BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi UKM Ridho Habibi beralamatkan di Sendang Mulyo (Bonggo), Bendungan, Kedawung, Sragen. Lokasi UKM Ridho Habibi (Gambar 4.1) tidak begitu strategis, karena berada di dalam suatu desa dan sedikit di pinggiran kota sehingga dengan akses jalan raya tidak terlalu dekat oleh sebab itu konsumen jarang mengetahui dimana UKM RH berada. UKM ini berada di tengah desa yang jauh dari sarang hama seperti pengerat dan serangga,karna letaknya yang jauh dari persawahan sehingga serangan hama pengerat dan serangga dapat diminimalisir. UKM ini juga berada jauh dari daerah pembuangan sampah maupun limbah sehingga sulit untuk terkontaminasi bakteri-bakteri yang merugikan maupun yang dapat menyebabkan penyakit karna apabila UKM berada didekat tempat pembuangan sampah ataupun limbah akan berakibat pada kontaminasi silang pada pangan yang lebih besar. Gambar 4.1 Lokasi dan lingkungan UKM Ridho Habibi Kondisi lingkungan sekitar UKM Ridho Habibi sudah cukup baik namun tempat proses produksi masih bergabung dengan rumah pemilik. Tempat produksi ini berada di belakang rumah pemilik yakni di area paling belakang rumahnya. Walaupun tempat produksi sudah terpisah dari 25

2 dapur pemilik namun untuk area pengupasan bahan baku masih di lakukan di jalan belakang tempat produksi. Hal ini memungkinkan terjadinya kontaminasi saat ada kendaraan yang tak sengaja lewat, hal ini dapat di lihat pada Gambar 4.2 Sumber:UKM Ridho Habibi Gambar 4.2 pengupasan bahan baku 2. Konsep CPPB Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012, untuk menetapkan lokasi UKM (Usaha Kecil Menengah) perlu mempertimbangkan keadaan dan lokasi lingkungan yang mungkin dapat menjadi sumber kontaminan potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang di produksi oleh UKM. Lingkungan UKM juga seharusnya selalu dijaga dan dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara sebagai berikut, sampah dibuang dan tidak menumpuk, tempat sampah selalu tertutup, jalan selalu di pelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik. Seharusnya tempat pengupasan dibuat tempat khusus semisal sekat tersendiri, sehingga tidak harus melakukan pengupasan bahan dijalan belakang UKM. B. Bangunan dan Fasilitas 1. Evaluasi a. Bangunan ruang produksi Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dibagian produksi UKM Ridho Habibi dapat dilihat pada Gambar 4.3 masih belum memenuhi standar karena memiliki ruang produksi yang tak begitu 26

3 luas, namun sudah lumayan bersih, dan terpisah dengan dapur pribadi. Kontruksi bangunan UKM Ridho Habibi sudah memiliki kontruksi bangunan yang lengkap, seperti lantai, dinding, atap, langit-langit dan tempat pencucian bahan baku. Bangunan UKM sudah permanen, kokoh, rapat, terhindar dari gangguan serangga. Berikut adalah layout bangunan yang ada di UKM RH Gambar 4.3 Ruang Produksi Ridho Habibi Lantai di UKM masih belum menggunakan keramik atau masih menggunakan lantai semen. Sehingga warna lantai yang kotor atau tidak tak dapat terlihat jelas, namun lantai UKM dalam keadaan bersih, 27

4 kedap air, tidak licin, rata dan kering. Untuk ruang pengorengan keripik talas lantai terlihat lebih hitam di banding dengan di bagian yang tidak digunakan untuk pengorengan dapat dilihat seperti Gambar 4.4 berikut, lantai rata dan tak ada yang berlubang. Untuk lantai bagian pengemasan dan penyimpanan sudah menggunakan lantai keramik dengan warna putih yang akan mudah terlihat bila lantai kotor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Gambar 4.5. Pembersihan lantai dilakukan sebelum dimulai pengemasan produk dan untuk bagian penyimpanan dibersihkan setiap pagi dan sore hari. Gambar 4.4 Lantai Ruang Penggorengan 28

5 Gambar 4.5 Lantai Ruang Pengemasan dan Penyimpanan Keadaan dinding di bagian produksi UKM masih menggunakan semen dan dicat putih. Pemilihan cat putih ini ditujukan agar apabila terjadi kotor akan gampang terlihat dan segera dibersihkan selain itu pemilihan cat putih juga berguna untuk memberikan pencahayaan pada ruang dengan lebih baik, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 4.6. Masih terdapat kekurangan pada dinding karena dinding belum mudah dibersihkan jika terjadi kotor yang menempel seperti bekas minyak goreng yang terciprat, karena tidak dapat langsung dibersihkan. Gambar 4.6 Dinding Selanjutnya adalah langit-langit yang ada di UKM Ridho Habibi tepatnya dibagian ruang produksi masih berupa asbes seperti pada Gambar 4.7. Kondisi masih belum baik, warna atap yang digunakan masih berwarna gelap, sehingga bila kotor maka tidak akan mudah terlihat dan tidak akan mudah dibersihkan. Namun penggunaan asbes ini juga mempunyai kelebihan yakni tahan terhadap uap panas yang dihasilkan dari pengorengan keripik talas. Pembersihan langit-langit dilakukan apabila akan dimulai proses produksi pada pagi harinya. Tinggi langit-langit sendiri sekitar 3 meter. 29

6 Gambar 4.7 Langit-langit Ruang Produksi Untuk ruang pencucian bahan baku talas tergabung dalam ruang produksi hanya terpisah sekat. Lantai pada bagian pencucian bahan baku sama dengan lantai di bagian produksi lainnya yakni masih berlantai semen, selain itu dibagian pencucian ini juga dilengkapi ember-ember yang digunakan untuk bak pemapungan air yang digunakan selama pencucian dilakukan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.8 Gambar 4.8 Ruang Pencucian Bahan Baku b. Fasilitas Kelengkapan ruang produksi di UKM belum begitu lengkap, karena belum tersedia tempat cuci tangan dan sabun untuk karyawan, untuk penerangan di UKM sudah cukup baik. Penerangan di UKM saat siang menggunakan cahaya matahari yang diatur sehingga tidak 30

7 terlalu silau jadi karyawan dapat bekerja dengan penerangan cukup dan tidak terganggu dengan cahaya yang menyilaukan. Produksi berlangsung dari pukul 7 pagi sampai selesai tergantung bahan baku pada hari tersebut dan produk yang dihasilkan karena di UKM ini tidak hanya memproduksi keripik talas saja. UKM tidak memiliki ruang penyimpanan bahan baku,karena bahan baku yang datang akan langsung diproduksi pada hari yang sama, sedangkan untuk bahan pendamping seperti minyak dan garam disimpan disudut ruang produksi yang lumayan kering dan tidak lembab. Untuk ruang hasil produk akhir terpisah dengan ruang produksi, yakni berada di ruang depan. Kondisi ruang penyimpanan sudah cukup memenuhi standar karna sirkulasi udara sudah cukup baik sehingga tempat tidak lembab dan jauh dari serangga dan tikus. Untuk ruang penyimpanan selalu di jaga kebersihannya dengan cara menyapu dan membersihkan dari debu tiap harinya. 2. Konsep CPPB a. Bangunan ruang produksi Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 adalah ruang produksi sebaiknya cukup luas, mudah dibersihkan, dan sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan. Untuk konstruksi ruangan sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi, serta meliputi lantai, dinding atau pemisah ruangan, atap dan langit-langit, pintu, jendela, lubangangin atau ventilasi dan permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas. Lantai sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang. Lantai seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan. Dinding atau pemisah ruangan sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, 31

8 halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat. Dinding atau pemisah ruangan seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya. Dinding atau pemisah ruangan seharusnya mudah dibersihkan. Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau terkikis. Permukaan langit-langit sebaiknya rata, berwarna terang dan jika diruang produksi menggunakan atau menimbulkan uap air sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan panas. Konstruksi langit-langit sebaiknya didesain dengan baik untuk mencegah pengelupasan, penumpukan bersarangnya debu, hama, pertumbuhan memperkecil jamur, terjadinya kondensasi. Langit-langit seharusnya selalu dalam keadaan bersih daridebu, sarang labah-labah. Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dan dibersihkan. Permukaan tempat kerja harus dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan, detergen dan desinfektan. Bagunan tempat pengolahan pangan sudah cukup baik karena sudah berupa bangunan permanen namun untuk lantai seharusnya menggunakan keramik atau menggunakan lantai dengan warna putih sehingga apabila terjadi kotor maka akan langsung terlihat dan bisa langsung dibersihkan. Untuk lantai bagian produksi lebih tepatnya bahgian pengorengan sebaiknya menggunakan lantai keramik atau lantai dengan warna terang tidak hanya di plaster semen saja, kalaupun diplaster semen seharusnya menggunakan plaster semen yang halus hal ini akan mempermudahkan dalam proses pembersihan. Untuk lantai ruang pengemasan dan penmyimpanan sudah menggunakan keramik dengan warna putih hal ini sudah baik karena apabila terjadi kotor maka akan langsung terlihat. Untuk atap sebaiknya diberi langit-langit yang 32

9 berwarna terang, hal ini berguna apabila langit-langit tempat produksi kotor maka akan cepat terlihat dan bisa cepat dibersihkan. Layout bangunan yang seharusnya diterapkan di UKM RH. b. Fasilitas Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 yaitu kelengkapan ruang produksi seperti ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti. Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya. Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan produk akhir. Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan bukan untuk pangan seperti bahan pencuci, pelumas, dan oli. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara. 33

10 Sebaiknya di UKM dibuatkan tempat pencucian tangan seperti wastafle yang dilengkapi dengan sabun dan serbet dan dapat digunakan karyawan untuk mencuci tangan sebelum memulai aktifitas produksi. Sedangkan tempat penyimpanan bahan tambahan seperti garam dan minyak dibuatkan bilik khusus sekat yang berada dipojok ruang produksi dengan menyekat sedikit pojok ruang produksi agar bahan tambahan pangan nantinya tidak tercampur dengan produk yang sedang diolah. Untuk tempat penyimpanan keripik jadi sebaikya juga dibuatkan bilik tersendiri sehingga tidak tercampur dengan usaha pemilik UKM yang lainnya. Tempat pengemasan juga sebaikya mempunyai tempat tersendiri tidak tergabung dengan ruang keluarga pemilik. C. Peralatan Produksi 1. Evaluasi Peralatan produksi pada UKM Ridho Habibi sudah cukup baik. Seperti Gambar 4.9 dapat dilihat peralatan apa saja yang digunakan di UKM. Peralatan yang digunakan seperti wajan, tungku pengorengan, spinner, pasah, baskom wadah hasil produksi, serok, dan bak pencuci bahan, pisau pengupas. Seluruh alat yang digunakan pada produksi kebanyakan berbahan steinless dan plastik untuk wadah bahan jadi. Pemilihan bahan stainless ini bertujuan untuk mengurangi adanya kontaminasi dari alat pengolahan. Peralatan yang sudah digunakan pada produksi biasanya akan dicuci dan dikeringkan sedangkan untuk wajan yang masih berisi minyak biasanya akan ditutup dengan tampah begitu juga setelah spiner dibersihkan biasanya akan di tutup dengan tampah untuk menghindari kemasukan bahan kontaminasi. 34

11 Gambar 4.9Peralatan Produksi 2. Konsep CPPB Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 yaitu tata letak kelengkapan ruang produksi seharusnya diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya didesain, dikonstruksi dan diletakkan dengan sebaik-baiknya untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Persyaratan bahan peralatan produksi untuk peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan 35

12 dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air. Selain itu, peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin/peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahanlain yang menimbulkan bahaya, termasuk bahan kontak pangan/zat kontak pangan dari kemasan pangan ke dalam pangan yang menimbulkan bahaya. Peralatan produksi sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang. Semua peralatan seharusnya dipelihara, diperiksa dan dipantau agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih. Untuk bahan perlengkapan peralatan yang terbuat dari kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi. Dan alat ukur/timbang seharusnya dipastikan keakuratannya, terutama alat ukur/timbang bahan tambahan pangan (BTP). Peralatan produksi yang berada di UKM sudah bagus dengan menggunakan peralatan yang berbahan stainless dan plastik, namun untuk pembersihan alat yang digunakan masih kurang baik, contohnya wajan pengorengan apabila minyak yang digunakan untuk menggoreng masih banyak biasanya pemilik tidak mencuci wajan bekas pengorengan dan hanya menutupnya dengan tampah untuk digunakan produksi dihari berikutnya. Seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan, apabila minyak yang masih banyak dan baru digunakan sebaiknya setelah selesai pengorengan dan ada sisa minyak, minyak dituang kedalam wadah khusus dan wajan segera dibersihkan untuk produksi pada hari berikutnya. Tutup tampah seharusnya dig anti dengan mengunakan tutup-tutup berbahan stainless seperti tutup panic yang besar, hal ini akan lebih aman untuk mengurangi kontaminasi pada bahan pangan karena penutupan dengan menggunakan 36

13 tampah masih memiliki pori-pori yang kemungkinan masih dapat kemasukan debu dan sebagainya. D. Suplay Air atau Sarana Penyediaan Air 1. Evaluasi UKM Ridho Habibi menggunakan sumber air dari PDAM untuk keperluan proses produksi keripik talas. Air yang digunakan sudah berstandar air minum karena air yang digunakan sudah menggunakan PDAM yang dapat dicek kebersihan airnya. 2. Konsep CPPB Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 yaitu sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan / atau air minum. Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi. E. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi 1. Evaluasi Sarana pembersihan dan pencucian di UKM RH ini sudah cukup baik karena sudah ada alat yang digunakan untuk membersihkan peralatan setelah produksi dan bangunan tempat produksi juga dibersihkan tiap harinya dengan cara menyapu dan membuang sampah setelah produksi berahir pada hari itu. Sabun yang digunakan untuk pencucian peralatan juga sudah tersedia. Sumber air yang digunakan untuk hygiene dan sanitasi berasal dari PDAM dan debitnya juga cukup besar sehingga ketersediaan air selalu terjaga. Untuk sarana Hygiene karyawan seperti fasilitas cuci tangan belum tersedia di UKM RH sedangkan untuk toilet sendiri masih tergabung dengan toilet pemilik UKM, namun toilet sudah dalam keadaan bersih. Jumlah toilet yang ada di UKM dengan jumlah pekerja yang ada sudah seimbang karena jumlah pekerja hanya 2 orang dengan jumlah toilet sebesar satu unit, yang masih tergabung dengan toilet pemilik. Sarana cuci tangan untuk karyawan masih belum tersedia sehingga karyawan biasanya mencuci tanggan mereka di toilet atau di tempat 37

14 pencucian bahan baku. Sarana toilet untuk karyawan masih tergabung dengan toilet pemilik UKM sehingga belum terdapat tanda peringatan cuci tangan, namun karyawan selalu mencuci tangan setelah dari toilet sedangkan sarana pembuangan air dan limbah sudah cukup baik di UKM RH ini. Selokan tempat pembunangan limbah cair sisa pencucian bahan baku sudah baik, tidak mampet dan di ruang produksi terdapat tempat sampah menggunakan plastik yang dapat digunakan sekali pakai seperti yang tersedia di Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 untuk gambar sistem pembuangna limbah cair. Gambar 4.10 Tempat sampah Produk Gambar 4.11 Tempat Pembuangan Limbah Cair Kegiatan pembersihan alat dan sanitasi alat dilakukan setelah selesainya proses produksi. Peralatan yang sudah bersih segera ditempatkan pada bagiannya masing-masing seperti halnya ember yang digunakan untuk pencucian produk setelah proses produksi selesai segera di bersihkan dengan air dan di tumpuk di bagian samping tempat pencucian seperti pada Gambar

15 Gambar 4.12 peletakan alat yang telah dicuci Keranjang peniris juga digantung setelah dicuci. Hal ini dilakukan agar keranjang tetap dalam keadaan bersih dan kering jika akan digunakan kembali untuk proses produksi. Sama halnya dengan wajan setelah produksi selesai akan dicuci dan digantung dalam keadaan terbalik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi karena debu yang menempel pada permukaan wajan. 2. Konsep CPPB Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 mengenai fasilitas serta kegiatan hygiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Fasilitas hygiene dan sanitasi meliputi sarana pembersihan dan sanitasi, sarana hygiene karyawan, sarana cuci tangan karyawan, sarana toilet dan jamban, dan sarana pembuangan air dan limbah. Sarana pembersihan dan pencucian yang baik meliputi sarana pembersihan atau pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan, dan bangunan (lantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lab dan kemoceng, detergen, ember, bahan sanitasi sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik, sarana pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih dan air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu, terutama berguna untuk melarutkan sisasisa lemak dan disinfeksi bila diperlukan. Untuk sarana hygiene karyawan yang terdiri dari tempat cici tangan seharusnya diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan sabun cuci tangan serta di lengkapi 39

16 dengan alat pengering tangan seperti handuk, lab atau kertas serap yang bersih dan dilengkapi tempat sampah yang tertutup. Dan untuk sarana toilet seharusnya didesain dan dikontruksi dengan memperhatikan persyaratan hygiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan, adanya tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun setelah menggunakan toilet, toilet juga dalam keadaan bersih dan tertutup serta mempunyai pintu yang membuka kearah luar ruangan produksi. Untuk sarana pembuangan air dan limbah memiliki kriteria tersendiri yakni sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan dikontruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih. Sampah harus segera dibuang ke tempat sampah untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya sehingga tidak mencemari pangan maupun sumber air. Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat dan tertutup rapat untuk menghindari terjadinya tumpahan sampah yang dapat mencemari pangan maupun sumber air. Untuk pembersihan/pencucian dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara kimia seperti dengan sabun/deterjen atau gabungan keduanya. Jika diperlukan, penyucihamaan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.kegiatan pembersihan/pencucian dan penyucihamaan peralatan produksi seharusnya dilakukan secara rutin. Dan sebaiknya ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan/pencucian dan penyuci hama. Kegiatan Higiene dan Sanitasi yang ada di UKM harus lebih diperhatikan oleh pemilik, karena belum tersedianya kamarmandi khusus pekerja serta tempat cuci tangan khusus yang disediakan untuk pekerja. Seharusnya pemilik membuatkan wastafel khusus di sebelah tempat pencucian bahan karna tempat ini dirasa masih dapat untuk membuat tempat pencucian tangan yang nantinya dapat digunakan pegawai sebelum memulai pengolahan bahan pangan. Untuk tempat sampah seharusnya 40

17 menggunakan tempat sampah yang berbahan inert tidak hanya menggunakan plastik saja seperti dilihat pada UKM. F. Kesehatan dan Higiene Karyawan 1. Evaluasi Jumlah kariawan yang ada di UKM RH saat ini berjumlah 2 orang yang terdiri dari 2 perempuan dan dibantu oleh pemilik karena tidak ada karyawan laki-laki. Karyawan seperti pada Gambar 4.13 bekerja dalam keadaan sehat. Jika karyawan dalam keadaan sakit biasanya akan izin kepada pemilik untuk tidak bekerja. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi pada produk yang dihasilkan dan untuk menjaga agar sakitnya karyawan tak bertambah parah dengan bekerja. Kebersihan karyawan sudah cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan pengenaan pakaian seragam saat produksi dalam keadaan bersih dan pekerja sudah menggunakan celemek saat melakukan penggorengan bahan. Namun masih ada kekurangan yaitu karyawan belum menggunakan penutup kepala dan sarung tangan yang sesuai untuk produksi. Pekerja hanya menggunakan sarung tangan yang cukup tebal saat pemasahan keripik. Kebersihan karyawan sudah cukup baik dengan mencuci tanggan sebelum dimulai produksi walaupun tak ada tempat cuci tangan khusus yang tersedia. Kebiasaan karyawan juga sudah lumayan baik. karyawan tidak makan atau minum saat produksi dilaksanakan, tidak merokok, meludah, bersin atau batuk kearah pangan yang dapat menimbulkan kontaminasi pada produk pangan. Karyawan juga tak menggunakan perhiasaan saat melakukan proses produksi, sehingga mengurangi resiko terjadinya kontaminasi pada bahan pangan yang di hasilkan. 41

18 Gambar 4.13 Karyawan UKM RH 2. Konsep CPPB Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 mengenaikesehatan dan hygiene karyawan yakni kesehatan dan hygiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Karyawan yang bekerja dibagian pangan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut pertama karyawan dalam keadaan sehat, jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk keruang produksi, kedua jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya sakit kuning, diare, sakit perut, dan lain sebagainya tidak diperkenankan memasuki ruang produksi. Sedangkan untuk kebersihan karyawan, karyawan harus selalu menjaga kebersihan badan. Karyawan yang menangani pangan seharusnya menggunakan pakaian kerja yang bersih, pakaian kerja ini dapat berupa selemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan sepatu khusu untuk bekerja. Jika karyawan memiliki luka diwajibkan menutup lukanya dengan perban khusus untuk luka dan karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan yang kotor, dan setelah keluar dari toilet. Kebiasaan karyawan di tempat kerja juga seharusnya diatur seperti dilarang makan dan minum di tempat kerja, merokok, meludah, bersin atau batuk kearah pangan atau melakukan tindakan yang dapat menyebabkan pencemaran produk pangan. Karyawan dibagian pangan 42

19 sebaiknya tidak mengenakan perhiasan seperti anting, cincin, gelang dan lain-lain yang dapat menyebabkan pencemaran pada pangan yang diolah. Karyawan seharusnya diberikan penutup kepala, sarung tangan khusus pengolahan produk pangan, masker, dan juga celemek. Namun yang ada di UKM hanya penyediaan celemek dan sarung tangan saja, penutup kepala dan masker penting diberikan pada pekerja mengingat dapat terjadi kontaminasi apabila tidak disediakannya penutup kepala dan masker saat produksi berlangsung. Selain itu pemilik seharusnya tidak menyediakan minuman untuk pekerja ditempat pengolahan pangan karna minuman ini dapat menjadi sumber kontaminan pada pangan, walaupun pekerja tidak meminumnya pada saat ia bekerja. Seragam pekerja juga seharusnya lebih dari satu agar pekerja dapat menggunakan bergantian dan tidak menggunakan baju bebas saat produksi berlangsung. Walaupun pakaian bebas yang digunakan pekerja dalam keadaan bersih, namun hal ini belum memenuhi aturan yang ada pada proses pengolahan pangan yang baik. G. Pemeliharaan dan Progam Higiene Sanitasi Karyawan 1. Evaluasi Pemeliharaan dan pembersihan di UKM RH sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan produksi yang selalu terjaga bersih dan rapi seperti pada Gambar Sanitasi pekerja sudah berjalan lumayan baik dengan memakai seragam saat produksi, menggunakan celemek dan mencuci tangan sebelum produksi dimulai, namun untuk penutup kepala dan masker pekerja masih belum menggunakannya dan sarung tangan yang digunakan bukan merupakan sarung tangan khusus produksi pangan. Untuk peralatan produksi setelah digunakan akan dicuci dan digantung atau ditumpuk, sedangkan tempat produksi selalu disapu setiap harinya sebelum melakukan proses dan setelah melakukan proses. Sedangkan untuk sampah pemilik UKM akan langsung membuang sampah setelah proses produksi berlangsung. Hal ini dilakukan untuk menghindari 43

20 terjadinya kontaminasi atau pencemaran pada produk pangan yang diproduksi. Gambar 4.14 Lingkungan Produksi UKM RH 2. Konsep CPPB Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 yaitu pemeliharaan dan progam sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin/peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) sebaiknya dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah. Kemudian untuk pemeliharaan dan pembersihan lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam keadaan terawat dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya. Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur untuk menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran. Bahan kimia pencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan. Prosedur pembersihan dan sanitasi sebaiknya dilakukan dengan menggunakan proses fisik (penyikatan, penyemprotan dengan air bertekanan atau penghisap vakum), proses kimia (sabun atau deterjen) atau gabungan proses fisik dan kima untuk menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan dan peralatan. Progam higiene dan sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih. Progam higiene dan sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan. Kemudian untuk tindakan kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang 44

21 akan mencemari pangan.untuk mencegah masuknya hama dapat dilakukan dengan cara selalu menutup lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama, melapisi jendela, pintu dan lubang ventilasi dengan kawat kasa untuk menghindari masuknya hama, hewan peliharaan seperti anjing, kucing, domba, ayam dan lain-lain tidak boleh berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang produksi dan bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama. Selanjutnya untuk mencegah timbulnya sarang hama di dalam ruang produksi dapat dilakukan dengan cara pangan seharusnya disimpan dengan baik, tidak langsung bersentuhan dengan lantai, dinding dan langitlangit, ruang produksi harus dalam keadaan bersih, tempat sampah harus dalam keadaan tertutup dan dari bahan yang tahan lama dan UKM seharusnya memeriksa lingkungan dan ruang produksinya dari kemungkinan timbulnya sarang hama. Kemudian tindakan yang dilakukan untuk pemberantasan hama yaitu sarang hama seharusnya segera dimusnahkan, hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus dan perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan. Kemudian untuk penanganan dan pembuangan sampah dilakukan dengan cara yang tepat dan cepat. Sampah seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan dan ruang produksi, sehingga segera ditangani dan dibuang. Program sanitasi dan higiene karyawan sudah berjalan cukup baik walaupun masih banyak kekurangan difasilitas yang diberikan, namun harus lebih ditingkatkan kembali agar sanitasi yang ada lebih optimal seperti pembersihan tempat produksi tidak hanya disapu saja. Seharusnya ada pembersihan dengan cara pengepelan dan sebagainya untuk menjaga tempat produksi benar-benar bersih. selain itu selokan yang digunakan untuk pembuangan air sisa produksi harusnya diberi kawat penyaring. Hal ini dilakukan agar serangga seperti tikus tak dapat masuk keruang 45

22 produksi yang nantinya akan menghindarkan produk dari kontaminasi hama. H. Penyimpanan 1. Evaluasi Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di UKM Ridho Habibi bahan baku dan produk akhir di simpan secara terpisah pada ruang terpisah. Produk akhir keripik disimpan di ruang tersendiri dan dapat di lihat pada Gambar 4.15, sedangkan sampel produk disimpan pada etalase yang terletak di depan rumah pemilik UKM dan sample ini tidak untuk dijual dapat dilihat pada Gambar Tempat penyimpanan juga dalam keadaan baik dan bersih. Penyimpanan bahan di UKM RH menggunakan system First Expired First Out atau yang lebih dikenal dengan FEFO yaitu produk pertama kali kadaluarsa harus yang pertama kali terjual, hingga nantinya tidak ada penumpukan keripik talas yang berakibat pada produk kadaluarsa sebelum terjual. Penyimpanan bumbu kering yakni garam disimpan pada wadah tertutup rapat dan tempat yang kering dengan suhu ruang. Bahan baku talas akan datang setiap hari dan langsung diproses, sehingga tidak ada penyimpanan bahan. Bahan pengemas dan bahan baku tersimpan secara terpisah, kemudian penyimpanan peralatan produksi yang telah dibersihkan namun belum digunakan disimpan dengan cara di gantung atau di tutup dengan tampah agar tidak berdebu. Gambar 4.15 Tempat penyimpanan produk akhir 46

23 Gambar 4.16 Display Produk Ahir 2. Konsep CPPB Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 yaitu penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan. Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruanganyang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama,penerangannya cukup. Penyimpanan bahan baku tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit. Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan/ diedarkan terlebih dahulu. Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk. Untuk penyimpanan bahan berbahaya seperti sabun pembersih, bahan sanitasi, racun serangga, umpan tikus, dll harus disimpan dalam ruang tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari pangan. Penyimpanan wadah dan pengemas harus rapih, di tempat bersihdan terlindung agar saat digunakan tidak mencemari produk pangan dan bahan pengemas harus disimpan terpisah dari bahan baku danproduk akhir. Selanjutnya penyimpanan label pangan seharusnya disimpan secara rapih dan teratur agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya, tidak mencemari produk pangan dan disimpan di tempat yang bersih dan jauh 47

24 dari pencemaran. Dan untuk penyimpanan mesin/peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya. Untuk tempat penyimpanan seharusnya dibuatkan bilik tersendiri dengan cara mensekat ruang penyimpanan produk jadi agar produk jadi nantinya tak tercampur dengan barang lain pemilik UKM karena ruang penyimpanan masih bercampur dengan ruang penyimpanan barang lain seperti lemari tempat baju-baju rias manten, walaupun tempat penyimpanan sudah berada dipojokan dan sedikit terpisah sebaiknya diberikan penyekat agar tak ada kontaminasi saat penyimpanan dilakukan. I. Pengendalian Proses 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku Pengendaliam mutu bahan baku dilakukan agar bahan baku yang nantinya diolah menjadi produk memiliki kualitas yang baik dan produk akhir yang dihasilkan akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pihak UKM. Pengendalian mutu dilakukan dengan melihat bahan baku yang digunakan di UKM RH dengan persyaratan yang telah ditetapkan untuk produk keripik talas. Evaluasi mutu yang diterapkan dengan melihat kenampakan dari bahan dan umur umbi talas, karena umbi yang akan diproses di UKM RH adalah umbi talas yang masih muda. Bahan baku pembuatan keripik talas yaitu talas, garam, minyak goreng dan air. a. Talas 1. Evaluasi Mutu Talas Bahan baku utama dalam pembuatan keripik talas adalah talas. Talas yang digunakan di UKM RH seperti Gambar 4.17 diperoleh dari pemasok di pasar bunder Sragen, setiap harinya bahan baku akan di kirim ke UKM oleh pemasok. Jenis talas yang biasanya digunakan di UKM adalah jenis talas sutera karena talas jenis ini berumbi besar dan berwarna putih bersih. Talas yang dibeli dikemas dalam kemasan karung dan akan disortir di UKM jika bahan baku 48

25 yang dikirim tidak sesuai dengan standar yang ada di UKM maka bahan akan dikembalikan ke pemasok. Pengembalian bahan yang tidak sesuai dengan spesifikasi UKM sering terjadi karna pengiriman bahan dari pemasok belum melakukan penyortiran sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh UKM. Bahan baku talas yang datang tidak tentu setiap harinya kadang dua karung, kadang hanya satu karung tidak tentu tergantung bahan baku di pasar. Gambar 4.17 Talas Evaluasi mutu yang dilakukan pada talas adalah dengan cara melihat visual talas yang diterima dari pasar. Bila talas yang didapatkan terlalu banyak ruas dan bekas akar, maka talas tersebut tak akan digunakan, karena talas jenis ini akan sedikit sulit di tangani,sebab bila talas ini tetap digunakan maka pencucian berulang yang dilakukan nantinya akan semakin banyak sehingga tak akan efisien untuk UKM. Pencucian berulang ini bertujuan agar kandungan oksalat yang ada pada talas akan terlarut dalam air pencuci dan tidak menyebabkan gatal apabila talas diolah dan dimakan. Talas yang dicari adalah talas dengan bekas ruas yang masih sedikit dan bekas akar yang tak terlalu banyak, karena ini merupakan ciri talas yang masih muda. 49

26 Tabel 4.1 Pengamatan mutu pada talas Parameter Standar UKM Kenampakan Kebersihan Hasil Pengamatan Bagus Bagus Tidak banyak bekas Tidak banyak bekas akar akar Tidak cacat Tidak cacat Tidak banyak tanah Tidak banyak tanah yang melekat yang melekat 2. Konsep CPPB Pengendalian mutu yang dilakukan UKM RH untuk mendapatkan bahan baku talas dengan mutu baik dari pemasok adalah dengan sortasi dari segi kenampakan produk dan kebersihan bahan, sehingga UKM mendapatkan pasokan talas yang baik, bersih, dan tidak cacat. Spesifikasi dan pengendalian mutu talas dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Talas Parameter Standar Aktual Kenampakan Bagus Tak banyak bekas akar Tidak cacat Kebersihan Tak banyak tanah yang melekat Tindakan koreksi Dilakukan sortasi Dikembalikan talas dengan pada pemasok keadaan bagus dan bekas akar yang tak terlalu banayak serta talas terbebas dari cacat seperti adanya bekas ulat dan sebagainya. Dilakukan sortasi Pembersihan talas dengan talas dan melihat kebersihan disortasi yang ada pada talas kembali apabila talas yang disortasi tak dapat digunakan dikembalikan kepemasok 50

27 b. Garam 1. Evaluasi Garam Garam seperti Gambar 4.18 digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan keripik talas. Garam dipembuatan keripik talas berfungsi sebagai penambah citarasa atau perasa gurih pada keripik talas. Dalam sekali pengorengan hanya memerlukan garam kurang lebih 2 sendok makan yang akan ditaburkan pada produk akhir talas yang dihasilkan. Gambar 4.18 Garam Evaluasi yang dilakukan pada Garam yang digunakan adalah dengan evaluasi organoleptik meliputi kenampakan, warna, dan rasa. Hasil pengamatan nantinya akan dibandingkan dengan persyaratan yang ditentukan di UKM RH yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Syarat garam yang baik adalah berwarna putih bersih, mengandung yodium, dan tak ada penyimpangan rasa. Tabel 4.3 Pengamatan Mutu Pada Garam Parameter Standar UKM Warna Rasa Aroma Kotoran Putih kristal Asin Normal Tidak boleh ada Hasil Pengamatan Putih Asin Normal Tidak ada Sumber : Standar UKM RH 51

28 2. Konsep CPPB Pengendalian mutu yang dilakukan UKM RH untuk mendapatkan garam yang baik dengan melihat dari kenampakan, warna, rasa. Pengendalian yang dapat dilakukan dalah melakukan pengecekan secara visual, sedangkan tindakan pengendalian untuk garam dengan memilih garam yang baik, warnanya bagus serta beryodium.berikut merupakan spesifikasi dan konsep penngendalian mutu garam dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Pengendalian Mutu Garam Parameter Batas Kritis Warna Putih kristal Rasa Asin Aroma Normal Kotoran Tidak boleh ada Tindakan pengendalian Memilih garam yang berwarna putih kristal sesuai standar UKM Tindakan koreksi Garam tidak digunakan dan diganti dengan garam yang sudah memiliki standar SNI dari pemerintah Memilih garam Tetap yang memiliki SNI digunakan dengan takaran berbeda dari biasanya Memilih garam Garam tidak yang tidak berbau digunakan dan Penyimpanan diganti dengan garam di tempat garam yang yang tertutup rapat, memiliki kering dan dalam standar SNI dari suhu ruang pemerintah Dilakukan sortasi Dilakuan sortasi sebelum digunakan ulang jika masih agar bersih dari ditemukan kotoran maupun adanya kotoran benda asing c. Minyak Goreng 1. Evaluasi Minyak Goreng Minyak digunakan sebagai media pengorengan keripik talas. Dalam pengorengan minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambah nilai gizi, serta menambahkan rasa 52

29 gurih pada keripik talas. Namun minyak goreng yang panaskan secara berulang dapat membahayakan kesehatan. Minyak goreng yang digunakan untuk sekali produksi di UKM RH dapat mencapai 25 liter minyak goreng yang digunakan di UKM RH menggunakan minyak goreng curah yang dijual dalam kemasan jerigen seperti pada Gambar 4.19 Gambar 4.19 Minyak Goreng Evaluasi mutu yang dilakukan pada minyak goreng adalah dengan cara organoleptik meliputi warna dan bau. Hasil pengamatan organoleptik minyak goreng dibandingkan dengan persyaratan standar UKM yang sudah memenuhi standar yang diterapkan pada SNI. Hasil pengamatan organoleptik minyak goreng dibandingkan dengan persyaratan UKM terdapat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Pengamatan Mutu Pada Minyak Goreng Parameter Standar UKM Hasil Pengamatan Bau Normal Normal Warna Jernih Jernih Berdasarkan Tabel 4.14 hasil pengamatan mutu yang dilakukan pada minyak goreng sudah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan UKM. Syarat mutu minyak goreng yang baik adalah berbau normal dan berwarna jernih. 2. Konsep CPPB Konsep pengendalian yang dilakukan adalah dengan parameter bau dan warna. Batas kritis yang digunakan pada minyak goreng 53

30 adalah warna dari minyak goreng adalah jernih dan berbau normal layaknya minyak goreng. Prosedur pengendalian yang dapat dilakukan adalah menggunakan minyak yang berwarna jernih dan berbau normal. Apabila minyak yang digunakan tidak memenuhi standar maka sebaiknya minyak diganti atau menggunakan minyak lain yang telah terdaftar pada BPOM dan telah memiliki izin resmi. Penggunaan minyak goreng sebaiknya tidak lebih dari 3 kali pemakaian, karena semakin tinggi penggunaan minyak goreng angka asam lemak bebas yang ada pada minyak akan semakin tinggi, hal ini akan merugikan kesehatan. Solusi yang dapat diambil oleh UKM agar tidak terjadi pemakaian minyak berulang adalah dengan menggunakan minyak untuk pengorengan tidak terlalu banyak, sehingga pemakaian minyak berulang lebih dari tiga kali dapat dihindari. Spesifikasi dan pengendalian mutu minyak goreng yang dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Minyak Goreng Parameter Batas Kritis Tindakan Tindakan koreksi pengendalian Bau Normal Penyimpanan Minyak tidak minyak yang digunakan apabila belum dipakai minyak mengalami pada tempat penyimpangan yang kering dan pada saat jauhkan dari bau pembelian maka yang menyengat dikembalikan ke pemasok. Warna Jernih Pemilihan Minyak tidak minyak goreng digunakan dan yang jernih dari dikembalikan ke pemasok. pemasok. Minyak Bila minyak yang digunakan digunakan masih maksimal 3 kali banyak maka penggorengan sebaiknya tidak digunakan apabila minyak yang digunakan lebih dari tiga kali 54

31 jumlannya sedikit dapat di campur dengan minyak baru namun presentasinya tidak boleh terlalu banyak. d. Air 1. Evaluasi Air Air yang diguanakan untuk pencucian talas dan pencucian alatalat produksi berasal dari PDAM. Air yang digunakan pada proses produksi harus terjamin kebersihannya agar keamanan produk akhir tetap terjamin. Evaluasi mutu pada air adalah dengan cara organoleptik meliputi warna, bau, rasa, dan benda asing. Hasil pengamatan mutu air dibandingkan dengan standar UKM yang terdapat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Pengamatan Mutu Pada Air Parameter Standar UKM Hasil Pengamatan Bau Tidak berbau Tidak berbau Rasa Normal Normal Warna Tidak berwarna, jernih Jernih Benda asing Tidak ada Tidak ada Berdasarkan hasil pengamatan mutu air pada Tabel 4.16 sudah sesuai dengan standar UKM. Air yang digunakan merupakan air yang jernih, tidak berbau, tidak memiliki rasa, dan tidak tercemari oleh benda asing. Pengujian mutu air di UKM dilakukan dengan cara organoleptik dan setiap tiga bulan sekali ada kunjungan dari pihak dinas kesehatan. 2. Konsep CPPB Pengendalian mutu untuk air yang digunakan adalah air harus bersih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Selain itu juga harus bebas dari cemaran, baik cemaran fisik, cemaran biologi, maupun cemaran kimia. Apabila air yang digunakan kotor, maka akan mencemari produk dan menurunkan kualitas produk. Air yang 55

32 digunakan sebaiknya dilakukan filtrasi terlebih dahulu atau menggunakan kran yang memiliki saringan. Selain itu dapat dilakukan kaporisasi pada sumber air untuk menurunkan jumlah bakteri E. coli pada air. Spesifikasi dan pengendalian mutu air untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Air Batas Kritis Tindakan Parameter pengendalian Warna Tidak Menggunakan air berwarna, yang bersih dan jernih jernih. Rasa Normal Menggunakan alat filtrasi air sederhana Bau Tidak berbau Dilakukan filtrasi dengan pemilihan kran yang berpenyaring dan penggunaan filtasi air sederhana. Jika terdapat kotoran, air diendapkan dulu, apabila masih ada kotoran tidak digunakan Benda asing Tidak ada Tindakan koreksi Jika air tidak jernih tidak digunakan dan dilakukan perbaikan pada alat filtrasi Jika rasa air tidak normal tidak digunakan dan dilakukan perbaikan pada alat filtrasi Jika air masih berbau tidak digunakan dan dilakukan perbaikan pada alat filtrasi Jika air masih kotor tidak digunakan dan dilakukan perbaikan pada alat filtrasi 2. Pengendalian Mutu Proses Pengendalian mutu proses dilakukan agar setiap tahapan proses produksi keripik talas terkontrol dan dapat dikendalikan. Proses pembuatan keripik talas di UKM RH dilakukan setiap hari mulai jam WIB. Dalam sehari UKM RH dapat memproses talas sekitar 2 karung atau sekitar 80 kg untuk membuat Keripik talas. Bahan tambahan 56

33 yang digunakan dalam satu kali proses produksi adalah garam sebanyak 250 gram garam. Berikut adalah Gambar 4.20 yakni diagram alir pembuatan keripik talas. Gambar 4.20 Diagam Alir Proses Pembuatan Keripik Talas a. Persiapan Bahan Baku 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Persiapan bahan baku yang digunakan untuk membuat keripik talas meliputi talas yang telah dikupas, minyak goreng dan garam untuk seasoning. Keseluruhan bahan didapatkan dari pasar, khusus talas akan di antar oleh pemasok dari pasar. Proses yang pertama adalah sortasi talas. Talas disortasi dari talas yang sudah tua, berpenyakit dan berkenampakan jelek. Karakteristik talas (Gambar 4.21) yang dipilih UKM RH adalah talas yang masih muda, tak berpenyakit dan memiliki kenampakan bagus serta daging talas yang besar dapat dilihat pada Tabel

34 Gambar 4.21 Talas 2. Konsep Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian mutu pada proses penerimaan bahan baku adalah proses sortasi dan penanganan bahan baku. Proses sortasi ini bertujuan untuk memilih produk yang tidak rusak atau cacat serta tingkat kematangan, bentuk, warna, dan ukurannya seragam. Penanganan bahan baku dilakukan dengan cara menyimpan yang tepat, disimpan dalam ruang atau tempat bersih, kering dan bebas dari serangan hama/serangga untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel b. Pengupasan Bahan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Talas yang sudah disortir selanjutnya dikupas. Hal ini bertujuan untuk memisahkan umbi dari kulitnya serta mengurangi lendir yang ada pada kulit talas yang menyebabkan gatal apabila dimakan. Pengupasan juga berfungsi sebagai pembersihan bahan yang akan diolah dengan bagian yang tak adapat diolah menjadi bahan pangan. Pengupasan dapat dilihat pada Gambar standar capaian hasil kupasan yang diinginkan oleh UKM adalah talas bersih dari kulit serta kotoran yang menempel dan mempermudah proses pengolahan selanjutnya, untuk kejelasannya dapat dilihat pada Tabel

35 Gambar 4.22 Pengupasan Bahan 2. Konsep Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Proses pengupasan (Tabel 4.10) harus dilakukan benarbenar bersih, dengan cara melihat saat pengupasan masih ada atau tidak kulit talas yang tertinggal pada talas yang dikupas dan ada tidak penyakit yang masih ada pada talas, karena bila talas kurang bersih pengupasannya maka akan menyebabkna gatal apabila talas tersebut termakan. Standar bersih yang diterapkan pada pengupasan adalah daging umbi talas bersih dari kulit yang menempel dan tidak ada cacat atau penyakit yang ada pada talas. Pekerja harusnya menggunakan sarung tangan saat pengupasan. Hal ini untuk menjaga keamanan pekerja bila saat pengupasan tak sengaja terkena pisau yang digunakan untuk mengupas bahan. c. Penyucian 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Setelah talas dikupas bersih selanjutnya talas akan dicuci dengan air bersih dan mengalir. Pencucian (Tabel 4.9) dilakukan sebanyak enam kali dengan air mengalir hal ini dimaksudkan untuk menjaga produk agar bersih dan kandungan zat yang menyebabkan rasa gatal pada talas bisa dihilangkan. Talas yang tak dilakukan pencucian berulang dan tak menggunakan air yang mengalir akan menghasilkan talas apabila termakan maka atan menimbulkan rasa gatal pada 59

36 tenggorokan konsumen. Pencucian ini sebenarnya ditujukan untuk menghilangkan lender yang menempel pada talas hilang karna terlarut air. Proses pencucian dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.23 Pencucian Talas 2. Konsep Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Pengendalian mutu yang dilakukan saat pencucian adalah dengan menggunakan air bersih, bebas bau, serta tak berwarna. Air yang digunakan ini juga harus dengan air yang mengalir agar kandungan bahan penyebab gatal pada talas dapat larut dan tak terserap kembali oleh bahan, pencucian berulang juga diperlukan agar bahan yang digunakan benar-benar bersih dari kotoran dan lendir penyebab gatal pada umbi talas. Ciri talas yang sudah bersih dan terbebas dari lendir penyebab gatal adalah apabila dipegang umbi terasa tak licin maka umbi telah siap diolah menjadi keripik, umbi juga bewarna putih bersih tak berwarna kuning atau kehitaman. d. Pengirisan Bahan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Setelah bahan dirasa bersih maka bahan siap dibuat menjadi keripik talas, tahap selanjutnya adalah pengirisan talas dengan cara dipasah. Pemasahan ini dilakukan langsung di atas minyak yang dirasa sudah cukup panas, hai ini dilakukan agar talas yang dipasah tak menyatu atau tergabung. Selain itu pengirisan dengan menggunakan pasah bertujuan untuk 60

37 mendapatkan keseragaman ketebalan irisan keripik sesuai dengan satndar UKM (Tabel 4.9). Ketebalan keripik talas sendiri sebenarnya tidak ada ukuran khusus hanya menggunakan pengiraan saat digoreng selama 4-5 menit keripik yang dihasilkan sudah bertekstur krispi, karna apabila ukuran irisan sedikit tebal maka dengan waktu pengorengan yang telah ditentukan di UKM maka tidak akan tercapai target yang diinginkan sedangkan untuk ukuran di UKM tidak menargetkan berapa nukuran yang harus tercapai. Ketebalan keripik sendiri tergantung dari pasah yang digunakan, pasah yang digunakan di UKM dapat memotong dengan ketebalan sekitar sekitar 1mm dengan model pengirisan melintang sehingga keripik yang dihasilkan berukuran lebih besar dan tipis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.24 Pemasahan 2. Konsep Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Pengendalian mutu proses pemasahan adalah alat pasah yang digunakan, ketebalan irisan, sanitasi pekerja. Pisau pasah yang digunakan seharusnya terbuat dari stainless steel sehingga tak mencemari produk serta mudah di bersihkan setelah penggunaan. Ketebalan irisan keripik talas harus sama, hal ini dilakukan agar pengorengan yang dilakukan sama waktu pengorenngannya (Tabel 4.10). Agar ukuran ketebalan irisan yang dihasilkan dapat sama dan stabil dilakukan pemeriksaan 61

38 alat pasah, apakah alat pasah yang digunakan pisaunya kencang atau kendur, karena ini nanti akan berpengaruh pada ketebalan irisan apabila pisau yang digunakan kendur maka hasil irisan akan berbeda dengan pisau yang dalam keadaan kencang terpasang pada pasah. Sanitasi pekerja juga harus dijaga untuk menghindari adanya kontaminasi silang dari pekerja ke produk pangan yang dihasilkan, pekerja seharusnya menggunakan sarung tangan dan aprons. e. Pengorengan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Pengorengan (Gambar 4.25) dilakukan dengan menggunakan minyak yang benar-benar panas, hal ini dilakukan agar keripik talas yang digoreng tidak berbentuk menggulung dan kerenyahan yang dihasilkan akan optimal. Pengorengan ini dilakukan dengan api sedang dan waktu yang sebentar sekitar 45 menit hal ini dilakukan agar keripik yang didapatkan berwarna putih keemasan dan tidak terlalu coklat atau bahkan gosong (Tabel 4.9). Karena bila waktu penggorengan yang dilakukan terlalu lama maka keripik yang dihasilkan akan berasa pahit. Gambar 4.25 Pengorengan Keripik 2. Konsep Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Konsep pengendalian mutu pada proses penggorengan keripik (Tabel 4.10) talas adalah penggunaan minyak goreng, suhu, dan waktu penggorengan. Sebaiknya penggunaan minyak 62

39 goreng dalam sekali proses hanya sebanyak tiga kali pemakaian. Hal ini disarankan agar tidak tingginya bilangan peroksida. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida terbentuk akibat pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada minyak atau lemak. Pada minyak goreng, angka peroksida menunjukkan ketengikan minyak goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis. Suhu penggorengan harus diatur agar tidak terlalu tinggi. Jika suhu terlalu tinggi, akan terjadi penurunan mutu keripik talas. Waktu penggorengan juga tidak boleh terlalu lama, hal ini dimaksudkan agar produk yang di hasilkan tidak gosong. Serta minyak yang digunakan sebaiknya tidak di campur, pencampuran minyak baru dengan minyak yang sudah beberapa kali digunakan akan meningkatkan bilangan asam yang digunakan. f. Penirisan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Penirisan dilakukan untuk mengurangi jumlah minyak yang ada pada bahan pangan yang melalui proses pengorengan. Penirisan di UKM RH menggunakan alat yakni spiner hal ini dilakukan agar produk keripik yang ditiriskan benar-benar memiliki kadar minyak yang rendah, karna apabila keripik masih memiliki kadar minyak yang tinggi maka akan menyebabkan keripik talas nantinya akan lembek dan tak didapatkan tekstur yang diharapkan, yakni renyah. Standar penirisan (Tabel 4.9) yang digunakan pada UKM adalah apabila keripik dipegang maka minyak yang menempel pada tangan tidak akan banyak. Alat peniris dapat dilihat pada Gambar

40 Gambar 4.26 Spinner 2. Konsep Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Pengendalian mutu yang diterapkan pada proses penirisan (Tabel 4.10) adalah penggunaan alat peniris yang berbahan dari stainless steel dan sanitasi peralatan. Bahan stainless steel ini digunakan supaya bahan tahan terhadap minyak dan tak menyemari produk pangan yang di hasilkan selain itu pemakaian alat yang berbahan stainless steel juga mempermudah pembersihan alat karna bahan termasuk tahan karat. Alat yang digunakan juga seharusnya segera dibersihkan atau dicuci setelah proses selesai, hal ini dilakukan agar proses yang berlangsung selalu dalam keadaan baik dan tak mengalami pencemaran pada produk pangan. Keripik yang ditiriskan juga memiliki kadar minyak yang masih banyak supaya keripik awet dan tahan lebih lama dengan tekstur yang masih krispi. Cara yang dapat digunakan agar minyak yang menempel pada produk tidak terlalu banyak adalah dengan cara menggoreng produk pada saat minyak benar-benar panas, hal ini dapat terjadi apabila minyak dalam keadaan panas maka air yang ada dalam bahan akan cepat menguap dan terganti dengan minyak dan minyak yang terserap juga tidak dalam keadaan banyak sehingga penyerapan minyak dalam bahan dapat dikendalikan. 64

41 g. Pencampuran Bumbu 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Pencampuran bumbu atau seasoning (Tabel 4.9) bertujuan untuk menambah citarasa dari keripik yang dihasilkan, penambahan bumbu berupa garam diharapkan dapat membuat rasa keripik lebih gurih. Penambahan bumbu dapat dilihat pada Gambar setiap satu baskom keripik talas akan ditambahkan sekitar dua sendok makan garam halus yang nanti akan dicampurkan dengan keripik talas. Standar yang digunakan pada pencampuran bumbu adalah keseluruhan keripik dalam satu baskom terkena garam. Gambar 4.27 Pencampuran Bumbu 2. Konsep Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Konsep pengendalian mutu pada proses pencampuran bumbu adalah ketercampuran garam pada seluruh keripik. Jadi dalam satu baskom keripik terkena garam keseluruhan. Alat yang digunakan untuk pencampuran juga dilihat kebersihannya. h. Pengemasan 1. EvaluasiPengendalian Mutu Setelah keripik dicampur dengan bumbu maka selanjutnya adalah proses pengemasan. Proses pengemasan ini dilakukan saat produk sudah dingin, karna pengemasan saat produk masih panas akan menimbulkan uap air yang nantinya akan membuat 65

42 keripik yang dihasilkan akan lembek dan kehilangan kerenyahannya. Pengemasan di UKM RH ada dua jenis yakni pengemasan ukuran 5kg atau pengemasan ukuran 100gr. Kerapatan pengemasan juga menjadi standar yang ditetapkan oleh UKM. (Tabel 4.9) Proses pengemasan dapat dilihat pada Gambar 4.28 Gambar 4.28 Pengemasan 2. Konsep Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Konsep pengendalian mutu pada proses pengemasan keripik talas terletak pada sanitasi pekerja, berat keripik dalam satu kemasan dan kerapatan pengemas. Pekerja seharusnya menggunakan sarung tangan dan masker saat melakukan pengemasan produk, hal ini dilakukan agar tidak ada kontaminasi silang dari pekerja ke produk jadi. Kerapan produk yang dikemas juga di awasi hal ini karna jika produk yang dikemas kerapatannya kurang maka akan berpengaruh pada tekstur dan bau dari keripik yang di produksi. Selain itu keseragaman berat juga harus diperhatikan kembali. 66

43 Tabel 4.9 Evaluasi Pengendalian Mutu Proses Parameter Proses Proses Hasil Pengamatan Standar UKM Persiapan bahan Bahan baku talas Bahan baku talas baku dengan usia muda, masih muda, bersih bersih dan tidak dan tidak berpenyakit berpenyakit Pengupasan Bersih dari kulit Bersih dari kulit yang menempel, yang menempel, penggunaan sarung pekerja hanya tangan saat menggunakan satu pengupasan, sarung tangan saat pengupasan pengupasan, dilakukan diruang pengupasan masih tersendiri yang dilakukan di luar bersih dari UKM dan kontaminasi benda bertepatan pada asing sebuah jalan dan belum di ruang khusus yang terlindung dari kontaminasi benda asing. Pencucian Lama pencucian Pencucian dilakukan dilakukan dengan tergantung dari air mengalir dan bahan, pencucian dilakukan secara dilakukan dengan berulang. Pencucian air mengalir, dilakukan sampai pencucian lendir yang ada larut dilakukan sampai dalam air. lendir yang menempel pada bahan hilang. Pengirisan atau Ketebalan irisan Ketebalan hasil pemasahan talas irisan seragam. Pengorengan Warna hasil Warna hasil pengorengan gorengan putih putih keemasan. keemasan Hasil gorengan Hasil gorengan tidak boleh tak menyatu dan terlalu banyak tak banyak yang yang terlipat tergulung atau tergabung Lama pengorengan 4-5 Lama pengorengan 4-5 menit 67

44 Penirisan Pencampuran bumbu Pengemasan menit Minyak yang digunakan dalam keadaan benarbenar panas dilihat dengan mencelupkan sedikit talas Minyak digunakan keadaan benar stabil. yang dalam benarpanas Keripik bila disentuh tidak terlalu banyak minyak yang menempel. Homogenitas pencampuran Keripik bila disentuk tidak terlalu banyak minyak yang menempel. Tercampur merata pada keripik, walaupun masih ada yang terlalu banyak garam dan ada yang sangat sedikit garam yang terkena pada keripik. Berat dalam satu wadah Kerapatan pengemasan Keseragaman berat dalam satu kemasan. Berat dalam satu wadah belum pasti Kerapatan pengemasan sudah baik Keseragaman berat masih berbeda antara satu kemasan dengan kemasan lain. 68

45 Tabel 4.10 Konsep Pengendalian Mutu Proses Produksi keripik talas Proses Persiapan bahan baku Pengupasan bahan baku Pencucian Perajangan atau pemasahan Penggoreng an Penirisan Parameter Batas Kritis Tindakan Pengendalian Kenampakan Kenampakan Pengecekan dan bagus,kebersi secara visual kebersihan han talas dan setiap umur talas kedatangan dan sortasi bahan Kebersihan Kulit umbi Pengecekan dari kulit sudah tidak hasil kupasan ada yang secara visual menempel pada umbi Kebersihan Umbi benar- Pengecekan umbi benar bersih hasil dari lendir pencucian secara visual Keseragama n ketebalan pemasahan Tindakan Koreksi Dikembalik an pada supplier. Dibersihkan kembali Dicuci kembali dengan air mengalir sampai lendir hilang Hasil pasahan tidak dipakai dan keripik tidak dijual kepasaran serta pengecekan alat pasah. Ketebalan talas harus benar-benar seragan agar lama proses pengorengan yang dilakukan sama, ketebalas talas kurang lebih 1 mm Jenis minyak Keripik yang matang, digunakan berwarna dan lama putih pengorengan keemasan, bertekstur krispy Pengecekan ketebalan irisan Pengecekan minyak yang digunakan, panas minyak serta waktu pengorengan Dilakukan pengamatan visual dan control waktu saat penggoreng an Hasil penirisan bahan Pengecekan hasil tirisan, masih banyak minyak yang Ditiriskan kembali kalau tidak bisa keripik Keripik yang ditiriskan benar-benar kering dan 69

46 sudah tidak mengandung banyak minyak Pencampur an bumbu Homogenita s bumbu Ketercampur an bumbu dengan keripik pengemasa n Kerapatan pengemasan dan ukuran sesuai Kemasan rapat, rapi serta bersih menempel atau tidak bila keripik dipegang tangan. Organoleptik keripik secara acak dalam satu baskom apakah bumbu sudah tercampur rata Pengecekan kerapatan kemasan dan timbangan yang sesuai. masuk kehasil reject Dicampurka n dengan lebih baik, dicampur sedikit demi sedikit. Dikemas kembali dan ditimbang ulang setelah pengemasan. Sumber : Hasil Pengamatan di UKM RH 1. Pengendalian Mutu Produk Akhir Pengendalian mutu produk akhir pada keripik talas dilakukan pengujian dengan uji kadar air, kadar abu, kadar asam lemak bebas atau FFA, kadar warna keripik, keutuhan, dan uji keadaan. Menurut Sudarmadji (1997), Kadar air adalah banyaknya air dalam suatu bahan yang dihitung berdasarkan pengurangan berat setelah dikeringkan pada suhu dan waktu tertentu. Metode yang digunakan dalam penentuan kadar air adalah metode thermogravimetri. Prinsip kerja dari metode thermogravimetri adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan pemanasan, kemudian menimbang sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Menurut Sudarmadji (1997), prinsip kerja dari penentuan kadar abu dengan cara kering adalah dengan mengoksidasikan (pembakaran) semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Menurut Sudarmadji (1997), kadar asam lemak bebas adalah kandungan asam lemak bebas yang ada pada makanan yang digoreng 70

47 menggunakan minyak misalnya keripik talas, pengecekan menggunakan metode titrasi. Menurut Ebook Pangan (2006) uji organoleptik adalah ilmu yang menggunakan indra manusia untuk mengukur tekstur, kenampakan, aroma serta flavor produk pangan. Karna penerimaan konsumen berawal dari penilaian terhadap kenampakan, flavor dan tekstur. Menurut SNI (1996) uji keutuhan dilakukan untuk mengetahui jumlah keripik utuh yang ada pada kemasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui presentase keutuhan keripik dengan keripik yang tidak utuh. Berikut merupakan Tabel 4.11 evaluasi pengendalian produk akhir keripik talas. a. Evaluasi Tabel Evaluasi Pengendalian Mutu Produk Akhir Keripik Talas Parameter Standar Hasil Pengujian Kadar air Maks. 6% 3,125% Kadar abu Maks. 2,5% 1,025% Kadar Asam Lemak Maks. 0,7% 0,17% Bebas Uji Organoleptik a. Bau Normal Normal b. Rasa Gurih Gurih c. Warna Putih kekuningan Putih kekuningan d. Tekstur Renyah Renyah Keutuhan Min. 90% 91,8% Warna a. Red ±147 Pink Putih b. Green ±148 Keputihan Kekuningan c. Blue ± 51 ± Kuning Kehitaman Berdasarkan Tabel 4.20 hasil evaluasi pengendalian mutu produk akhir pada keripik talas pada UKM Ridho Habibi yang dibandingkan dengan standar SNI yakni pendekatan keripik singkong telah memenuhi standar. Evaluasi uji yang digunakan sebagai berikut : 1) Kadar Air Menurut Winarno (1992), kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan 71

48 bahan tersebut. Sebagian dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri. Dari hasil pengujian didapatkan hasil kadar air pada keripik talas sebesar 3,125%. Hasil pengujian kadar air sudah memenuhi standar SNI yaitu maksimal 6%, sehingga produk keripik talas dapat dikatakan aman serta dapat diterima oleh konsumen. Kadar air suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyimpanan, pengeringan, pengolahan, dan pengemasan. 2) Kadar Abu Kandungan abu tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Menurut Sudarmadji (1997), kadar abu yang dihasilkan ada kaitannya dengan mineral suatu bahan. Penentuan kadar abu total pada suatu bahan pangan sangat bermanfaat sebagai parameter nilai gizi bahan pangan tersebut. Karena adanya kandungan abu yang tidak larut pada proses pengabuan akan menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain yang masih terkandung pada bahan pangan. Penentuan kadar abu bermanfaat untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Prinsip dari analisa kadar abu adalah mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Dari hasil pengujian kadar abu dengan sample keripik talas didapatkan hasil sebesar 1,025%, seperti yang dapat dilihat hasil pengujian kadar abu keripik talas sudah sesuai dengan SNI yakni standar maksimal kadar abu sebesar 2,5%. Kadar abu yang dihalikan menunjukkan banyak sedikitnya mineral dari sample keripik talas. Apabila kadar abu dalam keripik talas melebihi ambang maksimal maka dicurigai keripik talas yang 72

49 dihasilkan mengandung bahan asing yang tak larut dalam konsentrasi yang tinggi. 3) Kadar Asam Lemak Bebas Menurut Wahyudi (2008), kandungan asam lemak bebas atau ffa merupakan indicator kerusakan pada lemak atau minyak. Sehingga semakin sedikit ffa yang terdapat pada bahan pangan maka lemak atau minyak yang dimiliki mengalami sedikit kerusakan. Dari analisa pengujian kadar asam lemak bebas pada sample keripik talas didapatkan hasil sebesar 0,17%. Uji kadar asam lemak bebas sudah sesuai dengan SNI dengan kadar maksimal asam lemak bebas sebesar 0,7%. Kandungan asam lemak bebas yang rendah menunjukkan penggunaan minyak goreng untuk penggorengan keripik sudah menggunakan minyak yang baik. 4) Uji Organoleptik Menurut Ebook Pangan (2006) uji organoleptik adalah ilmu yang menggunakan indra manusia untuk mengukur tekstur, kenampakan, aroma dan flavor produk pangan. Untuk uji organoleptik dilakukan dengan parameter bau, rasa, warna serta tekstur dan membedakan dua sample dengan tanggal produksi yang berbeda yakni sample dengan kode 212 produksi tanggal 30 maret 2016 dan sample 211 produksi tanggal 1 april Dari kedua sample didapatkan data sebagai berikut untuk bau tidak ada perbedaan dari sample tanggal 30 maret 2016 dengan sample tanggal 1 april 2016, sedangkan untuk rasa terdapat perbedaan antara sample tanggal 30 maret 2016 dengan sample tanggal 1 april 2016, untuk warna panelis berpendapat tidak ada perbedaan antara sample tanggal 30 maret 2016 dengan sample tanggal 1 april 2016, dan parameter terahir adalah tekstur panelis beranggapan dari sample tanggal 30 maret 2016 dengan sample tanggal 1 april 2016 terdapat perbedaan antar samplenya. 73

50 5) Keutuhan Uji keutuhan menurut SNI bertujuan untuk mengetahui presentase keutuhan keripik, perbandingan yang dilakukan adalah dalam satu wadah lebih banyak keripik yang dalam posisi utuh atau tidak. Dari hasil pengujian diketaui sample keripik talas telah lolos pengujian keutuhan karna presentase keutuhan sudah melebihi standar yang diterapkan yakni sebesar 91,8% dari standar SNI sebesar minimal 90%. 6) Warna Pengujian warna disini hanya untuk mengetahui berapa RGB yang ada pada keripik talas. RGB yang disarankan untuk keripik talas adalah Red 720, Green 250, dan Blue 170 dengan warna yang dihasilkan putih kekuningan. Sedangkan RGB pada pengukuran yang dilakukan dengan alat colour analyzer dengan standar deviasi didapatkan hasil sebagai berikut Red 520 ± 147, Green 171±148, dan Blue 168±51 dengan warna yang dihasilkan pink keputihan sampai kuning kehitaman. 7) Kestabilan Produksi Kestabilan produksi diperlukan untuk mengetahui apakah produksi pada tanggal yang berbeda memiliki perbedaan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas produk yang diproduksi. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan produksi dilakukan dengan cara pengujian yang dilakukan pada sample dengan hari produksi yang berbeda. berikut ini adalah Table 4.12, Tabel 4.13, Tabel 4.14, Tabel 4.15, Tabel 4.16, dan Tabel 4.17 hasil pengujian yang dilakukan pada keripik talas dengan perbedaan tanggal produksi. 74

51 a) Tabel 4.12 Pengujian Kadar Air Tanggal Produksi 8 Maret 2016 Sample Hasil Sample 1 ulangan 1 2,8% Sample 1 ulangan 2 3,5% Sample 2 ulangan 1 3,0% Sample 2 ulangan 2 3,2% 10 Maret 2016 Dari Tabel 4.12 dapat diketahui kestabilan produksi keripik talas dilihat dari hasil yang ditunjukkan untuk pengujian kadar air sample sudah stabil, hal ini dilihat dari selisih angka yang tertera pada hasil tidak mengalami perbedaan yang begitu mencolok dari sample tanggal 8 maret dengan sample tanggal 10 maret. b) Table 4.13 Pengujian Kadar Abu Tanggal Produksi 8 Maret Maret 2016 Sample Hasil Sample 1 ulangan 1 1,6% Sample 1 ulangan 2 1,3% Sample 2 ualngan 1 2,4% Sample 2 ulangan 2 1,7% Dari Tabel 4.13 diatas dapat dilihat kestabilan produksi keripik talas ditinjau dari pengujian kadar abu yang dilakukan dengan sample tanggal 8 maret dengan sample produksi tanggal 10 maret angka yang dihasilkan tidak terlalu beda jauh atau tak ditemukan penyimpangan yang mencolok antar saple. c) Tabel 4.14 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas Tanggal Produksi 8 Maret Maret 2016 Sample Hasil Sample 1 ulangan 1 0,17% Sample 1 ulangan 2 0,16% Sample 2 ulangan 1 0,16% 75

52 Sample 2 ulangan 2 0,16% Dari Tabel 4.14 diatas dapat dilihat kestabilan produksi keripik talas ditinjau dari pengujian kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam keripik dengan tanggal produksi yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan sehingga keripik dianggap memiliki kestabilan produksi yang baik. d) Tabel 4.15 Hasil Uji Organoleptik Parameter Bau Rasa Warna Tekstur Penilaian Hasil Sangat Tidak Berbeda 3 Tidak Berbeda 14 Amat Sangat Berbeda 3 Sangat Tidak Berbeda 2 Tidak Berbeda 0 Amat Sangat Berbeda 18 Sangat Tidak Berbeda 6 Tidak Berbeda 14 Amat Sangat Berbeda 0 Sangat Tidak Berbeda 4 Tidak Berbeda 2 Amat Sangat Berbeda 14 Dari Tabel 4.15 dapat disimpulkan menurut 20 panelis terdapat perbedaan antara sample tanggal 30 Maret dengan sample tanggal 1 april hal ini ditunjukkan dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa sample tanggal 28 Maret dengan sample tanggal 31 Maret tidak stabil dari segi rasa dan tekstur. Dari segi rasa hal ini dapat terjadi karna pencampuran bumbu yang kurang merata dari sample satu dengan sample dua sedangkan dari segi tekstur dapat terjadi karena panas api yang digunakan berbeda. 76

53 e) Tabel 4.16 Hasil Pengujian Keutuhan Keripik Tanggal Produksi 8 Maret Maret 2016 Sample Hasil Kemasan 1 91,80 % Kemasan 2 90,11 % Kemasan 1 94 % Kemasan 2 92,07 % Kemasan 3 91,03% Dari Tabel 4.16 diatas dapat dilihat keutuhan keripik talas dilihat dari parameter kestabilan produksi maka sample dengan kemasan berbeda dan tanggal produksi berbeda sudah baik karna hasil yang ditunjukkan tidak mengalami perbedaan yang signifikan antara sample satu dengan sample lainnya. f) Tabel 4.17 Pengujian Warna Keripik Sample Tanggal Produksi Sample Red Green Blue Kode Warna Warna yang Yang Dihasilkan Dihasilkan 28 Maret Sample #00AD88 Ulangan 1 Sample kemerahan #00BC88 Ulangan 2 Sample #00E2AC #00EAAF #00E5AF Putih sedikit pink #00A776 Ulangan 2 Sample Pink keputihan Ulangan 1 Sample Pink Keputihan Ulangan 4 31 Maret Sample Pink keputihan Ulangan 3 Sample Pink Pink kemerahan #0000FC Putih Ulangan 3 77

54 Sample # Putih #00A58E Pink Ulangan 4 2 April Sample Ulangan 1 Sample keputihan #00B37B Ulangan 2 Sample keputihan #00B5AF Ulangan 3 Sample Ulangan 4 Sample Pink Pink kekuningan #00B37B Pink kekuningan Warna yang dihasilkan Sample 1 Ulangan 1 Sample 1 Ulangan 2 Sample 1 Ulangan 3 Sample 1 Ulangan 4 78

55 Sample 2 Ulangan 1 Sample 2 Ulangan 2 Sample 2 Ulangan 3 Sample 2 Ulangan 4 Sample 3 Ulangan 1 Sample 3 Ulangan 2 Sample 3 Ulangan 3 79

56 Sample 3 Ulangan 4 Dari warna yang telah di uji dengan menggunakan alat color analyzer didapatkan hasil Tabel 4.17 apabila dilihat dari angka yang muncul terdapat perbedaan yang sangat mencolok, hal ini juga dapat dilihat saat pengecekan warna menggunakan RGB color codes chart. Warna yang muncul rata-rata putih cenderung pink, namun apabila warna yang tertera pada sample besar misalnya sample 2 ulangan 4 warna yang muncul setelah di cek adalah putih bersih. b. Konsep CPPB Berikut merupakan konsep pengendalian mutu produk akhir pada produk keripik talas di UKM RH yang terdapat pada Tabel Tabel 4.18 Konsep Pengendalian Mutu Produk Akhir keripik talas Parameter Batas kritis Tindakan Tindakan pengendalian koreksi Kadar air Maks. 6% Pengorengan Digoreng dengan minyak kembali atau yang sudah dibuang benar-benar panas selama 4-5 menit Kadar abu Maks. 2,5% Kandungan Dibuang dan mineral pada dihentikan produk sesuai sementara dengan standar proses yang ada Kadar asam Maks. 0,7% Penggunaan Keripik lemak bebas minyak sesuai dibuang dengan standar Pengantian yaitu diganti minyak yang setiap 3x telah digunakan penggorengan lebih dari 3 kali dan penirisan minyak hingga kering Organoleptik Bau Bau yang timbul Penambahan Rasa khas talas bumbu dan 80

57 Warna Tekstur Keutuhan Min 90% Warna Red 720 Green 250 Blue 170 Rasa gurih Warna putih kekuningan Tektur renyah Penyimpanan dan distribusi sesuai Lama pengorengan produk waktu pencampuran lebih lama. Digunakan sebagai campuran keripik yang akan dikemas pada produksi berikutnya Pengendalian api yang digunakan atau produk tidak dijual. 2. Kemasan a. Evaluasi Kemasan keripik talas di UKM RH terdapat dua jenis kemasan yakni kemasan 100 gram dan 5 kilogram. Produk keripik talas ini dapat bertahan selama 2 bulan dalam penyimpanan normal yaitu tak terpapar matahari langsung dan kemasan masih tertutup rapat. Kemasan plastic yang digunakan yakni kemasan plastik Polypropylene dengan ketebalan 0,8mm, sehingga tidak mudah mengalami kebocoran dan tidak mudah tertembus udara yang membuat keripik dapat bertahan lebih lama. Kemasan pada keripik talas (Gambar 4.29) sudah cukup baik, dibagian depan kemasan terdapat label dengan merek dagang dan nama UKM, P-IRT, tanggal kadaluarsa, dan komposisi keripik.merek dagang yang digunakan adalah KERIPIK TALAS Camilan Sehat dan Bergizi, dengan nama UKM yang ada di pojok kiri atas, serta kode PIRT , tanggal kadaluarsa di bagian kiri bawah dan bagian kanan bawah terdapat komposisi bahan. 81

58 Gambar 4.29 Kemasan Keripik Talas b. Konsep CPPB Menurut BPOM RI Nomor HK tahun 2012 yaitu penggunaan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan mempertahankan keamanan dan mutu pangan yang dikemas serta melindungi produk terhadap pengaruh dari luar seperti sinar matahari, panas, kelembaban, kotoran, benturan dan lain-lain.seharusnya menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan, sesuai peraturan perundang-undangan. Desain dan bahan kemasan seharusnya memberikan perlindungan terhadap produk dalam memperkecil kontaminasi, mencegah kerusakan dan memungkinkan pelabelan yang baik. Kemasan yang dipakai kembali seperti botol minuman harus kuat, mudah dibersihkan dan didesinfeksi jika diperlukan,serta tidak digunakan untuk mengemas produk non-pangan. Kemudian penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan seharusnya menentukan karakteristik produk pangan yang dihasilkan, harus menentukan tanggal kedaluwarsa, harus mencatat tanggal produksi, dapat menentukan kode produksi, dan kode produksi diperlukan untuk penarikan produk. Kemasan keripik secara sekilas sudah memenuhi ketentuan yang diberikan oleh pihak BPPOM, namun masih ada kekurangan karena 82

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA CARA PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi UKM Cristal terletak di Jl. Salak km 5.5, Kembangarum, Turi, Sleman, Yogyakarta. Pada penetapan lokasi perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi Lokasi IRT (Industri Rumah Tangga) lempeng beras yang beralamat di Jalan Thamrin, Margomulyo, Ngawi Jawa timur tepat di pinggir jalan besar

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Nama Pemilik Usaha : Umur :

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4.1 Potensi IKM Makanan Kota Bogor Berdasarkan besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian dalam pembentukan PDRB Kota Bogor, sektor industri merupakan sektor kedua dimana

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS MENCUCI INSTRUMEN BEDAH L KEPERAWATA N Agar instrumen bedah yang dipakai dapat dibersihkan dari bahan berbahaya pasien 1. Siapkan larutan chlorine 0.5% secukupnya. 2. Selesai melakukan operasi, prosedur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Desa Kaliyoso terdapat di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah barat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen LAMPIRAN Lampiran. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen. Kapan anda datang untuk makan di restoran ini? Jawab:....... Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawab:....... Selama makan di restoran ini apakah

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004. Lembar Observasi Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun 2012 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama Bekerja : Observasi ini merupakan jawaban tentang persyaratan Hygiene Petgugas Kesehatan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR 53 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR Nomor : Nama : Alamat : Tanggal wawancara : DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Konsumsi kerupuk biasanya bukan sebagai makanan utama melainkan sebagai

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 2.1 Pengawasan 2.2.1 Pengertian Pengawasan Pengawasan secara umum merupakan serangkaian kegiatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Kerja Resmi Perusahaan. Waktu observasi : Senin, 21 Jamuari Prosedur Kerja Resmi Perusahaan A.

Lampiran 1. Prosedur Kerja Resmi Perusahaan. Waktu observasi : Senin, 21 Jamuari Prosedur Kerja Resmi Perusahaan A. Lampiran 1. Prosedur Kerja Resmi Perusahaan Waktu observasi : Senin, 21 Jamuari 2008 A 1 A 2 A 3 A 4 A 5 A 6 Nama peralatan/mesin Jumlah satuan Fungsi khusus Tabel 12. Deskripsi bentuk fisik Asal bahan

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi Lokasi dan lingkungan produksi dalam skala Industri Rumah Tangga merupakan salah satu aspek Cara Produksi Pangan yang Baik.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174 IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG Roswita Sela 14.I1.0174 OUTLINE PROFIL PERUSAHAAN PROSES PRODUKSI SANITASI KESIMPULAN SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengendalian Mutu 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku a. Bahan Utama (Ikan Lele) Bahan baku utama pada proses pembuatan krupuk lele Karmina adalah ikan lele

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013

GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013 Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 10 GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013 Siti Yuliani

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN Jur. Tek. Industri Pertanian FTP-UB Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar stan-stan yang ada di kantin SMP-SMA Karangturi. Jumlah stan di kantin SMP-SMA Karangturi Agustus 2008 Februari 2009:

Lampiran 1. Daftar stan-stan yang ada di kantin SMP-SMA Karangturi. Jumlah stan di kantin SMP-SMA Karangturi Agustus 2008 Februari 2009: 7 LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar stan-stan yang ada di kantin SMP-SMA Karangturi Jumlah stan di kantin SMP-SMA Karangturi Agustus 2008 Februari 2009: a. Kuliner (makanan berat) 1. De Pot Gang-gang Sulai 2.

Lebih terperinci

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 9/MENKES/SK/VI/ YANG TELAH DIMODIFIKASI NO. a. b. - VARIABEL UPAYA BANGUNAN PASAR Penataan ruang dagang Tempat penjualan bahan pangan dan makanan

Lebih terperinci

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya No. unit prosesing CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya 1. Sortasi daging biologis (bakteri pathogen, jamur, serangga dsb.),cemaran kimia (logam berat,

Lebih terperinci

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga HANDOUT 8 Mata Kuliah : Katering Pelayanan Lembaga Program : Pendidikan Tata Boga/ Paket Katering Jenjang : S-1 Semester : VI Minggu : 12 dan 13 Pokok Bahasan : Penyimpanan Bahan Jumlah SKS : 3 sks 1.

Lebih terperinci

BAB XIII PENGECATAN A.

BAB XIII PENGECATAN A. BAB XIII PENGECATAN A. Pekerjaan Pengecatan Pada saat melakukan pengecatan baik itu tembok lama maupun baru, hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih warna yang sesuai dengan fungsi dinding yang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci

BAB II GAMABARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Usaha Keripik Cabe Bintang dan Keripik Cabe Mai

BAB II GAMABARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Usaha Keripik Cabe Bintang dan Keripik Cabe Mai BAB II GAMABARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat Usaha Keripik Cabe Bintang dan Keripik Cabe Mai Satun di Kota Dumai 1. Keripik Cabe Bintang Usaha industri keripik cabe rumahan di Kelurahan Purnama

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK BAB I PENDAHULUAN 2012, No.228 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10720 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Tiga Bawang merupakan sebuah industri kecil menengah yang bergerak dibidang pembuatan keripik dengan bahan baku ubi kayu. UD. Tiga Bawang adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga *

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * LAMPIRAN 78 Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * No URAIAN BOBOT X No URAIAN BOBOT X LOKASI, BANGUNAN, PENGHAWAAN FASILITAS 1 Halaman bersih, rapi, tidak becek, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pendahuluan Sanitasi : pencegahan penyakit dengan menghilangkan/mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga IRTP semakin banyak bermunculan di Indonesia sebagai salah satu dampak dari krisis moneter yang terjadi saat

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 TENTANG PERUSAHAAN CATERING NG MENGELOLA MAKANAN BAGI TENAGA KERJA Dalam rangka tindakan lanjut

Lebih terperinci