ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA"

Transkripsi

1 ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Produksi Talas (Colocasia giganteum (L.) Schott) di Kelurahan Situ Gede Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 M Randi Junaid Assafa NIM H

4 ABSTRAK M RANDI JUNAID ASSAFA. Analisis Risiko Produksi Talas (Colocasia giganteum (L.) Schott) di Kelurahan Situ Gede Kota Bogor. Dibimbing oleh NETTY TINAPRILLA. Produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede dipengaruhi oleh bibit, pupuk organik, pupuk N, pupuk P, pupuk K, lamda sihalotrin dan tenaga kerja. Bibit, pupuk organik, pupuk K, lamda sihalotrin dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produktivitias talas di Situ Gede. Risiko produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede dipengaruhi oleh bibit, pupuk organik, pupuk N, pupuk P, pupuk K, lamda sihalotrin dan tenaga kerja. Pengaruh yang paling nyata berasal dari penggunaan pupuk P. Bibit, pupuk N, pupuk P, pupuk K dan lamda sihalotrin termasuk risk reducing factor. Pupuk organik dan tenaga kerja tergolong risk inducing factor yakni faktor yang menyebabkan risiko produktivitas talas di Situ Gede. Hubungan antara risiko produktivitas dan pendapatan tunai usahatani talas ialah negatif. Hubungan antara risiko produktivitas dan pendapatan total usahatani talas juga negatif. Prinsip High Risk High Return tidak sesuai dengan usahatani talas di Situ Gede. Kata kunci: produktivitas, risiko, talas, hubungan, Situ Gede ABSTRACT M RANDI JUNAID ASSAFA. Risk Analysis Production of Taro (Colocasia giganteum (l.) Schott) in Situ Gede Bogor. Supervised by NETTY TINAPRILLA. Productivity of taro in Situ Gede affected by the seed, organic fertilizer, N fertilizer, P fertilizer, K fertilizer, lamda sihalotrin and labor. Seed, organic fertilizer, K fertilizer, lamda sihalotrin and labour effect positively on productivity of taro in Situ Gede. Productivity risk of taro in Situ Gede affected by the seed, organic fertilizer, N fertilizer, P fertilizer, K fertilizer, lamda sihalotrin and labor. The most significant influence comes from P fertilizer. Seed, N fertilizer, P fertilizer, K fertilizer and lamda sihalotrin are include to the risk reducing factor. Organic fertilizer and labor belong to risk inducing factor that is factors that cause productivity risk of taro in Situ Gede. The relationship between cash income and productivity risk of farming taro is negative. The relationship between productivity risk and farming income of taro is also negative. The principle of High Risk High Return is incompatible with farming taro in Situ Gede. Keywords: productivity, risk, taro, relation, Situ Gede

5 ANALISIS RISIKO PRODUKSI TALAS (Colocasia giganteum (L.) Schott) DI KELURAHAN SITU GEDE KOTA BOGOR M RANDI JUNAID ASSAFA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Talas (Colocasia giganteum (L.) Schott) di Kelurahan Situ Gede Kota Bogor Nama : M Randi Junaid Assafa NIM : H Disetujui oleh Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Pembimbing I Diketahui oleh Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah risiko produksi, dengan judul Analisis Risiko Produksi Talas (Colocasia giganteum (L.) Schott) di Kelurahan Situ Gede Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi dan Arif Karyadi Uswandi SP selaku dosen penguji dan dosen komisi pendidikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada petani talas di Situ Gede, Dinas Pertanian Kota Bogor dan lainnya yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2014 M Randi Junaid Assafa

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 8 Manfaat Penelitian 8 Ruang Lingkup Penelitian 9 TINJAUAN PUSTAKA 9 Sumber Risiko dan Faktor Produksi Tanaman Umbi-umbian 9 Hubungan Risiko Produktivitas dan Keuntungan pada Tanaman Umbi-umbian 11 KERANGKA PEMIKIRAN 12 Kerangka Pemikiran Teoritis 12 Kerangka Pemikiran Operasional 19 METODE PENELITIAN 21 Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data 21 Jenis dan Sumber Data 21 Metode Pengumpulan Data 21 Metode Analisis Data 22 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 32 Karakteristik Wilayah 32 Keadaan Sosial Ekonomi 34 Sarana dan Prasarana 35 Karakteristik Petani Responden 35 PENGARUH FAKTOR PRODUKSI TERHADAP RISIKO PRODUKSI TALAS 47 Uji Asumsi Klasik 48 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Talas 49 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produktivitas Talas 54 ii ii

10 ANALISIS KEUNTUNGAN USAHATANI TALAS 59 Penerimaan Usahatani Talas 59 Pengeluaran Usahatani Talas 60 Keuntungan Usahatani Talas 61 Hubungan Keuntungan Usahatani Talas dan Risiko Produktivitas Talas 62 DAFTAR PUSTAKA 65 LAMPIRAN 69 DAFTAR TABEL 1 PDB Indonesia dari sektor pertanian 1 2 Perbandingan penerimaan tanaman umbi-umbian 2 3 Luas tanam, produksi dan produktivitas talas di Kota Bogor 3 4 Jenis dan sumber data untuk penelitian risiko produksi talas 22 5 Komponen keuntungan usahatani talas 31 6 Pembagian lahan Kelurahan Situ Gede berdasarkan 33 penggunaannya Tahun Penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan kelompok umur 34 8 Komposisi penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan 35 pendidikan 9 Komposisi penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan mata 35 pencaharian 10 Kelompok umur petani talas di Kelurahan Situ Gede Pengalaman bertani secara umum petani responden Pengalaman bertani talas petani responden Lokasi usahatani talas petani responden berdasarkan Kampung Status penguasaan lahan petani responden Alat pertanian untuk memproduksi talas Hasil uji multikolinearitas Pengeluaran usahatani talas di Situ Gede untuk satu hektar Hasil pendugaan fungsi produktivitas talas di Situ Gede Keuntungan usahatani talas di Situ Gede untuk satu hektar Hubungan risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas Hubungan antara risiko produktivtas talas dan keuntungan 62 usahatani talas 22 Hubungan antara risiko produktivtas talas dan keuntungan usahatani talas 63

11 DAFTAR GAMBAR 1 Produksi talas antar Kecamatan di Kota Bogor tahun Variasi produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede tahun Kurva produksi total, kurva produksi rata-rata dan kurva produksi 14 marginal 4 Perilaku petani dalam menghadapi risiko 16 5 Kurva biaya 18 6 Alur kerangka pemikiran operasional 20 7 Kriteria uji DW d statisik 29 8 Tingkat pendidikan petani responden 37 9 Persentase pembagian tipe usahatani petani responden Persentase golongan lahan untuk memproduksi talas Bibit talas yang tergolong sehat dan siap untuk ditanam Lahan tegal dan lahan sawah yang tidak diberi air 45 DAFTAR LAMPIRAN 1 Koefisien fungsi produktivitas talas 64 2 Catatan penilaian tentang fungsi produktivitas talas 64 3 Koefisien fungsi variance produktivitas talas 65 4 Catatan penilaian tentang fungsi variance atau risiko produktivitas 65 Talas 5 Uji anova fungsi produktivitas 66 6 Uji anova fungsi variance 66

12

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agribisnis merupakan mega sektor yang harus mendapat perhatian khusus karena berhubungan dengan kehidupan umat manusia. Manusia dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari tidak dapat terpisahkan dari agribisnis. Konsep mengenai agribisnis pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan yang berasal dari Amerika Serikat. Definisi agribsinis menurut Davis dan Goldberg ialah Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production operation on the farm, and the strorage, processing, and distribution of farm commodity and items made for them (Desmond dan Siebert 2009). Agribisnis memiliki arti yang luas secara konsep namun dalam praktiknya tidak terlalu luas. Salah satu praktik agribisnis di Indonesia dapat dilihat dari kegiatan pertanian. Sektor pertanian menjadi salah satu pondasi yang tepat untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia. Data produk domestik bruto (PDB) dari sektor pertanian cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai 2012, namun secara persentase menurun. Adapun data PDB dari sektor pertanian tertera pada Tabel 1. Tabel 1 PDB Indonesia dari sektor pertanian Tahun PDB Sektor Pertanian PDB Total Persentase (Rp Miliar) (Rp Miliar) (%) Sumber: BPS 2014 (diolah) Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor petanian cukup berperan terhadap penerimaan domestik bruto di indonesia. Data enam tahun terakhir menunjukkan bahwa persentase sektor pertanian menyumbangkan sekitar persen terhadap PDB total di Indonesia. Sektor pertanian di Indonesia secara umum terbagi menjadi lima subsektor antara lain subsektor tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan dan peternakan. Subsektor tanaman pangan merupakan subsektor yang penting untuk diperhatikan karena menyangkut kebutuhan pokok sehari-hari penduduk di Indonesia. Konsumsi tanaman pangan di Indonesia menjadi suatu keharusan. Konsumsi kategori makanan di Indonesia tahun sebelumnya mencapai persen dari total konsumsi penduduk di Indonesia. Sekitar 60 persen berasal dari tanaman pangan (BPS 2014). Tingginya konsumsi tanaman pangan menunjukkan tingginya peluang permintaan terhadap tanaman pangan. Dua kelompok besar dalam pertanian tanaman pangan yakni padi dan palawija. Palawija merupakan bagian

14 2 dari tanaman pangan yang dibudidayakan oleh petani selain padi. Beberapa contoh palawija yang sering dibudidayakan petani di Indonesia antara lain talas, jagung, kedelai dan lainnya. Penduduk Indonesia tidak dapat selalu bergantung terhadap beras karena saat ini impor beras tergolong cukup tinggi volumenya. Palawija dapat digunakan sebagai tanaman pangan pengganti beras atau lebih dikenal dengan diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan penting untuk dilakukan dalam rangka menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Diversifikasi pangan lokal membutuhkan produksi pangan lokal yang berkelanjutan, hanya dapat terwujud jika petani mempertahankan budidaya tanaman pangan lokal, hal ini sesuai dengan pernyataan Tinaprila (2012). Salah satu tanaman lokal dari jenis palawija yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia adalah tanaman talas (Colocasia giganteum). Tanaman talas memberikan penerimaan yang lebih tinggi dari kelompok tanaman yang sejenis, hal ini seperti yang tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan penerimaan tanaman umbi-umbian Komoditi Umbiumbian Uraian Nilai Sumber Talas Produktivitas (ton/ha) 20 Cahya (2013) Harga rata-rata tingkat petani (Rp/kg) Dinperta Kota Bogor (2014) Nilai penerimaan per hektar (Rp) Ubi Jalar Produktivitas (ton/ha) 14.7 BPS (2014) Harga rata-rata tingkat Dinperta Jabar (2014) petani (Rp/kg) Nilai penerimaan per hektar Ubi Kayu (Rp) Produktivitas (ku/ha) 22.5 BPS (2014) Harga rata-rata tingkat petani (Rp/kg) Nilai penerimaan per hektar (Rp) Dinperta Jabar (2014) Tabel 2 menunjukkan penerimaan talas lebih besar daripada tanaman ubi jalar dan ubi kayu. Penerimaan yang tinggi tersebut juga menarik para petani untuk memproduksi talas. Sentra produksi talas terbesar terdapat di Bogor dan Malang. Bogor yang terdiri dari Kota dan Kabupaten mampu memberikan kontribusi sekitar 30 persen terhadap total produksi talas di Indonesia, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cahya (2013). Tanaman talas merupakan oleh-oleh khas Bogor, sehingga budidaya talas banyak dilakukan di Bogor. Kontribusi produksi talas terbesar selanjutnya ialah Malang, yakni 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga wilayah itu merupakan sentra talas terbesar di Indonesia. Tanaman talas banyak memiliki manfaat dan keuntungan sehingga mendorong petani untuk mengusahakannya sebagai produk pertanian komersil di

15 Bogor. Produk pertanian komersial ialah produk yang dihasilkan oleh petani dengan tujuan untuk mendapat keuntungan. Manfaat yang diperoleh dari tanaman talas ialah sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras, sebagai bahan obat herbal, sebagai bahan baku aneka kue dan lainnya, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cahya (2013). Produk pertanian komersil harus memiliki nilai jual dan dapat diterima pasar sehingga mampu memberikan surplus pendapatan bagi petani. Setiap aktivitas produksi pertanian yang dilakukan selalu diikuti dengan risiko yang dihadapi. Risiko merupakan suatu kejadian yang peluang kejadinnya dapat diukur namun memberikan kerugian bagi petani (Robison dan Barry 1987). Indikasi risiko dapat dilihat dari berbagai macam cara, salah satunya melalui variasi pada data produktivitas antar petani. Risiko harus dikelola dengan baik agar pengaruhnya tidak memberikan kerugian secara finansial. Risiko terdiri dari berbagai macam yakni risiko perbankan, risiko perusahaan, risiko pertanian dan lain-lain. Risiko pertanian merupakan risiko yang terbesar karena berkaitan sebagian besar aktivitasnya dipengaruhi oleh alam. Alam adalah kondisi eksternal yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Alam tidak dapat diciptakan oleh manusia, namun manusia harus mengelolanya dengan baik. Pengelolaan yang baik terhadap alam akan membantu dalam mengurangi kerugian finasial. Risiko dalam pertanian dapat ditemukan dari kegiatan produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan kegiatan lainnya. Risiko produksi merupakan risiko yang paling besar jika dibandingkan dengan risiko lainnya dalam pertanian. Risiko produksi dapat diidentifikasi dari adanya fluktuasi atau variasi dari hasil produksi pertanian. Hasil produksi pertanian tersebut harus berdasarkan satuan input tetap yang sama sehingga perbandingan yang diperoleh dari suatu hal yang sama. Bogor merupakan salah satu wilayah yang tepat untuk budidaya dan penelitian mengenai talas karena kesesuaian syarat tumbuh talas pada wilayah tersebut. Tanaman talas dapat tumbuh subur di Bogor. Produksi talas yang dilakukan di Bogor melibatkan banyak petani dengan luasan areal yang beragam. Hubungan negatif antara luas areal yang ditanami dan produksi talas terjadi di Kota Bogor. Luas areal cenderung menurun, sedangkan produktivitas talas cenderung meningkat, kondisi tersebut dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi produktivitas talas di Kota Bogor. 3 Tabel 3 Luas tanam, produksi dan produktivitas talas di Kota Bogor Tahun Luas Tanam (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Rata-rata Sumber: Dinperta Kota Bogor 2014 (diolah)

16 4 Fluktuasi tersebut berdampak tidak baik bagi petani talas di Bogor. Produktivitas terbesar yang dapat dihasilkan rata-rata sekitar 9.52 ton/ha. Nilai produksi per satu hektar terendah terjadi pada tahun 2010, yakni sekitar 5.57 ton. Fluktuasi yang tinggi mengindikasikan adanya risiko pada tanaman talas tersebut. Produksi talas terbesar di Kota Bogor dilakukan di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan. Data produksi talas antar kecamatan di Kota Bogor tertera pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa Kecamatan Bogor Produksi talas (ton) Bogor Barat 181 Bogor Timur 88 Bogor Utara Kecamatan Gambar 1 Produksi talas antar Kecamatan di Kota Bogor tahun 2013 Sumber: Dinperta Kota Bogor 2014, diolah Barat merupakan produsen terbesar talas untuk Kota Bogor. Kegiatan produksi talas banyak dilakukan oleh petani pada wilayah tersebut. Salah satu wilayah terbesar dari Kecamatan Bogor Barat yang memproduksi talas ialah Kelurahan Situ Gede. Sekitar 34 persen produksi talas dari Kecamatan Bogor Barat berasal dari Kelurahan Situ Gede. Hal tersebut terjadi karena petani di Situ Gede menjadikan talas sebagai tanaman yang dipilih setelah menanam padi. Tanaman talas juga menjadi pilihan petani di tempat tersebut dalam rangka menyuburkan tanah, khususnya untuk menambah unsur nitrogen. Fluktuasi dan variasi yang terjadi pada produktivitas talas disebabkan oleh beberapa faktor atau sumber. Sumber-sumber terjadinya risiko produksi berasal dari aktivitas produksi yang dilakukan oleh petani. Penggolongan sumber risiko tersebut terbagi menjadi dua macam, yakni sumber risiko internal dan sumber risiko eksternal. Sumber risiko eksternal hanya dapat dikelola oleh manusia karena semuanya diciptakan atau telah tersedia di alam. Sumber-sumber risiko produksi talas tersebut tidak diketahui secara rinci sehingga diperlukan penelitian mengenai hal itu. Talas dipilih dalam penelitian ini karena talas merupakan salah satu tanaman penting dalam rangka diversifikasi pangan di Indonesia, hal tersebut sesuai informasi dari Ditjen Tanaman Pangan (2013). Risiko produksi talas tergolong tinggi jika dibandingkan dengan kelompok tanaman sejenis. Risiko produksi talas lebih tinggi daripada risiko produksi ubi jalar dan kacang tanah. Hal tersebut berdasarkan perbandingan yang telah dilakukan penulis terhadap penelitian Qamaria (2011) dan Dewi (2013). Perbandingan besarnya risiko dilihat dari kategori nilai koefisien variasi. Nilai koefisien variasi yang tinggi menunjukkan 276 Bogor Selatan 200 Tanah Sareal 0.07 Bogor Tengah

17 bahwa variasi produktivitas memiliki kecenderungan pergerakan yang tinggi juga. Variasi yang tinggi menunjukkan bahwa risiko produksi semakin tinggi. Risiko produksi yang harus dihadapi membuat beban petani semakin berat. Informasi mengenai risiko produksi yang dihadapi petani dapat membantu petani untuk mengelola risiko produksi dengan baik sehingga mengurangi kerugian akibat risiko tersebut. Keuntungan dari produksi talas tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan tanaman ubi jalar dan ganyong. Keuntungan dari produksi talas mencapai sekitar dua kali lipat dari keuntungan ubi jalar dan ganyong. Hal tersebut berdasarkan perbandingan yang dilakukan penulis terhadap penelitian Khotimah (2010) mengenai ubi jalar dan Septian (2010) mengenai ganyong. Risiko produksi talas tergolong lebih tinggi dari risiko produksi ubi jalar namun keuntungan dari talas juga lebih tinggi dari keuntungan produksi ubi jalar. Hal tersebut dibuktikan melalui perbandingan antar komoditi, namun jika dilakukan pada tanaman yang sejenis hubungannya juga positif. Hubungan positif antara risiko produksi talas dengan keuntungan talas harus dibuktikan melalui penelitian. Dengan demikian, pembuktian tersebut akan dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian mengenai risiko produktivitas talas akan dilakukan di Kelurahan Situ Gede. 5 Perumusan Masalah Kelurahan Situ Gede merupakan wilayah dari Kecamatan Bogor Barat. Situ Gede menjadi salah satu lokasi produksi talas terbesar di Bogor. Tanaman talas dipilih oleh petani untuk dibudidayakan karena pasar talas di Jakarta cukup besar dan talas merupakan salah satu produk khas Bogor. Beberapa petani melalui yang ada di Situ Gede dalam satu minggu mengirimkan dan memasarkan sekitar ton talas ke wilayah Ragunan, artinya dalam satu tahun petani harus memproduksi sekitar ton talas. Perhitungan permintaan tersebut berdasarkan kapasitas minimal mobil pengangut talas dan frekuensi keberangkatan dalam satu bulan. Lokasi pengolahan tepung talas yang berada pada wilayah tersebut juga membuat produksi talas di Situ Gede terus dilakukan oleh para petani. Pemasaran talas yang dilakukan secara rutin membuat para petani harus mampu mengelola produksi agar tetap stabil memenuhi permintaan pasar. Petani pada wilayah tersebut membudidayakan talas jenis talas bentul. Talas bentul cenderung dipilih oleh sebagian besar petani Situ Gede karena banyak tersedia bibitnya dan mudah dipelihara. Pengalaman tentang budidaya talas yang dimiliki oleh petani di Situ Gede cukup banyak. Permintaan talas yang cukup tinggi di pasar serta pemeliharaannya yang dianggap mudah bagi petani membuat tanaman talas menjadi salah satu pilihan terbaik bagi petani untuk dibudidayakan. Petani menganggap bahwa tanaman talas adalah salah satu pilihan terbaik untuk ditanam di Situ Gede selain padi sebagai tanaman utama. Masa tunggu panen yang dilakukan petani talas dahulu mencapai 9-12 bulan, namun saat ini hanya 5-7 bulan. Hal tersebut dilakukan agar petani memperoleh uang yang lebih cepat dan lahan dialihkan untuk penanaman komoditi padi atau komoditi hortikultura. Tanaman talas yang dibudidayakan juga tidak murni monokultur, biasanya petani melakukan tumpang sari dengan tanaman bengkoang atau ubi jalar.

18 6 Petani dalam melakukan produksi talas tidak dapat menghindari risiko produktivitas yang ada pada talas. Risiko produktivitas harus dihadapi oleh petani talas dalam kegiatan budidayanya. Variasi produktivitas talas yang terjadi di Situ Gede menunjukkan bahwa risiko produksi tidak dapat dihindari oleh para petani. Produktivitas rata-rata talas yang diproduksi oleh petani di Situ Gede pada tahun 2013 tertera pada Gambar 2. Produktivitas talas (ton/ha) Nomor Responden Gambar 2 Variasi produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede tahun 2013 Gambar 2 menunjukkan adanya variasi produktivitas pada talas di Situ Gede dalam pada tahun Kondisi variasi tersebut menunjukkan diperlukannya perhatian khusus berkaitan dengan risiko produksi. Hal tersebut berkaitan dengan pengelolaan produksi talas dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi sehingga mampu memberikan keuntungan. Produktivitas diukur dengan menggunakan input tetap, sehingga dapat membandingkan suatu hal yang sama. Keuntungan tersebut akan membuat petani talas mempertahankan kegiatan produksinya. Produktivitas talas terbesar berasal dari petani responden nomor enam yakni sekitar ton/ha. Nilai produktivitas terendah berasal dari petani responden nomor 19, yakni sekitar 6.83 ton/ha. Rata-rata produktivitas petani responden ialah 8.56 ton/ha. Variasi yang tinggi mengindikasikan adanya risiko pada tanaman talas tersebut. Sesuai dengan definisi risiko yakni risiko dapat dinyatakan sebagai kesenjangan antara kondisi kenyataan dan kondisi yang diharapkan. Rata-rata produktivitas tersebut sebenarnya jauh dari standar produktivitas talas yakni sekitar 20 ton/ha, hal ini menunjukkan bahwa produktivitas talas di Situ Gede kurang baik. Risiko pada produksi talas secara umum dikategorikan sebagai risiko produksi. Risiko produksi talas adalah kemungkinan peluang terjadinya penurunan produksi talas yang tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan oleh petani. Identifikasi sumber risiko produksi dilakukan dengan melihat adanya pergerakan produktivitas talas yang tidak stabil. Risiko dalam produksi talas terjadi karena penggunaan input dan pengaruh kondisi lingkungan. Bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja merupakan faktor input yang sering digunakan dalam produksi talas. Input yang digunakan tersebut setiap waktu jumlahnya tidak akan sama dan tepat sehingga menyebabkan adanya fluktuasi maupun variasi produktivitas. Beberapa petani juga berbeda dalam keputusan penggunaan input

19 produksi sehingga variasi produktivitas tidak dapat dihindari. Fluktuasi dan variasi pada produktivitas yang diakibatkan penggunaan input yang tidak tepat menyebabkan risiko bagi petani talas. Informasi mengenai sumber risiko kurang diketahui oleh Petani talas di Situ Gede. Sebagian besar petani di wilayah tersebut tidak memfokuskan perhatian pada risiko namun hanya merasakan kehilangan hasil dari produksi talas. Petani memiliki keterbatasan kemampuan baik dari segi sumber daya manusia maupun modal. Keterbatasan itu juga yang membuat petani tidak dapat menggunakan input yang paling tepat dalam produksi talas. Faktor input bukan merupakan satu-satunya yang menyebabkan fluktuasi dan variasi pada produktivitas talas. Lingkungan atau eksternal merupakan faktor lainnya yang membuat fluktuasi pada produktivitas talas. Petani tidak dapat mengendalikan lingkungan, tindakan yang paling tepat ialah bagaimana mengelola lingkungan tersebut sehingga produksi talas menjadi lebih baik. Faktor lingkungan atau eksternal yang cukup berbahaya bagi tanaman talas ialah cuaca, serangan hama, penyakit dan faktor lingkungan lainnya. Serangan penyakit sebagian besar biasanya terjadi pada musim hujan dan serangan hama terjadi pada musim kemarau. Serangan hama yang dianggap berbahaya biasanya menyerang bagian umbi batang dan daun talas. Umbi batang yang terserang hama dan penyakit akan mengurangi nilai komersial dari umbi batang tersebut bahkan tidak memiliki nilai komersial. Daun talas yang terserang hama dan penyakit akan mengurangi kemampuan tanaman dalam menghasilkan umbi yang baik. Adanya hama dan penyakit meningkatkan risiko produktivitas yang dihadapi oleh petani. Variasi pada tanaman talas akan mempengaruhi keuntungan petani di Situ Gede. Semakin tinggi variasi pada hasil produksi per hektar akan menyebabkan risiko yang dihadapi petani talas semakin tinggi. Keuntungan petani talas juga meningkat karena adanya risiko, namun ketika mengalami penurunan keuntungan maka akibatnya sangat merugikan bagi petani talas. Kondisi penurunan pendapatan pada petani talas akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari. Akses yang kurang terhadap kebutuhan sehari-hari menggambarkan kesejahteraan petani yang menurun. Informasi mengenai risiko produksi yang dihadapi diperlukan oleh petani talas. Informasi tersebut dapat dijadikan gambaran bagi petani untuk lebih tepat dalam mengelola produksi talas sehingga dapat mengurangi risiko produksi yang dihadapi. Variasi produktivitas yang tinggi ditunjukkan dengan besarnya kesenjangan antara produktivitas petani talas yang satu dan lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendapatan petani juga akan bergerak naik atau turun dan juga berpotensi memberikan kerugian secara finansial. Kerugian secara finansial yang terus berulang membuat petani talas meninggalkan kegiatan produksi talas, bahkan memilih profesi selain sektor pertanian. Variasi hasil produksi talas disebabkan oleh beberapa sumber risiko produksi. Secara umum pengelompokkan sumber risiko untuk tanaman pangan adalah sama, perbedaannya ialah prioritas sumber risiko produksi yang harus diperhatikan oleh petani talas. Penanganan dan dampak dari risiko produksi talas juga berbeda antara satu tempat dan lainnya. Petani talas di Situ Gede sebagian besar hanya lulusan SD dan SMP, sehingga dari kategori pendidikan tidak terlalu baik. Petani sebenarnya membutuhkan informasi tentang risiko produksi talas yang dihadapi agar mampu mengelola kegiatan produksi 7

20 8 talas dengan baik. Hal tersebut sulit untuk dilakukan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki petani. Sumber risiko produksi talas perlu diketahui sebagai bahan pertimbangan petani. Sebagian besar petani di Situ Gede kurang mengetahui sumber-sumber risiko yang ada pada kegiatan produksi talas. Beberapa petani bahkan tidak melakukan perawatan yang intensif terhadap tanaman talas. Hal tersebut dilakukan oleh petani karena tanaman talas dianggap tidak perlu mendapat penanganan khusus dan lebih mudah perawatannya daripada padi. Perawatan yang tidak intensif menyebabkan talas menjadi lebih berisiko. Keuntungan petani talas cenderung bervariasi jika mempertahankan tindakan yang sama. Beberapa penelitian terdahulu atau beberapa teori menyatakan bahwa prinsip High Risk High Return sering terjadi dalam suatu usaha, termasuk dalam bidang agribisnis. Keuntungan petani talas berhubungan positif dengan risiko produksi yang dihadapi. Penelitian ini akan menunjukkan bahwa sebenarnya risiko produktivitas yang ada harus dikelola dengan baik oleh petani talas di wilayah Situ Gede karena berhubungan dengan keuntungan. Pengelolaan risiko produksi talas yang baik pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan petani talas. Adanya berbagai kendala yang dihadapi petani di Situ Gede membuat diperlukannya kajian yang mendalam mengenai risiko produksi talas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi talas terhadap risiko produktivitas talas dikaitkan dengan fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi variance yang dihadapi petani talas di Kelurahan Situ Gede? 2. Bagaimana hubungan risiko produktivitas terhadap keuntungan usahatani petani talas? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian mengenai risiko produksi talas ialah sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh faktor produksi terhadap risiko produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede. 2. Menganalisis keuntungan dan hubungannya dengan risiko produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan manfaat bagi beberapa pihak sebagai berikut: 1. Bagi petani talas, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan produksi karena adanya risiko produktivitas pada tanaman talas. 2. Bagi masyarakat, sebagai informasi tentang kajian penelitian yang berkaitan dengan produksi talas. 3. Bagi instansi terkait, sebagai tambahan informasi untuk kajian pengembangan yang berhubungan dengan talas khususnya di Situ Gede. 4. Bagi penulis, sebagai pembuktian terhadap hipotesis yang telah ada pada analisis risiko produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede.

21 9 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mengenai risiko produktivitas talas ialah sebagai berikut: 1. Tanaman talas yang dibudidayakan merupakan tanaman yang ditanam secara monokultur maupun non monokultur. Polikultur yang biasa dilakukan oleh petani ialah tanaman talas dan tanaman bengkoang atau ubi jalar. Penelitian ini hanya mengkaji tanaman talas jenis talas bentul. 2. Variabel input yang ditetapkan untuk produksi talas disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan studi literatur yang telah tersedia. Penggunaan input dan hasil produksi pada pola tanam non monokultur dikonversi menjadi monokultur dengan membagi penggunaan input dan hasil output berdasarkan jumlah jenis tanaman dalam satu lahan yang sama. 3. Kelurahan Situ Gede terdiri dari beberapa kampung, dalam penelitian ini menggunakan minimal 30 responden. 4. Petani yang terlibat dalam penelitian ini merupakan petani yang pernah menanam talas minimal satu kali diantara tahun Penelitian ini akan menggunakan data cross section, sehingga variabel musim tidak relevan untuk dimasukkan. TINJAUAN PUSTAKA Sumber Risiko dan Faktor Produksi Tanaman Umbi-umbian Identifikasi adanya risiko produksi talas dapat dilihat dari fluktuasi maupun variasi produktivitas tanaman talas. Penelitian yang dilakukan oleh Faryanti et al (2007) menunjukkan bahwa salah satu indikasi adanya risiko pada produksi tanaman ialah fluktuasi produktivitas, hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Saptana et al (2010) serta Jamilah dan Nurhayati (2011). Variasi pada produktivitas juga mengindikasikan adanya risiko, hal ini sesuai dengan pernyataan Aldila (2013). Beberapa indikasi tersebut juga berlaku terhadap tanaman talas. Fluktuasi maupun variasi produktivitas talas menunjukkan adanya risiko produksi talas. Indikasi terjadinya risiko dapat diamati melalui data tertentu yang diindikasikan oleh adanya fluktuasi produksi, variasi produksi dan lainnya. Dalam membandingkan sesuatu seperti produktivitas, harus terdapat satu input yang bersifat tetap agar dapat mebandingkan sesuatu yang sama. Sumber-sumber risiko produksi tanaman talas juga harus diidentifikasi. Identitikasi terhadap sumber-sumber risiko produksi dilakukan dengan melihat sumber-sumber apa saja yang menyebabkan risiko pada produksi tanaman talas. Fluktuasi dan variasi produktivitas dapat disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi. Sumber-sumber risiko produksi talas penting untuk diperhatikan karena berhubungan dengan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengurangi kerugian dari risiko itu. Penjelasan mengenai sumber-sumber risiko produksi talas yang baik hanya dapat diperoleh dari penelitian ilmiah. Petani talas sebagai pelaku usahatani sering menghadapi risiko yang berkaitan dengan usahataninya sehingga

22 10 membutuhkan informasi ilmiah mengenai sumber risiko apa saja yang sebenarnya terdapat pada tanaman talas. Penelitian mengenai risiko produksi talas tidak terlalu banyak jumlahnya. Sumber-sumber risiko produksi talas bisa berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal sering disebutkan dalam istilah faktor input. Faktor input yang berpengaruh nyata terhadap risiko produksi talas ialah penggunaan urea dan pestisida, hal ini sesuai dengan penelitian Fleming (1994) dan Qomaria (2011). Cahya (2013) menyatakan bahwa beberapa hal yang berdampak negatif pada produksi talas berasal dari iklim, serangan hama, penyakit dan lainnya. Dampak tersebut dapat dinyatakan sebagai suatu risiko eksternal, namun diperlukan pembuktian melalui penelitian terlebih dahulu karena Cahya (2013) hanya fokus dalam pembahasan budidaya, tidak melakukan penelitian yang berkaitan dengan risiko produksi. Penulis juga melihat sumber-sumber risiko produksi dari tanaman lainnya yang sejenis. Hal tersebut dilakukan untuk memperbanyak informasi sumber risiko produksi dari penelitian sebelumnya. Tanaman yang sejenis dengan talas berasal dari kelompok umbi-umbian yakni tanaman kacang tanah dan ubi jalar. Sumber yang menyebabkan adanya risiko produksi pada kedua tanaman itu antara lain iklim dan curah hujan, serangan hama dan irigasi (Dewi 2013). Irigasi merupakan sumber risiko produksi yang cukup besar pengaruhnya pada produktivitas talas, hal ini sesuai dengan penelitian Adison (2008). Secara umum sumber risiko produksi yang ada pada tanaman umbi-umbian termasuk talas didalamnya antara lain penggunaan urea, pestisida, iklim, curah hujan, irigasi, serangan hama dan serangan penyakit. Faktor Produksi yang mempengaruhi Risiko Produksi Tanaman Pangan Banyak faktor produksi yang mempengaruhi risiko pada tanaman pangan. Faktor tersebut merupakan faktor input yang digunakan untuk usahatani pada tanaman pangan, dalam hal ini padi dan talas. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko padi non organik antara lain bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Input pestisida dan tenaga kerja berhubungan negatif terhadap risiko produksi dan input lainnya berhubungan positif. Input yang signifikan mempengaruhi risiko produksi padi non organik ialah bibit, urea, pupuk organik, pestisida dan tenaga kerja. Risiko produksi talas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi. Penelitian Qomaria (2011) menunjukkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan risiko pada produksi talas antara lain bibit, urea, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja. Hanya pupuk kandang dan tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap risiko produksi talas. Input yang signifikan mempengaruhi risiko produksi talas antara lain urea, pestisida dan tenaga kerja. Secara umum faktorfaktor yang mempengaruhi risiko produksi pada tanaman pangan antara lain bibit atau bibit, pupuk non organik, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja.

23 11 Hubungan Risiko Produktivitas dan Keuntungan pada Tanaman Umbiumbian Analisis mengenai risiko produksi pada talas tidak banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Besarnya risiko produksi talas dapat diamati dari kategori risiko seperti standar deviasi, variasi dan koefisien variasi. Variance merupakan salah satu ukuran untuk melihat besarnya risiko. Penelitian yang dilakukan oleh Qomaria (2011) menunjukkan nilai variance dari produktivitas talas mencapai sekitar 4.38 Juta (Triliun). Risiko produksi pada talas sangat besar jika dibandingkan dengan risiko produksi pada tanaman ubi jalar dan tanaman kacang tanah. Nilai variasi pada ubi jalar dan kacang tanah hanya sekitar (Triliun) dan (Triliun), hal itu sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dewi (2013). Berdasarkan kriteria variance, risiko produksi talas lebih tinggi dari tanaman jenis umbi-umbian lainnya. Penelitian mengenai keuntungan usahatani talas juga belum banyak dilakukan. Usahatani talas cukup menguntungkan bagi petani talas di Situ Gede, hal ini sesuai dengan penelitian Silalahi (2009). Keuntungan total usahatani talas dalam satu musim per satu hektar lahan mencapai Rp Juta, lebih tinggi jika dibandingkan dengan keuntungan usahatani ubi jalar dan kacang tanah. Usahatani talas juga dianggap menguntungkan oleh Cahya (2013) karena mampu memberikan keuntungan yang cukup tinggi bagi petani talas. Silalahi (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pendapatan atas biaya total untuk usahatani talas bogor mencapai Rp Juta per hektar dengan umur panen antara 6-7 bulan. Cahya (2013) menyatakan keuntungan atas biaya total usahatani talas jenis satoimo di kondisi optimum dan umur panen minimal 9 bulan, mencapai Rp 78 Juta per hektar. Keuntungan dari kedua jenis talas tersebut berbeda. Keuntungan atas biaya total untuk talas jenis satoimo dengan masa panen yang lebih panjang lebih besar daripada keuntungan atas biaya total dari talas bogor dengan masa panen yang lebih cepat. Perbandingan hasil penelitian juga dilakukan terhadap tanaman yang sejenis dengan talas, yakni kelompok tanaman umbi-umbian. Tanaman ubi jalar mampu memberikan keuntungan atas biaya total mencapai Rp 3.3 Juta per hekar, hal tersebut sesuai dengan penelitian Khotimah (2010). Tanaman talas mampu memberikan keuntungan atas biaya total yang lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman ubi jalar. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman talas lebih menguntungkan jika dibandingkan tanaman umbi lainnya. Hubungan antara risiko produktivitas dan keuntungan petani umbi-umbian ialah positif, hal ini berdasarkan comparation yang dilakukan penulis terhadap penelitian Silalahi (2009), Khotimah (2010), Qomaria (2011), Cahya (2013) dan Dewi (2013). Risiko produktivitas talas yang dilihat dari nilai variance semakin tinggi nilai variance maka risikonya semakin besar. Keuntungan talas yang lebih tinggi dari keuntungan jenis umbi lainnya ternyata diikuti dengan nilai risiko yang lebih tinggi terhadap jenis umbi lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa prinsip High Risk High Return berlaku pada komoditas umbi-umbian. Tanaman talas memiliki risiko produksi yang besar, namun memberikan keuntungan yang besar juga. Penelitian ini akan menunjukkan bagaimana hubungan yang sebenarnya terjadi antara risiko produktivitas dan keuntungan petani dari tanaman talas.

24 12 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang mendasari penelitian ini terdiri dari teori ekonomi produksi, teori risiko produksi pertanian dan teori mengenai usahatani. Teori usahatani yang digunakan dalam kerangka pemikiran teoritis antara lain struktur penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani. Teori Ekonomi Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang menggunakan suatu sumber daya tertentu sebagai input, kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan produk tertentu sebagai output. Istilah produksi bukan hanya transformasi fisik dari suatu sumber daya, tetapi juga berkaitan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan hingga yang paling ahli, pelatihan-pelatihan dan struktur organisasi yang dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas merupakan bagian dari proses produksi. Ciri utama dari kegiatan produksi ialah keterlibatan nuansa fisik atau dapat dengan mudah diamati oleh pelaku produksi (Pappas dan Hirschey 1995). Studi mengenai produksi pertanian sebagian besar menggunakan fungsi produksi dalam memecahkan suatu permasalahan. Fungsi produksi adalah fungsi yang menggambarkan hubungan antara input dan output yang digunakan. Soekartawi (1994) menyatakan bahwa fungsi produksi yang sering digunakan ialah sebagai berikut: y = f(x1,x2,x3,,xn) y x = Output yang dihasilkan = Input yang digunakan Kombinasi input yang digunakan dalam menghasilkan suatu output bisa lebih dari satu jenis input. Konsep produksi dalam ekonomi biasanya dijelaskan melalui produksi total, marginal produksi dan rata-rata produksi. Produksi total menunjukkan total output yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu dari suatu sistem produksi dengan asumsi terdapat satu input yang digunakan dan yang lain konstan. Rata-rata produksi merupakan produksi total dibagi dengan jumlah unit faktor yang digunakan untuk kegiatan produksi. Marginal produksi adalah perubahan yang terjadi pada produksi total akibat tambahan dari satu input yang digunakan. Hubungan antara input dan output mengikuti the law of diminishing return, dimana tambahan input akan bisa terus dilakukan, namun tambahannya semakin berkurang, hal ini sesuai dengan pernyataan (Pappas dan Hirschey 1995). Hukum tersebut juga berlaku pada kegiatan produksi produk-produk pertanian, sesuai dengan pernyataan Soekartawi et al (2011). Hubungan antara faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output) dapat dilihat pada Gambar 3. Kurva produksi pada Gambar 3 menunjukkan hubungan antara produksi total dengan produksi rata-rata (AP) dan produksi marginal (MP). Ada tiga daerah produksi pada kurva produksi yang sekaligus menunjukkan nilai elastisitas produksi Daerah rasional untuk berproduksi ialah daerah II. Daerah I dan II merupakan daerah yang tidak rasional untuk berproduksi. Daerah I menunjukkan

25 bahwa pelaku produksi harus menambah input yang digunakan karena belum mencapai kemampuan maksimalnya dalam berproduksi, sedangkan daerah III merupakan daerah yang kurang baik. Daerah III menunjukkan bahwa penambahan input yang digunakan akan mengurangi produksi total yang dihasilkan. Daerah I memiliki elastisitas produksi (EP) lebih besar dari satu (EP > 1), artinya setiap tambahan satu input akan menghasilkan output lebih besar dari satu. Daerah II memiliki nilai elastisitas produksi antara satu dan nol ( 0 EP 1), daerah ini merupakan daerah rasional untuk berproduksi, titik optimal untuk berproduksi ialah saat EP tepat sama dengan satu. Daerah III disebut daerah tidak rasional karena setiap penambahan satu satuan unit input variabel akan menurunkan output yang dihasilkan. Daerah III memiliki elastisitas produksi yang negatif (EP < 0). Teori Risiko Produksi Pertanian Risiko merupakan suatu hal yang harus dihadapi siapa saja. Tindakan untuk menghindari risiko merupakan hal yang cukup sulit untuk dilakukan, sehingga yang paling mudah ialah bagaimana mengelola risiko dengan baik. Risiko yang dikelola dengan baik akan meminimalisir kerugian yang diperoleh. Risiko dalam bisnis merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Robison dan Barry (1987) menyatakan bahwa seorang pengambil keputusan harus memperhatikan tiga hal penting yang berkaitan dengan risiko, yakni seberapa besar kemampuan risiko yang akan mempengaruhi seluruh kombinasi keputusan yang dibuat dalam bisnis, sumber informasi apa yang tersedia untuk memprediksi risiko bisnis yang akan dihadapi dan alternatif apa saja yang tersedia untuk meminimalisir risiko bisnis yang dihadapi. 13

26 14 Kurva total produksi (satuan output) I II III Total Produksi EP > 1 EP : 0-1 EP < 1 0 Input Kurva MPdan AP (satuan output) 0 AP Input Input (satuan input) MP Gambar 3 Kurva produksi total, kurva produksi rata-rata dan kurva produksi Marginal Sumber: Pappas dan Hirschey 1995 Beberapa pakar menyatakan bahwa risiko merupakan suatu ketidakpastian, namun sebenarnya Knight menentang hal itu, risiko berbeda dengan ketidakpastian (Robison dan Barry 1987). Perbedaan utama terlihat dari peluang suatu kejadian. Risiko memiliki peluang kejadian yang dapat diukur atau diketahui, sedangkan ketidakpastian merupakan suatu kejadian yang peluangnya tidak diketahui. Persamaan antara risiko dan ketidakpastian dalam bisnis ialah sama-sama merugikan. Risiko dalam bisnis menunjukkan suatu kejadian yang merugikan suatu bisnis dimana peluang kejadiannya dapat diukur. Para peneliti maupun pelaku bisnis sebaiknya memahami perbedaan mendasar tersebut. Definisi risiko yang dianggap tepat menurut Robison dan Barry (1987) ialah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan berdasarkan kejadian serupa yang pernah terjadi pada masa sebelumnya sehingga hasil dari keputusan terhadap kejadian sebelumnya dapat

27 digunakan untuk mengestimasikan peluang kejadian berikutnya. Risiko berbeda dengan ketidakpastian, ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya sehingga peluang terjadinya kerugian belum diketahui sebelumnya. Risiko selalu ada dalam setiap dunia usaha. Risiko dalam bisnis menjadi suatu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan. Dunia usaha tidak terlepas dari adanya risiko. Kata risiko telah banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam dunia bisnis maupun usaha. Kegiatan bisnis bidang pertanian pun erat kaitannya dengan istilah risiko. Pengusaha maupun petani umumnya menggunakan istilah risiko untuk menggambarkan suatu kejadian yang merugikan. Pemahaman setiap orang terhadap risiko bisa berbeda-beda tergantung pada sejauh mana orang tersebut mengerti konsep dan definisi risiko. Keputusan secara umum dibagi menjadi dua kelompok, yaitu situasi keputusan yang pasti, dan situasi keputusan yang tidak pasti atau dalam kondisi risiko. Risiko merupakan peluang suatu kehilangan atau kerugian (Harwood et al 1999). Risiko yang dihadapi dalam kegiatan bisnis maupun produksi, disebabkan oleh adanya sumber-sumber penyebab terjadinya risiko. Identifikasi terhadap sumber risiko produksi yang dihadapi penting untuk dilakukan. Petani menghadapi beberapa risiko produksi seperti risiko dari pemilihan lahan yang tepat, iklim, pengaturan irigasi dan variabel lainnya, hal ini sesuai dengan pernyataan Hardwood et al (1999). Risiko produksi lainnya yang akan dihadapi petani dapat berasal dari hama dan penyakit. Petani dalam melaksanakan kegiatan produksinya seringkali menghadapi situasi pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil petani harus mampu mengakomodasi risiko. Salah satu risiko yang sering dialami oleh petani adalah risiko produksi. Risiko produksi yang terjadi dapat diidentifikasi berdasarkan adanya fluktuasi pada produktivitas hasil. Risk averse, risk neutral dan risk taker merupakan tiga kriteria perilaku petani dalam menghadapi risiko, hal itu sesuai dengan pernyataan Debertin (1986). Setiap petani memiliki perbedaan perilaku dalam menghadapi risiko yang dihadapi. Petani yang risk averse merupakan perilaku petani yang tidak siap untuk menghadapi kerugian. Petani akan mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi jika menghadapi risiko yang tinggi. Perilaku risk taker pada petani yang berani mengambil kesempatan walaupun hasil yang diperoleh rendah. Pendapatan rendah yang dihadapi petani tidak mempengaruhi keinginan petani untuk menjalankan kegiatan produksinya. Petani risk neutral menunjukkan perilaku yang tidak peka terhadap besar atau kecilnya risiko yang dihadapi. Ilustrasi Risk averse, risk neutral dan risk taker tertera pada Gambar 4. 15

28 16 Pendapatan yang diharapkan Risk Aversion Risk Neutral 0 Risk Taker Variance Gambar 4 Perilaku petani dalam menghadapi risiko Sumber: Debertin 1986 Gambar 4 menunjukkan bahwa hubungan antara pendapatan yang diharapkan dengan variasi berbeda berdasarkan sikap perilaku menghadapi risiko. Petani yang baik ialah petani yang menjadi risk taker. Model Just and Pope merupakan salah satu pendekatan yang sering digunakan saat ini dalam menentukan risiko produksi (Robison dan Barry 1987). Model tersebut dibuat untuk mempermudah menganalisa risiko produksi yang dihadapi, namun dalam penerapannya membutuhkan pengetahuan yang baik. Metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat menunjukkan pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi, berdasarkan adanya variasi pada produktivitas output. Faktor produksi tersebut dibedakan menjadi dua yaitu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk reducing factors) dan faktor produksi yang menyebabkan risiko (risk inducing factors). Faktor produksi yang mengurangi risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional dan membeli peralatan baru. Penggunaan bibit dan pupuk merupakan faktor yang meningkatkan risiko. Model risiko produksi Just and Pope terdiri atas fungsi produksi rata-rata dan fungsi variance. Fungsi produksi rata-rata ditunjukkan oleh f(x) dan fungsi variance ditunjukkan oleh h(x)e. Format fungsional yang sering digunakan dalam kerangka model risiko produksi Just and Pope adalah fungsi Cobb-Douglas. Model Just and Pope menyediakan uji untuk risiko produksi dan melakukan estimasi terhadap parameter dari fungsi produksi rata-rata dan fungsi risiko dalam langkah yang berbeda. Fungsi varian pada model Just and Pope mewakili fungsi risiko karena fungsi tersebut dapat diintrepretasikan sebagai gangguan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variance error memiliki nilai yang berbeda-beda pada setiap observasi (Gujarati 2006). Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas jika data berbasis time series, sedangkan jika data berbasis cross section ditunjukkan dengan variance data.

29 17 Teori Penerimaan dan Pengeluaran Usahatani Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara harga output (P) dengan jumlah yang diproduksi (Q) atau terdapat pendapat lainnya yang menggunakan istilah lain, namun maknanya sama. Penerimaan tersebut bersifat langsung atau tunai. Penerimaan tunai menunjukkan nilai yang benar-benar diterima oleh produsen. Nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual juga dapat didefinisikan sebagai penerimaan usahatani. Komponen produk yang tidak dapat dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar (Soekartawi 2002). Total penerimaan usahatani dapat dilakukan dengan dua cara yakni parsial dan keseluruhan. Penerimaan usahatani yang hanya berasal dari satu macam tanaman walaupun pada kenyataannya terdapat tanaman lainnya maka hal tersebut menggunakan analisis parsial. Analisis parsial digunakan dengan mengabaikan tanaman lainnya yang tidak diteliti. Analisis secara keseluruhan juga dapat dilakukan apabila ingin mengetahui pendapatan usahatani dari seluruh tanaman yang diproduksi. Biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani biasanya terbagi menjadi dua kelompok. Dua kelompok biaya usahatani ialah biaya tetap dan biaya variabel (Soekartawi 2002). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya berapan hasil produksi yang diperoleh dan tetap harus dibayar walaupun tidak berproduksi. Biaya variabel ialah biaya yang besar atau kecil nilainya dipengaruhi oleh produksi yang dilakukan, hal ini sesuai dengan pernyataan Pappas dan Hirschey (1995). Biaya untuk menghasilkan sejumlah produk tertentu disebut dengan biaya total (TC atau total cost). Biaya total terdiri dari dua bagian yaitu biaya tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun jumlah output berubah. Biaya seperti ini disebut biaya overhead atau biaya yang tidak dapat dihindari. Biaya yang berkaitan lagsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Soekartawi (2002) menyatakan bahwa dalam kegiatan pertanian biaya tetap dapat berupa biaya sewa tanah, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi, sedangkan yang termasuk biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi. Hubungan antara besarnya jumlah produksi dengan biaya yang dikeluarkan disebut dengan fungsi biaya. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 5. Kurva biaya pada Gambar 5 menunjukkan bahwa kurva biaya tetap total (TFC) bernilai konstan atau tidak berubah pada setiap jumlah output tertentu. Sedangkan biaya variabel total (TVC) akan berubah seiring dengan perubahan jumlah output. Kurva TVC berawal dari titik nol dan semakin meningkat seiring dengan peningkatan output. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat tidak melakukan produksi maka TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar biaya variabel total (TVC). Kurva TC merupakan hasil penjumlahan dari kurva TFC dan TVC yang menunjukkan besarnya biaya total yang dikeluarkan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.

30 18 TC Kurva biaya (Rp) TVC TFC 0 Output (satuan output) Output Gambar 5 Kurva biaya tetap, variabel dan total Sumber: Soekartawi 2002 Pengeluaran usahatani juga terbagi menjadi dua bagian. Dua bagian tersebut ialah pengeluaran tunai dan pengeluaran total. Pengeluaran tunai ialah jumlah uang yang benar-benar dikeluarkan untuk pembelian input, baik berupa barang maupun jasa. Pengeluaran total ialah nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. Biaya diperhitungkan biasanya terdiri dari biaya untuk pembibitan vegetatif, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), irigasi pedesaan, penyusutan dan lain-lain. Teori Keuntungan Usahatani Keuntungan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi 2002). Keuntungan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Keuntungan usahatani terbagi menjadi dua bagian yakni keuntungan tunai dan keuntungan total. Keuntungan tunai usahatani ialah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Keuntungan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Kedua bagian keuntungan itu akan menghasilka nilai yang berbeda, biasanya nilai keuntungan tunai lebih kecil dari keuntungan total.

31 19 Kerangka Pemikiran Operasional Produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede antar petani cenderung bervariasi. Produktivitas merupakan produksi per satu satuan input. Variasi produktivitas mengindikasikan adanya risiko dalam kegiatan produksi talas. Petani tidak dapat menghindari hal tersebut. Risiko produktivitas mengindikasikan potensi kerugian yang dihadapi oleh petani talas. Indikasi adanya risiko menunjukkan adanya sumber-sumber risiko. Sumber-sumber risiko terbagi menjadi dua bagian yaitu sumber risiko internal dan sumber risiko eksternal. Sumber risiko internal adalah sumber risiko yang berasal dari dalam kegiatan produksi tersebut dan dapat diintervensi keberadaannya oleh manusia. Sumber risiko internal antara lain jumlah bibit yang digunakan, dosis pupuk organik, dosis pupuk N, dosis pupuk P, dosis pupuk K, dosis lamda sihalotrin dan penggunaan tenaga kerja. Sumber risiko eksternal ialah sumber risiko selain sumber risiko internal dan keberadaannya telah ada di alam dan manusia tidak dapat mengintervensinya atau hanya dapat mengelolanya. Sumber risiko eksternal antara lain musim, suhu, kelembaban, hama, penyakit dan curah hujan. Penelitian ini tidak menganalisis lebih lanjut mengenai sumber risiko produksi eksternal. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas talas ialah bibit, pupuk organik, pupuk N, pupuk K, pupuk P, lamda sihalotrin dan tenaga kerja. Keseluruhan faktor tersebut merupakan faktor yang berhubungan dengan input produksi talas. Faktor produksi dan sumber risiko produksi internal membentuk suatu fungsi produktivitas yang telah mengekomodir risiko. Fungsi produktivitas yang telah mengakomodir risiko dipergunakan untuk memprediksi produktivitas talas di Kelurahan Situ Gede. Harga output dan jumlah input yang diproduksi mempengaruhi produksi talas. Penerimaan usahatani talas diperoleh dari perkalian produksi talas oleh petani di Situ Gede dengan harga dari talas tersebut. Pengeluaran usahatani dipengaruhi oleh faktor produksi yang digunakan dan harga input atau biayanya. Semakin banyak input yang digunakan atau semakin besar harga input maka pengeluaran usahatani talas semakin besar. Keuntungan usahatani talas diperoleh dari penerimaan usahatani dikurangi dengan pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani yang semakin besar atau pengeluaran usahatani yang semakin kecil akan meningkatkan keuntungan usahatani talas. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan antara risiko produktivitas talas dan keuntungan usahatani talas. Risiko produktivitas talas diidentifikasi sebelumnya dari fungsi risiko. Hubungan antara risiko produktivitas talas dan keuntungan usahatani ialah positif. Prinsip High Risk High Return menjadi dugaan awal yang akan dibuktikan nantinya dalam penelitian ini. Risiko produktivitas yang ada memberikan dampak negatif bagi petani talas. Rekomendasi strategi pengelolaan risiko produtivitas yang tepat dibutuhkan oleh petani namun tidak dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian mengenai strategi harus dilakukan lebih mendalam dan membutuhkan waktu yang lebih lama agar hasilnya maksimal. Alur kerangka pemikiran operasional tertera pada Gambar 6.

32 20 Kegiatan produksi talas oleh petani di Kelurahan Situ Gede Fluktuasi produktivitas yang mengindikasikan adanya risiko pada produksi talas di Kelurahan Situ Gede Sumber risiko produksi internal: -Bibit -Pupuk organik -Pupuk N -PupukP -Pupuk K -Lamda sihalotrin -Tenaga kerja Faktor yang mempengaruhi produksi talas: -Bibit -Pupuk organik -Pupuk N -Pupuk P -Pupuk K - Lamda sihalotrin -Tenaga kerja Sumber risiko produksi eksternal Produksi Talas di Kelurahan Situ Gede Harga Output Penerimaan Usahatani Talas Pengeluaran Usahatani Talas Harga Input Keuntungan Usahatani Talas Risiko Produksi Talas Rekomendasi Strategi Pengelolaan Risiko Produksi Keterangan: : Batasan ruang lingkup penelitian Gambar 6 Alur kerangka pemikiran operasional

33 21 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data Kegiatan penelitian mengenai analisis risiko produktivitas talas dilakukan di Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Lokasi penelitian tersebut dipilih secara sengaja atau purposive dengan lima pertimbangan. Pertama, petani di Situ Gede menghadapi isu produktivitas talas yang berfluktuatif. Kedua, pertimbangan bahwa Kelurahan Situ Gede merupakan bagian dari Kecamatan Bogor Barat yang menjadi lokasi produksi terbesar di Kota Bogor. Ketiga, petani di wilayah Situ Gede relatif lebih mengerti berbahasa Indonesia karena wilayah tersebut masih termasuk wilayah Kota Bogor, sehingga memudahkan wawancara oleh peneliti. Pertimbangan keempat ialah jumlah petani talas yang ada di Situ Gede memenuhi syarat sebaran secara statistik, yakni 43 petani talas. Kelima, Kelurahan Situ Gede merupakan produsen talas yang berkontribusi terhadap produksi talas di Kota Bogor. Sekitar 30 persen talas yang diproduksi di Kecamatan Bogor Barat pada Tahun 2013 berasal dari Kelurahan Situ Gede. Kecamatan Bogor Barat merupakan wilayah penghasil talas terbesar di Kota Bogor. Sekitar 13 persen talas yang diproduksi di Kota Bogor berasal dari Kelurahan Situ Gede, hal ini sesuai dengan informasi dari pihak Dinperta Kota Bogor (2014). Data persentase produksi tersebut juga memperkuat alasan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai risiko produksi talas di Situ Gede. Waktu pengumpulan data akan dilakukan pada bulan April-Juni Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Jenis dan sumber data akan tertera pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat banyak jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini. Informasi mengenai jenis dan sumber data dapat memudahkan penulis dalam melakukan pengecekan data apa yang diperlukan dan data apa yang belum terpenuhi. Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh penulis dari objek penelitian. Data sekunder ialah data yang sudah ada atau diterbitkan namun bukan untuk tujuan penelitian para peneliti, biasanya harus diolah lebih lanjut untuk disesuaikan dengan kebutuhan para peneliti. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan diskusi. Wawancara dan observasi dilakukan dengan para petani responden. Diskusi dilakukan dengan pihak instansi terkait untuk melengkapi data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Pengumpulan data dengan Petani yang menanam talas di Kelurahan Situ Gede merupakan responden yang dipilih dalam penelitian ini. Penelitian akan menggunakan metode sensus dalam pengumpulan data responden.

34 22 Tabel 4 Jenis dan sumber data untuk penelitian risiko produksi talas Jenis Data Sifat Data Uraian Sumber Data Primer Kuantitatif Jumlah bibit Petani Dosis pupuk organik Petani Dosis pupuk N Petani Dosis pupuk P Petani Dosis pupuk K Petani Dosis Lamda sihalotrin Petani Tenaga kerja Petani Kualitatif Karakteristik petani Petani Sekunder Kuantitatif PDB Indonesia sektor pertanian BPS Produksi talas Kota Bogor Dinperta Kota Bogor Produksi talas Kelurahan Situ Gede Dinperta Kota Bogor Kualitatif Monografi Keurahan Situ Gede Kantor Kelurahan Situ Gede Metode sensus dipilih karena hasilnya dapat menunjukkan kondisi yang sebenarnya terjadi pada kegiatan produksi talas. Sensus dilakukan dengan mengelilingi seluruh kampung yang terdapat di Kelurahan Situ Gede. Sensus juga memungkinkan untuk dilakukan karena jumlah petani talas di Kelurahan Situ Gede tidak terlalu banyak. Jumlah petani talas yang dibutuhkan ialah minimal 30 responden, sehingga memenuhi persyaratan minimum sebaran data dalam statistik. Hasil sensus menunjukkan jumlah petani yang menanam talas mencapai 43 orang, dengan rincian 39 sebagai petani responden dan sisanya cadangan. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari responden akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif diilakukan dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif yang dimaksud ialah pendeskripsian mengenai gambaran umum objek yang diteliti yakni berhubungan dengan kegiatan produksi talas. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengenalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produktivitas dan menganalisis hubungan risiko produktivitas dengan keuntungan usahatani talas. Pengolahan data kuantitatif menggunakan alat bantu kalkulator scientific, microsoft word versi 2007, microsoft excel versi 2007 dan SPSS versi 20. Analisis Deskriptif Analisis deksriptif yang digunakan dalam penelitian risiko produktivitas talas ini akan memberikan penjelasan mengenai karakteristik responden seperti umur, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan petani dan beberapa hal penting lainnya. Analisis deskriptif juga akan digunakan untuk mengenalisis keragaan usahatani talas yang dijalankan oleh responden (petani talas). Analisis

35 keragaan yang dilakukan antara lain teknik produksi talas, penggunaan input untuk produksi talas, proses usahatani talas dan harga jual talas. Analisis deskriptif dilakukan menggunakan metode diskusi, observasi dan wawancara. Analisis Risiko Produksi Analisis risiko produksi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang digunakan merupakan metode kuantitatif yang pada akhirnya nilai risiko dinilai dari variance, pemetaan risiko, Just dan Pope, koefisen variasi, standar deviasi dan lainnya. Model Just dan Pope merupakan model yang dipilih untuk menganalisis risiko dalam produksi talas. Model Just dan Pope ialah model yang dianggap baik untuk menganalisis risiko karena fungsi produksi yang digunakan telah mengakomodir risiko yang dihadapi, hal ini sesuai dengan pernyataan Robison dan Barry (1987). Fungsi produktivitas merupakan fungsi yang dipilih dalam model Just dan Pope karena fungsi tersebut telah telah menunjukkan kesetaraan dalam melakukan perbandingan. Evaluasi model dugaan juga digunakan untuk memastikan bahwa model yang digunakan baik. Model Just dan Pope Model Just dan Pope adalah model yang sering digunakan untuk menganalisis risiko dalam produksi produk pertanian. Model ini dianggap telah mengakomodir risiko yang dihadapi, dimana menggunakan dua fungsi didalamnya. Dua fungsi tersebut ialah fungsi produksi rata-rata dan fungsi variance produksi. Fungsi produksi yang akan digunakan pada model ini berbentuk fungsi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut: q = f(x) + h(x)e dimana:.q = Hasil produksi yang dihasilkan (output) f(x) = Fungsi rata-rata h(x) = Fungsi variance (fungsi risiko).x = Input atau faktor produksi yang digunakan.e = Komponen error Produksi talas dipengaruhi oleh beberapa input usahatani. Input usahatani tersebut ialah lahan, bibit, pupuk organik, pupuk urea, pupuk kcl, pupuk sp-36, pestisida dan tenaga kerja, hal tersebut sesuai dengan penelitian Fleming (1994), Qomaria (2011) dan Cahya (2013). Fungsi risiko inputnya tidak harus selalu sama dengan fungsi produksi. Hasil regresi dapat dibangun dari input-input sehingga membentuk fungsi produksi talas. Input tersebut juga menyebabkan adanya risiko produktivitas yang harus dihadapi oleh petani. Fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi variance produktivitas pada tanaman talas ialah sebagai berikut. 1. Fungsi produktivitas rata-rata talas [f(x)] Fungsi produktivitas rata-rata dari talas ialah sebagai berikut Ln Y i = β 0 + β 1 LnX 1i + β 2 LnX 2i + β 3 LnX 3i + β 4 LnX 4i + β 5 LnX 5i + β 6 LnX 6i + β 7 LnX 7i + ε 23

36 24 dimana: Y = Produktivitas rata-rata talas (ton/ha) X 1 = Jumlah penggunaan bibit dalam satu musim tanam (kg/ha) X 2 = Jumlah penggunaan pupuk organik dalam satu musim tanam (kg/ha) X 3 = Jumlah penggunaan pupuk N dalam satu musim tanam (kg/ha) X 4 = Jumlah penggunaan pupuk P dalam satu musim tanam (kg/ha) X 5 = Jumlah penggunaan pupuk K dalam satu musim tanam (kg/ha) X 6 = Jumlah penggunaan lamda sihalotrin dalam satu musim tanam (g/ha) X 7 = Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam satu musim tanam (hok/ha) i = Jumlah petani responden β = Koefisien dugaan parameter input produksi talas X 1,X 2,..,X 7. ε = Error Intepretasi koefisien tidak menggunakan satuan yang telah ada pada masingmasing variabel, namun menggunakan satuan persen. Hipotesis dari fungsi produktivitas rata-rata talas ialah sebagai berikut: a. Bibit (X 1 ) β 1 > 0, artinya semakin banyak bibit yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas talas semakin meningkat. b. Pupuk Organik (X 2 ) β 2 > 0, artinya semakin banyak pupuk organik yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas talas semakin meningkat. c. Pupuk N (X 3 ) β 3 > 0, artinya semakin banyak pupuk N yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas talas semakin meningkat. d. Pupuk P (X 4 ) β 4 > 0, artinya semakin banyak pupuk P yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas talas semakin meningkat. e. Pupuk K (X 5 ) β 5 > 0, artinya semakin banyak pupuk K yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas talas semakin meningkat. f. Lamda sihalotrin (X 6 ) β 6 > 0, artinya semakin banyak lamda sihalotrin yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas talas semakin meningkat. g. Tenaga Kerja (X 7 ) β 7 > 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas talas semakin meningkat. 2. Fungsi variance produktivitas talas [h(x)e] Fungsi variance produktivitas talas ialah sebagai berikut: Ln σ 2 Y i = θ 0 + θ 1LnX 1i + θ 2LnX 2i + θ 3LnX 3i + θ 4LnX 4i + θ 5LnX 5i + θ 6LnX 6i + θ 7LnX 7i + β 8 LnX 8i + β 9 LnX 9i + β 10 LnX 10i + β 11 LnX 11i + ε dimana: σ 2 y i = (y i ŷ i ) 2 σ 2 y i = Variance produktivitas talas atau risiko produksi talas Y = Produktivitas rata-rata talas aktual (ton/ha) Ý = Produktivitas rata-rata talas dugaan berdasarkan model (ton/ha) X 1 = Jumlah penggunaan bibit dalam satu musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan pupuk organik dalam satu musim tanam (kg/ha) X 2

37 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 = Jumlah penggunaan pupuk N dalam satu musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan pupuk P dalam satu musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan K dalam satu musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan lamda sihalotrin dalam satu musim tanam (ml/ha) = Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam satu musim tanam (HOK/ha) i = Petani responden θ = Koefisien dugaan parameter input risiko talas X 1,X 2,..,X 7. ε = Error Intepretasi koefisien tidak menggunakan satuan yang telah ada pada masingmasing variabel, namun menggunakan satuan persen. Hipotesis dari fungsi variance produktivitas talas ialah sebagai berikut: a. Bibit (X 1 ) θ 1 > 0, Risk inducing factors artinya semakin banyak bibit yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas talas semakin meningkat. b. Pupuk Organik (X 2 ) θ 2 > 0, Risk inducing factors artinya semakin banyak pupuk organik yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas talas semakin meningkat. c. Pupuk N (X 3 ) θ 3 > 0, Risk inducing factors artinya semakin banyak pupuk N yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas talas semakin meningkat. d. Pupuk P (X 4 ) θ 4 > 0, Risk inducing factors artinya semakin banyak pupuk P yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas talas semakin meningkat. e. Pupuk K (X 5 ) θ 5 > 0, Risk inducing factors artinya semakin banyak pupuk K yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas talas semakin meningkat. f. Lamda sihalotrin (X 6 ) θ 6 < 0, Risk reducing factors artinya semakin banyak lamda sihalotrin yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas talas semakin menurun. g. Tenaga Kerja (X 7 ) θ 7 < 0, Risk reducing factors artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas talas semakin menurun. 25 Evaluasi Model Dugaan Model yang digunakan harus memiliki sifat yang baik sebagai model. Model yang baik ialah model yang memiliki goodness of fit yang tinggi antar data actual dan data ramalannya atau dengan kata lain nilai error bernilai kecil. Gujarati (2006) menyatakan bahwa kriteria yang diperlukan untuk memeriksa model tersebut antara lain: a. Kesesuaian arah dan besar koefisien regresi yang diharapkan dengan teori yang ada

38 26 Hasil yang tidak sesuai menunjukkan bahwa adanya pelanggara asumsi OLS (Ordinary Least Square) atau fakta yang terjadi di lapangan adalah kejadian tersebut. Asumsi OLS tidak terpenuhi karena adanya masalah multikolinearitas. b. Goodness of fit yang baik dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) bernilai tinggi Goodness of fit menunjukkan ketepatan data aktual dengan data ramalannya. Nilai yang semakin tinggi pada koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan model yang digunakan semakin baik, nilai error pada model semakin kecil. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) mengukur secara deksriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dan data ramalannya. Perhitungan koefisen determinasi ialah sebagai berikut: (Yt Y ) = (Ŷt Y ) + e dimana: (Yt rataan Y) = Jumlah kuadrat total (sum square total) (Ýt rataan Y) = Jumlah kuadrat regresi (sum square regression) e = Jumlah kuadrat error (sum square error) Pehitungan lainnya yang diperlukan ialah: Derajat bebas total (df total) = df regression / df error n - 1 = k + (n k 1) Dimana n = banyaknya petani talas yang menjadi sampel k = banyaknya variabel independent pada fungsi Koefisien determinasi dapat diperoleh sebagai berikut: Koefisien determinasi (R 2 ) = sum square regression sum square error Kisaran nilai R 2 ialah 0 hingga 1. Sisanya, 1 - R 2 dijelaskan oleh komponen error. c. Model dugaan signifikan dalam memprediksi dependent variabel Pemeriksaan akurasi model dugaan, disamping menggunakan ukuran deksriptif melalui koefisen determinasi, juga dibutuhkan pemeriksanaan secara statistik inferensia, yakni melalui uji hipotesis. Uji hipotesis biasanya dinyatakan sebagai berikut: H0 : β1 = β2 = = βk = 0 H1 : Minimal ada satu slope (β) yang 0 Statistik uji dari hipotesis tersebut ialah sebagai berikut: F Hitung = SS regression [ DF regression ] SS error DF error = MS Regression MS Error Apabila nilai F hitung > dari nilai F tabel atau P < α lima persen, maka tolak H0. Artinya, model dugaan yang diperoleh secara statistik telah signifikan dalam memprediksi variabel dependent (Ý). d. Masing-masing variabel independent berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent

39 Variabel independent yang ada juga harus dicek signifikansinya secara statistik. Uji hipotesisnya ialah sebagai berikut: H0 : βj = 0 H1 : βj > 0 (Xj berpengaruh positif terhadap Y) Pernyataan dari H1 dapat diartikan sebalikanya, yakni berpengaruh negatif terhadap Y (βj < 0). Pengujian juga dapat dilakukan dalam bentuk 2 arah (βj 0) tergantung kasus yang akan diteliti. Uji yang digunakan ialah Uji T, dengan rumus: bj βj(h0) T hit = StDev (bj) dimana: bj = Koefisien model dugaan (slope) untuk variabel Xj βj(h0) = Nilai koefisien model (slope) untuk variabel Xj di bawah H 0 StDev (bj) = Standar deviasi dari bj = Var (bj) Statistik T hit di bawah H 0 menyebar mengikuti sebaran T, dengan derajat bebas (df) = n k 1. Penggunaan uji T juga harus memperhitungkan nilai pada T tabel. Apabila P/2 < α lima persen untuk uji 1 arah atau T hit > T tabel, maka tolak H 0. Apabila P < α lima persen atau T hit > T tabel, maka disimpulkan tolak H 0 untuk uji 1 arah. e. Asumsi OLS terpenuhi Asumsi OLS harus dipenuhi yakni bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator). Adapun asumsi OLS terpenuhi jika: 1) Model linear dalam parameter (koefisien) Sebagian besar model yang digunakan untuk kegiatan penelitian mengenai risiko dalma produksi tidak bersifat linear model aslinya. Manipulasi matematis mampu mengubah model tersebut menjadi linear. Model yang linear menunjukkan bahwa asumsi OLS bisa dipenuhi. Salah satu contoh model aslinya tidak linear namun setelah dimanipualasi menjadi linear adalah fungsi Cobb-Douglas. 2) Tidak terdapat multikolinearitas Multikolinear pada variabel independent adalah kondisi dimana terdapat hubungan linear antara variabel independent. Penyebab terjadinya multikolinear biasanya berasal dari kecenderungan variabel ekonomi/bisnis yang bergerak secara bersamaan. Multikolinear menyebabkan ragam bj menjadi sangat besar sehingga koefisien dugaa (bj) tidak stabil. Hal tersebut menyebabkan: i. Besar dan arah koefisien menjadi tidak valid untuk intepretasi. ii. Hasil uji signifikansi koefisien model dugaan tidak valid. iii. Sulit mengintepretasi koefisien model bj. Nilai Variance Infaltion Factor (VIF) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinear. Nilai VIF dapat diperoleh dari: 1 VIF = 1 R dimana: Rxj 2 = Koefisien determinasi dari model regresi antara variabel dependent Xj dan variabel X lainnya sebagai variabel independent. 27

40 28 Apabila nilai VIF > 10, maka terdaat masalah multikolinear. Beberapa cara untuk memperbaiki dari adanya multikolinear ialah : i. Menambah observasi sehingga ragam bj menjadi kecil. ii. Mengeluarkan variabel independent yang berkorelasi kuat dari variabel independent lainnya. iii. Menggunakan teknik principal component analysist (PCA). iv. Menggunakan teknik partial least square (PLS). 3) Komponen error tidak berpola (acak), menyebar normal dengan nilai tengah nol, ragamnya homogen (homokedastisitas) dan tidak terdapat autokorelasi Autokorelasi error lag k ialah kondisi yang menunjukkan adanya hubungan antara error saat ini dan error periode sebelumnya. Kondis tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: ε t-k = ρ εtεt-k = r εtεt-k 0 dimana: ε t = Error ke t ε t-k = Error ke (t-k) k = 1,2,,n Ada beberapa penyebab terjadinya terjadinya autokorelasi antara lain: i. Bentuk fungsional tidak tepat. ii. Adanya time lag, misal konsumsi saat ini dipengaruhi konsumsi sebelumnya. iii. Manipulasi data (adanya intrapolasi atau ekstrapolasi data). iv. Kelembaman pada kondisi ekonomi. Akibat dari autokorelasi ialah sebagai berikut: i. Koefisien regresi dugaan masih bias dan tidak konsisten. ii. Ragam error dan koefisien regresi (bj) diduga underestimate. Deteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan teknik sebagai berikut: a. Penyajian grafis b. Uji Durbin-Watson d statistik Uji Durbin-Watson (DW) dengan hipotesis sebagai berikut: H0 = Tidak ada autokorelasi error lag 1. H1 = Ada autokorelasi error lag 1. Uji DW d statistik menggunakan rumus sebagai berikut: (εt εt 1) d = εt dimana: d = nilai uji DW d statisik ε = nilai error Apabila nilai d = 0, maka terdapat autokorelasi positif sempurna dan sebaliknya apabila d = 4, maka terdapat autokorelasi negatif sempurna. Nilai d = 2 menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi. Penyajian grafik pada Gambar 7 akan mempermudah melakukan plot dalam menentukan posisi dari nilai uji DW tersebut.

41 29 Tolak Ho Terima Ho Tolak Ho 0 dl du du 4 - dl 4 Tidak ada keputusan Tidak ada keputusan Gambar 7 Kriteria uji DW d statisik (Gujarati 2006) Gambar 7 menunjukkan penilaian uji DW berdasarkan plot. Uji DW dapat dilakukan dengan menggunakan software statistik yang tersedia. Analisis Keuntungan Usahatani Talas a. Penerimaan Usahatani Talas Penerimaan usahatani diperoleh dari perkalian antara harga output (Py) dengan jumlah yang diproduksi (Y). Soekartawi (2002) menyatakan penerimaan usahatani dalam rumus sebagai berikut: TR = Y. Py dimana: TR = Total penerimaan Y = Produksi yang dihasilkan dalam usahatani. Py = Harga Y n = Jumlah tanaman yang diusahakan i = 1,2,3,,n Penerimaan dalam usahatani digolongkan menjadi dua yakni penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai usahatani diperoleh dari nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan diperhitungkan ialah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, melainkan digunakan untuk konsumsi sendiri, hasil produksi yang disimpan, atau hasil produksi yang digunakan untuk input penanaman periode selanjutnya. Total penerimaan usahatani talas dapat dihitung total penerimaan usahatani talas yaitu dengan menjumlahkan kedua komponen penerimaan tersebut. b. Biaya Usahatani Talas Pengeluaran usahatani terlihat dari biaya usahatani. Secara matematis biaya total dapat dituliskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC dimana :

42 30 TC = Biaya total (Rp) TFC = Biaya tetap total (Rp) TVC = Biaya variabel total (Rp) Nilai TFC dapat diperoleh dari : TFC = Xi. PXi dimana: TFC = Biaya tetap (Rp) Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap PXi = Harga input n = Macam input Apabila besaran biaya tetap tidak dapat dihitung, maka langsung tetapkan berdasarkan nilai yang ada. Kejadian tersebut biasanya dapat terjadi dalam penelitian karena tidak semua faktor yang dapat dihitung atau dilengkapi dengan informasi jumlah fisik. Nilai TVC dapat ditemukan dengan menggunakan rumus yang sama. Penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel merupakan biaya usahatani. Biaya variabel terdiri dari biaya untuk pengeluaran faktor produksi. Penggolongan biaya usahatani sama dengan penggolongan penerimaan usahatani yakni dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam kegiatan usahatani talas. Sedangkan, biaya yang diperhitungkan adalah nilai dari penggunaan faktor produksi yang tidak dinilai langsung dengan uang seperti nilai penggunaan faktor produksi tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan peralatan dan nilai modal yang tidak dihitung. c. Keuntungan Usahatani Talas Keuntungan usahatani talas diperoleh dari pengurangan antara penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan. Secara matematis keuntungan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2002): Pd = TR TC dimana: Pd = Keuntungan usahatani TR TC = Total penerimaan = Total biaya Keuntungan usahatani dapat dilihat dari keuntungan atas biaya tunai dan keuntungan atas biaya total. Keuntungan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai. Sementara itu, keuntungan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Analisis keuntungan usahatani talas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keuntungan yang diperoleh petani dalam melakukan usahatani talas. Dengan penghitungan ini maka petani dapat mengetahui bagaimana kondisi usahatani yang dijalankan apakah menguntungkan atau tidak. Secara lebih rinci pendapatan usahatani talas dapat dilihat pada Tabel 5.

43 Tabel 5 Komponen keuntungan usahatani talas Simbol Komponen Keterangan A Penerimaan tunai Harga x hasil panen yang dijual B Penerimaan yang diperhitungkan Harga x hasil panen yang dikonsumsi / disimpan C Total penerimaan A + B D Biaya tunai Biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) E Biaya yang diperhitungkan Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), penyusutan peralatan, nilai lahan sendiri atau nilai lahan dan pajak F Total biaya D + E G Keuntungan atas biaya tunai A D H Keuntungan atas biaya total C F Sumber: Soekartawi Analisis Hubungan Risiko Produktivitas dan Keuntungan Usahatani Talas Hubungan risiko produktivitas dan keuntungan dianalisis dengan menggunakan uji pearson. Uji pearson dipilih karena kemudahan dalam analisis dan kesesuai data yang digunakan. Data yang digunakan merupakan data pengukuran metrik dan telah memenuhi persyaratan uji pearson, hal ini sesuai dengan pernyataan Firdaus et al (2011). Data yang mencapai tingkat pengukuran metrik ialah data interval dan rasio. Penelitian ini menggunakan data keuntungan dengan satuan rupiah dan data risiko produktivitas dari nilai variance, sehingga tingkatan data termasuk rasio. Adapun uji pearson secara matematis menurut Nazir (2011) ialah sebagai berikut: r = S (SS ) SS dimana:.s p = Sum of product.ss x = Sumsquare dari variabel X (Variance produktivitas).ss y = Sumsquare dari variabel Y (Keuntungan usahatani talas).r = Koefisien korelasi pearson Rumus untuk S p, SS x dan SS y ialah sebagai berikut: ( X)( Y) S = XY = xy N ( SS = X X) = x N ( SS = Y Y) = y N Dimana:

44 32.N = Jumlah pengamatan pada masing-masing variabel.x = (X X ).y = (Y Y ) Nilai r bisa bertanda negatif dan positif. Nilai mutlaknya berkisar 0 s.d. 1. Intepretasi r ialah sebagai berikut: r = 0 : Artinya risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas tidak berhubungan r = 1 : Artinya risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas berhubungan sempurna Tanda positif pada r : Artinya risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas berhubungan searah Tanda negatif pada r : Artinya risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas berhubungan berlawanan Secara deskriptif, nilai r dikategorikan kembali sebagai berikut: Bila 0< r <0.2 : Risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas berhubungan sangat lemah Bila 0.2 r <0.4 : Risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas berhubungan lemah Bila 0.4 r <0.6 : Risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas berhubungan sedang Bila 0.6 r <0.2 : Risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas berhubungan kuat Bila 0.8 r <1 : Risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas berhubungan sangat kuat Uji signifikansi juga harus dilakukan dengan uji hipotesis statistik sebagai berikut: Terima H0 : Tidak ada hubungan antara risiko produktivitas dan keuntungan Tolak H0 usahatani talas : Hubungan Risiko produktivitas dan keuntungan usahatani talas signifikan pada taraf nyata α 30 persen. Uji pearson dapat dilakukan dengan software statistik SPSS 20. Perhitungan nilai koefisien pearson harus memperhatikan hal berikut: a. Jumlah pengamatan variabel X dan Y harus sama. b. Secara relatif, jika koefisien korelasi semakin besar maka semakin tinggi pula derajat hubungan antara kedua variabel. c. Hubungan yang relatif diasumsikan berbentuk linear. d. Koefisien korelasi tidak menunjukkan hubungan sebab akibat. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Karakteristik Wilayah Luas wilayah Kota Bogor ialah hektar, terbagi menjadi enam Kecamatan yaitu Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Tengah dan Tanah Sareal. Wilayah Kota Bogor secara keseluruhan dikelilingi oleh Kabupaten Bogor. Batas wilayah utara Kota Bogor ialah Kecamatan Bojong Gede, Kemang dan Sukaraja. Batas wilayah Selatan ialah Kecamatan Cijeruk dan

45 33 Caringin. Kecamatan Sukaraja dan Ciawi merupakan batas wilayah sebelah Timur Kota Bogor. Sebelah Barat Kota Bogor berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Dramaga. Kelurahan Situgede yang menjadi lokasi penelitian ini merupakan salah satu wilayah Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Kelurahan ini merupakan Kelurahan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor, khususnya Kecamatan Dramaga. Kelurahan ini terletak sekitar lima kilometer dari pusat pemerintahan Kecamatan, sekitar 12 km dari pusat pemerintahan Kota Bogor dan sekitar 250 km dari pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kelurahan Situ Gede cukup strategis bagi para penduduk yang berprofesi sebagai petani karena ketermudahan akses terhadap bahan-bahan pertanian yang diperlukan, khususnya talas. Mayoritas toko pertanian di sekitar Kelurahan Situ Gede menyediakan segala macam input yang berkaitan dengan tanaman talas. Bibit komersil juga tersedia oleh petani setempat. Topografi wilayah Kelurahan Situ Gede sebagian besar berupa dataran rendah dengan ketinggian sekitar 250 m dpl. Kondisi lahan tergolong subur dan hampir tidak ada erosi pada lahan. Curah hujan rata-rata mm per tahun dengan suhu rata-rata C. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kelurahan Situ Gede cocok dijadikan sebagai daerah pertanian, khususnya talas. Wilayah Kelurahan Situ Gede terbagi dalam beberapa daerah berdasarkan penggunaannya. Penggunaan terbesar ialah untuk daerah pertanian. Daerah pertanian atau sawah di Kelurahan Situ Gede ialah sekitar persen dari luas total. Penggunaan lahan yang lain adalah untuk pemukiman sebesar persen, hutan sekunder sebesar persen, daerah tangkapan air sebesar 2.58 persen. Secara rinci informasi penggunaan lahan di Kelurahan Situ Gede dapat dilhat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan terbesar kedua ialah untuk pemukiman penduduk. Penggunaan terbesar ketiga ialah untuk hutan sekunder. Tabel 6 Pembagian lahan Kelurahan Situ Gede berdasarkan penggunaannya Tahun 2013 No Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%) 1 Lahan pertanian Pemukiman Jalan Perkantoran Perikanan darat/tawar Hutan sekunder Daerah tangkapan air Perkuburan Lain-lain Total

46 34 Keadaan Sosial Ekonomi Kelurahan Situ Gede memiliki penduduk sebanyak jiwa. Jumlah penduduk laki-laki ialah sebanyak jiwa dan penduduk perempuan sebanyak jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak jiwa. Komposisi penduduk Kelurahan Situ Gede tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan kelompok umur No Kelompok Umur Jumlah (jiwa) Persentase (%) Total Tabel 7 menunjukkan bahwa pada kelompok umur tahun sebanyak jiwa atau sebesar persen, jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak jika dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Jumlah kelompok umur terbesar kedua ialah pada kelompok umur dengan jiwa atau sebesar persen. Penduduk berusia produktif di Kelurahan Situ Gede tersedia banyak, namun sebagian besar tidak beraktivitas di bidang pertanian. Tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Situ Gede tergolong cukup baik. Penduduk dengan status lulusan setingkat SMU, Diploma dan Sarjana mencapai persen. Penduduk yang tamat SD dan SMP ialah sekitar persen dari total penduduk. Penduduk yang berusia 7 45 tahun yang tidak pernah sekolah hanya terdapat sekitar 0.75 persen. Penduduk yang pernah sekolah tetapi tidak tamat SD ialah sebesar persen. Komposisi penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan tingkat pendidikan pada Tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 8. Penduduk di Kelurahan Situ Gede sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani, yakni sebanyak persen dan petani yakni sebanyak persen. Komposisi penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan mata pencahariannya tertera pada Tabel 8. Mata pencaharian juga menunjukkan sumber pendapatan bagi penduduk di Situ Gede. Mata pencaharian penduduk yang diamati ialah mata pencaharian utama, sedangkan mata pencaharian sampingan tidak diamati atau dijelaskan lebih lanjut.

47 35 Tabel 8 Komposisi penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Belum sekolah Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah Pernah SD tapi tidak tamat Tamat SD/sederajat SMU/sederajat dan Pendidikan Tinggi Total Tabel 9 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling diminati oleh penduduk di Kelurahan Situ Gede. Profesi sebagai buruh tani dan petani juga didukung dengan kesuburan lahan yang ada di Kelurahan Situ Gede. Beberapa dari petani dan buruh tani tersebut terlibat dalam usahatani talas, yang juga merupakan salah satu icon dari Kelurahan Situ Gede. Tabel 9 Komposisi penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan mata pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 PNS TNI/Polri Swasta/BUMN/BUMD Wiraswasta/Pedagang Petani Pertukangan Buruh tani Pensiunan Jasa/lain-lain Total Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana di Kelurahan Situ Gede tergolong cukup baik. Beberapa jalan yang menghubungkan Kelurahan Situ Gede dengan Kecamatan lainnya dan Pusat Kota Bogor sudah berbentuk aspal. Alat transportasi yang digunakan berupa kendaraan roda empat baik berupa mobil, mini bus, truk serta kendaraan roda dua. Kendaraan umum yang digunakan berupa angkutan kota dan ojek. Hal tersebut dapat memperlancar kegiatan yang berhubungan dengan produksi dan pemasaran talas. Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden penting untuk diperhatikan dalam suatu penelitian. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan petani

48 36 talas. Karakteristik petani responden yang akan ditunjukkan pada penelitian ini ialah umur petani responden, tingkat pendidikan petani responden, pengalaman bertani, pengalaman menanam dan memanen talas, tipe usahatani, lokasi usahatani talas, golongan lahan, status penguasaan lahan, pola tanam dan sumber modal. Penjelasan lebih lanjut akan tertera pada bagian selanjutnya. Umur Petani Responden Hasil wawancara yang telah dilakukan pada 39 petani talas yang ada di Kelurahan Situ Gede menunjukkan bahwa jumlah petani pada kelompok umur tahun merupakan jumlah terbesar yakni sebesar persen dari total petani talas. Kelompok umur petani talas tertera pada Tabel 10. Tabel 10 Kelompok umur petani talas di Kelurahan Situ Gede No Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) Total Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar petani talas di Situ Gede tergolong berusia lanjut, yakni di atas 50 tahun. Kelompok umur yang lebih muda tidak lebih banyak daripada kelompok umur di atas 50 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa generasi penerus petani talas semakin berkurang. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat pendidikan petani responden menunjukkan pendidikan yang dimiliki oleh petani talas di Kelurahan Situ Gede. Persentase tingkat pendidikan petani responden tertera pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa sebagian besar petani talas di Situ Gede berpendidikan akhir SD. Hal ini menunjukkan pendidikan para petani talas tersebut tidak terlalu tinggi dan belum memenuhi program wajib belajar yang dikeluarkan oleh Pemerintah setempat. Petani talas secara pendidikan tergolong kurang. Hal tersebut merupakan hal yang umum terjadi di Indonesia. Petani di Indonesia memiliki pendidikan yang rendah namun mereka belajar dari pengalaman dalam melakukan usahatani. Penyuluh pertanian juga berperan dalam memberikan pendidikan praktis kepada para petani.

49 37 Persentase Pendidikan Terakhir Petani Talas SMA 2.56 persen SMP persen SD 58.97persen SD SMP SMA Gambar 8 Tingkat pendidikan petani responden Pengalaman bertani secara Umum Petani Responden Pengalaman bertani secara umum para petani responden penting untuk diperhatikan. Pengalaman bertani secara umum para petani responden tertera pada Tabel 11. Tabel 11 Pengalaman bertani secara umum petani responden No Pengalaman bertani (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) > Total Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar petani talas di Situ Gede telah memiliki pengalaman bertani secara umum antara tahun, yakni sebesar persen dari total petani talas. Petani yang memiliki pengalaman kurang dari 10 tahun hanya sedikit, hal ini juga menunjukkan kurangnya generasi penerus petani di Kelurahan Situ Gede. Pengalaman bertani Talas Petani Responden Pengalaman bertani talas petani responden menunjukkan bahwa berapa kali petani tersebut telah memproduksi talas. Hal ini juga menunjukkan pengalaman petani khususnya dalam budidaya talas. Pengalaman menanam dan memanen talas petani responden tertera pada Tabel 12.

50 38 Tabel 12 Pengalaman bertani talas petani responden No Produksi talas (kali) Jumlah (jiwa) Presentase (%) Total Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar petani talas telah memproduksi talas sekitar 6 10 kali. Hal ini menunjukkan bahwa petani tersebut telah memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam memproduksi talas. Petani yang memiliki pengalaman kurang dari lima tahun sangat sedikit. Tipe Usahatani Petani Responden Tipe usahatani petani responden hanya terbagi menjadi dua kelompok utama, yakni palawija dan campuran. Kelompok palawija merupakan petani yang tidak menanam padi dalam satu tahun. Kelompok campuran merupakan petani yang menanam padi dalam satu tahun. Persentase tipe usahatani petani responden tertera pada Gambar 9. Persentase Tipe Usahatani Palawija persen Palawija Campuran Campuran persen Gambar 9 Persentase pembagian tipe usahatani petani responden Sumber: Data primer 2014 Gambar 9 menunjukkan bahwa sebagain besar petani talas merupakan petani campuran. Petani talas juga menanam padi karena dianggap lebih menguntungkan dibanding menanam tanaman lainnya di Kelurahan Situ Gede. Selain itu, sapodi untuk usahatani padi lebih banyak tersedia di toko pertanian yang terletak di Kelurahan Situ Gede.

51 39 Lokasi Usahatani Talas Petani Responden Lokasi usahatani talas petani responden dalam Kelurahan Situ Gede terbagi menjadi beberapa Kampung. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai lokasi usahatani talas petani responden tertera pada Tabel 13. Tabel 13 Lokasi usahatani talas petani responden berdasarkan Kampung No Nama Kampung Jumlah Lokasi (unit) Persentase (%) 1 Cilubang Lebak Cilubang Mekar Cilubang Tonggoh Kampung Jawa Rawajaha Total Tabel 13 menunjukkan bahwa lokasi produksi talas terbesar terletak di Kampung Cilubang Lebak. Hal tersebut juga sesuai dengan pusat pertanian di Kelurahan Situ Gede terletak pada Kampung Cilubang Lebak. Kesuburan lahan dan tersedianya sumber air di Kampung Cilubang Lebak merupakan alasan utama tempat tersebut menjadi pusat pertanian talas di Situ Gede. Alasan lainnya ialah Kelompok Tani Saluyuh yang merupakan Kelompok Tani bidang umbi-umbian secara administratif terletak di Kampung Cilubang Lebak. Selain lima kampung tersebut masih terdapat beberapa kampung lainnya, namun tidak ada aktivitas produksi talas pada kampung lainnya tersebut. Golongan Lahan Petani Responden Golongan lahan petani responden terbagi menjadi dua bagian utama. Dua bagian utama golongan lahan tersebut antara lain lahan sawah dan non sawah. Persentase golongan lahan untuk memproduksi talas tertera pada Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan bahwa lahan sawah merupakan lahan yang dipilih oleh sebagian besar petani untuk memproduksi talas yakni sebesar persen. Sisanya yakni sekitar persen merupakan lahan non sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa lahan sawah memiliki struktur tanah yang tepat untuk memproduksi talas. Air yang tersedia pada lahan sawah dapat digunakan untuk menyiram talas juga merupakan salah satu alasan petani memproduksi talas di lahan sawah. Lahan sawah merupakan lahan yang basah atau juga dapat digunakan untuk penanam padi. Lahan sawah yang digunakan dalam memproduksi talas tidak harus terendam air setiap harinya, namun direndam pada saat lahan terlihat kering. Lahan non sawah yang dimaksud ialah terdiri dari lahan tegal, lahan pekarangan dan lainnya. Lahan non sawah dipilih karena lokasinya dekat dengan rumah petani, sehingga memudahkan petani dalam mengawasi dan memproduksi talas.

52 40 Persentase Golongan Lahan Non sawah persen Sawah persen Sawah Non Sawah Gambar 10 Persentase golongan lahan untuk memproduksi talas Status penguasaan Lahan Petani Responden Status penguasaan lahan petani responden terbagi menjadi tiga bagian yakni sakap, pinjam dan milik. Status penguasaan lahan petani responden tertera pada Tabel 14. Tabel 14 Status penguasaan lahan petani responden No Status Penguasaan Lahan Jumlah (unit) Persentase (%) Keterangan 1 Milik Pinjam Sakap :2 Total Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar petani talas di Kelurahan Situ Gede memiliki lahan yang berstatus lahan milik yakni sebesar persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar petani tidak melakukan bagi hasil pendapatan karena petani juga merupakan pemilik dari lahan tersebut. Namun, sebagian besar lahan milik tersebut belum memiliki sertifikat bahkan hanya berdasarkan akta dan keterangan pihak keluarga. Sisanya merupakan lahan pinjam dan lahan sakap. Lahan sakap yang digunakan menggunakan sistem 1:2, yakni keuntungan dari usahatani satu bagian untuk pemilik lahan dan dua bagian untuk petani penggarap. Petani penggarap merupakan petani yang diwawancara pada penelitian ini untuk lahan berstatus sakap.

53 41 Pola Tanam dan Sumber Modal Petani Responden Pola tanam dan sumber modal petani responden memiliki tipe yang sama. Secara keseluruhan pola tanam yang dipilih ialah polikultur, dimana pada saat menanam talas juga diikuti dengan menanam bengkoang atau ubi jalar. Hal tersebut dilakukan petani untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keuntungan. Sumber modal untuk usahatani talas berasal dari modal sendiri karena petani masih merasa mampu untuk menyediakan modal. Modal sendiri memudahkan petani karena petani tidak harus membayar beban bunga jika modal diperoleh dari pinjaman. Beberapa petani juga menyatakan bahwa dengan modal sendiri dapat menghindari pinjaman dari rentenir dalam usahatani talas. Pinjaman dari rentenir dirasa cukup memberatkan oleh beberapa petani, kecuali petani benar-benar dalam keadaan terpaksa. Khusus untuk usahatani talas, petani tidak memanfaatkan jasa pinjaman dari pihak rentenir maupun tengkulak. Keragaan Usahatani Talas di Kelurahan Situ Gede Keragaan usahatani talas terdiri dari beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut berkaitan dengan produksi talas dari berbagai macam input menjadi satu ouput yakni umbi talas. Adapun keragaan usahatani dapat dilihat dari subsistem sarana produksi atau input dan subsistem budidaya atau on farm. Penjelasan lebih lanjut ialah sebagai berikut. Subsistem Sarana Produksi Talas Subsistem sarana produksi talas terdiri dari berbagai macam input. Input tersebut yang digunakan dalam memproduksi talas. Adapun beberapa input yang digunakan antara lain bibit, pupuk organik, pupuk urea atau yang sejenis, pupuk kcl atau yang sejenis dan pupuk sp-36 atau yang sejenis, pestisida, tenaga kerja dan lahan. Adapun penjelasan lebih lanjut ialah sebagai berikut. a. Bibit Bibit diperlukan sebagai input utama dalam kegiatan produksi talas di Kelurahan Situ Gede. Bibit diperoleh dari membeli maupun dari anakan talas yang tersedia, namun biasanya petani lebih sering membeli untuk menghasilkan talas dengan kualitas yang baik. Bibit dapat diperoleh dari sesama petani. Beberapa petani memilih untuk menyediakan sendiri dari anakan talas yang ada untuk menghemat biaya, namun jika diperhitungkan memiliki biaya yang sama. Harga bibit talas di Kelurahan Situ Gede jika membeli ialah sekitar Rp 200 per batang. Bibit talas yang tersedia di Kelurahan Situ Gede ialah jenis talas bentul. Tidak terdapat nama varietas secara spesifik karena tanaman talas belum banyak yang terdaftar sebagai varietas tersendiri. Tanaman talas dari jenis tersebut dapat dipanen antara 5-7 bulan, namun dari keseluruhan petani responden memanen talas setelah berumur 7 bulan. Kriteria bibit yang diperoleh ialah bibit yang sehat,

54 42 warna pangkal cukup cerah dan tidak terserang penyakit. Adapun salah satu contoh bibit yang ditanam tertera pada Gambar 11. Gambar 11 Bibit talas yang tergolong sehat dan siap untuk ditanam Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman talas di Kelurahan Situ Gede hanya terdiri dari empat kelompok yakni 50 x 60 cm, 30 x 120 cm, 40 x 100 cm dan 50 x 100 cm. Jarak tanam yang sesuai dengan standar Dirkabi (2013) ialah hanya 40 x 100 cm dan 50 x 100 cm. Jumlah bibit talas yang dibutuhkan dalam satu hektar lahan ialah sekitar bibit. Setiap petani talas di Situ Gede bervariasi dalam menggunakan jumlah bibit tersebut. Variasi tersebut juga mengindikasikan adanya risiko pada kegiatan produksi talas. b. Pupuk Organik Kegiatan produksi talas biasanya membutuhkan pupuk organik. Pupuk organik yang dimaksud ialah pupuk yang berbahan dasar kimia organik yang diolah sendiri oleh alam bukan rekayasa manusia atau hasil buatan manusia. Pupuk organik yang sering digunakan ialah pupuk kandang. Petani talas di Situ Gede menggunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing. Pupuk kandang kotoran kambing dipilih oleh petani karena ketersediaannya di Kelurahan Situ Gede. Selain itu, beberapa petani menyatakan bahwa untuk tanaman talas pupuk kandang jenis kotoran kambing lebih baik daripada jenis kotoran sapi, kotoran burung dan kotoran ayam. Pupak kandang kotoran kambing biasanya dikemas dengan karung yang rata-rata berkapasitas 20 kg. Harga jual pupuk kandang kotoran kambing per karung ialah Rp Harga jual per kg dapat diperhitungkan sekitar Rp 250 per kg. Dosis pupuk kandang untuk memproduksi talas ialah sekitar satu ton per hektar (Dirkabi 2013). Petani talas di Situ Gede bervariasi dalam memutuskan berapa banyak pupuk kandang yang akan digunakan. Variasi identik dengan adanya risiko pada produksi talas tersebut. c. Pupuk Urea Salah satu input yang penting untuk digunakan ialah pupuk urea atau yang sejenis. Unsur natrium (N) yang ada didalam pupuk tersebut merupakan unsur kimia yang sangat dibutuhkan dalam memproduksi talas. Unsur N membantu proses yang terjadi di daun, dimana umbi talas sebenarnya dibentuk berdasarkan

55 performa daun dalam melakukan fotosintesis. Semakin baik performa daun maka umbi talas yang dihasilkan semakin baik, yakni berukuran besar. Pupuk urea dapat diperoleh di toko pertanian setempat di Kelurahan Situ Gede. Harga pupuk urea tersebut ialah Rp per Kg. Pemberian pupuk urea yang dianjurkan oleh Dirkabi (2013) ialah dilakukan sebanyak tiga kali, yakni 30 hari setelah tanam (HST), 90 HST dan 150 HST. Masing-masing dosis yang dianjurkan ialah 35 kg/ha, 50 kg/ha dan 50 kg/ha. Petani di Situ Gede dapat menggunakan anjuran tersebut, namun sebagian besar tidak mengikuti anjuran secara tepat sehingga menimbulkan variasi dalam penggunaan pupuk urea. Adanya variasi mengindikasikan adanya risiko yang harus dihadapi petani talas. Penggunaan pupuk urea merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan pupuk kimia anorganik yang sejenis, yakni KCL atau yang sejenis dan SP-36 atau yang sejenis. Hal tersebut menunjukkan bahwa urea berperan besar dalam produksi talas. d. Pupuk KCl dan Pupuk NPK Pupuk KCl sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan dalam memproduksi talas. Hal ini terlihat dari anjura Dirkabi (2013) yang tidak memberikan standar khusus penggunaan pupuk KCl untuk memproduksi talas. Petani tidak menggunakan pupuk KCl. Unsur kalium (K) diperoleh dari pupuk majemuk NPK. Beberapa petani menggunakan NPK Phonska dan NPK Mutiara. Penggunaan pupuk tersebut yang menyebabkan unsure K tetap diperoleh oleh tanaman talas. Harga pupuk NPK Phonska per kg mencapai Rp 4 000, lebih murah jika dibandingkan dengan pupuk NPK Mutiara yakni Rp /kg. Petani lebih memilih NPK Phonska karena cenderung lebih murah. Kedua pupuk tersebut tersedia di toko pertanian setempat. Dosis dari kedua pupuk tersebut berbeda, tergantung dari komposisi majemuk yang dikandung didalamnya. Pupuk NPK Phonska memiliki komposisi 15:15:15, yakni dari satu kg mengandung masingmasing 15 persen untuk N,P dan K. Pupuk NPK Mutiara memiliki komposisi 16:16:16, artinya setiap satu kg mengandung masing-masing 16 persen untuk N,P dan K. Hal tersebutlah yang memberikan sumbangan unsur K pada tanaman talas jika menggunakan pupuk majemuk. Dosis penggunaan disesuaikan dengan berapa standar yang ada atau berdasarkan kebutuhan petani talas. e. Pupuk SP-36 Input penting lainnya yang digunakan ialah pupuk SP-36 atau yang sejenis. Pupuk SP-36 mengadung unsur phospore (P). Unsur P dibutuhkan tanaman talas untuk memperkuat batang dan akar talas. Talas merupakan umbi batang, sehingga pembentukannya juga dipengaruhi oleh unsur P. Pupuk unsur P yang sering digunakan petani di Situ Gede ialah pupuk TSP. Pupuk TSP dan SP-36 memiliki kandungan P yang berbeda, dimana SP-36 hanya mengandung 36 persen P setiap satu kg dan pupuk TSP mengandung sekitar 46 persen unsur P. Pupuk TSP banyak tersedia di toko pertanian setempat jika dibandingkan dengan pupuk SP-36. Harga pupuk TSP tersebut ialah Rp per Kg. Pemberian pupuk TSP yang dianjurkan oleh Dirkabi (2013) ialah dilakukan sebanyak satu kali, yakni 30 hari setelah tanam (HST). Dosis yang dianjurkan ialah 50 kg/ha. Petani di Situ Gede dapat menggunakan anjuran tersebut, namun sebagian besar tidak mengikuti anjuran secara tepat sehingga menimbulkan variasi 43

56 44 dalam penggunaan pupuk TSP. Adanya variasi mengindikasikan adanya risiko yang harus dihadapi petani talas. f. Pestisida Pestisida merupakan input yang diperlukan dalam produksi talas. Pestisida terbagi menjadi dua jenis yakni pestisida organik dan pestisida kimiawi. Dosis atau anjuran penggunaan pestisida biasanya ditetapkan oleh produsen pestisida tersebut. Seluruh petani talas di Situ Gede menggunakan pestisida jenis kimia. Pestisida digunakan untuk membasmi hama yang mengganggu. Hama utama yang mengganggu pada talas ialah ulat hijau atau ulat bermata rakasasa, sehingga insektisida lebih dibutuhkan untuk hal tersebut. Insektisida merupakan salah satu bagian dari pestisida. Insektisida yang digunakan ialah Matador 25 EC dengan dosis yang dianjurkan ialah 15 cc per hektar. Insektisida tersebut mengandung bahan aktif lamda sihalotrin 25 g/l. Insektisda dapat diperoleh di toko pertanian setempat dengan harga Rp per botol. Satu botol berisi 80 ml. Petani menggunakan insektisida tersebut dengan dosis yang beragam, sehingga menimbulkan variasi. Variasi mengindikasikan adanya risiko yang harus dihadapi petani talas. g. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani semuanya berasal dari tenaga kerja manusia. Tenaga kerja terbagi menjadi dua kelompok utama yakni tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). TKLK merupakan tenaga kerja yang melibatkan tenaga manusia selain keluarga dan upah dibayar secara langsung. Komponen upah untuk TKLK dimasukkan ke dalam struktur biaya tunai. TKDK merupakan tenaga kerja manusia yang berasal dari ikatan keluarga. Penggunaan TKDK merupakan salah satu menghemat pengeluaran secara tunai. Komponen upah untuk TKDK masuk ke dalam komponen biaya diperhitungkan. Tenaga kerja tersebut juga terbagi berdasarkan jenis kelamin, yakni tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Upah yang diberikan berbeda. Tenaga kerja wanita diupah sebesar 0.8 dari biaya tenaga kerja pria per hari orang kerja (HOK). Satu HOK di Situ Gede diperhitungkan sebesar Rp Satu HOK terdiri dari sekitar delapan jam. Pengupahan tersebut tidak termasuk biaya makan, beberapa TKLK diberikan makan dan dihitung sebagai komponen biaya tunai. Pasokan tenaga kerja tersedia banyak di Kelurahan Situ Gede. Mayoritas penduduk di Situ Gede merupakan petani dan buruh tani. Rata-rata penggunaan TKLK dalam satu musim penanaman talas mencapai 60 HOK. Rata-rata penggunaan TKDK lebih besar daripada penggunaan TKLK yakni mencapai 122 HOK. Penggunaan TKDK dipilih petani untuk menghemat pengeluaran tunai mereka. h. Lahan Lahan merupakan salah satu faktor usahatani yang penting untuk diperhatikan. Lahan yang ada di Situ Gede mendukung kegiatan produksi talas. Keseluruhan petani talas di Situ Gede memiliki lahan kurang dari 0.5 ha. Petani talas tersebut termasuk ke dalam kategori petani gurem. Lahan tersebut dimanfaatkan petani dengan menanam lebih dari satu jenis komoditi. Hal tersebut

57 dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani. Lahan yang digunakan untuk menanam talas biasanya juga diikuti dengan menanam ubi jalar atau bengkoang. Lahan yang dipilih oleh petani di Situ Gede untuk melakukan produksi talas terbagi menjadi dua bagian utama, yakni lahan tegal dan lahan sawah. Adapun lahan tegal dan lahan sawah tersebut tertera pada Gambar (a) Lahan Tegal (b) Lahan Sawah Gambar 12 Lahan tegal dan lahan sawah yang tidak diberi air Gambar 12 menunjukkan kedua jenis lahan yang digunakan dalam memproduksi talas. Lahan sawah yang dikeringkan dan digunakan untuk memproduksi talas tetap digolongkan sebagai lahan sawah. i. Alat Pertanian Beberapa alat pertanian yang dibutuhkan dalam usahatani talas antara lain cangkul, kored, parang, garpu, arit dan gembor. Cangkul digunakan untuk mengolah dan menggemburkan tanah. Parang digunakan untuk memotong anakan talas setelah berumur 5 bulan. Garpu digunakan untuk membalikkan dan menggemburkan tanah. Kored digunakan untuk menyiangi gulma. Arit juga digunakan untuk membersihkan gulma. Gembor digunakan alat bantu penyiraman pada tanaman talas. Metode penghitungan penyusutan alat yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. Adapun keterangan lebih lanjut mengenai alat pertanian yang digunakan tertera pada Tabel 15. Tabel 15 menunjukkan bahwa alat pertanian tersebut memiliki umur teknis yang berbeda. Keseluruhan alat tersebut dapat digunakan untuk membantu kegiatan produksi talas. Penggunaan alat tersebut tidak hanya untuk kegiatan produksi talas, tetapi juga untuk tanaman tersebut. Hal itu menyebabkan adanya joint cost. Perhitungan penyusutan harus mempertimbangkan joint cost sehingga tidak semua biaya peralatan dibebankan kepada kegiatan produksi talas.

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI i FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI IMELDA HANDAYANI PANGARIBUAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas Abstract This research aimed to determine the risk of production and income in a group of farmers who use local seeds and farmers

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak bagi sistem perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teorotis 3.1.1 Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008) mengungkapkan bahwa perlu tiga dimensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di negaranegara sedang berkembang yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Organik Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hayati dapat terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir setengah dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

PENGANTAR AGRIBISNIS

PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS I. PEMAHAMAN TENTANG AGRIBISNIS 1. EVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS Berburu dan Meramu budidaya pertanian (farming) ekstensif untuk memenuhi kebutuhan rumah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Produktivitas Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena ada keterbatasan dalam memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kejadian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB).Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah selatan DI Yogyakarta merupakan bentangan pantai sepanjang lebih dari 113 km, meliputi wilayah Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk Indonesia yang cukup pesat menyebabkan pemenuhan akan kebutuhan juga semakin banyak. Perkembangan tersebut terlihat pada semakin meningkatnya jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

oleh MONIKA AGESTI VIRGA ADHISURYA M

oleh MONIKA AGESTI VIRGA ADHISURYA M FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI JAGUNG DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI NONPARAMETRIK SPLINE oleh MONIKA AGESTI VIRGA ADHISURYA M0111057 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian terbagi atas subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor kehutanan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C. KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TALAS DENGAN SISTEM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI Danty Rinjani Aristanti Permadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dantybanana91@gmail.com Suyudi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor pertanian sebagai tumpuan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk. Keberadaan pertanian

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. investor selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pihak yang

I. PENDAHULUAN. investor selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pihak yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Modal merupakan suatu mekanisme pasar yang mempertemukan investor selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pihak yang membutuhkannya, baik untuk kebutuhan jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI KENTANG DI KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI KENTANG DI KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI KENTANG DI KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING POTATO FARMING INCOME IN BENER MERIAH DISTRICT PROVINCE OF ACEH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci