BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul
|
|
- Sudomo Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kimia Pupuk 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul Analisis pupuk dilakukan untuk mengetahui kandungan C organik, N, P, K dan C/N ratio yang terkandung di dalam campuran bahan pembuatan pupuk kulit talas kimpul sebelum perlakuan dan pupuk kulit talas kimpul setelah perlakuan. Sebelum dilakukan pengujian kualitas pupuk kulit talas kimpul, terlebih dahulu dilakukan pengujian mengenai kandungan kulit talas kimpul meliputi kandungan karbohidrat berupa gula total dan pati. Data disajikan dalam bentuk kuantitatif pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat pada Berat Basah 100 gram Kulit Talas Kimpul No Macam Analisis Hasil Analisa Ulangan 1 Ulangan 2 1. Gula total 2,502 2, Pati 9,874 9,664 Sumber : Analisis Data Primer Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, kandungan pati dan gula total dari kulit talas kimpul cukup tinggi. Hal ini yang menjadi dasar bahwa kulit talas kimpul dapat dijadikan bahan pembuatan kompos karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk mikroba dalam melakukan perombakan bahan organik. Analisis karbohidrat dilakukan karena kandungan karbohidrat umbi talas (Tabel 1) terbesar setelah air yaitu sebesar 28.66%. Analisis karbohidrat 48
2 kulit talas didekati dengan menganalisis gula total dan pati. Menururt Yulipriyanto (2005: 91), karbohidrat merupakan nutrisi paling dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam perombakan energi yang diperlukan untuk dekomposisi bahan organik. Karbohidrat adalah jenis bahan kimia utama yang ditemukan dalam bahan kompos konvensional. Secara kimia molekul-molekul tersusun oleh tiga unsur dasar yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Pemecahan secara kimiawi jenis jenis molekul ini pada pengomposan adalah sebagai berikut : Karbohidrat gula sederhana asam-asam organik CO2+protoplasma bakteri (Yulipriyanto,2005: 91). C 6 H 12 O 6 +6O 2 6CO 2 +6H 2 O. 2. Hasil Analisis Pupuk Sesudah dan Sebelum Perlakuan Uji pengaruh penambahan EM4 pada pembuatan pupuk kulit talas mencakup 4 taraf perlakuan konsentrasi EM4 yaitu 0%,4%,6% dan 8% dengan masing-masing perlakuan dinotasikan sebagai P0, P1, P2 dan P3 dan masing-masing dilakukan sebanyak 3 ulangan total ada 12 perlakuan. Hasil analisis kimia pupuk sebelum dan sesudah perlakuan disajikan dalam Tabel 4 berikut ini. 49
3 Tabel 4. Tabel Analisis Pupuk Sebelum dan Sesudah Perlakuan Kode Bahan pupuk sebelum perlakuan Pupuk setelah perlakuan Perlakuan C organik % N tersedia % P tersedia % K tersedia % C/N ratio - 42,18 1,20 0,20 1,07 35,15 P0 39,99 1,43 0,29 1,84 27,94 P1 36,68 1,40 0,23 2,02 26,12 P2 38,89 1,38 0,21 1,87 28,15 P3 40,36 1,56 0,25 1,74 25,79 Min Standar SNI 32 0,40 Sumber : Analisis data primer Min 0,10 Min 0, Apabila dibandingkan dengan Tabel 6 mengenai standar kualitas kompos menurut SNI :6 (hal 28), kandungan C organik sangat tinggi yaitu di atas nilai maksimum (> 32%), kandungan N total diatas nilai minimum (>0,40%), P total diatas nilai minimum (> 0,10%), K total diatas nilai minimum (>0,20%) sedangkan C/N ratio di atas nilai maksimum (>20). Hasil yang didapat setelah perlakuan menggunakan aktivator EM4 maka hasil yang didapat adalah nilai karbon / C organik cenderung turun berkisar (> 32%) namun masih dalam kategori sangat tinggi karena melampui ambang batas maksimal, kandungan nitrogen total cenderung naik antara 1,38-1,56 (> min 0,40 %), kandungan phospor total cenderung naik antara 0,21-0,29 (>min 0,10%), Kandungan kalium total cenderung naik antara 1,74-2,02 (> min 0,20 %) dan kandungan C/N ratio turun antara 25,79-28,15 (> mak 20) dan masih dalam kategori sangat tinggi. Nilai C yang terendah terdapat pada perlakuan P1 dengan kriteria sangat tinggi sebesar 36,68%. 50
4 Nilai N terendah pada perlakuan P2 dengan kriteria tinggi sebesar 1,38%. Nilai P terendah pada perlakuan P2 dengan kriteria tinggi sebesar 0,21%. Nilai K yang terendah pada perlakuan P3 dengan kriteria tinggi sebesar 1,74%. Nilai C/N ratio terendah mendekati nilai maksimum SNI pada perlakuan P3 dengan kriteria sangat tinggi sebesar 25,79. Hal ini membuktikan bahwa hasil kandungan C, N, P, K dan C/N ratio tidak menunjukkan hasil yang linear antar perlakuan. Perlakuan menggunakan EM4 tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan unsur hara. Fungsi dari EM4 dalam perlakuan hanya mempercepat proses pengomposan dengan mendegradasi bahan kompos. Semakin besar EM4 maka perombakan bahan juga semakin cepat. Dari Tabel 4, dapat diketahui nilai-nilai kandungan unsur hara yang dihasilkan dari pengomposan limbah kulit talas yang mendekati standar untuk perlakuan P3 dengan penambahan EM4 sebesar 8 %. Hal ini dilihat dari nilai C/N ratio yang mendekati ambang maksimum sebesar 25,79 dan kandungan N, P, K yang melebihi ambang minimum masing-masing sebesar 1,56%. 0,25%, dan 1,74%. Namun, untuk nilai C organik masih cenderung sanggat tinggi karena melebihi ambang maksimum yaitu sebesar 40,36%. Nilai C yang tinggi juga akan mempengaruhi nilai C/N ratio. 3. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai Karbon Berdasarkan hasil analisis, data pengaruh penambahan EM4 terhadap 51
5 Persentase nilai karbon disajikan dalam Gambar 5 berikut ini P0 (0%) P1 (4%) P2 (6%) P3 (8%) Konsentrasi EM4 sebelum perlakuan sesudah perlakuan Gambar 5. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Karbon Pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul Jika dilihat pada Gambar 5, apabila di bandingkan dengan sebelum perlakuan menggunakan EM4 nilai C-organik menunjukkan penurunan setelah adanya penambahan EM4. Penurunan ini dipengaruhi karena adanya penggunaan karbon sebagai sumber energi dengan membebaskan CO 2, sehingga kandungan karbon semakin lama semakin berkurang. Setiap penambahan EM4 nilai C organik dari perlakuan P1, P2, P3 menunjukkan kenaikan. Kandungan C organik tertinggi pada perlakuan P3 dengan presentase 40,36%. Hal ini sesuai dengan pendapat Graha., dkk (2015: 143) yang menyatakan bahwa seiring penambahan konsentrasi EM4 cenderung menaikkan nilai C-organik pada hasil pengomposan Peningkatan nilai karbon yang tinggi dikarenakan adanya tambahan dari bulking agent dalam pengomposan yang memiliki nilai karbon tinggi. Hal ini juga dijelaskan Graha., dkk (2015: 143) bahwa bulking agent juga berpengaruh tehadap 52
6 Persentase peningkatan kandungan karbon di dalam kompos. Penghitungan unsur C penting dilakukan karena menurut Yulipriyanto, (2005: 91) unsur karbon (C) merupakan penyusun dari karbohidrat bersama dengan unsur hidrogen (H) dan O (Oksigen). Karbohidrat merupakan jenis bahan utama yang ditemukan dalam bahan pengomposan yang merupakan sumber energi dan membantu dalam pembentukan sel tanaman. Dalam hal ini nilai C-organik harus sesuai karena mempengaruhi kegiatan perombakan yang dilakukan oleh mikroorganisme. 4. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai Nitrogen Selain unsur hara karbon, data nilai unsur hara nitrogen baik sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan EM4 disajikan dalam Gambar 6 berikut P0(0%) P1(4%) P2(6%) P3(8%) Konsentrasi EM4 sebelum perlakuan setelah perlakuan Gambar 6. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nitrogen pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul Jika di lihat pada Gambar 6, kandungan nitrogen setelah perlakuan cenderung naik dan melebihi batas minimal yang sudah ditetapkan SNI. 53
7 Persentase kandungan N tertinggi terdapat pada perlakuan P3 dan yang terendah pada perlakuan P2. Penambahan EM4 dalam proses pengomposan cenderung menaikkan kandungan nitrogen. Menurut Graha., dkk (2015: 144), EM4 merupakan bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang bermanfaat dalam proses peningkatan nitrogen. Namun, pada P2 cenderung mengalami penurunan nilai nitrogen. Penurunan nilai pada nitrogen ini menurut Zaman, Badrus dan Sutrisno Endro (2007: 6) terjadi karena pada awal proses terjadi penguraian senyawa organik kompleks menjadi asam organik sederhana yang dilanjutkan dengan penguraian bahan organik yang mengandung nitrogen. Dari hasil penguraian ini dibebaskan amonia. Amonia yang terbebaskan dari penguraian ini akan segera mengalami nitrifikasi yakni pertama tama diubah menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas, dan nitrit diubah ke bentuk nitrat oleh bakteri Nitrobakter kemudian nitrat hilang karena pencucian atau oleh karena bakteri denitrifikasi. Pengukuran unsur N penting dilakukan karena nitrogen dibutuhkan tanaman untuk membentuk sel terutama dalam perkembangan jaringan meristem pada bagian daun dan pucuk sehingga dalam hal ini N sangat( Hanafiah, 2005: ). 5. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai Phospor Hasil pengaruh penambahan EM4 baik sebelum dan sesudah 54
8 Persentase perlakuan disajikan dalam Gambar 7 berikut ini P0 (0%) P1 (4%) P2 (6%) P3 (8%) Konsentrasi EM4 sebelum perlakuan setelah perlakuan Gambar 7. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Phospor pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul Jika dilihat Gambar 7, persentase kandungan fosfor cenderung naik setelah perlakuan. Unsur hara P pada perlakuan yang menggunakan EM4 cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol atau tanpa EM4. Presentase tertinggi pada perlakuan P0 dan terendah pada perlakuan P2. Namun, jika dibandingan dengan antar perlakuan menggunakan EM4, perlakuan P3 lebih tinggi dibandingkan dengan P1 dan P2. Menurut Kesumaningwati (2014: 3), ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh ph. ph yang basa (alkalis) maka ion HPO 2-4 yang lebih dominan, bila masam 2- maka ion H 2 PO 4 - yang lebih dominan. Dalam penelitian ini, ion HPO 4 lebih dominan karena ph diatas 6. Unsur hara P pada perlakuan menggunakan EM4 cenderung lebih rendah, hal ini dikarenakan EM4 cenderung masam sehingga mempengaruhi unsur P yang ada di dalamnya. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Dwicaksono., dkk (2014: 10), 55
9 perlakuan menggunakan EM4 cenderung lebih rendah dibandingkan dengan P0 atau kontrol. Namun jika dibandingan dengan antar perlakuan menggunakan EM4. Kandungan unsur P tertinggi pada perlakuan yang menggunakan konsentrasi EM4 tertinggi. Pengukuran unsur Fosfor (P) penting dilakukan karena termasuk unsur hara makro esensial yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman walaupun kandungannya di dalam tanah lebih rendah dibanding nitrogen (N), kalium (K), dan kalsium (Ca). Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Fosfor diserap dalam bentuk orthopospate primer (H 2 PO - 4 ) apabila ph cenderung masam dan orthopospate sekunder (HPO 2-4 ) apabila ph cenderung alkalis (basa) (Hanafiah, 2005:288). 6. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai Kalium Berdasarkan hasil analisis unsur hara pupuk baik sebelum dan sesudah perlakuan, berikut disajikan gambar grafik pengaruh penambahan EM4 terhadap nilai kalium pada Gambar 8. 56
10 Persentase sebelum perlakuan setelah perlakuan 0 P0 (0%) P1 (4%) P2 (6%) P3 (8%) Konsentrasi EM4 Gambar 8. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Kalium pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul Dari Gambar 8, terlihat bahwa setelah perlakuan menggunakan EM4 persentase kandungan kalium meningkat namun menunjukkan penurunan setiap penambahan konsentrasi EM4. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur., dkk (2016: 11) yang menyatakan bahwa, unsur K akan dimanfaatkan oleh mikroba dalam proses dekomposisi sehingga semakin banyak EM4 yang di tambahkan maka akan semakin banyak pemanfaatan K oleh mikroba. Pengukuran unsur K penting dilakukan karena kalium merupakan unsur makro terbesar setelah N yang paling banyak diserap tanaman. Di samping itu kalium juga berfungsi dalam mekanisme fotosintesis, trsanslokasi karbohidrat, sehingga mempercepat penebalan dindingdinding sel dan ketegaran tangkai bunga bunga/buah/cabang ( Hanafiah, 2005: ). 57
11 Persentase 7. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai C/N ratio Setelah mengetahui hasil analisis karbon dan nitrogen, kemudian dilanjutkan analisis untuk mengetahui nilai C/N ratio. Hasil pengaruh penambahan EM4 terhadap nilai C/N ratio disajikan dalam Gambar 9 berikut ini P0 (0%) P1(4%) P2 (6%) P3 (8%) Konsentrasi EM4 sebelum perlakuan setelah perlakuan Gambar 9. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap C/N ratio pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul Dari Gambar 9 terlihat bahwa nilai terendah C/N ratio pada perlakuan P3 dan yang tertinggi sebesar pada perlakuan P2. Apabila dibandingkan dengan SNI, nilai C/N ratio untuk semua perlakuan masih dalam kategori belum matang atau tidak sesuai dengan SNI. Hasil yang masih jauh dari standar ini dikarenakan bahan-bahan organik dalam pengomposan belum terurai semua dalam kurun waktu 2 minggu. Hal ini dikemukan oleh Ridzany (2015: 4) yang meyatakan bahwa nilai C/N ratio tinggi dikarenakan bahan penyusun kompos belum terurai sem Bahan 58
12 kompos dengan C/N ratio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan ber-c/n ratio rendah. Menurut Ridzany, (2015: 4), nisbah C/N berhubungan dengan persentase senyawa organik yang ada didalam bahan pembuatan kompos. Persentase senyawa organik menentukan jumlah komponen dalam bahan dasar kompos yang akan terdekomposisi. Kecepatan penurunan nisbah C/N sangat tergantung pada kandungan C dan N bahan yang akan dikomposkan. Jika bahan organik banyak mengandung lignin atau bahan-bahan resisten lainnya dengan nisbah C/N tinggi, maka proses dekomposisi akan berlangsung lambat dibandingkan dengan bahan organik yang sedikit mengandung lignin dan memiliki nisbah C/N rendah (Mulyadi,2008: 32). Jika dilihat pada Tabel 4 mengenai analisis karbohidrat kulit talas kimpul, kandungan pati pada kulit talas cenderung tinggi. Hal ini yang memungkinkan lamanya proses dekomposisi kulit talas kimpul. B. Hasil Analisis Fisika Pupuk 1. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Suhu Pengomposan Pengukuran suhu penting dilakukan karena suhu atau temperatur merupakan faktor yang mempengaruhi dalam pengomposan. Salah satu hasil akhir pengomposan yaitu berupa panas yang dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme. Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan mikroorganisme mati namun bila suhu relativ rendah maka mikroorganisme belum dapat bekerja 59
13 Nilai suhu ( ) penuh dalam melakukan dekomposisi. Hasil pengukuran suhu selama 2 minggu waktu pengomposan disajikan dalam gambar Hari ke- P0 (0%) P1 (4%) P2 (6%) P3 (8%) Gambar 10.Grafik Pengaruh EM4 terhadap Suhu pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul Berdasarkan Gambar 10, kenaikan suhu dimulai pada pengamatan ketiga yaitu perlakuan P2 yang mengalami kenaikan hingga 31,3 diikuti dengan P3 sebesar 30. Pada hari selanjutnya perlakuan P3 menunjukkan kenaikan suhu yang signifikan dari pada perlakuan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi EM4 yang memicu perbanyakan diri mikroorganisme yang akan seiring dengan meningkatnya suhu pengomposan. Menurut Yulipriyanto (2005: 36), pada tahap awal pemanasan, mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat sehingga menaikkan temperatur bahan. Pada periode ini senyawasenyawa yang sangat reaktif seperti gula, karbohidrat dan lemak dirombak. Namun, jika dilihat suhu yang teramati tidak menunjukkan fluktuasi yang cukup tinggi. Hal ini dikemukakan oleh Graha., dkk, (2015: 146) pembuatan kompos secara anaerob ialah modifikasi bilogis pada struktur kimia dan biologi bahan 60
14 organik tanpa bantuan udara atau oksigen sedikitpun (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu. Sehingga, pada proses pembuatan kompos secara anaerob perlu tambahan panas dari luar supaya temperatur sebesar 30 C. Kenaikan suhu bahan kompos merupakan hasil dari respirasi mikroorganisme yang mendekomposisi bahan organik sehingga menghasilkan energi dalam bentuk panas, karbon dioksida dan air. Suhu maksimum dapat dianggap sebagai interpretasi proses dekomposisi dari satu bahan tertentu atau dekomposisi gabungan sejumlah bahan. Suhu maksimum merupakan indikator dari tingkat aktifitas biologi bahan kompos yang pada umumnya terjadi pada fase termofilik. Fase suhu pengomposan terdiri atas 3 bagian, yakni fase mesofilik, fase termofilik, dan fase pendinginan (menurun dari puncak hingga mencapai suhu ruang) (Nugroho., dkk,2010: ). 2. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap ph Pengomposan Kemasaman atau ph dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Oleh karena itu penting dilakukan pengukuran, karena apabila ph rendah maka pengomposan perlu ditambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan ph. Hasil pengukuran ph disajikan dalam Gambar 11 berikut ini : 61
15 Nilai ph Gambar 11. Grafik Pengaruh EM4 Terhadap ph Pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul Pada Gambar 11 terlihat bahwa hasil akhir rerata nilai ph terendah terlihat pada perlakuan ke 3 (P3) dengan ph 6,8. Menurut Standar Nasional Indonesia tahun 2004, nilai ph minimum 6,8 dan maksimum 7,49. Jika dilihat dari Gambar 11, maka nilai ph pupuk kulit talas kimpul memenuhi standar pupuk organik Hari ke- P0 (0%) P1 (4%) P2 (6%) P3 (8%) Pada Gambar juga terlihat pengomposan hari kedua menunjukkan semua perlakuan menggunakan aktivator EM4 mengalami kenaikan ph dibanding dengan tanpa perlakun EM4 (P0). Hal ini menggambarkan mikroba terus memecah bahan organik menjadi asam organik kemudian menjadi amonia yang meningkatkan nilai ph secara siginifikan. Hal ini juga diduga karena dominansi mikroba mesofilik di awal pengomposan (terbukti pencapaian suhu awal dengan aktivator lebih tinggi dibandingkan suhu awal tanpa aktivator) yang menjadikan starter ph yang tinggi pada tahap awal pengomposan. Dari gambar 62
16 juga terlihat, seiring lamanya waktu pengomposan nilai ph menurun. Menurut Nugroho., dkk (2010: 609), penurunan ph setelah melalui fase puncak merupakan fenomena pematangan dari bahan kompos. Penambahan EM4 yang mengandung bahan organik dan inokulum bakteri ke dalam campuran pupuk kulit talas kimpul ini dapat merombak unsur-unsur organik dan menghasilkan asam organik. Kandungan ph EM4 cenderung masam, hal ini yang mengakibatkan pada hari pertama pengomposan cenderung rendah. Menurut Dalzell., et al, 1998 (Yulipriyanto, 2005: 37), pada permulaan dekomposisi, ph bahan organik agak masam hal ini mengakibatkan asam-asam organik sederhana yang dihasilkan pada perombakan bahan tahap awal. ph bahan tumpukan akan kembali mendekati alkalin setelah beberapa hari akibat protein bahan dirombak dan dibebaskan amoniak. 3. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Kelembaban Pengomposan Kondisi kelembaban perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Menurut SNI, standar maksimum kadar air dalam pengomposan yaitu 50%. Apabila kelembaban yang lebih rendah atau tinggi maka akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Hasil pengukuran kelembaban disajikan dalam gambar 12 berikut ini. 63
17 Nilai Kelmbaban P0 (0%) P1 (4%) P2 (6%) P3 (8%) Hari ke- Gambar 12. Grafik Pengaruh EM4 Terhadap Kelembaban Pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul Berdasarkan Gambar 12, dapat diketahui nilai kelembaban atau kandungan air hasil pengomposan memiliki kecenderungan untuk meningkat seiring penambahan EM4 meskipun tidak terlalu signifikan. Selain itu, nilai kelembaban atau kadar air pada setiap perlakuan menunjukkan nilai yang sangat tinggi jauh dari nilai SNI pada hari terakhir penggomposan. Hal ini dikarenakan mekanisme EM4 yang menghasilkan jumlah mikroba lebih banyak menyebabkan terjadinya dekomposisi bahan, yang menghasilkan H 2 O yang cukup banyak pula di dalam reaksinya (Graha., dkk,2015: 146). Selain itu proses pengomposan anaerob juga memberi banyak pengaruh terhadap tingginya kadar air, karena proses ini tidak membutuhkan udara atau hampa udara yang mengakibatkan suhu terperangkap di dalamnya sehingga uap air akan berada pada dinding-dinding bak inkubasi dan menyebabkan uap air bercampur dengan bahan pengomposan. Hal ini terlihat pada pengukuran data, di 64
18 sekitar dinding dan tutup ember cat bagian dalam terdapat uap air. Kelembaban berkaitan dengan kadar air di dalamnya. Menurut Graha., dkk (2015: 145), kadar air berkaitan dengan pergerakan mikroba dalam bahan, transportasi makanan untuk mikroba dan reaksi kimia yang ditimbulkan oleh mikroba. Semakin banyak kadar air akan berakibat bahan semakin padat, melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba dan memblokir oksigen untuk masuk. Namun, apabila air terlalu sedikit maka bahan akan semakin kering dan tidak mendukung kehidupan mikroba. 65
19 4. Hasil Pengukuran Warna, Bau dan Struktur Kompos pada Proses Pengomposan Perubahan warna, suhu, dan struktur selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan Warna, Bau, dan Struktur Kompos Selama Proses Pengomposan No Perlakuan Hari ke- Warna Bau Struktur 1 Coklat segar ++ Remah 4 Coklat ++ Remah 1 P0 7 Coklat ++ Remah 0% 10 Coklat ++ Remah 13 Coklat kehitaman +++ Remah 16 Coklat kehitaman + Remah 2. P1 4% 3. P2 6% 4 P3 8% 1 Coklat segar ++ Remah 4 Coklat ++ Remah 7 Coklat ++ Remah 10 Coklat kehitaman ++ Remah 13 Coklat kehitaman +++ Remah 16 Coklat kehitaman + Remah 1 Coklat segar ++ Remah 4 Coklat ++ Remah 7 Coklat tua ++ Remah 10 Coklat tua +++ Remah 13 Coklat kehitaman ++ Remah 16 Coklat kehitaman + Remah 1 Coklat segar ++ Remah 4 Coklat ++ Remah 7 Coklat tua ++ Remah 10 Coklat kehitaman +++ Remah 13 Coklat kehitaman ++ Remah 16 Coklat kehitaman + Remah Keterangan : Hari ke- = Hari pengamatan + = Tidak Bau ++ = Bau +++ = Sangat Bau Selama proses pengomposan warna bahan berubah dari aslinya. Perubahan warna tersebut dimulai dari coklat, coklat tua hingga menghitam setelah proses pengomposan berlangsung selama 2 minggu. Perubahan yang cepat di tunjukkan 66
20 pada perlakuan P2 dan P3 yang pada hari ke 4 pengamatan sudah menunjukkan perubahan menuju ke arah kehitaman. Pada proses pengomposan juga menimbulkan bau sebagai akibat terjadinya dekomposisi secara anaerob. Bau mulai muncul setelah adanya kenaikan suhu pada hari ke 10 pengamatan. Bau mulai menghilang ketika suhu mulai mengalami penurunan. Menurut Yulipriyanto (2005:89-90), bau muncul diakibatkan mulai tingginya temperatur, semakin tinggi temperatur maka bau yang muncul juga semakin kuat. Bau yang dihasilkan dari pengomposan berasal dari volatilasi senyawa-senyawa organik yang ada dalam bahan pengomposan. Bahan-bahan kimia yang mampu menyebabkan bau diantaranya ammonia, sulfida, dan asam asam lemak. Perubahan warna dan bau juga diikuti dengan perubahan struktur pupuk. Perubahan struktur juga dipengaruhi oleh kadar air pada saat proses pengomposan. Ketika suhu naik maka kadar air meningkat dan mengakibatkan kondisi lembab sehingga mempengaruhi struktur kompos. Dari data di atas sesuai dengan pendapat Umniyati (1999: 5) yang menyatakan bahwa mutu kompos yang baik ditandai dengan warna pupuk coklat hingga hitam mirip dengan tanah, tidak berbau dan tidak larut dalam air. C. Faktor Abiotik media tanam sawi (Brassica juncea L ) Sebelum dilakukan pengaplikasian pupuk terhadap sawi maka terlebih dahulu dilakukan pembuatan media tanam yaitu pencampuran antara tanah dengan pupuk kulit talas. Setelah dilakukan pencampuran, maka selanjutnya 67
21 pengukuran ph tanah agar sesuai dengan media tanam yang cocok untuk sawi. Hasil dari pengukuran ph media tanam (campuran pupuk kulit talas dan tanah) tersebut tergolong asam yaitu 4,8. Hal ini dimungkinkan karena tanah dan pupuk belum menyatu dengan sempurna. Solusi untuk mengembalian ph tanah asam ke netral salah satunya dengan cara memberikan kapur karbonat (CaCO3) yang berfungsi untuk meningkatkan ph tanah. Pemberian kapur karbonat diharapkan dapat meningkatkan ph yang sesuai dengan media tanam sawi yaitu berkisar 6-7. Hal ini sesuai dengan pendapa Hanafiah (2005: 159) yang menyatakan bahwa kapur karbonat jika terhidrolisis akan menghasilkan ion hidroksil penaik ph dan kation Ca peningkat kejenuhan basa. Sedangkan ph untuk media tanam kotoran kelinci diatas 6, sehingga tidak diperlukan penambahan kapur karbonat. Selain ph, faktor abiotik lainnya yang diukur ialah suhu lingkungan dan intensitas cahaya. Data disajikan dalam Tabel 6 berikut ini: Tabel 6. Data Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan Tanaman Sawi Minggu Pengukuran dilakukan setiap pukul WIB sebanyak 3 kali ulangan Parameter Intensitas cahaya (lux) Suhu ( ) Hasil dari pengukuran faktor abiotik intensitas cahaya pada jam selama penanaman berkisar lux. Pada penelitian Telaumbanua., 68
22 dkk (2016:110), penyinaran terbaik untuk penanaman sawi di atas 7000 lux. Cahaya matahari merupakan sumber energi diperlukan tanaman untuk fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman. Selain itu besarnya intensitas cahaya yang diteruskan ke permukaan lahan akan cenderung menurun seiring bertambahnya umur suatu tanaman (Wijayanto dan Nurunnajah, 2012: 9). Beberapa sawi dapat toleran terhadap panas dan dapat hidup pada suhu udara antara (Fransisca, 2009: 24-25). D. Hasil Pengukuran Kuantitatif Tanaman Sawi 1. Hasil Pengaruh Kompos Kulit Talas Kimpul terhadap Jumlah daun Tanaman Sawi Pertumbuhan tanaman juga dilihat dari jumlah daun pada tanaman sawi. Data hasil analisis ragam mengenai jumlah daun mulai dari umur 7 s/d 28 hst disajikan dalam tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Jumlah daun F Sig. 7 hst 1,286 0, hst 0,409 0, hst 0,600 0, hst 0,500 0,622 Berdasarkan Tabel 7, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai signifikan dari jumlah daun 7 hst = 0,323, 14 hst= 0,676, 21 hst= 0,569, dan 28 hst= 0,622 jika dibandingkan dengan ketetapan α= 0,05 maka semua perlakuan baik itu P0,P1,P2, dan P3 lebih besar dari ketetapan α= 0,05. Oleh karena itu, 69
23 Jumlah Daun ( helai ) dikatakan bahwa hasil parameter jumlah daun tidak menunjukkan signifikan. Hal ini dikarenakan unsur hara dari semua perlakuan tidak terlampau jauh. Rerata jumlah daun mulai dari 7 s/d 18 hst dari berbagai variasi konsentrasi EM4 pupuk kulit talas disajikan dalam Gambar Hari ke- ( hst ) P0 P1 P2 P3 Gambar 13. Grafik Rerata Jumlah Daun (Helai) pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kompos Kulit Talas Berdasarkan Gambar 13 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah daun dari 7 hst s/d 28 hst mengalami peningkatan. Rerata jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan P3 kemudian di ikuti oleh perlakuan P0, P1 dan P2. Dalam pertumbuhan organ vegetatif daun, tanaman membutuhkan unsur nitrogen yang lebih banyak. Pada perlakuan P3 mempunyai unsur hara nitrogen yang tinggi dibanding yang lainnya, sehingga hasil jumlah daun lebih banyak dibanding dengan yang lainnya. Nilai unsur nitrogen yang tinggi pada perlakuan P3 ini akan menimbulkan dampak positif pada pertumbuhan daun. Menurut Sutejo,(1995:24) semakin tinggi pemberian nitrogen maka semakin cepat pula 70
24 sintesis karbohidrat yang diubah menjadi protein dan protoplasma yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bagian vegetatif tanaman terutama daun. Jika kebutuhan unsur hara N tercukupi, maka akan meningkatkan pertumbuhan daun, sehingga daun menjadi lebih banyak jumlahnya dan akan menjadi lebih lebar dengan warna hijau yang akan meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman (Nurshanti, 2009: 97). Hal ini juga terlihat dalam pengamatan, warna daun sawi tetap hijau segar. Terbentuknya daun membutuhkan energi yang cukup berupa ATP yang diperoleh melalui proses respirasi dengan memecah asimilat hasil fotosintesis yang memerlukan bantuan unsur P. Daun merupakan salah satu bagian tanaman yang paling cepat memberikan respon terhadap ketersediaan hara dan air dalam tanah (Salisbury dan Roos, 1995: 90). Jika hara dan air tersedia cukup, maka pembentukan daun akan berlangsung lebih cepat, sebaliknya jika ketersediaan hara dan air terbatas maka pembentukan daun lebih lambat. Lambatnya pembentukan daun apabila kekurangan unsur hara disebabkan karena terjadi parsaingan diantara daun dengan organ tanaman lainnya dalam memperoleh suplai fotosintat. 71
25 2. Hasil Pengaruh Kompos Kulit Talas Kimpul terhadap Tinggi Tanaman Tanaman Sawi Hasil analisis ragam mengenai tinggi tanaman mulai dari umur 7 s/d 28 hst disajikan dalam tabel 8. Tabel. 8. Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman Tinggi tanaman F Sig. 7 hst 0,079 0, hst 0,805 0, hst , hst 0,827 0,468 Berdasarkan Tabel 8, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai signifikan dari tinggi tanaman 7 hst = 0,925,14 hst= 0,459, 21 hst=0,270, dan 28 hst= 0,468 jika dibandingkan dengan ketetapan α= 0,05 maka semua perlakuan baik itu P0,P1,P2, dan P3 lebih besar dari ketetapan α= 0,05. Hal ini menunjukkan tinggi tanaman tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Rerata tinggi tanaman mulai dari 7 s/d 18 hst dari berbagai variasi konsentrasi EM4 pupuk kulit talas disajikan dalam Gambar
26 Tinggi Tanaman (cm) P0 P1 P2 P Hari ke- (hst) Gambar 14. Grafik Rerata Tinggi Tanaman (cm) pada Berbagai Variasi Pupuk Kompos Kulit Talas Berdasarkan gambar di atas, rerata tinggi tanaman mulai dari 7 hst sampai 28 hst menunjukkan peningkatan di setiap minggunya. Dari hasil tersebut terlihat bahwa tanaman paling tinggi diperoleh pada perlakuan P3 diikuti oleh P2, P1 dan P0. Pada perlakuan P3 menunjukkan bahwa kandungan nitrogen lebih tinggi dibandingkan perlakuan P2, P1 dan P0. Peningkatan tinggi tanaman ini juga dipengaruhi oleh pemupukkan P. Kandungan unsur hara P tertinggi nomor dua setelah P0. Sehingga bisa dikatakan bahwa kedua unsur yang optimum pada P3 ini mampu mendorong pertumbuhan sawi yang lebih baik dibanding yang lainnya. Unsur nitrogen yang diserap tanaman akan berperan dalam pembentukan protein dan enzim yang akan mempengaruhi pertumbuhan terhadap bagian vegetatif tanaman terutama pada bagian daun dan pucuk (Hanafiah, 2007: ). Apabila Pertumbuhan vegetatif pada daun optimal maka akan 73
27 mempengaruhi kecepatan dalam pembentukan makanan melalalui proses fotosintesis yang terjadi di daun. Sedangkan unsur P terlibat dalam pembentukkan ATP yang diperlukan untuk proses fotosintesis dan respirasi. (Hanafiah, 2007: 293). Unsur P juga merupakan bagian dari inti sel yang sangat penting dalam pembelahan sel serta perkembangan jaringan meristem (Sutejo, 1995: 25). Apabila dilihat pada hari ke 7 dan 14, tinggi tanaman tidak menunjukkan peningkatan yang cukup besar, hal ini berkaitan dengan nilai unsur P pada pupuk kulit talas kimpul dalam bentuk ion orthofosfat sekunder (HPO 2 4 ). Menurut Salisbury dan Ross (1995: 143), fosfat dalam bentuk anion fosfat valensi dua (HPO 2 4 ) lebih lambat diserap oleh tanaman. Hal ini yang mengakibatkan tanaman lambat untuk tumbuh pada minggu-minggu awal. Selain itu juga tanaman masih dalam kondisi pertumbuhan awal sehingga akar tanaman belum saling berkompetisi terhadap unsur hara dan air. 3. Hasil Pengaruh Kompos Kulit Talas Kimpul terhadap Berat Basah Tanaman Sawi Selain jumlah daun dan tinggi tanaman, pertumbuhan tanaman juga diperlihatkan dengan berat produksi tanaman antara lain berat segar dan berat kering. Hasil analisis ragam berat segar tanaman sawi umur 29 hst di sajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Hasil Analisis Ragam Berat Basah Sawi 74
28 Berat Segar (gram) Kategori F Sig. Berat basah 1,462 0,282 Berdasarkan Tabel 9 di atas, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai signifikan dari berat basah sebesar 0,282. Jika dibandingkan dengan ketetapan α= 0,05 maka parameter berat basah sawi lebih besar dari ketetapan α= 0,05. Oleh karena itu, hasil pada parameter berat segar sawi tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini berkaitan dengan penyerapan nutrisi yang tidak optimal di awal pertumbuhan. Jika pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman) tidak optimal maka juga akan mempengaruhi berat basah dan berat kering tanaman. Pengambilan data berat basah sawi dilakukan pada 29 hst karena pada 28 hst terkendala cuaca. Hasil pengukuran berat segar sawi pada 29 hst dari berbagai variasi konsentrasi EM4 pupuk kulit talas disajikan dalam Gambar 15 berikut ini : P0 (0%) P1 (4%) P2 (6%) P3 (8%) Perlakuan Berat basah Gambar 15. Grafik Rerata Berat Basah Sawi 29 Hst Dari Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas. Berdasarkan Gambar 15, terlihat bahwa berat segar sawi paling tinggi pada perlakuan P3. Sedangkan untuk rerata terendah berat segar sawi terdapat pada P1. 75
29 Perlakuan P3 menunjukkan nilai berat segar yang lebih tinggi dibanding yang lainnya. Parameter berat segar sawi mencerminkan berat tanaman dengan mengikut sertakan air yang ada di dalamnya. Menururt Salisbury dan Ross (1995: 95), berat basah tanaman dapat menunjukkan aktivitas metabolisme tanaman dan nilai berat basah tanaman total dipengaruhi oleh kandungan air jaringan, unsur hara dan hasil metabolisme. Semakin berkembangnya jaringan pada tubuh sawi maka berat sawi akan semakin tinggi. Perkembangan jaringan tanaman tersebut dipengaruhi oleh suplai unsur hara yang cukup. Kandungan air yang ada pada tanaman sawi cukup tinggi dipengaruhi oleh kandungan nitrogen yang ada didalamnya. Menurut Nurshanti (2009:97) tingginya kandungan N yang ada pada tanaman akan mempengaruhi air yang ada di batang, daun dan akar tidak mudah menguap dan akan menyebabkan bagian bagian tersebut tetap basah. Pada P1 terlihat memiliki berat segar terendah, hal ini terlihat dari rerata ukuran tanamannya yang lebih rendah dibanding yang lainnya. Jika dilihat dari kandungan unsur nitrogennya, P1 jauh lebih tinggi dibanding P2 namun berat segarnya justru lebih besar P2. Hal ini dikarenakan selain dipengaruhi oleh unsur hara nitrogen, berat basah juga dipengaruhi oleh kandungan air didalamnya yang mampu mempengaruhi pembesaran ukuran sel tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Lahadassy et.,al. (2007 dalam Sarif., dkk, 2015:589) yang menyatakan bahwa untuk mencapai bobot segar tanaman yang optimal, tanaman masih 76
30 membutuhkan banyak energi maupun unsur hara agar peningkatan jumlah maupun ukuran sel dapat mencapai optimal serta memungkinkan adanya peningkatan kandungan air tanaman yang optimal pula,sebagian besar bobot segar tanaman disebabkan oleh kandungan air. Air sangat berperan dalam turgiditas sel, sehingga sel-sel daun akan membesar. 4. Hasil Pengaruh Kompos Kulit Talas Kimpul terhadap Berat Kering Tanaman Sawi Hasil analisis ragam berat kering tanaman sawi umur 29 hst di sajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Hasil Analisis Ragam Berat Kering Sawi Kategori F Sig. Berat Kering 1,006 0,403 Berdasarkan Tabel 10 di atas, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai signifikan dari berat kering sebesar 0,403. Jika dibandingkan dengan ketetapan α= 0,05 maka parameter berat kering sawi lebih besar dari ketetapan α= 0,05. Oleh karena itu, dikatakan bahwa hasil pada parameter berat kering sawi tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Berdasarkan hasil pengamatan, berikut disajikan grafik berat kering sawi umur 29 hst dari berbagai variasi konentrasi EM4 pada Gambar
31 Berat kering (gram) Berat kering P0 (0%) P1 (4%) P2 (6%) P3 (8%) Perlakuan Gambar 16. Grafik Rerata Berat Kering Sawi 29 Hst Dari Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas. Pada gambar 16 tersebut, menunjukkan adanya kenaikan berat kering pada setiap penambahan konsentrasi mulai dari P1, P2 dan P3. Berat kering yang paling tinggi pada perlakuan P3 dan yang terendah pada perlakuan P1. Pada perlakuan P3 memiliki kandungan unsur hara yang tinggi dibanding yang lainnya walaupun nilai K rendah dibanding yang lainnya. Menurut Manuhutu., dkk, (2014:25), semakin besar konsentrasi pupuk diberikan maka berat kering semakin meningkat. Data berat kering menunjukkan hasil berat bersih tanaman setelah kadai air diendapkan atau mengalami penguapan setelah pengeringan. Komponen utama bahan kering yang tertinggal adalah polisakarida dan lignin pada dinding sel, ditambah komponen sitoplasma seperti protein, lipid, asam amino dan asam organik (Salisbury, 1995: 128). Produksi tanaman biasanya lebih akurat dinyatakan dengan ukuran berat kering daripada dengan berat basah, karena berat basah sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembaban (Lestari., dkk, 2008 : 6). Hasil berat kering 78
32 merupakan keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis mengakibatkan peningkatan berat kering tanaman karena pengambilan CO 2 sedangkan respirasi mengakibatkan penurunan berat kering karena pengeluaran CO 2 (Gardner dkk.,1991: Pradnyawan., dkk, 2005: 9) Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sarif., dkk (2015:5 90) yang menyatakan bahwa bobot kering menunjukkan indikasi keberhasilan pertumbuhan tanaman, karena bobot kering menunjukkan hasil bersih metabolisme tanaman seperti fotosintesis. Semakin besar berat kering sawi semakin efisien proses fotosintesis yang terjadi dan produktifitas serta perkembangan sel-sel jaringan semakin tinggi dan cepat sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. 79
HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis
IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi
31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciPengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.
Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengomposan dengan cacing ( vermikompos ) Hasil analisis vermikompos dengan berbagai bahan disajikan dalam tabel 2. Tabel 1. Hasil analisis vermikompos kadar kadar C kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah bisa dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran, hotel, rumah makan maupun industri. Salah satu kota yang menghasilkan limbah ialah Muntilan. Banyaknya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar. Kadar air, ph, C-Organik, Bahan Organik, N total. Berikut data hasil analisis
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Analisis kompos dilakukan untuk mengetahui dan memastikan bahwa kompos jarak pagar yang digunakan sebagai perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi ruangan laboratorium secara umum mendukung untuk pembuatan pupuk kompos karena mempunyai suhu yang tidak berubah signifikan setiap harinya serta terlindung
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi Pengomposan kulit biji kopi dilakukan selama 30 hari, proses pembuatan kompos ini berlangsung secara aerob karena pada saat pembuatan memerlukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang
TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas
Lebih terperinciBAB III METODE. 1. Waktu Penelitian : 3 bulan ( Januari-Maret) 2. Tempat Penelitian : Padukuhan Mutihan, Desa Gunungpring,
BAB III METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian : 3 bulan ( Januari-Maret) 2. Tempat Penelitian : Padukuhan Mutihan, Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Magelang dan Laboratorium FMIPA
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa
1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian fisik 1. Temperature /Suhu Suhu adalah salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan kompos karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Pengamatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat fisik 1. Suhu kompos Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Kompos Pelepah Daun Salak. (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik,
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Kompos Pelepah Daun Salak Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan N-NH 4 Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami padi terhadap kandungan N vermicompost dapat dilihat
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang
TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlakuan dalam penelitian ini tersusun atas lima taraf perlakuan. Dalam setiap perlakuan terdapat lima kali ulangan. Kelima perlakuan tersebut
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia
Lebih terperinci1 Asimilasi nitrogen dan sulfur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Limbah 2.1.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu aktivitas atau proses produksi yang sudah tidak digunakan lagi pada kegiatan/proses tersebut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan. 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi
1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi Pada penilitian diperoleh data pengamatan pada minggu ke 6 yang
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
Lebih terperinciBeberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :
SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. selanjutnya diaplikasikan pada tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu pembuatan kompos kompos jerami dengan pengaturan nilai C/N rasio melalui penambahan azolla dan selanjutnya diaplikasikan pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
21 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan perkembangan sel-sel baru sehingga terjadi penambahan ukuran dan diferensiasi jaringan. Tanaman dikatakan mengalami pertumbuhan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC
1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.
1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama
13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sawi Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama spesies Brassica juncea (L.) Czern. Jenis sawi dikenal juga dengan nama caisim atau sawi bakso.
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat
Lebih terperinciI. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun
16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan jamur tiram ditentukan oleh jenis dan komposisi media yang digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan miselium,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Peneiitian 4.1.1. C/N Tanah 4.1.1.1. C/N Tanah Masa Inkubasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN viride dan dregs juga faktor tunggal waktu aplikasi dregs berpengaruh tidak nyata sedangkan faktor tunggal
Lebih terperinci50,85 a B 50,98 b B. 53,32 b A
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan pertumbuhan dan perkembangan bibit kelapa sawit yang berbeda nyata setelah diperlakukan dengan lama pengompos tandan kosong
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml
Lebih terperinciBAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung manis meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan
18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair
36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.
Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
23 HASIL DAN PEMBAHASAN KarakteristikBahan Kompos Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat kematangan kompos.bahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis Parameter yang diamati pada hasil pertumbuhan tanaman kubis terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, dan jumlah daun pada tanaman sawi. 4.1 Tinggi Tanaman Hasil pengamatan
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci Analisis kompos kotoran kelinci dilakukan untuk mengetahui kandungan kompos dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.
Lebih terperinciBAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA
Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut
Lebih terperinciLestari Alamku, Produktif Lahanku
KOMPOS ORGANIK GRANULAR NITROGEN Reaksi nitrogen sebagai pupuk mengalami reaksirekasi sama seperti nitrogen yang dibebaskan oleh proses biokimia dari sisa tanaman. Bentuk pupuk nitrogen akan dijumpai dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover Crop) merupakan jenis tanaman kacang-kacangan yang biasanya digunakan untuk memperbaiki sifat fisik,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinci