Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga *

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga *"

Transkripsi

1 LAMPIRAN

2 78 Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * No URAIAN BOBOT X No URAIAN BOBOT X LOKASI, BANGUNAN, PENGHAWAAN FASILITAS 1 Halaman bersih, rapi, tidak becek, dan berjarak sedikitnya 500 meter dari sarang lalat / tempat pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran. 2 Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barangbarang yang tidak berguna atau barang sisa. 3 Lantai kedap air, rata, tidak licin, tidak retak, terpelihara dan mudah dibersihkan. 4 Dinding dan langit-langit dibuat dengan baik, terpelihara dan bebas dari debu (sarang laba-laba) Ruang kerja maupun peralatan dilengkapi ventilasi yang baik sehingga terjadi sirkulasi udara dan tidak pengap. AIR BERSIH Sumber air bersih aman, jumlah cukup dan bertekanan AIR KOTOR Pembuangan air limbah dari dapur, kamar mandi, WC dan saluran air hujan lancar, baik dan tidak menggenang FASILITAS CUCI TANGAN DAN TOILET Jumlah cukup, tersedia sabun, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai 6 Pintu dan jendela dibuat dengan baik dan kuat. Pintu dibuat menutup sendiri,membuka kedua arah dan dipasang alat penahan lalat dan bau. Pintu dapur membuka ke arah luar. P E N C A H A Y A A N PEMBUANGAN SAMPAH Tersedia tempat sampah yang cukup, bertutup, anti lalat, kecoa, tikus dan dilapisi kantong plastik yang selalu diangkat setiap kali penuh. RUANG PENGOLAHAN MAKANAN Tersedia luas lantai yang cukup untuk pekerja pada bangunan, dan terpisah dengan tempat tidur atau tempat mencuci pakaian Ruangan bersih dari barang yang tidak berguna. (barang tersebut disimpan rapi di gudang) KARYAWAN Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikitnya 10 fc pada bidang kerja Semua karyawan yang bekerja bebas dari penyakit menular, seprti penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan infeksi saluran pernafasan atas ISPA) Tangan selalu dicuci bersih, kuku dipotong pendek, bebas kosmetik dan perilaku yang higienis Pakaian kerja, dalam keadaan bersih, rambut pendek dan tubuh bebas perhiasan. 1

3 79 Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * (lanjutan) No URAIAN BOBOT X No. URAIAN BOBOT X MAKANAN 26 Perlindungan terhadap 4 serangga, tikus, hewan 18 Sumber makanan, 5 pelihara-an dan hewan keutuhan dan tidak rusak. pengganggu lainnya. 19 Bahan makanan terolah dalam kemasan asli, terdaftar, berlabel dan tidak kadaluwarsa. 1 JUMLAH PERLINDUNGAN MAKANAN Penanganan makanan yang potensi berbahaya pada suhu, cara dan waktu yang memadai selama penyimpanan peracikan, persiapan penyajian dan pengangkutan makanan serta melunakkan makanan beku sebelum dimasak (thawing) KHUSUS GOLONGAN A.1 Ruang pengolahan makanan tidak dipakai sebagai ruang tidur. Tersedia 1 (satu) buah lemari es (kulkas) JUMLAH Penanganan makanan yang potensial berbahaya karena tidak ditutup atau disajikan ulang KHUSUS GOLONGAN A.2 Pengeluaran asap dapur dilengkapi dengan alat pembuang asap Fasilitas pencucian dibuat dengan tiga bak pencuci. Tersedia kamar ganti pakaian dan dilengkapi dengan tempat penyimpanan pakaian (loker). 2 1 JUMLAH PERALATAN MAKAN DAN MASAK Perlindungan terhadap peralatan makan dan masak dalam cara pembersihan, penyimpanan, penggunaan dan pemeliharaan-nya KHUSUS GOLONGAN A.3 Saluran pembuangan limbah dapur dilengkapi dengan penangkap lemak ( grease trap) Tempat memasak terpisah secara jelas dengan tempat penyiapan makanan matang Alat makan dan masak yang sekali pakai tidak dipakai ulang Lemari penyimpanan dingin dengan suhu -5 C dilengkapi dengan ermometer 4

4 80 pengontrol. 24 Proses pencucian melalui tahapan mulai dari pembersihan sisa makanan, perendaman, pencucian dan pembilasan Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan JUMLAH Bahan racun / pestisida disimpan tersendiri di tempat yang aman, terlindung, mengguna-kan label / tanda yang jelas untuk digunakan 5 Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * (lanjutan) No URAIAN BOBOT X No. URAIAN BOBOT X KHUSUS GOLONGAN B Pertemuan sudut lantai dan dinding lengkung (konus). Tersedia ruang belajar. Alat pembuangan asap dilengkapi filter (penyaring) Dilengkapi dengan saluran air panas untuk pencucian. Lemari pendingin dapat mencapai suhu 10 C. JUMLAH KHUSUS GOLONGAN C Ventilasi dilengkapi dengan alat pengatur suhu. Air kran bertekanan 15 psi. Lemari penyimpanan dingin tersedia untuk tiap jenis bahan dengan suhu yang sesuai dengan suhu yang sesuai kebutuhan. Rak pembawa makanan/alat dilengkapi dengan roda penggerak J U M L A H 100 *) sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/Men/Kes/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga (Kementerian Kesehatan 2011)

5 81 Lampiran 2. Formulir pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan industri rumah tangga (IRT). Nama dan alamat perusahaan Nama Pemilik/penanggungjawab : Jenis Pangan : Nomor izin : Jumlah Karyawan : Umur Bangunan : Kode: B : baik C : Cukup K : Kurang GROUP A. LINGKUNGAN PRODUKSI 3 Air yang kontak langsung dengan pangan 2 Perhiasan dan asesoris lainnya 1 Semak GROUP E. FASILITAS DAN GROUP H. PENGENDALIAN 2 Tempat sampah KEGIATAN HIGIENE DAN PROSES 3 Sampah SANITASI 1 Penetapam spesifikasi 4 Selokan E. 1. Alat Cuci/pembersih bahan baku GROUP B. BANGUNAN 1 Ketersediaan alat 2 Penetapam komposisi dan DAN FASILITAS E.2 Fasilitas higiene karyawan formulasi bahan B.1. Ruang Produksi 1 Tempat cuci tangan 3 Penetapam cara produksi 1 Konstruksi lantai 2 Jamban/toilet yang baku 2 Kebersihan lantai E.3 Kegiatan hiegiene dan 4 Penetapam spesifikasi 3 Konstruksidinding sanitasi kemasan 4 Kebersihan dinding 1 Penanggungjawab 5 Penetapam tanggal 5 Konstruksi langit-langit Penggunaan detergen dan kadaluarsa dan kode 6 Kebersihan langit-langit 2 Disenfektan produksi 7 Konstruksi pintu, GROUP F. PENGENDALIAN GROUP I. LABEL PANGAN jendela, dan lubang HAMA 1 Persyaratan label angin 1 Hewan peliharaan GROUP J. PENYIMPANAN 8 Kebersihan pintu, 2 Pencegahan masuknya hama 1 Penyimpanan bahan dan jendela, dan lubang 3 Pemberantasan hama produk angin GROUP G. KESEHATAN DAN 2 Tata cara penyimpanan B.2. Kelengkapan Ruang Produksi HIGIENE KARYAWAN G.1. Kesehatan karyawan 3 Penyimpanan bahan berbahaya 1 Penerangan 1 Pemeriksaan kesehatan 4 Penyimpanan label dan 2 PPPK 2 Kesehatan karyawan kemasan B.3. Tempat penyimpanan G.2. Kebersihan karyawan 5 Penyimpanan peralatan 1 Tempat penyimpanan 1 Kebersihan badan GROUP K. MANAJEMEN bahan dan produk 2 Kebersihan pakaian PENGAWASAN 2 Tempat penyimpanan 3 Kebersihan tangan 1 Penanggung jawab bahan bukan pangan 4 Perawatan luka 2 pengawasan GROUP C. PERALATAN G.3. Kebiasaan Karyawan PRODUKSI 1 Perilaku karyawan GROUP L. PENCATATAN DAN 1 Konstruksi DOKUMENTASI 2 Tata letak 1 Pencatatan dan 3 kebersihan dokumentasi GROUP D. SUPLAI AIR 2 Penyimpanan catatan 1 Sumber air dan dokumentasi 2 Pengguna air GROUP M. PELATIHAN KARY. 1 PENGETAHUAN KARYAWAN

6 Lampiran 3. Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1096/ Men.Kes/Per/VI/201 (CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung CPPSSB tahun 2011 (1) LOKASI, BANGUNAN, FASILITAS Halaman bersih, rapi, tidak becek, dan berjarak sedikitnya 500 meter dari sarang lalat / tempat pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran. (1) CPPOB Formula Bayi tahun 2011 (2) LOKASI Sarana produksi harus berada di daerah yang jauh dari tempat yang dapat membahayakan kesehatan. Lokasi penyimpanan peralatan dan perlengkapan harus memperhatikan kemudahan proses pembersihan dan perawatan ; dapat digunakan sesuai dengan fungsinya ; menunjang cara higiene yang baik. Sarana jalan Jalan menuju sarana produksi dan sekitarnya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terjadi genangan air atau debu berterbangan jika dilewati kendaraan. CPPB-IRT tahun 2003 (3) LINGKUNGAN PRODUKSI (A) 1.Semak 2.Tempat sampah 3.Selokan Pustaka yang mendukung (4) Draf Formulir audit GMP makanan enteral (5) Justifikasi (6) Persyaratan lokasi untuk unit penyedia makanan enteral merupakan bagian dari persyaratan unit gizi rumah sakit sehingga lokasi tidak menjadi aspek yang harus diamati secara khusus. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 82

7 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Lingkungan dan Pekarangan Ada seorang yang bertanggung jawab mencegah pencemaran di lingkungan sarana produksi BANGUNAN DAN FASILITAS Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barang-barang yang tidak berguna atau barang sisa. (2) Lantai kedap air, rata, tidak licin, tidak retak, terpelihara dan mudah dibersihkan(3) Dinding dan langit-langit dibuat dengan baik, terpelihara dan bebas dari debu (sarang laba- (1) BANGUNAN DAN FASILITAS Bangunan beserta fasilitasnya merupakan kontruksi yang baik; dihindari penggunaan bahan yang tidak dapat dibersihkan dengan baik dan didisinfeksi; dirancang sedemikian rupa sehingga mencegah masuk dan bersarangnya hama ; masuknya cemaran lingkungan seperti asap, debu, dll ; terhindar dari pencemaran silang dan sanitasi dapat terlaksana (2) BANGUNAN DAN FASILITAS (B) Ruang Produksi (B1) 1. Konstruksi lantai 2. Kebersihan lantai 3. Konstruksi dinding 4. Kebersihan dinding 5. Konstruksi langitlangit 6. Kebersihan langitlangit 7. Konstruksi pintu, jendela dan lubang angin. 8. Kebersihan pintu, jendela dan lubang angin (3) (4) BANGUNAN DAN FASILITAS 1. Konstruksi lantai 2. Kebersihan lantai 3. Konstruksi dinding 4. Kebersihan dinding 5. Konstruksi langitlangit 6. Kebersihan langitlangit 7. Konstruksi pintu, jendela dan lubang angin. 8. Kebersihan pintu, jendela dan lubang angin (5) Persyaratan bangunan dan fasilitas untuk produksi makanan enteral pada prinsipnya sama dengan CPPSSB-2011 dan CPPB- IRT 2003 yaitu kuat, bersih dan mudah dibersihkan. (6) 83

8 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) laba)(4). Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai (5) dan dinding lengkung (konus) (untuk golongan B) (36) dengan mudah yaitu dengan cara mengatur alir proses. PERALATAN MAKANAN Perlindungan terhadap peralatan makan dan masak dalam cara pembersihan, penyimpanan, penggunaan dan pemeliharaannya (22) Alat makan dan masak yang sekali pakai tidak dipakai ulang (23) PERALATAN DAN PERLENGKAPAN Peralatan dan perlengkapan yang bersentuhan dengan pangan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, di disinfeksi dan tidak mencemari pangan ; mudah dipindahkan atau dibongkar sehingga memudahkan perawatan ; terbuat dari bahan yang tidak beracun ; tahan untuk digunakan sesuai peruntukkannya. PERALATAN PRODUKSI (C) 1. Konstruksi 2. Tata letak 3. Kebersihan Oliveira et al. (2000) Penyebab utama terjadinya kontaminasi pada penyiapan makanan enteral berasal dari blender yang dipergunakan untuk merekonstitusi makanan enteral PERALATAN PRODUKSI 1. Peralatan produksi 2. Penyimpanan peralatan 3. Pemeliharaan kebersihan dan sanitasi 4. Prosedur penanganan sanitasi blender Peralatan produksi makanan enteral sama seperti halnya peralatan jasaboga. Akan tetapi karena makanan enteral diperuntukkan bagi kelompok orang rentan maka selain persyaratan kebersihan dan penyimpanan pada ruang tertutup juga dipersyaratkan saniter. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 84

9 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Proses pencuciaan melalui tahapan mulai dari pembersihan sisa makanan, perendaman, pencucian dan pembilasan (24) Rancangan, konstruksi dan penggunaan peralatan dan perlengkapan harus dapat mencegah pangan dari pencemaran oleh minyak pelumas, bahan bakar, pecahan-pecahan logam, air yang tercemar atau bahan pencemar lainnya. Celah antara peralatan dan perlengkapan harus terawat dan mudah dibersihkan. Oliveira et al. (2001) Pencucian blender di lakukan dengan cara membongkar peralatan dan diikuti dengan sanitasi menggunakan disinfektan, setiap kali proses Blender merupakan salah satu sumber kontaminasi yang harus mendapat perhatian oleh karena itu dicantumkan dalam parameter tersendiri tidak digabungkan dengan parameter peralatan produksi yang lain. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk pemasakan, pemanasan, pendinginan, pembekuan dan penyimpanan harus dirancang sehingga dapat mencapai suhu yang dikehendaki. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 85

10 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Perlengkapan dibagian atas tempat produksi formula bubuk harus dipasang sedemikian rupa sehingga mencegah pencemaran langsung maupun tidak langsung oleh tetesan air yang terkontaminasi dan tidak boleh menghalangi pembersihan AIR BERSIH Sumber air bersih aman, jumlah cukup dan bertekanan (9). AIR KOTOR Pembuangan air limbah dari dapur, kamar mandi, WC dan saluran air hujan lancar, baik dan tidak menggenang (10) Fasilitas pencucian dibuat dengan tiga bak pencuci (untuk golongan A2) (30) FASILITAS SANITASI Air yang dipergunakan pada penanganan pangan adalah air yang memenuhi persyaratan air minum (sebagaimana di tetapkan dalam keputusan Men.Kes tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum) Harus tersedia pasokan air yang memenuhi persyaratan air minum dengan tekanan, jumlah dan suhu yang cukup. Harus ada sistem yang SUPLAI AIR (D) 1. Sumber air 2. Penggunaan air. 3. Air yang kontak langsung dengan pangan FASILITAS SANITASI 1. Penggunaan air 2. Air yang kontak langsung dengan pangan 3. Tempat sampah 4. Tempat cuci tangan 5. Tempat cuci bahan pangan dan peralatan 6. Alat cuci/pembersih 7. Jadwal kegiatan sanitasi Fasilitas sanitasi yang diperlukan untuk produksi makanan enteral mirip dengan yang dibutuhkan untuk industri rumah tangga (1) (2) (3) (4) (5) (6) 86

11 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Dilengkapi dengan saluran air panas untuk pencucian (untuk golongan B) (39) Air kran bertekanan 15 psi (untuk golongan C) (42). PEMBUANGAN SAMPAH Tersedia tempat sampah yangcukup, bertutup, anti lalat, kecoa, tikus dan dilapisi kantong plastik yang selalu diangkat setiap kali penuh (12) Saluran pembuangan limbah dapur dilengkapi dengan penangkap lemak ( grease trap) (untuk golongan A3) (32) terpisah untuk air yang dapat diminum dan tidak dapat diminum serta dapat diidentifikasi. Uap yang tidak bersentuhan langsung dengan pangan atau bagian dari peralatan dan perlengkapan yang bersentuhan dengan pangan tidak boleh mengandung zat atau bahan yang membahayakan kesehatan atau yang dapat mencemari pangan. SELOKAN DAN SAMPAH Sarana produksi harus mempunyai sistem saluran buangan dan pembuangan sampah yang efisien dan harus dirawat dan diperbaiki. LINGKUNGAN PRODUKSI (A) 1.Semak. 2.Tempat sampah 3.Sampah 4.Selokan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 87

12 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) FASILITAS CUCI TANGAN DAN TOILET Jumlah cukup, tersedia sabun, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan (11) FASILITAS CUCI TANGAN DI RUANG PRODUKSI Di tempat penanganan bahan yang dapat dimakan yang tidak terkemas perlu disediakan fasilitas cuci tangan dan alat pengeringnya. Harus disediakan air panas dan air dingin, sabun ; tissue atau alat pengering tangan. Bila tersedia air panas dan air dingin, perlu disediakan kran pencampur. Peralatan untuk cuci tangan sebaiknya dirancang dalam bentuk yang tidak mencemari kembali tangan yang sudah bersih atau sudah disanitasi. FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI (E). Ketersediaan alat cuci/pembersih dan terawat baik (E1) Fasilitas higiene karyawan berupa tempat cuci tangan dan jamban/toilet dalam hal ketersediaan dan jumlah (E2). Ada penanggung jawab kegiatan higiene dan sanitasi serta pengawasan dilakukan secara rutin (E3). Penggunaan deterjen dan disinfektan seperti yang dianjurkan (E3) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 88

13 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Tersedia keterangan cara mencuci atau mensanitasi pangan yang mudah dimengerti. Tersedia fasilitas untuk pembersihan dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan diseluruh tempat produksi yang memerlukannya. Dalam rangka mempertahankan area risiko tinggi sebaiknya dilakukan prosedur pembersihan kering. Jika tidak dimungkinkan dapat dilakukan proses pembersihan basah yang dikontrol dengan baik disertai dengan pelaksanaan pengeringan yang tepat dan menyeluruh (1) (2) (3) (4) (5) (6) 89

14 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) PENCAHAYAAN Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikitnya 10 fc pada bidang kerja (7) PENERANGAN Sarana produksi harus mendapat penerangan yang memadai dari cahaya matahari maupun lampu. Bila perlu, cahaya tersebut tidak boleh merubah warna. Intensitasnya diatur sesuai kegiatan yang dilakukan, sekurangkurangnya harus sebagai berikut : Setiap tempat : 540 Lux (50 foot candles) Ruangan kerja : 220 Lux (20 foot candles) Ruangan lain : 110 Lux (10 foot candles) Lampu dan perlengkapannya yang berada diatas pangan pada tiap tahap produksi harus dari jenis yang aman dan diberi pelindung, agar bila pecah tidak mencemari pangan. KELENGKAPAN RUANG PRODUKSI (B2) 1.Penerangan 2.PPPK Penerangan Parameter penerangan masuk kedalam aspek ruang produksi. P3K tidak dimasukkan sebagai parameter CPMEB karena sudah menjadi persyaratan dapur gizi (1) (2) (3) (4) (5) (6) 90

15 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) PENGHAWAAN Ruang kerja maupun peralatan dilengkapi ventilasi yang baik sehingga terjadi sirkulasi udara dan tidak pengap (8) Pengeluaran asap dapur dilengkapi dengan alat pembuang asap (untuk golongan A2 ) (29) Alat pembuangan asap dilengkapi filter (penyaring) (untuk golongan). B (38) Ventilasi dilengkapi dengan alat pengatur suhu (untuk golongan C) (41) VENTILASI Harus tersedia ventilasi yang memadai untuk : Mencegah panas uap air kondensasi dan debu yang berlebihan dan untuk menghilangkan udara yang tercemar Mengontrol suhu ruangan Mengontrol bau yang dapat mempengaruhi kelayakan formula bubuk Mengontrol kelembaban Pengolahan makanan enteral sangat sederhana sehingga asap tidak banyak. Oleh karena itu ventilasi cukup berasal dari jendela, pintu dan lubang angin. 91

16 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) (1) (2) (3) (4) (5) (6) PERLINDUNGAN MAKANAN Penanganan makanan yang potensi berbahaya pada suhu, cara dan waktu yang memadai selama penyimpanan peracikan, persiapan penyajian dan pengangkutan makanan serta melunakkan makanan beku sebelum dimasak (thawing) (20) Penanganan makanan yang potensial berbahaya karena tidak ditutup atau disajikan ulang (21) Penyimpanan harus memperhatikankan prinsip FIFO dan atau FEFO (*) FASILITAS PENYIMPANAN Harus disediakan fasilitas penyimpanan pangan, ingridien dan bahan kimia non-pangan (contohnya bahan pembersih, pelumas dan bahan bakar). Fasilitas tersebut sebaiknya dirandang untuk : Memudahkan kegiatan pembersihan dan perawatan Mencegah masuknya hama dan hewan pengganggu lainnya Mencegah kerusakan pangan (contohnya dengan melakukan pengaturan suhu dan kelembaban ruangan) PENYIMPANAN (J) 1. Penyimpanan bahan dan produk 2. Tata cara penyimpanan 3. Penyimpanan bahan berbahaya 4. Penyimpanan label dan kemasan. 5. Penyimpanan peralatan Oliveira et al. (2001) menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap penerapan HACCP makanan enteral di rumah sakit ditemukan bahwa rata-rata temperatur lemari pendingin yang dipergunakan untuk menyimpan makanan enteral siap konsumsi menunjukkan temperatur 7 o C. Menurut Jay et al. (2005) suhu yang direkomendasikan untuk penyimpanan makanan enteral yang telah PENYIMPANAN 1. Tempat penyimpanan bahan baku 2. Tata cara penyimpanan 3. Penyimpanan makanan enteral 4. Penyimpanan bahan berbahaya Penyimpanan bahan baku, tata cara penyimpanan dan penyimpanan bahan berbahaya mirip dengan CPPB-IRT. Kadang-kadang makanan enteral FRS maupun FK yang telah direkonstitusi tidak langsung dikonsumsi. Pada kasus seperti ini makanan enteral harus segera disimpan pada suhu C dengan lama penyimpanan maksimal 24 jam.. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 92

17 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Tersedia 1 (satu) buah kulkas (untuk golongan A1) (28). Tersedia lemari penyimpanan dingin dengan suhu 5 o C dilengkapi dengan termometer pengontrol (untuk golongan A3) (34). Lemari pendingin dapat mencapai suhu -10 o C (untuk golongan B) (40). Bahan baku dan bahan lain harus disimpan sedemikian rupa sehingga terhindar daripencemaran, kerusakan, dan penurunan mutu. Stok bahan baku dan ingredien yang digunakan harus diatur rotasi stoknya dengan sistem First Expiry First Out (FEFO) dan atau First In First Out (FIFO) dan bahan tertentu harus disimpan dalam kondisi dingin. TEMPAT PENYIMPANAN (B3) 1. Tempat penyimpanan bahan dan produk 2. Tempat penyimpanan bahan bukan produk. direkonstitusi yaitu antara 0 o C sampai dengan 7 o C dengan suhu optimum 4,4 o C. Lemari pendingin tersedia untuk tiap jenis bahan dengan suhu yang sesuai kebutuhan (untuk golongan C) (43) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 93

18 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) PRIORITAS DALAM MEMASAK Dahulukan memasak makanan yang tahan lama, makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir (*) MAKANAN Sumber makanan, keutuhan dan tidak rusak (18). Bahan makanan terolah dalam kemasan asli, terdaftar, berlabel dan tidak kadaluwarsa (19). PENERIMAAN BAHAN Penerimaan bahan harus sesuai dengan spesifikasi, harus memiliki prosedur verifikasi yang dapat memastikan kinerja pemasok. BAHAN BAKU DAN BAHAN LAIN Perusahaan harus menyiapkan pedoman tertulis untuk pelaksanaan penanganan, penyimpanan dan pengangkutan bahan baku dan bahan lain disertai dengan lembar kerja untuk pemantauan pelaksanaan kegiatan tersebut. Pedoman tersebut harus memuat cara pencegahan kerusakan melalui pengaturan suhu, kelembaban serta lainnya. PENGENDALIAN PROSES (H) 1. Penetapan spesifikasi bahan baku. 2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan. 3. Penetapan cara produksi yang baku. 4. Penetapan spesifikasi kemasan. 5. Penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi. PENGENDALIAN PROSES 1. Penetapan spesifikasi bahan baku 2. Proses produksi makanan enteral 3. Jenis wadah 4. Volume wadah 5. Keterangan produksi 6. Bank sampel Produk yang bermutu berasal dari bahan baku yang bermutu dan proses yang benar oleh karena itu diperlukan spesifikasi bahan baku dan standar proses. Hasil penelitian Beattie et al. (2001) menyatakan bahwa penuangan merupakan sumber kontaminasi maka untuk mengurangi frekuensi penuangan digunakan wadah dengan volume satu kali konsumsi (porsi) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 94

19 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Bahan baku dan bahan lain yang disuplai harus dapat dijaga sehingga tidak dapat mengandung cemaran pada produk akhir dalam jumlah yang dapat menyebabkan penyakit pada bayi dan anak. Bahan baku yang disuplai oleh perusahaan tidak boleh mengandung parasit, mikroba atau toksin, bahan-bahan pencemar lainnya yang tidak dapat dikurangi jumlahnya sampai batas yang dapat diterima/aman, melalui proses sortasi, persiapan dan atau pengolahan. Setiap kali produksi unit penyedia makanan enteral akan memproduksi makanan enteral yang bervariasi tergantung diet pasien. Untuk menghindari kekeliruan pemberian, perlu ditulis keterangan produksi pada bagian luar kemasan. Keterangan yang diperlukan antara lain jam produksi, diet dan peruntukan. Kadang-kadang makanan enteral FRS maupun FK yang telah direkonstitusi tidak langsung dikonsumsi. Pada kasus seperti ini makanan enteral harus segera disimpan pada suhu (0 O C - 7 O C) dengan lama penyimpanan maksimum 24 jam. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 95

20 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) PENGENDALIAN PROSES Waktu dan suhu pemanasan, pendinginan, proses dan penyimpanan perlu di atur dengan tepat untuk menjaga keamanan dan kualitas pangan. Seperti halnya pangan siap saji, makanan enteral mempunyai peluang terkontaminasi. Bank sampel diperlukan untuk konfirmsi bila terjadi gangguan atau tuntutan konsumen. Seluruh tipe proses yang digunakan harus dilakukan kegiatan untuk menghindari pencemaran pada saat proses pembuatan formula bubuk. Tindakan yang efektif harus dilakukan untuk mencegah pencemaran bahan pangan secara langsung atau tidak langsung dengan bahan lain pada tahap proses yang seawal mungkin. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 96

21 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Pencegahan pencemaran mikroba dapat dilakukan dengan cara : bahan baku yang belum diolah harus dipisahkan dari produk akhir, jalan masuk ke ruang produksi harus dibatasi dan dikontrol, untuk area berisiko tinggi operator harus memakai pakaian khusus termasuk alas kaki serta mencuci tangan sebelum memasuki ruangan. PENGEMASAN Bahan pengemasan harus bermutu baik dan memberikan perlindungan yang cukup terhadap pencemaran. LABEL PANGAN (I) 1. Persyaratan label Parameter pengemasan atau dalam hal CPMEB disebut dengan wadah masuk ke dalam pengendalian proses, karena pada dasarnya wadah untuk makanan enteral merupakan wadah yang digunakan hanya dalam waktu pendek (max. 24 jam). (1) (2) (3) (4) (5) (6) 97

22 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Kemasan harus diperiksa segera sebelum digunakan untuk menjamin kebersihannya. Wadah harus dalam keadaan tersanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Pengemasan harus dilaksanakan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya pencemaran terhadap formula bahan. Setiap kemasan harus diberikan tanda yang jelas dan permanen dalam bentuk kode atau tulisan yang menunjukkan lot/batch Panduan untuk menyiapkan dan menyajikan formula bayi, formula lanjutan dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 98

23 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) MANAJEMEN DAN SUPERVISI MANAJEMEN PENGAWASAN (K) MANAJEMEN PENGAWASAN Pengawasan produk akhir formula bubuk harus sesuai dengan standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia atau regulasi teknis yang terkait. 1. Penanggung jawab 2. Pengawasan 1. Penanggung jawab proses produksi 2. Pengawasan proses produksi dan higiene sanitasi Pelaksanaan manajemen pengawasan proses produksi dan higiene sanitasi mirip pada CPPB-IRT Mutu dan keamanan produk akhir harus dipantau secara berkala dengan melakukan pengujian organoleptik, fisik, kimia, mikrobiologi dan atau biologi. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 99

24 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) PROSEDUR PENARIKAN Manajemen perusahaan harus menjamin prosedur penarikan produk dilaksanakan tepat dan efektif untuk menangani bahaya keamanan pangan dan untuk melakukan penarikan produk bermasalah dengan mudah dan cepat dari peredaran. PEMELIHARAAN DAN PEMBERSIHAN SARANA PRODUKSI Residu bahan pembersih pada permukaan perlengkapan atau peralatan yang bersentuhan dengan pangan harus dihilangkan melalui pembilasan dengan air yang memenuhi persyaratan air minum sebelum digunakan. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 100

25 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Lantai termasuk saluran pembuangan, dinding dan bagian dari tempat produksi pangan harus dibersihkan segera setelah pekerjaan selesai atau pada waktu yang ditentukan. PROGRAM PEMBERSIHAN Program pembersihan harus mampu menjamin kebersihan semua perlengkapan, peralatan dan bangunan sarana produksi. Perlengkapan harus dikeringkan secepatnya untuk mencegah pertumbuhan pada perlengkapan. Perlengkapan yang sulit dikeringkan sehingga memungkinkan terjadi pertumbuhan mikroba, harus didisinfeksi segera sebelum digunakan. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 101

26 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan peliharaan dan hewan pengganggu lainnya (25). Ruang pengolahan makanan tidak dipakai sebagai ruang tidur (26). SISTEM PENGENDALIAN HAMA Praktek kebersihan yang baik harus diterapkan untuk menghindari terbentuknya lingkungan yang kondusif untuk hama. Sanitasi yang baik, pemeriksaan bahan yang masuk dan pemantauan yang baik dapat meminimalkan kemungkinan serangan hama, dengan demikian mengurangi kebutuhan pestisida. PENGENDALIAN HAMA (F) 1. Hewan peliharaan. 2. Pencegahan masuknya hama 3. Pemberantasan hama PENGENDALIAN HAMA 1. Pencegahan masuknya hama 2. Pemberantasan hama Cara mengendalikan hama pada prinsipnya mirip dengan CPPSSB-2011 dan CPPB-IRT Tindakan yang dapat dilakukan antara lain bangunan selalu dijaga dalam keadaan terawat dan kondisi baik untuk mencegah akses hama dan menghilangkan tempat yang berpotensi untuk berkembang biak hama. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 102

27 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Pemantauan dan deteksi harus dilakukan secara berkala terhadap tanda infestasi hama. Infestasi hama harus ditangani dengan segera dan tanpa mempengaruhi keamanan atau kelayakan pangan. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH Limbah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran terhadap pangan atau air minum. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 103

28 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) PEMANTAUAN KEEFEKTIFAN Pemantauan keefektifan prosedur pembersihan dan disinfeksi dilakukan secara mikrobiologi terhadap pangan dan permukaan yang bersentuhan dengan pangan. KARYAWAN Semua karyawan yang bekerja bebas dari penyakit menular, seprti penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) (15) Tangan selalu dicuci bersih, kuku dipotong pendek, bebas kosmetik dan perilaku yang higienis (16) HIGIENE KARYAWAN Setiap karyawan yang bersentuhan dengan pangan, dengan bagian peralatan dan perlengkapan yang bersentuhan dengan pangan dan dengan pengendalian penyakit, kebersihan dan kebiasaan karyawan untuk menjamin higiene karyawan. Kebersihan, kesehatan dan perilaku sehat karyawan harus dipersyaratkan sejak proses penerimaan. KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN (G) Karyawan selalu dalam keadaan sehat ditunjukkan oleh hasil pemeriksaan kesehatan secara berkala (G1) Kebersihan karyawan di tinjau dari (G2) : 1.Kebersihan badan 2.Kebersihan pakaian 3.Kebersihan tangan 4.Perawatan luka HIGIENE KARYAWAN 1. Kebersihan karyawan 2. Kebersihan tangan 3. Pemeriksaan kesehatan 4. Kesehatan karyawan 5. Perilaku karyawan 6. Perhiasan dan asesoris lainnya Persyaratan kesehatan dan higiene karyawan pengolah makanan enteral pada dasarnya sama dengan penjamah makanan pada jasaboga maupun industri rumah tangga. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 104

29 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Pakaian kerja, dalam keadaan bersih, rambut pendek dan tubuh bebas perhiasan (17) Kebiasaan karyawan ditinjau dari perilaku karyawan dan pemakaian perhiasan (G3). Tenaga/karyawan pengolah makanan (*): Memiliki sertifikat 1. kursus higiene sanitasi makanan. 2. Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat dokter. 3. Tidak mengidap penyakit menular seperti tipus, kolera, TBC, hepatitis dan lain-lain atau pembawa kuman (carrier). 4. Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan PENDIDIKAN PELATIHAN DAN Karyawan yang bertanggung jawab dalam mengidentifikasi kesalahan sanitasi atau pencemaran pangan harus memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. PELATIHAN KARYAWAN (M) Pengetahuan karyawan PELATIHAN 1. Pengetahuan karyawan Pelatihan karyawan diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ktrampilan yang akhirnya mendorong karyawan untuk menerapkan hasil pelatihan. Kebutuhan pelatihan pada prinsipnya sama dengan CPPSSB-2011 dan CPPB-IRT (1) (2) (3) (4) (5) (6) 105

30 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) 5. kesehatan yang berlaku 6. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. 7. Perilaku selama bekerja/mengolah makanan tidak merokok,tidak makan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan, tidak memakai peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya, selalu mencuci tangan sebelum dan setelah bekerja dan setelah keluar dari toilet/jamban, selalu memakai pakaian kerja yang bersih, tidak banyak Penanganan pangan dan supervisor harus menerima pelatihan dan pendidikan mengenai teknik dan prinsip penanganan pangan yang baik, serta dijelaskan bahaya yang dapat timbul dari higiene karyawan yang buruk. Supervisor atau penanggungjawab pengolahan PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Karyawan yang bertanggung jawab dalam mengidentifikasi kesalahan sanitasi atau pencemaran pangan harus memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Penanganan pangan dan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 106

31 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) berbicara dan selalu menutup mulut pada saat batuk atau bersin dengan menjauhi makanan atau keluar ruangan, tidak menyisir rambut di dekat makanan yang akan dan telah diolah. supervisor harus menerima pelatihan dan pendidikan mengenai teknik dan prinsip penanganan pangan yang baik, serta dijelaskan bahaya yang dapat timbul dari higiene karyawan yang buruk. Supervisor atau penanggungjawab pengolahan Pengolahan pangan harus memiliki pengetahuan yang dibutuhkan mengenai prinsip higiene dan sanitasi pangan serta pelaksanaan cara produksi yang baik untuk dapat memperkirakan risiko yang dapat muncul dan untuk mengambil langkah penanggulangan yang diperlukan. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 107

32 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Pelatihan Penyegaran Diperlukan penjadwalan pelatihan lanjutan untuk perbaikan atau penyegaran terhadap prosedur yang sudah dilakukan. Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan (untuk golongan A3) (35) Rak pembawa makanan/alat dilengkapi dengan roda penggerak (untuk golongan C) (44). TRANSPORTASI Proses transportasi formula bubuk harus sesuai dengan cara distribusi pangan yang baik. PENYALURAN MAKANAN 1. Suhu saat penyaluran makanan. 2. Alat penyaluran Makanan enteral diperuntukkan bagi orang yang rentan terhadap kesehatan. Selama prosesnya tidak ada perlakuan yang ditujukan untuk mengawet. Oleh karena itu perlu dijaga agar tidak mudah terjadi kontaminasi selama penyaluran. Pencegahan dilakukan dengan cara menghindari danger zone dan mengusahakan sehigienis mungkin pada saat penyaluran. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 108

33 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) Pengangkutan bahan baku maupun makanan jadi tidak bercampur dengan bahan berbahaya, beracun, menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higiene, suhu bahan makanan harus menjamin tidak terjadi kontaminasi (*) INFORMASI PRODUK DAN PENDIDIKAN KONSUMEN Informasi produk yang dimaksud di dalam pedoman ini adalah pelabelan termasuk keterangan mengenai lot atau batch produk. Pemberian label yang jelas dan informatif memudahkan konsumen untuk memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi produk, PEMBERIAN MAKANAN ENTERAL KEPADA PASIEN SOP pemberian makanan enteral kepada pasien. Berdasarka penelitian Best (2008) terindikasi bahwa terjadi kesenjangan antara standar sistem penyajian makanan enteral dan praktek di lapangan sehingga diperlukan SOP untuk mengontrol bahwa pemberian makanan enteral sudah dilakukan sebagaimana mestinya. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 109

34 Lampiran 3 : Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096/Men.Kes/Per/VI/2011(CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung (lanjutan) sedangkan keterangan lot/batch diperlukan produsen untuk dokumentasi produk. Pendidikan konsumenperlu disusun dokumen yang bersifat edukatif mengenai cara penyiapan dan penggunaan formula bubuk untuk didistribusikan kepada seluruh konsumen. PENCATATAN DAN DOKUMENTASI Pencatatan dan dokumentasi yang harus dibuat adalah mengenai proses pengolahan dan produksi dari setiap lot/batch ; untuk verifikasi dalam rangka pengendalian proses produksi dan mengenai karyawan yang mengikuti pendidikan dan pelatihan PENCATATAN DAN DOKUMENTASI ( L) 1. Pencatatan dan dokumentasi. 2. Penyimpanan catatan dan dokumentasi PENCATATAN DAN DOKUMENTASI 1. Pelaksanaan pencatatan dan dokumentasi. 2. Penyimpanan catatan `Keterangan : (*) parameter yang tercantum pada pedoman umum tetapi tidak tercantum pada formulir uji kelaikan fisik. Mekanisme pencatatan dan dokumentasi mirip dengan CPPB IRT

35 111 PEDOMAN CARA PRODUKSI MAKANAN ENTERAL YANG BAIK (CPMEB) DI RUMAH SAKIT I. BANGUNAN DAN FASILITAS RUANG PRODUKSI Bangunan dan fasilitas ruang produksi seharusnya didesain dan dikonstruksi sedemikian rupa sehingga kuat, mudah dibersihkan serta dapat menjamin terciptanya mutu dan keamanan pangan. 1) Disain dan Tata Letak Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan. 2) Lantai a) Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, mudah dibersihkan dan dibuat miring untuk memudahkan pengaliran air. b) Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, mudah dibersihkan. c) Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan kotoran lainnya. 3) Dinding a) Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah megelupas, kuat dan mudah dibersihkan. b) Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya. 4) Langit- langit a) Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat dari bahan tahan lama dan mudah dibersihkan. b) Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang labah-labah dan kotoran lainnya. 5) Pintu, Jendela dan Lubang Angin a) Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah, rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan. b) Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembesihan dan perawatan.

36 112 c) Pintu seharusnya didisain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan. d) Pintu seharusnya dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup. e) Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang produksi. f) Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi sarang laba-laba. II. RUANG PRODUKSI Ruang produksi seharusnya dipersiapkan dan dirawat sedemikian rupa sehingga karyawan leluasa dalam bekerja dan senantiasa terpelihara kebersihannya dan tidak menjadi sumber kontaminasi silang. 1) Luas ruangan a) Luas ruang produksi harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada di ruang produksi. b) Luas lantai ruang produksi yang bebas dari peralatan, minimal dua meter persegi (2m 2 ) untuk setiap orang pekerja. 2) Kondisi ruangan a) Ruang produksi harus selalu dijaga dalam keadaan bersih dan tersanitasi agar tidak terjadi pencemaran. b) Pintu ruang produksi harus dapat mencegah terjadinya kontaminasi. c) Hanya karyawan yang berkepentingan yang berada di dalam ruang produksi dengan selalu menerapkan higiene sesuai ketentuan. d) Tindakan pengamanan harus dilakukan terhadap pengunjung yang memasuki ruang produksi agar tidak terjadi pencemaran. e) Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti. 3) Letak ruang produksi a) Ruang produksi makanan enteral harus terpisah dari ruang pengolahan makanan biasa. b) Ruang produksi tidak boleh berhubungan langsung dengan toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi.

37 113 III. PERALATAN PRODUKSI Peralatan produksi yang kontak langsung dengan makanan enteral seharusnya didesain, dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan makanan enteral yang dihasilkan. a) Peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kuat dan tidak bereaksi dengan produk. b) Permukaan yang kontak langsung dengan produk seharusnya halus, tidak bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air. c) Semua peralatan seharusnya dipelihara agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih. d) Peralatan yang kontak langsung dengan makanan enteral dan sesudahnya tidak ada perlakuan yang dapat membunuh mikroba, seharusnya dalam keadaan tersanitasi sebelum digunakan. e) Pencucian blender dilakukan dengan membongkar wadah dan telah tersanitasi sebelum digunakan. f) Sebaiknya penyimpanan peralatan dilakukan dalam ruang yang terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya. IV. FASILITAS SANITASI Fasilitas sanitasi diperlukan untuk menjamin agar ruang pengolahan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih sehingga tidak terjadi kontaminasi silang terhadap produk. 1) Air a) Air yang digunakan harus air bersih dan jumlahnya cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan proses pengolahan. b) Air yang dipergunakan sebagai ingredien harus memenuhi persyaratan air minum. c) Air yang digunakan untuk proses pengolahan maupun ingredien harus memenuhi syarat kesehatan air minum. d) Jumlah air cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan proses pengolahan. 2) Fasilitas sanitasi a) Tersedia tempat sampah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah. b) Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup. c) Sampah tidak menjadi sumber pemcemaan. d) Alat cuci/pembersih seperti sikat, pel, deterjen dan bahan sanitasi harus tersedia dan terawat dengan baik.

38 114 3) Kegiatan sanitasi a) Kegiatan pembersihan, pencucian dan penyucihamaan peralatan harus dilakukan secara rutin. b) Harus ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan, pencucian dan penyucihamaan. V. PENYIMPANAN BAHAN BAKU Penyimpanan yang baik dapat mempertahankan mutu dan keamanan bahan baku serta produk yang dihasilkan. Penyimpanan bahan baku dan produk a) Penyimpanan bahan baku dan produk dilakukan di tempat yang bersih. b) Penyimpanan bahan baku dan produk harus sesuai dengan persyaratan suhu penyimpanannya. c) Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering, misalnya garam, gula, susu dan tepung. d) Bahan baku yang digunakan diatur stoknya dengan sistem First In First Out (FIFO) dan atau First Expiry First Out (FEFO). Penyimpanan bahan berbahaya. Bahan berbahaya seperti pemberantas serangga, tikus, kecoa, bakteri dan bahan berbahaya lainnya harus disimpan dalam ruangan terpisah dan harus selalu diawasi penggunaannya. VI. PENGENDALIAN PROSES Pengendalian proses dimulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk siap dikonsumsi yang diperlukan untuk menjamin mutu dan keamanan pangan senantiasa konsisten pada setiap tahap. 1) Pemilihan bahan baku a) Bahan baku berasal dari tempat resmi yang terawasi. b) Pemilihan bahan baku berdasarkan standar spesifikasi yang menjamin mutu bahan. 2) Penetapan cara produksi yang baku a) Harus menentukan proses produksi makanan enteral yang baku. b) Proses produksi harus memperhatikan keamanan pangan dan pemenuhan gizi pasien. c) Harus membuat bagan alirnya atau urut-urutan prosesnya secara jelas.

39 115 3) Produk (makanan enteral) a) Makanan bebas dari cemaran fisik, kimia dan biologi. b) Makanan enteral harus sesuai dengan kebutuhan gizi pasien. c) Ada bank sampel untuk konfirmasi bila terjadi gangguan atau tuntutan konsumen. 4) Wadah makanan enteral a) Wadah makanan enteral terbuat dari bahan yang tidak mudah bereaksi dengan produk. b) Wadah mudah untuk disanitasi. c) Volume wadah harus sesuai dengan volume makanan enteral untuk kebutuhan satu kali konsumsi. 5) Keterangan produksi Keterangan produksi dicantumkan pada wadah diperlukan untuk memudahkan distribusi. Keterangan produksi minimal terdiri dari keterangan jam produksi, jenis diet, nama pasien. 6) Jika dilakukan penyimpanan makanan enteral siap konsumsi, a) Penyimpanan makanan enteral dilakukan di tempat yang bersih. b) Penyimpanan makanan enteral harus sesuai dengan persyaratan suhu penyimpanan. c) Lamanya penyimpanan harus menjamin makanan enteral tetap dalam keadaan aman untuk dikonsumsi. VII. MANAJEMEN PENGAWASAN Kegiatan pengawasan terhadap seluruh tahap proses produksi dan pengendaliannya diperlukan untuk menjamin diterapkannya proses dan pengendalian yang sudah ditentukan. a) Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya. b) Kegiatan pengawasan hendaknya dilakukan secara rutin. VIII. PENGENDALIAN HAMA Hama (tikus, serangga dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan.

40 116 1). Pencegahan masuknya hama a). Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup. b). Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama. 2). Pemberantasan hama a). Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruh mutu dan keamanan pangan. b). Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti perangkap tikus atau secara kimia seperti racun tikus. c). Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan. 3). Penyimpanan bahan pemberantas hama. Bahan pemberantas hama seperti pemberantas serangga, tikus, kecoa, bakteri dan bahan berbahaya lainnya harus disimpan dalam ruangan terpisah dan harus selalu diawasi penggunaannya. IX. HIGIENE KARYAWAN Higiene karyawan meliputi kebersihan, kesehatan dan perilaku sehat, diperlukan untuk menjamin tidak terjadi kontaminasi silang dari karyawan terhadap produk. 1) Kebersihan karyawan a) Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya. b) Pakaian dan perlengkapannya (celemek, penutup kepala) hanya dipakai untuk bekerja. c) Karyawan harus menutup luka dan perban. d) Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah atau bahan/alat yang kotor dan sesudah ke luar dari toilet/jamban. e) Tidak terjadi kontak langsung antara anggota tubuh dengan makanan 2) Kesehatan karyawan a) Karyawan memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan. b) Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

41 117 c) Tidak mengidap penyakit menular seperti tipus, kolera, TBC, hepatitis, dll atau pembawa kuman. d) Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku. e) Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) dibuktikan dengan hasil usap dubur (rectal swab). 3) Kebiasaan karyawan Karyawan tidak boleh bekerja sambil mengunyah, makan dan minum, merokok, menyisir rambut dekat makanan, tidak boleh meludah, tidak boleh bersin atau batuk ke arah pangan, tidak boleh mengenakan perhiasan seperti giwang, cincin, gelang, kalung, arloji dan peniti. X. PENYALURAN MAKANAN Penyaluran makanan enteral adalah proses memindahkan makanan enteral dari tempat proses ke ruang rawat inap harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontaminasi silang. a) Menggunakan tempat khusus penyaluran makanan enteral yang selalu dalam keadaan higienis. b) Suhu makanan enteral selama penyaluran harus diatas 65 o C atau dibawah 5 o C. c) Jangan biarkan makanan berada pada suhu kisaran C selama lebih dari 4 (empat) jam. XI. PELATIHAN KARYAWAN Penanggung jawab unit penyedia dan penjamah makanan enteral harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan makanan enteral agar dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman. a). Penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti kursus higiene sanitasi makanan bagi pengusaha/pemilik/penanggung jawab jasaboga. b) Penjamah makanan harus sudah mengikuti kursus sanitasi makanan bagi penjamah makanan. c) Penanggung jawab tersebut harus menerapkan serta mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan lain.

42 118 XII. PEMBERIAN MAKANAN ENTERAL KEPADA PASIEN Pemberian makanan enteral kepada pasien harus selalu berdasarkan Standard Operational Procedure (SOP) yang benar agar pasien merasa nyaman dan aman. a) Standard Operational Procedure (SOP) disusun dengan mempertimbangkan kenyamanan dan keamanan pasien pada saat mengkonsumsi. b). Petugas yang bertanggungjawab memberikan makanan enteral kepada pasien harus menjaga higiene sesuai dengan yang ditentukan. XIII. PENCATATAN DAN DOKUMENTASI Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi. a). Pencatatan dan dokumentasi dilakukan pada bahan baku, jenis dan tanggal produksi serta peruntukkan produk. b). Catatan dan dokumen harus disimpan paling tidak selama satu tahun. Keterangan : : Keterangan ada pada draf 1 dan dihilangkan pada draf 2. : Keterangan yang ditambahkan pada draf 2.

43 136 Lampiran 6 : Denah unit penyedia makanan enteral (unit produksi makanan cair) di rumah sakit X 3 c d e f g 2 b 1 a Keterangan : Ruang 1 : ruang persiapan snack (bukan untuk keperluan makanan enteral) terdiri dari : a. Meja persiapan snack (diatasnya terdapat lemari gantung untuk menyimpan peralatan pengolahan makanan enteral). Ruang 2 : ruang pengolahan, terdiri dari : b. Meja persiapan merangkap meja kerja c. Meja distribusi d. Meja pengolahan e. Pemanas air dilengkapi difilter f. Washtafel g. Kulkas Ruang 3 : ruang distribusi (tempat petugas distribusi antri)

44 Lampiran 7. Denah dapur Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. 137

45 138 Lampiran 8 : Denah unit penyedia makanan enteral (dapur sonde) di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. 11,5 4 i h 3 9 j k g f 2 6 Ͻ c Ϲ 4 a 1 e Ͻ b d 7 Ruang 1 : Ruang cuci tangan, terdiri dari ; a. Washtafel b. Lap basah c. Lap kering Ruang 2 : Ruang pencucian bahan baku dan peralatan d. Rak piring e. Pipa aliran gas f. Tempat pencucian bahan baku dan peralatan Ruang 3 : Ruang pengolahan g. Meja persiapan dan pengolahan h. Meja distribusi i. Meja kerja j. Rak penyimpanan formulir k. Lemari penyimpanan hot&cool thermobox Ruang 4 : ruang distribusi 4,5

46 139 Lampiran 9 : Prosedur pembuatan makanan enteral formula WHO (diet tinggi kalori tinggi protein) PROSEDUR PEMBUATAN FORMULA WHO RSPAD GATOT SOEBROTO PETUNJUK PELAKSANAAN PENGERTIAN TUJUAN DASAR PROSEDUR UNIT TERKAIT NO.DOKUMEN NO.REVISI HALAMAN 1/1 TANGGAL TERBIT Disetujui : A.n Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Ketua Komite Medik dr. Hary Utomo Muhammad, Sp.Jp Brigadir Jenderal TNI Pembuatan formula WHO adalah Tahapan kegiatan pembuatan formula WHO sesuai dengan standar di dapur susu Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein dan cukup vitamin,mineral secara bertahap sesuai dengan standart Pedoman tata laksana KEP pada anak di Rumah sakit Kabu[aten / Kodya Depkes RI tahun 1999 Buku bagan tata laksana anak gizi buruk buku I, depkes RI 2006 Bahan : Susu full cream, skim. gula, minyak goreng. Peralatan : Timbangan elektrik dengan ketelitian 0,1 gram Alat pelindung diri (APD) Sendok, Mangkok, Etiket Rak penyimpanan Cara pembuatan : Mencuci tangan sesuai dengan prosedur mencuci tangan yang benar Menggunakan Alat Peindung Diri (APD) Menghitung komposisi bahan sesuai dengan permintaan berdasarkan standart formula WHO Menyiapkan alat dan bahan makanan pembuatan formula WHO Menimbang susu, gula pasir, minyak sayur sesuai dengan standart yang telah ditentukan Mencampur gula dan minyak sayur aduk sampai rata, kemudian masukan susu sedikit demi sedikit aduk sampai tercampur rata (kalis) Membagi dan menimbang formula tersebut sesuai dengan jumlah yang diberikan per hari Memasukkan formula kedalam plastic sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan Memberikan label (nama, nomor cm, ruangan, diagnose, jenis formula) Mendistribusikan formula ke petugas gizi ruangan Membersihkan ruangan Membuat pencatatan dan pelaporan Lama waktu pembuatan Lama waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan formula WHO ± 15 menit Dirbinyanmed RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Kepala Instalasi Rawat Inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad

47 140 Lampiran 10 : Prosedur penyajian (rekonstitusi) makanan enteral formula WHO PROSEDUR PENYAJIAN DAN PENYIMPANAN FORMULA WHO RSPAD GATOT SOEBROTO PETUNJUK PELAKSANAAN NO. DOKUMEN TANGGAL TERBIT NO.REVISI HALAMAN 1/1 Disetujui : A.n Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Ketua Komite Medik dr. Hary Utomo Muhammad, Sp.Jp Brigadir Jenderal TNI PENGERTIAN TUJUAN DASAR Penyajian dan Penyimpanan formula WHO adalah tahapan kegiatan penyajian dan penyimpanan formula WHO pada pasien sesuai dietnya diruang perawatan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Menyajikan formula WHO kepada pasien sesuai dengan standart sehingga menghasilkan formula yang optimal dalam rangka perbaikan gizi pasien Pedoman tata laksana KEP pada anak di Rumah sakit Kabu[aten / Kodya Depkes RI tahun 1999 Buku bagan tata laksana anak gizi buruk buku I, depkes RI 2006 PROSEDUR UNIT TERKAIT I. Penyajian a. Mencuci tangan sesuai dengan prosedur mencuci tangan yang benar b. Menggunakan alat pelindung diri (APD) c. Menyiapkan alat penyajian yang telah dibersihkan d. Memasukan formula WHO ke dalam wadah e. Mengencerkan formula dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan mencapai volume yang ditentukan f. Menyajikan formula WHO ke pasien g. Membersihkan alat yang telah digunakan h. Membersihkan ruangan II. Penyimpanan a. Penyimpanan formula WHO ditempat yang kering pada suhu ruang Dirbinyanmed RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Kepala Instalasi Rawat Inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad

48 141 Lampiran 11 : Prosedur pembuatan makanan enteral formula rumah sakit RSPAD GATOT SOEBROTO NO. DOKUMEN PROSEDUR PROSES PRODUKSI MAKANAN ENTERAL CAIR RUMAH SAKIT NO.REVISI HALAMAN 1/1 PETUNJUK PELAKSANAAN TANGGAL TERBIT Disetujui : A.n Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Ketua Komite Medik dr. Hary Utomo Muhammad, Sp.Jp Brigadir Jenderal TNI PENGERTIAN TUJUAN Makanan cair adalah makanan yang mempunyai kosistensi cair hingga kental, makanan ini diberikan kepada pasien, yang mengalami gangguan mengunyah Makanan ini diberikan kepada pasien, yang mengalami gangguan mengunyah, menelan,mencerna makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi,rasa mual, muntah, pasca pendarahan saluran cerna serta pra dan pasca bedah, makanan dapat diberikan secara oral atau enteral. DASAR Buku Penuntun Diet edisi baru DR. Sunita Almatsier, M.Sc., tahun 2007 PROSEDUR UNIT TERKAIT I. Bahan : Susu full cream, susu skim, telur ayam negeri, gula pasir, minyak jagung Air panas 100 C II. Peralatan : Timbangan elektrik dengan ketelitian 0,1 gram, kompor, saringan, gelas ukur Pengaduk kayu / sodet kayu, panci, tempat penyimpanan bahan enteral, sendok,mangkok, botol ukur untuk distribusi makanan enteral Kulkas dengan dua suhu (hot and cool), wrapping film. III. Cara pembuatan a. Timbang bahan sesuai kebutuhan b. Campurkan seluruh bahan kecuali air,aduk sampai rata c. Tambahkan air panas sesuai takaran aduk rata kembali, d. Saring masuk kedalam botol distribusi makanan cair,tutup botol dengan wrapping film. e. Tempelkan etiket sesuai permintaan ruangan IV. Lama waktu pembuatan a. Lama waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan makanan enteral cair ± 15 menit Dirbinyanmed RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Kepala Instalasi Rawat Inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad

49 142 Lampiran 12 : Prosedur makanan enteral formula rumah sakit (diet hati). PROSEDUR PROSES PRODUKSI MAKANAN ENTERAL DH I (SARI BUAH PEPAYA) RUMAH SAKIT RSPAD GATOT SOEBROTO PETUNJUK PELAKSANAAN NO. DOKUMEN TANGGAL TERBIT NO.REVISI HALAMAN 1/1 Disetujui : A.n Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Ketua Komite Medik dr. Hary Utomo Muhammad, Sp.Jp Brigadir Jenderal TNI PENGERTIAN Diet Hati I diberikan bila pasien dalam keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mempunyai nafsu makan TUJUAN DASAR Buku Penuntun Diet edisi baru DR. Sunita Almatsier, M.Sc., tahun 2007 PROSEDUR UNIT TERKAIT I. Bahan : a. Buah Pepaya b. Gula Pasir c. Air matang suhu ruang II. Peralatan a. Blender b. Pisau c. Talenan d. Saringan e. Timbangan elektrik dengan ketelitian 0,1 gram f. Sendok g. Mangkok h. Botol ukur untuk distribusi makanan enteral a. Kulkas dengan dua suhu (hot and cool) b. wrapping III. Cara pembuatan a. Kupas buah papaya kemudian bersihkan dan potong potong b. Timbang bahan kecuali air c. Blender bahan kemudian tambahkan air d. Saring bahan e. Sajikan dibotol distribusi tutup dengan plastic wrapping f. Tempelkan Etiket dibotol distribusi IV. Lama waktu pembuatan a. Lama waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan makanan enteral DH I (Sari Buah Pepaya) ± 15 menit Dirbinyanmed RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Kepala Instalasi Rawat Inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad

50 Lampiran 13. Alur pemenuhan makanan pasien. 143

51 Lampiran 14. Alur permintaan bahan baku di pengolahan makanan enteral/sonde 144

52 145 Lampiran 15. Prosedur pemeriksaan kualitas telur (candling). 145

53 Lampiran 16. Prosedur tes kit metanil yellow 146

54 Lampiran 17. Prosedur tes kit rhodamin B 147

55 Lampiran 18. Prosedur tes kit boraks 148

56 Lampiran 19. Prosedur tes kit formalin 149

57 Lampiran 20. Laporan hasil uji tentang film/plastik pembungkus. 150

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1. Organisasi Penelitian ORGANISASI PENELITIAN Pembimbing Peneliti Objek Penelitian Keterangan: 1. Pembimbing Pembimbing dalam penelitian ini adalah dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK BAB I PENDAHULUAN 2012, No.228 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10720 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen LAMPIRAN Lampiran. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen. Kapan anda datang untuk makan di restoran ini? Jawab:....... Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawab:....... Selama makan di restoran ini apakah

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo, yang secara geografis terletak pada 00⁰ ⁰ 35 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo, yang secara geografis terletak pada 00⁰ ⁰ 35 56 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum A. Letak Geografis, Batas Wilayah dan Iklim Kota Gorontalo memiliki luas sebsesar 64,79 km² atau 0,53 % dari luas Provinsi Gorontalo, yang secara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan 81 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan Kemungkinan Terjadi (Probability) Tinggi Sedang Rendah Tingkat Keparahan

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10720 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK DENGAN

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA CARA PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci

7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan

7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan 90 7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan Kemungkinan Terjadi (Probability) Tinggi : sering terjadi Sedang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 2.1 Pengawasan 2.2.1 Pengertian Pengawasan Pengawasan secara umum merupakan serangkaian kegiatan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

Kritis Serius Mayor Minor. Tinggi Significant Significant Significant Tidak Significant

Kritis Serius Mayor Minor. Tinggi Significant Significant Significant Tidak Significant 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan Kemungkinan Terjadi (Probability) Tinggi : sering terjadi Sedang :

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK

BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK - 11 - BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK Pengelolaan makanan pada jasaboga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1

TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1 TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1 From Farm to Fork... 08/01/2015 2 GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen 08/01/2015 3 Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyelenggaraan kantin, faktor higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap penyajian makanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 meliputi tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB, pelaksanaan uji coba dan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 TENTANG PERUSAHAAN CATERING NG MENGELOLA MAKANAN BAGI TENAGA KERJA Dalam rangka tindakan lanjut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1096/MENKES /PER/VI tahun 2011 menyebutkan bahwa higiene sanitasi adalah upaya untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

Jasaboga. Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha.

Jasaboga. Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha. Jasaboga Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha. PENGGOLONGAN JASABOGA 1. Jasaboga golongan A Golongan A1 Golongan

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 9/MENKES/SK/VI/ YANG TELAH DIMODIFIKASI NO. a. b. - VARIABEL UPAYA BANGUNAN PASAR Penataan ruang dagang Tempat penjualan bahan pangan dan makanan

Lebih terperinci

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan Standar Nasional Indonesia Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan (CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, IDT) ICS 67.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM

Lebih terperinci

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN - 18 - BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN A. PENYELENGGARAAN 1. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis a. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan/atau pengusaha/pemilik/penanggung

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING Penerimaan bahan makanan kering adalah suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan/penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya

Lebih terperinci

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A 4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa sebuah proses produksi dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONISIA NOMOR 82/MENKES/SK/I/1996 TENTANG PENCANTUMAN TULISAN HALAL PADA LABEL MAKANAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONISIA NOMOR 82/MENKES/SK/I/1996 TENTANG PENCANTUMAN TULISAN HALAL PADA LABEL MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONISIA NOMOR 82/MENKES/SK/I/1996 TENTANG PENCANTUMAN TULISAN HALAL PADA LABEL MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONISIA,

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Konsumen Restoran X

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Konsumen Restoran X 7 Lampiran. Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Konsumen Restoran X. Kapan Anda datang untuk makan di Restoran ini? Jawaban:. Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawaban:. Selama makan di restoran ini,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi UKM Cristal terletak di Jl. Salak km 5.5, Kembangarum, Turi, Sleman, Yogyakarta. Pada penetapan lokasi perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN - 25 - BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN A. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Pembinaan Pemeriksaan berkala yang dilakukan pada jasaboga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP dan dapat melibatkan Asosiasi

Lebih terperinci