BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan dan jauh dari tempat pembuangan sampah umum sehingga terhindar dari kotoran dan cemaran bau yang menyengat. Lokasi UKM ini berdekatan langsung dengan jalan desa sehingga dapat terjadi kontaminasi oleh asap kendaraan. b. Lingkungan Berdasarkan hasil pengamatan, keadaan lingkungan tempat UKM Al-Fadh untuk masalah sampah yaitu bersih karena terdapat tempat khusus yang disediakan untuk membuang sampah dan kondisi tempat sampah dalam keadaan tertutup. Untuk jalan disekitar UKM Al- Fadh masih terdapat jalan berlubang yang dapat membuat genangan pada saat hujan dan dipinggir jalan terdapat rumput yang kurang terpelihara. Untuk selokan sendiri berfungsi dengan baik sehingga tidak ada genangan air dan terhindar dari kotoran yang menumpuk. Kondisi lingkungan di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Kondisi Lingkungan di UKM Al-Fadh 25

2 2. Konsep a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan. lokasi UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu bersih, bebas dari sampah, bau, kotoran dan debu. Akan tetapi sebaiknya lokasinya tidak berdekatan langsung dengan jalan karena untuk mencegah resiko kontaminasi asap kendaraan. b. Lingkungan Berdasarkan hasil pengamatan, keadaan lingkungan tempat UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sampah dibuang dan tidak menumpuk, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup dan selokannya berfungsi dengan baik. Akan tetapi perlu ada perbaikan seperti perbaikan jalan berlubang yang dapat membuat genangan air, pembersihan rumput-rumput yang kurang terpelihara. B. Bangunan dan Fasilitas 1. Evaluasi a. Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan tata letak Berdasarkan hasil pengamatan, ruang produksi di UKM Al- Fadh sangat luas dan dirancang khusus untuk membuat produk pangan dan tidak digunakan untuk memproduksi selain produk pangan. Sedangkan untuk kontruksi ruangan menggunakan dinding beton dengan kombinasi keramik sehingga mudah dibersihkan. Desain dan tata letak di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.2 Gambar 4.2 Desain dan Tata Letak di UKM Al-Fadh 26

3 2) Lantai Berdasarkan hasil pengamatan, lantai ruang produksi di UKM Al-Fadh terbuat dari keramik sehingga mudah untuk dibersihkan. Untuk kebersihan lantai sendiri masih kurang karena pada saat produksi terdapat ceceran bahan baku yang tidak segera dibersihkan. Kondisi lantai di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.3 Gambar 4.3 Kondisi Lantai di UKM Al-Fadh 3) Dinding atau Pemisah Ruangan Berdasarkan hasil pengamatan, dinding atau pemisah ruangan di UKM Al-Fadh terbuat dari kombinasi cor beton dan keramik sehingga kuat dan tahan lama. Penggunaan keramik dimaksudkan agar mudah dalam pembersihan. Untuk dinding atau pemisah ruangan pada ruang penyimpanan bahan baku terbuat dari alumunium dengan kombinasi kayu lapis (triplek). Kelemahan penggunaan kayu lapis (triplek) adalah tidak tahan lama atau mudah mengalami kerusakan apabila terkena air. 4) Langit-langit Berdasarkan hasil pengamatan, langit-langit di UKM Al- Fadh terbuat dari seng bergelombang dengan besi sebagai penyangganya. Untuk kebersihan pada langit-langit sudah terjaga kebersihannya karena tidak ada sarang laba-laba maupun kotoran lainnya yang menempel. Namun penggunaan bahan seng kurang nyaman karena dapat menimbulkan panas sehingga ruang produksi tetap panas walaupun sudah diberi kipas penyedot uap ruangan. 27

4 Untuk langit-langit di bagian ruang penyimpanan produk akhir terbuat dari internit yang berwarna terang sehingga apabila ada kotoran menempel dapat terlihat dan kebersihan langit-langit tetap terjaga. Kondisi langit-langit di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.4 Gambar 4.4 Kondisi Langit-langit pada Ruang Produksi dan Penyimpanan Produk Akhir di UKM Al-Fadh 5) Pintu ruangan Berdasarkan hasil pengamatan, pintu ruangan di UKM Al- Fadh terbuat dari alumunium dan kayu. Untuk pintu bagian luar terbuat dari alumunium yang dikombinasi dengan kaca. Sedangkan untuk bagian dalam ruangan sebagai pembatas antara ruang bahan baku, ruang produksi dan ruang pengemasan terbuat dari kayu. Kondisi pintu ruangan di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.5 Gambar 4.5 Kondisi Pintu Ruangan di UKM Al-Fadh 28

5 6) Jendela Berdasarkan hasil pengamatan, tidak terdapat jendela di UKM Al-Fadh tetapi terdapat banyak ventilasi yang digunakan sebagai sumber penerangan dan sirkulasi udara. 7) Lubang angin atau ventilasi Berdasarkan hasil pengamatan, lubang angin atau ventilasi di UKM Al-Fadh sudah cukup baik dan dilengkapi dengan kipas penyedot sehingga dapat menghilangkan uap, bau, gas, asap dan panas yang timbul selama pengolahan. Ventilasi di UKM Al- Fadh itu sendiri juga sudah dilengkapi saringan sehingga mencegah masuknya serangga dan kotoran lainnya. Untuk kebersihan ventilasi masih kurang karena masih terdapat kotoran serangga dan lainnya yang menempel dan tidak segera dibersihkan. Kondisi ventilasi di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.6 Gambar 4.6 Kondisi Ventilasi di UKM Al-Fadh 8) Permukaan tempat kerja Gambar 4.7 Kondisi Permukaan Tempat Kerja di UKM Al-Fadh. 29

6 Berdasarkan hasil pengamatan, permukaan tempat kerja di UKM Al-Fadh menggunakan bahan stainless steel sehingga tidak mudah berkarat. Kelebihan lainnya yaitu lebih tahan lama dan mudah dalam pembersihan. Kondisi permukaan tempat kerja dapat dilihat pada Gambar ) Penggunaan bahan gelas (glass) Berdasarkan hasil pengamatan di UKM Al-Fadh tidak menggunakan bahan yang berasal dari gelas. Hal tersebut mengurangi risiko kontaminasi fisik tehadap pecahan gelas. b. Fasilitas 1) Kelengkapan ruang produksi Berdasarkan hasil pengamatan, ruang produksi di UKM Al- Fadh cukup terang sehingga para pekerja bisa teliti dalam menjalankan proses produksi. Selain itu diruang produksi sudah dilengkapi dengan tempat untuk mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan lap pengering. 2) Tempat penyimpanan Berdasarkan hasil pengamatan, tempat penyimpanan bahan baku dan produk jadi di UKM Al-Fadh diletakkan secara terpisah. Tempat penyimpanan untuk bahan baku tertata rapi pada rak-rak penyimpanan. Sedangkan untuk produk jadi disimpan pada rak kaca. 2. Konsep a. Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan Tata Letak Berdasarkan hasil pengamatan, ruang produksi di UKM Al- Fadh cukup baik dan sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dimana ruang produksi cukup luas dan mudah dibersihkan. Selain itu, ruang produksi digunakan hanya untuk membuat produk pangan saja sehingga keamanan pangan terjamin. Untuk kontruksi ruangan 30

7 sudah baik karena dinding terbuat dari beton dengan kombinasi keramik sehingga mudah untuk dipelihara dan dibersihkan. 2) Lantai Berdasarkan hasil pengamatan, lantai ruang produksi di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012) tetapi masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk lantai di UKM tersebut sudah baik karena terbuat dari keramik dimana kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat sehingga memudahkan dalam pembersihan dan pembuangan air. Untuk kebersihan lantai sendiri masih kurang karena pada saat produksi terdapat ceceran bahan baku yang tidak segera dibersihkan, akan tetapi setelah produksi selesai baru semua dibersihkan. Seharusnya pembersihan lantai diruang produksi segera dilakukan karena agar tidak mencemari produk otak-otak ikan lele yang sedang diproduksi. 3) Dinding atau Pemisah Ruangan Berdasarkan hasil pengamatan, dinding atau pemisah ruangan di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu terbuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan kuat. Keadaan dinding atau pemisah ruangan dalam keadaan bersih dari kotoran yang menempel. Penggunaan keramik di dinding atau ruang pemisah sangat baik karena mudah dalam pembersihan. 4) Langit-langit Berdasarkan hasil pengamatan, langit-langit di UKM Al- Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau terkikis. Akan tetapi perlu perbaikan di ruang penyimpanan bahan baku. Dimana diruang tersebut tidak dilengkapi dengan bahan asbes. Untuk itu perlu penambahan bahan asbes sehingga mencegah kontaminasi kotoran dari langit-langit 31

8 seperti penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama. 5) Pintu ruangan Berdasarkan hasil pengamatan, pintu ruangan di UKM Al- Fadh sudah sesuai BPOM (2012), yaitu terbuat dari bahan yang tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak, rata, halus dan berwarna terang. Pintu ruangan mudah ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup. Akan tetapi masih ada kekurangan seperti pintu seharusnya dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk mempermudah pembersihan dan perawatan. Selain itu juga pintu ruangan seharusnya membuka ke luar/ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara kedalam ruangan pengolahan. 6) Jendela Berdasarkan hasil pengamatan, jendela di UKM Al-Fadh tidak ada sehingga perlu adanya jendela. Karena berdasarkan BPOM (2012), yaitu jendela harus terbuat dari bahan yang tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak. Selain itu jendela sebaiknya rata, halus, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Diketahui bahwa lokasi UKM Al-Fadh berada dekat dengan area persawahan sehingga peluang masuknya hama seperti serangga, binatang pengerat dan lain-lain sangat besar maka pada jendela perlu dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya serangga yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. 7) Ventilasi Berdasarkan hasil pengamatan, Ventilasi di UKM Al-Fadh sudah cukup baik dan sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dilengkapi dengan blower sehingga dapat menghilangkan uap, bau, gas, asap dan panas yang timbul selama pengolahan. Ventilasi di UKM Al-Fadh juga sudah dilengkapi saringan sehingga mencegah masuknya serangga dan kotoran lainnya. Akan tetapi 32

9 masih ada kekurangan yaitu untuk kebersihan ventilasi masih kurang karena masih terdapat kotoran serangga dan lainnya yang menempel dan tidak segera dibersihkan. Seharusnya lubang angin atau ventilasi selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi sarang laba-laba karena hal tersebut dapat mengkontaminasi ke dalam produk otak-otak ikan lele selama proses produksi berlangsung. 8) Permukaan tempat kerja Berdasarkan hasil pengamatan, permukaan tempat kerja di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu menggunakan bahan stainless steel sehingga tidak mudah berkarat, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi. 9) Penggunaan bahan gelas (glass) Berdasarkan hasil pengamatan di UKM Al-Fadh tidak menggunakan bahan gelas sehingga sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu penggunaan bahan gelas dihindari karena hal tersebut mengurangi risiko kontaminasi fisik tehadap pecahan gelas. b. Fasilitas 1) Kelengkapan ruang produksi Berdasarkan hasil pengamatan, ruang produksi di UKM Al- Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu ruang produksi cukup terang sehingga para pekerja bisa teliti dalam menjalankan proses produksi. Selain itu, diruang produksi sudah dilengkapi dengan tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan lap pengering. 2) Tempat penyimpanan Berdasarkan hasil pengamatan, tempat penyimpanan bahan baku dengan produk akhir di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu-bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) diletakkan secara terpisah dengan produk akhir. Tedapat tempat khusus untuk 33

10 menyimpan bahan-bahan bukan untuk pangan seperti bahan pencuci. Tempat penyimpanan juga mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus. C. Peralatan Produksi 1. Evaluasi a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, peralatan yang digunakan di UKM Al-Fadh untuk proses pemfilletan ikan lele menggunakan pisau yg terbuat dari stainless steel sehingga megurangi risiko timbulnya karat yang dapat mencemari produk. Sedangkan alat yang digunakan untuk menghaluskan bahan-bahan yaitu menggunakan mesin penggiling dengan bahan anti karat. Pada alat pencampuran bahan-bahan (mixer) juga menggunakan bahan stainless steel. Pada perebusan menggunakan panci anti karat sehingga dapat mengurangi adanya resiko pencemaran kimia saat proses perebusan dilakukan. Kondisi peralatan produksi dapat dilihat pada Gambar 4.8 Gambar 4.8 Kondisi Peralatan Produksi di UKM Al-Fadh b. Tata Letak Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, tata letak peralatan produksi di UKM Al-Fadh sudah tertata urut sesuai urutan proses produksi. 34

11 Letak yang agak memisah diantara satu proses dengan proses lain dapat mencegah risiko kontaminasi silang serta mudah untuk menjalankan proses pembersihan masing-masing alat yang digunakan. c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, pengawasan dan pemantauan peralatan produksi di UKM Al-Fadh cukup baik, peralatan selalu diperiksa dan dibersihkan setelah tahap produksi pada satu hari kerja selesai. d. Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur / Timbang Berdasarkan hasil pengamatan, bahan perlengkapan di UKM Al-Fadh seperti alat timbang, sudah memakai timbangan digital sehingga dijamin keakuratannya. Kondisi alat timbang di UKM Al- Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.9 Gambar 4.9 Kondisi Alat Timbang di UKM Al-Fadh 2. Konsep a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, peralatan yang digunakan di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu terbuat dari stainless steel dengan kelebihan tidak mudah berkarat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan dan dibongkar pasang sehingga mudah dalam pembersihan. b. Tata Letak Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, tata letak peralatan produksi di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sesuai 35

12 dengan urutan prosesnya. Letak yang agak memisah diantara satu proses dengan proses lain dapat mencegah resiko kontaminasi silang serta mudah untuk menjalankan proses pembersihan. c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, pengawasan dan pemantauan peralatan produksi di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu semua peralatan selalu dipantau, diperiksa dan dibersihkan setelah tahap produksi pada satu hari kerja selesai sehingga selalu dalam keadaan bersih. d. Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur / Timbang Berdasarkan hasil pengamatan, bahan perlengkapan di UKM Al-Fadh sudah sesuai BPOM (2012), yaitu seperti alat timbang yang sudah memakai timbangan digital sehingga terjaga keakuratannya. D. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air 1. Evaluasi Suplai air di UKM Al-Fadh berasal dari PDAM tlatar. Berdasarkan hasil pengamatan, air tersebut bersih dan jernih. 2. Konsep Berdasarkan hasil pengamatan, suplai air di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu air yang digunakan air bersih dan jumlahnya cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi. E. Fasilitas, Kegiatan Higiene dan Sanitasi 1. Evaluasi a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi 1) Sarana pembersihan / pencucian Berdasarkan hasil pengamatan,sarana pembersihan/pencucian di UKM Al-Fadh cukup baik, terdapat sapu dan alat pel. Untuk sanitasi peralatan produksi dilengkapi sabun pencuci alat. 2) Sarana Higiene Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, sarana higiene karyawan di UKM Al-Fadh cukup baik. Terdapat sarana cuci tangan dan 36

13 toilet berada di tempat yang terpisah. Dimana fasilitas cuci tangan berada di ruang produksi sedangkan toilet berada diluar ruang produksi sehingga mencegah terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan, mengingat bahwa toilet adalah sumber kontaminan. 3) Sarana Cuci Tangan Berdasarkan hasil pengamatan, sarana cuci tangan di UKM Al-Fadh terletak di ruang produksi dan diluar ruang produksi sehingga memudahkan karyawan untuk mencuci tangan. Sarana cuci tangan tersebut juga dilengkapi sabun dan lap pengering. Sarana cuci tangan di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.10 Gambar 4.10 Sarana Cuci Tangan di UKM Al-Fadh 4) Sarana Toilet dan Jamban Berdasarkan hasil pengamatan, sarana toilet dan jamban di UKM Al-Fadh cukup baik karena tersedia air bersih serta sabun. Toilet selalu dijaga kebersihannya dan dipastikan tertutup apabila sedang dipakai maupun setelah dipakai. Akan tetapi salah satu pintu toilet ada yang rusak. Letak toilet jauh dari ruang produksi sehingga mencegah resiko kontaminasi terhadap bahan pangan. 5) Sarana Pembuangan Air dan Limbah Berdasarkan hasil pengamatan, sarana pembuangan air dan limbah di UKM Al-Fadh cukup baik, karena sudah dibuat tempat khusus untuk membuang air dari sisa proses produksi dan limbah lain. Sedangkan untuk sampah dibuang pada tempat sampah yang 37

14 sudah disiapkan disetiap ruang produksi. Tempat sampah terbuat dari bahan plastik dan selalu dalam keadaan tertutup sehingga menghindari tumpahan yang dapat mencemari bahan pangan. b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan higiene dan sanitasi di UKM Al-Fadh selalu dilakukan secara rutin seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum melakukan proses produksi dan setelah proses produksi. Peralatan selalu dibersihkan dengan menggunakan sabun setelah proses produksi selesai dilakukan. 2. Konsep a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi 1) Sarana pembersihan / pencucian Berdasarkan hasil pengamatan, sarana pembersihan atau pencucian di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sudah terdapat alat pel dan sapu untuk membersihkan lantai sehingga terawat dengan baik. Sedangkan sarana pembersihan menggunakan sumber air bersih. Akan tetapi perlu perbaikan dalam membersihkan alat mixer. Diketahui bahwa sisa-sisa adonan yang mengering sulit dihilangkan apabila memakai air biasa. Seharusnya memakai air panas dengan tujuan melarutkan sisa-sisa adonan yang masih menempel. 2) Sarana Higiene Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, sarana higiene karyawan di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sarana cuci tangan dan toilet tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan bersih sehingga mencegah terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan. 3) Sarana Cuci Tangan Berdasarkan hasil pengamatan, sarana cuci tangan di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu terletak di ruang produksi dan diluar ruang produksi sehingga memudahkan 38

15 karyawan untuk mencuci tangan. Sarana cuci tangan tersebut juga dilengkapi sabun dan lap pengering. Selain itu juga sudah dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup. 4) Sarana Toilet dan Jamban Berdasarkan hasil pengamatan, sarana toilet dan jamban di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu tersedia air bersih serta sabun. Toilet selalu dijaga kebersihannya dan dipastikan tertutup apabila sedang dipakai maupun setelah dipakai. Akan tetapi perlu ada perbaikan seperti salah satu pintu toilet yang rusak harus segera diperbaiki. Selain itu, diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet. 5) Sarana Pembuangan Air dan Limbah Berdasarkan hasil pengamatan, sarana pembuangan air dan limbah di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih. Selain itu, sampah segera dibuang ke tempat sampah yang sudah disediakan untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga dan tidak mencemari sumber air maupun produk otak-otak ikan lele. b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan higiene dan sanitasi di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dilakukan secara rutin seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum melakukan proses produksi dan setelah proses produksi. Peralatan selalu dibersihkan dengan menggunakan sabun setelah proses produksi selesai dilakukan. Tanggung jawab dalam higiene dan sanitasi karyawan diserahkan kepada karyawan itu sendiri sehingga kegiatan higiene dan sanitasi berjalan dengan lancar. 39

16 F. Kesehatan dan Higiene Karyawan 1. Evaluasi a. Kesehatan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kesehatan karyawan di UKM Al-Fadh cukup diperhatikan. Karyawan yang sedang sakit tidak diperbolehkan bekerja apabila menimbulkan resiko kontaminan pada saat proses produksi sehingga menjamin produk pangan yang sehat dan bebas dari kontaminasi penyakit. b. Kebersihan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kebersihan karyawan di UKM Al-Fadh cukup diperhatikan. Sebelum memulai kegiatan produksi setiap karyawan diwajibkan mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu. Karyawan yang berada di ruang produksi tidak semua mengenakan masker, penutup kepala dan sarung tangan. Akan tetapi masih ada karyawan yang tidak memakai sarung tangan pada saat proses pencetakan adonan otak-otak lele. Kondisi kebersihan karyawan di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.11 Gambar 4.11 Kondisi Kebersihan Karyawan di UKM Al-Fadh c. Kebiasaan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kebiasaan karyawan di UKM Al-Fadh cukup baik. Tidak adanya aktivitas makan/minum, merokok maupun bersin atau batuk ke arah pangan sehingga mengurangi resiko kontaminasi ataupun pencemaran produk otak-otak lele. Akan tetapi masih ada karyawan yang menggunakan perhiasan maupun aksesoris 40

17 lainnya seperti gelang dan jam tangan yang dapat membahayakan keamanan pangan pada saat dilakukan proses produksi. 2. Konsep a. Kesehatan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kesehatan karyawan di UKM Al-Fadh cukup diperhatikan dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu karyawan yang sedang sakit tidak diperbolehkan bekerja apabila menimbulkan resiko kontaminan pada saat proses produksi sehingga menjamin produk pangan yang sehat dan bebas dari kontaminasi penyakit. b. Kebersihan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kebersihan karyawan di UKM Al-Fadh cukup diperhatikan dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sebelum memulai kegiatan produksi setiap karyawan diwajibkan mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu. Akan tetapi masih ada kekurangan seperti karyawan yang berada di ruang produksi tidak semua mengenakan masker, celemek, penutup kepala dan sarung tangan. Akan tetapi masih ada karyawan yang tidak memakai sarung tangan pada saat proses pencetakan adonan otak-otak lele. Seharusnya pemakaian sarung tangan dilakukan secara menyeluruh agar kontaminasi dapat dihindari sehingga produk otak-otak lele lebih terjamin keamanan pangannya. c. Kebiasaan Karyawan Berdasarkan hasil pengamatan, kebiasaan karyawan di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu tidak adanya aktivitas makan/minum, merokok maupun bersin atau batuk ke arah pangan sehingga mengurangi resiko kontaminasi. Akan tetapi masih ada karyawan yang menggunakan perhiasan maupun aksesoris lainnya seperti gelang dan jam tangan pada saat dilakukan proses produksi. Seharusnya pemakaian perhiasan maupun aksesoris 41

18 dihindari pada saat produksi berlangsung karena dapat membahayakan keamanan pangan otak-otak ikan lele. G. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan 1. Evaluasi a. Pemeliharaan dan Pembersihan Berdasarkan hasil pengamatan, pemeliharaan dan pembersihan di UKM Al-Fadh dilakukan setelah proses produksi selesai. Seperti lingkungan dan peralatan dibersihkan secara rutin menggunakan sabun pencuci setelah produksi selesai. b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, prosedur pembersihan dan sanitasi di UKM Al-Fadh dilakukan dengan menggunakan proses fisik yaitu pengelapan dengan kain yang diberi sabun dengan tujuan menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan dan peralatan. c. Program Higiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, program higiene dan sanitasi di UKM Al-Fadh yaitu cukup baik, karena berdasarkan hasil pengamatan di tempat produksi sudah bersih dan sudah dilakukan secara rutin sehingga menjamin keamanan dan kebersihan dari otakotak lele. d. Program Pengendalian Hama Berdasarkan hasil pengamatan, program pengendalian hama di UKM Al-Fadh cukup baik, karena sudah memiliki alat pembasmi hama yang diletakkan di ruang produksi. Dibagian ventilasi diberi saringan untuk menghindari masuknya hama. Akan tetapi pada saat produksi masih terdapat ceceran adonan sehingga dapat mengundang masuknya hama dan pada tempat sampah dalam keadaan tertutup sehingga menghindari masuknya hama dari luar. Diketahui bahwa lokasi UKM Al-Fadh berada dekat dengan area persawahan 42

19 sehingga peluang masuknya hama seperti serangga, binatang pengerat dan lain-lain sangat besar. e. Pemberantasan Hama Berdasarkan hasil pengamatan, pemberantasan hama di UKM Al-Fadh menggunakan alat pembasmi yang diletakkan di ruang produksi. Akan tetapi upaya pembersihan alat tersebut tidak langsung dibersihkan sehingga dapat serangga dan kotoran lainnya yang masih menempel dapat mencemari pangan pada saat proses produksi. Selain itu juga masih terdapat hama seperti serangga di bagian ventilasi yang masih menempel. Kondisi alat pembasmi hama di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.12 Gambar 4.12 Kondisi Alat Pembasmi Hama di UKM Al-Fadh f. Penanganan Sampah Berdasarkan hasil pengamatan, penanganan sampah di UKM Al-Fadh cukup baik, karena sampah segera dibuang ditempat khusus yang sudah disediakan dan dilakukan upaya menghindari penumpukan sampah yang dapat mencemari produk pangan dan lingkungan. 2. Konsep a. Pemeliharaan dan Pembersihan Berdasarkan hasil pengamatan, pemeliharaan dan pembersihan di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dilakukan setelah proses produksi selesai. Seperti lingkungan dan peralatan dibersihkan secara rutin menggunakan sabun pencuci setelah produksi selesai. 43

20 b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, prosedur pembersihan dan sanitasi di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu dilakukan dengan menggunakan proses fisik dan kimia yaitu pengelapan dengan kain yang diberi sabun dengan tujuan menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan dan peralatan. c. Program Higiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil pengamatan, program higiene dan sanitasi di UKM Al-Fadh yaitu cukup baik dan sudah sesuai BPOM (2012), yaitu tempat produksi sudah bersih dan pembersihan dilakukan secara rutin sehingga menjamin keamanan dan kebersihan dari produk yang dihasilkan. Akan tetapi perlu adanya kesadaran dari karyawan untuk memakai sarung tangan yang sering diabaikan. d. Program Pengendalian Hama Berdasarkan hasil pengamatan, program pengendalian hama di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sudah memiliki alat pembasmi hama yang diletakkan di ruang produksi. Dibagian ventilasi diberi saringan untuk menghindari masuknya hama seperti serangga. Akan tetapi pada saat produksi masih terdapat ceceran adonan sehingga dapat mengundang masuknya hama. Maka dari itu, seharusnya dilakukan pembersihan secara rutin untuk mencegah masuknya hama dari luar seperti serangga. Dan pada tempat sampah dalam keadaan tertutup sehingga menghindari masuknya hama dari luar. Diketahui bahwa lokasi UKM Al-Fadh berada dekat dengan area persawahan sehingga peluang masuknya hama seperti serangga, binatang pengerat dan lain-lain sangat besar. e. Pemberantasan Hama Berdasarkan hasil pengamatan, pemberantasan hama di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu menggunakan alat pembasmi yang diletakkan di ruang produksi yang. Akan tetapi 44

21 upaya pembersihan alat tersebut tidak langsung dibersihkan sehingga serangga dan kotoran lainnya yang masih menempel. Seharusnya pembersihan dilakukan segera mungkin sehingga resiko kontaminasi terhadap produk otak-otak lele dapat di hindari. f. Penanganan Sampah Berdasarkan hasil pengamatan, penanganan sampah di UKM Al-Fadh cukup baik dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu sampah segera dibuang ditempat khusus yang sudah disediakan dan menghindari penumpukan sampah yang dapat mencemari produk pangan dan lingkungan. H. Penyimpanan 1. Evaluasi a. Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan bahan baku dan produk akhir di UKM Al-Fadh dilakukan secara terpisah untuk mencegah kontaminasi silang. Bahan baku disimpan dalam wadah plastik yang diletakkan dalam rak-rak penyimpanan bahan baku yang bersih dan kering. Sedangkan untuk produk akhir disimpan di rak-rak kaca yang bersih dan kering. Kondisi tempat penyimpanan di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.13 Gambar 4.13 Kondisi Tempat Penyimpanan di UKM Al-Fadh b. Penyimpanan Bahan Berbahaya Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan bahan berbahaya di UKM Al-Fadh seperti sabun pembersih maupun bahan sanitasi lainnya disimpan pada tempat terpisah jauh dengan ruang produksi 45

22 maupun ruang penyimpanan bahan dan produk akhir untuk mencegah resiko pencemaran pada produk pangan. c. Penyimpanan Wadah dan Pengemas Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan wadah dan pengemas di UKM Al-Fadh cukup tertata rapi dan disimpan ditempat yang bersih. Bahan pengemas juga diletakkan terpisah dengan produk akhir. d. Penyimpanan Label Pangan Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan label pangan di UKM Al-Fadh juga tertata rapi yaitu disimpan ditempat yang bersih dan ditata secara teratur sehingga menghindari cemaran yang timbul dari lingkungan luar. e. Penyimpanan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan peralatan produksi di UKM Al-Fadh diletakkan dalam rak-rak penyimpanan yang berada dekat dengan penyimpanan bahan baku. Kondisi penyimpanannya bersih dan permukaan peralatan seperti panci menghadap kebawah. Kondisi penyimpanan peralatan produksi dapat dilihat pada Gambar Konsep Gambar 4.14 Kondisi Penyimapanan Peralatan Produksi di UKM Al-Fadh a. Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan bahan baku dan produk akhir di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), 46

23 yaitu dilakukan secara terpisah untuk mencegah kontaminasi silang. Bahan baku disimpan dalam wadah plastik yang diletakkan dalam rakrak penyimpanan bahan baku yang bersih dan kering. Sedangkan untuk produk akhir disimpan di rak-rak kaca yang bersih dan kering. Perlu adanya penambahan yaitu penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda sistem First In First Out (FIFO) dan sistem Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan atau memiliki tanggal kadaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan atau diedarkan terlebih dahulu. b. Penyimpanan Bahan Berbahaya Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan bahan berbahaya di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu seperti sabun pembersih maupun bahan sanitasi lainnya sudah disimpan pada tempat terpisah jauh dengan ruang produksi maupun ruang penyimpanan bahan baku dan produk akhir untuk mencegah resiko pencemaran produk. c. Penyimpanan Wadah dan Pengemas Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan wadah dan pengemas di UKM Al-Fadh cukup tertata rapi dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu disimpan ditempat yang bersih dan diletakkan terpisah dengan produk akhir. d. Penyimpanan Label Pangan Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan label pangan di UKM Al-Fadh juga tertata rapi dan sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu disimpan ditempat yang bersih dan ditata secara teratur sehingga menghindari cemaran yang timbul dari lingkungan luar. e. Penyimpanan Peralatan Produksi Berdasarkan hasil pengamatan, penyimpanan peralatan produksi di UKM Al-Fadh sudah sesuai dengan BPOM (2012), yaitu kondisi penyimpanannya bersih dan permukaan peralatan seperti panci sudah 47

24 menghadap kebawah sehingga terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya. I. Pengendalian Proses Pengendalian mutu (quality control) adalah suatu tahapan dalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian dan atau kalibrasi. Dalam penerapannya, pengendalian mutu merupakan cara pengendalian, pemantauan, pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan bahwa sistem manajemen dapat dilakukan. Melalui jaminan mutu dan pengendalian mutu yang sistematik dan terencana, tahapan dalam proses pengujian dan atau kalibrasi dapat dikendalikan, dipantau, dan diperiksa untuk memastikan bahwa sistem manajemen mutu berjalan secara efektif (Hadi, 2007). Evaluasi mutu dilakukan untuk menjaga agar bahan-bahan yang akan digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga dihasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang diinginkan (Kamarijani, 1983). 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku Pengendalian mutu bahan baku dilakukan dengan membandingkan antara bahan baku yang digunakan dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Pengendalian mutu bahan baku digunakan untuk mengawasi bahan baku serta spesifikasi bahan baku pembuatan otak-otak ikan lele. Salah satu cara melakukan pengawasan mutu yaitu dapat dilihat dari kenampakan secara visual dari bahan baku yang digunakan meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan kebersihan. a. Ikan Lele 1) Evaluasi Tindakan pengendalian mutu pada bahan baku utama sangatlah penting karena penggunaan bahan baku dapat mempengaruhi kualitas produk akhir yang dihasilkan. Ikan lele yang ditambahkan ke dalam produk otak-otak ikan lele selain berfungsi sebagai bahan baku utama juga untuk menambah nilai 48

25 gizi dari produk tersebut. Ikan lele memiliki kandungan gizi terutama protein. Ikan lele yang digunakan dalam pembuatan otakotak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.15 Gambar 4.15 Ikan Lele Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan ikan lele sebanyak 10 kg. Ikan lele yang digunakan dibeli dari petani sekitar yang membudidayakan ikan lele apabila permintaan dari UKM ±100 kg yang diangkut menggunakan sepeda motor dengan bronjong, sedangkan jika permintaan UKM lebih dari 100 kg diambil dari wilayah Kartasura yang diangkut menggunakan mobil pick up dengan tong. Dalam seminggu, ikan lele dipasok 2-3 kali dalam seminggu. Evaluasi mutu untuk ikan lele dilakukan secara organoleptik yang meliputi kenampakan, aroma, warna dan kebersihan. Hasil evaluasi mutu pada ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Evaluasi Mutu Ikan Lele Parameter Standar (SNI ) Aktual Kenampakan Utuh,segar Utuh, segar Aroma Bau khas ikan Amis segar/amis Warna Kebersihan Merah muda Bersih Merah muda Bersih Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan baku yaitu ikan lele yang meliputi kenampakan, aroma, warna dan kebersihan sudah sesuai dengan 49

26 SNI yaitu kenampakan utuh dan segar, beraroma khas ikan segar/amis, berwarna merah muda dan bersih. Selain evaluasi mutu dari bahan baku itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan ikan lele yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Tabel 4.2. Konsep CPPB pada bahan baku ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.2 Konsep CPPB pada Ikan Lele Parameter Batas Tindakan Kritis Pengendalian Kenampakan Utuh, segar - Dimasukkan ke dalam refrigerator Aroma Bau khas - Dimasukkan ke ikan dalam refrigerator segar/amis Warna daging Merah - Dimasukkan ke muda dalam refrigerator Kebersihan Bersih - Dilakukan pencucian sampai isi perut dan kotoran yang menempel benar-benar hilang Tindakan Koreksi - Dikembalikan ke pemasok - Dikembalikan ke pemasok - Dikembalikan ke pemasok - Dilakukan pencucian ulang sampai bebas dari isi perut dan kotoran Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa parmeter yang digunakan dalam penggunaan ikan lele adalah kenampakan, aroma, warna dan kebersihan. Batas kritis yang digunakan pada parameter kenampakan adalah utuh dan segar. Tindakan pengendalian pada parameter kenampakan adalah dimasukkan dalam refrigerator. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter aroma adalah bau khas ikan segar/amis. Tindakan pengendalian pada parameter aroma adalah dimasukkan dalam refrigerator. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada warna merah muda. Tindakan pengendalian pada parameter warna adalah dimasukkan dalam refrigerator. Tindakan koreksi 50

27 yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Sedangkan batas kritis pada parameter kebersihan adalah bersih. Tindakan pengendalian pada parameter kebersihan adalah dilakukan pencucian sampai isi perut dan kotoran yang menempel benarbenar hilang. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pencucian ulang. b. Tepung Tapioka 1) Evaluasi.Penambahan tepung tapioka sangatlah penting karena sifatnya sebagai bahan pengikat (binding agent) terhadap bahanbahan lain yang dapat menghasilkan tekstur yang plastis, kompak, dan meningkatkan emulsi, sehingga dapat mengurangi kerapuhan. Tepung tapioka yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.16 Gambar 4.16 Tepung Tapioka Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan tepung tapioka sebanyak 1 kg. Tepung tapioka yang digunakan dibeli dari pasar dalam bentuk karung. Tepung tapioka yang telah dibeli biasanya disimpan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk tepung tapioka dilakukan secara organoleptik yang meliputi bentuk, bau, warna, benda asing dan serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongan yang tampak. Hasil evaluasi mutu tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel

28 Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan baku utama yaitu tepung tapioka yang meliputi bentuk, bau, warna, benda asing dan serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak yang dilakukan sudah sesuai dengan SNI yaitu berbentuk serbuk, baunya normal, berwarna putih khas tapioka, dan tidak ada serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak. Selain evaluasi mutu dari bahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan tepung tapioka yang sesuai standar. Tabel 4.3 Evaluasi Mutu Tepung Tapioka Parameter Standar ( ) Aktual Bentuk Serbuk Serbuk Bau Normal Bebas bau asing Warna Putih, khas tapioka Putih, bersih Benda asing Tidak ada Tidak ada Serangga dalam semua bentuk stadia dan potonganpotongannya yang tampak Tidak ada Tidak ada 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan baku utama tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.4. Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan tepung tapioka adalah bentuk, bau, warna, benda asing dan serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak. Batas kritis pada parameter bentuk adalah berbentuk serbuk. Tindakan pengendaliannya adalah penyimpanan ditempat yang kering. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penjemuran /pengeringan. Untuk batas kritis pada parameter bau adalah tidak ada bau asing. Tindakan 52

29 pengendaliannnya adalah penyimpanan jauh dari bahan yang mempunyai bau menyengat. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penjemuran/pengeringan. Untuk batas kritis pada warna adalah putih, khas tapioka. Tindakan pengendaliannya adalah memilih tepung tapioka ber-sni. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter benda asing adalah tidak ada atau bebas dari benda asing. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan dengan cara indera penglihatan dan peraba, penyimpanan tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah ditempat yang dilakukan pengayakan. Sedangkan batas kritis pada parameter serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak adalah tidak ada. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan dengan indera penglihatan dan peraba. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan pengayakan. Tabel 4.4 Konsep CPPB pada Tepung Tapioka Parameter Batas Tindakan Kritis Pengendalian Bentuk Serbuk - Penyimpanan di tempat yang kering Bau Warna Tidak ada bau asing Putih, khas tapioka - Penyimpanan jauh dari bahan yang mempunyai bau menyengat - Memilih tepung tapioka ber-sni Benda asing Tidak ada - Pengecekan dengan indera penglihatan dan peraba - Penyimpanan di tempat tertutup Serangga dalam semua bentuk stadia dan potonganpotongannya yang tampak Tidak ada - Pengecekan dengan indera penglihatan dan peraba Tindakan Koreksi - Dilakukan penjemuran/pengeri ngan - Dilakukan penjemuran/pengeri ngan - Dikembalikan ke pemasok - Dilakukan pengayakan - Dilakukan pengayakan 53

30 c. Garam 1) Evaluasi Garam yang digunakan yaitu garam yang beryodium untuk memberi rasa asin pada otak-otak ikan lele, selain itu juga membuat otak-otak ikan lele menjadi gurih. Garam beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi SNI antara lain mengandung yodium sebesar ppm.. Garam yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.17 Gambar 4.17 Garam Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan garam sebanyak 80 g. Garam yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada wadah tertutup dan diletakkan dalam rak penyimpanan bahan baku. Evaluasi mutu untuk garam dilakukan secara organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan kebersihan. Hasil evaluasi mutu garam dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Evaluasi Mutu Garam Parameter Standar (SNI ) Aktual Warna Putih Kristal Putih Rasa Asin Asin Aroma Khas garam Khas garam Kebersihan Bebas dari kotoran Tidak ada Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu garam sudah sesuai 54

31 dengan SNI yaitu berwarna putih kristal, rasanya asin, beraroma khas garam, dan bebas dari kotoran. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan garam yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Tabel 4.6. Konsep CPPB pada bahan tambahan garam dapat dilihat pada Tabel 4.6 Konsep CPPB pada Garam Parameter Batas Kritis Tindakan Pengendalian Warna Putih Kristal - Pengecekan secara visual - Memilih garam yang sudah ber- SNI Rasa Asin - Pengecekan secara organoleptik Aroma Khas garam - Penyimpanan pada wadah yang tertutup Kebersihan Bebas dari - Pengecekan secara kotoran visual - Penyimpanan ditempat yang bersih dan kering Tindakan Koreksi - Dikembalikan ke pemasok - Penggantian pemasok lain - Penggantian wadah penyimpanan - Apabila ada kotoran lebih baik dipisahkan Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan garam adalah warna, rasa, aroma dan kebersihan. Batas kritis yang digunakan pada parameter warna adalah putih kristal. Tindakan pengendaliannnya adalah dilakukan pengecekan secara visual dan memilih garam yang sudah ber-sni. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter rasa adalah asin. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan secara organoleptik. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. Untuk batas kritis pada aroma adalah khas garam. Tindakan pengendaliannya adalah penyimpanan pada wadah 55

32 tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian wadah penyimpanan. Sedangkan batas kritis pada parameter kebersihan adalah bebas dari kotoran. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan secara visual, penyimpanan ditempat yang bersih dan kering. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila ada kotoran lebih baik dipisahkan. d. Gula Pasir 1) Evaluasi Dalam pembuatan otak-otak ikan lele, gula digunakan sebagai bahan pemanis. Gula pasir yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.18 Gambar 4.18 Gula Pasir Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan gula pasir sebanyak 100 g. Gula pasir yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada wadah tertutup dan diletakkan dalam rak penyimpanan bahan baku.. Hasil evaluasi mutu gula pasir dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Evaluasi Mutu Gula Pasir Parameter Standar (SNI ) Aktual Warna Putih/terang Putih/terang Rasa Manis Manis Keadaan Kering Kering Bentuk butiran Tidak menggumpal Tidak menggumpal (terpisah) Benda asing Bebas dari benda asing Tidak ada kotoran 56

33 Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu gula pasir yang meliputi warna, rasa, keadaan, bentuk butiran dan benda sudah sesuai dengan SNI yaitu berwarna putih / terang, rasanya manis, keadaan kering, bentuk butiran tidak menggumpal dan bebas dari kotoran. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan gula pasir yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan gula pasir dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Konsep CPPB pada Gula Pasir Parameter Batas Kritis Tindakan Pengendalian Warna Putih/terang - Dilakukan pengecekan secara visual Rasa Manis - Memilih gula pasir yang sudah ber-sni Keadaan Kering - Penyimpanan ditempat yang kering dan tertutup Bentuk butiran Tidak - Dilakukan menggumpal penyortiran (terpisah) sebelum digunakan Benda asing Tidak ada - Pengecekan secara visual - Penyimpanan ditempat kering, bebas cemaran, tertutup rapat Tindakan Koreksi - Dikembalikan ke pemasok - Penggantian pemasok lain - Dikembalikan ke pemasok - Dilakukan penyaringan - Apabila ada cemaran benda asing, lebih baik dipisahkan. - Tempat penyimpanan diganti dengan yang lebih tertutup Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan gula pasir adalah warna, rasa, keadaan, bentuk butiran dan benda asing. Batas kritis yang digunakan pada parameter warna adalah putih / terang. Tindakan 57

34 pengendaliannnya adalah dilakukan pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter rasa adalah manis. Tindakan pengendaliannnya adalah memilih gula pasir yang ber- SNI. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. Untuk batas kritis pada parameter keadaan adalah kering. Tindakan pengendaliannnya adalah penyimpanan ditempat yang kering dan tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan kepada pemasok. Untuk batas kritis pada parameter bentuk butiran adalah tidak menggumpal (terpisah). Tindakan pengendaliannnya adalah dilakukan penyortiran sebelum digunakan. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penyaringan. Sedangkan batas kritis pada parameter benda asing adalah tidak ada. Tindakan pengendaliannnya adalah pengecekan secara visual dan penyimpanan ditempat yang kering. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila ada cemaran benda asing, lebih baik dipisahkan serta tempat penyimpanan diganti dengan yang lebih tertutup. e. Bawang Putih 1) Evaluasi Bawang putih merupakan salah satu bahan rempah yang dapat memberi rasa dan aroma makanan. Bawang putih terutama digunakan sebagai pemberi flavor. Bawang putih yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.19 Gambar 4.19 Bawang Putih 58

35 Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan bawang putih sebanyak 200 g. Bawang putih yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk bawang putih dilakukan secara organoleptik yang meliputi kesamaan sifat varietas, tingkat ketuaan, kekompakan siung, kebernasan suing, kekeringan, kulit luar pembungkus umbi dan kotoran. Hasil evaluasi mutu bawang putih dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Evaluasi Mutu Bawang Putih Parameter Standar (SNI ) Aktual Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Tingkat ketuaan Tua Tua Kebernasan suing Bernas Bernas Kulit luar Sempurna Sempurna pembungkus umbi Kotoran Tidak ada Tidak ada Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu bawang putih yang meliputi kesamaan sifat varietas, tingkat ketuaan, kebernasan suing, kulit luar pembungkus umbi dan kotoran sudah sesuai dengan SNI yaitu kesamaan sifat varietas seragam, tingkat ketuaan tua, kekompakan suing yaitu kompak, kebernasan suing yaitu bernas, kering simpan, kulit luar pembungkus umbi sempurna dan tidak ada kotoranyang menempel. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bawang putih yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan bawang putih dapat dilihat pada Tabel

36 Tabel 4.10 Konsep CPPB pada Bawang Putih Parameter Batas Tindakan Kritis Pengendalian Kesamaan sifat Seragam - Memisahkan varietas bawang putih yang tidak seragam Tingkat ketuaan Tua - Memisahkan / disendirikan bawang putih yang masih muda Kebernasan suing Bernas - Memilih bawang putih yang cukup padat dan tidak keriput Kulit luar Sempurna - Memilih bawang pembungkus umbi putih yang utuh Kotoran Tidak ada - Dilakukan pembersihan sampai tidak ada kotoran yang menempel Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi ulang Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pembersihan ulang sampai benar-benar bersih Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan bawang putih adalah kesamaan sifat varietas, tingkat ketuaan, kebernasan siung, kulit luar pembungkus umbi dan kotoran. Batas kritis yang digunakan pada parameter kesamaan sifat varietas adalah seragam. Tindakan pengendalian pada parameter kesamaan sifat varietas adalah memisahkan bawang putih yang tidak seragam. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter tingkat ketuaan adalah tua. Tindakan pengendalian pada parameter tingkat ketuaan adalah memisahkan / disendirikan bawang putih yang masih muda. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan kepada pemasok. Untuk batas kritis pada parameter kebernasan siung adalah bernas. Tindakan pengendalian pada parameter kebernasan siung adalah memilih bawang putih yang cukup padat dan tidak keriput. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada 60

37 parameter kulit luar pembungkus umbi adalah sempurna. Tindakan pengendalian pada parameter kulit luar pembungkus umbi adalah memilih bawang putih yang utuh. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Sedangkan batas kritis pada parameter kotoran adalah tidak ada. Tindakan pengendalian pada parameter kotoran adalah Dilakukan pembersihan sampai tidak ada kotoran yang menempel. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pembersihan ulang sampai benar-benar bersih. f. Es Batu 1) Evaluasi Air yang ditambahkan ke dalam adonan otak-otak ikan lele biasanya dalam bentuk serpihan es. Es yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele pada UKM Al-Fadh selain bertujuan untuk melarutkan bahan yang lain juga untuk menjaga agar suhu adonan tetap rendah. Jumlah penambahan es akan mempengaruhi tekstur. Penambahan yang terlalu banyak menyebabkan tekstur menjadi lunak. Es yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.20 Es Batu Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan air ± 700 ml yang di kristalkan menjadi es batu. Es yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dipasok dari daerah pengging. Evaluasi mutu untuk es dilakukan secara organoleptik yang meliputi kejernihan, bau, rasa dan benda asing. Hasil evaluasi mutu es dapat dilihat pada Tabel

38 Tabel 4.11 Evaluasi Mutu Es Dalam Bentuk Air Parameter Standar (SNI ) Aktual Kejernihan Tidak berwarna, jernih Jernih Bau Tidak berbau Tidak berbau Rasa Tidak mempunyai rasa Tidak ada Benda asing Bersih Tidak ada Berdasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu es yang meliputi kejernihan, bau, rasa dan benda asing sudah sesuai dengan SNI yaitu jernih dan tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, dan bersih. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan es yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan es dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.12 Konsep CPPB pada Es Dalam Bentuk Air Parameter Kejernihan Batas Kritis Tidak berwarna, jernih Tindakan Pengendalian - Pengecekan secara visual Tindakan Koreksi - Penggantian pemasok Bau Tidak berbau - Pengecekan dengan indera penciuman Rasa Tidak mempunyai rasa - Pengecekan dengan indera perasa Benda asing Bersih - Pengecekan secara visual - Penggantian pemasok - Penggantian pemasok - Penggantian pemasok Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan es dalam bentuk air adalah kejernihan, bau, rasa dan benda asing. Batas kritis yang digunakan pada parameter kejernihan adalah tidak berwarna dan jernih. Tindakan pengendalian pada parameter kejernihan adalah 62

39 pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dengan penggantian pemasok lain. Untuk batas kritis pada parameter bau adalah bebas tidak berbau. Tindakan pengendalian pada parameter bau adalah pengecekan dengan indera penciuman. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. Untuk batas kritis pada rasa adalah tidak mempunyai rasa. Tindakan pengendalian pada parameter rasa adalah pengecekan dengan indera perasa. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. Sedangkan batas kritis pada parameter benda asing adalah bersih. Tindakan pengendalian pada parameter benda asing adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian pemasok lain. g. Merica 1) Evaluasi Merica atau lada (Piper nigrum linn) adalah tumbuhan penghasil rempah-rempah yang berasal dari bijinya. Tujuan penambahan merica pada bahan pangan adalah sebagai pemberi aroma sedap, menambah kelezatan, dan memperpanjang daya awet pada makanan. Merica yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.21 Gambar 4.21 Merica Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan merica sebanyak 30 g. Merica yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan dalam wadah tertutup dengan kondisi kering dan diletakkan di rak penyimpanan bahan baku. Evaluasi mutu merica dilakukan secara organoleptik yang meliputi bau, warna 63

40 dan kebersihan. Hasil evaluasi mutu merica dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.13 Evaluasi Mutu Merica Bau Warna Parameter Kebersihan Standar (SNI ) Normal Putih kekuningkuningan Bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang Aktual Normal Putih kekuningkuningan Bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada merica sudah sesuai dengan SNI yaitu berbau normal, berwarna putih kekuning-kuningan dan bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan merica yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan merica dapat dilihat pada Tabel Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan merica adalah bau, warna dan kebersihan. Batas kritis pada parameter bau adalah normal. Tindakan pengendalian pada parameter bau adalah pengecekan dengan indera penciuman dan penyimpanan dalam wadah tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian wadah penyimpanan. Untuk batas kritis pada warna adalah Putih kekuning-kuningan. Tindakan pengendalian pada parameter warna adalah pengecekan secara visual dan disimpan dalam wadah 64

41 tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penggantian wadah penyimpanan dan dikembalikan ke pemasok. Sedangkan batas kritis pada parameter kebersihan adalah bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang. Tindakan pengendalian pada parameter kebersihan adalah pengecekan secara visual, dilkukan pembersihan sampai tidak ada serangga maupun kotoran yang menempel dan penyimpanan ditempat yang kering dan tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila ada serangga dan kotoran yang masih menempel dilakukan pembersihan ulang. Tabel 4.14 Konsep CPPB pada Merica Parameter Batas Kritis Tindakan Pengendalian Bau Normal - Pengecekan dengan indera penciuman - Penyimpanan dalam wadah tertutup Warna Putih - Pengecekan secara kekuningkuningan visual - Penyimpanan dalam wadah tertutup Tindakan Koreksi - Penggantian wadah penyimpanan - Penggantian wadah penyimpanan - Dikembalikan ke pemasok Kebersihan Bebas dari serangga hidup maupun mati serta bagianbagian yang berasal dari binatang - Pengecekan secara visual - Dilakukan pembersihan sampai tidak ada serangga dan kotoran yang menempel - Penyimpanan ditempat yang kering dan tertutup - Dilakukan pembersihan ulang h. Telur Ayam 1) Evaluasi Telur ayam merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup. Protein telur mempunyai mutu tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan 65

42 patokan untuk menentukan protein dari bahan pangan yang lain. Tetapi disamping itu telur memilik sifat yang mudah rusak. Dalam pembuatan otak-otak ikan lele telur berfungsi sebagai sumber gizi juga membuat adonan menjadi kalis. Telur ayam yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.22 Gambar 4.22 Telur ayam Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan telur ayam sebanyak 2 butir. Telur ayam yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada wadah dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk telur ayam dilakukan secara organoleptik yang meliputi bentuk, posisi, penampakan batas, kebersihan dan bau. Hasil evaluasi mutu telur ayam dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.15 Evaluasi Mutu Telur Ayam Parameter Standar (SNI ) Aktual Bentuk Bulat Bulat Posisi Di tengah Di tengah Kebersihan Bersih Bersih Bau Khas telur Khas telur Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan telur ayam yang meliputi kesamaan bentuk, posisi, kebersihan dan bau sudah sesuai dengan SNI yaitu berbentuk bulat, posisi ditengah, bersih dan bau khas telur ayam. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang 66

43 benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan telur ayam yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan telur ayam dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.16 Konsep CPPB pada Telur Ayam Parameter Batas Kritis Tindakan Pengendalian Tindakan Koreksi Bentuk Bulat - Penggunaan telur ayam yang baru - Dikembalikan ke pemasok Posisi Di tengah - Tidak menyimpan telur dalam jangka waktu yang lama - Penggantian telur yang baru Kebersihan Bersih - Penyimpanan telur di tempat yang kering - Pembersihan kulit telur ayam sampai tidak ada kotoran yang menempel Bau Khas telur - Tidak menyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama - Apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pembersihan ulang - Dikembalikan ke pemasok Berdasarkan Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan telur ayam adalah bentuk, posisi, penampakan batas, kebersihan dan bau. Batas kritis yang digunakan pada parameter bentuk adalah bulat. Tindakan pengendalian pada parameter bentuk adalah penggunaan telur ayam yang baru. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter posisi adalah ditengah. Tindakan pengendalian pada parameter posisi adalah tidak menyimpan telur dalam jangka waktu yang lama. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggantian telur yang baru. Untuk batas kritis pada kebersihan adalah bersih. Tindakan pengendalian pada parameter penampakan batas adalah penyimpanan telur ditempat yang kering dan pembersihan kulit telur ayam sampai tidak ada kotoran yang menempel. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah apabila masih ada kotoran yang menempel dilakukan pembersihan ulang. Sedangkan batas kritis 67

44 pada parameter bau adalah khas telur. Tindakan pengendalian pada parameter bau adalah tidak menyimpan telur dalam jangka waktu yang lama. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dikembalikan ke pemasok. i. Wortel 1) Evaluasi Wortel (Daucus carrota L.) memiliki peranan penting bagi kesehatan tubuh, karena kandungan gizi wortel terutama beta karoten merupakan sumber provitamin A. Wortel yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.23 Gambar 4.23 Wortel Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan wortel sebanyak 600 g. Wortel yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu wortel dilakukan secara organoleptik yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, warna, kerataan permukaan, dan tekstur. Hasil evaluasi mutu wortel dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.17 Evaluasi Mutu Wortel Parameter Standar (SNI ) Aktual Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Kekerasan Keras Keras Warna Normal Normal Kerataan permukaan Cukup rata Cukup rata Tekstur Tidak mengayu Tidak mengayu 68

45 Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu wortel yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, warna, kerataan permukaan, dan tekstur sudah sesuai dengan SNI yaitu kesamaan sifat varietas seragam, tingkat kekerasannya keras, warnanya normal, permukaannya cukup rata, dan teksturnya tidak mengayu. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan wortel yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan wortel dapat dilihat pada Tabel Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan wortel adalah kesamaan sifat varietas, tingkat kekerasan, warna, dan tekstur. Batas kritis yang digunakan pada parameter kesamaan sifat varietas adalah seragam. Tindakan pengendalian pada parameter kesamaan sifat varietas adalah memisahkan wortel yang tidak seragam. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter tingkat kekerasan adalah keras. Tindakan pengendalian pada parameter tingkat kekerasan adalah memisahkan wortel yang terlalu tua dan yang masih muda. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter warna adalah normal. Tindakan pengendalian pada parameter warna adalah pengecekan secara visual dan penyimpanan dalam wadah tertutup. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter kerataan permukaan adalah cukup rata. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. 69

46 Untuk batas kritis pada parameter tekstur adalah tidak mengayu. Tindakan pengendalian pada parameter tekstur adalah adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang dan dikembalikan ke pemasok. Tabel 4.18 Konsep CPPB pada Wortel Parameter Batas Tindakan Kritis Pengendalian Kesamaan sifat Seragam - Memisahkan varietas wortel yang tidak seragam Tingkat kekerasan Keras - Memisahkan wortel yang terlalu tua dan masih muda Warna Normal - Pengecekan secara visual - Penyimpanan dalam wadah tertutup Kerataan Cukup - Pengecekan secara permukaan Tekstur j. Daun bawang 1) Evaluasi rata Tidak mengayu visual - Pengecekan secara visual Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dikembalikan ke pemasok Daun Bawang dimanfaatkan daunnya sehingga dikenal sebagai bawang daun atau loncang (onclang). Sebenarnya, yang digunakan sebagai penyedap dan sekaligus pengharum masakan adalah batangnya yang berwarna putih. Daun bawang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.24 Gambar 4.24 Daun Bawang 70

47 Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan daun bawang sebanyak 600 g. Daun bawang yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk daun bawang dilakukan secara organoleptik yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, dan ketuaan. Hasil evaluasi mutu daun bawang dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.19 Evaluasi Mutu Daun Bawang Parameter Standar (SNI ) Aktual Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Kekerasan Keras Keras Ketuaan Tua Tua Berdasarkan Tabel 4.19 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu daun bawang yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, dan ketuaan sudah sesuai dengan SNI yaitu kesamaan sifat varietas seragam, tingkat kekerasannya keras, dan ketuaannya tua. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan daun bawang yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan daun bawang dapat dilihat pada Tabel Berdasarkan Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan daun bawang adalah kesamaan sifat varietas, tingkat kekerasan, dan ketuaan. Batas kritis yang digunakan pada parameter kesamaan sifat varietas adalah seragam. Tindakan pengendalian pada parameter kesamaan sifat varietas adalah memisahkan daun bawang yang tidak seragam. Tindakan 71

48 koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter tingkat kekerasan adalah keras. Tindakan pengendalian pada parameter tingkat kekerasan adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter ketuaan adalah tua. Tindakan pengendalian pada parameter ketuaan adalah pengecekan secara visual dan memisahkan daun bawang yang tua dengan daun bawang yang muda. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang dan dikembalikan ke pemasok. Tabel 4.20 Konsep CPPB pada Daun Bawang Parameter Batas Tindakan Tindakan Koreksi Kritis Pengendalian Kesamaan sifat varietas Seragam - Memisahkan daun bawang yang tidak seragam - Dilakukan sortasi ulang Tingkat kekerasan Keras - Pengecekan secara - Dilakukan sortasi visual ulang Ketuaan Tua - Pengecekan secara - Dilakukan sortasi visual - Memisahkan daun bawang yang tua ulang - Dikembalikan ke pemasok dengan daun bawang yang muda k. Bawang Merah 1) Evaluasi Bawang merah merupakan rempah multiguna yang populer di kalangan masyarakat. Paling penting didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan bawang merah sebanyak 100 g. Bawang merah yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Bawang merah yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar

49 Gambar 4.25 Bawang Merah Evaluasi mutu untuk bawang merah dilakukan secara organoleptik yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, dan ketuaan. Hasil evaluasi mutu bawang merah dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.21 Evaluasi Mutu Bawang Merah Parameter Standar (SNI ) Aktual Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Kekerasan Keras Keras Ketuaan Tua Tua Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan yaitu bawang merah yang meliputi kesamaan sifat varietas, kekerasan, dan ketuaan sudah sesuai dengan SNI yaitu kesamaan sifat varietas seragam, tingkat kekerasannya keras, dan ketuaannya tua. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bawang merah yang sesuai standar. 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan bawang merah dapat dilihat pada Tabel

50 Tabel 4.22 Konsep CPPB pada Bawang Merah Parameter Batas Tindakan Kritis Pengendalian Kesamaan sifat Seragam - Memisahkan varietas bawang merah yang tidak seragam Tingkat kekerasan Keras - Pengecekan secara visual Ketuaan Tua - Pengecekan secara visual - Memisahkan bawang merah yang tua dengan bawang merah yang muda Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dilakukan sortasi ulang - Dikembalikan ke pemasok Berdasarkan Tabel 4.22 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan bawang merah adalah kesamaan sifat varietas, tingkat kekerasan, dan ketuaan. Batas kritis yang digunakan pada parameter kesamaan sifat varietas adalah seragam. Tindakan pengendalian pada parameter kesamaan sifat varietas adalah memisahkan bawang merah yang tidak seragam. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter tingkat kekerasan adalah keras. Tindakan pengendalian pada parameter tingkat kekerasan adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang. Untuk batas kritis pada parameter ketuaan adalah tua. Tindakan pengendalian pada parameter ketuaan adalah pengecekan secara visual dan memisahkan bawang merah yang tua dengan bawang merah yang muda. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang dan dikembalikan ke pemasok. l. Santan Kelapa 1) Evaluasi Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih, yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air. 74

51 Pemanfaatan santan pada umumnya adalah untuk bahan campuran masak. Santan kelapa yang digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.26 Gambar 4.26 Santan Kelapa Dalam sekali produksi otak-otak ikan lele membutuhkan santan kelapa sebanyak 200 ml. Santan kelapa yang digunakan dibeli dari pasar dengan penyimpanan pada rak-rak penyimpanan dalam kondisi kering. Evaluasi mutu untuk santan kelapa dilakukan secara organoleptik yang meliputi bau, rasa, dan warna. Hasil evaluasi mutu santan kelapa dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.23 Evaluasi Mutu Santan Kelapa Parameter Standar (SNI ) Aktual Bau Normal Bebas bau asing Rasa Normal Khas santan Warna Normal Normal Berdasarkan Tabel 4.23 dapat dilihat bahwa evaluasi mutu yang dilakukan pada bahan tambahan santan kelapa yang meliputi bau, rasa, dan warna sudah sesuai dengan SNI dan tidak ada penyimpangan yaitu bebas dari bau asing, rasa khas santan kelapa, dan warnanya normal khas santan kelapa. Selain evaluasi mutu dari bahan tambahan itu sendiri, juga perlu dilakukan konsep CPPB yang benar. Tindakan konsep CPPB yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan santan kelapa yang sesuai standar. 75

52 2) Konsep CPPB Konsep CPPB pada bahan tambahan santan kelapa dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.24 Konsep CPPB pada Santan Kelapa Parameter Batas Tindakan Kritis Pengendalian Bau Normal - Pengecekan dengan indera penciuman Rasa Normal - Pengecekan secara organoleptik Warna Normal - Pengecekan secara visual Tindakan Koreksi - Dikembalikan ke pemasok - Penggantian pemasok lain - Dikembalikan ke pemasok - Penggantian pemasok lain - Dikembalikan ke pemasok - Penggantian pemasok lain Berdasarkan Tabel 4.24 dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan dalam penggunaan santan kelapa adalah bau, rasa, dan warna. Batas kritis yang digunakan pada parameter bau adalah normal. Tindakan pengendaliannnya yaitu pengecekan dengan indera penciuman. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penggantian pemasok lain dan dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter rasa adalah normal. Tindakan pengendalian pada parameter rasa adalah pengecekan secara organoleptik. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penggantian pemasok lain dan dikembalikan ke pemasok. Untuk batas kritis pada parameter warna adalah normal. Tindakan pengendalian pada parameter warna adalah pengecekan secara visual. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan penggantian pemasok lain dan dikembalikan ke pemasok. 2. Pengendalian Mutu Proses Spesifikasi proses merupakan persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan kondisi proses selama pengolahan dan yang berkaitan dengan produk-produk antara sebelum menjadi produk jadi. Spesifikasi 76

53 proses merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pengendalian mutu yang bersifat spesifik untuk metode proses, kondisi proses, dan produk yang berbeda. Spesifikasi proses digunakan sebagai acuan dalam pengendalian proses, sehingga harus dapat diukur dengan metode analisa dan peralatan pengukuran yang cepat dan mudah dilaksanakan, tetapi hasilnya tepat (Muhandri dan Darwin, 2008). Pengendalian mutu pada proses produksi memiliki pengaruh yang besar terhadap mutu pada produk akhir itu sendiri. Pengendalian mutu pada proses produksi meliputi pemantauan pada setiap tahap proses produksi serta melakukan tindakan koreksi jika terdapat adanya ketidaksesuaian dan juga menghilangkan penyebab-penyebab timbulnya hasil yang kurang baik pada produk akhir. Proses pembuatan otak-otak ikan lele di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.27 Sedangkan untuk evaluasi mutu proses produksi otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Tabel

54 a. Evaluasi Pemfilletan Ikan Lele Pencucian Fillet Ikan Lele Pembekuan (-18 0 C) Pengecilan ukuran (Pencacahan) Bawang putih 200 g, Bawang merah 100 g Penimbangan 4 kg Penggilingan selama 20 menit Daging giling 4 kg Penggilingan selama 2 menit Bawang putih dan merah halus Garam 80 g, gula 100 g, merica 30 g, santan kara 200 ml, wortel 300 g, loncang 150 g tepung tapioka 1 kg, dan es batu 1 kg Pencampuran Penimbangan per adonan (15 g atau 25 g) Pencetakan adonan Perebusan (sampai adonan mengapung) Penirisan (waktu 15 menit) Otak-otak Ikan Lele 30 bungkus atau 18 Pengemasan (berat 150 g atau 250 g ) Penyimpanan (suhu C) Gambar 4.27 Diagram Alir Proses Pembuatan Otak-otak Ikan Lele 78

55 Tabel 4.25 Evaluasi Mutu Proses Produksi Otak-otak Ikan Lele Proses Parameter proses Standar Aktual Pemfilletan - Daging ikan lele bebas dari - Daging ikan lele masih ada duri kepala, sirip, duri dan darah Pencucian - Ikan lele bersih dan tidak ada - Ikan lele bersih dan tidak ada kotoran kotoran maupun darah yang maupun darah yang menempel menempel Pembekuan - Daging ikan lele dibekukan - Daging ikan lele dibekukan suhu -18 o C suhu -18 o C dan benar-benar dalam keadaan beku Pengecilan ukuran - Lebar daging tidak lebih dari 5 - Lebar daging ikan lele masih ada yang cm lebih dari 5 cm Penimbangan - Sesuai takaran - Penimbangan menggunakan timbangan digital dan sudah sesuai dengan takaran Penggilingan - Bahan-bahan sampai halus - Bahan-bahan halus Pencampuran - Bahan-bahan tercampur merata - Bahan-bahan sudah tercampur merata Pencetakan Adonan Perebusan Penirisan Pengemasan - Terbentuk adonan kalis - Panjang adonan otak-otak ikan lele 7-8 cm, berat 15 g/adonan untuk kemasan 150 g atau 25 g/adonan untuk kemasan 250 g - Adonan sampai mengapung - Dilakukan selama 30 menit dengan suhu C - Otak-otak ikan lele kering dan bebas dari uap air - Kemasan tertutup rapat dan rapi - Berat otak-otak ikan lele 150 g dan terbentuk adonan yang kalis - Panjang adonan otak-otak ikan lele 7-8 cm, berat 15 g/adonan untuk kemasan 150 g atau 25 g/adonan untuk kemasan 250 g - Berbentuk bulat panjang (lonjong) - Adonan sampai megapung - Selama 30 menit dengan suhu C - Otak-otak ikan lele bebas dari uap air - Kemasan sudah tertutup rapat dan rapi - Berat otak-otak ikan lele 150 g atau 250 g per kemasan P 79

56 atau 250 g per kemasan Penyimpanan - Suhu (-18 o C) - Suhu (-18 o C) - Penyimpanan terbebas dari cemaran mikroba dan kontaminasi silang 80

57 Spesifikasi dan evaluasi mutu proses produksi otak-otak ikan lele dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Pemfilletan Pemfilletan ikan lele dilakukan dengan menggunakan gunting, tang dan pisau yang tajam terbuat dari bahan stainless steel. Cara pemfilletean ikan lele dapat dilihat pada gambar dibawah ini : a) b) b) d) c) Ket : a) Pertama, dilakukan penyembelihan ikan lele pada leher bagian atas lele dengan pisau. b) Penghilangan sirip ikan lele dengan gunting. c) Penghilangan ekor ikan lele. d) Penghilangan kulit, dilakukan dengan menggunting bagian bawah sekitar perut kearah kepala lele. Kemudian kulit yang terkelupas akibat digunting, ditarik dengan menggunakan tang sampai kulit hilang seluruhnya. Setelah penghilangan kulit dilakukan penghilangan isi perut dengan pisau, kepala lele dengan gunting dan penghilangan duri. Standar untuk parameter proses pemfilletan adalah daging ikan lele bebas dari kepala, sirip, kulit, duri,dan darah. Sedangkan aktual dalam parameter proses pemfilletan adalah daging ikan lele bebas dari kepala, sirip, kulit, duri dan darah. Pada proses pemfilletan ikan lele di UKM Al- Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. Proses pemfilletan ikan lele dapat dilihat pada Gambar b) b) b) 81

58 Gambar 4.28 Proses Pemfilletan Ikan Lele 2) Pencucian Perlakuan pertama terhadap ikan lele dilakukan pencucian sampai bersih dan tidak ada lagi kotoran dan darah yang menempel. Proses pencucian ikan lele dilakukan dengan menggunakan air mengalir. Standar untuk parameter proses pencucian adalah ikan lele bersih dan tidak ada kotoran yang menempel. Sedangkan aktual dalam parameter proses pencucian adalah ikan lele bersih dan tidak ada kotoran dan darah yang menempel. Pada proses pencucian lele di UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. Proses pencucian ikan lele dapat dilihat pada Gambar 4.29 Gambar 4.29 Proses Pencucian Ikan Lele 3) Pembekuan Proses selanjutnya setelah tahap pencucian adalah tahap pembekuan fillet lele. Fillet lele yang akan dibekukan terlebuh dahulu dimasukkan kedalam plastik ukran 2 kg nan. Proses pembekuan fillet lele ini bertujuan untuk menjaga fillet agar tetap dingin, hal ini untuk mencegah terdenaturasinya protein yang penting sebagai emulsifier, serta 82

59 fillet yang dibekukan mempunyai warna daging yang lebih cerah. Proses pembekuan daging ikan lele dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.30 Proses Pembekuan Standar untuk parameter proses pembekuan adalah daging ikan lele dibekukan suhu -18 o C. Sedangkan aktual pada parameter pendinginan adalah daging ikan lele dibekukan suhu -18 o C dan benar-benar dalam keadaan beku. Pada proses pendinginan UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. 4) Pengecilan ukuran (Pencacahan) Proses selanjutnya setelah proses pembekuan dilakukan pengecilan ukuran. Proses pengecilan ukuran ini bertujuan untuk memudahkan proses penggilingan, agar daging dapat masuk ke dalam mesin penggiling. Proses pengecilan ukuran daging ikan lele dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.31 Proses Pengecilan Ukuran (Pencacahan) Standar untuk parameter proses pengecilan ukuran adalah lebar daging tidak lebih dari 5 cm. Sedangkan aktual dalam parameter proses pengecilan ukuran adalah lebar daging ikan lele masih ada yang lebih dari 5 cm. Pada proses pengecilan ukuran, UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. 83

60 5) Penimbangan Proses penimbangan bertujuan untuk menghasilkan produk dengan komposisi bahan yang sesuai. Daging di masukkan ke dalam panci kemudian ditimbang 4 kg menggunakan timbangan digital. Standar untuk parameter proses penimbangan adalah komposisi bahan sesuai dengan takaran. Sedangkan aktual pada parameter proses penimbangan adalah penimbangan menggunakan timbangan digital dan sudah sesuai dengan takaran. Pada proses penimbangan di UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. Proses penimbangan dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.32 Proses Penimbangan Bahan 6) Penggilingan Proses selanjutnya yaitu penggilingan pada daging ikan lele, bawang putih dan bawang merah. Proses penggilingan menggunakan mesin penggiling yang berfungsi untuk menghaluskan bahan dan mempermudah bahan yang digiling untuk dilakukan proses selanjutnya. Standar untuk parameter proses penggilingan adalah bahan-bahan sampai halus. Sedangkan aktual dalam parameter proses penggilingan adalah bahan-bahan halus. Pada proses penggilingan di UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. Proses penggilingan bahan dapat dilihat pada Gambar

61 Gambar 4.33 Proses Penggilingan Bahan 7) Pencampuran Proses selanjutnya yaitu pencampuran menggunakan alat mixer. Pertama-tama daging ikan lele dimasukkan ke dalam mixer untuk dilakukan pencampuran. Kemudian ditambahkan bahan tambahan lain seperti tepung tapioka, bumbu-bumbu, wortel, loncang, santan, dan es batu sehingga dihasilkan adonan. Aduk adonan sampai tidak lengket dan dihasilkan adonan yang kalis. Standar untuk parameter proses pencampuran adalah bahan-bahan sudah tercampur merata dan terbentuk adonan kalis. Sedangkan aktual dalam parameter proses pencampuran adalah bahan-bahan sudah tercampur merata dan terbentuk adonan yang kalis. Pengujian produk inline proses pencampuran adalah dilakukan pengecekan adonan yaitu mudah untuk dibentuk adonan bulat memanjang/lonjong. Proses pencampuran bahan dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.34 Proses Pencampuran Bahan 8) Pencetakan Adonan Proses selanjutnya dilakukan pencetakan adonan secara manual dengan sendok plastik. Standar untuk parameter proses pencetakan adonan 85

62 adalah panjang otak-otak ikan lele sekitar 7-8 cm, dan beratnya 15 g/adonan untuk kemasan 150 g atau 25 g/adonan untuk kemasan 250 g. Sedangkan aktual dalam parameter proses pencetakan adonan adalah panjang otak-otak ikan lele sekitar 7-8 cm, dan beratnya 15 g/adonan untuk kemasan 150 g atau 25 g/adonan untuk kemasan 250 g, dan berbentuk bulat panjang/lonjong. Pada proses pencetakan adonan di UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. Proses pencetakan adonan dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.35 Proses Pencetakan Adonan 9) Perebusan Proses selanjutnya yaitu dilakukan perebusan dengan panci anti karat. Standar untuk parameter proses perebusan adalah adonan otak-otak ikan lele sampai mengapung, yang menandakan bahwa otak-otak ikan lele telah matang dan proses perebusan dilakukan selama 30 menit dengan suhu C. Sedangkan aktual dalam parameter proses perebusan adalah adonan otak-otak ikan lele sampai mengapung dan proses perebusan dilakukan selama 30 menit dengan suhu C. Pengujian produk inline proses perebusan adalah dilakukan pengecekan tekstur. Proses perebusan adonan otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Gambar

63 Gambar 4.36 Proses Perebusan adonan Otak-otak Ikan Lele 10) Penirisan Otak-otak ikan lele yang sudah matang berwarna putih kekuningan dan ditiriskan selama 15 menit. Tujuan dari penirisan tersebut adalah selain menghilangkan kandungan air setelah perebusan juga untuk mendinginkan otak-otak ikan lele sebelum dilakukan proses pengemasan. Tujuan dari pendinginan tersebut adalah memperpanjang umur simpan dari otak-otak ikan lele sehingga sebelum dilakukannya pengemasan mempunyai tekstur padat, kenyal, dan mengandung sedikit air. Standar untuk parameter proses penirisan adalah otak-otak ikan lele kering dan bebas dari uap air. Sedangkan aktual dalam parameter proses penirisan adalah otak-otak ikan lele kering dan bebas dari uap air. Pengujian produk inline proses penirisan adalah dilakukan pengecekan otak-otak ikan lele secara visual. Proses penirisan dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.37 Proses Penirisan Otak-otak Ikan Lele 11) Pengemasan Proses pengemasan ini bertujuan untuk mempertahankan kualitas, menghindari kerusakan selama penyimpanan, mencegah masuknya 87

64 oksigen dan melindungi dari debu dan mikroba yang dapat mengontaminasi produk otak-otak ikan lele. Otak-otak ikan lele merupakan produk yang memerlukan kemasan tertentu untuk memperpanjang umur simpannya. Otak-otak ikan lele memerlukan kemasan yang memiliki barier terhadap oksigen dan uap air serta tahan lama. Untuk itu otak-otak ikan lele ini dikemas menggunakan plastik PP. Terdapat 2 jenis kemasan produk otak-otak ikan lele yaitu kemasan yang ditimbang dengan berat 150 g atau 250 g. Tapi, terdapat kejanggalan saat menghitung berat kehilangan pada otak-otak ikan lele, dimana jumlah total bahan lebih besar daripada berat akhir otak-otak ikan lele setelah dilakukan pengemasan. Perhitungannya sebagai berikut : % Berat Kehilangan =?????????????????????????????????????????????????????????????? = x 100%????? x 100% = 17,58 % Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehilangan berat diantaranya kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pencatatan penimbangan, kemudian terdapat bahan-bahan sisa yang tertinggal dan berceceran selama proses berlangsung seperti pada proses penggilingan, pencampuran adonan, maupun pencetakan adonan. Proses pengemasan dilakukan setelah otak-otak ikan lele benarbenar sudah dingin dengan tujuan menghindari adanya uap air dalam kemasan. Proses pengemasan dilakukan dengan menggunakan alat sealer. Standar untuk parameter proses pengemasan adalah kemasan tertutup rapat dan rapi. Sedangkan aktual dalam parameter proses pengemasan adalah kemasan sudah tertutup rapat dan rapi. Pada proses pengemasan di UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. Proses pengemasan dapat dilihat pada Gambar

65 Gambar 4.38 Proses Pengemasan Otak-otak Ikan Lele 12) Penyimpanan Proses penyimpanan ini dilakukan dengan cara penyimpanan dalam freezer suhu -18 o C dengan tujuan agar otak-otak ikan lele lebih tahan lama. Otak-otak ikan lele yang disimpan pada suhu ruang akan bertahan selam 3 hari, jika disimpan pada kulkas akan bertahan selama 10 hari, sedangkan jika disimpan dalam freezer suhu -18 o C akan bertahan selama 6 bulan. Standar untuk parameter proses penyimpanan adalah suhu -18 o C. Sedangkan aktual dalam parameter proses penyimpanan adalah suhu -18 o C dan penyimpanan terbebas dari cemaran mikroba dan kontaminasi silang. Pada proses penyimpanan, UKM Al-Fadh tidak melakukan pengujian produk inline. Proses penyimpanan dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.39 Proses Penyimpanan 89

66 b. Konsep Konsep CPPB pada proses produksi otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.26 Konsep CPPB Pada Proses Produksi Otak-otak Ikan Lele Proses Parameter Batas Kritis Tindakan Pengendalian Pemfilletan - Kebersihan daging - Bebas dari duri dan - Pencucian dengan air mengalir ikan lele darah - Penggunaan pisau yang tajam Pencucian - Kebersihan ikan - Bebas dari kotoran - Penggunanan air bersih lele - Pencucian dengan air mengalir Pembekuan -Suhu - Suhu daging dibawah 22 o C Pengecilan ukuran Penimbangan Penggilingan Pencampuran -Bentuk -Ketepatan ukuran bahan -Kebersihan alat -Hasil penggilingan - Kebersihan alat - Karakteristik adonan - Lebar daging ikan tidak lebih dari 6 cm - Komposisi bahan sesuai takaran - Bebas dari cemaran fisik - Hasil gilingan seragam - Bebas dari cemaran fisik - Suhu adonan tidak lebih dari 22 0 C - Pembekuan daging ikan lele pada suhu -18 o C - Pengontrolan alat/mesin pendingin - Menggunakan pisau yang tajam - Pengecekan ukuran daging ikan -Penimbangan menggunakan timbangan digital - Pengecekan alat penimbang sebelum digunakan (kalibrasi). - Penggunaan alat yang bersih - Lama penggilingan 20 menit - Memperkecil ukuran bahanbahan - Penggunaan alat yang bersih - Penambahan es batu secukupnya dalam arti tidak boleh lebih dan -Pem -Pem -Ap yan dil - Pe pe - Pe - Di pe taj - Pe - Pe -Pem -Me pen -Pen - Pe - Pe 90

67 Pencetakan adonan Perebusan - Terbentuk adonan kalis - Adonan mudah dibentuk Penirisan - Keadaan otak-otak - Kering dan bebas dari ikan lele uap air Pengemasan - Fisik kemasan - Tidak ada yang bocor/ kemasan tertutup rapat Penyimpanan tidak boleh kurang, untuk menjaga suhu tetap rendah - Proses mixing tidak boleh terlalu lama - Berat adonan - Berat adonan 25 gr - Pengecekan dengan - Pe menggunakan alat timbang - Tekstur otak-otak - Otak-otak matang - Adonan otak-otak ikan lele -Me ikan lele merata sampai mengapung per - Penggunaan alat perebusan yang dilengkapi dengan suhu Lama perebusan 30 menit dengan suhu C - Lama penirisan 15 menit - Memp -Cara penyimpanan - Suhu C - Penggunaan sealer secara tepat sehingga kemasan tertutup rapat - Penyimpanan dalam freezer suhu -18 o C - Pemeriksaan rutin ruang dan suhu penyimpanan - Pengontrolan alat/mesin pendingin - Pengu - Penge - Penga - Perba yang - Pengg penyi 91

68 Konsep CPPB pada proses produksi otak-otak ikan lele dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Pemfilletan Konsep CPPB yang digunakan pada proses pemfilletan yaitu pada parameter kebersihan daging ikan lele, batas kritisnya adalah bebas dari duri dan darah. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah pencucian dengan air mengalir dan menggunakan pisau yang tajam. Pencucian dengan air mengalir berfungsi untuk menghilangkan darah yang masih menempel di daging ikan lele. Sedangkan penggunaan pisau yang tajam berfungsi agar diperoleh daging ikan lele yang bebas dari duri yang menempel. Untuk tindakan koreksi yang diterapkan pada proses pemfilletan adalah dilakukan pembersihan dan pembersihan fillet dari duri apabila diperoleh daging ikan lele yang masih terdapat duri dan darah yang masih menempel. 2) Pencucian Konsep CPPB yang digunakan pada proses pencucian yaitu pada parameter kebersihan ikan lele, batas kritisnya adalah bebas dari kotoran. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan air bersih dan pencucian dengan air mengalir. Penggunaan air mengalir pada proses pencucian berfungsi agar kotoran yang menempel pada ikan lele dapat terbawa oleh air. Apabila hanya dilakukan pencucian dalam bak saja, kotoran masih menempel. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses pencucian adalah apabila masih ada kotoran yang menempel perlu dilakukan pencucian ulang agar diperoleh ikan lele yang bersih. 3) Pembekuan Konsep CPPB yang digunakan pada proses pembekuan yaitu pada parameter suhu, batas kritisnya adalah suhu daging dibawah 22 o C. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah pembekuan daging ikan lele pada suhu -18 o C, dan pengontrolan alat/mesin pendingin. Pembekuan daging ikan lele pada suhu -18 o C 92

69 bertujuan agar suhu pada proses penggilingan tetap di bawah 22 o C, hal ini untuk mencegah terdenaturasinya protein yang penting sebagai emulsifier. Sedangkan pengontrolan alat/mesin pendingin bertujuan agar mesin pendingin/freezer tetap pada suhu -18 o C. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat dilakukan pada proses pedinginan jika masih didapati suhu daging diatas 22 o C adalah dengan cara penggantian alat/mesin pendingin dan perbaikan mesin dan mengganti yang rusak. 4) Pengecilan Ukuran Konsep CPPB yang digunakan pada proses pengecilan ukuran yaitu pada parameter bentuk, batas kritisnya adalah lebar daging ikan tidak lebih dari 6 cm. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah menggunakan pisau yang tajam dan pengecekan ukuran daging ikan. Penggunaan pisau yang tajam berfungsi agar memudahkan proses pengecilan ukuran daging ikan lele yang beku akibat pendinginan dalam freezer. Pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat bahan-bahan menjadi halus saat proses penggilingan. Sedangkan pengecekan ukuran daging ikan bertujuan agar tidak adanya daging ikan dengan lebar lebih dari 6 cm. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat dilakukan pada proses pengecilan ukuran jika masih didapati ukuran daging yang masih besar/lebih dari 6 cm adalah dengan cara dipertajam kembali/ penggantian pisau yang lebih tajam dan pengecilan ukuran kembali. 5) Penimbangan Konsep CPPB yang digunakan pada proses penimbangan yaitu pada parameter ketepatan ukuran bahan, batas kritisnya adalah komposisi bahan sesuai takaran. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penimbangan menggunakan timbangan digital dan pengecekan alat penimbang sebelum digunakan (kalibrasi). Penimbangan menggunakan timbangan digital bertujuan agar diperoleh ukuran bahan yang tepat. Sedangkan pengecekan alat 93

70 penimbang sebelum digunakan bertujuan untuk memastikan bahwa alat penimbang yang digunakan tepat atau tidak dalam kondisi rusak. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses penimbangan adalah dilakukan penimbangan ulang apabila masih terdapat ukuran bahan yang tidak sesuai. 6) Penggilingan Konsep CPPB yang digunakan pada proses penggilingan yaitu pada parameter kebersihan alat dan hasil penggilingan, batas kritisnya adalah bebas dari cemaran fisik dan hasil gilingan seragam. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan alat yang bersih, lama penggilingan 20 menit dan memperkecil ukuran bahanbahan sebelum dilakukan penggilingan karena dengan memperkecil ukuran bahan akan mempermudah dan mempercepat bahan-bahan menjadi halus saat proses penggilingan. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapakan pada proses penggilingan adalah pembersihan kembali, memperpanjang waktu penggilingan apabila diperoleh bahan-bahan yang belum halus dan dilakukan penggilingan kembali bahan-bahan yang masih utuh. 7) Pencampuran Konsep CPPB yang digunakan pada proses pencampuran yaitu pada parameter kebersihan alat dan karakteristik adonan, batas kritisnya adalah bebas dari cemaran fisik, suhu adonan tidak lebih dari 22 0 C, terbentuk adonan yang kalis dan adonan mudah dibentuk. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan alat yang bersih, penambahan es batu secukupnya dalam arti tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang serta proses mixing tidak boleh terlalu lama karena dapat mempengaruhi karakteristik adonan yang dihasilkan. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapakan pada proses pencampuran adalah pembersihan kembali dan dilakukan pengadonan ulang. 94

71 8) Pencetakan Adonan Konsep CPPB yang digunakan pada proses pencetakan adonan yaitu pada parameter berat adonan, batas kritisnya adalah berat adonan 25 gr. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengecekan dengan menggunakan alat timbang. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses pencetakan adonan adalah penimbangan ulang adonan otak-otak ikan lele apabila beratnya tidak sesuai dengan ketentuan. 9) Perebusan Konsep CPPB yang digunakan pada proses perebusan yaitu pada parameter yaitu tekstur otak-otak ikan lele, batas kritisnya adalah otak-otak ikan lele matang merata. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah perebusan adonan otak-otak ikan lele sampai mengapung yang menandakan bahwa otak-otak ikan lele telah matang serta penggunaan alat perebusan yang dilengkapi dengan suhu. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses perebusan adalah memperpanjang waktu perebusan apabila diperoleh otak-otak ikan ikan lele yang belum bertekstur kenyal dan padat. 10) Penirisan Konsep CPPB yang digunakan pada proses penirisan yaitu pada parameter keadaan otak-otak ikan lele, batas kritisnya adalah kering dan bebas dari uap air. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan lama penirisan 15 menit. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses penirisan adalah memperpanjang waktu penirisan apabila masih diperoleh otak-otak ikan lele dengan keadaan belum kering sepenuhnya. 11) Pengemasan Konsep CPPB yang digunakan pada proses pengemasan yaitu pada parameter fisik kemasan, batas kritisnya adalah tidak ada yang bocor / kemasan tertutup rapat. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan sealer secara tepat sehingga kemasan 95

72 tertutup rapat. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses pengemasan adalah pengulangan penggunaan sealer apabila belum tertutup rapat dan pengemasan ulang apabila diperoleh kemasan yang rusak. 12) Penyimpanan Konsep CPPB yang digunakan pada proses penyimpanan yaitu pada parameter cara penyimpanan, batas kritisnya adalah suhu -18 o C. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah penyimpanan dalam freezer suhu -18 o C, pemeriksaan rutin ruang dan suhu penyimpanan dan pengontrolan alat/mesin pendingin. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengaturan suhu ruang penyimpanan tetap pada suhu -18 o C. Sedangkan tindakan koreksi yang dapat diterapkan pada proses penyimpanan adalah pengaturan mesin pendingin, perbaikan mesin dan mengganti yang rusak, serta penggantian alat/mesin penyimpanan jika masih didapati suhu ruang penyimpanan dibawah -18 o C. 3. Pengendalian Mutu Produk Akhir Pengendalian mutu produk akhir merupakan hal penting agar kualitas produk tetap terjamin keamanan pangannya yaitu cemaran yang terdapat produk tidak melebihi batas aman yang sudah ditentukan dan dapat diterima konsumen dengan baik serta memenuhi karakteristik mutu yang ditentukan. Dalam pengendalian mutu produk akhir ini dilakukan beberapa analisa yang hasilnya akan dibandingkan dengan SNI Nomor 7757:2013 yang merupakan standar mutu otak-otak ikan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil uji otak-otak ikan lele yang ada di UKM Al-Fadh dapat masuk standar parameter SNI dan jurnal penelitian atau tidak. Analisa uji yang dilakukan antara lain kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan uji salmonella. a. Evaluasi Pengujian produk otak-otak ikan lele dilakukan menggunakan tiga sampel dalam satu hari produksi dan dilakukan sebanyak dua kali 96

73 ulangan. Untuk lebih jelasnya hasil pengujian produk akhir otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.27 Tabel 4.27 Evaluasi Mutu Produk Akhir Otak-otak Ikan Lele Parameter Standar Aktual (SNI 7757 : 2013) Kadar air Maks. 60% 60,72% Kadar abu Maks. 2% 1,53% Kadar protein Min. 5% 4,43% Kadar lemak Maks. 16% 9,73% Salmonella Negatif Negatif Sumber : Hasil Analisis Berdasarkan Tabel 4.27 diatas hasil analisa kimiawi yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan salmonella belum sepenuhnya memenuhi standar SNI 7757 : Parameter uji yang sudah sesuai adalah analisa kadar abu, kadar lemak, dan salmonella. Sedangkan parameter yang belum memenuhi standar SNI 7757 : 2013 adalah analisa kadar air dan kadar protein. 1) Kadar air Kandungan kadar air pada bahan makanan menetukan daya umur simpan dan daya tahan terhadap serangan mikroba pada produk otak-otak ikan lele. Oleh karena itu, untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis suatu bahan itu sendiri (Winarno, 2002). Pada pengujian kadar air otak-otak ikan lele menggunakan metode thermogravimetri wet basis. Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan dan selanjutnya menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air dalam bahan sudah diuapkan. Dari hasil analisis pengujian kadar air otak-otak ikan lele UKM Al-Fadh diperoleh kadar air sebesar 60,72%. Kadar air produk otak-otak ikan lele ini masih sedikit diatas kadar air maksimal pada persyaratan SNI 7757 : 2013 yaitu maksimal 60%. Dari hasil uji kadar air otak-otak ikan 97

74 lele yang didapat belum memenuhi standar SNI 7757 : 2013 yang ditetapkan. Kadar air dalam otak-otak ikan lele dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu pengemasan, penyimpanan, dan keadaan saat transportasi. 2) Kadar abu Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat pada suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit (Sudarmadji, 1996). Pada pengujian kadar abu otak-otak ikan lele menggunakan metode pengabuan kering. Prinsipnya adalah produk otak-otak ikan lele diabukan dengan menggunakan tanur dengan suhu C selama 6 jam sampai berwarna putih dan selanjutnya menimbang bahan sampai berat konstan. Dari hasil analisis pengujian kadar abu otak-otak ikan lele UKM Al-Fadh diperoleh kadar abu sebesar 1,53%. Kadar abu produk otak-otak ikan lele ini masih dibawah kadar abu maksimal pada SNI yaitu sebesar 2%. Dari hasil uji kadar abu otak-otak ikan lele yang didapat sudah memenuhi standar dari SNI 7757 : Kadar abu dalam otakotak ikan lele dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu masih tertinggalnya duri pada daging ikan lele serta kebersihan alat pada proses pengolahan otak-otak ikan lele. 98

75 3) Kadar protein Protein merupakan salah satu jenis zat penting yang dibutuhkan oleh tubuh hewan maupun manusia. Ditinjau dari asalnya protein ada dua macam yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein hewani berkualitas lebih baik karena susunan asam amino esensialnya lebih berimbang. Protein nabati mengandung lisin dan metionin yang rendah, kualitasnya dapat diperbaiki dengan menambahkan protein hewani, lisin, dan metionin sintesis atau mengkombinasikannya dengan biji-bijian maupun padi-padian (Kurniati, 2009). Pada pengujian kadar protein otak-otak ikan lele menggunakan metode kjeldahl. Prinsipnya adalah otak-otak ikan lele didestruksi dengan H 2 SO 4 akan membentuk (NH 4 ) 2 SO 4. Amonium sulfat tersebut dalam proses destilasi akan melepas NH 3 yang akan ditampung dan diikat oleh larutan asam klorida, amonium klorida dititrasi dengan standar basa. Dari hasil analisis pengujian kadar protein otak-otak ikan lele UKM Al-Fadh diperoleh kadar protein sebesar 4,43%. Kadar protein produk otakotak ikan lele ini dibawah kadar protein minimal pada SNI 7757 : 2013 yaitu sebesar 5%. Dari hasil uji kadar protein otak-otak ikan lele yang didapat belum memenuhi SNI 7757 : Kadar protein dalam otak-otak ikan lele dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu terlalu sedikit ikan lele yang ditambahkan ke dalam produk otakotak ikan lele sehingga didapat kadar protein yang sedikit serta penggunaan tepung tapioka dengan kadar protein yang rendah. 4) Kadar lemak Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak. Namun lemak yang ada dalam jaringan, baik hewan maupun tanaman, juga disertai dengan senyawa lain seperti posfolopoda, sterol dan beberapa pigmen. Dalam analisis kadar lemak, seringkali disebut sebagai analisis lemak kasar, karena selain asam lemak 99

76 terikut pula senyawa-senyawa lain. Penentuan kadar lemak dengan metode soxhlet diperoleh dari berat residu dalam thimble sesudah ekstraksi berakhir dan sudah dikeringkan sampai berat konstan. Selisih bobot sampel sebelum dan bobot residu sesudah ekstraksi dan sudah dikeringkan merupakan lemak yang ada dalam bahan (Legowo, 2004). Pada pengujian kadar lemak otak-otak ikan lele menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Prinsipnya adalah ekstraksi menggunakan pelarut non polar sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Dari hasil analisis pengujian kadar lemak otak-otak ikan lele UKM Al-Fadh diperoleh kadar lemak sebesar 9,73%. Kadar lemak produk otak-otak ikan lele ini masih dibawah kadar air maksimal pada persyaratan SNI 7757 : 2013 yaitu maksimal 16%. Dari hasil uji kadar lemak otak-otak ikan lele yang didapat sudah memenuhi standar SNI 7757 : 2013 yang ditetapkan. Kadar lemak dalam otak-otak ikan lele dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu proses pengolahan terutama yang melibatkan penggunaan minyak goreng atau tidak dan penggunaan santan. 5) Salmonella Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (2009), bahan pangan ikan dan produk olahan hasil perikanan tidak boleh mengandung bakteri Salmonella karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu persyaratan mutu dan keamanan pangan untuk cemaran bakteri jenis Salmonella harus negatif pada otak-otak ikan lele yang tercantum dalam SNI 7757 : Prinsip pengujian bakteri Salmonella yaitu contoh/sampel yang akan diuji ditumbuhkan terlebih dahulu pada media pengkayaan, kemudian dideteksi dengan menumbuhkannya pada media agar selektif. Dari hasil analisis pengujian bakteri Salmonella pada otak-otak ikan lele 100

77 UKM Al-Fadh dihasilkan negatif Salmonella, sehingga sudah memenuhi standar SNI 7757 : 2013 yang ditetapkan. b. Konsep Konsep CPPB pada produk akhir otak-otak ikan lele dapat dilihat pada Tabel Berdasarkan Tabel 4.28 konsep CPPB pada parameter kadar air adalah batas kritisnya maksimal 60% untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah pengemasan dalam kondisi yang tertutup rapat dan penyimpanan produk pada suhu C. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah pengemasan ulang jika terjadi kebocoran pada kemasan dan pemantauan suhu tempat penyimpanan produk. Konsep CPPB pada parameter kadar abu adalah batas kritisnya maksimal 2% untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah kebersihan alat dalam proses pengolahan selalu dijaga. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah alat yang digunakan dalam pengolahan selalu dicuci bersih dengan sabun setelah digunakan. Konsep CPPB pada parameter kadar protein adalah batas kritisnya minimal 5% untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah penambahan daging ikan lele lebih banyak. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah penambahan kembali daging ikan lele. Konsep CPPB pada parameter kadar lemak adalah batas kritisnya maksimal 16% untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah penggunaan santan yang sesuai standar. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah dijual dengan harga yang murah. Konsep CPPB pada parameter Salmonella adalah batas kritisnya adalah negatif Salmonella untuk setiap produk otak-otak ikan lele. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah penggunaan sumber air 101

78 yang bersih, pemantauan suhu dan waktu perebusan, memastikan kemasan dapat menutup rapat produk dengan sempurna, kondisi pengemas yang digunakan utuh dan bersih, pemantauan kondisi lingkungan pada saat proses pengemasan dan penyimpanan dilakukan pada suhu -18 o C. Sedangkan tindakan koreksi yang dilakukan adalah penggunaan sumber air lain apabila tidak memenuhi persyaratan, penggunaan alat perebusan yang dilengkapi dengan pengatur suhu, menggunakan pengemas vacuum pack, dilakukan pembersihan kembali alat-alat yang digunakan dalam pengolahan, kondisi lingkungan tempat penyimpanan dipastikan bebas dari cemaran dan mengatur suhu penyimpanan secara tepat. 102

79 Tabel 4.28 Konsep CPPB Pada Produk Akhir Otak-otak Ikan Lele Parameter Batas Kritis Tindakan Pengendalian Kadar air Maks. 60% - Kondisi pengemasan tertutup rapat - Penyimpanan produk pada suhu -18 o C Tindakan Koreksi - Pengemasan ulang jika terjadi kebocoran pada kemasan - Pemantauan suhu tempat penyimpanan produk Kadar abu Maks. 2% - Kebersihan alat dalam - Alat yang digunakan proses pengolahan dalam pengolahan selalu dijaga selalu dicuci bersih dengan sabun setelah digunakan Kadar protein Min. 5% - Penambahan daging -Penambahan kembali ikan lele lebih banyak daging ikan lele Kadar lemak Maks. 16% - Penggunaan santan - Dijual dengan harga sesuai dengan standar yang murah Salmonella Negatif - Penggunaan sumber - Penggunaan air dari air yang bersih sumber lain apabila - Pemantauan suhu dan waktu perebusan - Memastikan kemasan dapat menutup rapat produk dengan sempurna - Kondisi pengemas yang digunakan utuh dan bersih - Pemantauan kondisi lingkungan pada saat proses pengemasan - Penyimpanan dilakukan pada suhu - 18 o C tidak memenuhi persyaratan - Penggunaan alat perebusan yang dilengkapi dengan pengatur suhu - Menggunakan pengemas vacuum pack - Dilakukan pembersihan kembali alat-alat yang digunakan dalam pengolahan - Kondisi lingkungan tempat penyimpanan dipastikan bebas dari cemaran - Mengatur suhu penyimpanan secara tepat 4. Kemasan a. Evaluasi Berdasarkan hasil pengamatan, kemasan yang digunakan sebagai bahan pengemas otak-otak Ikan lele di UKM Al-Fadh ini menggunakan plastik PP 0,08 mm. Terdapat 2 macam kemasan produk otak-otak ikan lele yaitu kemasan yang ditimbang dengan berat 103

80 150 g dan 250 g. Proses pengemasan dilakukan setelah otak-otak ikan lele benar-benar sudah dingin dengan tujuan menghindari adanya uap air dalam kemasan. Proses pengemasan dilakukan dengan menggunakan alat sealer. Kondisi kemasan otak-otak ikan lele di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar 4.40 Gambar 4.40 Kondisi Kemasan Otak-otak Ikan Lele di UKM Al-Fadh b. Konsep Otak-otak ikan lele merupakan produk semi basah yang memerlukan kemasan tertentu untuk memperpanjang umur simpannya. Oleh karena itu dengan penggunaan plastik PP 0,08 mm sebagai kemasan dari otak-otak ikan lele sudah baik karena plastik PP 0,08 mm memiliki karakteristik barier terhadap oksigen dan uap air serta tahan lama. J. Pelabelan Pangan 1. Evaluasi Berdasarkan hasil pengamatan, label pangan yang terdapat di UKM Al-Fadh adalah nama produk, nama dan alamat UKM, komposisi bahan, berat bersih, tanggal kadaluwarsa. Kondisi label otak-otak ikan lele di UKM Al-Fadh dapat dilihat pada Gambar

81 Gambar 4.41 Kondisi Label Otak-otak Ikan Lele di UKM Al-Fadh 2. Konsep Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi label produk pangan yang terdapat di UKM Al-Fadh belum sesuai dengan BPOM (2012), yaitu kemasan pangan dari UKM diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan. Label pangan UKM harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya dan peraturan lainnya tentang label dan iklan pangan. Label pangan sekurang-kurangnya memuat : a. Nama produk sesuai dengan jenis pangan UKM yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. b. Daftar bahan atau komposisi yang digunakan c. Berat bersih atau isi bersih d. Nama dan alamat UKM e. Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa f. Kode produksi g. Nomor P-IRT Label pangan UKM tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi. 105

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi UKM Cristal terletak di Jl. Salak km 5.5, Kembangarum, Turi, Sleman, Yogyakarta. Pada penetapan lokasi perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi Lokasi IRT (Industri Rumah Tangga) lempeng beras yang beralamat di Jalan Thamrin, Margomulyo, Ngawi Jawa timur tepat di pinggir jalan besar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi UKM Ridho Habibi beralamatkan di Sendang Mulyo (Bonggo), Bendungan, Kedawung, Sragen. Lokasi UKM Ridho Habibi (Gambar 4.1) tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA CARA PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengendalian Mutu 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku a. Bahan Utama (Ikan Lele) Bahan baku utama pada proses pembuatan krupuk lele Karmina adalah ikan lele

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Nama Pemilik Usaha : Umur :

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013. III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) ini dilakukan di perusahaan bakpia pathok 25 Yogyakarta, dan dilakukan selama 2,5 bulan yaitu dimulai

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi Lokasi dan lingkungan produksi dalam skala Industri Rumah Tangga merupakan salah satu aspek Cara Produksi Pangan yang Baik.

Lebih terperinci

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG Miftakhurrizal Kurniawan 1, Isna Arofatus Zahrok 2 Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB X PENGAWASAN MUTU

BAB X PENGAWASAN MUTU BAB X PENGAWASAN MUTU Pengawasan mutu merupakan aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat mempertahanan sebagaimana yang telah direncanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga HANDOUT 8 Mata Kuliah : Katering Pelayanan Lembaga Program : Pendidikan Tata Boga/ Paket Katering Jenjang : S-1 Semester : VI Minggu : 12 dan 13 Pokok Bahasan : Penyimpanan Bahan Jumlah SKS : 3 sks 1.

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK BAB I PENDAHULUAN 2012, No.228 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10720 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI

Lebih terperinci

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga HANDOUT PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga MATERI PERKULIAHAN Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga 1. Dapur Usaha Boga

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pada Pembuat/Penjual Sop Buah di Pasar Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2011 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama berjualan : Merupakan jawaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat serta pelaporannya. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima harus

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan 81 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan Kemungkinan Terjadi (Probability) Tinggi Sedang Rendah Tingkat Keparahan

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4.1 Potensi IKM Makanan Kota Bogor Berdasarkan besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian dalam pembentukan PDRB Kota Bogor, sektor industri merupakan sektor kedua dimana

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

commit to user BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

commit to user BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengendalian Mutu Pelaksanaan pengendalian mutu dan kegiatan produksi harus dilaksanakan secara terus-menerus untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rencana

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan

7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan 90 7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan Kemungkinan Terjadi (Probability) Tinggi : sering terjadi Sedang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1. Organisasi Penelitian ORGANISASI PENELITIAN Pembimbing Peneliti Objek Penelitian Keterangan: 1. Pembimbing Pembimbing dalam penelitian ini adalah dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Kerja Resmi Perusahaan. Waktu observasi : Senin, 21 Jamuari Prosedur Kerja Resmi Perusahaan A.

Lampiran 1. Prosedur Kerja Resmi Perusahaan. Waktu observasi : Senin, 21 Jamuari Prosedur Kerja Resmi Perusahaan A. Lampiran 1. Prosedur Kerja Resmi Perusahaan Waktu observasi : Senin, 21 Jamuari 2008 A 1 A 2 A 3 A 4 A 5 A 6 Nama peralatan/mesin Jumlah satuan Fungsi khusus Tabel 12. Deskripsi bentuk fisik Asal bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Konsumsi kerupuk biasanya bukan sebagai makanan utama melainkan sebagai

Lebih terperinci

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya No. unit prosesing CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya 1. Sortasi daging biologis (bakteri pathogen, jamur, serangga dsb.),cemaran kimia (logam berat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Identifikasi bahaya yang dilakukan mengenai jenis potensi bahaya, risiko bahaya, dan pengendalian yang dilakukan. Setelah identifikasi bahaya dilakukan,

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KUALITAS PRODUK IKM KERUPUK UDANG DI KABUPATEN INDRAMAYU ABSTRAK

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KUALITAS PRODUK IKM KERUPUK UDANG DI KABUPATEN INDRAMAYU ABSTRAK PENGARUH LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KUALITAS PRODUK IKM KERUPUK UDANG DI KABUPATEN INDRAMAYU Muhamad Sayuti 1, Bedi Susanto 2 1) Program Studi Teknik Industri, Universitas Buana Perjuangan Karawang Jl.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tempe yang didirikan oleh Pak sapto Home Industry ini sudah ada lebih dari. bungkus tempe dengan berat perbungkus 6 ons.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tempe yang didirikan oleh Pak sapto Home Industry ini sudah ada lebih dari. bungkus tempe dengan berat perbungkus 6 ons. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan Home industry pembuatan tempe sebuah usaha yang memproduksi tempe yang didirikan oleh Pak sapto Home Industry ini sudah ada lebih dari satu tahun

Lebih terperinci