau sayuran. Secara botani, tomat adalah buah karena dalam klasifikasi tumbuhan ada bagian-bagian seperti biji, akar, batang, daun, dan buah. Dilihat dari sudut pandang kuliner, tomat digolongkan ke dalam jenis sayuran, karena biasanya disajikan sebagai bagian dari salad atau hidangan utama, bukan sebagai makanan penutup layaknya buah-buahan. Smith menulis dalam bukunya bahwa pada tahun 1893 Mahkamah Agung Amerika Serikat menetapkan tomat termasuk ke dalam golongan sayuran. Departemen Pertanian Republik Indonesia juga menggolongkan tomat ke dalam kelompok sayuran. Dilihat dari sisi kesehatan, tomat memiliki kandungan vitamin A dan C yang cukup tinggi. Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2005, kandungan zat gizi tomat dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kandungan gizi tomat a Kandungan Jumlah Satuan Kalori 20 kkal Protein 1 Gram Lemak 0.3 Gram Karbohidrat 4.2 Gram Kalsium 5 miligram Vitamin A SI (Satuan Indonesia) Vitamin C 40 miligram a Departemen Kesehatan RI, 2005 Dilihat dari sisi ekonomi, tomat sebagai salah satu komoditas sayuran mempunyai prospek pasar yang dapat dikatakan cerah. Menurut Cahyono (2008), cerahnya prospek pasar tomat dapat dilihat dari banyaknya jumlah tomat yang dikonsumsi oleh masyarakat. Potensi pasar tomat juga dapat dilihat dari segi harga yang terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat, sehingga membuka peluang

21 yang lebih besar terhadap serapan pasar. Peningkatan jumlah penduduk, pendidikan, kesadaran gizi, dan peningkatan pendapatan masyarakat juga akan meningkatkan kebutuhan tomat. Selain itu, kemajuan di bidang industri pengolahan akan berperan terhadap besarnya serapan pasar tomat, sedangkan kemajuan di bidang tranportasi akan lebih menunjang pemasarannya. Proses budidaya tomat tidak terlepas dari adanya risiko. Salah satu penyebab adanya risiko dalam proses budidaya tomat adalah adanya hama dan penyakit yang menyerang tanaman tomat. Berdasarkan Standar Operasional Prosedur Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010, beberapa jenis hama yang menyerang tomat adalah ulat tanah, lalat buah, ulat buah tomat, kutu kebul, ulat grayak, dan pengorok daun. Sedangkan penyakit yang sering menyerang tanaman tomat yaitu penyakit rebah kecambah, penyakit antraknosa, penyakit bercak daun septoria, penyakit bercak daun, penyakit busuk daun, penyakit bulukan, penyakit layu fusarium, dan layu bakteri. 9 Budidaya Tomat Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010 telah menentukan target untuk usaha budidaya tomat. Target yang akan dicapai dalam penerapan SOP tersebut adalah tercapainya produksi optimal dengan budidaya di lapang, mutu produksi sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan, dan meningkatnya ekspor tomat. Target produktivitas yang akan dicapai untuk tomat adalah 25 ton per hektar. Target mutu yang akan dicapai dengan penerapan SOP tomat antara lain: 1. Ukuran tomat yang dihasilkan seragam tergantung permintaan pasar. 2. Kesamaan sifat varietas seragam. 3. Keseragaman tingkat kematangan buah. 4. Utuh, bebas dari memar, tidak pecah, busuk, terbelah, atau terkelupas. 5. Berat tomat yang dihasilkan rata-rata 30 persen besar (lebih dari 150 gram per buah), 35 persen sedang (100 sampai 150 gram per buah), dan 35 persen kecil (kurang dari 100 gram per buah). 6. Buah aman untuk dikonsumsi. 7. Rasa tomat segar. Kegiatan budidaya tomat berdasarkan SOP tomat terbagi ke dalam 10 jenis kegiatan. Kegiatan budidaya dimulai dengan penyediaan benih, persiapan lahan, penanaman, pemasangan ajir, perempelan, pengairan, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), panen, dan pascapanen. Penyediaan benih merupakan rangkaian kegiatan menyediakan benih tomat bermutu dari varietas yang dianjurkan dalam jumlah yang cukup pada waktu yang tepat. Kegiatan persiapan lahan adalah kegiatan mempersiapkan lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman, meliputi kegiatan persiapan/pengolahan lahan, pemupukan dasar dan atau pemasangan mulsa plastik. Penanaman adalah rangkaian kegiatan memindahkan bibit dari tempat penyemaian ke lahan atau areal penanaman hingga tanaman berdiri tegak dan siap tumbuh di lapangan.

22 10 Pemasangan ajir merupakan kegiatan memasang penyanggah/penopang dekat dengan tanaman tomat. Perempelan merupakan kegiatan membuang tunas air atau tunas samping yang tidak produktif dalam rangka pembentukan tanaman. Perempelan juga dilakukan untuk membuang daun tua, daun terserang penyakit, dan buah yang terserang hama atau penyakit. Pengairan yaitu memberikan air sesuai kebutuhan tanaman pada daerah perakaran tanaman dengan air yang memenuhi standar pada waktu, cara, dan jumlah yang tepat. Pemupukan merupakan penambahan unsur hara ke dalam tanah apabila kandungan unsur hara dalam tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Pengendalian OPT dilakukan dengan sistem terpadu untuk menurunkan populasi OPT atau intensitas serangan sehingga tidak merugikan secara ekonomis dan aman bagi lingkungan manusia. Panen merupakan kegiatan memetik buah yang telah siap panen atau mencapai kematangan fisiologis sesuai persyaratan yang telah ditentukan. Pascapanen mencakup kegiatan pengelolaan buah setelah panen hingga siap didistribusikan ke konsumen. Abidin et al. (1997) menjelaskan bahwa waktu tanam yang tepat sangat penting untuk budidaya tanaman tomat, karena tanaman ini sangat rentan terhadap keadaan lingkungan terutama temperatur, kelembaban, intensitas cahaya, air irigasi, dan drainase. Menurut Villareal (1980) dalam buku yang ditulis Abidin et al. (1997), curah hujan tinggi disertai temperatur yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pembuahan (fruitset) dan meningkatnya serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum, sehingga hasil buahnya akan rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi tomat pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Menurut Jacob dan Uexkull (1960) dalam Abidin et al. (1997), Nitrogen, Fosfor, dan Kalium merupakan golongan unsur hara utama yang banyak diperlukan tanaman. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif. Fosfor juga sangat penting untuk permulaan tumbuh, sifatnya sukar larut dalam air. Selain itu, Fosfor berperan dalam pembentukan bunga, buah, dan biji. Kalium dapat diberikan sekaligus pada waktu tanam atau dua kali yaitu pada saat tanam dan beberapa minggu setelah tanam. Peranan utama kalium dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim. Kalium membuat tanaman lebih tahan terhadap penyakit dan dapat merangsang pertumbuhan akar. Secara umum, Kalium berperan sebagai pengimbang terhadap pengaruh Nitrogen dan Fosfor. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010 telah menetapkan rekomendasi penggunaan pupuk tunggal untuk penanaman tomat. Penggunaan pupuk tunggal masing-masing per musim tanam adalah 100 kilogram per hektar untuk unsur N, 100 kilogram per hektar untuk unsur P, dan 50 kilogram per hektar untuk unsur K yang tentunya penggunaan pupuk ini akan semakin tinggi bila digunakan di musim hujan. Penggunaan pupuk kandang dosis 15 ton per hektar dengan pupuk buatan majemuk NPK sebanyak 600 kilogram per hektar cukup memadai dalam budidaya tanaman tomat di musim kemarau, sedangkan di musim hujan dengan pupuk kandang 30 ton per hektar dan NPK sejumlah 1000 sampai 1200 kilogram per hektar (Nurtika 1984 dan Sutapradja 1979 dalam Abidin et al. 1997).

23 11 Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian Menurut Asche dan Tveteras (1999), risiko produksi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses produksi di sebagian besar industri primer. Dalam mengembangkan negara dimana pertanian subsisten masih mendominasi, risiko produksi adalah masalah yang membutuhkan perhatian besar. Pada kasus terburuk, adanya guncangan yang merugikan pada sisi produksi dapat menyebabkan kebangkrutan bagi produsen. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari sumber risiko, tingkat risiko, dan pengaruh atau dampak dari risiko produksi terhadap jalannya suatu usaha. Sumber risiko, tingkat risiko, dan pengaruh atau dampak dari risiko produksi akan berbeda tergantung dari komoditas yang diusahakannya. Dalam penelitian yang dilakukan Aldila (2013), penelitian mengenai risiko produksi dilakukan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis, dan untuk menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani jagung manis. Mandasari (2012) melakukan penelitian untuk menganalisis kondisi risiko produksi, sumber risiko produksi, serta tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah. Sedangkan Fariyanti (2008) melakukan penelitian untuk menganalisis risiko produksi dan risiko harga produk dalam kegiatan usahatani, menganalisis pengaruh risiko produksi dan risiko harga produk serta keterkaitan faktor-faktor terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi, dan alokasi tenaga kerja, menganalisis pengaruh peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran, serta menyusun aktivitas produksi yang dapat mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk. Aldila (2013) menggunakan metode Just and Pope dalam penelitiannya untuk mengidentifikasi risiko produksi dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitas. Mandasari (2012) menggunakan nilai varians, standar deviasi, dan koefisien variasi untuk menilai tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah. Fariyanti (2008) dalam penelitiannya menggunakan model GARCH untuk mengakomodasi nilai variance error produksi. Berdasarkan penelitian Aldila (2013) diketahui bahwa risiko produksi jagung manis secara nyata dipengaruhi oleh penggunaan faktor produksi pupuk phonska, furadan, pupuk TSP, dan tenaga kerja. Peningkatan penggunaan faktor produksi pupuk phonska dan furadan secara nyata dapat meningkatkan risiko produksi (Risk Inducing Factor). Di lain sisi, peningkatan penggunaan pupuk TSP dan tenaga kerja secara nyata dapat menurunkan risiko produksi (Risk Reducing Factor). Faktor produksi benih, pupuk kandang, dan pestisida cair dapat menurunkan risiko produksi tetapi tidak berpengaruh nyata. Pupuk urea dapat meningkatkan risiko produksi tetapi pengaruhnya tidak nyata. Sementara itu, penggunaan benih varietas hawai memiliki risiko produksi yang lebih kecil daripada penggunaan benih non hawai akan tetapi pengaruhnya tidak nyata. Musim tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi hal ini dikarenakan pada musim hujan dan musim kemarau tingkat terjadinya risiko produksi sama besarnya. Mandasari (2012) menjelaskan dalam hasil penelitiannya bahwa hasil produksi yang diperoleh pada setiap panen tomat dan cabai merah berfluktuasi karena hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi, adanya serangan hama dan penyakit, serta kondisi kesuburan lahannya. Risiko produksi yang terjadi menyebabkan kerugian bagi petani hingga tidak dapat menutupi biaya

24 12 produksi yang dikeluarkan pada musim tersebut. Penghitungan tingkat risiko produksi memberikan nilai koefisien variasi sebesar untuk komoditas tomat dan untuk komoditas cabai merah. Fariyanti (2008) dalam penelitiannya menjelaskan mengenai risiko produksi kentang yang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input. Pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors) sedangkan lahan, benih, dan obat-obatan menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi (risk reducing factors). Pada komoditas kubis, lahan dan obat-obatan menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi, sementara benih, pupuk, dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Selain itu juga diketahui akibat adanya risiko produksi dan risiko harga produk kentang dan kubis pada proses produksi menyebabkan penurunan tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani kentang dan kubis. Analisis Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga merupakan salah satu jenis risiko yang juga harus diperhitungkan dalam pelaksanaan usaha atau bisnis. Salah satu penyebab adanya risiko harga adalah ketidakpastian harga yang diterima produsen. Banyak hal yang dapat membuat harga jual produk pertanian menjadi tidak stabil. Amri (2011) melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga sayuran serta alternatif strategi untuk mengurangi risiko harga sayuran. Sari (2009) melakukan penelitian untuk menganalisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia. Sedangkan Siregar (2009) melakukan penelitian untuk menganalisis risiko harga DOC pada PT. Sierad Produce tbk. Analisis kuantitaif yang digunakan Amri (2011) untuk menganalisis tingkat risiko harga adalah perhitungan VaR dan model ARCH-GARCH yang digunakan untuk meramalkan volatilitas periode selanjutnya. Sama seperti Amri (2011), penelitian yang dilakukan Sari (2009) dan Siregar (2009) juga menggunakan perhitungan VaR dan model ARCH-GARCH. Berdasarkan penelitiannya, Amri (2011) menjelaskan bahwa risiko harga sayuran khususnya komoditas kentang, kubis, dan tomat cenderung mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar, harga satu hari sebelumnya, dan permintaan khusus untuk komoditas kentang. Semakin tinggi risiko harga pada periode sebelumnya maka semakin tinggi risiko harga pada periode selanjutnya. Sari (2009) menyebutkan bahwa cabai merah keriting dan cabai merah besar merupakan komoditi yang sangat fluktuatif dari sisi harga. Harga yang sangat fluktuatif menyebabkan tingginya risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar. Risiko harga cabai merah keriting yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya yaitu volume permintaan cabai merah keriting yang lebih besar sementara pasokan lebih berfluktuasi terkait dengan risiko produksi. Siregar (2009) berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh varian dan volatilitas harga DOC periode sebelumnya, sedangkan risiko harga DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya, serta risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer.

25 13 KERANGKA PEMIKIRAN Teori Produksi dan Fungsi Produksi Hubungan kuantitatif antara input dengan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi (Dillon dan Hardaker 1984). Jika Y adalah produksi dan Xi adalah input i, maka nilai Y bergantung kepada nilai X1, X2, X3,, Xm yang digunakan. Jika suatu persamaan fungsi produksi menggunakan m input, maka persamaan itu disebut fungsi produksi dengan m faktor. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3,, Xm) Hubungan faktor-faktor produksi menjelaskan hubungan antara produksi dengan satu faktor variabel produksi, dan disebut sebagai fungsi produksi (Suratiyah 2006). Gambar 3 menjelaskan mengenai hubungan fungsi produksi antara satu output dengan satu input. Dari fungsi produksi juga dapat digambarkan Marginal Product (MP) yang menjelaskan tambahan produksi per satuan tambahan input serta Average Product (AP) yang menjelaskan produksi per satuan input. Gambar 3 juga menjelaskan elastisitas produksi (Ep) yang terjadi yang menunjukkan persentase perbandingan dari output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase input yang digunakan. Fungsi produksi biasanya dibagi menjadi tiga daerah yaitu Daerah I di sebelah kiri titik AP maksimum, Daerah II di antara AP maksimum dan MP = 0, dan Daerah III di sebelah kanan MP = 0. Daerah I termasuk ke dalam daerah yang tidak rasional karena daerah ini merupakan daerah yang belum mencapai keuntungan maksimum sehingga seharusnya input masih bisa terus ditingkatkan, dengan nilai Ep 1. Daerah II merupakan daerah rasional dalam produksi karena pada tingkat tertentu penggunaan faktor produksi pada daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Daerah II memiliki nilai Ep antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1), sehingga penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menimbulkan penambahan output sebesar nol sampai satu persen. Daerah III termasuk ke dalam daerah yang tidak rasional karena setiap penambahan faktor produksi akan menurunkan output yang dihasilkan.

26 14 Daerah I Daerah II Daerah III Total Produksi TP x (input variabel) Output per Unit Input Sumber: Suratiyah, 2006 AP MP x (input variabel) Gambar 3 Kurva Produk Total, Produk Marjinal, dan Produk Rata-rata Teori Risiko Risiko tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dan pada umumnya akan selalu hadir pada setiap kegiatan usaha atau bisnis yang dilakukan. Risiko identik dengan kerugian. Kountur (2006) menjelaskan bahwa terdapat tiga unsur penting yang terdapat pada risiko, yaitu merupakan suatu kejadian, kejadian tersebut masih berupa kemungkinan, dan jika terjadi, kejadian tersebut akan menimbulkan kerugian. Robison dan Barry (1987) menjelaskan bahwa risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya memberikan kerugian. Konsep mengenai risiko sering muncul bersama dengan konsep ketidakpastian. Perbedaan mendasar dari kedua konsep ini adalah ketidakpastian tidak dapat diukur seperti risiko. Risiko juga sering diartikan sebagai perbedaan antara hasil aktual dengan hasil yang diharapkan. Salah satu indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi, fluktuasi, atau volatilitas dari hasil yang diharapkan pelaku bisnis. Harwood, et al (1999) menjelaskan mengenai sumber-sumber risiko dalam pertanian. Terdapat lima jenis sumber risiko yang dijelaskan, yaitu: 1. Risiko hasil atau produksi pertanian, terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai peristiwa yang tidak dapat dikendalikan yang sering berhubungan dengan cuaca, termasuk curah hujan yang terlalu sedikit atau bahkan

27 berlebihan, suhu ekstrim, serta serangan hama maupun penyakit. Teknologi memiliki peran yang penting dalam risiko produksi produk pertanian. Pengaplikasian yang cepat dari adanya varietas tanaman baru ataupun teknik produksi seringkali memberikan peningkatan efisiensi dan membantu mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi. 2. Risiko harga atau pasar, mencerminkan risiko yang terkait dengan perubahan dalam harga output maupun input yang mungkin terjadi setelah petani memutuskan untuk melakukan proses usahatani. Risiko pasar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kondisi permintaan dan penawaran di pasar. Kondisi permintaan atau penawaran tersebut akan mempengaruhi harga jual yang juga akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang akan diperoleh petani. 3. Risiko kelembagaan, terjadi karena adanya perubahan kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi bidang pertanian. Jenis risiko umumnya dinyatakan sebagai kendala produksi yang tidak terduga atau adanya perubahan harga input dan output. Misalnya, perubahan dalam peraturan pemerintah tentang penggunaan pestisida untuk tanaman atau obat-obatan untuk peternakan yang dapat mempengaruhi biaya produksi, atau adanya pembatasan kuota impor komoditi tertentu oleh negara importir sehingga mempengaruhi ketersediaan dan harga komoditi tersebut. Risiko kelembagaan juga bisa muncul dari adanya perubahan ketentuan pajak atau ketentuan kredit dalam bidang pertanian. 4. Risiko personal, petani juga merupakan salah satu penyebab terjadinya risiko atau dapat disebut juga risiko yang diakibatkan oleh manusia. Kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti kematian, kecelakaan, kesehatan dapat mempengaruhi perusahaan. Kejadian tersebut dapat berpengaruh pada sistem kinerja pada perusahaan, seperti menurunnya produktivitas. Selain itu, adanya kelalaian manusia seperti kebakaran, kehilangan atau kerusakan, serta pencurian juga merupakan penyebab risiko yang dapat merugikan perusahaan. 5. Risiko keuangan, risiko ini dapat terjadi karena adanya peminjaman modal yang dilakukan oleh petani. Adanya pinjaman tersebut membuat petani harus menyisihkan pendapatannya untuk membayar hutang. Risiko ini terjadi ketika petani tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana perubahan suku bunga di masa yang akan datang, atau ketidaktahuan tentang sistem peminjaman yang ditawarkan, sehingga menjadi salah satu kendala dalam proses pembayaran. Terkait dengan analisis risiko, terdapat model Just and Pope yang menggambarkan fungsi produksi yang terdiri atas fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan fungsi varians produksi (variance production function). Pemodelan risiko produksi Just and Pope menggunakan prosedur dua langkah, yaitu fungsi produksi rata-rata dan fungsi varians produksi yang dijelaskan oleh Asche dan Tveteras (1999). Dalam model risiko, beberapa input dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factor) dan faktor pengurang risiko (risk reducing factor). Dalam model ini, fungsi produksi ratarata maupun varians produksi dipengaruhi oleh variabel input seperti pupuk, pestisida, maupun musim tanam. Sedikit perubahan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu mengganti fungsi produksi rata-rata menjadi fungsi produktivitas rata- 15

28 16 rata, serta mengganti fungsi varians produksi menjadi fungsi varians produktivitas. Nilai produktivitas mencakup hasil produksi yang sudah diperhitungkan dengan luas areal tanamnya, sehingga nilainya bisa dibandingkan antar petani karena sudah memiliki satuan luas lahan yang sama. Kerangka Pemikiran Operasional Desa Gekbrong di Kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur memiliki karakterisitik yang berbeda dibandingkan dengan desa lain yang ada di sekitarnya. Petani di desa lain di sekitar Desa Gekbrong menjadikan padi sebagai tanaman utama yang dibudidayakan dalam proses usahatani untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal berbeda dilakukan oleh petani di Desa Gekbrong yang sebagian besar menanam tanaman hortikultura terutama sayuran. Jenis sayuran utama yanng ditanam di desa ini adalah tomat. Budidaya tomat tidak sepenuhnya memberikan keuntungan maksimum bagi petani. Hal tersebut terjadi karena adanya risiko dalam pelaksanaan usahatani tomat yang dilakukan. Risiko utama yang terjadi di Desa Gekbrong adalah risiko produksi dan risiko harga. Risiko produksi yang terjadi diindikasikan dengan adanya fluktuasi produktivitas tomat di antara petani tomat yang ada di Desa Gekbrong. Produktivitas tomat rata-rata yang dihasilkan petani belum mencapai target produktivitas nasional. Sumber internal yang menyebabkan risiko produksi diantaranya karena adanya perbedaan penggunaan jumlah input pada masingmasing petani. Beberapa input yang biasa digunakan dalam proses budidaya tomat di antaranya adalah pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, dan fungisida. Sedangkan sumber eksternal yang menyebabkan adanya risiko produksi adalah adanya pengaruh musim. Berdasarkan faktor-faktor produksi yang ada, dilakukan analisis risiko produksi menggunakan model Just and Pope. Analisis tersebut dilakukan dengan melakukan pendekatan terhadap fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitas. Hasil analisis akan memberikan gambaran mengenai pengaruh penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi. Data harga produsen yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi harga yang terjadi pada harga jual tomat dari petani di Kabupaten Cianjur. Perubahan harga tomat yang tidak stabil menyebabkan pendapatan petani ikut mengalami perubahan sehingga harga jual tomat menjadi salah satu risiko yang harus diperhatikan petani. Analisis risiko harga dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani dalam proses penjualan hasil produksinya. Tingkat risiko diukur berdasarkan nilai dari varians, standar deviasi, dan koefisien variasi. Pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi serta tingkat risiko harga yang telah diketahui diharapkan mampu memberikan gambaran bagi petani untuk dapat melakukan kebijakan atau tindakan dalam proses usahataninya. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

29 17 Kegiatan usahatani tomat yang dilakukan petani tomat di Desa Gekbrong Faktor produksi internal: 1. Pupuk kandang 2. Pupuk unsur N 3. Pupuk unsur P 4. Pupuk unsur K 5. Insektisida cair 6. Pupuk Daun 7. Fungisida Faktor produksi eksternal: Pengaruh musim Fluktuasi harga jual tomat yang terjadi pada petani tomat di Desa Gekbrong Fluktuasi produktivitas yang terjadi di antara petani tomat di Desa Gekbrong Adanya risiko harga Adanya risiko produksi Model Fungsi Produksi Just and Pope Pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi tomat Mengukur tingkat risiko harga: Menggunakan nilai: 1. Varians 2. Standar deviasi 3. Koefisien Variasi Rekomendasi alternatif strategi penanganan risiko untuk petani tomat di Desa Gekbrong Gambar 4 Kerangka operasional analisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi tomat dan tingkat risiko harga tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur a

30 18 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi dan analisis risiko harga tomat dilakukan di Provinsi Jawa Barat karena berdasarkan Badan Pusat Statistik (2013), Jawa Barat merupakan provinsi dengan nilai produksi tomat terbesar di Indonesia. Di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Cianjur merupakan satu dari tiga daerah penghasil tomat terbesar di Jawa Barat. Selanjutnya pemilihan Desa Gekbrong di Kecamatan Gekbrong dilakukan dengan sengaja (purposive) karena Desa Gekbrong merupakan salah satu desa di Kecamatan Gekbrong yang petaninya melakukan budidaya sayuran. Banyak jenis komoditas sayuran yang ditanam di Desa Gekbrong, namun komoditas unggulan di Desa Gekbrong adalah tomat. Penelitian mengenai analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi tomat dan analisis risiko harga tomat di Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur dilakukan dalam periode waktu Februari sampai Maret Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian. Sumber atau objek penelitian pada penelitian ini di antaranya petani sayuran yang menanam tomat, penyuluh pertanian, perangkat desa, dan berbagai instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik rumah tangga petani tomat, penguasaan lahan usahatani, input, dan output dari usahatani yang dilakukan. Data sekunder merupakan data yang diterbitkan yang dapat digunakan kembali untuk tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan diantaranya data monografi wilayah desa yang diperoleh dari Kantor Desa Gekbrong, serta literatur terkait data-data yang digunakan dalam penelitian yang diperoleh dari berbagai badan, dinas, dan instansi lainnya. Selain itu juga digunakan data ataupun pustaka yang diperoleh dari buku, jurnal, maupun berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Metode Pengambilan Sampel Responden yang menjadi objek utama penelitian ini adalah petani sayuran yang menanam tomat di Desa Gekbrong. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non random sampling dengan metode pengambilan sampel secara aksidental (convinience sampling). Metode ini merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Kriteria responden yang dipilih adalah petani hortikultura di Desa Gekbrong yang dalam pelaksanaan usahataninya menanam tomat pada periode tahun Penentuan responden tidak dilakukan secara acak karena meskipun menanam sayuran, tidak semua petani di desa ini menanam tomat. Jumlah petani

31 yang menjadi responden ditentukan sebanyak 38 orang sehingga memenuhi syarat secara statistik agar data terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. 19 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, serta diskusi dengan pihak-pihak terkait. Observasi dilakukan untuk melihat atau mengamati secara langsung hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian. Sedangkan wawancara dan diskusi dilakukan dengan cara tanya jawab secara lisan dengan berbagai responden dan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, seperti petani tomat, penyuluh pertanian, kepala desa, serta pengurus koperasi dan pengumpul tomat. Metode Pengolahan Data Data yang telah diperoleh dalam penelitian diolah menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mendeskripsikan mengenai gambaran umum objek yang diteliti. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi serta mengukur tingkat risiko harga tomat yang dijual petani kepada pihak koperasi dan pengumpul. Pengolahan data secara kuantitatif menggunakan alat bantu kalkulator, Microsoft Excel 2013, dan SPSS versi 20. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan dalam penelitian untuk menmberikan penjelasan khusus mengenai karakteristik petani responden seperti umur, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan petani, dan hal-hal lainnya. Selain itu, analisis deskriptif juga digunakan untuk menganalisis keragaan usahatani yang dijalankan oleh petani responden, diantaranya teknik budidaya, penggunaan input, proses usahatani, dan harga jual produk. Analisis deskriptif dilakukan menggunakan metode analisis berupa observasi, wawancara, serta diskusi. Analisis Risiko Produksi Analisis risiko produksi pada penelitian ini dilakukan menggunakan model Just and Pope. Asche dan Tveteras (1999) menjelaskan bahwa sebagian besar penelitian untuk menangani risiko produksi didasarkan pada model yang dikemukakan Just and Pope pada tahun Uji Asumsi Klasik Menurut Widarjono (2005), persoalan penting dalam analisis regresi linier adalah cara untuk mendapatkan garis regresi yang baik. Garis regresi sampel yang

32 20 baik terjadi jika nilai prediksi berada dalam jarak yang sedekat mungkin dengan data aktualnya. Untuk memperoleh hasil yang baik tersebut, dapat digunakan metode kuadrat terkecil atau ordinary least squares (OLS). Metode OLS dibangun dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu, yaitu: 1. Hubungan antara variabel independent dengan dependent adalah linier dalam parameter. 2. Variable X adalah variabel tidak stokastik yang nilainya tetap. Nilai X adalah tetap untuk observasi yang berulang-ulang. 3. Nilai harapan atau rata-rata dari variabel gangguan adalah nol. 4. Varian dari variabel gangguan adalah sama. 5. Tidak ada serial korelasi antara variabel gangguan. 6. Variabel gangguan terdistribusi normal. Metode OLS yang baik adalah metode yang menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (best linier unbiased estimator/blue). Untuk mengetahui metode OLS yang digunakan BLUE atau tidak, dilakukan beberapa uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Menurut Suliyanto (2011), uji normalitas dilakukan untuk menguji normal atau tidaknya nilai residual yang telah distandardisasi pada model regresi. Nilai residual dikatakan normal jika sebagian besar nilai residual terstandardisasi tersebut mendekati nilai rata-ratanya. Menurut Widarjono (2005), multikolonieritas adalah hubungan antara variabel independent dalam satu regresi. Adanya multikolonieritas masih menghasilkan OLS yang BLUE namun menyebabkan suatu model mempunyai varians yang besar. Menurut Widarjono (2005), autokorelasi adalah korelasi antar variabel gangguan satu observasi dengan observasi lain, sedangkan heteroskedastisitas adalah varians variabel pada model regresi yang tidak konstan. Model Risiko Produksi Just and Pope Analisis risiko produksi yang dijelaskan oleh Just and Pope adalah mengembangkan model umum untuk penanganan risiko produksi dan digunakan untuk menganalisis faktor produksi namun tidak mengabaikan tingkat risiko yang kemungkinan akan terjadi pada produksi tersebut yang dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungan. Terdapat unsur error dalam model Just and Pope agar unsur risiko dapat diperhitungkan dalam analisis produksi sehingga tingkat kesalahan menjadi lebih rendah. Asche dan Tveteras (1999) menjelaskan bahwa fungsi produksi dalam model Just and Pope yang menggunakan prosedur dua langkah adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Dalam fungsi produksi, fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi produksi yang memperlihatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diharapkan. Produksi tomat di Desa Gekbrong dipengaruhi oleh berbagai faktor produksi yang digunakan masing-masing petani. Perbedaan penggunaan faktor produksi oleh setiap petani dapat memberikan perbedaan juga terhadap produktivitas tomat yang dihasilkan. Menurut hasil wawancara dan diskusi kepada petani dan penyuluh pertanian di Desa Gekbrong, yang menjadi faktor produksi tomat di desa ini adalah penggunaan pupuk kandang, penggunaan pupuk unsur N, pupuk

33 unsur P, pupuk unsur K, penggunaan insektisida cair, pupuk daun, dan fungisida. Selain itu pengaruh musim juga berpengaruh terhadap hasil produksi yang dihasilkan. Berdasarkan faktor-faktor produksi tersebut, maka model fungsi produksi Just and Pope yang digambarkan oleh fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitasnya dapat ditulis sebagai berikut: Fungsi Produktivitas Rata-rata: LnYi = β0 + β1lnx1i + β2lnx2i + β3lnx3i + β4lnx4i + β5lnx5i + β6lnx6i + β7lnx7i + β8d1i + ε Varians Produktivitas: σ 2 Yi = (Yi Ŷi) 2 Fungsi Varians Produktivitas: Lnσ 2 Yi = θ0 + θ1lnx1i + θ2lnx2i + θ3lnx3i + θ4lnx4i + θ5lnx5i + θ6lnx6i + θ7lnx7i + θ8d1i + ε Dimana: Y = Produktivitas tomat aktual (ton/ha) Ŷ = Produktivitas tomat dugaan berdasarkan model (ton/ha) X1 = Jumlah pupuk kandang yang digunakan per musim tanam (kg/ha) X2 = Jumlah pupuk unsur N yang digunakan per musim tanam (kg/ha) X3 = Jumlah pupuk unsur P yang digunakan per musim tanam (kg/ha) X4 = Jumlah pupuk unsur K yang digunakan per musim tanam (kg/ha) X5 = Jumlah insektisida cair yang digunakan per musim tanam (liter/ha) X6 = Jumlah pupuk daun yang digunakan per musim tanam (liter/ha) X7 = Jumlah fungisida yang digunakan per musim tanam (kg/ha) D1 = Dummy musim tanam (D1 = 1 jika musim kemarau dan D1 = 0 jika musim hujan) σ 2 Y = Varians produktivitas tomat β0, θ0 = Konstanta β1, β2,, β8 = Koefisien parameter dugaan X1, X2,, X7, D1 θ1, θ2,, θ8 = Koefisien parameter dugaan X1, X2,, X7, D1 ε = error i = petani responden Hipotesis Hipotesis Untuk Fungsi Produktivitas Rata-rata Dasar pertimbangan dalam penentuan hipotesis adalah asumsi bahwa petani berada pada daerah II pada kurva produksi sehingga petani dikatakan bertindak secara rasional dalam melakukan proses produksi, sehingga setiap faktor produksi berpengaruh secara positif terhadap rata-rata hasil produksi tomat. Secara lebih rinci, hipotesis fungsi produktivitas rata-rata untuk masing-masing variabel adalah: a. Penggunaan pupuk kandang (X1) β1 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kandang akan meningkatkan produktivitas tomat 21

34 22 b. Penggunaan pupuk unsur N (X2) β2 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur N akan meningkatkan produktivitas tomat c. Penggunaan pupuk unsur P (X3) β3 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur P akan meningkatkan produktivitas tomat d. Penggunaan pupuk unsur K (X4) β4 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur K akan meningkatkan produktivitas tomat e. Penggunaan insektisida cair (X5) β5 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan insektisida cair akan meningkatkan produktivitas tomat f. Penggunaan pupuk daun (X6) β6 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk daun akan meningkatkan produktivitas tomat g. Penggunaan fungisida (X7) β7 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fungisida akan meningkatkan produktivitas tomat h. Musim (D1) β8 > 0, menunjukkan bahwa pada musim kemarau, produktivitas tomat lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan Hipotesis Untuk Fungsi Varians Produktivitas Dasar pertimbangan dalam penentuan hipotesis adalah asumsi bahwa tidak semua faktor produksi yang digunakan petani berpengaruh positif terhadap varians produktivitas tomat. Menurut Fariyanti (2008), penggunaan faktor produksi seperti pupuk, baik itu pupuk organik maupun anorganik pada umumnya sudah ditentukan jumlah standar penggunaannya. Jika penggunaannya dikurangi atau melebihi batas standar maka memungkinkan menurunkan nilai produksi. Hal tersebut menunjukkan pupuk menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Berbeda dengan penggunaan obat-obatan yang tidak ada standarnya. Obatobatan digunakan jika ada hama atau penyakit yang menyerang tanaman, tetapi jika tidak ada gejala serangan, maka pemberian obat-obatan tidak perlu digunakan. Hal tersebut menunjukkan obat-obatan membuat produksi stabil sehingga termasuk dalam faktor produksi yang dapat mengurangi risiko produksi. Secara lebih rinci, hipotesis fungsi varians produktivitas untuk masing-masing variabel adalah: a. Penggunaan pupuk kandang (X1) θ1 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kandang akan meningkatkan varians produktivitas tomat b. Penggunaan pupuk unsur N (X2) θ2 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur N akan meningkatkan varians produktivitas tomat c. Penggunaan pupuk unsur P (X3) θ3 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur P akan meningkatkan varians produktivitas tomat

35 23 d. Penggunaan pupuk unsur K (X4) θ4 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur K akan meningkatkan varians produktivitas tomat e. Penggunaan insektisida cair (X5) θ5 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan insektisida cair akan menurunkan varians produktivitas tomat f. Penggunaan pupuk daun (X6) θ6 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk daun akan menurunkan varians produktivitas tomat g. Penggunaan fungisida (X7) θ7 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fungisida akan menurunkan varians produktivitas tomat h. Musim (D1) θ8 < 0, menunjukkan bahwa penanaman pada musim kemarau akan menurunkan varians produktivitas tomat Analisis Risiko Harga Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return dari suatu aset. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan adalah varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran statistik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat risiko harga yang terjadi pada harga jual tomat yang dilakukan oleh petani. a. Varians Pengukuran varians dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Menurut Elton dan Gruber (1995), nilai varians dapat ditentukan dengan rumus: m σ i 2 = p ij (R ij Ř i ) j=1 Nilai expected return dapat diperoleh dengan rumus: m Ř i = p ij x R ij j=1 Dimana: σ 2 = varians dari return pij = peluang dari suatu kejadian (i = aset, j = kejadian) Rij = return Ři = expected return Nilai varians berbanding lurus dengan nilai penyimpangan dan risiko. Semakin kecil nilai varians, maka semakin kecil penyimpangannya, dan semakin kecil tingkat risiko yang dihadapi dalam menjalankan usaha. 2

36 24 b. Standar deviasi Standar deviasi dapat diukur dari akar kuadrat nilai varians. Secara matematis rumus menghitung standar deviasi dapat ditulis: σi = σ i 2 Nilai yang ditunjukkan dari perhitungan standar deviasi memiliki arti yang sama dengan nilai varians, semakin kecil nilai standar deviasi, maka semakin kecil risiko yang dihadapi. c. Koefisien variasi Nilai koefisien variasi dapat diukur dari rasio standar deviasi dengan expected return. Secara matematis, nilai koefisien variasi (CV) dapat ditulis: CV= σ i Ř i Semakin kecil nilai koefisien variasi, maka semakin rendah tingkat risiko yang dihadapi. Pengujian Hipotesis Model yang diperoleh harus diuji untuk mengetahui tingkat ketepatan atau kesesuaian model dalam memprediksi suatu variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat nilai koefisien determinasi (R 2 ), uji signifikansi model dugaan, dan uji signifikansi variabel. a. Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi dihitung untuk melihat sejauh mana kecocokan antara data dengan garis estimasi regresi. Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar keragaan variabel dependent dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independent. Nilai koefisien determinasi berada di antara 0 dan 1. Semakin besar nilai koefisien determinasi maka semakin baik kualitas model karena semakin dapat menjelaskan hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent. Rumus koefisien determinasi dapat dituliskan: R 2 = (Ý i- ) Y 2 ( Y i - ) Y 2 Menurut Winarno (2007), nilai koefisien determinasi tidak selalu menunjukkan kualitas model sudah baik. Dalam analisis runtut waktu (time series) yang pada umumnya setiap variabel mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu, nilai koefisien determinasi akan cenderung tinggi. Sedangkan pada analisis seksi silang (cross section) nilai koefisien determinasi cenderung rendah. b. Uji Signifikansi Model Dugaan Uji signifikansi model dugaan dilakukan untuk melihat nyata atau tidak nyatanya pengaruh variabel independent yang digunakan terhadap variabel dependent. Menurut Gujarati dan Porter (2010) dalam Aldila (2013), pengujian model dugaan dilakukan dengan menggunakan uji F, dengan prosedur:

37 25 1) Hipotesis Pengujian fungsi produktivitas rata-rata: H0 : β1 = β2 = = β8 = 0 H1 : ada salah satu βi yang 0 Pengujian fungsi varians produktivitas: H0 : θ1 = θ2 = = θ8 = 0 H1 : ada salah satu θi yang 0 2) Statistik uji F F hitung = R2 / (k-1) (1-R 2 )/(n-k) Dimana: R 2 = koefisien determinasi k = jumlah variabel bebas n = jumlah sampel 3) Kriteria uji Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai sebaran Ftabel, dengan kriteria: Fhitung > F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0 Fhitung < F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0 Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria: p-value < α, maka tolak H0 p-value > α, maka terima H0 Jika Fhitung > F(k-1, n-k) atau p-value < α maka variabel independent mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependent, dan sebaliknya. c. Uji Signifikansi Variabel Uji signifikansi variabel dilakukan untuk mengetahui variabel independent yang mempengaruhi variabel dependent. Berdasarkan Gujarati dan Porter (2010) dalam Aldila (2013), pengujian signifikansi variabel dilakukan dengan menggunakan uji t, dengan prosedur: 1) Hipotesis Pengujian fungsi produktivitas rata-rata H0 : βi = 0, i = 1,2,3,,8 H1 : βi 0 Pengujian fungsi varians produktivitas H0 H1 : θi 0 2) Statistik uji t : θi = 0, i = 1,2,3,,8 b i -0 t hitung = St.Dev (b i ) Dimana: bi St.Dev = koefisien determinasi untuk variabel Xi = standar deviasi dari bi

38 26 3) Kriteria uji Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai sebaran ttabel, dengan kriteria: thitung > t(α, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0 thitung < t(α, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0 dimana: n = jumlah sampel k = jumlah variabel bebas Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria: p-value < α, maka tolak H0 p-value > α, maka terima H0 Jika thitung > t(α, n-k) atau p-value < α maka variabel independent mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependent, dan sebaliknya. Definisi Operasional a. Produktivitas (Y) adalah jumlah total panen tomat yang dihitung dalam satuan ton per hektar selama satu periode tanam. b. Pupuk kandang (X1) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. c. Pupuk unsur N (X2) adalah jumlah pupuk unsur N yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. d. Pupuk unsur P (X3) adalah jumlah pupuk unsur P yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. e. Pupuk unsur K (X4) adalah jumlah pupuk unsur K yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. f. Insektisida cair (X5) adalah jumlah insektisida cair yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan liter per hektar selama satu periode tanam. g. Pupuk daun (X6) adalah jumlah pupuk daun yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan liter per hektar selama satu periode tanam. h. Fungisida (X7) adalah jumlah fungisida yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. i. Musim (D1) adalah musim ketika petani melakukan budidaya tomat, yang terbagi ke dalam musim hujan dan musim kemarau.

39 27 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Desa Gekbrong merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Desa Gekbrong merupakan desa yang berada di ujung barat wilayah Cianjur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukabumi. Desa Gekbrong memiliki ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya yang berada di Kecamatan Gekbrong yaitu sekitar 900 sampai 1500 meter di atas permukaan laut sehingga tanaman hortikultura banyak dibudidayakan di desa ini. Desa Gekbrong memiliki luas sebesar hektar dan 75 hektar diantaranya digunakan sebagai lahan tegalan/ladang. Luas lahan Desa Gekbrong berdasarkan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Luas lahan Desa Gekbrong berdasarkan penggunaannya a No Penggunaan Luas (hektar) 1 Lahan sawah 49 2 Pemukiman dan pekarangan Tegalan/ladang 75 4 Kolam Hutan negara 2 6 Perkebunan besar 14 7 Perkebunan rakyat dan negara 15 Jumlah a Sumber: Badan Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, 2012 Menurut data Badan Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPB-TPH) Kecamatan Gekbrong tahun 2012, jika dilihat berdasarkan data curah hujan rata-rata selama 10 tahun terakhir, maka wilayah di Kecamatan Gekbrong termasuk Desa Gekbrong memiliki iklim dengan bulan basah sebanyak 8 bulan, yaitu Bulan Oktober hingga Mei. Rata-rata bulan kering sebanyak 2 bulan, yaitu Juli dan Agustus, serta bulan lembab pada Bulan Juni dan September. Kondisi Demografi Menurut data BPB-TPH tahun 2012, Desa Gekbrong memiliki penduduk sebanyak 7699 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3936 orang dan penduduk perempuan sebanyak 3763 orang. Desa Gekbrong memiliki 1561 kepala keluarga yang bermata pencaharian utama sebagai petani dari total kepala keluarga di Desa Gekbrong sebanyak 1921 kepala keluarga. Dari total sebanyak 1561 kepala keluarga yang bermata pencaharian utama sebagai petani, sebanyak 288 kepala keluarga berstatus sebagai pemilik lahan, 289 kepala keluarga

40 28 berstatus sebagai pemilik penggarap, dan 984 kepala keluarga berstatus sebagai penggarap/buruh tani. Dilihat dari tingkat pendidikan, penduduk di Desa Gekbrong memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi, mulai dari tidak tamat SD/sederajat, lulus SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi (diploma dan S1). Mata pencaharian penduduknya pun beragam mulai dari pertanian, perkebunan, peternakan, industri kecil dan kerajinan rumah tangga, industri menengah dan besar, perdagangan, serta dalam sektor jasa. Pertanian Wilayah Desa Gekbrong memiliki perbedaan dengan desa lainnya di Kecamatan Gekbrong. Ketinggian Desa Gekbrong yang lebih tinggi dibandingkan desa lainnya di Kecamatan Gekbrong membuat petani di desa ini lebih banyak menanam tanaman hortikultura dibandingkan tanaman padi yang menjadi ciri khas wilayah Cianjur. Sebanyak 4 kelompok dari 6 kelompok tani di Desa Gekbrong merupakan kelompok tani komoditi hortikultura. Sebanyak 1 kelompok merupakan kelompok tani komoditi padi dan 1 kelompok merupakan kelompok wanita tani yang mengolah beberapa jenis sayuran menjadi manisan sayur. Kelompok tani yang ada di Desa Gekbrong tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani Gede Harepan. Data kelompok tani di Desa Gekbrong beserta lokasinya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Data kelompok tani di Desa Gekbrong a No Nama Lokasi (kampung) 1 Kelompok tani Gede Harepan Tabrik 2 Kelompok tani Tani Kancana Loji 3 Kelompok tani Tani Mukti Babakan Gekbrong 4 Kelompok tani Mekar Tani Pasirbuntu 5 Kelompok tani Ginanjar Mekar Pajagan 6 Kelompok wanita tani Analika Cimadu 7 Gabungan kelompok tani Gede Harepan Tabrik a Sumber: Kantor Desa Gekbrong, 2012 Komoditi utama yang dihasilkan di Desa Gekbrong adalah tomat. Rata-rata petani menanam tomat meskipun tidak selalu ditanam pada setiap musim tanam karena berbagai pertimbangan yang salah satunya adalah cuaca. Selain tomat, petani juga menanam jenis tanaman hortikultura lainnya, diantaranya cabai, sawi, brokoli, wortel, serta bawang daun. Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani dapat diartikan sebagai ciri atau sifat yang dimiliki petani yang ditampilkan melalui pola pikir, sikap, maupun tindakannya terhadap lingkungannya. Karakteristik yang dimiliki petani akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam kegiatan usahataninya. Analisis yang digunakan

41 untuk mengetahui karakteristik petani responden dalam penelitian adalah analisis deskriptif. Total petani yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 38 orang yang dipilih secara aksidental (convinience sampling). Pemilihan secara aksidental dilakukan karena responden dipilih berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu yaitu petani hortikultura di Desa Gekbrong yang dalam pelaksanaan usahataninya menanam tomat di tahun Karakteristik petani yang dianalisis dalam penelitian ini adalah umur petani responden, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani tomat, status kepemilikan lahan, sumber modal usahatani, luas lahan usahatani, produktivitas petani responden, pola tanam, musim tanam, dan sistem pemasaran produk setelah panen. Umur Responden Umur dapat mempengaruhi motivasi seseorang untuk bekerja. Menurut Mappiare (1983) dalam Subagio dan Manoppo (2011), ada kecenderungan bagi seseorang yang berusia 35 tahun ke atas untuk lebih memantapkan dirinya untuk bekerja berkenaan dengan semakin tingginya biaya hidup yang harus dikeluarkan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki umur yang cukup beragam. Berdasarkan data responden, umur terendah adalah 26 tahun dan yang tertinggi adalah 60 tahun dengan rata-rata umur 40.8 tahun. Data umur responden dapat dilihat pada Tabel Tabel 10 Umur petani responden a No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) > Total a Sumber: Data primer, 2013 Tingkat Pendidikan Menurut Subagio dan Manoppo (2011), pada umumnya pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir petani karena pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap petani yang dilaksanakan secara terencana, sehingga memperoleh perubahan-perubahan dalam peningkatan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin berkembang pola berpikirnya sehingga akan mempermudah mengambil keputusan dalam melakukan sesuatu dengan baik termasuk keputusan dalam kegiatan usahatani. Tingkat pendidikan berpengaruh juga terhadap proses adaptasi teknologi. Petani yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah berpikir untuk membudidayakan usahataninya ke arah agribisnis, bukan sekedar pemenuhan kebutuan rumah tangga. Pendidikan juga mampu mendorong tumbuhnya kreativitas sehingga membuat petani bisa membuka atau menangkap peluang yang ada.

42 30 Mayoritas tingkat pendidikan petani responden adalah lulusan sekolah dasar (SD) dan terdapat 1 orang responden yang menempuh pendidikan hingga jenjang diploma. Data tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Data tingkat pendidikan responden a No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 SD SMP SMA Perguruan tinggi Total a Sumber: Data primer, 2013 Pengalaman Berusahatani Tomat Pengalaman usahatani akan mempengaruhi petani dalam pelaksanaan usahatani. Menurut Subagio dan Manoppo (2011), secara teoritis petani yang lebih berpengalaman dalam menangani usahatani cenderung akan lebih selektif dalam memilih dan menggunakan jenis inovasi teknologi yang akan diterapkannya, baik itu teknologi sistem budidaya maupun teknologi alat-alat pertanian. Tidak jauh berbeda dengan data umur responden, pengalaman berusahatani tomat petani responden memiliki nilai yang cukup beragam, meskipun tidak selalu pengalaman berusahatani tomat berbanding lurus dengan umur petani. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa ada petani yang baru berusahatani tomat setelah berhenti atau pensiun dari pekerjaan lamanya. Selain itu ada juga petani yang sejak muda sudah mulai berusahatani tomat. Rata-rata pengalaman berusahatani tomat petani responden adalah selama 13.5 tahun. Data pengalaman berusahatani tomat petani responden dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Pengalaman berusahatani tomat a No Pengalaman (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) > Total a Sumber: Data primer, 2013 Status Kepemilikan Lahan Tidak semua petani memiliki tanah sendiri yang dapat dijadikan sebagai lahan pertanian. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan adanya sistem sewa yang dilakukan petani untuk melaksanakan kegiatan usahataninya. Lahan yang

43 dimiliki sendiri secara umum membuat petani merasa lebih bebas dalam melakukan kegiatan usahatani, berbeda dengan lahan sewa yang sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemilik lahan jika masa sewa lahan telah habis. Secara umum, status kepemilikan lahan yang digunakan oleh petani responden untuk kegiatan budidaya tomat terbagi menjadi 2, yaitu milik sendiri dan tanah sewa. Namun berdasarkan hasil wawancara, petani responden menyewa kepada 4 pemilik lahan yang berbeda, yaitu kepada pihak Desa Gekbrong, Desa Cikahuripan, pihak perkebunan, serta lahan kerabat atau saudara. Lahan yang digunakan petani responden sebagian besar adalah lahan sewa kepada pihak Desa Gekbrong yang mencapai 60 persen responden. Harga sewanya pun bervariasi bergantung kepada pihak yang menyewakan. Lahan yang disewakan biasanya dihitung berdasarkan patok, yang dalam satuan umum luas lahan seluas 1 patok setara dengan 400 m 2. Data status kepemilikan lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel Tabel 13 Status kepemilikan lahan petani a No Status kepemilikan lahan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sendiri Sewa ke pihak Desa Gekbrong Sewa ke pihak Desa Cikahuripan Sewa ke pihak Perkebunan Sewa ke Kerabat/Saudara Total a Sumber: Data primer, 2013 Sumber Modal Usahatani Modal menjadi salah satu faktor produksi utama dalam kegiatan usahatani. Modal dalam bentuk uang diperlukan untuk membeli berbagai kebutuhan input produksi yang digunakan sebelum kegiatan usahatani dilaksanakan ataupun saat kegiatan usahatani sedang berjalan. Tidak seluruh petani responden mampu berusahatani menggunakan modal sendiri. Masih banyak petani yang mengandalkan pinjaman dari pihak pengumpul maupun bank untuk membiayai proses usahatani yang dilakukannya. Sebagian petani juga menggabungkan modal yang dimiliki dengan modal pinjaman untuk menutupi seluruh kebutuhan usahatani. Data sumber modal usahatani petani responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sumber modal usahatani a No Sumber modal Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sendiri Pinjaman Sendiri + pinjaman Total a Sumber: Data primer, 2013

44 32 Luas Lahan Usahatani Ketersediaan lahan, baik dalam hal lokasi maupun luas lahan akan mempengaruhi keputusan petani dalam memilih jenis komoditi yang akan ditanam ataupun pola tanam usahataninya. Lahan yang luas membuat petani bisa leluasa menanam beberapa komoditi sekaligus dalam satu musim tanam. Sedangkan dalam lahan yang relatif sempit, petani harus bisa menentukan pilihan tanaman yang sesuai jika ingin menanam beberapa tanaman sekaligus. Begitu juga dengan sistem rotasi tanamnya. Petani yang menggunakan lahan yang relatif sempit lebih kecil kemungkinannya untuk mengistirahatkan lahan yang digunakannya. Rata-rata luas lahan yang diusahakan oleh petani responden adalah seluas 2100 m 2. Hanya 6 orang dari keseluruhan responden yang mengelola lahan dengan luas yang melebihi 3000 m 2. Data luas lahan usahatani petani responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Luas lahan usahatani a No Luas lahan usahatani (m 2 ) Jumlah (orang) Persentase (%) > Total a Sumber: Data primer, 2013 Produktivitas Petani Responden Penggunaan input pertanian yang bermacam-macam menjadi salah satu penyebab tidak meratanya nilai produktivitas antar petani. Jumlah penggunaannya pun belum sesuai dengan rekomendasi penggunaan input, sehingga hasil panen yang dicapai belum optimal. Menurut hasil wawancara dari 38 orang petani tomat yang ada di Desa Gekbrong, diketahui bahwa selama periode tanam tahun 2012, nilai produktivitas tomat yang dihasilkan oleh petani memiliki nilai terendah sebesar 0.97 ton per hektar dan nilai tertinggi sebesar 65 ton per hektar dengan nilai rata-rata ton per hektar. Nilai produktivitas petani responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Nilai produktivitas petani responden a No Produktivitas (ton/ha) Jumlah (orang) Persentase (%) > Total a Sumber: Data primer, 2013

45 Pola Tanam Pola tanam dapat diartikan sebagai pengaturan penggunaan lahan pertanian. Pola tanam dapat dibedakan menjadi pola tanam satu jenis komoditi yang disebut pola tanam monokultur, atau pola tanam polikultur, yaitu menanam lebih dari satu jenis komoditi dalam lahan yang sama. Pola tanam secara polikultur atau tumpangsari mengharuskan petani lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam hal pemilihan komoditi, waktu tanam, maupun jarak tanam antar tanaman. Di Desa Gekbrong, selain menanam tomat secara monokultur sebagian petani responden melakukan pola tanam tumpangsari dengan beberapa jenis tanaman sayuran lainnya. Berdasarkan hasil wawancara, dari total 38 responden sebanyak 13 orang atau persen menanam tomat secara monokultur. Sedangkan sisanya sebanyak 25 orang atau persen melakukan pola tanam secara tumpangsari. Tanaman sayuran yang biasa ditumpangsarikan dengan tomat oleh petani responden adalah sawi, sawi hijau, cabai, dan kol. Selain untuk memanfaatkan sisa lahan yang ada, petani melakukan pola tanam secara tumpangsari untuk mengurangi kerugian yang mungkin terjadi apabila salah satu tanaman mengalami gagal panen atau terserang hama dan penyakit. 33 Tabel 17 Pola tanam petani responden a No Pola tanam Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Monokultur Polikultur Total a Sumber: Data primer, 2013 Musim Tanam Tomat merupakan tanaman yang bisa ditanam sepanjang tahun, sehingga petani bisa menanam tomat di musim kemarau maupun musim hujan, namun pengaruh musim dapat mempengaruhi hasil produksi tomat. Abidin et al. (1997) menjelaskan bahwa waktu tanam yang tepat sangat penting untuk budidaya tanaman tomat, karena tanaman ini sangat rentan terhadap keadaan lingkungan terutama temperatur, kelembaban, intensitas cahaya, air irigasi, dan drainase. Menurut Villareal (1980) dalam buku yang ditulis Abidin et al. (1997), curah hujan tinggi disertai temperatur yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pembuahan (fruitset) dan meningkatnya serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum, sehingga hasil buahnya akan rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi tomat pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Menurut Badan Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, Desa Gekbrong memiliki tipe iklim dengan 8 bulan basah dan 4 bulan kering. Menurut hasil wawancara, persen petani responden melakukan budidaya tomat di musim kemarau dan persen petani responden melakukan budidaya tomat di musim hujan. Data musim tanam dalam proses budidaya tomat oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 18.

46 34 Tabel 18 Musim tanam dalam proses budidaya tomat a No Musim tanam Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Kemarau Hujan Total a Sumber: Data primer, 2013 Sistem Pemasaran Petani memiliki saluran pemasaran yang berbeda untuk menjual hasil panennya. Petani bisa menjual sendiri hasil panennya langsung ke konsumen akhir maupun ke pasar. Petani juga bisa menjual melalui pihak lain, yaitu pengumpul maupun koperasi. Menjual hasil panen langsung ke pengumpul adalah sistem pemasaran yang paling banyak dilakukan oleh petani responden. Menjual hasil panen ke pengumpul dilakukan oleh 84 persen petani responden. Berdasarkan hasil wawancara, hanya 3 orang yang memasarkan sendiri hasil penennya langsung ke pasar dan 3 orang yang menjual hasil panen ke koperasi. Data sistem pemasaran tomat oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Sistem pemasaran tomat a No Sistem pemasaran Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sendiri Pengumpul Koperasi Total a Sumber: Data primer, 2013 Keragaan Usahatani Kegiatan budidaya tomat berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010 terbagi ke dalam sepuluh jenis kegiatan. Kegiatan budidaya dimulai dengan penyediaan benih, persiapan lahan, penanaman, pemasangan ajir, perempelan, pengairan, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), panen, dan pascapanen. Usahatani tomat yang dilakukan oleh petani responden di Desa Gekbrong tidak jauh berbeda dengan SOP yang telah ditentukan. Menurut hasil observasi, kegiatan yang biasa dilakukan adalah persiapan lahan, pemupukan awal, pemasangan mulsa jika menggunakan mulsa, penyemaian, pembuatan lubang tanam, pemasangan ajir bambu, penanaman, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan susulan, perempelan, dan panen.

47 Persiapan Lahan Persiapan lahan merupakan kegiatan mempersiapkan lahan untuk tempat tumbuh tanaman. Persiapan lahan mencakup kegiatan mengolah lahan agar tanaman memiliki tempat tumbuh yang optimal. Pengolahan tanah dilakukan jika lahan yang digunakan merupakan lahan yang baru dibuka atau sebelumnya digunakan untuk menanam tanaman lain. Menurut wawancara dengan petani responden, jika menggunakan mulsa maka pada lahan yang sama dapat dilakukan penanaman sampai 3 musim tanam tanpa harus melakukan pengolahan tanah kembali. Pada proses pengolahan, dibuat bedengan agar perakaran tanaman tidak terendam air. Tinggi bedengan sekitar 30 sampai 50 cm. Biasanya lebar bedengan adalah 90 sampai 120 cm dan panjangnya dapat disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Jarak antar bedengan sekitar 50 cm. Cara pengolahan tanah yang dilakukan petani responden berbeda-beda. Terdapat beberapa petani yang melakukan sendiri kegiatan pengolahan tanah tersebut sehingga menghabiskan waktu yang cukup lama. Petani lainnya biasanya membayar tenaga kerja untuk membantu mengolah tanah. Petani yang ingin cepat selesai mengolah tanah biasanya membayar pekerja secara borongan sehingga pengolahan tanah bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Pada pengolahan tanah, biasanya dilakukan penambahan kapur tanah jika derajat keasaman tanah terlalu rendah. 35 Gambar 5 Persiapan lahan Pemupukan Awal Petani responden melakukan pemupukan awal dengan memberikan pupuk kandang. Jenis pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam dan kambing. Petani memperoleh kotoran ayam maupun kambing dengan cara membeli ke pengumpul maupun dari milik mereka sendiri. Selain pupuk kandang, petani juga menambahkan pupuk anorganik yang mengandung unsur N, unsur P2O5, dan unsur K2O.

48 36 Gambar 6 Pupuk yang digunakan dalam usahatani tomat Pemasangan Mulsa Pemasangan mulsa tidak dilakukan oleh seluruh petani. Salah satu kendala sehingga tidak semua petani memasang mulsa adalah adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan petani. Mulsa dipasang setelah bedengan dibuat dan pupuk telah dicampur ke dalam tanah. Mulsa dipasang menutupi seluruh bagian bedengan dan dikaitkan dengan pasak penjepit di bagian ujung dan samping bedengan agar mulsa tidak mudah terlepas. Dalam kondisi normal, mulsa dapat dipakai sampai 3 kali musim tanam. Penggunaan mulsa dapat mencegah tumbuhnya gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman tomat, sehingga dapat mengurangi jumlah tenaga kerja untuk proses pemeliharaan. Gambar 7 Pemasangan mulsa

49 Penyemaian Penyemaian adalah kegiatan menumbuhkan benih yang kemudian akan dipindahkan ke tempat penanaman utama. Sebelum ditanam di bedengan, benih tomat disemai terlebih dahulu. Benih ditanam satu per satu di dalam polybag atau baki persemaian. Bibit dapat ditanam setelah berumur 2 sampai 3 minggu. Sebelum ditanam, dilakukan seleksi terhadap bibit agar dapat menghasilkan tanaman yang baik saat berada di bedengan. 37 Gambar 8 Penyemaian Pembuatan Lubang Tanam Pada bedengan yang dipasang mulsa, pembuatan lubang tanam dilakukan menggunakan pelubang mulsa plastik yang berdiameter sekitar 10 cm. Alat pelubang sederhana dapat dibuat menggunakan kaleng berbentuk tabung yang dibuka bagian atasnya, diberi gagang sebagai tempat pegangan, kemudian dipanaskan menggunakan arang yang dibakar dan dimasukkan ke bagian dalam kaleng. Gambar 9 Pembuatan lubang tanam

50 38 Pemasangan Ajir Bambu Ajir bambu digunakan untuk menopang tanaman tomat yang telah tumbuh tinggi. Fungsi lainnya adalah mengurangi kerusakan fisik tanaman akibat beban buah atau tiupan angin, memperbaiki pertumbuhan daun dan tunas, serta mempermudah pemeliharaan. Tomat diikat di ajir bambu menggunakan tali rafia setelah berumur sekitar 30 sampai 40 hari setelah tanam. Gambar 10 Pengikatan tomat ke ajir bambu Penanaman Penanaman merupakan proses pemindahan bibit dari persemaian ke lahan atau areal tanam. Bibit diperiksa dan diseleksi sebelum ditanam di lubang tanam. Bibit ditanam di tanah sebatas leher akar atau pangkal batang agar bibit tidak busuk. Jarak tanam antar barisan sekitar 60 sampai 80 cm sedangkan jarak tanam dalam barisan sekitar 40 sampai 50 cm. Gambar 11 Penanaman

51 Penyiraman Penyiraman merupakan kegiatan memberikan air sesuai kebutuhan tanaman pada daerah perakaran tanaman dengan air yang memenuhi standar pada waktu, cara, dan jumlah yang tepat. Penyiraman dilakukan saat bulan kemarau agar kebutuhan air pada tanaman tetap terpenuhi. Saat musim kemarau, petani memanfaatkan air yang berasal dari sumber mata air untuk menyiram tanaman. Namun terkadang jumlah air yang tersedia tidak mencukupi sehingga ketersediaan air menjadi salah satu kendala bagi petani saat musim kemarau tiba. 39 Gambar 12 Alat siram Pengendalian Hama dan Penyakit Petani tomat di Desa Gekbrong belum menanam tomat secara organik sehingga masih menggunakan obat-obatan kimia untuk mengurangi hama ataupun penyakit yang menyerang. Insektisida yang digunakan untuk mengurangi hama biasanya berupa insektisida cair yang diaplikasikan di lapang dengan cara penyemprotan menggunakan alat semprot. Penyemprotan dilakukan petani sekitar 1 minggu setelah bibit ditanam. Sedangkan untuk mengurangi penyakit, petani menggunakan fungisida yang diaplikasikan dengan cara diberikan di dekat lubang tanam tomat. Fungisida diberikan sekitar 2 minggu setelah tanam. Masing-masing petani memiliki cara yang berbeda dalam pemberian insektisida dan fungisida. Sebagian petani memiliki jadwal rutin dalam pemberian obat-obatan di lapang, namun sebagian petani lainnya memberikan obat-obatan jika terlihat indikasi adanya serangan hama maupun penyakit. Jenis insektisida dan fungisida yang digunakan petani cukup beragam, baik dari sisi merek maupun kandungan bahan aktifnya.

52 40 Pemupukan Susulan Tidak semua petani responden melakukan pemupukan susulan. Pemupukan susulan dilakukan untuk menambah jumlah unsur N dan K2O. Pemupukan susulan dilakukan sekitar 30 hari setelah tanam. Perempelan Perempelan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membuang tunas air atau tunas samping yang tidak produktif dalam pertumbuhan tanaman. Perempelan juga dilakukan untuk membuang batang atau daun yang tua atau rusak karena diserang hama dan penyakit. Tidak ada waktu pasti untuk melakukan perempelan, karena pembuangan daun hanya dilakukan seperlunya. Panen Tomat dapat dipanen 3 bulan setelah bibit ditanam. Sebaiknya 1 minggu sebelum panen kegiatan penyemprotan sudah dihentikan, namun terkadang masih ada petani yang tetap menyemprot insektisida agar tidak ada hama yang merusak buah atau tanaman yang sudah siap panen. Panen pada tanaman tomat tidak dapat dilakukan sekaligus. Pada kondisi normal, tanaman tomat dapat dipanen hingga kali panen per tanaman. Hasil panen tomat keseluruhan per tanaman dapat mencapai 2 kilogram. Tidak seluruh petani responden melakukan kegiatan pascapanen. Sebagian besar petani responden menjual kepada pengumpul sehingga tomat yang telah selesai dipanen langsung dimasukkan ke dalam peti tanpa ada sortasi maupun grading. Sortasi dan grading biasanya dilakukan jika tomat akan dijual ke koperasi. Jika dijual ke koperasi, maka pihak koperasi yang akan melakukan kegiatan pascapanen tersebut. Gambar 13 Panen dan hasil panen

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga suatu komoditas dapat bersumber dari fluktuasi harga output maupun harga input pertanian. Umumnya kegiatan produksi

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk di kembangkan. Tomat merupakan tanaman yang bisa dijumpai diseluruh dunia. Daerah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Risiko Produksi Fluktuasi yang terjadi pada suatu usaha, baik fluktuasi hasil produksi, harga dan jumlah permintaan yang berada dibawah standar yang ditetapkan merupakan indikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsung dalam pencapaian tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, seperti Peru, Ekuador, dan Meksiko. Selanjutnya, tomat menyebar ke seluruh Amerika,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah selatan DI Yogyakarta merupakan bentangan pantai sepanjang lebih dari 113 km, meliputi wilayah Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI i FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI IMELDA HANDAYANI PANGARIBUAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Yohanes Andika Tj. 2013110060 Al Faisal Mulk 2013110067 M. Ibnu Haris 2014110011 Abstrak Kebijakan asuransi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pemerintah memprioritaskan pembangunan bidang ekonomi yang menitikberatkan pada sektor pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berpengaruh terhadap pembangunan negara. Pertanian merupakan salah satu bagian dari bidang agribisnis. Saragih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat penting. Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah padi. Sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu produk pertanian hortikultura yang banyak diusahakan oleh petani. Hal ini dikarenakan cabai merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci