BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
|
|
- Siska Sudirman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang disingkat DIY, memiliki keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewaan DIY merupakan keistimewaan kedudukan hukum yang didasarkan pada sejarah dan hak asal usul (Pemda DIY, 2013). Dalam urusan keistimewaannya, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki nilai-nilai istimewa dalam bidang tata ruang. Nilai-nilai istimewa tata ruang DIY tercantum dalam pasal 53 Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan. Tata ruang provinsi DIY memiliki delapan nilai keistimewaan, yaitu: a) harmoni, kelestarian lingkungan, sosial ekonomi (hamemayu hayuning bawana); b) spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi); c) humanisme, asas kepemimpinan demokratis (manunggaling kawula lan Gusti); d) kebersamaan (tahta untuk rakyat); e) harmonisasi lingkungan (sumbu imajiner Laut Selatan Kraton Gunung Merapi); f) ketaatan historis (sumbu filosofis Tugu Kraton Panggung Krapyak); g) filosofi inti kota (catur gatra tunggal); dan h) delineasi spasial Perkotaan Yogyakarta ditandai dengan keberadaan Masjid Pathok Negara. Berdasarkan batasan wilayah penelitian, maka penelitian konsistensi esensi nilainilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta hanya akan mengkaji lima dari delapan nilai istimewa tersebut. Nilai istimewa yang tidak akan dikaji adalah spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi); harmonisasi lingkungan (sumbu imajiner Laut Selatan Kraton Gunung Merapi); dan kebersamaan (tahta untuk rakyat). 1
2 Ada alasan-alasan mengapa tiga nilai yang disebutkan diatas tidak akan dikaji. Nilai spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi) merupakan jiwa dari sumbu imajiner Laut Selatan Kraton Gunung Merapi (Soemarwoto, 2008). Sumbu imajiner Laut Selatan Kraton Gunung Merapi, yang memiliki makna religius tersebut, membentang dari utara provinsi DIY hingga bagian selatannya. Jika ingin membahas mengenai Poros Laut Selatan Kraton Gunung Merapi, maka pembahasan harus mencakup wilayah provinsi, sedangkan lingkup ruang penelitian ini hanya Kota Yogyakarta, bukan Provinsi DIY. Selanjutnya nilai kebersamaan (tahta untuk rakyat), peneliti menilai nilai tersebut tidak tergambar dalam fisik ruang kota. Lima dari delapan nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta seharusnya tercermin dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta. Kelima nilai istimewa tersebut, yaitu: a) harmoni, kelestarian lingkungan, sosial ekonomi (hamemayu hayuning bawana); b) humanisme, asas kepemimpinan demokratis (manunggaling kawula lan Gusti); c) ketaatan historis (sumbu filosofis Tugu Kraton Panggung Krapyak); d) filosofi inti kota (catur gatra tunggal); dan e) delineasi spasial Perkotaan Yogyakarta ditandai dengan keberadaan Masjid Pathok Negara. Namun, Soemarwoto (2008) menyatakan bahwa telah terjadi dua kerusakan parah pada Poros Filosofis Tugu Kraton Panggung Krapyak. Dua kerusakan tersebut adalah: a) terpotongnya Poros Filosofis Tugu Kraton Panggung Krapyak di Malioboro oleh rel kereta api Yogyakarta Surakarta; dan b) hilangnya makna golog gilig dari Tugu. Pernyataan tersebutlah yang menjadi awal tercetusnya penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta ini. Pernyataan Soemarwoto diatas menimbulkan pertanyaan, apakah nilai-nilai istimewa yang lain masih konsisten keberadaannya ataukah juga mengalami kerusakan parah seperti Poros Filosofis Tugu Kraton Panggung Krapyak? Jawaban dari pertanyaan ini akan menjadi menarik untuk dibahas. 2
3 Sebagai karakter spesifik dari ruang Kota Yogyakarta, lima istimewa tersebut seharusnya tetap terwujud dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta. Jika nilai istimewa tersebut dibiarkan memudar, maka Kota Yogyakarta akan kehilangan identitasnya. Saat ini, perwujudan nilai-nilai istimewa dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta semakin penting untuk dipertegas. Hal tersebut dikarenakan Kota Yogyakarta akan dicalonkan sebagai Kota Pusaka UNESCO (Teguh, 2013). Kota-kota Pusaka UNESCO harus memiliki keunggulan nilai sejagad. Sebuah kota akan menjadi kota pusaka jika kota tersebut memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh kota lain di dunia ini. Jika ada beberapa kota yang memiliki keunikan yang sama, maka untuk menjadi kota pusaka, kota tersebut harus menjadi yang terbaik. Selain itu, kota pusaka juga harus memiliki sistem pelindungan dan pengelolaan untuk menjamin kelestariannya di masa datang. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mempertahankan perwujudan nilai-nilai istimewa dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta, sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan pasal 18B Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Hal tersebut juga diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY dan Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan. Kota Yogyakarta memiliki kesempatan yang besar untuk menjadi Kota Pusaka UNESCO. Kota Yogyakarta mempunyai banyak keunikan yang tidak dimiliki kota-kota lain di dunia. Kota Yogyakarta merupakan salah satu dari dua kota peninggalan kerajaan Jawa yang masih dapat bertahan hingga saat ini. Selain itu, Kota Yogyakarta memiliki banyak bangunan bersejarah, kawasan-kawasan cagar budaya, serta nilai-nilai budaya yang mempengaruhi kehidupan kota. Salah satu hal yang sangat dipengaruhi nilai budaya tersebut adalah tata ruang Kota Yogyakarta. Penataan Kota Yogyakarta banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya setempat, baik budaya Jawa maupun budaya kerajaan Islam. Pengaruh dari kedua 3
4 budaya inilah yang menyebabkan tata ruang Kota Yogyakarta menjadi unik. Setiap aspek dalam penataan kota mengandung nilai-nilai filosofis Islam maupun Jawa. Nilai filosofis itulah yang kemudian disebut nilai istimewa dalam tata ruang. Jika nilai-nilai keistimewaan tata ruang yang tidak lagi terjaga, Kota Yogyakarta akan kehilangan karakternya dan sulit menjadi Kota Pusaka UNESCO. Oleh karena itu, konsistensi keberadaan esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta akan berpengaruh besar dalam pembentukan kembali ciri khas Kota Yogyakarta. Nilai-nilai istimewa dibentuk dari keunikan nilai-nilai budaya lokal yang mewarnai penataan ruang Kota Yogyakarta. Nilai-nilai istimewa tersebut turut membentuk wajah Kota Yogyakarta yang ada saat ini. Kota Yogyakarta memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh kota-kota lain, dikarenakan esensi nilai-nilai istimewa tata ruang tetap konsisten terjaga. Telah dibahas sebelumnya bahwa Poros Filosofis Tugu Kraton Panggung Krapyak mengalami kerusakan parah. Jika nilai-nilai istimewa yang lain juga mulai pudar dan tenggelam oleh modernisasi penataan ruang yang salah, maka di masa depan Kota Yogyakarta akan kehilangan identitasnya. Pengetahuan mendalam mengenai nilai-nilai istimewa dan keunikan penataan ruang Kota Yogyakarta akan sangat berpengaruh dalam upaya melestarikan keistimewaan Kota Yogyakarta. Penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta menjadi langkah awal dalam mempertegas keunikan Kota Yogyakarta. 4
5 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pemaparan kondisi lokasi penelitian yang diulas dalam latar belakang, pertanyaan yang dijawab oleh penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta ini adalah: 1. Seperti apa konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang DIY dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta? 2. Seperti apa pergeseran-pergeseran yang terjadi pada kondisi empiris keberadaan esensi nilai-nilai istimewa tata ruang DIY dalam tata ruang Kota Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang dicapai dari penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta ini adalah: 1. Menggambarkan konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang DIY dalam kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta dan pergeseran-pergeseran yang terjadi. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Kajian mengenai nilai-nilai istimewa tata ruang, merupakan sebuah kajian yang luas dan menyeluruh. Nilai istimewa tata ruang DIY mencakup aspek fisik dan non fisik dalam penataan ruang. Ruang lingkup penelitian digunakan untuk menentukan nilai-nilai istimewa yang akan dibahas dan aspek yang akan diamati dalam penelitian ini Lingkup Spasial Penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta memilih wilayah Perkotaan Yogyakarta sebagai lokus penelitian. Dipilihnya Perkotaan Yogyakarta sebagai lokus penelitian secara langsung mengeliminasi 5
6 dua nilai istimewa dari pembahasan penelitian ini. Dua nilai istimewa tersebut adalah nilai spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi) dan nilai harmonisasi lingkungan (sumbu imajiner Laut Selatan Kraton Gunung Merapi). Ada alasan-alasan mengapa tiga nilai yang disebutkan diatas tidak akan dikaji. Nilai spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi) merupakan jiwa dari sumbu imajiner Laut Selatan Kraton Gunung Merapi (Soemarwoto, 2008). Sumbu imajiner Laut Selatan Kraton Gunung Merapi, yang memiliki makna religius tersebut, membentang dari utara provinsi DIY hingga bagian selatannya. Jika ingin membahas mengenai Poros Laut Selatan Kraton Gunung Merapi, maka pembahasan harus mencakup wilayah provinsi, sedangkan lingkup ruang penelitian ini hanya Kota Yogyakarta, bukan Provinsi DIY Lingkup Substansial Penelitian ini berfokus pada esensi nilai-nilai istimewa yang terwujud dalam ekspresi fisik spasial Perkotaan Yogyakarta. Pemilihan fokus penelitian ini juga mengeliminasi dua nilai istimewa dari penelitian ini. Dua nilai tersebut yaitu nilai humanisme, asas kepemimpinan demokratis (manunggaling kawula lan Gusti) dan nilai kebersamaan (tahta untuk rakyat). Peneliti menilai kedua nilai tersebut tidak tergambar dalam fisik ruang kota. Pada bab tinjauan pustaka dibahas bahwa pada dasarnya nilai manunggaling kawula lan Gusti terwujud dalam ekspresi fisik Kota Yogyakarta sebagai jiwa dari Poros Filosofis (Triharjun dalam Soemarwoto, 2008). Jalan yang membentang dari Kraton sampai Tugu melambangkan kehidupan raja yang dilandasi penyembahan tulus pada Tuhan (Manembah Manekung) dan disertai tekad Golog Gilig artinya menuju kesejahteraan bersama rakyat (demokrasi). Semangat Golog Gilig ini diwujudkan dalam desain Tugu Pal Putih yang dahulu berbentuk silindris (gilig) pada bagian bawah dan bentuk bulatan (golog) pada puncaknya. Penyataan Soemarwoto (2008) berisi mengenai hilangnya makna Golog Gilig dari Tugu menjadi salah satu alasan mengapa peneliti tidak mengamati konsistensi esensi nilai manunggaling kawula lan Gusti karena penelitian ini tidak melihat Tugu sebagai objek tunggal tetapi sebagai sebuah bagian dari Poros Filosofis. Alasan 6
7 kedua mengapa nilai manunggaling kawula lan Gusti tidak dibahas karena nilai tersebut lebih relevan pada aspek kelembagaan dalam penataan Kota Yogyakarta, sedangkan penelitian ini menekankan pada aspek fisik spasial. Lingkup substansial mengerucutkan nilai-nilai istimewa yang dibahas dalam penelitian ini, dari nilai istimewa yang menyeluruh menjadi hanya nilai istimewa yang terwujud dalam fisik spasial Kota Yogyakarta. Nilai-nilai istimewa tersebut adalah: a) harmoni, kelestarian lingkungan, sosial ekonomi (hamemayu hayuning bawana); b) ketaatan historis (sumbu filosofis Tugu Kraton Panggung Krapyak); c) filosofi inti kota (catur gatra tunggal); dan d) delineasi spasial Perkotaan Yogyakarta ditandai dengan keberadaan Masjid Pathok Negara. Nilainilai istimewa yang telah terpilih tersebut langsung menentukan lokasi penelitian secara lebih khusus yaitu, Poros Tugu Kraton Panggung Krapyak, Inti Kota Yogyakarta, dan Kawasan Masjid-Masjid Pathok Negara. Sedangkan nilai hamemayu hayuning bawana akan melebur menjadi satu dalam pembahasan konsistensi esensi ketiga nilai istimewa lainnya Lingkup Temporal Penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang akan meneliti gejala-gejala yang terjadi pada awal tahun Gejala-gejala tersebut dapat berupa kerusakan atau perbaikan pada kawasan-kawasan yang mengandung nilai istimewa tata ruang. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa penelitian yang memilih lokasi kasus sama dengan penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta. Penelitian-penelitian tersebut, adalah: 1. Simbol-Simbol Pada Masjid Kerajaan di Jawa. Studi Makna Simbolik Ungkapan Fisik dan Setting Bangunan pada Kasus Masjid-Masjid Kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta oleh Sri Hardiyatno berbeda dengan penelitan ini dalam pemilihan fokus penelitian dan metode. Hardiyatno memilih lokasi 7
8 kasus masjid-masjid di Kota Yogyakarta. Lokasi kasus ini akan sama pada pembuktian konsistensi esensi pada Masjid Pathok Negara dan Masjid Gedhe (sebagai bagian dari Catur Gatra Tunggal). Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah fokus penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian. Hardiyatno memilih fokus pada makna simbolik dan fisik pada masjid Kerajaan, sedangkan peneliti memilih fokus konsistensi esensi nilai istimewa Masjid Pathok Negara dan Masjid Gedhe, sebagai bagian dari nilai istimewa tata ruang yang terdapat di Kota Yogyakarta. Metode yang dipakai Hardiyatno adalah eksplorasi tekstual dan deskriptif sedangkan penelitian ini menggunakan metode deduktif-verifikatif-kualitatif. 2. Penelitian milik Aprimardhany juga memiliki kesamaan lokus dengan penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta ini. Lokasi penelitian Aprimardhany memilih salah satu bagian dari Poros Filosofis yaitu penggal jalan Alun-Alun Selatan sampai Panggung Krapyak. Namun, untuk fokus penelitian dan metode, penelitan ini berbeda dengan milik Aprimardhany. 3. Penelitian oleh Purwanto tentang Citra Pusat Kota Yogyakarta memiliki fokus dan lokus yang sama dengan penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang. Hanya saja, penelitian tersebut memilih pusat Kota Yogyakarta untuk diamati citranya oleh para pengamat. Sedangkan penelitian konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang, meneliti mengenai konsistensi keberadaan esensi inti Kota Yogyakarta sebagai nilai istimewa tata ruang. Untuk lebih jelasnya, ketiga penelitian diatas terangkum dalam tabel berikut: 8
9 Tabel 1. Tabel Keaslian Penelitian No Nama Judul Fokus Lokus Metode 1 Hardiyatno, Sri Simbol-Simbol Pada Makna simbolik Masjid- Eksplorasi Masjid Kerajaan di dan fisik pada Masjid tekstual Jawa. Studi Makna Simbolik Ungkapan masjid kerajaan Kerajaan di Surakarta Deskriptif Fisik dan Setting dan Bangunan pada Kasus Yogyakarta Masjid-Masjid Kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta 2 Aprimardhany, Kajian Karakter Karakter visual Penggal Rasionalistik Nathasja Tiffany Visual untuk Memperkuat Penggalan Jalan penggal jalan Jalan Alun- Alun Selatan Kualitatif Observasi Alun-Alun Selatan Panggung Panggung Krapyak Krapyak Sebagai Bagian dari Sumbu Imajiner Yogyakarta 3 Purwanto, Edi Citra Pusat Kota Citra pusat kota Panggung Eksplorasi Yogyakarta Menurut Kognisi Pengamat Menggunakan Kemampuan Peta Mental Krapyak Kraton Tugu Pal Putih Sampling Wawancara Content analysisdeskriptif Sumber: Analisis Peneliti,
10 Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang konsistensi esensi nilai-nilai istimewa tata ruang Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kondisi empiris tata ruang Kota Yogyakarta adalah penelitian yang tidak sama dengan penelitianpenelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini memiliki kesamaan dalam pemilihan lokasi kasus dengan ketiga penelitian diatas, namun untuk metode dan fokus penelitian berbeda. 10
BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Kebijakan Anggaran Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kebijakan Anggaran Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta 2013-2017 DIY sebagai provinsi di Indonesia yang memiliki hak keistimewaan dalam hal penyelenggaraan urusan pemerintahan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA RUANG TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPENGELOLAAN KOTA PUSAKA INDONESIA
Pendawa Lima PENGELOLAAN KOTA PUSAKA INDONESIA Laretna T. Adishakti -- Center for Heritage Conservation, Jurusan Arsitektur dan Perencanaan UGM -- Jogja Heritage Society PERUBAHAN PARADIGMA APA ITU PEMBANGUNAN?
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan fungsi baru untuk menunjang ragam aktivitas
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG TATA RUANG
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG KEWENANGAN DALAM URUSAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi di Indonesia dengan ibukota propinsinya adalah Yogyakarta, sebuah kota dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Kraton Yogyakarta merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang ada di Kota Yogyakarta. Keberadaan Kraton Yogyakarta itu sendiri menjadi salah satu unsur
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI VI.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis temuan lapangan dan temuan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai karakter visual penggal jalan alun-alun Selatan-Panggung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menelusuri kota Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Kampung Kauman. Kampung Kauman terletak di sebelah barat alun-alun utara kota Yogyakarta, Berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. identitas. Identitas akan memberikan arti sebagai pembentukan image suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakter bentuk fisik suatu tempat perlu dikenali melalui elemen dasar lingkungan, bentuk ruang, dan kualitas nilai suatu tempat. Pemahaman makna tentang nilai, keunikan,
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan
533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.
Lebih terperinciKEWENANGAN DIY (UU 13/2012)
DASAR HUKUM 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Keistimewaan DIY; 2. Perdais Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan dalam urusan Keistimewaan DIY sebagaimana telah diubah dengan Perdais Nomor 1
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KEWENANGAN DALAM URUSAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata
1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR
Lebih terperinciKebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*
Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Sekilas Pandang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah juga Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sumbu Imaginer dan filosofi, sumber : penulis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Malioboro dalam Konteks Ruang Jalan Malioboro merupakan ruang terbuka linear yang membentang dari utara (Stasiun Tugu) hingga selatan (titik nol). Jalan ini merupakan
Lebih terperinciNo Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota Semarang sebelah utara, berbatasan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan salah satu tempat kehidupan manusia yang kompleks. Di dalamnya, kota mencakup seluruh kegiatan manusia dan mewadahinya ke dalam ruang-ruang tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencana kota harus memperhatikan upaya-upaya untuk membentuk citra kota dalam melakukan perencanaan dan penataan kota. Dalam hal ini, Shirvani (1985) mengungkapkan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SEJARAH TUGU YOGYAKARTA 2.1.1. Tugu Golong Gilig Tugu sebagai landmark dari kota Yogyakarta awalnya dibangun oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa Hamengku Buwana
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Alun-alun merupakan sebuah lapangan yang luas dan dikelilingi oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alun-alun merupakan sebuah lapangan yang luas dan dikelilingi oleh pohon-pohon berupa pohon beringin atau pohon lainnya serta memiliki sepasang pohon beringin di tengahnya;
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG KEBUDAYAAN
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai fenomena pergeseran konsepsi masyarakat terhadap Tugu Yogyakarta dari tetenger menjadi public place maka didapatkan bahwa terjadi
Lebih terperinciP E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan kota adalah artefak-artefak yang penting dalam sejarah perkembangan suatu kota. Mereka kadang-kadang dijaga dan dilestarikan dari penghancuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan gereja dan kekristenan di era globalisasi sekarang ini begitu pesat. Pembangunan gereja secara fisik menjadi salah satu indikator bahwa suatu
Lebih terperinciDr.Ir. Edi Purwanto, MT
i MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA Dr.Ir. Edi Purwanto, MT Diterbitkan Oleh: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 2014 ii MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Dari Hasil Penelitian yang telah diuraikan dimuka, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Keraton Kasunanan Surakarta mulai dibangun pada
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2019
ARAH KEBIJAKAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2019 Oleh : Drs. SAFRIZAL, Z.A M.Si DIREKTUR PENATAAN DAERAH, OTONOMI KHUSUS, DAN DPOD DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH, KEMENTERIAN DALAM
Lebih terperinci2 nd EDITION E-BOOK JOGJA ISTIMEWA 2017
DAFTAR ISI YOGYAKARTA 3 BUKIT KLANGON 4 MERAPI JEEP ADVENTURE 5 2 nd EDITION E-BOOK JOGJA ISTIMEWA 2017 MUSEUM GUNUNG MERAPI TUGU MALIOBORO 5 YOGYAKARTA 6 7 KRATON YOGYAKARTA 8 PLENGKUNG GADING 8 ALUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan
Lebih terperinciNilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR
Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A Andri Hernandi Ketua Presidium Pusat Periode
Lebih terperinciKAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati
KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN, STRATEGI DAN INDIKATOR KEBERHASILAN 2019 URUSAN KEISTIMEWAAN. Musrenbang DIY 2017
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI DAN INDIKATOR KEBERHASILAN 2019 URUSAN KEISTIMEWAAN Musrenbang DIY 2017 Lingkup Paparan Arah kebijakan dan Strategi 2017-2022 Tolok Ukur keberhasilan 2019 2 PANCA ARAH KEBIJAKAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN.. TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
RANCANGAN UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN.. TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Filosofi yang mendasari pembangunan daerah DIY adalah Hamemayu Hayuning Bawana,
BAB I PENDAHULUAN Filosofi yang mendasari pembangunan daerah DIY adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Satwiko, Prasasto, Renovasi Pasar Beringhardjo, Skripsi S-1 Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur,
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pasar modern yang kini hadir di tengah masyarakat bak tumbuhnya jamur di musim hujan, telah mampu menandingi pasar tradisional yang pada umumnya memiliki kesan kumuh,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota merupakan salah satu tempat kehidupan manusia yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota merupakan salah satu tempat kehidupan manusia yang dapat dikatakan paling kompleks, karena perkembangannya dipengaruhi oleh aktivitas pengguna perkotaan yang menyesuaikan
Lebih terperinciSTRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN
STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN Pemerintah Daerah DIY Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Diseminasi Kebijakan dan Strategi Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Fenomena Elemen Elemen Kawasan terhadap kawasan Tugu Pal Putih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seolah mengaburkan kota Jogja sebagai kota budaya, keberadan elemen - elemen kawasan secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas visual kota Yogyakarta sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Telah disepakati oleh beberapa ahli bahwa ajaran agama merupakan aspek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah disepakati oleh beberapa ahli bahwa ajaran agama merupakan aspek fundamental dalam pengelolaan lingkungan khususnya dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. elemen fisik yang menunjukan rupa kota itu sendiri. Aspek fisik dan sosial ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Karakter Kawasan Perkotaan Kota merupakan ruang bagi berlangsungnya segala bentuk interaksi sosial yang dinamis dan variatif. Sebagai sebuah ruang, kota terbentuk
Lebih terperinciBab VI. KESIMPULAN dan SARAN
Bab VI KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan Karakter suatu tempat berkaitan dengan adanya identitas, dimana didalamnya terdapat tiga aspek yang meliputi : aspek fisik, aspek fungsi dan aspek makna tempat.
Lebih terperinciyang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNDANG- UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya berdekatan dengan tempat wisata makam raja-raja Mataram. Menurut cerita
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang harmonis dapat diwujudkan tanpa mengurangi nilai estetika dan terutama
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, kota Medan memiliki banyak lokasi pariwisata yang sangat potensial untuk di kembangkan. Untuk menggali potensi tersebut
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI
BAB I PENDAHULUAN Masyarakat kota Yogyakarta pasti mengenal Kawasan JL. KHA. Dahlan. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI yang terkenal dengan tokohnya KHA. Dahlan
Lebih terperinciSTUDI TATA BANGUNAN PADA JALAN DI.PANJAITAN DAN ALI MAKSUM YOGYAKARTA 1
STUDI TATA BANGUNAN PADA JALAN DI.PANJAITAN DAN ALI MAKSUM YOGYAKARTA 1 Onie Dian Sanitha 2 Abstraksi Sebuah tata bangunan erat kaitannya dengan fungsi dan kegiatan pengguna, sehingga mampu memberi ekspresi
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)
Lebih terperinciHUBUNGAN MAKNA RUMAH BANGSAWAN DAN FALSAFAH HIDUP MANUSIA JAWA
HUBUNGAN MAKNA RUMAH BANGSAWAN DAN FALSAFAH HIDUP MANUSIA JAWA Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Terjadi pembangunan secara besar-besaran yang dilakukan oleh Pakubuwono X (Sunan PB X) 1893-1939 Arsitektur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta
Lebih terperinciPROFIL ORGANISASI MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME
MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME PROFIL ORGANISASI MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A SK KEMENHUKHAM NO : AHU-00554.60.10.2014 Tgl 02-10-2014 Sekretariat : Jl. Kramat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kotagede adalah kawasan yang terletak sekitar 10 kilometer tenggara dari Kota Yogyakarta adalah sentra kerajinan perak yang pernah mengalami masa kejayaannya pada era
Lebih terperinciPENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER Hamemayu Hayuning Bawono DENGAN MENGGUNAKAN GAYA PERFORMATIVE
PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER Hamemayu Hayuning Bawono DENGAN MENGGUNAKAN GAYA PERFORMATIVE KARYA SENI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata 1 Program Studi Televisi Disusun
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Menurut Schein seperti dikutip Moeljono (2004), budaya merupakan
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PANTAI PARANGTRITIS Dengan Eksplorasi Desain Elemen-elemen Arsitektur Dan Penggunaan Langgam Arsitektur Organik Regionalism
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 1 TAHUN 1992 (1/1992) TENTANG YOGYAKARTA BERHATI NYAMAN
LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor 37 Tahun 1992 Seri B --------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D
STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat yuridis formal, yang mengharuskan
Lebih terperinciPenyelenggara Program Kegiatan 1. Pengisian Kepala Daerah 2 Program 2 Kegiatan Badan Perpustakaan dan Program peningkatan kualitas pelayanan informasi
Daftar Program dan Kegiatan Terkait Keistimewaan No. Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Penyelenggara Program Kegiatan 1. Pengisian Kepala Daerah 2 Program 2 Kegiatan Badan Perpustakaan dan Program peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah dalam skala nasional cenderung berorientasi pada sistem top down yang di dalam penerapannya memiliki berbagai kekurangan. Menurut Wahyuni (2013),
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciMATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN
MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi MANAJEMENT MODUL 1 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang
Lebih terperinciWALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINANN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG IDENTITAS DAERAH
WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINANN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG IDENTITAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah
Lebih terperinciBANDAR UDARA INTERNASIONAL DI YOGYAKARTA
LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL DI YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Arti budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia, yang juga berstatus daerah istimewa. Yogyakarta terletak 450 km arah timur kota jakarta dengan
Lebih terperinciLAPORAN HASIL PENELITIAN KONSEKUENSI KEISTIMEWAAN DIY TERHADAP KEBUTUHAN DIKLAT TEMATIK BAGI APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
LAPORAN HASIL PENELITIAN KONSEKUENSI KEISTIMEWAAN DIY TERHADAP KEBUTUHAN DIKLAT TEMATIK BAGI APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DISUSUN OLEH Dr.rer.publ. Dra. Wuryani, M.Si. BADAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata mampu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TENTANG PASAR
16 BAB 2 TINJAUAN TENTANG PASAR 2.1. Pasar Tradisional Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi dari pasar adalah tempat orang berjual beli, pekan. Sedangkan definisi tradisional adalah menurut tradisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa untuk menetapkan prinsip-prinsip,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman
Lebih terperinciarea publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai
2. BAB V KESIMPULAN Kesimpulan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan penelitian, sebagai berikut: a) Apakah yang dimaksud dengan makna eksistensi elemen vegetasi simbolik pada penelitian ini? b) Seperti
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, maka suatu negara akan mendapatkan pemasukan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan investasi yang dilakukan pemerintah daerah dengan mengeluarkan kebijakan pembangunan
Lebih terperinciTATA BANGUNAN PADA JALAN D. I. PANJAITAN DAN JALAN ALI MAKSUM DI YOGYAKARTA 1
TATA BANGUNAN PADA JALAN D. I. PANJAITAN DAN JALAN ALI MAKSUM DI YOGYAKARTA 1 Onie Dian Sanitha 2 Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta e-mail: osanitha@ymail.com Abstract: Building
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Serang adalah ibu kota Provinsi Banten yang memiliki akar sejarah panjang sebagai kiblat pendidikan Islam, yang disebut kasunyatan. Kasunyatan di Banten berarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan ini merupakan suatu paparan mengenai hal hal yang
BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan ini merupakan suatu paparan mengenai hal hal yang melandasi pentingnya penelitian mengenai upaya memperoleh gambaran karakteristik fasade bangunan disepanjang ruang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diakui dan dihormatinya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa di Indonesia merupakan perwujudan penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah
Lebih terperinciKualitas Sumber Daya Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pelestarian Nilai-Nilai Luhur
Kualitas Sumber Daya Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pelestarian Nilai-Nilai Luhur Purwokerto, 22 23 Agustus 2016 (Hertoto Basuki) Rahayu, Sebagai bangsa yang menjadi bagian dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa tentunya kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Situasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui tentang : Desain : Kerangka bentuk atau rancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pentingnya Pengetahuan Arsitektur Mesjid Mesjid merupakan tempat untuk melaksanakan ibadah kaum muslimin menurut arti yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari
Lebih terperinci