BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi. panas karena dalam proses perkolasi ini tidak menggunakan pemanasan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi. panas karena dalam proses perkolasi ini tidak menggunakan pemanasan."

Transkripsi

1 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode perkolasi. Metode ini dipakai karena dapat melarutkan senyawa yang tahan panas maupun tidak tahan panas karena dalam proses perkolasi ini tidak menggunakan pemanasan. Ekstraksi dilakukan dalam empat tahap menggunakan empat pelarut yang berbeda dari tingkat kepolaran rendah ke kepolaran tinggi. Berturut-turut menggunakan pelarut n-heksan, kemudian kloroform, etil asetat, dan etanol 96%. Jumlah ektrak yang diperoleh dari masing-masing pelarut dari 5 gram simplisia adalah ekstrak n-heksan sebesar 6,3 gram, ekstrak kloroform sebesar 5,4 gram, ekstrak etil asetat sebesar 4,6 gram, dan ekstrak etanol 96% sebesar 5,7 gram. B. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Masing-masing ekstrak kemudian diuji sitotoksik menggunakan metode MTT Assay untuk mengetahui nilai LC 5 dari masing-masing ektrak tersebut. Nilai LC 5 merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 5% dari sel uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan. Sel kanker yang digunakan adalah sel HeLa (Djajanegara dan Wahyudi, 29). Kultur sel HeLa sering digunakan sebagai model penelitian karena tumbuh lebih cepat sehingga mampu memproduksi lebih banyak sel dalam satu flask dan merupakan sel manusia yang umum digunakan untuk kepentingan kultur sel. Kultur sel HeLa bersifat semi melekat, karena sel kultur melepas suatu protein 37

2 38 matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan sel-sel tersebut menempel antara satu dan lainnya dan menempel pada dasar flask. Metode MTT Assay memiliki beberapa keuntungan yaitu sederhana dan sangat efisien untuk kemosensitifitas sehingga banyak digunakan dalam metode uji sitotoksik. Prinsip MTT Assay adalah metode spektroskopi dengan menentukan nilai absorbansi formazan. MTT akan diserap ke dalam sel dan masuk ke dalam sistem respirasi sel dalam mitokondria. Tindakan dari enzim aktif dalam sel mitokondria adalah memetabolisme garam tetrazolium, sehingga pemutusan cincin tetrazolium oleh enzim dehidrogenase yang menyebabkan tetrazolium formazan berubah menjadi tidak larut air tetapi larut dalam SDS % dan berwarna ungu. Formazan terbentuk berwarna ungu akan proporsional dengan jumlah sel hidup (Pebriana et al., 28). Sel yang mati dilarutkan dalam air dan tetap berwarna kuning karena mitokondria sel-sel yang mati tidak melakukan respirasi sehingga cincin tetrazolium terputus dan tidak dapat menyerap reagen MTT. Karakteristik morfologi sel-sel hidup berbentuk bulat dengan dinding sel yang bersinar dan menempel pada pelat bawah karena terbentuknya kristal formazan (Gambar 9A). Sel yang mati berwarna gelap dan tidak menempel pada plat dasar karena tidak membentuk kristal formazan (Gambar 9B), karena sel yang mati kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan dan memberikan energi bagi fungsi metabolik serta pertumbuhan sel. Morfologi sel setelah penambahan MTT disajikan pada Gambar 9. Setelah penambahan MTT dan diinkubasi selama 4 jam, ditambah SDS dalam HCl %. Alasan penggunaan SDS % karena dapat

3 39 melarutkan kristal formazan dan hasil reaksi MTT tidak menyebabkan pengendapan. Setelah didiamkan semalam, kemudian dibaca menggunakan ELISA Reader untuk menentukan nilai absorbansi. panjang gelombang yang digunakan adalah 55 nm merupakan panjang gelombang maksimum untuk mendapatkan pengukuran yang sensitif dan spesifik (Pebriana et al., 28). Gambar 8. Perubahan MTT menjadi formazan dalam mitokondria sel hidup (Amalia, 28). B B A A Gambar 9. Sel yang hidup membentuk kristal formazan, (A) Sel hidup, (B) Sel mati pada perbesaran kali. Sebelum dilakukan pengujian, sel ditumbuhkan hingga konfluen atau mencapai jumlah yang dibutuhkan yaitu mencapai kerapatan 2x 4. Media kultur yang digunakan adalah media RPMI (Rosewell Park Memorial Institute) 64 karena media ini dapat mendukung pertumbuhan sel dan biasa digunakan untuk

4 4 kultur sel seperti sel HeLa (Freshney, 2). Pada media RPMI 64 juga ditambahkan serum FBS (Fetal Bovine Serum). Serum ini mengandung hormon yang dapat memacu pertumbuhan sel. Komposisi media RPMI 64 disajikan pada Lampiran. Sel yang konfluen ditandai dengan menempelnya sel pada dasar tissue flask. Sel HeLa bersifat semi melekat sehingga untuk melepaskannya memerlukan tripsin yang berfungsi untuk melepaskan interaksi antara molekul glikoprotein dan proteoglikan dengan permukaan tissue flask hingga sel tidak dapat melekat di dasar tissue flask (Doyle dan Griffith, 2). Sebelumnya tripsin telah diberikan PBS (Phospate Buffer Saline) yang berfungsi untuk menghilangkan serum pada media RPMI 64 karena serum ini dapat menghambat kerja tripsin (Freshney, 25). Morfologi sel HeLa terlihat berbentuk agak runcing karena melekat di dasar tissue flask, sedangkan yang telah diberi tripsin terlihat berbentuk bulat karena tidak melekat pada dasar tissue flask yang dapat dilihat pada Gambar. A A (a) (b) Gambar. (a) sel HeLa sebelum diberi tripsin, (b) sel HeLa setelah diberi tripsin pada perbesaran kali. Keterangan: (A) sel hidup. Sel yang sudah dipanen dipindahkan ke dalam conical tube berisi 2 ml media RPMI komplit (FBS, Pens-strep, Fungizon) kemudian disentrifugasi

5 4 dengan kecepatan 34 rpm selama 5 menit. Dilanjutkan perhitungan kerapatan sel hingga mencapai jumlah 2x 4 dengan hemocytometer. A Gambar. Morfologi sel HeLa pada saat perhitungan dengan hemocytometer pada mikroskop cahaya dengan perbesaran kali. Keterangan: (A) sel hidup. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap kematian sel di bawah mikroskop. Hasil pengamatan menunjukkan perbedaan jumlah kematian sel pada setiap perlakuan. Sel yang mati akan terlihat berwarna gelap, karena mengalami lisis sehingga protein dalam plasmanya akan berikatan dengan ekstrak sehingga sel menjadi berwarna gelap dan bentuknya tidak bulat lagi. Sedangkan sel yang hidup akan berbentuk bulat, lebih terang, dan jernih karena tidak mengalami kerusakan pada membran selnya. Morfologi sel HeLa dapat dilihat pada Gambar 2 dan untuk morfologi sel HeLa setiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 2.

6 a b c 2 d 2 2 e Gambar 2. Morfologi sel HeLa setelah penambahan ekstrak pada perbesaran x dengan konsentrasi 2 µg/ml. (a) ektrak etil asetat, (b) ektrak etanol 96%, (c) ekstrak n-heksan, (d) ekstrak kloroform, dan (e) kontrol negatif DMSO. Keterangan: () sel hidup tampak berbentuk bulat jernih dan bercahaya di tengahnya dan (2) sel mati tampak berbentuk bulat dan keruh di tengahnya. Dari pengamatan terlihat bahwa penambahan konsentrasi ekstrak uji menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kematian sel. Jumlah sel hidup pada kontrol negatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel hidup yang ada pada sumuran dengan penambahan konsentrasi ekstrak uji. Kematian sel lebih banyak terlihat pada ekstrak n-heksan, eksrak kloroform, dan ekstrak etil asetat.

7 43 Sedangkan ekstrak etanol 96% terlihat sangat sedikit kematian yang ditimbulkan seperti halnya kontrol negatif yaitu DMSO. Rendahnya aktivitas sitotoksik pada ekstrak etanol 96% kemungkinan disebabkan karena dalam ekstrak tersebut terdapat beragam senyawa baik yang bersifat polar, semi polar, maupun non polar sehingga efek sitotoksiknya saling mempengaruhi (Djajanegara dan Wahyudi, 29). Berdasarkan hasil dari persentase kematian sel (Lampiran 4), dilakukan analisis data dengan kurva regresi linier. Kurva regresi linier dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa nilai R² grafik etil asetat (Gambar 3.a) dan grafik kloroform (Gambar 3.c) mendekati atau tidak kurang dari,6. Hal ini menunjukkan kedekatan hubungan antara konsentrasi ekstrak yang digunakan dengan presentase kematian sel, sehingga dapat diketahui bahwa kematian sel benar-benar disebabkan oleh perlakuan ekstrak. Sedangkan, untuk grafik grafik etanol 96% (Gambar 3.b), ekstrak n-heksan (Gambar 3.c) dan grafik DMSO (Gambar 3.e) nilai R² <,6. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya kedekatan antara ekstrak yang digunakan dengan presentase kematian sel, sehingga dapat diketahui bahwa kematian sel selain disebabkan oleh ekstrak juga disebabkan oleh faktor lain, misalnya fluktuasi dan human error (kesalahan peneliti) (Patel et al., 29).

8 44 mortalitas sel (%) Etil asetat y = 34.8x R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) Etanol 96% y = 8.28x R² = Log Konsentrasi (a) (b) mortalita sel (%) n heksan y = 2.2x R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) Kloroform y = 29.83x R² = Log Konsentrasi (c) (d) mortalitas sel (%) DMSO (e) y = 2.48x R² = Log Konsentrasi Gambar 3. Grafik hubungan antara presentase kematian dengan log konsenstrasi sampel. (a) etil asetat, (b) etanol 96%, (c) n-heksan, (d) kloroform, dan (e) DMSO.

9 45 Nilai LC 5 sel HeLa setelah penambahan ekstrak menunjukkan bahwa eksrak n-heksan memiliki nilai LC 5 paling rendah yaitu,436 µg/ml, kemudian ekstrak etil asetat sebesar,5 µg/ml, ektrak kloroform sebesar 5984,6 µg/ml. Dalam kasus ekstrak etanol 96% fluktuasi lebih banyak terjadi sehingga nilai LC 5 yang diperoleh sebesar 3,467 x 36 µg/ml. Demikian pula pada kontrol negatif DMSO memiliki nilai LC 5 sebesar 2,69 x -5 µg/ml. Seperti pada penelitian Patel et al., (29) yaitu uji sitotoksisitas ekstrak Solanum nigrum terhadap sel Vero dengan nilai LC 5 sebesar 6,862 x 8 karena mengalami banyak fluktuasi. Sel vero merupakan sel monolayer berbentuk poligonal dan pipih yang diisolasi dari sel ginjal monyet hijau afrika oleh Yasumura dan Kawakita di universitas Chiba, Jepang. Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil LC 5 menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak dengan pelarut n- heksan dan etil asetat ini memiliki LC 5 < 3 µg/ml sehingga dapat terlihat bahwa ekstrak daun sirsak memiliki efek sitotoksik dan berpotensi sebagai anti kanker (Meyer et al., 982). Semakin kecil nilai LC 5 menunjukkan potensi senyawa tersebut semakin kuat (Supardjan dan Da i. 25). Pada penelitian Djajanegara dan Wahyudi (29), fraksi kloroform daun srikaya (Annona squamosa) dan fraksi etanol 7% dinyatakan bersifat sitotoksik karena memiliki nilai LC 5 < 3 µg/ml. Fraksi kloroform sebesar 4,5467 µg/ml dan fraksi etanol 7% sebesar 7,6984 µg/ml. Pada penelitian ini, ekstrak n- heksan dan etil asetat daun sirsak memiliki nilai LC 5 < 3 µg/ml sehingga dinyatakan bersifat sitotoksik.

10 46 Pada penelitian Gajalakhsmi et al., (22), menyatakan ekstrak etil asetat daun sirsak (A. muricata L.) terhadap sel U 937 (sel kanker darah/leukemia) bersifat lebih aktif membunuh sel daripada ekstrak n-heksan dan metanol daun sirsak (A. muricata L.). Hal tersebut membuktikan bahwa daun sirsak bersifat sitotoksik untuk sel kanker. Berdasarkan nilai LC 5, dapat dikatakan ekstrak yang memiliki potensi sebagai senyawa antikanker dengan aktivitas sitotoksik terbesar adalah ekstrak n-heksan yang kemudian ekstrak n-heksan akan dilanjutkan untuk proses pemisahan kandungan senyawanya dengan fraksinasi. C. Deteksi Kandungan Senyawa Ekstrak Teraktif Deteksi kromatogram ekstrak n-heksan dengan sinar UV 254 memperlihatkan terjadinya peredaman yang ditandai dengan adanya beberapa zona gelap berlatar belakang flouresensi hijau (Gambar 4 dan 5). Peredaman tersebut menunjukkan adanya kandungan suatu senyawa. Selain itu, deteksi dengan sinar UV 366 memperlihatkan bercak yang berpendar dan berwarna. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang panjang sehingga dapat berpendar pada penyinaran dengan UV gelombang panjang. Deteksi dengan sinar tampak (visibel) menunjukkan beberapa bercak berwarna. Profil KLT ekstrak n-heksan dengan berbagai profil kandungan senyawa dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

11 47 Rf Rf,75,75,5,5,25,25 s st s st s st (a) (b) Rf Rf,75,75,5,5,25,25 s st s st s st (c) (d) Gambar 4. Profil kromatogram ekstrak n-heksan daun sirsak dengan berbagai metode kromatografi lapis tipis untuk masing-masing senyawa. Keterangan: (a) alkaloid, (b) antrakuinon, (c) flavonoid, (d) glikosida. () UV254, (2) UV366, dan (3) sinar visible. (s) sampel, (st) standard.

12 perpustakaan.uns.ac.id 48 Rf Rf,75,75,5,5,25 s st s st s 2 st, (a) s st s st 3 (b) s st Rf Rf,75,75,5,5,25,25 (c) 2 3 (d) Gambar 5. Profil kromatogram ekstrak n-heksan daun sirsak dengan berbagai metode kromatografi lapis tipis untuk masing-masing senyawa. Keterangan: (a) saponin, (b) steroid, (c) tanin, dan (d) terpenoid. () UV254, (2) UV366, dan (3) sinar visibel. (s) sampel, (st) standard.

13 49 Hasil uji KLT ekstrak n-heksan dengan deteksi sinar tampak (visibel) yang telah disemprot dan sinar UV secara spesifik disajikan pada Tabel. Tabel. Hasil uji KLT ekstrak n-heksan hasil ekstraksi dengan berbagai pereaksi semprot (uji). Uji Senyawa Rf Dragendroff KOH etanolik AlCl 3 (a) Alkaloid Ekstrak,56,8 Penampak Bercak (+) UV254 UV366 Sinar visibel /(-) Hijau Hijau Berpendar Berpendar Standard,5 Hijau Berpendar Oranye (b) Antrakuinon Ekstrak (-) (c) Flavonoid Ekstrak,84 Hijau Berpendar Kuning kecoklatan (+) Standard,62 Hijau Berpendar Kuning kecoklatan - - (-) Asam sulfat 3% Anisaldehid asam sulfat Lieberman burchad Feriklorid 5% dalam HCl, N Vanilin sulfat (d) Glikosida Ekstrak,94 Hijau Berpendar Coklat tua (+) (e) Saponin Ekstrak,87 - Berpendar - (-) Standard,56 - Berpendar - (f) Steroid Ekstrak,87,97 Hijau Hijau Berpendar Berpendar (h) Terpenoid Ekstrak.62 Hijau Berpendar Coklat Coklat (g) Tanin Ekstrak Standard,87,97 Abu-abu tua Abu-abu tua Berpendar Berpendar (+) Abu-abu (-) tua Abu-abu tua Merah muda (+)

14 5 Masing-masing senyawa dideteksi menggunakan metode yang berbeda dan pereaksi semprot yang berbeda pula. Berikut keterangan dari masing-masing metode. a. Deteksi senyawa alkaloid Fase gerak yang digunakan untuk mendeteksi alkaloid berupa metanol : amoniak % (:,5 v/v). Pereaksi semprot yang digunakan untuk mendeteksi senyawa ini adalah dragendroff yang merupakan pereaksi semprot untuk mendeteksi keberadaan senyawa yang mengandung basa nitrogen secara umum dan alkaloid. Apabila hasilnya positif, akan menunjukkan bercak berwarna coklat kekuningan setelah disemprot dengan pereaksi semprot dragendroff (Harborne, 987). Pada hasil kromatogram (Gambar 4.a) tidak muncul adanya bercak berwarna coklat kekuningan, sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam ekstrak n-heksan tidak terdapat senyawa golongan alkaloid. b. Deteksi senyawa antrakuinon Fase gerak yang digunakan untuk mendeteksi antrakuinon berupa n-heksan : etil asetat (6:4 v/v). Pereaksi semprot yang digunakan untuk mendeteksi senyawa ini adalah KOH etanolik. Apabila hasilnya positif, akan menunjukkan bercak berwarna semu merah atau merah coklat (Wagner and Bladt, 996). Pada hasil kromatogram (Gambar 4.b) tidak muncul adanya bercak berwarna semu merah atau merah coklat, sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam ekstrak n-heksan tidak terdapat senyawa yang mengandung antrakuinon.

15 5 c. Deteksi senyawa flavonoid Fase gerak yang digunakan untuk mendeteksi flavonoid berupa butanol : asam asetat : air (4 : : 5 v/v). Pereaksi semprot yang digunakan adalah AlCl 3 untuk mendeteksi senyawa ini. Flavonoid akan memberikan warna kuning jika diamati dengan sinar visible (Wagner, 984). Pada hasil kromatogram muncul bercak berwarna kuning dengan harga Rf,84 (Gambar 4.c), sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam ekstrak n-heksan mengandung senyawa golongan flavonoid. Flavonoid yang merupakan senyawa fenolik alam memiliki sifat antioksidan dan berpotensi dalam menghambat pertumbuhan sel kanker melalui mekanisme penghambatan siklus sel, memacu apoptosis, penghambatan angiogenesis, antiproliferatif atau kombinasi dari beberapa mekanisme tersebut. Jenis flavonoid, misalnya genestein dan kuersetin, mampu menghambat aktivitas protein kinase pada daerah pengikatan ATP. Peran dari protein kinase sendiri, yaitu sebagai sinyal pertumbuhan pada sel-sel kanker dan pada jalur antiapoptosis (Meiyanto et al., 27). d. Deteksi senyawa Glikosida Fase gerak yang digunakan untuk mendeteksi glikosida berupa kloroform : metanol (9: v/v). Asam sulfat 3% digunakan untuk mendeteksi senyawa glikosida. Menurut Wagner (984) glikosida akan menimbulkan bercak berwarna coklat tua pada sinar visible. Pada hasil kromatogram muncul bercak berwarna coklat tua dengan harga,94 (Gambar 4.d), sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam ekstrak n-heksan

16 52 mengandung senyawa glikosida. Di dalam tanaman, glikosida tidak lagi diubah menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh lingkungan luar (misalnya terkena panas dan teroksidasi udara). Glikosida menghambat pertumbuhan tumor pada sel limfoid, sel tumor paru manusia, sel tumor serviks, dan melanoma tikus pada kisaran konsentrasi,38,46 mg/ml (Najib, 27). e. Deteksi senyawa saponin Fase gerak yang digunakan untuk mendeteksi saponin berupa kloroform : metanol (95:5 v/v). Pereaksi semprot yang digunakan untuk mendeteksi glikosida adalah anisaldehid asam sulfat. Saponin akan memberikan reaksi positif apabila menimbulkan bercak berwarna biru. Pada hasil kromatogram (Gambar 5.a) tidak menimbulkan bercak berwarna biru, sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam ekstrak n-heksan tidak mengandung senyawa saponin. f. Deteksi senyawa steroid Fase gerak yang digunakan untuk mendeteksi steroid berupa toluene : etil asetat (8:2 v/v). Pereaksi semprot yang digunakan adalah Lieberman Burchad. Apabila hasilnya positif, makaakan menimbulkan berwarna coklat (Wagner, 984). Pada hasil kromatogram (Gambar 5.b) menunjukkan adanya bercak berwarna coklat pada Rf,875 dan,97, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan mengandung senyawa steroid.

17 53 g. Deteksi senyawa tanin Fase gerak yang digunakan untuk mendeteksi tanin berupa etil asetat : asam formiat : asam asetat:air (:::27 v/v). Pereaksi semprot yang digunakan untuk mendeteksi senyawa ini adalah feriklorid 5% dalam HCl, N. Apabila ekstrak ini mengandung tanin, maka akan menunjukkan bercak berwarna abu-abu sampai gelap. Pada hasil kromatogram (Gambar 5.c) menunjukkan tidak adanya bercak berwarna abu-abu sampai gelap, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan tidak mengandung senyawa tanin. h. Deteksi senyawa terpenoid Fase gerak yang digunakan untuk mendeteksi terpenoid berupa toluen : etil asetat (93:7 v/v). Pereaksi semprot yang digunakan adalah vanillin sulfat.apabila hasilnya positif mengandung terpenoid, maka akan menimbulkan bercak berwarna merah muda (Wagner, 984). Pada hasil kromatogram (Gambar 5.d) menunjukkan adanya bercak berwarna merah muda pada Rf,62, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan mengandung senyawa terpenoid. D. Fraksinasi dan Uji Sitotoksisitas Fraksi Fraksinasi dilakukan menggunakan metode Vacuum Liquid Chromatography (VLC). Fraksinasi ini bertujuan untuk dapat mengeliminir senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki dan dapat diperoleh konsentrasi senyawa aktif yang lebih tinggi. Metode ini mempunyai keuntungan bekerja

18 54 sangat cepat, sederhana dan dapat digunakan secara luas. Selain itu pemisahan dengan metode ini efisien dalam waktu, banyaknya adsorben dan volume solven yang digunakan (Dewi dkk., 29). Ekstrak n-heksan sebagai ekstrak aktif selanjutnya difraksinasi untuk memisahkan kandungan senyawa-senyawa di dalamnya berdasarkan polaritasnya (Dewi dkk.,29). Ekstrak n-heksan (,2 gram) dicampurkan dengan silika gel 6 PF 254 sehingga menjadi serbuk ( gram). Ekstrak tersebut dielusi dengan komposisi pelarut berdasarkan gradien polaritas, dimulai dengan gradien yang kepolarannya rendah kemudian tingkat kepolaran dinaikkan perlahan-lahan. Pemisahan dengan fraksinasi menghasilkan sebelas fraksi yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Fase gerak yang digunakan dalam fraksinasi ekstrak n-heksan daun sirsak dengan metode VLC dan berat kering fraksi yang diperoleh. Fraksi Fase gerak Berat kering yang diperoleh (mg) n-heksan % 4,3 2 n-heksan : etil asetat (9:) (v/v) 49,5 3 n-heksan: etil asetat (8:2) (v/v) 43, 4 n-heksan : etil asetat (7:3) (v/v) 448,5 5 n-heksan : etil asetat (6:4) (v/v) 63,8 6 n-heksan : etil asetat (5:5) (v/v) 29, 7 n-heksan : etil asetat (4:6) (v/v) 5,4 8 n-heksan : etil asetat (3:7) (v/v) 35,3 9 n-heksan : etil asetat (2:8) (v/v) 9,7 n-heksan : etil asetat (:9) (v/v) 24,6 etil asetat % 8,3

19 55 Kesebelas fraksi yang diperoleh kemudian dianalisis dengan KLT untuk kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan kesamaan profil. Fase gerak yang digunakan adalah n-heksan : etil asetat (7:3 (v/v) yang dapat memberikan pemisahan yang cukup baik terhadap fraksi larut etil asetat. Profil kandungan kimia dideteksi dengan menggunakan sinar UV 254, sinar UV 366, dan secara visible. Berdasarkan profil kandungan kimia pada gambar 6, fraksi-fraksi tersebut tidak memiliki profil KLT yang sama, sedangkan untuk fraksi,, dan tidak tampak adanya spot atau bercak sehingga tidak diikutkan dalam uji sitotoksisitas untuk fraksi. Hal ini dikarenakan fraksi dimungkinkan masih murni n-heksan sehingga tidak menimbulkan bercak, sedangkan fraksi dan dimungkinkan sudah terlarut dengan etil asetat sehingga tidak menimbulkan bercak. Dari hasil KLT tersebut, maka F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, dan F9 di uji sitotoksik sehingga menjadi F, F2, F3, F4, F5, F6, F7, dan F8.

20 56 R f,75, (a) (b) R f,2 5,75, (c) (d),2 5 Gambar 6. Profil kromatogram penggabungan fraksi hasil fraksinasi dari ekstrak n-heksan daun sirsak dengan (a) UV 254, (b) UV 366, (c) Lieberman burchad, (d) vanillin sulfat. Fase diam : Silika gel 6 GF 254 Fase gerak : n-heksan:etil asetat 7:3 (v/v) Jarak pengembangan : 8 cm Keterangan : Fraksi = fraksi larut n-heksan % Fraksi 2 = fraksi larut n-heksan:etil asetat (9:) (v/v) Fraksi 3 = fraksi larut n-heksan:etil asetat (8:2) (v/v) Fraksi 4 = fraksi larut n-heksan:etil asetat (7:3) (v/v) Fraksi 5 = fraksi larut n-heksan:etil asetat (6:4) (v/v) Fraksi 6 = fraksi larut n-heksan:etil asetat (5:5) (v/v) Fraksi 7 = fraksi larut n-heksan:etil asetat (4:6) (v/v) Fraksi 8 = fraksi larut n-heksan:etil asetat (3:7) (v/v) Fraksi 9 = fraksi larut n-heksan:etil asetat (2:8) (v/v) Fraksi = fraksi larut n-heksan:etil asetat (:9) (v/v) Fraksi = fraksi larut etil asetat %

21 57 Selanjutnya, fraksi aktif tersebut diuji sitotoksik terhadap sel HeLa untuk mengetahui fraksi yang paling sitotoksik dan berpotensi sebagai antikanker. Metode yang digunakan untuk uji sitotoksik fraksi sama dengan uji sitotoksik pada ekstrak yaitu dengan menggunakan metode MTT Assay. Hasil uji sitotoksisitas masing-masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 3.

22 58 Tabel 3. Hasil uji sitotoksisitas fraksi aktif (F - F4) daun sirsak terhadap sel HeLa dan nilai LC 5. Konsentrasi (µg/ml) Presentase kematian (%) F F2 F3 F4 5,625 3,32 2,654 4,735 48,988 3,25 26,94 9,67 39,926 45,232 62,5 3,65 28,929 39,447 2, ,462 28,33 3,229 22, ,55 2,274 23,34 55, ,45 8,286 74,32 99,82 6,923 5,398 4,235, ,582 3,83 2,657 2,6 LC ,2 2,359 5,29 4,98 Tabel 4. Hasil uji sitotoksisitas fraksi aktif (F5 - F8 dan DMSO) daun sirsak terhadap sel HeLa. Konsentrasi (µg/ml) Presentase kematian (%) F5 F6 F7 F8 DMSO 5,625 44,465 7,435 39,823 5,95 46,475 3,25 47,787 46,774 47,7 45,743 4,4 62,5 45,64 39,482 49,54 47,577 44, ,472 5,247 79,982 8,94 4, ,735 99,699 99,725 2,58 4,27 5,749,74 2,399,694 43,329 2,643 4,552 3,94 2,23 38, ,42 3,754 2,43 2,5 35,893 LC 5 2,667,687,957, ,857

23 59 Berdasarkan data tabel di atas dapat diketahui bahwa fraksi yang bersifat sitotoksik yaitu antara fraksi 6, fraksi 7, dan fraksi 8 yang menunjukkan nilai ratarata kematian terbesar (Tabel 3). Nilai presentase kematian ketiga fraksi ini tidak jauh berbeda, hal ini dimungkinkan karena ketiga fraksi ini mempunyai kesamaan kandungan senyawa yang dapat menghambat kematian sel kanker. Seperti terlihat pada Gambar 6, bahwa fraksi 7, 8, dam 9 memiliki kemiripan profil senyawa kimia yang tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata presentase kematian setiap fraksi yang diperoleh kemudian dibuat kurva regresi linier untuk menghitung nilai LC 5. Kurva regresi linier dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. mortalitas sel (%) F y = 9.67x R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) F2 y = 26.7x R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) F3 y = 33.72x 8.94 R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) F4 y = 36.5x 2.26 R² = Log Konsentrasi Gambar 7. Grafik hubungan antara presentase kematian dengan log konsenstrasi fraksi aktif (F - F4) daun sirsak (A. muricata L.).

24 6 mortalitas sel (%) F5 y = 34.76x R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) F6 y = 29.95x R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) F7 y = 32.74x R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) F8 y = 32.75x R² = Log Konsentrasi mortalitas sel (%) DMSO y = 3.232x R² = Log Konsentrasi Gambar 8. Grafik hubungan antara presentase kematian dengan log konsenstrasi fraksi aktif (F5 F8 dan DMSO) daun sirsak (A. muricata L.) Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai R² grafik mendekati atau tidak kurang dari,6. Hal ini menunjukkan kedekatan hubungan antara konsentrasi ekstrak yang digunakan dengan presentase kematian sel, sehingga dapat diketahui bahwa kematian sel benar-benar disebabkan oleh perlakuan ekstrak (AOAC,

25 6 22). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai LC 5 daun sirsak < 3 µg/ml (Tabel 3) sehingga dapat terlihat bahwa ekstrak daun sirsak memiliki efek sitotoksik dan berpotensi sebagai anti kanker (Meyer et al., 982). Perhitungan lengkap LC 5 dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan perhitungan LC 5 fraksi yang memiliki aktivitas sitotoksik terbesar adalah F6 dengan nilai LC 5 sebesar,687 µg/ml. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak etanol dari daun sirsak (A. muricata L.) memiliki aktivitas sitotoksik dalam cell line kanker payudara T47D dengan IC 5 sebesar 7,49 mg/ml dan dapat menginduksi apoptosis. Fraksi etil asetat memiliki potensi terbaik dari sitotoksik diantara fraksi lainnya terhadap cell lines dari kanker payudara T47D dengan nilai IC 5 adalah 3,268 mg/ml (Rachmani et al., 22). Pada penelitian ini, menggunakan sampel yang sama dengan pelarut yang berbeda terbukti memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu menggunakan sel HeLa. Pada penelitian Aziza (2) menyatakan bahwa fraksi buah kuning memiliki aktivitas sitotoksik karena memiliki nilai LC 5 < 3 µg/ml. Nilai LC 5 untuk F A (ekstrak wash benzene : eter) sebesar,72 µg/ml, F B (ekstrak wash benzene : etil asetat) sebesar,76 µg/ml, dan Fc (ekstrak metanol) sebesar,35 µg/ml. Senyawa yang terdapat dari daun sirsak, dapat menembus membran sel melalui beberapa mekanisme transport, antara lain difusi pasif, transport terfasilitasi, transport aktif, dan endositosis. Sifat-sifat senyawa yang dapat menembus membran sel secara difusi pasif yaitu relatif larut dalam lemak, ukuran

26 62 partikelnya kecil dan relatif tidak terionisasi. Lemak merupakan senyawa nonpolar sehigga senyawa yang dapat larut dalam lemak juga merupakan senyawa nonpolar (Priyanto, 29). Ekstrak n-heksan yang bersifat nonpolar terbukti merupakan ekstrak yang paling aktif untuk menghambat sel kanker, sehingga dapat diperkirakan ekstrak menembus membran sel melalui difusi pasif. Setelah senyawa menembus membran sel, senyawa tersebut akan mampu mencapai sitoplasma dan menuju organel target. Struktur utama membran sel terdiri dari phospholipids bi layer, yaitu fosfat sebagai kepala yang bersifat polar dan asam lemak sebagai ekor yang bersifat nonpolar. Adanya perbedaan polaritas menyebabkan membran sel bersifat selektif permeabel sehingga hanya dapat dilewati senyawa tertentu (Rahman et al., 2). Senyawa obat yang telah melewati membran sel kemudian masuk ke sitoplasma dan berinteraksi dengan sel kanker yang menyebabkan kematian sel. Kematian sel dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis ditandai dengan munculnya badan-badan apoptosis pada pengamatan dengan metode imunohistokimia. Nekrosis merupakan proses kerusakan sel yang ditandai dengan bertambahnya volume sel dan biasanya diikuti respon inflamasi (Nursid et al., 26). E. Deteksi Kandungan Senyawa Fraksi Teraktif Berikut adalah hasil deteksi kandungan senyawa fraksi teraktif dengan metode KLT. Profil KLT ekstrak n-heksan dengan berbagai profil kandungan senyawa dapat dilihat pada Gambar 9.

27 perpustakaan.uns.ac.id 63 Rf Rf,75,75,5,5,25,25 Rf UV366 UV254,75,5, Gambar 9. Profil kromatogram fraksi 6 daun sirsak dengan berbagai pereaksi semprot. Keterangan: () dragendroff, (2) KOH etanolik, (3) AlCl3, (4) asam sulfat 3%, (5) anisaldehid asam sulfat, (6) Lieberman burchad, (7) Feriklorid 5% dalam HCl, N, dan (8) Vanilin sulfat. Fase diam : Silika gel 6 GF254 Fase gerak : n-heksana:etil asetat 7:3 (v/v) Jarak pengembangan : 8 cm Hasil uji KLT fraksi 6 dengan deteksi sinar tampak (visibel) yang telah disemprot dan sinar UV secara spesifik disajikan pada Tabel 5.

28 64 Tabel 5. Hasil uji KLT fraksi teraktif ( 4) dengan berbagai pereaksi semprot. Rf Penampak Bercak UV 254 UV ,37 Peredaman berpendar Coklat (-) - Coklat (-) Coklat (-),47 Hijau Berpendar - Coklat (-) - -,75 Peredaman Berpendar ,87 Peredaman Berpendar ,94 Peredaman Berpendar Tabel 6. Hasil uji KLT fraksi teraktif (5 6) dengan berbagai pereaksi semprot Rf Penampak Bercak UV 254 UV ,37 Peredaman berpendar ,47 Hijau Berpendar , Coklat (+) - -, Coklat (+) - Merah muda (+),75 Peredaman Berpendar ,87 Peredaman Berpendar ,94 Peredaman Berpendar - - -, Merah muda (+) Merah muda (+) Keterangan: () dragendroff, (2) KOH etanolik, (3) AlCl 3, (4) asam sulfat 3%, (5) anisaldehid asam sulfat, (6) Lieberman burchad, (7) Feriklorid 5% dalam HCl, N, dan (8) Vanilin sulfat.

29 65 Hasil dari KLT menunjukkan bahwa F6 memiliki kandungan senyawa steroid karena pada Gambar 2.6 terlihat adanya bercak berwarna coklat pada Rf,59 dan,72. Menurut Wagner (984), suatu sampel dinyatakan positif memiliki senyawa steroid apabila hasil kromatogramnya menampakkan bercak berwarna coklat. Selain steroid, F6 juga terdeteksi adanya kandungan senyawa terpenoid karena terlihat adanya bercak berwarna merah muda pada Rf,72,,94, dan,97 (Gambar 2.8). Menurut Wagner and Bladt (996), terpenoid akan memberikan warna merah muda apabila diamati pada sinar visible. Senyawa terpenoid dapat pula memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang spindle pada fase mitosis sehingga proses mitosis dapat terhambat. Terpenoid juga dapat memicu apoptosis melalui mekanisme inhibisi enzim topoisomerase (Sugianto dkk., 23). Salah satu golongan terpenoid yaitu monoterpen, dilaporkan memiliki aktivitas antitumor, salah satu diantaranya yaitu limonene. Senyawa ini mempunyai kemampuan kemoprevensi pada beberapa tipe sel kanker. Mekanisme aksi dari monoterpenoid yaitu dengan cara memblok dan menekan aktivitas antitumor (Crowell, 999). Contoh lainnya seperti taxol yang merupakan senyawa golongan diterpen dari tanaman Taxus brevifolia yang telah digunakan secara luas untuk pengobatan kanker serviks dan kanker payudara. Mekanisme aksi antikanker taxol yaitu dengan cara menstabilkan tubulin sehingga mencegah terjadinya pembelahan sel (Artanti et al., 25). Taxol diketahui dapat menghambat mitosis dengan cara menyebabkan kerusakan pada mikrotubul, karena menghalangi terbentuknya mikrotubul sehingga akan terjadi pengeblokan pada proses mitosis (Lesney,

30 66 24). Steroid bekerja dengan menghambat kerja enzim DNA topoisomerasie. Enzim itu berperan dalam proses replikasi dan proliferasi sel kanker (Harfia, 26). Beberapa literatur menyebutkan bahwa kandungan acetogenins dalam Annona muricata memiliki efek kuratif terhadap sel kanker melalui mekanisme inhibisi kompleks I mitokondria yang akan mengganggu proses transfer elektron. Inhibisi kompleks I mitokondria oleh Acetogenins akan menyebabkan menurunnya produksi ATP. Penurunan jumlah ATP tersebut justru akan menginduksi terjadinya apoptosis (Bri ere et al., 29; Apte et al., 29). Selain itu hipoksia akibat penurunan produksi ATP juga dapat mengaktifkan p53, suatu tumor supressor genes, yang menyebabkan terhentinya siklus sel pada fase G sehingga dapat mencegah proliferasi sel yang berlebihan (Gonzalez et al., 29).

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 6 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman uji dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UMS dengan cara mencocokkan tanaman pada kunci-kunci determinasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN. iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv HALAMAN DEKLARASI.... v KATA PENGANTAR.... vi DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa Uji sitotoksisitas senyawa aktif golongan poliketida daun sirsak (A. muricata L.) terhadap sel HeLa dilakukan

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ADI CHRISTANTO K 100 080 030 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: YENNIE RIMBAWAN PUJAYANTHI K 100 080 203 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ITSNA FAJARWATI K100 100 031 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA Nurshalati Tahar 1, Haeria 2, Hamdana 3 Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada ektrak etanol jamur tiram dan kulit rambutan yang ditunjukkan dengan nilai IC 50 serta untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat sebagai obat. Banyak tanaman yang terdapat di alam selalu digunakan sebagai obat, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : -

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : - Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC Paraf Nama Sendy Junedi Adam Hermawan Muthi Ikawati Edy Meiyanto Tanggal

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 7 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Dyaningtyas Dewi PP Rifki Febriansah Adam Hermawan Edy Meiyanto Tanggal 20

Lebih terperinci

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009 Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Herwandhani Putri Edy Meiyanto Tanggal 23 April 2013 PROTOKOL UJI SITOTOKSIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bioaktivitas Ekstrak Kasar Kayu Teras Suren Contoh uji yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari Desa Cibadak, Sukabumi. Sampel daun dikirim ke Herbarium Bogoriense,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam spons Clathria (Thalysias) sp,

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam spons Clathria (Thalysias) sp, 45 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker

Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker Kode/ Nama Rumpun Ilmu : 404/Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker TIM PENGUSUL Dr.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons 96 97 98 Lampiran 2. Pembuatan Larutan untuk Uji Toksisitas terhadap Larva Artemia salina Leach A. Membuat Larutan Stok Diambil 20 mg sampel kemudian dilarutkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 2 Gambar tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 3 Gambar buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP SEL HELA SECARA IN VITRO DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA FRAKSI TERAKTIF.

UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP SEL HELA SECARA IN VITRO DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA FRAKSI TERAKTIF. UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP SEL HELA SECARA IN VITRO DAN PROFIL KANDUNGAN KIMIA FRAKSI TERAKTIF Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Analisis Komponen Kimia dan Uji KLT Bioautografi Fungi Endofit dari Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker Lampiran. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Pereaksi pendeteksi Flavonoid Pereaksi NaOH 0% Sebanyak 0 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi, sedangkan penelitian eksperimental meliputi uji toksisitas dan

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi, sedangkan penelitian eksperimental meliputi uji toksisitas dan 42 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu: deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) Gloria Sindora 1*, Andi Hairil Allimudin 1, Harlia 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Cucurbita moschata Duch Poir) yang diperoleh dari Salatiga, Jawa Tengah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Cucurbita moschata Duch Poir) yang diperoleh dari Salatiga, Jawa Tengah. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel 1. Pengumpulan dan Penyiapan Bahan Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah biji labu kuning (Cucurbita moschata Duch Poir) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan sampel Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam keadaan basah yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. Kulit buah naga merah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST)

UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST) UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST) Oleh: FRANSISCHA GALUH KARTIKASARI 15060002 Dosen Pembimbing: Awik Puji Dyah Nurhayati S.Si, M.Si Drs. Agus Wahyudi

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

memiliki IC50 sebesar 760,55 ppm

memiliki IC50 sebesar 760,55 ppm ISOLASI ANTIOKSIDAN EKSTRAK menghambat METANOLIK peroksida lipid pada makanan DAUN SIRSAK (Annona (Subeki,1998). muricata L.) Rianes membuktikan adanya Selpida Handayani, Abd.Malik, aktivitas Asril anti

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama), autoklaf konvensional,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL BAB III PERCOBAAN DAN HASIL III.1 Alat dan Bahan Isolasi senyawa metabolit sekunder dari serbuk kulit akar dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut MeOH pada suhu kamar (maserasi). Pemisahan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Rimpang temu putih yang sudah dipotong kecil-kecil didestilasi dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Rimpang temu putih yang sudah dipotong kecil-kecil didestilasi dengan 40 BAB VI PEMBAASAN 6.1 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi Uap Rimpang temu putih yang sudah dipotong kecil-kecil didestilasi dengan menggunakan destilasi uap. Pemotongan sampel dengan ukuran kecil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Terhadap Konfluenitas Sel Hepar Baby Hamster yang Diinduksi DMBA (7,12-Dimetilbenz(α)antracene) Berdasarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Uji fitokimia kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) Pada uji fitokimia terhadap kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) memberikan hasil positif terhadap alkaloid,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu pada bulan Januari Juli 2014, bertempat di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 %

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI

SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI SATUUJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL AKAR, KULIT BATANG, DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI Oleh: NUR ERVIA RAHMAWATI K100140054 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) Hindra Rahmawati 1*, dan Bustanussalam 2 1Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paku di dunia (Jones dan Luchsinger, 1987; Sastrapradja, 1980 dalam Susilawati,

BAB I PENDAHULUAN. paku di dunia (Jones dan Luchsinger, 1987; Sastrapradja, 1980 dalam Susilawati, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu divisi tumbuhan yang menjadi kekayaan sumber daya alam Indonesia. Diperkirakan terdapat 1.300 spesies yang tumbuh di

Lebih terperinci

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil uji pendahuluan Setelah dilakukan uji kandungan kimia, diperoleh hasil bahwa tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa positif mengandung senyawa alkaloid,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 6. Tumbuhan suruhan (Peperomia pellucida H.B.&K.) Lampiran 3 Gambar 7. Herba suruhan (peperomiae pellucidae herba) Lampiran 4 Gambar 8. Simplisia herba suruhan (Peperomiae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo. Sebanyak 1 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam vial yang berisi air laut. Setelah itu, masing-masing vial ditambahkan larutan ekstrak (metanol 7% dan etanol 7%) dari ekstrak S. arvensis dan C. roseus,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

3 Percobaan dan Hasil

3 Percobaan dan Hasil 3 Percobaan dan Hasil 3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci

Lampiran 3. Identifikasi golongan senyawa metabolit sekunder dari miselium dan filtrat kultur empat isolat L. edodes

Lampiran 3. Identifikasi golongan senyawa metabolit sekunder dari miselium dan filtrat kultur empat isolat L. edodes Lampiran 3. Identifikasi golongan senyawa metabolit sekunder dari miselium dan filtrat kultur empat isolat L. edodes a. Uji alkaloid Uji alkaloid dengan teknik KLT dilakukan dengan menggunakan fase diam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) dan Umbi Bawang Sabrang (Eleutherinae

Lebih terperinci

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3 3-ekstraksi 21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Identifikasi 1 : Wantong 2 : Flu Tulang 3 : Remurat 4. 2. Uji 4.2.1 Uji Reaksi Warna Hasil uji reaksi warna terhadap metampiron jamu 1, jamu 2 dan jamu 3 dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia, Jack) TERHADAP PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN SEL MIELOMA Nina Salamah Disampaikan dalam seminar Nasional PERHIPBA Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci