BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Suhendra Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB didapat beberapa nilai parameter, parameter yang diukur adalah ph, kadar air, rasio C/N, Fe, Al, Mn, Ni, Pb. Untuk mengetahui hasil penelitian laboratorium lihat tabel 4.1 No Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Tabel 4.1. Hasil Analisa Kandungan Lumpur Baku Mutu (SNI minimal maksimal 1. Kadar Air % ph C / N Ratio Besi (Fe) % * Aluminium (Al) % * Mangan (Mn) % Nikel (Ni) mg/kg * Timbal (Pb) mg/kg 2.62 *
2 33 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai kadar air 52%, ph lumpur adalah 3.84, yaitu bersifat asam, sifat asam secara umum memiliki sifat sebagai berikut: Rasa: masam ketika dilarutkan dalam air. Sentuhan: asam terasa menyengat bila disentuh, dan dapat merusak kulit, terutama bila asamnya asam pekat. Kereaktifan: asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif terhadap logam. Hantaran listrik: asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan cairan elektrolit Nilai C/N rasio sebesar 86.20, nilai C/N rasio yang tinggi menunjukkan bahwa kandungan karbon dalam bahan kompos tinggi sehingga tersedia banyak energi namun mikroorganisme tidak dapat memperbanyak secara cepat. Dengan rasio C/N yang tinggi, waktu pengomposan menjadi lebih lama. Parameter lainnya yang terkandung dalm lumpur adalah logam-logam seperti Fe, Al, Mn, Ni, Pb. Kandungan Fe sebesar %, Kandungan Al sebesar %, kandungan Mn sebesar %, Kandungan Ni sebesar 11,48 mg/l, Kandungan Pb sebesar 2,62 mg/l. Parameter-Parameter tersebut masih memenuhi standar baku mutu kompos menurut SNI Menurut PP No. 101 Tahun 2014 mengenai pengelolaan limbah B3, logam berat yang termasuk limbah B3 salah satunya adalah Pb. Kandungan Pb sebagai logam berat yang terkandung dalam lumpur tidak membahayakan karena masih berada di bawah baku mutu zat pencemar dalam limbah untuk penentuan karakteristik sifat racun (baku mutu Pb: 3 mg/kg) lampiran 3
3 Hasil Pengamatan Fisik Mingguan Kompos Pengamatan fisik dilakukan untuk mengetahui perubahan fisik bahan baku kompos selama waktu pengomposan, pengamatan fisik dilakukan setiap seminggu sekali selama waktu pengomposan berlangsung, pengamatan meliputi warna, bau dan kondisi fisik bahan baku kompos tersebut. Kompos berkualitas naik ciri-cirinya adalah berwarna cokelat gelap hingga hitam berbau tanah.untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 4.2 NO TANGGAL GAMBAR KETERANGAN Berwana Coklat kehitaman Minggu Ke-1 - Berbau Limbah Minggu Ke-1 - Berwana Coklat kehitaman - Berbau Limbah Minggu Ke-1 - Berwana Coklat kehitaman - Berbau Limbah Minggu Ke-1 - Berwana Coklat kehitaman - Berbau Limbah -
4 Minggu Ke-1 - Berwana Coklat kehitaman - Berbau Limbah Minggu Ke-1 - Berwana Coklat kehitaman - Berbau Limbah Minggu Ke-1 - Berwana Coklat Tua - Berbau limbah Menyegat Minggu Ke-1 - Berwana Coklat Tua - Berbau Limbah Minggu Ke-1 - Berwana Coklat Tua - Berbau Limbah Menyengat
5 Minggu Ke-1 - Berwana Coklat Tua - Berbau Limbah Minggu Ke-1 - Berwana Coklat Tua - Masih Berbau Limbah Minggu Ke-1 - Berwana Coklat Tua - Berbau Limbah Minggu Ke-2 - Bau Limbah sedikit berkurang - Volume Sudah mulai menyusut - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Bau Limbah sedikit berkurang - Mulai dipenuhi semut
6 Minggu Ke-2 - Bau Limbah sedikit berkurang - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Bau Limbah sedikit berkurang - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Bau Limbah sedikit berkurang - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Bau Limbah sedikit berkurang - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Masih Berbau Limbah - Mulai dipenuhi semut
7 Minggu Ke-2 - Masih Berbau Limbah - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Masih Berbau Limbah - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Masih Berbau Limbah - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Masih Berbau Limbah - Mulai dipenuhi semut Minggu Ke-2 - Masih Berbau Limbah - Mulai dipenuhi semut
8 Minggu Ke-3 - Mulai berbau tanah - Belatung dan semut sudah mulai berkurang Minggu Ke-3 - Mulai berbau tanah - Belatung dan semut sudah mulai berkurang Minggu Ke-3 - Mulai berbau tanah - Belatung dan semut sudah mulai berkurang Minggu Ke-3 - Mulai berbau tanah - Belatung dan semut sudah mulai berkurang Minggu Ke-3 - Mulai berbau tanah - Belatung dan semut sudah mulai berkurang
9 Minggu Ke-3 - Mulai berbau tanah - Belatung dan semut sudah mulai berkurang Minggu Ke-3 - Masih sedikit berbau limbah - Jamur Minggu Ke-3 - Masih Sedikit berbau limbah - Masih sedikit ada belatung dan semut Minggu Ke-3 - Tidak Bau - Jamur Minggu Ke-3 - Tidak Bau - Jamur
10 Minggu Ke-3 - Masih Sedikit Berbau limbah - Jamur Minggu Ke-3 - Masih Sedikit Berbau Limbah - Masih terdapat semut dan belatung Minggu Ke-4 - Sudah Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Sudah Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Sudah Berbau Tanah
11 Minggu Ke-4 - Sudah Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Sudah Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Sudah Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Mulai Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Mulai Berbau Tanah
12 Minggu Ke-4 - Mulai Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Mulai Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Mulai Berbau Tanah Minggu Ke-4 - Mulai Berbau Tanah Minggu Ke-5 - Berwarna Hitam - Berbau Tanah
13 Minggu Ke-5 - Berwarna Hitam - Berbau Tanah Minggu Ke-5 - Berwarna Hitam - Berbau Tanah Minggu Ke-5 - Sudah berbau tanah Minggu Ke-5 - Sudah berbau tanah Minggu Ke-5 - Sudah berbau tanah Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Fisik Mingguan Kompos
14 Hasil Pengamatan Suhu Harian Komposter Kematangan kompos sebagai produk akhir dari pengomposan ditandai dengan suhu yang sudah dingin dan stabil atau sama dengan suhu lingkungan, serta struktur dan warna yang menyerupai tanah. Pada tahap pengomposan, data yang diambil selama proses berlangsung adalah suhu harian dari tumpukan bahan kompos. Pengukuran suhu dilakukan tiap hari dengan menggunakan termometer tusuk analog, yang ditancapkan ke dalam bahan baku kompos, Didapatkan data suhu harian lingkungan sekitar tempat pengomposan, suhu total tiap komposter merupakan hitungan rata-rata nilai dari ketiga titik pada suhu tiap komposter tabel dibagi menjadi 2, yaitu perbandingan waktu pengomposan 4 minggu dan waktu pengomposan 5 minggu. PENGAMATAN KOMPOSTER TERHADAP WAKTU (⁰C) HARI A1 A2 A3 C1 C2 C3 1 42⁰C 42⁰C 41⁰C 41⁰C 40⁰C 41⁰C 2 42⁰C 42⁰C 42⁰C 42⁰C 41⁰C 41⁰C 3 42⁰C 42⁰C 42⁰C 43⁰C 43⁰C 42⁰C 4 43⁰C 42⁰C 43⁰C 44⁰C 43⁰C 43⁰C 5 44⁰C 43⁰C 44⁰C 44⁰C 44⁰C 43⁰C 6 42⁰C 44⁰C 44⁰C 42⁰C 45⁰C 44⁰C 7 41⁰C 42⁰C 41⁰C 42⁰C 44⁰C 44⁰C 8 38⁰C 39⁰C 38⁰C 41⁰C 41⁰C 43⁰C 9 37⁰C 38⁰C 37⁰C 41⁰C 40⁰C 42⁰C 10 36⁰C 37⁰C 37⁰C 40⁰C 39⁰C 40⁰C 11 36⁰C 36⁰C 36⁰C 39⁰C 38⁰C 38⁰C 12 35⁰C 36⁰C 35⁰C 38⁰C 38⁰C 37⁰C 13 35⁰C 35⁰C 35⁰C 37⁰C 38⁰C 37⁰C 14 35⁰C 35⁰C 35⁰C 37⁰C 37⁰C 36⁰C 15 40⁰C 41⁰C 39⁰C 43⁰C 42⁰C 43⁰C 16 39⁰C 39⁰C 38⁰C 41⁰C 41⁰C 41⁰C 17 38⁰C 38⁰C 37⁰C 40⁰C 40⁰C 40⁰C 18 38⁰C 37⁰C 37⁰C 39⁰C 38⁰C 39⁰C 19 38⁰C 37⁰C 37⁰C 38⁰C 38⁰C 39⁰C 20 36⁰C 35⁰C 35⁰C 37⁰C 37⁰C 38⁰C 21 35⁰C 35⁰C 35⁰C 37⁰C 37⁰C 38⁰C
15 ⁰C 35⁰C 35⁰C 37⁰C 37⁰C 38⁰C 23 35⁰C 35⁰C 35⁰C 37⁰C 37⁰C 37⁰C 24 35⁰C 35⁰C 35⁰C 36⁰C 37⁰C 37⁰C 25 35⁰C 35⁰C 35⁰C 36⁰C 37⁰C 37⁰C 26 35⁰C 35⁰C 35⁰C 36⁰C 37⁰C 36⁰C 27 35⁰C 35⁰C 35⁰C 36⁰C 37⁰C 36⁰C 28 35⁰C 35⁰C 35⁰C 35⁰C 36⁰C 36⁰C Tabel 4.3. Data Pengukuran Suhu Harian Komposter Perbandingan Selama 4 Minggu Dari Tabel tersebut diperoleh grafik sebagai berikut: Pengukuran Suhu Harian Komposter suhu celciuc Hari Termofilik Mesofilik A1 A2 A3 C1 C2 C3 Grafik 4.1. Pengukuran Suhu Harian Komposter Perbandingan Selama 4 Minggu Dari grafik pengukuran temperatur tiap variasi kompos mengalami tiga tahap proses pengomposan. Pada tahap pertama yaitu tahap penghangatan (tahap mesofilik), mikroorganisme hadir dalam bahan kompos secara cepat dan temperatur meningkat. Mikroorganisme mesofilik hidup pada temperatur 10⁰C-45 ⁰C dan bertugas memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan. Pada tahap kedua yaitu tahap termofilik. Mikroba hadir dalam tumpukan kompos ini ditunjukan dari kenaikan suhu, mikroba hidup pada suhu 45⁰C 60⁰C dan bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan
16 47 kompos dapat terdegrasi dengan cepat. Mikroorganisme berupa jamur termofilik mampu merombak celulosa dan hemicelulosa, kemudian proses dekomposisi mulai melambat dan temperatur puncak tercapai. Setelah temperature puncak tercapai tumpukan mencapai kestabilan dimana bahan lebih mudah terdekomposisikan. Tahap ketiga pendinginan dan pematangan. Jumlah mikroorganisme termofilik berkurang karena bahan makanan juga berkurang, hal ini menyebabkan mikroorganisme mesofilik mulai beraktifitas kembali. Mikroorganisme akan merombak selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya menjadi gula yang lebih sederhana. Bahan yang didekomposisi menurun jumlahnya dan panas yang dilepaskan relatif kecil. Pada penelitian ini, perubahan temperatur kompos variasi A1, A2, A3, C1, C2, C3, sudah mengikuti tahap penghangatan, temperatur puncak, pendinginan dan pematangan. Pada awal pengomposan, temperatur keempat variasi bergerak naik dengan cepat dan mencapai temperatur puncak. Tetapi hanya komposter C2 saja yang mengalami fase Termofilik. Temperatur puncak yang berhasil dicapai untuk masing-masing variasi adalah komposter A1 suhu puncak 44⁰C pada hari ke-5, komposter A2 suhu puncak 44⁰C pada hari ke-6, komposter A3 suhu puncak 44⁰C pada hari ke-5&6, komposter C1 suhu puncak 44⁰C pada hari ke-4&5, komposter C2 suhu puncak 45⁰C pada hari ke-6 dan komposter C3 suhu puncak 44⁰C pada hari ke-6&7. Kenaikan temperatur terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik dengan oksigen sehingga menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO2 dan uap air. Setelah hari ke 7 semua komposter perlahan-lahan turun suhunya, ini dinamakan proses pendinginan dan pematangan, dan naiknya semua suhu komposter pada hari ke-15 itu terjadi karena adanya pembalikan bahan baku kompos dan penambahan stater EM4 pada hari ke-14, bahan baku kompos kemudian aktif lagi oleh mikroorganisme dalam EM4 dan naik suhunya
17 48 mencapai suhu puncak, kemudian turun lagi perlahan untuk proses pendinginan dan pematangan kompos. Pada tahap pendingin komposter A lebih cepat daripada komposter C itu dikarenakan bahan baku limbah Sludge di komposter C lebih banyak daripada komposter A, sehingga tingkat pendinginan nya pun berbeda. Tahap selanjutnya adalah mengamati suhu harian pengomposan yang berlangsung selama 5 minggu pada tabel 4.4 PENGAMATAN KOMPOSTER TERHADAP WAKTU (⁰C) HARI B1 B2 B3 D1 D2 D
18 Tabel 4.4. Data Pengukuran Suhu Harian Komposter Perbandingan Selama 5 Minggu Dari Tabel tersebut diperoleh grafik sebagai berikut: suhu celciuc Pengukuran Suhu Harian Komposter Termofilik Mesofilik Hari B1 B2 B3 D1 D2 D3 Grafik 4.2. Pengukuran Suhu Harian Komposter Perbandingan Selama 5 Minggu Pada penelitian ini, perubahan temperatur kompos variasi A1, A2, A3, C1, C2, C3, sudah mengikuti tahap penghangatan, temperatur puncak, pendinginan dan pematangan. Hanya komposter D2 dan D3 saja yang mengalami fase Termofilik. Pada awal pengomposan, temperatur keempat variasi bergerak naik dengan cepat dan mencapai temperatur puncak. Temperatur puncak yang berhasil dicapai untuk masingmasing variasi adalah komposter B1 suhu puncak 43⁰C pada hari ke-5, komposter B2 suhu puncak 43⁰C pada hari ke-4, komposter B3 suhu puncak 44⁰C pada hari ke-5, komposter D1 suhu puncak 44⁰C pada hari ke-6&7, komposter D2 suhu puncak 45⁰C pada hari ke-6 dan komposter D3 suhu puncak 45⁰C pada hari ke-4&5. Penjelasan kurang
19 50 lebih sama dengan penjelasan pengomposan dengan waktu 4 minggu namun, pada penelitian ini berlangsung 5 minggu. Diharapkan kompos tersebut lebih matang. 4.4 Analisa Kandungan Pupuk Kompos Hasil analisa kandungan kompos berdasarkan uji laboratorium pengujian IPB dengan Komposter A2 dan Komposter C1 yaitu variasi komposisi sludge dalam pengomposan. Serta perbandingan dengan bahan baku mutu kompos menurut SNI dapat dilihat pada tabel 4.5 dan tabel 4.6 A2 Baku Mutu Hasil Parameter Satuan (SNI ) Pemeriksaan No Minimal Maksimal 1 Kadar Air % ph C/N Rasio % Besi (Fe) % * Alumininum (Al) % * Mangan (Mn) % Nikel (Ni) mg/kg <0.026 * 62 8 Timbal (Pb) mg/kg * 150 Tabel 4.5. Hasil Analisa Kandungan Mikro dan Unsur Lain Komposter A2 Keterangan: * : nilai lebih besar dari minum, lebih kecil dari maksimum Hasil analisa kandungan komposter A2 tersebut memiliki nilai kandungan unsur mikro dan parameter lain membandingankan dengan SNI Untuk komposter A2 kandungan Kadar Air sebesar 22.72% memenuhi baku mutu maksimal menurut SNI yaitu sebesar 50%. Kandungan ph sebesar 6.77 kurang dari baku mutu minimal kandungan ph menurut SNI yaitu 6.80, namun angka ini masih bisa di terima karena perbedaannya tidak terlalu besar. Kandungan nilai C/N
20 51 Rasio sebesar 25.17% melebihi baku mutu maksimal SNI kompos yaitu sebesar 20% tapi angka ini masih bisa di terima karena perbedaan terlalu besar Kandungan unsur mikro yang terdiri dari logam berat berbahaya dan logam lainnya dan membandingkan SNI Kandungan unsur yang diuji berdasarkan hasil laboratorium adalah Ni dan Pb. Kandungan Ni Pada Komposter A2 sebesar <0.026 mg/kg dan Kandungan Pb sebesar mg/kg masih dibawah baku mutu maksimal menurut SNI yaitu kandungan Ni maksimal sebesar 62 mg/kg dan kandungan Pb maksimal 150 mg/kg. Kandungan Unsur lain yang uji adalah Fe, Al dan Mn. Kandungan Fe sebesar %, kandungan Al sebesar , Kandungan Mn sebesar % tidak melebihi baku mutu maksimal menurut SNI kandungan maksimal Fe 2.00 %, kandungan maksimal Al 2.20 % dan kandungan maksimal Mn 0.10 %. Selanjutnya Analisa kandungan komposter C1 untuk mengetahui kandungan unsur mikro, lihat tabel 4.6 C1 Baku Mutu Hasil Parameter Satuan (SNI ) Pemeriksaan No Minimal Maksimal 1 Kadar Air % ph C/N Rasio Besi (Fe) % * Alumininum (Al) % * Mangan (Mn) % Nikel (Ni) mg/kg <0.026 * 62 8 Timbal (Pb) mg/kg 6.29 * 150 Tabel 4.6. Hasil Analisa Kandungan Mikro dan Unsur Lain Komposter C1 Keterangan: * : nilai lebih besar dari minum, lebih kecil dari maksimum Hasil analisa kandungan komposter C1 tersebut memiliki nilai kandungan unsur mikro dan parameter lain membandingankan dengan SNI Untuk
21 52 komposter A2 kandungan Kadar Air sebesar 36.22% memenuhi baku mutu maksimal menurut SNI yaitu sebesar 50%. Kandungan ph sebesar 7.10 memenuhi kandungan ph menurut SNI , Kandungan nilai C/N Rasio sebesar 20.81% melebihi baku mutu maksimal SNI kompos yaitu sebesar 20 tapi angka ini masih bisa di terima karena perbedaannya tidak terlalu besar Kandungan unsur mikro yang terdiri dari logam berat berbahaya dan logam lainnya dan membandingkan SNI Kandungan unsur yang diuji berdasarkan hasil laboratorium adalah Ni dan Pb. Kandungan Ni Pada Komposter C1 sebesar <0.026 mg/kg dan Kandungan Pb sebesar 6.29 mg/kg masih dibawah baku mutu maksimal menurut SNI yaitu kandungan Ni maksimal sebesar 62 mg/kg dan kandungan Pb maksimal 150 mg/kg. Kandungan Unsur lain yang uji adalah Fe, Al dan Mn. Kandungan Fe sebesar %, kandungan Al sebesar x 10-4 %, Kandungan Mn sebesar x 10-4 % (dari satuan mg/kg di konversi %) tidak melebihi baku mutu maksimal menurut SNI kandungan maksimal Fe 2.00 %, kandungan maksimal Al 2.20 % dan kandungan maksimal Mn 0.10 % Analisa selanjutnya menguji Unsur Mikro Pada Keempat Komposter yang dipilih secara acak. Unsur Mikro yang dipilih adalah Komposter A2, Komposter B3, Komposter C1, Komposter D2. KOMPOSTER A2 No Parameter Satuan Hasil Minimal Maksimal Pemeriksaan 1 Kadar Air % Phosfor % C- Organik % Nitrogen % Kalium % Tabel 4.7. Hasil Analisa Kandungan Makro Komposter A2
22 53 Hasil dari analisa unsur makro yang di uji dalam komposter A2 seperti Kadar Air, Phosfor (P), C Organik, Nitrogen (N), dan Kalium (K). Kandungan Makro tersebut membandingkan dengan SNI Nilai unsur hara pada komposter A2 memiliki nilai 17.17% tetapi ada perbedaan nilai kandungan unsur hara dengan tabel 7, itu dikarenakan metode penelitian yang berbeda terlihat dalam lampiran, tetapi kedua nilai tersebut masih memenuhi SNI Nilai kandungan P sebesar 0.973% memenuhi minimal baku mutu SNI yaitu nilai minimal sebesar 0.10%, nilai kandungan C-Organik sebesar 28.08% memenuhi nilai minimal maupun maksimal baku mutu SNI yaitu nilai minimal 9.80% dan maksimal 32%, nilai kandungan N sebesar memenuhi nilai minimal baku mutu SNI nilai minimal 0.40 dan nilai K sebesar 0.10% nilai tersebut masih kurang memenuhi baku mutu SNI KOMPOSTER B3 No Parameter Satuan Hasil Minimal Maksimal Pemeriksaan 1 Kadar Air % Phofor % C- Organik % Nitrogen % Kalium % Tabel 4.8. Hasil Analisa Kandungan Makro Komposter B3 Hasil dari analisa unsur makro yang di uji dalam komposter B3 seperti Kadar Air, Phosfor (P), C Organik, Nitrogen (N), dan Kalium (K). Kandungan Makro tersebut membandingkan dengan SNI Nilai unsur hara pada komposter B3 memiliki nilai kadar air 17.14% memenuhi baku mutu SNI yaitu nilai maksimal 50%. Nilai kandungan P sebesar 1.22% memenuhi minimal baku mutu SNI yaitu nilai minimal sebesar 0.10%, nilai kandungan C-Organik sebesar
23 % memenuhi nilai minimal maupun maksimal baku mutu SNI yaitu nilai minimal 9.80% dan maksimal 32%, nilai kandungan N sebesar 20.59% memenuhi nilai minimal baku mutu SNI nilai minimal 0.40 dan nilai K sebesar 0.17% memang nilai tersebut masih kurang memenuhi standar baku mutu SNI , tetapi masih layak karena perbedaannya tidak terlalu besar KOMPOSTER C1 No Parameter Satuan Hasil Minimal Maksimal Pemeriksaan 1 Kadar Air % Phofor % C- Organik % Nitrogen % Kalium % Tabel 4.9 Hasil Analisa Kandungan Makro Komposter C1 Hasil dari analisa unsur makro yang di uji dalam komposter C1 seperti Kadar Air, Phosfor (P), C Organik, Nitrogen (N), dan Kalium (K). Kandungan Makro tersebut membandingkan dengan SNI Nilai kadar air pada komposter C1 memiliki nilai 18.13% tetapi ada perbedaan nilai kandungan unsur hara dengan tabel 8, itu dikarenakan metode penelitian yang berbeda terlihat dalam lampiran, tetapi kedua nilai tersebut masih memenuhi SNI Nilai kandungan P sebesar 0.894% memenuhi minimal baku mutu SNI yaitu nilai minimal sebesar 0.10%, nilai kandungan C-Organik sebesar 27.54% memenuhi nilai minimal maupun maksimal baku mutu SNI yaitu nilai minimal 9.80% dan maksimal 32%, nilai kandungan N sebesar 22.38% memenuhi nilai minimal baku mutu SNI nilai minimal 0.40 dan nilai K sebesar 0.25% memenuhi standar baku mutu SNI dengan minimal SNI nilai sebesar 0.20%
24 55 KOMPOSTER D2 No Parameter Satuan Hasil Minimal Maksimal Pemeriksaan 1 Kadar Air % Phofor % C- Organik % Nitrogen % Kalium % Tabel 4.10 Hasil Analisa Kandungan Makro Komposter D2 Hasil dari analisa unsur makro yang di uji dalam komposter B3 seperti Kadar Air, Phosfor (P), C Organik, Nitrogen (N), dan Kalium (K). Kandungan Makro tersebut membandingkan dengan SNI Nilai unsur hara pada komposter B3 memiliki nilai kadar air 17.79% memenuhi baku mutu SNI yaitu nilai maksimal 50%. Nilai kandungan P sebesar 0.824% memenuhi minimal baku mutu SNI yaitu nilai minimal sebesar 0.10%, nilai kandungan C-Organik sebesar 27.26% memenuhi nilai minimal maupun maksimal baku mutu SNI yaitu nilai minimal 9.80% dan maksimal 32%, nilai kandungan N sebesar 21.30% memenuhi nilai minimal baku mutu SNI nilai minimal 0.40 nilai minimal 0.40 dan nilai K sebesar 0.24% memenuhi standar baku mutu SNI dengan minimal SNI nilai sebesar 0.20% Berikut adalah tabel perbandingan keempat komposter tersebut membandingan dengan baku mutu SNI Baku Mutu Hasil Pemeriksaan (SNI ) No Parameter Satuan Komposter Komposter Komposter Komposter Minimal Maksimal A2 B3 C1 D2 1 Kadar Air % Phofor % C- Organik % Nitrogen % Kalium % * Tabel 4.10 Perbandingan Komposter Kandungan Makro A2,B3,C1,D2
25 56 Dari Tabel tersebut diketahui unsur makro dalam keempat komposter memenuhi baku mutu SNI yaitu komposter C1 dan komposter D2, komposter A2 dan B3 hanya nilai kaliumnya yang kurang memenuhi baku mutu SNI dengan nilai minimal 0.20%.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen melalui beberapa variasi. Untuk lebih jelasnya berikut adalah gambar diagram alir penelitian. Gambar 3.1.
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS
31 JTM Vol. 05, No. 1, Juni 2016 PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS Dicky Cahyadhi Progam Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis
IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan
Lebih terperinciPengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.
Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi
31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC
1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak
Lebih terperinciPENGOMPOSAN K1UDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT
PENGOMPOSAN K1UDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT. INDOFOOD CBP DENGAN PENAMBAHAN LUMPUR AKTIF DAN EM4 DENGAN VARIASI SAMPAH DOMESTIK DAN KULIT BAWANG Bening Laksa Intan, Syafrudin, Winardi Dwi Nugraha
Lebih terperinciPemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan
TEMU ILMIAH IPLBI 26 Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan Evelin Novitasari (), Edelbertha Dalores Da Cunha (2), Candra Dwiratna Wulandari (3) () Program Kreativitas Mahasiswa,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian fisik 1. Temperature /Suhu Suhu adalah salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan kompos karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Pengamatan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii
ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii ABSTRAK... ix I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 2 1.3
Lebih terperinciA = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)
LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat fisik 1. Suhu kompos Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping
Lebih terperinciElysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O
PERAN MIKROORGANISME AZOTOBACTER CHROOCOCCUM, PSEUDOMONAS FLUORESCENS, DAN ASPERGILLUS NIGER PADA PEMBUATAN KOMPOS LIMBAH SLUDGE INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU Hita Hamastuti 2308 100 023 Elysa Dwi Oktaviana
Lebih terperinciSTUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL
STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL Arya Rezagama*, Ganjar Samudro Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedharto No 1, Tembalang, Semarang.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat
Lebih terperinciNiken Wijayanti, Winardi Dwi Nugraha, Syafrudin Jurusan Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro
PENGOMPOSAN SLUDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT. INDOFOOD CBP DENGAN PENAMBAHAN LUMPUR AKTIF DAN EM4 DENGAN VARIASI KULIT BAWANG DAN BAWANG GORENG (Utilization of sludge wastewater treatment plant PT.Indofood
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.
1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
23 HASIL DAN PEMBAHASAN KarakteristikBahan Kompos Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat kematangan kompos.bahan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA II.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :
SKRIPSI Pengaruh Mikroorganisme Azotobacter chrococcum dan Bacillus megaterium Terhadap Pembuatan Kompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Disusun Oleh: Angga Wisnu
Lebih terperinciLampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia
Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia No Parameter Satuan Minimum Maksimum 1 Kadar air % - 50 2 Temperatur O C - Suhu air tanah 3 Warna - - Kehitaman 4 Bau - - Berbau tanah
Lebih terperinciJENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA
JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA Endang Susianingsih dan Nurbaya Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan
Lebih terperinciPENGARUH SUSUNAN BAHAN TERHADAP WAKTU PENGOMPOSAN SAMPAH PASAR PADA KOMPOSTER BERAERASI
PENGARUH SUSUNAN BAHAN TERHADAP WAKTU PENGOMPOSAN SAMPAH PASAR PADA KOMPOSTER BERAERASI TA. Bambang Irawan 1, Padmawati M. 2 1,2 Akademi Kimia Industri St. Paulus Semarang e-mail : 1 bambangir10@gmail.com,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kimia Pupuk 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul Analisis pupuk dilakukan untuk mengetahui kandungan C organik, N, P, K dan C/N ratio
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Berdasarkan hasil penelitian kandunganmakronutrien N dan P maka pupuk organik cair kombinasi jerami padi, daun kelor, dan penambahan kotoran burung puyuh sebagai
Lebih terperinciPENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS
PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS EFFECT OF COMPOST COMPOSITION OF RAW MATERIALS (WASTE ORGANIC MARKET, SOYBEAN
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU)
1 PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU) Andhika Cahaya T S (L2C004195) dan Dody Adi Nugroho (L2C004212) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara
Lebih terperinciPENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, Edisi Spesial 2017 114 PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB Sindi Martina Hastuti 1, Ganjar Samudro 2, Sri Sumiyati
Lebih terperinciBAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda
18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pembuatan kompos dilakukan di saung plastik yang dibuat di University Farm kebun percobaan Cikabayan (IPB) Dramaga.Analisis fisik, kimia dan pembuatan Soil Conditionerdilakukan
Lebih terperinciJurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH
PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH Eka Marya Mistar, Agrina Revita Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah E-mail
Lebih terperinciSpesifikasi kompos dari sampah organik domestik
Standar Nasional Indonesia Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik ICS 13.030.40 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...
Lebih terperinciLIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.
LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999
Lebih terperinciLAMPIRAN LAMPIRAN P2.U3 P4.U2 P5.U2 P2.U2 P1.U1 P4.U3 P5.U1 P1.U2 P3.U3 P1.U3 P4.U1 P3.U1 P3.U2 P2.U1 P5.3
Lampiran 1. Lay out Penelitian LAMPIRAN LAMPIRAN P2.U3 P4.U2 P5.U2 P2.U2 P1.U1 P4.U3 P5.U1 P1.U2 P3.U3 P1.U3 P4.U1 P3.U1 P3.U2 P2.U1 P5.3 Keterangan : P1 : 100% N-Urea P2 : 75% N-Urea + 25% N-Pupuk Granul
Lebih terperinciKompos Cacing Tanah (CASTING)
Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. selanjutnya diaplikasikan pada tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu pembuatan kompos kompos jerami dengan pengaturan nilai C/N rasio melalui penambahan azolla dan selanjutnya diaplikasikan pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).
0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa
Lebih terperinciPENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN
PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN Disusun Oleh: Ir. Nurzainah Ginting, MSc NIP : 010228333 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2007 Nurzainah Ginting
Lebih terperinciPRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR. St. Chadijah
Volume 5 No. 3 Oktober 2017 ISSN 2302-6944, e-issn 2581-1649 PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR St. Chadijah chwdijah@gmail.com Staf Pengajar Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh
Lebih terperinciLABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Pengaruh Penambahan Aktivator Effektive Mikroorganism EM-4 pada pembuatan pupuk organik dari komposting Tandan Kosong Kelapa Sawit Sisa Media Jamur Merang (Volvariella Volvacea) Disusun Oleh : Rendra Graha
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian K5 K7 K0 B T K2 K5 K1 K7 K4 K6 K6 K2 K4 K4 K0 K7 K1 K6 K2 K0 K1 K5 Lampiran 2. Formula Media NA Cair (Rao, 1982). Nama Bahan Jumlah Pepton 5 g Beef Ekstrak 3 g NaCl
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hamli (2015) salah satu jenis tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan
Lebih terperinciAisyah Azka Hidayati, Winardi D.N, Syafrudin
Pengomposan Sludge Hasil Pengolahan Limbah Cair PT. Indofood CBP Dengan Penambahan Lumpur Aktif Dan EM4 Dengan Variasi Sampah Domestik Dan Bawang Goreng ABSTRACT Aisyah Azka Hidayati, Winardi D.N, Syafrudin
Lebih terperinciMetode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:
15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan sapi perah sudah banyak tersebar di seluruh Indonesia, dan di Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali merupakan daerah terkenal dengan usaha pengembangan sapi perah.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1.774.463
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair
36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang
TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Bahan Baku Sebelum dan Setelah Dikomposkan Bahan baku yang dikomposkan memiliki kandungan C/N rasio yang berbeda (Tabel 2). Pengomposan terhadap bahan baku (raw
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian penduduk adalah petani. Keberlangsungan pada sektor pertanian dipengaruhi oleh sektor-sektor
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak
TINJAUAN PUSTAKA Sampah Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Limbah Padat Aren Halus Pohon aren memiliki banyak manfaat, diantaranya tepung aren dapat digunakan untuk pembuatan aneka produk makanan, terutama produk-produk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mengetahu, parameter yang berperan dalam komposting yang meliputi rasio C/N. ph. dan suhu selama komposting berlangsung.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Pada penelitian ini dilakukan penelitian pendahuluan, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menguji bahan masing-masing reaktor sesudah diadakannya peneampuran bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Pondoh Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman salak di daerah Sleman sebanyak 4.653.790 rumpun, dan 88% diantaranya jenis salak pondoh (4.095.178
Lebih terperinciCARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO
CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.
Lebih terperinciKEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN
KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN Budi Nining Widarti, Sinta Devie, Muhammad Busyairi Fakultas Teknik Universitas Mulawarman email :
Lebih terperinciArdhi Ristiawan, Syafrudin, Ganjar Samudro Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Abstract
STUDI PEMANFAATAN AKTIVATOR LUMPUR AKTIF DAN EM4 DALAM PROSES PENGOMPOSAN LUMPUR ORGANIK, SAMPAH ORGANIK DOMESTIK, LIMBAH BAWANG MERAH GORENG DAN LIMBAH KULIT BAWANG Ardhi Ristiawan, Syafrudin, Ganjar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka berkembang pula dengan pesat bidang industri yang berdampak positif guna untuk peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.
Lebih terperinciII. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan
II. TI JAUA PUSTAKA A. Pengomposan Pengomposan merupakan penguraian bahan organik secara biologis dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk padatan komplek (Haug 1980). Proses pengomposan
Lebih terperinciBAB VIII UJI KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK HALAMAN KANTOR GEOSTECH PUSPIPTEK SERPONG. Rosita Shochib, Ikbal, Firman L. Sahwan, Sri Wahyono, Suyadi
BAB VIII UJI KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK HALAMAN KANTOR GEOSTECH PUSPIPTEK SERPONG Rosita Shochib, Ikbal, Firman L. Sahwan, Sri Wahyono, Suyadi ABSTRAK Gedung Geostech merupakan salah satu gedung perkantoran
Lebih terperinciTARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA
TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein dan mineral yang baik, dengan kandungan kalium,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu spesies jamur yang dapat dikonsumsi. Selain rasanya yang lezat, ternyata jamur merang juga merupakan sumber protein dan mineral yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan
Lebih terperinciLampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)
Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR SUPERDEC DAN ORGADEC
PETUNJUK TEKNIS PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR SUPERDEC DAN ORGADEC Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos LIMBAH PADAT ORGANIK PERKEBUNAN TEBU DAN KELOMPOK GRAMINEAE LAINNYA dengan
Lebih terperinciBIOAKUMULASI LOGAM Fe OLEH CACING AKUATIK DALAM PROSES REDUKSI LUMPUR
BIOAKUMULASI LOGAM Fe OLEH CACING AKUATIK DALAM PROSES REDUKSI LUMPUR Di susun oleh : Ro du Dhuha Afrianisa Dosen Pembimbing : Ir. Atiek Moesriati, M.Kes. Dosen Co-Pembimbing: Alfan Purnomo, ST., MT. 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang gurih. Selain itu ikan lele dumbo
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1 : Pengomposan Limbah Perkebunan Kelapa. organik sehingga dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup lainnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1 : Pengomposan Limbah Perkebunan Kelapa Pengomposan merupakan metode mempercepat proses dekomposisi bahan organik sehingga dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup lainnya.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 2.1.1 Karakteristik Bagas Ampas tebu atau disebut dengan bagas (Gambar 1) merupakan hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) tebu di stasiun pengilingan.
Lebih terperinciPEMANFAATAN SLUDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH AIR INDUSTRI PUPUK SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK KOMPOS
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH PISANG UNTUK PEMBUATAN KOMPOS MENGGUNAKAN KOMPOSTER ROTARY DRUM
PEMANFAATAN LIMBAH PISANG UNTUK PEMBUATAN KOMPOS MENGGUNAKAN KOMPOSTER ROTARY DRUM Sriharti 1), Takiyah Salim 2) Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI 1,2) Jl. KS. Tubun No. 5 Subang 41211
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Dinamika Populasi Jumlah Bakteri Total Pada Proses Dekomposisi Awal Terhadap Berbagai Nisbah C/N Campuran Feses Ayam Petelur dan Serbuk Gergaji Jumlah bakteri total pada proses
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan
Lebih terperinci