PEMANFAATAN TEPUNG MIX (BADAN DAN KEPALA) IKAN LELE (Clarias gariepinus) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN TINGGI KALSIUM UNTUK LANJUT USIA SAEPUL RAHMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN TEPUNG MIX (BADAN DAN KEPALA) IKAN LELE (Clarias gariepinus) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN TINGGI KALSIUM UNTUK LANJUT USIA SAEPUL RAHMAN"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN TEPUNG MIX (BADAN DAN KEPALA) IKAN LELE (Clarias gariepinus) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN TINGGI KALSIUM UNTUK LANJUT USIA SAEPUL RAHMAN DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium untuk Lanjut Usia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Saepul Rahman NIM I

4 ABSTRAK SAEPUL RAHMAN. Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium untuk Lanjut Usia. Dibimbing oleh RIMBAWAN dan CLARA M. KUSHARTO. Gangguan kesehatan yang menjadi perhatian utama pada lansia adalah osteoporosis. Osteoporosis merupakan penurunan massa tulang yang terjadi secara gradual seiring dengan pertambahan umur. Limbah ikan lele berupa kepala ikan dapat dimanfaatkan sebagai sumber mineral karena mengandung kalsium dan fosfor yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan dan memformulasikan tepung ikan lele bagian badan dan kepala (mix) dalam pembuatan bubur instan tinggi kalsium. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan penambahan tepung mix sebagai perlakuan, yang terdiri dari 7% (2% tepung badan dan 5% tepung kepala), 9% (2% tepung badan dan 7% tepung kepala), dan 11% (2% tepung badan dan 9% tepung badan). Analisis data menggunakan One Way ANOVA dan uji beda t. Hasil analisis sensoris menunjukkan bahwa formula pertama (7%) adalah formula bubur instan tinggi kalsium terpilih yang paling diterima oleh panelis. Hasil uji beda t antara bubur instan kontrol dengan bubur instan terpilih menunjukkan bahwa derajat putih, kadar kalsium, kadar fosfor, dan kadar proximat kecuali kadar air berbeda nyata (p<0.05). Bioavailabilitas kalsium antara bubur instan kontrol dan bubur instan terpilih tidak berbeda nyata. Takaran saji tepung bubur instan berdasarkan rata-rata konsumsi lansia adalah 52 g, mengandung energi 246 Kal, protein 8.2 g, lemak 2.3 g, Ca mg, dan P 75.2 mg. Kata kunci: Lansia, ikan lele (Clarias gariepinus), bubur instan, kalsium, fosfor ABSTRACT SAEPUL RAHMAN. Utilization of Catfish (Clarias gariepinus) (Body and Head) Mix Flour in Making High Calcium Instant Porridge for The Elderly. Supervised by RIMBAWAN and CLARA M. KUSHARTO. Major concern of health disorders to the elderly is osteoporosis. Osteoporosis is a decrease in bone mass that occurs gradually with increasing age. Catfish waste like fish-head can be utilized as a source of mineral because it contains high calcium and phosphorus. This research aimed to utilize mixture catfish flour from the body and head in making high calcium instant porridge for the elderly. The experimental design used in this study was complete random design with the addition of mix flour of catfish as treatment, which consisted of 7% (2% catfish flour from the body and 5% catfish flour from the head), 9% (2% catfish flour from the body and 7% catfish flour from the head), and 11% (2% catfish flour from the body and 9% catfish flour from the head). Analysis of the data using One Way ANOVA and Independent Sample t-test.

5 The results of sensory analysis indicate that the first formula (7%) was the most accepted by the panelists. The study showed that the control formula vs elected instant porridge formula is significantly different (p<0.05), in terms of the whiteness, calcium, phosphorus, and all other nutrients except moisture contents. The serving size of instant porridge flour based on the average consumption of the elderly is 52 g. It contains 246 Cal of energy, 8.2 g of protein, 2.3 g of fat, mg of calcium, and 75.2 mg of phosphorus. Keywords: Elderly, Catfish (Clarias gariepinus), instant porridge, calcium, phosphorus

6 PEMANFAATAN TEPUNG MIX (BADAN DAN KEPALA) IKAN LELE (Clarias gariepinus) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN TINGGI KALSIUM UNTUK LANJUT USIA SAEPUL RAHMAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7

8 Judul Skripsi: Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium untuk Lanjut Usia Nama : Saepul Rahman NIM : I Disetujui oleh Dr Rimbawan Pembimbing I Prof Dr Clara M. Kusharto, MSc Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 Judul Skripsi: Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium untuk Lanjut Usia Nama : Saepul Rahman NIM : Disetujui oleh Dr Rimbawan Prof am M. Kusharto. MSc Pembimbing I Pembimbing II Tanggal Lulus:2 2 OCT 2013

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih penulis yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Pemanfaatan Tepung Mix (Badan dan Kepala) Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Bubur Instan Tinggi Kalsium Untuk Lanjut Usia yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rimbawan dan Ibu Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, M.Sc selaku pembimbing dan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.S Selaku penguji yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis. Di samping itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Mashudi dari staf Laboratorium Gizi Masyarakat yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan teman-teman angkatan GM 45 atas segala bantuan, doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.. Bogor, Oktober 2013 Saepul Rahman

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 METODE 3 Bahan 4 Alat 4 Prosedur Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Formulasi Bubur Instan 5 Karakteristik Organoleptik Bubur Instan 6 Karakteristik Fisik Tepung Bubur Instan Terpilih 9 Densitas Kamba 9 Derajat Putih 9 Kelarutan 10 Waktu Rehidrasi 10 Viskositas 10 Mutu Mikrobiologi 11 Kandungan Gizi Tepung Bubur Instan Terpilih 11 Bioavailabilitas Kalsium 12 Daya Terima dan Penerimaan Lansia pada Bubur Instan Terpilih 13 Kontribusi Zat Gizi Tepung Bubur Instan Terpilih terhadap AKG Lansia 14 SIMPULAN DAN SARAN 15 Simpulan 15 Saran 16

12 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 39

13 DAFTAR TABEL 1 Hasil uji mutu hedonik bubur instan 6 2 Hasil uji hedonik dan tingkat penerimaan bubur instan 7 3 Hasil karakteristik fisik tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol 9 4 Mutu mikrobiologi tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol 11 5 Hasil analisis kandungan gizi tepung bubur terpilih (7%) dan kontrol 11 6 Bioavailabilitas kalsium tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol 12 7 Distribusi responden lansia berdasarkan daya terima bubur instan 13 terpilih 8 Persentase penerimaan responden lansia terhadap bubur instan terpilih 14 9 Kontribusi zat gizi bubur instan per takaran saji (52 g) terhadap AKG lansia 15 DAFTAR GAMBAR 1 Kurva standar kalsium 30 2 Kurva standar fosfor 32 DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi 19 2 Alur proses pembuatan bubur instan (modifikasi Amirullah 2008) 23 3 Formula bubur instan menggunakan tiga taraf penambahan tepung 24 mix (badan dan kepala) ikan lele 4 Kandungan gizi bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur 24 instan 5 Alur tahapan penelitian 24 6 Prosedur pengolahan bubur instan untuk daya terima 25 7 Kuisioner organoleptik 26 8 Formulir uji penerimaan pada panelis lanjut usia 28 9 Hasil perhitungan kadar air Hasil perhitungan kadar abu Hasil perhitungan kadar protein Hasil perhitungan kadar lemak Hasil perhitungan kadar karbohidrat (by difference) Kalsium bubur instan kontrol dan bubur instan terpilih Fosfor bubur instan kontrol dan terpilih Total Plate Count (TPC) bubur instan kontrol dan terpilih Densitas kamba bubur instan kontrol dan terpilih Derajat putih bubur instan kontrol dan terpilih Kelarutan bubur instan kontrol dan terpilih Waktu rehidrasi bubur instan kontrol dan terpilih 34

14 21 Uji seduh bubur instan kontrol dan terpilih Viskositas bubur instan kontrol dan terpilih Hasil uji Independent-Samples t-test sifat fisik, kandungan gizi, 34 bioavailabilitas, dan mikrobiologi bubur instan kontrol dan terpilih 24 Hasil uji rata-rata asupan lansia pria dan wanita Hasil uji Independent-Samples t-test asupan lansia pria dan wanita Kandungan energi dan zat gizi olahan bubur instan tinggi kalsium 36 terpilih 27 Hasil One Way ANOVA pada mutu hedonik bubur instan dengan 36 penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele 28 Hasil uji Duncan mutu hedonik atribut warna bubur instan Hasil One Way ANOVA pada uji hedonik bubur instan dengan 37 penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele 30 Hasil uji Duncan uji hedonik atribut warna bubur instan Dokumentasi penelitian 38

15

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan angka jumlah penduduk lajut usia (lansia) semakin bertambah. Penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 14.4 juta atau sekitar 7.18 persen yang menyebabkan Indonesia memasuki era penduduk berstruktur lansia. Jumlah ini meningkat pada tahun 2013 sekitar 23 juta orang atau 10% dari total penduduk (Komnas Lansia 2013). Angka tersebut diperkirakan meningkat lagi pada tahun 2025 sekitar 40 juta jiwa (Suhartini 2012). Gangguan kesehatan yang menjadi perhatian utama pada lansia saat ini adalah osteoporosis. Osteoporosis merupakan penurunan massa tulang yang terjadi secara gradual seiring dengan pertambahan umur. Pada tahun 2000 diperkirakan hampir 9 juta pria dan wanita usia 50 tahun di dunia mengalami osteoporosis atau sekitar 1 % dari populasi dunia pada saat itu (WHO 2007). Di Indonesia sendiri, jumlah penderita osteoporosis pada tahun 2004 sekitar 7% dan meningkat pada tahun 2005 sekitar 10.3% (Jahari dan Prihatini 2007). Satu dari tiga perempuan mempunyai kecenderungan osteoporosis, sedangkan pada lakilaki insidensnya lebih kecil, yaitu satu dari tujuh laki-laki (Halimah et al. 2009). Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan resiko osteoporosis, salah satunya asupan kalsium yang kurang adekuat. Faktor zat gizi yang turut berperan penting dalam menjaga kesehatan tulang dan memperlambat pengeroposan tulang adalah kalsium dan fosfor. Lansia membutuhkan asupan fosfor sedikit lebih tinggi sebagai akibat penurunan fungsi-fungsi organ tubuh yang mengakibatkan penurunan absorbsi dan utilitas zat gizi pada tingkat jaringan (Wirakusumah 2004). Pangan hewani yang belum optimal dimanfaatkan dan dapat diandalkan untuk mendukung perbaikan gizi adalah ikan lele (Clarias gariepinus). Mahyudin (2008), menambahkan perkembangan produksi ikan lele setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, produksi ikan lele di Indonesia mencapai ton dan tahun 2008 meningkat menjadi ton. Feruzuma (2009) menyatakan bahwa limbah kepala ikan lele yang dihasilkan adalah 10% dari berat ikan segarnya. Tepung kepala ikan lele (Clarias gariepinus) dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium dan fosfor karena mengandung kalsium dan fosfor sebesar 5680 mg/100g dan 3780 mg/100g (Hasanah 2012). Bubur instan tinggi kalsium yang diberi penambahan tepung mix ikan lele (Clarias gariepinus) diharapkan dapat menjadi solusi bagi pencegahan penyakit osteoporosis pada lansia. Selain bubur cepat, praktis dan mudah pembuatannya, bubur juga memiliki tekstur yang lembut dan mudah dicerna oleh tubuh sehingga cocok dijadikan sebagai makanan alternatif bagi lanjut usia yang mengalami kemunduran fisiologis tubuh, khususnya dalam sistem organ saluran cernanya. Perumusan Masalah Tepung kepala ikan lele (Clarias gariepinus) memiliki kandungan tinggi kalsium dan fosfor. Kandungan mineral tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi makanan alternatif bagi lansia yang membutuhkan asupan mineral yang

17 2 cukup untuk memelihara kesehatan tulang. Makanan alternatif bagi lansia yang sesuai dengan kondisi fisik dan fisiologisnya yang menurun adalah makanan yang mudah dicerna dan lunak, salah satunya adalah bubur. Namun, dalam prosesnya belum diketahui jumlah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele yang tepat dalam pembuatan bubur instan agar dapat disukai dan diterima oleh lansia. Berapakah takaran saji tepung bubur instan yang dapat diterima/konsumsi oleh lansia? Apakah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan bioavailabilitas kalsium produk? Berapakah kontribusi bubur instan terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi lansia? Hal ini dapat diketahui dengan melakukan analisis sensori, fisik, kimia, bioavabilitas, dan daya terima lansia terhadap bubur instan terpilih. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele dalam pembuatan bubur instan tinggi kalsium untuk lanjut usia. Tujuan khusus 1. Melakukan formulasi bubur instan tinggi kalsium dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele. 2. Melakukan uji organoleptik oleh panelis agak terlatih untuk menentukan formulasi bubur instan tinggi kalsium terpilih. 3. Menganalisis daya terima tepung bubur instan terpilih oleh lanjut usia. 4. Menganalisis pengaruh penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap sifat fisik (densitas kamba, derajat putih, kelarutan, waktu rehidrasi, uji seduh, dan viskositas) pada tepung bubur instan terpilih. 5. Menganalisis pengaruh penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap kandungan gizi (kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar kalsium, dan kadar fosfor), mutu mikrobiologi, dan bioavailabilitas kalsium pada tepung bubur instan terpilih. 6. Menghitung kontribusi zat gizi yang dapat diberikan bubur instan tinggi kalsium dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap AKG lansia. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada perlakuan penambahan tepung mix ikan lele terhadap tepung beras sebesar 7% (2% tepung badan dan 5% tepung kepala), 9% (2% tepung badan dan 7% tepung kepala), dan 11% (2% tepung badan dan 9% tepung badan). Agar bubur instan dapat diklaim tinggi kalsium, maka batas minimal 7% digunakan untuk asumsi bahwa bubur instan memenuhi minimum sekitar 30% ALG/100g kelompok konsumen umum atau sebesar 240 mg/100g (BPOM 2011). Batas maksimal 11% digunakan untuk menghindari bubur instan berwarna gelap. Analisis sensori berupa hedonik dan mutu hedonik dilakukan terhadap ketiga formula oleh panelis agak terlatih untuk mengetahui pengaruh perbedaan

18 penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap persen penerimaan. Persen penerimaan terbesar dijadikan sebagai formula terpilih yang selanjutnya dilakukan analisis fisik, kimia, bioavailabilitas, daya terima lansia, dan takaran saji. 3 METODE Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2013 yang dibagi menjadi dua tahap yaitu pertama, penelitian pendahuluan untuk formulasi bubur instan dan penentuan formula terpilih. Kedua, penelitian lanjutan untuk uji fisik, kimia, bioavailabilitas, dan daya terima formula terpilih. Penelitian berlangsung di laboratorium SEAFAST IPB, laboratorium analisis zat gizi dan laboratorium organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, dan laboratorium kimia, Departemen Kimia. Uji daya terima formula terpilih pada lansia dilaksanakan di mesjid Samsul Huda, Desa Babakan yang dipilih secara tidak acak (purposive sampling) dengan pertimbangan akses, sarana, dan prasarana. Uji daya terima melibatkan 30 orang lansia terdiri dari 8 orang pria dan 22 orang wanita yang memenuhi kriteria inklusi yaitu, usia di atas 60 tahun dan sehat, kriteria ekslusi yaitu, tidak memiliki tekanan darah tinggi dan tidak alergi terhadap ikan lele. Jumlah lansia wanita lebih banyak dibandingkan lansia pria karena jumlah penduduk lansia wanita di tempat pelaksanaan uji daya terima lebih banyak dibandingkan pria. Penelitian pendahuluan dimulai dengan formulasi bubur instan sebanyak tiga formula. Formula A, penambahan tepung mix sebesar 7% (2% tepung badan dan 5% tepung kepala), Formula B sebesar 9% (2% tepung badan dan 7% tepung kepala), dan formula C sebesar 11% (2% tepung badan dan 9% tepung kepala). Persentase penambahan tepung ketiga formula tersebut merupakan persentase tepung mix terhadap tepung beras. Ketiga formulasi tersebut diuji organoleptik oleh 31 orang panelis agak terlatih, kemudian persentase penerimaan terbesar dijadikan sebagai formula terpilih. Uji organoleptik terdiri dari mutu hedonik (warna, tekstur, rasa ikan, aroma ikan) dan uji hedonik/kesukaan (warna, tekstur, rasa, aroma). Penelitian lanjutan merupakan analisis lanjut terhadap formula terpilih dan formula kontrol untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung mix terhadap tepung beras. Analisis lanjut yang dilakukan yaitu analisis kimia meliputi analisis kadar air metode biasa (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), kadar protein (AOAC 1995), lemak (AOAC 1995), karbohidrat by difference (Andarwulan et al. 2011), kadar kalsium metode AAS (Apriyantono et al. 1989), kadar fosfor (Andarwulan et al. 2011), dan bioavailabilitas kalsium secara in vitro metode dialisis (Roig et al. 1999). Analisis fisik yang dilakukan meliputi derajat putih (Whiteness-meter Kett Electric), densitas kamba (Wiratakartakusumah et al. 1992), waktu rehidrasi (Yoanasari 2003), uji seduh (Yoanasari 2003), TPC (Fardiaz 1987), kelarutan (SNI Dekstrin Industri Pangan 1992), dan viskositas (Lampiran 1). Selain analisis fisik dan kimia, pada produk terpilih dilakukan pula uji daya terima pada lansia. Formula terpilih sebanyak 100 g dimasak dengan air panas dengan perbandingan 1:5 dan diberikan bumbu-bumbu sebagaimana bubur ayam

19 4 biasa. Rata-rata kesanggupan (daya terima) lansia untuk menghabiskan bubur yang disajikan tersebut dijadikan sebagai takaran saji tepung bubur instan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang diamati adalah adonan bubur instan sebesar 100 gram tepung beras. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele dengan taraf A= 7%, B= 9%, dan C= 11%. Model yang digunakan sebagai berikut: Keterangan: Yij Yij = µ + Ti + εij = nilai pengamatan respon pengaruh penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap tepung beras taraf ke-i pada tingkat adisi pada ulangan ke-j µ = rataan umum Ti = pengaruh tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele taraf ke-i εij = galat karena pengaruh taraf ke-i dari ulangan ke-j i = banyaknya taraf penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele (A, B, dan C) j = banyak ulangan (j=1,2) Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu, air, tepung beras dengan merk X, dan tepung badan dan kepala ikan lele (Clarias gariepinus) yang didapatkan dari industri pembuatan tepung ikan, PT Carmelitha Lestari. Bahan kimia yang diperlukan yaitu, H2SO4, Selenium mix, NaOH, HCl, HNO3, pepsin, pankreatin bile, dan NaHCO3. Alat Alat yang digunakan yaitu, mixer, blancher, drum dryer, Rapid Visco Analizer (RVA) TecMaster Newport Scientific, disc mill, Atomic Absorpsi Spectrophotometer (AAS) Shimadzu AA-7000, ph meter, shaker, sentrifus, whiteness-meter, dan spektrofotometer LW Scientific UV-VIS 200RS. Prosedur Analisis Data Program yang digunakan untuk mengolah data yaitu Microsoft Excel 2010 dan program analisis statistik. Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan nilai rata-rata dan persentase penerimaan. Pengaruh jenis formula dan tingkat kesukaan panelis terhadap bubur instan dianalisis statistik dengan uji One Way ANOVA, apabila hasil menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan di antara perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan. Data hasil analisis sifat fisiko-kimia antara bubur instan kontrol dan terpilih dianalisis secara kuantitatif dan dilanjutkan dengan analisis uji beda t.

20 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu, penelitian pendahuluan meliputi formulasi bubur instan dan penentuan formula terpilih, dan penelitian lanjutan meliputi uji fisik, kimia, bioavailabilitas, dan daya terima formula terpilih. Formulasi bubur instan Formulasi bubur instan dalam penelitian ini difokuskan untuk lanjut usia di atas 60 tahun. Formulasi bubur instan yang digunakan mengacu pada formulasi bubur instan hasil Amirullah (2008) yang telah dimodifikasi (Lampiran 2). Bahan yang digunakan adalah tepung beras merk X dan tepung mix (tepung badan dan tepung kepala) ikan lele yang diperoleh dari industri pengolahan ikan lele, PT Carmelitha Lestari. Bahan baku utama bubur instan adalah tepung beras yang sebagian besar mengandung pati. Kandungan protein dan kalsium pada 100 g tepung beras sangat sedikit yaitu sebesar 7 g dan 5 mg (Depkes 1995). Oleh karena itu, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele diperlukan untuk meningkatkan kandungan mineral dan protein pada bubur instan. Tepung badan ikan lele (Clarias gariepinus) per 100 g mengandung g protein, 285 mg kalsium, dan 1.1 mg fosfor sedangkan dalam 100 g tepung kepala mengandung g protein, 5680 mg kalsium dan 3780 mg fosfor (Ferazuma 2009). Kedua tepung ini dicampurkan menjadi tepung mix yang kemudian dijadikan faktor perlakuan penambahan terhadap tepung beras dalam formulasi bubur instan. Banyaknya tepung mix (badan dan kepala) ikan lele yang ditambahkan adalah 7% (A), 9% (B), dan 11% (C) terhadap adonan (Lampiran 3). Agar bubur instan dapat diklaim tinggi kalsium, maka formula bubur instan harus memenuhi minimum kalsium sekitar 30% ALG/100g untuk kelompok konsumen umum atau dalam 100 g produk harus mengandung minimal kalsium sebesar 240 mg/100g (BPOM 2011). Oleh karena itu, batas bawah yang digunakan dalam formula bubur instan adalah sebesar 7% agar memenuhi persyaratan di atas. Batas atas yang digunakan dalam formula bubur instan adalah sebesar 11%, hal ini disebabkan penambahan tepung mix lebih dari 11% mengakibatkan warna bubur instan menjadi gelap. Menurut Soekarto (1985), warna merupakan variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk pangan. Oleh karena itu, warna bubur instan yang gelap dihindari supaya dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk bubur instan. Proses pembuatan bubur instan terdiri dari beberapa tahap, yaitu pencampuran, pemanasan, pengeringan, dan penggilingan. Pada tahap pencampuran, air, tepung beras dan tepung mix dicampur dan diaduk secara merata. Setelah semua bahan homogen, tahap selanjutnya dilakukan pemanasan dengan blancher pada suhu C selama 15 menit sampai adonan mengental (pasta) dan pati telah tergelatinasi. Gelatinasi ini terjadi karena pembengkakan pati disebabkan masuknya air ke dalam butir-butir pati. Masuknya air tersebut diakibatkan energi kinetik air lebih kuat daripada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula (Winarno 2008). Setelah proses pemanasan, tahap selanjutnya adalah pengeringan dengan alat drum dryer. Tujuan dari pengeringan ini adalah untuk pembuatan produk agar

21 6 menjadi tepung instan. Menurut Winarno (2008), pati yang telah mengalami gelatinasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifat sebelum gelatinasi. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Selain untuk membuat produk instan, pengeringan ini juga bertujuan untuk menghilangkan air sehingga memperpanjang mutu simpan. Tahap terakhir setelah pengeringan yaitu, penggilingan dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Tujuannya adalah untuk mempermudah penyajian dan pengemasan. Karakteristik Organoleptik Bubur Instan Uji organoleptik terdiri atas uji mutu hedonik dan uji hedonik. Tujuan dari uji organoleptik ini adalah untuk menentukan formula bubur instan terpilih yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Uji organoleptik dilakukan oleh 31 orang panelis agak terlatih. Skala penilaian berkisar dari 1 sampai 7. Pada uji mutu hedonik, semakin tinggi nilai yang diberikan panelis maka semakin baik mutu bubur instan, sedangkan pada uji hedonik semakin tinggi nilainya, maka semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Panelis dianggap menerima bubur apabila nilai kesukaan yang diberikan lebih besar dari 4. Tabel 1 Hasil uji mutu hedonik bubur instan Formula Rata-rata atribut Warna Tekstur Rasa ikan Aroma ikan A (7%) 5.20 b 5.01 a 4.94 a 4.64 a B (9%) 4.96 a 5.33 a 4.76 a 4.81 a C (11%) 4.96 a 5.13 a 4.79 a 4.56 a Keterangan: Nilai pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (menurut uji Duncan). Warna : 1. Sangat coklat, 2. Coklat, 3. Coklat agak putih, 4. Sedang, 5. Putih agak coklat, 6. Putih, 7. Sangat putih Tekstur : 1. Sangat kasar, 2. Kasar, 3. Kasar agak lembut, 4. Sedang, 5. Lembut agak kasar, 6. Lembut, 7. Sangat lembut, Rasa : 1. Sangat kuat, 2. Kuat, 3. Agak kuat, 4. Sedang, 5. Agak lemah, 6. Lemah, 7. Sangat Ikan lemah Aroma : 1. Sangat kuat, 2. Kuat, 3. Agak kuat, 4. Sedang, 5. Agak lemah, 6. Lemah, 7. Sangat Ikan lemah Nilai rata-rata mutu warna produk berkisar pada (sedang hingga putih). Penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% memiliki tingkat keputihan paling tinggi. Namun seiring dengan peningkatan persentase penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap tepung beras, nilai rata-rata mutu warna produk semakin menurun. Perlakuan tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap warna yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula A berbeda nyata dengan formula B dan C namun formula B tidak berbeda nyata dengan formula C. Nilai rata-rata mutu tekstur produk berkisar pada (lembut agak kasar sampai lembut). Tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat tekstur produk. Faktor yang mempengaruhi tekstur bubur adalah nilai kekentalan gel akibat proses gelatinasi. Granula pati dapat menyerap air ketika dipanaskan dan mengalami proses

22 pengembangan yang menyebabkan viskositasnya (kekentalan) meningkat (Andarwulan et al. 2011). Peningkatan jumlah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap rasa ikan yang dihasilkan pada produk. Nilai rata-rata mutu rasa ikan berada pada kisaran (antara sedang-agak lemah). Nilai rata-rata mutu aroma ikan yang paling tinggi yaitu 4.81 dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 9% dan nilai ratarata yang paling rendah yaitu 4.56 dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 11%. Nilai rata-rata atribut mutu hedonik aroma ikan tidak berbeda nyata. Artinya panelis menyatakan bahwa dilihat dari aroma ikan masing-masing produk bubur tidak berbeda nyata. Aroma ikan pada produk berkisar sedang hingga agak lemah. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap aroma, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele dari 9-11% memiliki nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda. Hal ini diduga penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 9-11% memiliki rentang penambahan yang cukup dekat, sehingga panelis mengalami kesulitan dalam mengkategorikan (membedakan) mutu aroma ikan. Uji kesukaan (hedonik) panelis terhadap produk meliputi atribut warna, tekstur, rasa, aroma dan keseluruhan. Uji kesukaan dilakukan tanpa memberikan bumbu pelengkap (plain). Nilai rata-rata kesukaan panelis dan tingkat penerimaan terhadap berbagai atribut produk tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji hedonik dan tingkat penerimaan bubur instan Formula Rata-rata Atribut Warna % Tekstur % Rasa % Aroma % Keseluruhan % A (7%) 4.77 b a a a a 77.1 B (9%) 4.37 a a a a a 65.7 C (11%) 4.71 b a a a a 70.0 Keterangan: Nilai pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (menurut uji Duncan) 1. sangat tidak suka 4. biasa 7. sangat suka 2. tidak suka 5. agak suka 3. agak tidak suka 6. suka Nilai rata-rata kesukaan panelis dari segi warna adalah Hal ini berarti tingkat kesukaan panelis berada pada kisaran biasa sampai agak suka. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kesukaan panelis pada atribut warna bubur instan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 27) diketahui bahwa formula B berbeda nyata dengan formula A dan C. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele pada berbagai taraf mempengaruhi penampakkan wana bubur instan. Berdasarkan persentase tingkat penerimaan, formula A merupakan formula dengan persentase penerimaan paling tinggi sebesar 92.9% sehingga formula A merupakan formula yang paling disukai panelis dari atribut warna. Nilai rata-rata kesukaan panelis dari segi tekstur adalah Tingkat kesukaan panelis mulai dari biasa sampai agak suka terhadap tekstur bubur instan. Perlakuan tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap 7

23 8 tepung beras pada pembuatan bubur instan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada tekstur produk. Tingkat penerimaan tertinggi dari atribut tekstur adalah formula B sebesar 92.9% dan paling rendah adalah formula A sebesar 85.7% sehingga dari atribut tekstur formula B merupakan formula yang paling diterima oleh panelis. Tingkat penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan panelis dalam hal rasa. Nilai ratarata kesukaan panelis terhadap rasa produk berada pada rentang Tingkat kesukaan panelis berada pada rentang agak tidak suka sampai biasa terhadap rasa bubur instan. Formula A dan B merupakan formula yang paling banyak diterima oleh panelis. Sebanyak 71.4% panelis menyatakan dapat menerima rasa dari bubur instan dari kedua formula tersebut. Nilai keseluruhan merupakan hasil penilaian panelis dari kombinasi antara variabel penerimaan warna, tekstur, rasa, dan aroma bubur instan yang dihasilkan. Nilai keseluruhan dihitung dengan menjumlahkan kontribusi masing-masing parameter penilaian, yaitu warna= 40%, tekstur= 10%, rasa= 20%, dan aroma= 30%. Parameter warna memiliki kontribusi terbesar didasarkan pada Soekarto (1985), warna merupakan atribut utama yang cepat dan mudah memberi kesan dalam menentukan penolakan atau penerimaan konsumen terhadap produk. Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil lebih dulu (Winarno 2008). Faktor warna tersebut akan menjadi pertimbangan pertama ketika bahan makanan itu dipilih. Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Soekarto 1985). Parameter yang memberikan kontribusi terbesar kedua setelah warna adalah aroma. Rasa enak suatu makanan ditentukan oleh aroma makanan tersebut. Aroma memiliki daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri. Pembauan manusia dapat mengenal enak atau tidaknya suatu makanan yang belum terlihat hanya mencium bau makanan tersebut dari jarak jauh (Soekarto 1985). Parameter yang memberikan kontribusi terbesar ketiga yaitu rasa. Hal ini dikarenakan rasa adalah faktor yang sangat menentukan keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan, walaupun parameter yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak disukai maka makanan tersebut akan ditolak (Soekarto 1985). Kesukaan konsumen terhadap rasa suatu produk juga ditunjang oleh ketertarikan terhadap warna dan aroma produk tersebut. Menurut Winarno (2008) warna yang ditangkap oleh pengelihatan dan bau yang ditangkap oleh sel olfaktori hidung dapat merangsang syaraf perasa dan cecapan lidah. Parameter tekstur memiliki kontribusi paling rendah dikarenakan tekstur kekentalan bubur dapat ditentukan oleh banyaknya air yang ditambahkan, bergantung pada pilihan kesukaan konsumen terhadap produk. Nilai rata-rata kesukaan panelis dari segi keseluruhan berada pada rentang Hal ini berarti tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan berada pada kisaran antara biasa sampai agak suka. Peningkatan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan. Persentase penerimaan secara keseluruhan yang terendah diberikan oleh panelis terhadap formula B sebesar 65.7% dan persentase

24 penerimaan terbesar diberikan kepada formula A sebesar 77.1%. Oleh karena itu, formula bubur instan terpilih adalah formula A dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% terhadap tepung beras. Karakteristik Fisik Tepung Bubur Instan Terpilih Karakteristik fisik tepung bubur instan kontrol dan terpilih (7%) yang dianalisis terdiri dari densitas kamba, derajat putih, waktu rehidrasi, uji seduh, kelarutan, viskositas, dan TPC. Hasil uji karakteristik fisik produk tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil karakteristik fisik tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol Karakteristik fisik Tepung bubur Instan Kontrol (0%) A (7%) Densitas kamba (g/ml) Derajat putih (%)* Kelarutan (%) Waktu rehidrasi (detik) Uji seduh (ml) Viskositas (cp) Keterangan: * menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) Densitas Kamba Berdasarkan Tabel 3 hasil analisis fisik, densitas kamba tepung bubur instan kontrol sebesar 0.29 g/ml sedangkan tepung bubur instan terpilih sebesar 0.30 g/ml. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa densitas kamba tepung bubur instan terpilih dan kontrol tidak berbeda nyata. Densitas kamba suatu bahan mempengaruhi jumlah bahan yang bisa dikonsumsi dan biaya produksinya (Peleg & Bagley 1978). Suatu bahan dinyatakan kamba jika nilai densitas kambanya kecil, berarti untuk berat yang ringan membutuhkan ruang yang besar. Produk yang bersifat kamba akan cepat memberikan rasa kenyang sehingga pada bubur bayi sifat kamba dihindari. Derajat Putih Derajat putih merupakan kemampuan untuk memantulkan cahaya yang mengenai permukaan suatu bahan (BPPIS 1989) sehingga produk yang cerah penampakannya memiliki derajat putih tinggi. Hasil analisis Whiteness Meter menunjukkan derajat putih tepung bubur instan kontrol sebesar % dan tepung bubur instan terpilih sebesar 59.18% sehingga penampakan bubur instan kontrol lebih cerah dibandingkan dengan bubur instan terpilih (p<0.05). Penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% dapat mengurangi tingkat kecerahan tepung bubur instan sebesar 12.25%. Menurut Mervina (2009), tepung kepala ikan lele (Clarias gariepinus) memiliki warna coklat agak gelap karena pada proses pembuatannya, lapisan kulit kepala yang berwarna hitam tidak dibuang. Selain itu, perlakuan pengeringan dengan drum dryer menyebabkan timbulnya warna coklat pada bubur instan. Hal tersebut dimungkinkan karena tepung mix (khususnya tepung badan) mengandung protein, dan gula pereduksi yang akan mengalami reaksi Maillard jika dipanaskan. Reaksi 9

25 10 Maillard dapat menyebabkan terbentuknya warna coklat pada bubur instan (Estiasih dan Ahmadi 2011) Kelarutan Kelarutan dalam air adalah jumlah suatu bahan yang dapat larut dalam air. Berdasarkan uji beda t, kelarutan tepung bubur instan kontrol dan terpilih tidak berbeda nyata. Kelarutan tertinggi terdapat pada tepung bubur instan kontrol sebesar 38.08%. Kelarutan tepung bubur instan disebabkan oleh kandungan pati yang terdapat dalam tepung beras. Pati yang telah mengalami gelatinasi dapat dikeringkan, tetapi molekul pati tidak dapat kembali ke sifat-sifat sebelum gelatinasi. Namun, pati tergelatinasi tersebut masih dapat menyerap air dalam jumlah yang besar sehingga bahan mudah larut. Tepung bubur instan terpilih memiliki kadar pati lebih rendah daripada tepung bubur instan kontrol sehingga kelarutannya lebih rendah. Hal ini dikarenakan jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, yang menyebabkan kemampuan menyerap air sangat besar. Ketika energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati (Winarno 2008). Waktu Rehidrasi Salah satu syarat suatu makanan dikatakan instan yaitu makanan siap disajikan dalam waktu yang singkat. Berdasarkan hasil analisis fisik, lamanya waktu yang diperlukan dalam penyajian bubur instan kontrol sebesar 58.3 detik dan bubur instan terpilih sebesar 58.0 detik. Hasil Independent-Samples t-test menunjukkan waktu rehidrasi tepung bubur instan kontrol tidak berbeda nyata dengan tepung bubur instan terpilih. Kecepatan rehidrasi pada tepung bubur instan disebabkan oleh pengeringan dengan drum dryer yang mengakibatkan perubahan dipermukaan tepung bubur yaitu berpori dan porositasnya yang semakin banyak dan terbuka (Izza 2005). Viskositas Hasil pengukuran viskositas pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tepung bubur instan terpilih memiliki nilai viskositas lebih rendah ( cp) dibandingkan dengan tepung bubur instan kontrol ( cp). Hasil uji beda t menunjukkan bahwa viskositas tepung bubur instan kontrol dan terpilih tidak berbeda nyata. Kecenderungan penurunan nilai viskositas tepung bubur instan dapat disebabkan semakin berkurangnya kadar karbohidrat (p<0.05) yang mengandung pati, sehingga semakin sedikit jumlah air yang diserap oleh pati tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil uji seduh yang menunjukkan bahwa tepung bubur instan kontrol ( ml) memerlukan jumlah air lebih sedikit dibandingkan dengan dengan tepung bubur instan terpilih ( ml). Selain itu, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% dapat meningkatkan kadar lemak dan protein (p<0.05) pada bubur instan, sehingga adanya komponen lemak dan protein tersebut akan dapat membentuk komplek pada permukaan granula pati yang menghambat penyerapan air. Peningkatan viskositas akan terjadi apabila air yang digunakan dalam rekonstruksi masuk ke dalam granula pati dan terperangkap, sehingga menyebabkan granula menjadi mengembang.

26 Mutu Mikrobiologi Analisis kuantitatif mikrobiologi TPC sangat penting dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada bahan pangan. Nilai TPC pada tepung bubur instan terpilih ( CFU/g) lebih rendah dibandingkan dengan tepung bubur instan kontrol ( CFU/g). Nilai TPC tepung bubur instan kontrol yang tinggi diduga diakibatkan oleh kurangnya higienitas pada alat drum dryer. Hal ini terjadi karena pada proses pembuatan produk pertama kali (produk kontrol), alat drum dryer tidak dilakukan pencucian terlebih dahulu sehingga terjadi kontaminasi cemaran mikroba pada produk. Hal ini berbeda pada proses pengeringan produk selanjutnya (produk terpilih), alat drum dryer dicuci terlebih dahulu, karena sebelumnya alat telah digunakan untuk proses pengeringan produk kontrol. Hasil uji beda t, nilai TPC tepung bubur instan kontrol tidak berbeda nyata dengan tepung bubur instan terpilih. Mengacu pada SNI tentang standar kandungan mikroba bubur bayi yang diperbolehkan adalah 10 4 CFU/g maka, tepung bubur instan terpilih masih dalam taraf aman karena masih di bawah standar yang ditetapkan. Hasil analisis mutu mikrobiologi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Mutu mikrobiologi tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol Tepung bubur instan TPC (CFU/g) Kontrol A (7%) Kandungan Gizi Tepung Bubur Instan Terpilih Kandungan gizi yang dianalisis terdiri dari zat gizi makro dan mikro. Semua analisis tersebut dilakukan pada bubur instan terpilih, formula A dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% dan kontrol. Data kandungan gizi kedua produk tersebut kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji beda t untuk mengetahui perbedaan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele terhadap produk terpilih. Hasil analisis kandungan gizi tepung bubur terpilih dan kontrol disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis kandungan gizi tepung bubur terpilih (7%) dan kontrol Bubur instan Zat gizi Kontrol (0%) A (7%) %.b.b %.b.k %.b.b %.b.k Kadar air Kadar abu* Kadar protein* Kadar lemak* Kadar karbohidrat* Kadar kalsium (mg/100)* Kadar fosfor (mg/100)* Energi (Kal/100)* Keterangan: * menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) 11

27 12 Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air tepung bubur instan kontrol sebesar 8.08 (%.b.b) lebih tinggi dibandingkan kadar air tepung bubur instan terpilih yaitu 7.80 (%.b.b). Hasil uji beda t menunjukkan bahwa kadar air tepung bubur instan terpilih tidak berbeda nyata dengan kontrol. Kadar air tepung bubur instan kontrol lebih tinggi dikarenakan memiliki kadar pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan bubur instan terpilih sehingga air pada bubur instan kontrol banyak yang terikat dalam jaringan matriks bahan (Winarno 2008). Kadar abu merupakan unsur mineral sisa dari hasil pembakaran (Winarno 2008). Kadar abu tepung bubur instan terpilih yaitu sebesar 2.24 (%.b.k) lebih tinggi dibandingkan kadar air kontrol yaitu 0.31 (%.b.k). Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar abu tepung bubur instan terpilih berbeda nyata (p<0.05) dengan kontrol. Kadar abu yang lebih tinggi pada formula terpilih dapat mengindikasikan bahwa mineral yang terkandung lebih tinggi akibat penambahan tepung mix (khususnya bagian tepung kepala ikan lele). Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% pada produk dapat meningkatkan kadar protein, lemak, kalsium, dan fosfor (p<0.05). Kandungan kalsium pada tepung bubur instan terpilih sebesar mg/100g (%.b.k). Kandungan mineral tersebut sudah dapat memenuhi 30% ALG pada kelompok umum, sehingga produk tersebut dapat dinyatakan sebagai pangan tinggi kalsium. Menurut Martini dan Wood (2002) asupan makanan tinggi kalsium dibutuhkan untuk menjaga masa tulang tubuh pada lansia. Hal ini diperkuat oleh Heany et al. (2010) bahwa asupan kalsium dan fosfor secara efektif dapat membantu pembentukan tulang pada pasien osteoporosis sehingga bubur instan tinggi kalsium ini dapat menjadi solusi alternatif pangan tinggi kalsium untuk lansia. Perbandingan kalsium dan fosfor yang lebih besar dari 1:3 pada makanan dapat menghambat penyerapan kalsium (Soeditama 2000). Perbandingan kalsium dan fosfor pada bubur instan terpilih sebesar 3:1 sehingga kadar fosfor yang terdapat pada bubur instan terpilih diduga tidak menghambat penyerapan kalsium. Kandungan karbohidrat pada bubur instan ditentukan dengan metode by difference. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dan energi pada tepung bubur instan kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan tepung bubur instan terpilih. Hal ini berarti penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% dapat menurunkan kadar karbohidrat dan energi. Bioavailabilitas Kalsium Bioavailabilitas mineral adalah ketersedian mineral dalam usus untuk diabsorpsi yang digunakan dalam fungsi seluler atau jaringan. Analisis bioavailabilitas ini menggunakan teknik in vitro. Prinsipnya adalah memisahkan molekul terlarut berdasarkan berat molekulnya secara difusi melalui membran semipermeabel. Data nilai bioavailabilitas kalsium terpilih (7%) dan kontrol disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Bioavailabilitas kalsium tepung bubur instan terpilih (7%) dan kontrol Tepung bubur instan Bioavailabilitas Ca (%)* Kontrol A (7%) Keterangan: * menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

28 Bioavailabilitas tepung bubur instan terpilih memiliki nilai yang lebih tinggi (16.86%) dibandingkan dengan tepung bubur instan kontrol (14.91%). Hasil uji beda t (Lampiran 22) menunjukkan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% tidak berbeda nyata terhadap bioavailabilitas kalsium. Apabila bioavailabilitas ini dihubungkan dengan total ketersediaan kalsium bubur instan kontrol dan terpilih, maka estimasi kalsium yang diserap oleh usus per 100 g bubur masing-masing sebesar 1.1 g/100g dan 45.6 g/100g. Di dalam bahan pangan nabati, mineral biasanya dalam keadaan terikat. Oleh karena itu, bioavaibilitas kalsium tepung bubur instan tidak terlalu tinggi ( %). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak semua kalsium bubur instan dapat dimanfaatkan untuk keperluan tubuh dan seberapa besar yang dapat dimanfaatkan bergantung pada ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas). Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolise terhadap kalsium yang dikonsumsi (Dorfman 2008). Berdasarkan Allen (1982) komponen makanan yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium meliputi fosfor, protein, komponen tumbuhan (serat, fitat, dan oksalat), laktosa, dan lemak. Selain itu, Dorfman (2008), menambahkan bahwa keberadaan kation divalen (bervalensi dua) juga dapat mengurangi absorpsi kalsium. Interaksi antar mineral dapat mengakibatkan penurunan absorpsi elemen atau pengurangan bioavailabilitasnya. Banyak molekul dalam makanan mempengaruhi bioavailabilitas, baik meningkatkan absorpsi atau menghambat absorpsi (bersaing). Daya Terima dan Penerimaan Lansia pada Bubur Instan Terpilih Kesanggupan seseorang untuk menghabiskan atau menerima makanan yang disajikan merupakan gambaran dalam uji daya terima (Rudatin 1997). Uji daya terima produk (product acceptance test) pada penelitian ini digunakan untuk mengevaluasi kesanggupan atau penerimaan lansia mengonsumsi bubur instan terpilih, yaitu formula bubur instan A (7%). Uji daya terima produk dilakukan secara tidak acak (purposive sampling) yang melibatkan 30 orang lansia terdiri dari 8 orang pria dan 22 orang wanita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. kriteria inklusi yaitu, usia di atas 60 tahun dan sehat dan kriteria eksklusi yaitu, tidak memiliki tekanan darah tinggi dan tidak alergi terhadap ikan lele. Jumlah responden lansia wanita lebih banyak dibandingkan lansia pria karena jumlah penduduk lansia wanita di tempat pelaksanaan uji daya terima lebih banyak dibandingkan dengan lansia pria. Daya terima ini dikelompokkan menjadi dua kategori. Kategori baik jika konsumsi bubur instan 50% dan kurang baik jika konsumsi bubur instan < 50%. Menurut Setyaningsih et al. (2010), suatu produk makanan dikatakan dapat diterima konsumen apabila jumlah persentase konsumen yang menolak produk makanan kurang dari 50% dan mampu mengonsumsi makanan tersebut. Distribusi responden lansia berdasarkan kategori daya terima bubur instan terpilih pada lansia disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Distribusi responden lansia berdasarkan daya terima bubur instan terpilih Daya terima Pria Wanita Total n % n % n % Baik Kurang Jumlah

29 14 Penilaian daya terima dilakukan dengan memberikan satu porsi tepung bubur instan (100 gram) yang disajikan setelah diseduh dengan air panas dan diberi bumbu-bumbu seperti bubur ayam pada umumnya. Dilihat berdasarkan jenis kelamin, lansia wanita dan pria keduanya lebih banyak memiliki distribusi daya terima yang baik dengan persentase masing-masing 60% dan 16.7%. Secara keseluruhan persentase daya terima kategori baik sebesar 77% dan kurang baik sebesar 23%. Persentase penerimaan responden lansia terhadap bubur instan terpilih disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Persentase penerimaan responden lansia terhadap bubur instan terpilih Penilaian n % Tidak suka Agak tidak suka Biasa Agak suka Suka Total Uji penerimaan pada responden lansia digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan bubur instan terpilih pada lansia. Untuk memudahkan penilaian, penilaian hanya dilakukan untuk atribut secara keseluruhan dengan kategori nilai menjadi 5 yaitu: suka, agak suka, biasa, agak tidak suka, dan tidak suka. Lansia dinyatakan menerima jika menilai 3-5 (biasa sampai suka) dan tidak menerima jika menilai 1-2 (tidak suka sampai agak tidak suka). Berdasarkan hasil kalkulasi dari Tabel 8, diketahui sebanyak 80% lansia menerima bubur instan terpilih dan sebanyak 20% lansia tidak menerima. Suatu produk makanan dikatakan dapat diterima konsumen apabila jumlah persentase konsumen yang menolak produk makanan kurang dari 50% dan mampu mengonsumsi makanan tersebut (Setyaningsih et al. 2010). Oleh karena itu, berdasarkan persentase distribusi daya terima dan tingkat penerimaan pada lansia maka produk bubur instan tinggi kalsium terpilih dapat diterima oleh lansia. Kontribusi Zat Gizi Bubur Instan Terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada Lansia Asupan bubur instan tinggi kalsium diketahui dengan menimbang sisa bubur yang diberikan. Asupan rata-rata tepung bubur instan pada lansia dapat dilihat pada Lampiran 24. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata konsumsi tepung bubur instan terpilih pada lansia pria (47.5 gram) dan lansia wanita (53.4 gram). Rata-rata lansia mampu mengonsumsi tepung bubur instan sebanyak 52 gram, sehingga takaran saji untuk tepung bubur instan adalah 52 gram atau setara dengan 300 gram bubur instan setelah diseduh dengan air panas. Jika diasumsikan tepung bubur instan terpilih (52 gram) sebagai makanan (bubur) selingan yang menyumbang 10-20% terhadap AKG lansia maka olahan bubur instan dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% memiliki kontribusi yang cukup (Tabel 9). Satu serving size (52 gram) bubur instan terpilih yang disajikan bersama bumbu-bumbu yang terdiri atas ayam suwir, kecap manis, kerupuk, dan kaldu ayam mengandung energi 246 Kal,

30 protein 8.2 gram, dan karbohidrat 49 gram (Lampiran 26). Kandungan ini apabila dibandingkan dengan standar satuan penukar sumber kabohidrat yang mengandung 175 Kal, 4 gram protein, dan 40 gram kabohidrat (Almatsier 2005), maka bubur instan terpilih sudah dapat memenuhi kategori standar satuan penukar sumber karbohidrat. Kontribusi zat gizi bubur instan per takaran saji terhadap AKG lansia disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Kontribusi zat gizi bubur instan per takaran saji (52 g) terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) lansia Zat gizi AKG (%) Zat gizi per takaran Usia tahun >65 tahun saji (52 gram) Pria Wanita Pria Wanita Energi (Kal) Protein (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Formulasi bubur instan tinggi kalsium dapat dibuat dengan menambahkan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7-11% dari tepung beras yang digunakan. Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele berbeda nyata (p<0.05) terhadap atribut mutu warna dan kesukaan warna. Semakin besar jumlah penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele maka akan menurunkan mutu dan kesukaan warna bubur. Formulasi terpilih adalah formula A (7%) dengan persentase penerimaan sebesar 77.1%. Hasil uji beda t antara tepung bubur instan kontrol dengan terpilih menunjukkan bahwa derajat putih, kalsium, fosfor, dan kadar proksimat kecuali kadar air berbeda nyata (p<0.05). Penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% akan meningkatkan kadar kalsium, kadar fosfor, dan semua zat gizi kecuali kadar air. Sebaliknya, penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% akan menurunkan nilai derajat putih bubur instan. Bioavailabilitas kalsium tepung bubur instan terpilih memiliki nilai yang lebih tinggi (16.86%) dibandingkan dengan kontrol (14.91%). Hasil uji ANOVA menunjukkan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele sebesar 7% tidak berbeda nyata terhadap bioavailabilitas kalsium. Takaran saji tepung bubur instan berdasarkan rata-rata konsumsi lansia adalah 52 gram. Bubur instan berdasarkan takaran saji tersebut mengandung energi 246 Kal, protein 8.2 g, lemak 2.3 g, karbohidrat 48.6 g, kalsium mg, dan fosfor 75.2 mg. Takaran saji tersebut memberikan kontribusi energi sebesar 10.9% (pria usia tahun), 14% (wanita usia tahun), 12% (pria usia >65 tahun), 15.3% (wanita usia >65 tahun); protein sebesar 13.7% (pria usia tahun), 16.5% (wanita usia tahun), 13.7% (pria usia >65 tahun), 18.3% (wanita usia >65 tahun); kalsium sebesar 19.3% dan fosfor sebesar 12.5% dari AKG lansia per hari.

31 16 Bubur instan terpilih sudah memenuhi satuan penukar sumber karbohidrat dan dapat dinyatakan sebagai pangan tinggi kalsium. Oleh karena itu, tepung bubur instan ini dapat dijadikan sebagai alternatif pangan tinggi kalsium untuk lansia. Saran Higienitas alat dalam pembuatan tepung bubur instan harus diperhatikan untuk mengurangi jumlah cemaran mikroba pada produk. Bubur instan tinggi kalsium ini perlu dilakukan scale up untuk penerapan pada masyarakat sehingga dapat menjadi pangan alternatif tinggi kalsium untuk lansia. Selain itu, perlu dikaji pengaruh penambahan formulasi flavor (seperti penambahan perisa) terhadap penerimaan bubur instan. Hal ini dikarenakan indra pengecap pada lansia mengalami penurunan kepekaan sehingga penambahan flavor diharapkan dapat meningkatkan penerimaan bubur instan tinggi kalsium. DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. Airlington: AOAC Inc. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta: BPOMRI Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta: BPOMRI. [BPPIS] Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Pembuatan Prototipe Alat Uji Derajat Putih Tepung Tapioka. Surabaya. [BSN] Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia. SNI Dekstrin industri pangan. Jakarta: Badan Standardisasi Indonesia Standar Nasional Indonesia. SNI Persyaratan Mutu Makanan Bayi. Jakarta: Badan Standardisasi Indonesia. [Depkes] Departemen Kesehatan RI Komposisi zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarata: Depkes. [Komnas Lansia] Komisi Nasional Lanjut Usia Majalah Lansia Edisi 12 Tahun 07. Jakarta: Komnas Lansia. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. [WHO] World Health Organization WHO scientific group on the assesment of osteoporosis at primary care level. Genewa: WHO Press. Allen LH Calsium bioavailability and absorption: a review. Am J Clin Nutr. 35: Almatsier S Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Amirullah TC Fortifikasi tepung ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) dan tepung ikan swangi (Priacanthus tayenus) dalam pembuatan bubur bayi

32 instan [skrpsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor. Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D Analisis Pangan. Bogor: Dian rakyat. Apriyantono A, Ferdiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S Analisis Pangan: Petunjuk Laborstorium. Bogor: IPB Press. Dorfman L Krause s Food & Nutritional Therapy (12 th Ed.). Missouri (US): Elsevier. Estiasih T, Ahmadi K Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Fardiaz S Fisiologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Ferazuma H Subtitusi tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus sp) untuk meningkatkan kandungan kalsium crackers [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut pertanian Bogor. Halimah, Lestari TR, Mulyani S Analisis survival peningkatan densitas mineral tulang pasien perempuan yang menderita osteoporosis primer dengan terapi sesuai tata laksana klinik MTE (Makmal Terpadu Immunoendokrinologi). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 12(4): Hasanah LN Formulasi bihun instan tinggi kalsium dan fosfor dengan penambahan tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) sebagai makanan alternatif makanan lanjut usia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut pertanian Bogor. Heany RP, Recker RR, Watson P, Lappe JM Phosphate and carbonate salts of calcium support robust bone building in osteoporosis. Am J Clin Nutr. 92(5):101. Izza F Pengembangan produk serpihan telur kering sebagai bahan pelengkap pada mie instan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jahari AB, Prihatini S Risiko osteoporosis di Indonesia. Gizi Indo. 30(1):1-11. Mahyuddin K Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya. Martini L, Wood RJ Relative bioavailability of calcium-rich dietary sources in the elderly. Am J Clin Nutr. 76(50):1345. Mervina K Formulasibiskuit dengan subtitusi tepung kepala ikan lelel dumbo (Clarias gariepinus) dan isolate protein sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Peleg M, Bagley EVB Physical Properties of Foods. Connesticut: The AVI Publishing Co. Inc. Westport. Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ Calsium dialysability as an estimation of bioavailability in human milk, cow milk, and infant formula. Food Chemistry. 64: Rudatin Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Daya Terima Makan Pasien Rawat Inap Lanjut Usia Di Rumah Sakit Umum Bakti Yudha Depok [skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. 17

33 18 Setyaningsih D, Apriyantono A, Puspita SM Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Soeditama AD Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian Karya. Soekarto ST Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara. Suhartini Y Ageing in the 21st Century: A Celebration and a Challenge. Symposium on Ageing. Winarno Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press. Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, A.M. Syarief Sifat Fisik Pangan. Bogor: PAU Pangan Gizi IPB. Wirakusumah ES Menu Sehat Lanjut Usia. Jakarta: Puspa Swara. Yoanasari QT Pembuatan bubur bayi instan dari pati garut [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

34 19 Lampiran 1 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi 1. Analisis Karakteristik Fisik Densitas Kamba (Wirakartakusumah et al., 1992) Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volume 100 ml. Usahakan pengisian tepat tanda tera dan jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 g. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. Derajat Putih (Whiteness-meter Kett Electric) Sejumlah sampel ditempatkan pada wadah khusus alat Whitenes-meter, kemudian dipasang penutup kaca dan diletakkan di bawah lensa. Kemudian diukur nilai derjat putihnya yang berkisar antara persen. Kalibrasi alat dilakukan terlebih dahulu dengan plate standar warna putih 81.6%. Hasil pembacaan dinyatakan dalam persen derajat putih terhadap plate standar barium sulfat dengan derajat putih 100%. Kelarutan (SNI Dekstrin Industri Pangan 1992) Sebanyak 2 gram sampel dilarutkan dalam air dingin pada labu ukur 200 ml sampai tanda tera. Larutan disaring dan sebanyak 10 ml dipipetkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan dan larutan diuapkan di penangas air. Setelah itu dipanaskan dalam oven selama kurang lebih tiga jam hingga berat konstan. Bagian yang larut dalam air = [(20 x A/ B) x 100 %] A = berat kering dalam 10 ml larutan (g) B = bobot sampel (g) Waktu Penyajian (Yoanasari 2003) Sebanyak 27 gram sampel ditambah air hangat (60 o C) sebanyak 100 ml sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai bubur siap untuk disajikan, kemudian dicatat waktunya. Uji Seduh (Yoanasari 2003) Sebanyak 27 gram sampel ditambahkan air hangat (60 o C) sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai menjadi bubur dengan kekentalan yang sama dengan bubur instan komersial. Kemudian diukur volume air yang diperlukan. Viskositas dengan Rapid Visco Analyzer (RVA) Viskositas diuji dengan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). Timbang berat air sampel atau buffer yang dibutuhkan di dalam canister sebesar 4 gram. Timbang berat sampel yang dibutuhkan (ditempat terpisah) sebesar 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam canister yang sudah berisi air/buffer. Kemudian, dimasukkan paddle ke dalam canister, lalu paddle digerakkan ke atas ke bawah untuk mendispersikan sampel. Setelah itu, dimasukkan ke dalam RVA. Hasil analisis viskositas akan terlihat pada monitor.

35 20 2. Analisis Kandungan Gizi dan Bioavailabilitas Kalsium Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995) Cawan dipanaskan dalam oven suhu C selama 24 jam. Selanjutnya cawan dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan, kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram yang telah homogen ditimbang dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu C untuk dikeringkan selama 24 jam. Setelah itu, cawan beserta contohnya dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Hasil analisa kadar air ditetapkan dengan presentase kadar air dalam bobot kering dan basah. (A + B) C Kadar air (%) = x 100% B Keterangan: A = berat cawan kosong (g) B = berat sampel (g) C = berat cawan dan contoh setelah dikeringkan (g) Analisis Kadar Abu (AOAC 1995) Cawan sebelum digunakan, dipijarkan terlebih dahulu pada suhu C selama 8 jam. Kemudian didinginkan sampai suhu 50 0 C. Cawan dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit. Berat cawan kosong ditimbang dengan neraca analitis. Homogenat contoh ditambahkan ke dalam cawan sekitar 2 gram. Crucible yang berisi homogenat contoh dipijarkan di dalam furnace pada suhu C selama 8 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Berat cawan dan abu ditimbang dengan neraca analitis. Kadar abu (%) = (berat abu dan cawan berat cawan kosong) (g) berat contoh (g) Analisis Kadar Protein Metode Kjedahl (AOAC 1995) x 100% Analisis kjedahl merupakan analisis kadar N dalam protein sampel. Sejumlah sampel 0.2 gram dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan ditambahkan dengan katalis selenium mix secukupnya dan 7 ml H2SO4 pekat. Campuran dipanaskan dalam pembakar bunsen. Sampel didestruksi hingga jenuh dan berwarna hijau kekuningan. Larutan labu destruksi dimasukkan ke dalam labu penyuling kemudian diencerkan dengan 300 ml air yang tidak mengandung N dan ditambahkan NaOH 33%. Labu penyuling dipasang dengan cepat di atas alat penyuling sehingga 2/3 cairan dalam labu penyuling yang menguap ditangkap oleh larutan H2SO4 dalam erlenmeyer dititrasi dengan menggunakan larutan HCl ml) sampai terjadi perubahan warna menjadi kehijauan kemudian dibandingkan dengan titar blanko Kadar protein (%) = Analisis Kadar Lemak (AOAC 1995) (ml HCL sampel ml HCl blanko)xnhcl x14.007x6.25 gram sampel x 1000 x 100% Homogenat contoh ditimbang sebanyak 2 gram menggunakan kertas abu, kemudian dilipat-lipat dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Sebanyak 50 ml hexan dimasukkan ke dalam labu lemak. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam labu ekstraksi soxhlet, dan rangkaian soxhlet dipasang dengan benar.

36 Ekstraksi dilakukan pada suhu 60 o C selama 8 jam. Setelah itu campuran lemak dan khloroform dalam labu lemak dievaporasi menggunakan rotary evaporator sampai kering. Labu lemak yang berisi lemak dimasukkan ke dalam oven suhu 105 o C selama kurang lebih 2 jam utuk menghilangkan sisa pelarut. Labu dan lemak didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Labu yang berisi lemak ditimbang. Kadar lemak (%) = (berat lemak dan labu berat labu kosong)(g) berat sampel (g) x 100% Perhitungan Kadar Karbohidrat (by difference) (Andarwulan et al. 2011) Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (KA + A + P + L) Keterangan: KA = % kadar air P = % kadar protein A = % kadar abu L = % kadar lemak Analisis Kalsium Metode AAS (Apriyantono et al. 1989) Analisis kalsium diawali dengan preparasi sampel. Preparasi sampel dilakukan dengan pengabuan basah. Sampel ditimbang sebanyak ± 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan 10 ml HNO3 pekat lalu dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan tidak berwarna gelap (semua zat organik telah teroksidasi). Larutan ditambah akuades hingga menjadi tidak berwarna atau menjadi kuning. Setelah itu diencerkan dalam labu takar 100 ml sampai tera. Blanko dipersiapkan seperti proses di atas. Larutan standar kalsium, sampel dan blanko dibaca pada AAS Shimadzu AA Hasil pengukuran selanjutnya ditetapkan ke dalam kurva. (a b)x V Kadar kalsium (mg/100g) = 10 x W Keterangan : a = konsentrasi larutan sampel (mg/ml) b = konsentrasi larutan blanko (mg/ml) V = volume ekstrak W= berat sampel (g) Kadar Fosfor (Andarwulan et al. 2011) a. Persiapan pereaksi Vanadat-molibdat Ammonium molibdat sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat kemudian didinginkan. Sebanyak 1.0 gram vanadat dan dilarutkan ke dalam 300 ml akuades mendidih. Setelah dingin, ditambahkan asam sitrat pekat sambil diaduk. Larutan molibdat + vanadat diaduk lalu diencerkan hingga volume 1 liter. b. Persiapan larutan fosfat standar Sebanyak gram potasium dihidrogen fosfat kering dilarutkan di dalam akuades dan diencerkan hingga volume 1 liter. Sebanyak 25 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera (1 ml = 0.2 P2O5). c. Pembuatan kurva standar Larutan fosfat standar diambil sebanyak 0; 0.25; 5; 10; 20; 30; 40 dan 50 ml lalu dimasukkan dalam labu takar 100 ml. masing-masing ditambah 25 ml pereaksi vanadat-molibdat kemudian ditera. Larutan didiamkan selama 10 21

37 22 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrometer dengan panjang gelombang 400 nm. d. Penetapan sampel Sampel yang telah dipreparasi dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. ditambahkan 25 pereaksi vanadat-molibdat pada masingmasing labu takar dan diencerkan sampai tanda tera. Seteleh didiamkan, sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor dapat diketahui melalui kurva standar berdasarkan absorban yang terbaca. Perhitungan: % P2O5 = ( 100 x fp x konsentrasi fosfor x 100) 1000 P (mg/100g) = P2O5 x = mg sampel Berat atom P Berat molekul P2O5 Keterangan: fp = faktor pengenceran; berat atom P (61.8); BM P2O5 = berat molekul (141.8) Bioavailabilitas Kalsium secara In Vitro Metode Dialisis (Roig et al. 1999) a. Persiapan pereaksi HCl 37%, suspensi pepsin: 1.6 g pepsin (sigma p-7000) didispersikan ke dalam 0.1 M HCl dan ditepatkan volumenya menjadi 10 ml. Campuran pankreatin: sebanyak 1 g pankreatin (sigma p-1750) dan 6.25 g ekstrak bile didispersikan dalam 0.1 M NaHCO3 dan ditepatkan volumenya menjadi 250 ml. b. Persiapan sampel Sejumlah sampel (setara dengan 2 g protein) ditimbang kemudian dihomogenisasi. ph sampel diatur menjadi 2 dengan menambahkan HCl 6 N. Jumlah HCl yang ditimbang dihitung. c. Prosedur Mula-mula ph sampel diatur menjadi 2.0 dengan menambahkan HCl 6 M pada sampel (sama dengan 2 g protein) dan 80 g air bebas ion yang ditempatkan dalam tabung erlenmeyer berukuran 250 ml. sebanyak 40 g aliquot sampel dipindahkan ke dalam botol gelas untuk penentuan keasaman titrasi, 40 g aliquot sampel dipindahkan ke dalam botol gelas untuk penentuan persen kalsium yang terdialisis (tersedia) dan 10 g untuk penentuan kadar kalsium total dengan menggunakan AAS. Sebanyak 3 g larutan suspensi pepsin ditambahkan masing-masing ke dalam botol gelas dan volumenya ditepatkan menjadi 100 ml dengan air. Keduanya kemudian ditutup dengan plastik yang berlubang untuk mengeluarkan gas. Sampel diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 37 0 C dengan kecepatan 5 (120 stroke/menit) selama 2 jam. Selanjutnya botol-botol tersebut disimpan dalam freezer untuk digunakan pada hari berikutnya. Sebelum digunakan sampel harus dicairkan lebih dahulu. Sebanyak 5 g campuran pankreatin bile ditambahkan ke dalam botol gelas yang telah berisi 40 g aliquot sampel yang digunakan untuk penentuan asam tertitrasi. Larutan ini kemudian dititrasi dengan 0.5 NaOH sampai diperoleh ph 7.5. Nilai ph ini dicek setelah 30 menit. Sebanyak 40 g aliquot sampel dipindahkan ke dalam botol gelas yang berukusan 250 ml. Selanjutnya NaHCO3 ekuivalen dengan jumlah

38 NaOH yang digunakan untuk titrasi) dimasukkan ke dalam kantung dialisis bersama 25 g air. Botol gelas yang digunakan untuk penentuan persen yang tersedia ditempatkan dalam penangas air yang bergoyang pada suhu 37 0 C dan kecepatan 5 hingga mencair. Kemudian kantung dialisis dimasukkan ke dalam setiap botol gelas dengan kedudukan sedemikian rupa sehingga kantung dialisis terendam dalam larutan sampel, ditutup dengan plastik yang telah disiapkan. Inkubasi dilakukan sampai ph 5 selama 30 menit. Setelah itu tambahkan 5 g campuran pankreatin bile ke dalam setiap botol gelas tadi dan inkubasi dilanjutkan selama 2 jam. Setelah diinkubasi, kantung dialisis diangkat dan dibilas dengan mencelupkan ke dalam air bebas ion. Salah satu ujungnya dipotong menggunakan gunting dan isinya (dialisat) dituang ke dalam gelas ukur untuk dihitung volumennya dan dianalisis kandungan kalsium yang tersedia dengan menggunakan AAS. d. Perhitungan 1. Berat sampel setara 2 g protein = (2 / protein sampel) x Kebutuhan NaHCO3 (g) = (N NaOH x 3. Bioavailabilitas Ca (%) = NaOH (ml) 1000 mg Ca dialisat mg Ca sampel x 100% x 40) x Total Ca tersedia (mg/100g) = Total Ca sampel (mg/100g) x % Bioavailabilitas 3. Mutu Mikrobiologi (Fardiaz 1987) x T1 (g) T2 (g) Sampel 1 gram ditimbang secara aseptik, kemudian dimasukkan ke dalam larutan pengencer (0.85% NaCl). Pengenceran dilakukan secara berseri, sehingga diperoleh tiga macam pengenceran, yaitu 1:10, 1:100, dan 1:1000. Setelah itu, sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri dan ditambah agar cair steril yang sesuai (47-50) sebanyak ml. Kemudian digoyangkan agar sampel menyebar merata. Media agar yang digunakan untuk inokulasi total mikroba adalah Plate Count Agar (PCA). Inokulasi biakan dilakukan pada suhu o C selama 48 jam. Koloni yang tumbuh sebagai jumlah mikroorganisme per gram sampel. 1 Koloni per gram sampel = jumlah koloni per cawan x faktorpengenceran Lampiran 2 Alur proses pembuatan bubur instan (modifikasi Amirullah 2008) 23 tepung beras dan air 1:3 tepung mix ikan lele 3 taraf perlakuan pencampuran (wet mixing) pengadukan dan pemasakan dengan blancher sampai mengental x

39 24 x pasta tepung tergelatinasi pengeringan drum (80 0 C, 3 bar) penggilingan dan penyaringan dengan ayakan 80 mesh tepung bubur nasi instan Lampiran 3 Formula bubur instan menggunakan tiga taraf penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele Bahan pangan Berat bahan (g) Co (0%) A (7%) B (9%) C (11%) Tepung beras Tepung kepala lele Tepung badan lele Total Lampiran 4 Kandungan gizi bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur instan Kandungan Gizi Bahan Air Abu Lemak Protein KH Ca P Energi % % % % % mg/100 mg/100 kkal Tepung beras Tepung kepala Tepung badan Lampiran 5 Alur tahapan penelitian Penelitian Pendahuluan Formulasi bubur instan A (7%), B (9%), C (11%) Pembuatan tepung bergelatinasi Tepung bubur instan Uji organoleptik pada panelis agak terlatih (31 panelis mahasiswa) x

40 25 x Formula terpilih Penelitian lanjutan Uji fisik dan kandungan gizi tepung bubur instan kontrol dan terpilih Uji daya terima produk terpilih pada lanjut usia (30 orang lansia) Serving size tepung bubur instan terpilih Perhitungan kontribusi gizi bubur instan terpilih Lampiran 6 Prosedur pengolahan bubur instan untuk daya terima Perlakuan pengolahan yang diberikan pada Bubur Instan Tinggi Kalsium adalah pengolahan seperti pada bubur instan komersial. Bahan-bahan dan prosedur pembuatan bubur instan dapat dilihat pada bagan di bawah ini: Bahan: Tepung bubur instan tinggi Ca Bumbu per (100g): 1 sdm ayam suwir 1 sdm kecap manis 1 sdm kaldu 1 genggam kerupuk Bahan disiapkan dan dimasukkan ke dalam mangkuk saji Tuangkan air panas dengan perbandingan air dengan tepung bubur 5:1 Bubur diaduk sampai bubur halus merata, diamkan (selama ±2 menit) sampai bubur mengental Bubur ditambahkan dengan bumbu Bubur Instan tinggi Ca siap disajikan Bubur yang disajikan sisanya ditimbang untuk mengetahui jumlah yang bubur yang dihabiskan oleh panelis. Rata-rata bubur yang dihabiskan oleh panelis dijadikan sebagai standar penentuan takaran saji.

41 26 Lampiran 7 Kuisioner organoleptik Lembar Kuisioner Uji Hedonik Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis kelamin : L / P No Hp : Dihadapan saudara/i disajikan 6 sampel Bubur Instan Tinggi Kalsium dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele (Clarias gariepinus). Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tuliskan nilai (1-7) dari masing-masing sampel pada kolom yang menggambarkan persepsi saudara/i. 2. Silahkan untuk minum air putih terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya. 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian. Skala nilai: 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Biasa 5. Agak suka 6. Suka 7. Sangat Suka Kode Sampel 788 Atribut Warna Tekstur Rasa Aroma Komentar (mohon di isi) Terima Kasih

42 27 Lembar Kuisioner Uji Mutu Hedonik Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis kelamin : L / P No Hp : Dihadapan saudara/i disajikan 6 sampel Bubur instan tinggi kalsium dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tuliskan nilai (1-7) dari masing-masing sampel pada kolom yang menggambarkan persepsi saudara/i. 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya. 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian. Skala penilaian: Warna Tekstur Rasa Ikan Aroma Ikan 1. Sangat coklat 1. Sangat kasar 1. Sangat kuat 1. Sangat kuat 2. Coklat 2. Kasar 2. Kuat 2. Kuat 3. Coklat agak putih 3. Kasar agak lembut 3. Agak kuat 3. Agak kuat 4. Sedang 4. Sedang 4. Sedang 4. Sedang 5. Lembut agak kasar 5. Putih agak coklat 6. Lembut 5. Agak lemah 5. Agak lemah 6. Putih 7. Sangat lembut 6. lemah 6. Lemah 7. Sangat putih 7. Sangat lemah 7. Sangat lemah Atribut Kode sampel Warna Tekstur Rasa Ikan Aroma Ikan Komentar (mohon di isi): Terima Kasih

43 28 Lampiran 8 Formulir uji penerimaan pada panelis lanjut usia Tanggal : Nama Panelis : Jenis Kelamin : L P Nama Produk : Bubur Instan Tinggi Kalsium dengan Penambahan Tepung Mix (badan dan kepala) Ikan Lele Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda ( ) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Saudara i. Penilaian 1 = Tidak suka 2 = Agak tidak Suka 3 = Biasa 4 = Agak suka 5 = Suka Bubur Instan Komentar: *Catatan: Bubur instan yang tidak dikonsumsi akan ditimbang Terima kasih Lampiran 9 Hasil perhitungan kadar air Sampel Berat sampel (g) Berat (cawan + sampel) awal (g) (a) Berat (cawan + sampel) akhir (g) (b) Kadar air (%.b.b) Co Co Co Co A A A A Rata-rata (%.b.b) Kadar air (%.b.b) = ((a-b) / berat sampel) 100% = (( ) / ) 100% = 8.43

44 Lampiran 10 Hasil perhitungan kadar abu Sampel Berat Berat cawan Berat cawan + Kadar abu Kadar abu sampel (g) (g) (b) abu (g) (a) (%.b.b) (%.b.k) Co Co Co Co A A A A Kadar abu (%.b.b) = ((a-b) / berat sampel) 100% = (( ) / ) 100% = Lampiran 11 Hasil perhitungan kadar protein Sampel Berat mili titrasi Kadar Protein Kadar protein N HCl sampel (g) (ml) (%.b.b) (%.b.k) Co Co Co Co A A A A Kadar protein (%.b.b) = mili titrasi N HCl fk / berat sampel = / = 7.08 Lampiran 12 Hasil perhitungan kadar lemak Sampel Berat sampel (g) Labu kosong (g) (a) Labu kering (g) (b) Kadar lemak (%.b.b) Kadar lemak (%.b.k) Co Co Co Co A A A A Kadar lemak (%.b.b) = ((b-a) / berat sampel) 100% = (( ) / ) 100% =

45 30 Lampiran 13 Hasil perhitungan kadar karbohidrat (by difference) Sampel Kadar abu (%.b.b) Kadar air (%.b.b) Kadar protein (%.b.b) Kadar lemak (%.b.b) Kadar karbohidrat (%.b.b) Kadar karbohidrat (%.b.k) Co Co Co Co A A A A Kadar karbohidrat (%.b.b) = %.b.b (air + abu + protein + lemak) = ( ) = Lampiran 14 Kalsium bubur instan kontrol dan bubur instan terpilih 0,8 0,6 0,4 0,4 0,6 0,2 0,1 0,2 0,0 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 0,7 y = 0,0454x + 0,0146 R² = 0,9991 Series1 Gambar 1 Kurva standar kalsium Y = ax+b dimana y = absorbansi standar = x x = konsentrasi Ca (ppm) a = slope (kemiringan statistik) b = intercept (titik perpotongan terhadap y Kode Berat sampel Vol Aliquot Pembacaan Total Ca a b sampel TM (g) (ml) (abs) (mg/100g) Co Co Co Co A A A A Blanko Linear (Series1)

46 Kode sampel Kadar Protein Berat setara 2 g protein Berat sampel bio Berat dialisat volume aliquot 31 Fp Pembacaan (%) (gram) (gram) (gram) (ml) (abs) Co Co Co Co A A A A Kode sampel a b Kadar Ca dialisat Total Ca dialisat Bioavailabilitas (mg/100g) (mg) (%) Rata-rata Bio (%) Co Co Co Co A A A A Contoh perhitungan kadar kalsium: Persamaan kurva standar: = x ; R 2 = Jika absorbansi sampel seberat gram dalam 100 ml aliquot sebesar , dengan faktor pengenceran (fp) = 1, maka kadar kalsiumnya adalah: Kadar kalsium (mg/100g) = [((absorbansi sampel-blanko)-b)/a] x fp x (aliquot/1000) x (100/berat sampel) = [(( ) )/0.0454] x 1 x (100/1000) x (100/0.505) = 8.68 mg/100g

47 32 Lampiran 15 Fosfor bubur instan kontrol dan terpilih 1 0, Series1 Linear (Series1) y = 0,1173x - 0,0043 R² = 0,9903 Gambar 2 Kurva standar fosfor Y = ax+b dimana y = absorbansi standar = x x = konsentrasi P (ppm) a = slope (kemiringan statistik) b = intercept (titik perpotongan terhadap y Kode sampel Berat sampel (gram) Fp Vol Aliquot (ml) a b absorbansi Kadar P (mg/100g) Co Co Co Co A A A A Contoh perhitungan kadar fosfor: Persamaan kurva standar: Y = x ; R 2 = Jika absorbansi sampel seberat gram dalam 100 ml aliquot sebesar 0.095, dengan faktor pengenceran (fp) = 5, maka kadar fosfornya adalah: Kadar forfor (mg/100g) = [((absorbansi sampel-blanko)-b)/a] x fp x (aliquot/1000) x (100/berat sampel) = [(( ) )/0.1173] x 5 x (100/1000) x (100/2.036) = 9.06 mg/100g

48 33 Lampiran 16 Total Plate Count (TPC) bubur instan kontrol dan terpilih Sampel CFU/g Rata-rata (CFU/g) Co1.1 TBUD TBUD TBUD Co1.2 TBUD TBUD TBUD Co2.1 TBUD TBUD TBUD x10 6 Co2.2 TBUD TBUD TBUD A1.1 TBUD A1.2 TBUD A2.1 TBUD x10 3 A2.2 TBUD Lampiran 17 Densitas kamba bubur instan kontrol dan terpilih Sampel Berat sampel (g) Densitas Kamba (g/ml) Rata-rata densitas kamba (g/ml) Co Co Co Co A A A A Lampiran 18 Derajat putih bubur instan kontrol dan terpilih Sampel Nilai Derajat putih (%) Rata-rata derajat putih (%) Co Co Co Co A A A A Lampiran 19 Kelarutan bubur instan kontrol dan terpilih Berat Berat cawan Berat cawan Kelarutan Sampel sampel (g) awal (g) akhir (g) (%) Co Co Co Co A A A A Rata-rata kelarutan (%)

49 34 Lampiran 20 Waktu rehidrasi bubur instan kontrol dan terpilih Sampel Waktu penyajian (detik) Co Co Co Co A A A A Rata-rata waktu penyajian (detik) Lampiran 21 Uji seduh bubur instan kontrol dan terpilih Sampel Volume air (ml) Rata-rata volume air (ml) A A A A Co Co Co Co Lampiran 22 Viskositas bubur instan kontrol dan terpilih Rata-rata waktu penyajian (detik) Viskositas Trough Break Final Peak Pasting Sampel Setback (cp) 1 down Visc Time Temp Co Co A A Rata-rata Viskositas Trough Break Final Peak Pasting Sampel Setback (cp) 1 down Visc Time Temp Co A Lampiran 23 Hasil uji Independent-Samples t-test sifat fisik, kandungan gizi, bioavailabilitas, dan mikrobiologi bubur instan kontrol dan terpilih Sifat Fisik t db Sig. (2- tailed) Perbedaan Rata-rata Std. Perbedaan Kesalahan Selang Kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas Derajat putih * Densitas kamba Waktu rehidrasi

50 t db Sig. (2- tailed) Perbedaan Rata-rata Std. Perbedaan Kesalahan Selang Kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas Uji seduh Kelarutan * Viskositas Holding visc * Breakdown visc Final visc * Setback visc * Peak time visc Pasting time visc Kandungan gizi Abu * Air Protein * Lemak * Karbohidrat * Energi * Total kalsium * Total fosfor * Bioavailabilitas Kalsium Mikrobiologi Total plate count Signifikansi lebih kecil dari p= 0.05, berbeda nyata Lampiran 24 Hasil uji rata-rata asupan lansia pria dan wanita Jenis kelamin n Rata-rata Std. Deviasi Std. Rata-rata Gagal Konsumsi lansia Pria wanita Lampiran 25 Hasil uji Independent-Samples t-test asupan lansia pria dan wanita t db Sig. (2- tailed) t-test untuk kesetaraan berarti Perbedaan Rata-rata Std. Perbedaan kesalahan 35 Selang Kepercayaan 95% Batas atas Batas bawah Konsumsi lansia Signifikansi lebih kecil dari p= 0.05, berbeda nyata

51 36 Lampiran 26 Kandungan energi dan zat gizi olahan bubur instan tinggi kalsium terpilih Tepung Ayam Kecap Bubur instan suwir manis Kaldu Kerupuk Jumlah Berat (g) Energi (Kal) Protein (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Karbohidrat (g) Lemak (g) Lampiran 27 Hasil One Way ANOVA pada mutu hedonik bubur instan dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele Warna Tekstur Rasa Ikan Jumlah kuadrat db Rata-rata kuadrat F Sig. Antar kelompok * Dalam kelompok Total Antar kelompok Dalam kelompok Total Antar kelompok Dalam kelompok Total Antar kelompok Aroma Ikan Dalam kelompok Total *Signifikansi lebih kecil dari p=0.05, berbeda nyata Lampiran 28 Hasil uji Duncan mutu hedonik atribut warna bubur instan Formula n Subset for alpha = Penambahan 11% Penambahan 9% Penambahan 7% Sig

52 Lampiran 29 Hasil One Way ANOVA pada uji hedonik bubur instan dengan penambahan tepung mix (badan dan kepala) ikan lele Warna Tekstur Rasa Aroma Keseluruhan Jumlah Kuadrat db Rata-rata kuadrat F Sig. Antar kelompok * Dalam kelompok Total Antar kelompok Dalam kelompok Total Antar kelompok Dalam kelompok Total Antar kelompok Dalam kelompok Total Antar kelompok Dalam kelompok Total *Signifikansi lebih kecil dari p=0.05, berbeda nyata Lampiran 30 Hasil uji Duncan uji hedonik atribut warna bubur instan Formula Penambahan 9% n Subset for alpha = Penambahan 7% Penambahan 11% Sig

53 38 Lampiran 31 Dokumentasi penelitian Pembuatan produk Pemasakan dengan blancher Adonan tergelatinasi Pengeringan drum dryer Hasil pengeringan drum Penggilingan discmill Uji organoleptik Uji daya terima Bioavailabilitas

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) yang berjudul Pengembangan Produk Pangan Fungsional

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

Oleh: Nurul Huda Clara Meliyanti Kusharto Merry Aitonami DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

Oleh: Nurul Huda Clara Meliyanti Kusharto Merry Aitonami DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 Oleh: Nurul Huda Clara Meliyanti Kusharto Merry Aitonami DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 Pendahuluan Metodologi Penelitian Hasil dan Pembahasan Kesimpulan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN FIRMAN SANTHY GALUNG Email : firman_galung@yahoo.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

FORMULASI BUBUR SUSU INSTAN DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KELOR (Moringa oleifera) SEBAGAI MAKANAN TAMBAHAN BAGI KELOMPOK RENTAN GIZI NURUL MAULIDA

FORMULASI BUBUR SUSU INSTAN DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KELOR (Moringa oleifera) SEBAGAI MAKANAN TAMBAHAN BAGI KELOMPOK RENTAN GIZI NURUL MAULIDA FORMULASI BUBUR SUSU INSTAN DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KELOR (Moringa oleifera) SEBAGAI MAKANAN TAMBAHAN BAGI KELOMPOK RENTAN GIZI NURUL MAULIDA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yaitu mulai Februari 2011 sampai dengan Juli 2011 di Kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Survei Manfaat Daun Hantap Cara Penetapan Sampel

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Survei Manfaat Daun Hantap Cara Penetapan Sampel 19 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Desember 2010 yang mencakup kegiatan penyelesaian proposal, pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Penilaian Organoleptik, dan Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS Acceptability test and nutrient compositon of rice with the addition of pumpkin and sweet corn Hadiah Kurnia Putri

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN Oleh : Muhammad Nabil C03400041 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2011. Tempat pelaksanaan penelitian di enam laboratorium, yaitu Laboratorium Terpadu IPB, Nutrisi Ikan IPB, Biokimia Giz,

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN Wini Trilaksani 1), Ella Salamah 1), dan Muhammad Nabil 2) Abstrak Penelitian tentang pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III. III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott) SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott) SUBSTITUTION OF GREEN BEAN FLOUR (Phaseolus radiathus L) IN MAKING KIMPUL BISCUIT

Lebih terperinci

PROFIL PT CARMELITHA LESTARI

PROFIL PT CARMELITHA LESTARI PROFIL PT CARMELITHA LESTARI Jl. Raya Dramaga Km.8, Taman Dramaga Hijau, Blok I No.9, Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 8622090, email: carmelitha_lestari@yahoo.com PROFIL PT CARMELITHA LESTARI Sejarah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, CV. An-

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) i KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) SKRIPSI Oleh: JULIARDO ESTEFAN PURBA 120305048/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang memiliki peran penting dalam tubuh. Kekurangan kalsium pada anak dan remaja dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Ganyong Tahapan pembuatan tepung ganyong meliputi pemilihan bahan, pengupasan bahan, pembersihan dan pencucian ganyong, serta proses pengeringan dengan drum dryer.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas (golden

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Variabel independen dengan pencampuran tepung kecambah kacang kedelai, kacang tolo dan kacang hijau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Padang, Maret Putri Lina Oktaviani

Padang, Maret Putri Lina Oktaviani Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Pengaruh Substitusi Tepung Keluwih (Artocarpus camansi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN Bambang Sigit A 1), Windi Atmaka 1), Tina Apriliyanti 2) 1) Program Studi Ilmu dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DENGAN PENAMBAHAN JANTUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN

KARAKTERISTIK BAKSO IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DENGAN PENAMBAHAN JANTUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN KARAKTERISTIK BAKSO IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DENGAN PENAMBAHAN JANTUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN Oleh Josua naibaho 1), Ira sari 2), Suparmi 2) Email: chuajion@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

A. Bubur Beras Instan

A. Bubur Beras Instan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bubur Beras Instan Bubur dikenal juga dengan sebutan pure yang berasal dari bahasa Inggris pure yang berarti sup yang kental. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), bubur

Lebih terperinci

EVALUASI SIFAT KIMIA DAN SENSORI MENIR JAGUNG INSTAN TINGGI PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN

EVALUASI SIFAT KIMIA DAN SENSORI MENIR JAGUNG INSTAN TINGGI PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN EVALUASI SIFAT KIMIA DAN SENSORI MENIR JAGUNG INSTAN TINGGI PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN EVALUATION OF CHEMICAL AND SENSORY CHARACTERISTICS OF HIGH PROTEIN INSTANT CORN GRITS DURING STORAGE SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL 1 KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini terbagi atas dua tahap yaitu di Aceh Besar yang dilakukan pada bulan Maret Juli 2006 dan di Laboratorium Pengolahan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG KEPALA IKAN LELE DUMBO (Clarias Gariepinus sp) UNTUK MENINGKATKAN KANDUNGAN KALSIUM CRACKERS

SUBSTITUSI TEPUNG KEPALA IKAN LELE DUMBO (Clarias Gariepinus sp) UNTUK MENINGKATKAN KANDUNGAN KALSIUM CRACKERS Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(1): 18 27 Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(1): 18 27 SUBSTITUSI TEPUNG KEPALA IKAN LELE DUMBO (Clarias Gariepinus sp) UNTUK MENINGKATKAN KANDUNGAN KALSIUM CRACKERS

Lebih terperinci

M. Yogie Nugraha 1), Edison 2), and Syahrul 2) Abstract

M. Yogie Nugraha 1), Edison 2), and Syahrul 2) Abstract The Effect of Addition of Tempe Powder on Consumer Acceptance, Protein, and NPN Composition of fish Protein Concentrate Prepared from Pangasius Catfish (Pangasiushypopthalmus) By M. Yogie Nugraha 1), Edison

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

SNACK BAR RENDAH FOSFOR DAN PROTEIN BERBASIS PRODUK OLAHAN BERAS

SNACK BAR RENDAH FOSFOR DAN PROTEIN BERBASIS PRODUK OLAHAN BERAS SNACK BAR RENDAH FOSFOR DAN PROTEIN BERBASIS PRODUK OLAHAN BERAS Artikel Penelitian disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci