4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR"

Transkripsi

1 4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4.1 Potensi IKM Makanan Kota Bogor Berdasarkan besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian dalam pembentukan PDRB Kota Bogor, sektor industri merupakan sektor kedua dimana tahun 2005 peran sektor industri sekitar 28, 10% atas dasar harga konstan tahun 2000, dimana pada tahun 2009 peran tersebut meningkat menjadi 28,25%. Struktur perekonomian Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 37,16% dan sektor industri pengolahan (sub sektor non migas) sebesar 25,90% dimana kedua sektor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, industri dibagi ke dalam dua kelompok utama yaitu Kelompok Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan serta yang kedua adalah Kelompok Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka. Kelompok Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan kemudian dibagi lagi menjadi sub bagian yaitu makanan, minuman, kayu olahan dan rotan, pulp dan kertas, bahan kimia dan karet, bahan galian non Logam, dan kimia seperti diperlihatkan pada Lampiran 4. Perkembangan jumlah industri di Kota Bogor cenderung meningkat dari tahun baik untuk jumlah industri kecil formal maupun non formal (Gambar 6). Industri formal adalah industri yang telah memenuhi persyaratan legalitas/ijin terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor. Gambar 6 Perkembangan jumlah industri kecil formal dan non formal di Kota Bogor ( ) 51

2 Jumlah industri kecil non formal lebih banyak daripada industri kecil formal. Hal yang sama terlihat pada struktur industri Kota Bogor tahun 2011 masih didominasi oleh industri kecil yaitu industri kecil non formal berjumlah unit usaha (66%), industri kecil formal berjumlah unit usaha (30%) dan industri besar-menengah berjumlah 143 unit usaha (4%). Pada tahun 2011, jumlah industri kecil di Kota Bogor yang terlibat dalam pengolahan makanan total sebanyak unit usaha. Terdapat peningkatan jumlah sebesar 16,89% untuk industri kecil formal dan 3,95% untuk industri kecil non formal pada tahun (Tabel 7). Tabel 7 Jumlah industri makanan di Kota Bogor tahun Kategori Industri Makanan Jumlah Unit Usaha Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Prosentase Peningkatan ( ) (%) I. Industri Besar dan ,00 Menengah II. Industri Kecil ,89 Formal II.Industri Kecil ,95 Non Formal Jumlah ,14 Sumber : Disperindag Kota Bogor (2011) Dua indikator pertumbuhan industri utama yaitu jumlah tenaga kerja dan nilai investasi pada tahun mengalami pergerakan positif. Jumlah total tenaga kerja pada sektor industri makanan meningkat sebesar 3,91 % yang terdiri dari 5,63% pada industri kecil formal dan 4,65% pada industri kecil non formal. Sedang industri besar dan menengah mengalami penurunan 1,2% (Tabel 8). Tabel 8 Perkembangan penyerapan tenaga kerja industri makanan di Kota Bogor tahun Kategori Industri Makanan I. Industri Besar dan Menengah II. Industri Kecil Formal II.Industri Kecil Non Formal Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Prosentase Peningkatan ( ) (%) , , ,65 Jumlah ,91 Sumber : Disperindag Kota Bogor (2011)

3 Realisasi investasi industri makanan pada tahun meningkat sebesar Rp (17,4%) pada industri kecil formal dan sebesar Rp ,- ( 12,62 %) pada industri kecil non formal, sedang pada industri besar dan menengah mengalami penurunan investasi sebesar 5, 43 % (Tabel 9). Tabel 9 Perkembangan nilai investasi industri makanan di Kota Bogor tahun Kategori Industri Makanan I. Industri Besar dan Menengah II. Industri Kecil Formal II.Industri Kecil Non Formal Nilai Investasi (Rp) Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun , , , ,62 Jumlah ,59 Sumber : Disperindag Kota Bogor (2011) Prosentase Peningkatan ( ) (%) 4.2 Pontensi IKM Roti Kota Bogor Berdasarkan data Disperindag Kota Bogor (Lampiran 5) terdapat 46 industri kecil formal yang bergerak pada pembuatan roti di Kota Bogor, dimana kapasitas produksi per tahun dan nilai investasi dari industri kecil tersebut bervariasi. Nilai Investasi ini terdiri dari nilai : mesin / peralatan, modal kerja selama 4 bulan meliputi: bahan baku, upah/gaji dan lain-lain (biaya air, listrik, telepon). Industri pangan roti di Kota Bogor bila dikelompokkan berdasarkan interval / range investasi Rp. 50 juta, mayoritas berada pada nilai investasi di bawah Rp. 50 juta berjumlah 36 industri (78,3%) (Tabel 10). Sisanya adalah industri dengan nilai investasi lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta sebanyak 10 industri. Pengelompokan ini mengacu kepada pengelompokan usaha mikro dan usaha kecil berdasarkan Undang- undang No. 20 tahun Jika dilihat pengelompokan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja menurut definisi Biro Pusat Statistik, industri rumah tangga adalah unit usaha dengan pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha, sedangkan industri kecil adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang. Mayoritas industri roti di Kota Bogor adalah industri kecil dengan 53

4 Tabel 10 Distribusi jumlah industri roti di Kota Bogor tahun 2011 berdasarkan pengelompokan nilai investasi Pengelompokan Nilai Investasi Jumlah Prosentase No (RP) Unit Usaha (%) 1 Nilai Investasi s.d Rp ,3 2 Rp Rp ,5 3 Rp Rp ,3 4 Rp Rp ,2 5 Rp atau lebih 4 8,7 Total 46 Sumber : Disperindag Kota Bogo (2011) diolah Tabel 11 Distribusi jumlah industri roti di Kota Bogor tahun 2011 berdasarkan pengelompokan jumlah tenaga kerja No Jumlah Tenaga Kerja (orang) Jumlah Unit Usaha Prosentase (%) 1 1 s/d ,4 2 5 s/d , keatas 7 15,2 Total 46 Sumber : Disperindag Kota Bogor (2011) diolah jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang sebanyak 31 industri (67%) dan sisanya industri rumah tangga dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang sebanyak 8 industri (17,4%) dan industri menengah 7 industri (15,2%) (Tabel 11). 4.3 Kondisi Umum Pemenuhan Aspek GMP / CPPB pada IKM Roti Berdasarkan definisi Peraturan BPOM Nomor HK Tahun 2012, yang termasuk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga wajib memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SP-PIRT) yang diterbitkan oleh Bupati/WaliKota dan Kepala Daerah. SP-PIRT adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Bupati/WaliKota terhadap pangan produksi IRTP di wilayah kerjanya yang telah memenuhi persyaratan pemberian SP-PIRT dalam rangka peredaran Pangan Produksi IRTP. 54

5 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, jumlah IRTP untuk keseluruhan komoditi pangan yang telah mendapatkan SP-PIRT per tahunnya seperti pada Tabel 12. Rata-rata jumlah industri yang memperoleh SP-PIRT per tahunnya adalah 82 industri dan rata-rata sertifikat produk yang terbit sebanyak 144 buah. Masa berlaku SP-PIRT adalah 5 tahun. Jika industri yang memperoleh SP-PIRT tersebut dijumlahkan seluruhnya yaitu sebanyak 497 maka sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah industri kecil pangan keseluruhan tahun 2011 di Kota Bogor sebanyak industri. Hal tersebut menandakan masih banyak industri yang belum memperoleh SP-PIRT. Tabel 12 Jumlah industri pangan Kota Bogor yang memperoleh SP-PIRT dan sertifikat produk yang terbit tahun Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bogor ( 2011) diolah Untuk memperoleh SP-PIRT maka Industri Rumah Tangga Pangan dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatannya wajib menerapkan CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga). CPPB-IRT ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan pangan di seluruh mata rantai produksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir yang mencakup : a) Lokasi dan lingkungan produksi; b) Bangunan dan fasilitas; c) Peralatan produksi; d) Suplai air atau sarana penyediaan air; e) Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi; f) Kesehatan dan higiene karyawan; g) Pemeliharaan dan program higiene sanitasi karyawan; h) Penyimpanan; i) Pengendalian proses; 55

6 j) Pelabelan pangan; k) Pengawasan oleh penanggungjawab; l) Penarikan produk; m) Pencatatan dan dokumentasi; n) Pelatihan karyawan. Persyaratan CPPB-IRT terdiri atas 4 (empat) tingkatan, yaitu: "harus" (shall), seharusnya (should), sebaiknya (may) dan "dapat" (can), yang diberlakukan terhadap semua lingkup yang terkait dengan proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan atau pengangkutan pangan IRT dengan rincian sebagai berikut: a) Persyaratan "harus" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk secara langsung dan / atau merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian kritis; b) Persyaratan "seharusnya" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi keamanan produk, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian serius; c) Persyaratan "sebaiknya" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi efisiensi pengendalian keamanan produk, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian mayor; d) Persyaratan "dapat" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi mutu (wholesomeness) produk, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian minor. Pemeriksaan sarana produksi pangan SP-PIRT didahului dengan pemeriksaan awal dan diikuti dengan pemeriksaan lanjutan. Selama pemeriksaan, petugas didampingi oleh penanggungjawab perusahaan yang diperiksa. Pemeriksaan awal petugas melakukan pemeriksaan singkat yang sifatnya umum tetapi menyeluruh. Pada pemeriksaan lanjutan terdapat 13 (tiga belas) grup yang perlu dinilai selama pemeriksaan yaitu : (A) Lingkungan Produksi, (B) Bangunan dan Fasilitas, (C) Peralatan Produksi, (D) Suplai Air, (E) Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi, (F) Pengendalian Hama, (G) Kesehatan dan Higiene Karyawan, (H) Pengendalian Proses, (I) Label Pangan, (J) Penyimpanan, (K) Manajemen Pengawasan, (L) Pencatatan dan Dokumentasi, dan (M) Pelatihan Karyawan. Formulir yang digunakan seperti tercantum dalam Lampiran 7. Nilai diberikan dalam bentuk 56

7 kode, yaitu B (Baik), C (Cukup), dan K (Kurang). Masing-masing kelompok diberikan penilaian sendiri-sendiri. Penilaian masing-masing grup pada prinsipnya merupakan rata-rata dari nilai masing-masing unsur dengan memberikan skor 3, 2 dan 1 masingmasing untuk B, C dan K. Kemudian dilakukan pembulatkan hasil rata-ratanya ke atas atau kebawah untuk mendapatkan hasil penilaian. Diantara 12 grup terdapat 4 (empat) grup yang dianggap lebih penting dibandingkan dengan 8 (delapan) grup lainnya. Keempat grup ini dikategorikan sebagai kelompok utama dalam pemeriksaan yang terdiri dari : a. Grup D Suplai air b. Grup F Pengendalian Hama c. Grup G Kesehatan dan higiene karyawan d. Grup H Pengendalian proses Penilaian mutu didasarkan atas hasil penilaian ke 12 grup yang tercantum pada formulir pemeriksan. Cara perhitungan dalam penilaian mutu adalah sebagai berikut : Baik : Jika 4 (empat) grup utama, yaitu : Grup D (Suplai air), Grup F (Pengendalian Hama ), Grup G ( Kesehatan dan higiene karyawan ), dan Grup H(Pengendalian proses), semuanya mendapat nilai Baik dan grup lainnya maksimum 2 (dua) yang mendapat nilai Kurang Cukup : Jika 4 (empat) grup utama, mendapat nilai Baik atau Cukup dan grup lainnya minimal 5 (lima) yang mendapat nilai Cukup Kurang : Jika tidak memenuhi kriteria Cukup Data hasil pemeriksaan SP-PIRT tahun (Gambar 7) memperlihatkan bahwa prosentase hasil penilaian SP-PIRT sebagian besar termasuk skala cukup dan terdapat peningkatan prosentase skala kurang pada periode Hal ini menunjukan bahwa masih banyak IRTP yang belum memenuhi keseluruhan aspek CPPB-IRT dengan baik. Berdasarkan data BPOM terhadap penilaian 13 parameter/ Grup CPPB-IRT di 21 Propinsi (tahun ) dengan variasi produk yang dihasilkan IRTP terdapat pola kecendenderungan seperti Gambar 8. Berdasarkan data tersebut, aspek yang cenderung rendah pemenuhannya oleh IKM yaitu grup a) Lokasi dan 57

8 lingkungan produksi; b) Bangunan dan fasilitas; e) Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi; f) Kesehatan dan higiene karyawan, g) Pemeliharaan dan program higiene sanitasi karyawan; j) Pelabelan pangan; dan m) Pencatatan dan dokumentasi. Sumber : BPOM (2010) Gambar 7 Prosentase kategori hasil penilaian SP-PIRT tahun Sumber : BPOM (2008) Gambar 8 Pola kecenderungan hasil pemeriksaan 13 parameter/ grup CPPB-IRT di 21 propinsi tahun

9 Berdasarkan data hasil pemeriksaaan sarana produksi IRTP roti (tahun ) di Kota Bogor oleh petugas inspektor pengawas pangan, menunjukkan 75,51% IRTP yang dinilai memperoleh skala nilai kategori C (Lampiran 6). Artinya 4 grup utama yaitu aspek penilaian suplai air, pengendalian hama, kesehatan dan hygiene karyawan, pengendalian proses bernilai baik atau cukup dan grup lainnya bernilai kurang maksimal 4. Hal ini menandakan bahwa belum semua aspek GMP diterapkan dengan baik oleh IRTP roti di kota Bogor. Gambaran aspek pemenuhan persyaratan CPPB-IRT pada IKM roti di Kota Bogor sebagai berikut: 1. Lokasi dan lingkungan produksi Penetapan lokasi produksi perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya. Lokasi IKM seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau,asap, kotoran, dan debu. Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara sebagai berikut :1) Sampah dibuang dan tidak menumpuk, 2) Tempat sampah selalu tertutup, 3) Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik. Sebagian besar IKM roti di Kota Bogor memulai usaha dengan lokasi produksi yang digunakan sama atau berdekatan dengan lokasi tempat tinggal tanpa ada pertimbangan khusus. Di Kota Bogor belum ada kawasan yang ditetapkan sebagai lokasi khusus industri pangan, sehingga IKM roti menyebar di berbagai kecamatan Kota Bogor. Kondisi lokasi produksi IKM roti cenderung sulit untuk diubah. Kondisi lingkungan produksi IKM roti juga dipengaruhi dari kondisi fasilitas dan sarana yang dikelola oleh pemerintah daerah/desa seperti fasilitas jalan yang tidak berdebu, selokan pembuangan yang berfungsi baik, pengelolaan sampah yang baik. Umumnya fasilitas jalan dan selokan maupun pengelolaan sampah di Kota Bogor cukup baik. 2. Bangunan dan fasilitas Bangunan dan fasilitas IKM seharusnya menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Disain dan tata letak ruang produksi sebaiknya 59

10 cukup luas, mudah dibersihkan dan tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan. Sebagian besar IKM roti di Kota Bogor kesulitan memenuhi persyaratan terkait bangunan dan fasilitas, mengingat bangunan produksi tidak didesain dari awal untuk produksi pangan yang memenuhi persyaratan GMP namun memanfaatkan bangunan yang sudah ada. Umumnya desain konstruksi sudut pertemuan dinding dengan lantai tidak dibuat landai/ cekung, dinding atau lantai tidak seluruhnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin (Gambar 9). Tata letak di ruang produksi tidak didesain sesuai aliran proses produksi dan mencegah proses kontaminasi. Pintu masuk bahan baku/ karyawan dan pintu keluar produk yang sudah jadi tidak dibuat terpisah. Kondisi lantai masih terdapat yang pecah-pecah sehingga ada celah sebagai sumber kontaminan. Dinding atau pemisah ruangan jarang dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat. Tidak semua pintu dan jendela dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan (Gambar 10). Di ruang produksi tidak semua IKM selalu menyediakan tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya. Gambar 9 Dinding tidak seluruhnya dari bahan kedap Gambar 10 Jendela tidak dilengkapi pintu kasa yang mudah dibersihkan 60

11 3. Peralatan produksi Tata letak peralatan produksi seharusnya diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan sebaiknya didesain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air. Alat ukur/timbang seharusnya dipastikan keakuratannya, terutama alat ukur/timbang bahan tambahan pangan (BTP). Sering kali IKM roti tidak cermat meletakkan peralatan proses produksinya sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang. Misal penempatan peralatan proses produksi yang di dekat jendela yang terbuka tanpa kasa cenderung dapat menyebabkan kontaminsi silang (Gambar 12). Tidak semua peralatan dipelihara, diperiksa dan dipantau agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih (Gambar 11). Gambar 11 Peralatan proses produksi yang tidak terpelihara kebersihannya Gambar 12 Letak peralatan proses produksi di sebelah jendela berpotensi kontaminasi 61

12 4.Suplai air atau sarana penyediaan air Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan / atau air minum. Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi. Umumnya IKM roti Kota Bogor menggunakan suplai air dari PDAM atau dari mata air tanah. Kualitas air yang ada di Bogor relatif tidak bermasalah. PDAM secara rutin melakukan pengujian laboratorium terhadap kualitas air yang disalurkan ke pelanggannya. Pengujian di laboratorium dibutuhkan untuk membuktikan pemenuhan persyaratan kualitas air yang digunakan sesuai standar kualitas air menurut PerMenKes No. 907/MenKes/SK/Per./VII/ Fasilitas serta kegiatan higiene dan sanitasi Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Sarana pembersihan / pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (lantai, dinding dan lain-lain sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik. Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet / jamban seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan bersih untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan. Sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih. Sarana toilet / jamban seharusnya: a) didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan; b) diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet; c) terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup; d) mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi. Pada IKM roti di Kota Bogor masih ada yang belum mempunyai sarana cuci tangan di dekat ruang produksi yang selalu dilengkapi air bersih dan sabun cuci tangan, alat pengering tangan seperti handuk, lap atau kertas serap yang bersih (Gambar 13). Pada Gambar 14, terlihat masih ada IKM yang belum tertib melakukan pembersihan/pencucian dan penyucihamaan peralatan produksi seharusnya dilakukan secara rutin setiap habis digunakan. 62

13 Gambar 13 Belum tersedia sarana cuci tangan di dekat ruang produksi Gambar 14 Pembersihan peralatan proses produksi yang tidak rutin dilakukan 6. Kesehatan dan higiene karyawan Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Dalam keadaan sehat, jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi; 2) Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi. Karyawan yang menangani pangan harus menutup luka di anggota tubuh dengan perban khusus luka Karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan / atau sepatu kerja. Namun tidak semua pekerja IKM roti di Kota Bogor roti selalu patuh menggunakan penutup kepalam sarung tangan seperti terlihat pada Gambar 15. Karyawan tidak selalu mencuci tangan dengan sabun sesudah menangani bahan mentah, atau bahan / alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet / jamban. Masih terlihat karyawan yang bekerja makan dan minum, merokok di ruang produksi. Karyawan di bagian pangan ada yang mengenakan perhiasan seperti anting, cincin, gelang, kalung, jam tangan, bros dan peniti atau 63

14 benda lainnya yang dapat membahayakan keamanan pangan yang diolah. Hal ini sering dilanggar karena kurangnya kesadaran dan pemahaman pekerja. Gambar 15 Pekerja pengolah pangan yang tidak menggunakan tutup kepala dan sarung tangan 7. Pemeliharaan dan program higiene dan sanitasi 64 Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin / peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah. Program higiene dan sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih. Program higiene dan sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan. Pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Belum seluruhnya IKM mempunyai jendela, pintu dan lubang ventilasi yang telah dilapisi dengan kawat kasa untuk menghindari masuknya hama serta menutup lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama. Mengingat lokasi produksi IKM roti umumnya menjadi satu dengan lokasi tempat tinggal, maka masih memungkinkan ditemui adanya hewan peliharaan seperti anjing, kucing, ayam dan burung berkeliaran di sekitar/ di dalam ruang produksi. 8. Penyimpanan Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan.

15 Penyimpanan bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup. Penyimpanan bahan baku (Gambar 16) tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit (Gambar ). Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan / atau memilki tanggal kedaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan terlebih dahulu. Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan ditempat kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk. Bahan berbahaya seperti sabun pembersih, bahan sanitasi, racun serangga, umpan tikus, dan lain-lain harus disimpan dalam ruang tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari pangan. Bahan pengemas (Gambar 17) harus disimpan terpisah dari bahan baku dan produk akhir. Label pangan harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari pencemaran. Penyimpanan mesin / peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya. Gambar 16 Penyimpanan bahan baku Gambar 17 Penyimpanan kemasan 9. Pengendalian proses Pengendalian proses produksi pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a) Penetapan spesifikasi bahan; b) Penetapan komposisi dan formulasi bahan; c) Penetapan cara produksi yang baku ; d) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan; e) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa. 65

16 Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan. Jika menggunakan bahan tambahan pangan (BTP), harus menggunakan BTP yang diizinkan sesuai batas maksimum penggunaannya. Air yang merupakan bagian dari pangan maupun yang kontak dengan bahan pangan seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundangundangan. IKM harus membuat bagan alir atau urut-urutan proses secara jelas kondisi baku dari setiap tahap proses produksi, seperti misalnya berapa menit lama pengadukan, berapa suhu pemanasan dan berapa lama bahan dipanaskan. 10. Pelabelan pangan Kemasan pangan diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan IRT. Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi. Label pangan IKM belum seluruhnya telah memuat sekurang-kurangnya hal berikut yang dipersyaratkan: a) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. b) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan c) Berat bersih atau isi bersih d) Nama dan alamat IRTP e) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa f) Kode produksi g) Nomor P-IRT. 11. Pengawasan oleh penanggungjawab Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsipprinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (Sertifikat PKP). 12. Penarikan produk Pemilik IRTP harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit / keracunan pangan dan / atau tidak memenuhi persyaratan 66

17 peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Penanggung jawab IRTP mempersiapkan prosedur penarikan produk pangan. 13. Pencatatan dan dokumentasi Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan : 1) Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat pemasok; 2) Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi / penjualan; 3) Penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan penarikan produk dan lainnya yang dianggap penting. Catatan dan dokumen dapat disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan. Catatan dan dokumen yang ada sebaiknya dijaga agar tetap akurat dan mutakhir. Pada umumnya IKM mempunyai kelemahan dalam dokumentasi karena terbatasnya tenaga kerja serta waktu yang tersedia, kurangnya disiplin dalam pencatatan. 14. Pelatihan karyawan Pemilik / penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB- IRT)/. Pemilik / penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain. Pada umumnya IKM mempunyai kelemahan dalam kegiatan pelatihan tenaga kerja karena terbatasnya dana, kemampuan serta waktu yang tersedia. IKM cenderung menggunakan fasilitas pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah secara cuma-cuma. 4.4 Instansi Pembina dan Pengawas IKM terkait GMP Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pada Bidang Kesehatan - sub bidang Obat dan Perbekalan Kesehatan, mengamanatkan bahwa pengawasan dan registrasi makanan minuman produksi rumah tangga merupakan urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Program pembinaan IRTP terkait hal keamanan pangan banyak dilakukan oleh Badan POM yang 67

18 bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 pasal 43 mengamanatkan pengawasan dan pembinaan IRTP kepada Bupati/Walikota, dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Daerah. Pembinaan teknologi, manajemen dan permesinan IKM banyak dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah. Dinas kesehatan daerah Kota Bogor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi pemerintah di bidang kesehatan yang menjadi Urusan Rumah Tangga Daerah. Dinkes mempunyai fungsi antara lain mencakup pengembangan dan pembinaan pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan keluarga dan penyuluhan kesehatan serta pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum. Struktur organisasi Dinkes Kota Bogor,berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 13 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lampiran 2, mencakup : a. Kepala Dinas ; b. Sekretariat, membawahi : 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian ; 2. Sub Bagian Keuangan ; 3. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan. c. Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, membawahi : 1. Seksi Promosi Kesehatan ; 2. Seksi Peran Serta Masyarakat ; 3. Seksi Pembiayaan Kesehatan Masyarakat. d. Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, membawahi : 1. Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular ; 2. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular ; 3. Seksi Penyehatan Lingkungan. e. Bidang Pembinaan Kesehatan Keluarga, membawahi : 1. Seksi Kesehatan Ibu dan Anak ; 2. Seksi Kesehatan Remaja dan Lansia ; 3. Seksi Gizi. 68

19 f. Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi : 1. Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan ; 2. Seksi Pembinaan dan Pengendalian Sarana Kesehatan Swasta ; 3. Seksi Perbekalan Kesehatan, Pengawasan Obat dan Makanan. g. UPTD Puskesmas (jumlah 24) ; h. UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA). Pada Seksi Perbekalan Kesehatan Pengawasan Obat dan Makanan POM (Perbekas) salah satu tugasnya adalah menjalankan pembinaan dan pengawasan SP- PIRT melalui kegiatan Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan kegiatan Pengawas Keamanan Pangan Kota / Food District Inspector (FDI). Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai kualifikasi PKP yang mempunyai kompetensi sesuai dengan bidangnya dalam produksi pangan dan diberi tugas untuk melakukan penyuluhan keamanan pangan dari organisasi yang kompeten. Pengawas Pangan Kabupaten/Kota (District Food Inspector/DFI) adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai kualifikasi DFI, yang mempunyai kompetensi sesuai dengan bidangnya dalam produksi pangan dan diberi tugas untuk melakukan pengawasan keamanan pangan IRTP dalam rantai pangan dari organisasi yang kompeten. Sumberdaya pada Seksi Perbekas ini saat ini memiliki 4 tenaga PKP yang aktif bertugas, dimana 3 orang tersebut juga merangkap sebagai tenaga Pengawas Pangan Kota (DFI). Latar belakang pendidikan sumberdaya yang ada adalah semua Sarjana S1 bidang Farmasi. Selain itu sumberdaya yang sama dihunakan untuk melaksanakan tugas dalam pembinaan dan pengawasan obat-obatan. Sumber dana untuk kegiatan penyuluhan diperoleh dari APBD Kota Bogor dan penarikan biaya pendaftaran SP-PIRT sebesar Rp ,-/pendaftar. Namun sejak tahun 2011, kebijakan biaya pendaftaran SP-PIRT telah dihapus. Alokasi dana yang ada pada Seksi Perbekas tahun 2012 kurang lebih 150 juta dengan proporsi pendanaan untuk kegiatan penyuluhan dan pengawasan pangan hanya sebesar kurang-lebih 75 juta. Target output sarana produksi pangan yang terbina sebanyak 100 buah. Hal ini antara lain menyebakan kegiatan penyuluhan terbatas 69

20 dan pengawasan (survailen) yang seharusnya dilakukan setahun sekali tidak dapat dilaksanakan. Kegiatan penyuluhan keamanan pangan umumnya dilakukan Dinkes Kota Bogor 3-4 kali dalam jangka waktu setahun, dengan batasan peserta orang setiap kegiatan penyuluhan. Penyuluhan dilakukan kepada pemilik atau penanggung jawab IRTP. Penyuluhan dilakukan selama 2 (dua ) hari dengan materi yang umum digunakan dalam kegiatan penyuluhan keamanan pangan terdiri dari : (1) Materi Utama mencakup : a) Peraturan perundang-undangan di bidang pangan; b) Keamanan dan Mutu pangan; c) Teknologi Proses Pengolahan Pangan; d) Prosedur Operasi Sanitasi yang Standar /SSOP); e) Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT); f) Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP); g) Persyaratan Label dan Iklan Pangan. (2) Materi Pendukung mencakup : a) Pencantuman label Halal; b) Etika Bisnis dan Pengembangan Jejaring Bisnis IRTP. Bahan untuk penyuluhan yang diberikan kepada peserta berupa hand out presentasi materi, dan belum ada publikasi lain yang diterbitkan dalam kegiatan penyuluhan. Kegiatan penilaian pemeriksaan sarana produksi dilakukan setelah pemilik atau penangungjawab telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan. Kegiatan pemeriksaan hanya dilakukan oleh tenaga FDI yang ada di Seksi Perbekas Dinkes Kota Bogor. Lama pemeriksaan sekitar 1 atau 2 hari tergantung luasan atau kompleksitas sarana produksi yang diperiksa. Laporan hasil pemeriksaan sarana produksi menjadi dasar untuk dapat diterbitkan SP-PIRT ditembuskan kepada Pusat Pelayanan Ijin Terpadu Kota Bogor yang akan menerbitkan sertifikat dan ijin nomor pendaftaran produk. Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Bogor Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Lampiran 3) terdiri dari: Kepala Dinas, Sekretaris, dan 3 (tiga) Kepala Bidang dengan rincian sebagai berikut : 1. Sekretaris membawahi : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; Sub Bagian Keuangan; dan Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan. 70

21 2. Bidang Perindustrian membawahi: Seksi Industri Agro dan Hasil Hutan; Seksi Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka; Seksi Industri kima. 3. Bidang Perdagangan membawahi : Seksi Perdagangan Dalam Negeri; Seksi Perdagangan Luar Negeri; dan Seksi Perlindungan Konsumen. 4. Bidang Metrologi membawahi : Seksi Ukur Arus, Panjang, Volume dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT); Seksi Masa dan Timbangan; Seksi Penyuluhan dan Pengawasan Kemetrologian. Bidang yang membidangi kegiatan pembinaan IKM makanan adalah bidang perindustrian khususnya Seksi Industri Agro dan Hasil Hutan. Pada bidang perindustrian, jumlah SDM aparatur di tahun 2012, adalah sebanyak 13 orang PNS. Jumlah SDM aparatur yang merupakan pasca sarjana adalah sebanyak 3 orang, lulusan sarjana S1 sebanyak 4 orang, lulusan Diploma III sebanyak 1 orang, lulsan setingkat SLTA sebanyak 4 orang dan lulusan setingkat SLTP sebanyak 1 orang. Khusus SDM pada Seksi Industri Agro dan Hasil Hutan hanya ada 2 (dua ) orang. Anggaran belanja untuk urusan perindustrian di tahun 2011 adalah sebesar Rp 725 juta, namun alokasi anggaran belanja untuk bidang Sekretariat lebih besar dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk bidang substantif, yaitu porsinya di atas sebesar 70 persen dari total anggaran belanja di instansi tersebut. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor proaktif dalam melakukan pembinaan kepada IKM, terlihat dari capaian indikator kinerja. Terdapat dua indikator kinerja yang telah ditentukan dalam RPJMD, yaitu jumlah industri kecil dan menengah (IKM), dengan target sebanyak 3510 unit IKM, dan jumlah industri yang memanfaatkan teknologi tepat guna, dengan target sebanyak 750 unit IKM. Jenis kegiatan yang telah dilakukan antara lain memfasilitasi IKM mendapat sertifikasi halal, memfasilitasi IKM mendapatkan sertifikasi SP-PIRT, pelatihan dan bimbingan teknis untuk penerapan GMP/ HACCP/SNI, pameran produk IKM, memfasilitasi promosi produk IKM serta memfasilitasi terbentuknya wadah/asosiasi IKM. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor dalam kegiatannya terlait keamanan pangan telahi berkoordinasi/ melibatkan Dinas Kesehatan Kota Bogor khususnya Seksi Perbekalan Kesehatan, Pengawasan Obat dan Makanan. 71

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA CARA PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2012 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT)

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT) CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA TUJUAN KHUSUS Memberikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi UKM Cristal terletak di Jl. Salak km 5.5, Kembangarum, Turi, Sleman, Yogyakarta. Pada penetapan lokasi perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga di Kabupaten Jepara dilaksanakan oleh beberapa Stakeholder, di antaranya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi Lokasi IRT (Industri Rumah Tangga) lempeng beras yang beralamat di Jalan Thamrin, Margomulyo, Ngawi Jawa timur tepat di pinggir jalan besar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

ANALISA INDIKATOR KINERJA PADA URUSAN PERDAGANGAN, PERINDUSTRIAN, UMKM, DAN PERTANIAN Analisa Sumberdaya Instansi Pemerintahan (SKPD)

ANALISA INDIKATOR KINERJA PADA URUSAN PERDAGANGAN, PERINDUSTRIAN, UMKM, DAN PERTANIAN Analisa Sumberdaya Instansi Pemerintahan (SKPD) ANALISA INDIKATOR KINERJA PADA URUSAN PERDAGANGAN, PERINDUSTRIAN, UMKM, DAN PERTANIAN 4.1. Analisa Sumberdaya Instansi Pemerintahan (SKPD) Salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi tersusunnya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) DI UKM MUSTIKA LANGGENG JAYA, KABUPATEN BANYUMAS

EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) DI UKM MUSTIKA LANGGENG JAYA, KABUPATEN BANYUMAS Tema: 8 Pengabdian kepada Masyarakat EVALUASI PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) DI UKM MUSTIKA LANGGENG JAYA, KABUPATEN BANYUMAS Oleh Rumpoko Wicaksono, Aisyah Tri Septiana, dan Condro Wibowo

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 97 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 97 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN KUALITAS MAKANAN SIAP SAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai negara termasuk Indonesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi tersebut dapat memperbesar

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 NOMOR 35 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 NOMOR 35 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 23 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 23 TAHUN 2008 T E N T A N G BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 23 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN KOPERASI PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN SUKAMARA

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN Jur. Tek. Industri Pertanian FTP-UB Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisikan tentang alasan dilakukannya penelitian dan menjelaskan permasalahan yang terjadi di PT Gunung Pulo Sari. Penjelasan yang akan dijabarkan pada pendahuluan ini

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI NTB

GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI NTB GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI NTB 2.1. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 7 Tahun 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Konsumsi kerupuk biasanya bukan sebagai makanan utama melainkan sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERIZINAN PIRT (PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA)

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERIZINAN PIRT (PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA) 1. Dasar Hukum a. Undang-Undang RI mor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; b. Undang-Undang RI mor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; c. Undang-Undang RI mor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; d. Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 18 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 18 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 61 TAHUN 2016

- 1 - BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 61 TAHUN 2016 - 1 - SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI,TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN SIDOARJO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 54 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan informasi dari internet situs (Depkes RI, 2008) definisi

BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan informasi dari internet situs (Depkes RI, 2008) definisi BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Perilaku a. Pengertian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu karena adanya rangsang. Berdasarkan informasi

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak

Lebih terperinci

DAERAH KOTA PAREPARE SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No. 78 Telepon (0421) Fax.

DAERAH KOTA PAREPARE SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No. 78 Telepon (0421) Fax. daerah-kabupaten-barrutahun-2008 PEMERINTAH DAERAH KOTA PAREPARE SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No. 78 Telepon (0421) 21157 21003 21125 21090 21001 21000 Fax. (0421) 24330 Kode Pos 91122 PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci