BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan
|
|
- Devi Cahyadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan investasi yang dilakukan pemerintah daerah dengan mengeluarkan kebijakan pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY). Dalam analisis atas efektivitas investasi yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta ini, dilakukan eksplorasi pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan pembangunan PASTY. Investasi merupakan sebuah konsep yang tidak hanya menjadi fokus kajian di sektor swasta namun telah menjadi kajian penting di sektor publik. Berbeda dengan investasi sektor swasta yang cenderung diarahkan untuk mencapai profit perusahaan, investasi publik secara spesifik dilakukan pemerintah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Orientasi pada kesejahtaraan masyarakat terkonfirmasi ketika pemerintah tidak hanya memiliki perhatian pada mekanisme pasar namun juga memiliki perhatian yang besar terhadap eksternalitas. Melalui investasi publik, pemerintah terfokus pada upaya mengurangi eksternalitas negatif dan mendorong terciptanya eksternalitas positif. Pemikiran ini sesuai dengan pendapat Samuelson dan Nordhaus (2001) yang menyatakan bahwa pemerintah adalah lembaga yang memiliki peran pokok untuk mengurangi eksternalitas negatif dan menciptakan barang publik sebagai eksternalitas positif. Melalui pendekatan ekonomi, kebijakan publik kemudian dapat dijelaskan sebagai upaya yang diambil pemerintah untuk mengurangi eksternalitas negatif 1
2 dan mendorong terciptanya eksternalitas positif melalui alokasi berbagai sumberdaya. Berdasarkan penjelasan tersebut, upaya investasi yang dilakukan pemerintah dapat dipahami sebagai sebuah upaya yang lebih kompleks dibandingkan investasi di sektor swasta. Ketika perusahaan swasta cenderung kurang memiliki perhatian pada eksternalitas yang muncul dari upaya investasi, pemerintah dengan sumberdaya yang sangat terbatas justru memiliki tanggung jawab yang besar untuk dapat menciptakan eksternalitas positif secara maksimal. Kompleksitas investasi yang dihadapi pemerintah tersebut seharusnya mulai berkurang seiring desentralisasi pemerintahan dan penerapan otonomi daerah. Otonomi daerah semestinya dapat mendorong terciptanya eksternalitas positif secara lebih maksimal karena terdapat partisipasi aktif daerah dalam mengelola berbagai permasalahan publik. Berbagai bentuk investasi publik yang sebelumnya merupakan tanggungjawab pemerintah pusat, telah terdistribusi dan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Saat ini setiap daerah memiliki tanggung jawab dan inisiatif untuk mengelola berbagai permasalahan pembangunan dengan mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki. Melalui penerapan otonomi daerah dan partisipasi aktor-aktor kebijakan lokal, diharapkan terwujud tata kelola pemerintahan daerah yang baik (good local governance) sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat secara lebih efektif dan efisien. Melalui semangat otonomi daerah, berbagai daerah telah menginisiasi langkah-langkah investasi untuk mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat. Langkah investasi tersebut didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan secara lebih jelas diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman 2
3 Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah. Pada kedua peraturan tersebut dinyatakan dengan jelas bahwa kebijakan investasi dilakukan pemerintah daerah untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Kewenangan dalam mengelola pembangunan dengan mengambil kebijakan investasi juga telah dilakukan oleh Pemkot Yogyakarta. Pada tahun 2009, Pemkot Yogyakarta mengalokasikan berbagai sumberdaya untuk melaksanakan pembangunan PASTY sebagai implikasi dari kebijakan Revitalisasi Tamansari. Pemerintah Daerah (Pemda) DIY berencana merevitalisasi Tamansari yang berada dalam kawasan Kraton Yogyakarta sebagai cagar budaya dan pusat pariwisata. Lingkungan Pasar Ngasem yang kotor, bau dan tidak tertata rapi dipandang pemerintah tidak mendukung kebijakan Revitalisasi Tamansari sebagai cagar budaya dan pusat pariwisata sehingga pada tahun 2010 sebanyak 287 pedagang satwa dipindahkan ke PASTY yang terletak di Dongkelan. Melalui pembangunan PASTY, Pemkot Yogyakarta berusaha mewujudkan lokasi baru bagi pedagang satwa dengan lingkungan yang lebih luas, bersih dan tertata rapi dibandingkan lingkungan Pasar Ngasem. Melalui penganggaran sebesar 5,5 milyar rupiah dalam APBD Kota Yogyakarta 2009, Pemkot Yogyakarta membangun PASTY di Dongkelan dengan luas lahan yang lebih besar dan bangunan kios maupun los yang lebih tertata rapi. Lingkungan PASTY juga dilengkapi berbagai fasilitas seperti tempat ibadah, toilet, taman, area parkir kendaraan yang luas, tempat bermain anak dan arena perlombaan burung. Lingkungan pasar yang lebih luas, bersih, tertata rapi dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang diharapkan dapat meningkatkan daya tarik konsumen untuk berkunjung ke PASTY. Minat konsumen yang besar untuk berkunjung ke 3
4 PASTY diharapkan dapat menciptakan kemungkinan transaksi-jual beli yang lebih besar sehingga berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan ekonomi pedagang satwa. Kehidupan ekonomi pasar yang terus berkembang kemudian diharapkan dapat memunculkan wirausahawan baru yang dapat terlibat dalam mata rantai akvitas pasar. Jaringan ekonomi yang semakin besar kemudian diharapkan dapat menghasilkan dampak jangka panjang berupa pertumbuhan ekonomi kawasan Dongkelan. Selain ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, lingkungan PASTY yang lebih luas dan tertata rapi diharapkan mampu memberikan kenyamanan bagi para pedagang untuk beraktivitas di pasar. Berdasarkan tujuan kebijakan yaitu untuk menyejahterakan masyarakat, diperlukan langkah evaluasi komprehensif yang mampu menjelaskan efektivitas dampak kesejahteraan investasi pembangunan PASTY. Evaluasi investasi publik secara komprehensif dilakukan dengan membandingkan seluruh biaya (cost) yang dikeluarkan dan manfaat (benefit) yang diperoleh pemerintah dan masyarakat dari pembangunan PASTY. Sesuai pemahaman mengenai investasi publik, biaya dan manfaat yang diamati dalam penelitian ini tidak hanya terfokus pada biaya dan manfaat langsung berdasarkan mekanisme pasar namun juga biaya dan manfaat sosial yang dirasakan oleh pihak-pihak terdampak dari kebijakan pembangunan PASTY. Selain terfokus sebagai langkah evaluasi, penelitian ini juga difokuskan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan pembangunan PASTY. Melalui eksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan pembangunan PASTY, diharapkan dapat terwujud analisis penelitian secara lebih komprehensif. Penerapan analisis investasi publik sebagai 4
5 pendekatan untuk melakukan evaluasi dan pemahaman berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan diharapkan dapat menjadi sebuah model evaluasi alternatif pada studi kebijakan publik yang menawarkan hasil penelitian secara menyeluruh dan mendetail. Efektivitas dampak kesejahteraan investasi pembangunan PASTY dan faktor-faktor yang mempengaruhinya menjadi sebuah kajian yang penting untuk diteliti karena kebijakan tersebut berada dalam konteks lokal yang unik dan spesifik. Pembangunan PASTY merupakan bagian dari kebijakan relokasi Pasar Ngasem yang terletak di kawasan Kraton Yogyakarta. Kebijakan relokasi Pasar Ngasem diambil Pemkot Yogyakarta sebagai implikasi dari kebijakan revitalisasi kawasan Kraton Yogyakarta yang diambil Pemda DIY. Dalam kasus ini, investasi pembangunan PASTY berada dalam konteks kepemimpinan lokal Sri Sultan HB X yang berbeda dari daerah lainnya. Sri Sultan HB X adalah Raja Kraton Yogyakarta dan merupakan Gubernur DIY yang ditetapkan secara langsung oleh masyarakat Yogyakarta. Konteks kebijakan yang unik tersebut diharapkan dapat menghasilkan dokumen penelitian yang mampu memberikan kontribusi terutama bagi kajian kebijakan publik yang dikelola oleh pemerintah lokal. I.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan alur pikir yang telah dibangun peneliti pada bagian sebelumnya, dirumuskan permasalahan penelitian yang dihadirkan dalam dua pertanyaan penelitian sebagai berikut 5
6 1. Bagaimana efektivitas dampak kesejahteraan investasi pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta? I.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah penelitian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan sebagai berikut 1. mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan investasi pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta 2. memahami faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan pembangunan publik Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik manfaat akademis maupun manfaat praktis sebagai berikut 1. Manfaat Akademis a. Penelitian ini diharapkan dapat menghadirkan alternatif model evaluasi kebijakan publik terutama kebijakan yang berkaitan dengan investasi atau belanja modal pemerintah daerah. 6
7 b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi kajian kebijakan publik terutama kebijakan yang dikelola oleh pemerintahan lokal di era otonomi daerah. c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya baik yang berkaitan dengan fokus maupun lokus penelitian. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menginisiasi program aksi lanjutan untuk mencapai tujuan kebijakan pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta. b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah di berbagai daerah dalam menginisiasi berbagai langkah kebijakan investasi terutama investasi yang berkaitan dengan penataan pasar tradisional. c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah di berbagai daerah dalam menginisiasi kebijakan yang melibatkan komunitas masyarakat lokal. I.5. Urgensi Penelitian Berdasarkan analisis dokumen yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan kebijakan relokasi Pasar Ngasem dan proyek pembangunan PASTY. Penelitian-penelitian tersebut telah diarahkan pada usaha analisis setiap proses kebijakan meliputi formulasi, implementasi dan 7
8 evaluasi kebijakan. Langkah review terhadap beberapa hasil penelitian tersebut perlu dilakukan untuk menjelaskan urgensi analisis efektivitas investasi yang akan dilakukan oleh peneliti. Berkaitan dengan proses formulasi kebijakan, hasil penelitian Sudarma (2014) menjelaskan bahwa terdapat faktor kekuasaan lokal yang berpengaruh pada pengambilan keputusan relokasi Pasar Ngasem ke PASTY. Keterlibatan pihak Kraton Yogyakarta dalam pengambilan keputusan relokasi sangat efektif mencegah kemunculan konflik antar aktor yang terlibat. Keterlibatan pihak Kraton Yogyakarta sebagai pihak yang disegani masyarakat Pasar Ngasem menghasilkan proses pengambilan keputusan yang cepat dan tanpa konflik. Berkaitan dengan proses implementasi kebijakan, Talita (2011) menghadirkan analisis framing relokasi Pasar Ngasem ke PASTY dari dua surat kabar lokal yang berbeda yaitu SKH Kedaulatan Rakyat dan SKH Harian Jogja. SKH Kedaulatan Rakyat memandang relokasi Pasar Ngasem ke PASTY merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk penataan kota kearah yang lebih baik dan janji pemerintah sesuai kesepakatan dengan masyarakat sudah terealisasi dengan baik. Melalui implementasi kebijakan yang baik, tidak terdapat pihak masyarakat yang merasa dikorbankan oleh kebijakan relokasi tersebut. Berbeda dengan SKH Kedaulatan Rakyat, SKH Harian Jogja memandang relokasi pedagang satwa ke PASTY belum terealisasi dengan baik karena terdapat pihak yang dirugikan oleh kebijakan tersebut. Berkaitan dengan fokus pada evaluasi kebijakan, terdapat beberapa hasil penelitian yang menjelaskan efektivitas maupun dampak relokasi pedagang satwa Pasar Ngasem ke PASTY. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herwanto (2012) 8
9 menjelaskan bahwa pasca dipindahkan dari Pasar Ngasem, masih terdapat pedagang satwa yang mengalami penurunan pendapatan. Peningkatan pendapatan setelah PASTY beroperasi justru cenderung dirasakan oleh pedagang tanaman hias. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2013) menjelaskan bahwa terdapat pedagang satwa yang mengalami peningkatan pendapatan karena terjadi peningkatan omzet dagang. Meskipun demikian, terdapat pedagang satwa yang mengalami penurunan pendapatan karena mengalami penurunan omzet dagang. Melalui eksplorasi dampak relokasi Pasar Ngasem ke PASTY, Setyaningsih (2014) menjelaskan bahwa terdapat berbagai dampak positif maupun negatif bagi kehidupan sosial ekonomi pedagang satwa. Melalui paparan beberapa hasil penelitian tersebut, dapat dipahami bahwa belum terdapat langkah evaluasi efektivitas dampak kesejahteraan kebijakan yang dilakukan secara komprehensif. Evaluasi yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti cenderung masih terfokus pada manfaat finansial sehingga kondisi kesejahteraan yang sebenarnya dirasakan oleh masyarakat kurang dapat dijelaskan dengan baik. Evaluasi yang dilakukan oleh beberapa peneliti tersebut juga masih terbatas pada manfaat yang diperoleh kelompok masyarakat pedagang satwa. Berdasarkan pembelajaran dari beberapa penelitian tersebut, diperlukan langkah evaluasi komprehensif yang mampu menjelaskan kesejahteraan masyarakat dengan lebih baik. Analisis investasi publik yang diarahkan untuk mengevaluasi dampak kesejahteraan pembangunan PASTY kemudian menjadi penting untuk dilakukan karena kriteria kesejahteraan yang digunakan tidak terbatas pada manfaat finansial. Analisis investasi publik juga menjadi penting untuk dilakukan karena melalui langkah analisis ini dapat diperoleh informasi 9
10 mengenai dampak kesejahteraan bagi kelompok masyarakat yang lebih luas dibandingkan hanya terbatas pada kelompok pedagang satwa. Analisis investasi publik juga mampu menggambarkan kondisi kesejahteraan dengan lebih baik karena dilakukan kuantifikasi terhadap preferensi kelompok masyarakat yang mengalami dampak dari sebuah kebijakan. Untuk menjelaskan hubungan antara efektivitas dan proses kebijakan, analisis yang dilakukan peneliti akan dilengkapi dengan eksplorasi pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembangunan PASTY. Langkah tersebut menjadi penting untuk dilakukan karena sejauh ini beberapa penelitian yang telah diakukan masih terbatas pada setiap tahap proses kebijakan. Melalui eksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembangunan PASTY, diharapkan diperoleh pemahaman yang utuh mengenai proses dan hasil kebijakan. 10
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP) URL: http://ejour nalfia.ub. ac.id/ind e x. ph p/jiap JIAP Vol. 2, No. 1, pp 74-90, 2016 2016 FIA UB. All right reserved ISSN 2302-2698 e-issn 2503-2887 Efektivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. Yogyakarta yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta terbukti efektif
BAB VII PENUTUP VII.1. Kesimpulan Kebijakan investasi pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta terbukti efektif memberikan dampak kesejahteraan.
Lebih terperinciBAB I. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah yang. mempunyai beragam budaya dan menjadi pusat kegiatan belajar. Kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah yang mempunyai beragam budaya dan menjadi pusat kegiatan belajar. Kota Yogyakarta dijuluki sebagai kota budaya sekaligus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tradisional yang masih kental. Tidak mengherankan bahwa Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Yogyakarta merupakan kota budaya yang dipadu dengan unsur tradisional yang masih kental. Tidak mengherankan bahwa Yogyakarta merupakan salah satu tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai sektor formal. Selama kurun waktu 5 tahun (2005-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan Perda Nomor 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima, hal ini dilakukan untuk menjadikan sektor ekonomi informal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan Pemerintah Daerah untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang secara langsung melakukan transaksi jual beli yang biasanya dengan pola
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar tradisional merupakan tempat (lokasi) bertemunya penjual dan pembeli yang secara langsung melakukan transaksi jual beli yang biasanya dengan pola tawar-menawar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun
Lebih terperinciBAB IV. sudah terkenal dengan kekayaan budayanya baik pada ranah nasioanl hingga mancanegara.
BAB IV Kesimpulan Kota Yogyakarta salah satu kota yang mempunyai segudang kebudayaan serta bangunan - bangunan kuno sebagai tanda peninggalan bersejarah pada zaman dahulu. Kota ini merupakan sudah terkenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah adanya era reformasi, arus besar untuk mengelola daerah masingmasing semakin kuat. Untuk menyeimbangkan permintaan tersebut dalam hal pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat untuk melepaskan sebagian wewenang
Lebih terperinciCONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model
Lebih terperinciBAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penganggaran merupakan suatu proses pada organisasi sector publik, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait dalam penentuan
Lebih terperinciPedoman Wawancara Penelitian Dengan Pemerintah
105 Pedoman Wawancara Penelitian Dengan Pemerintah 1. Apa latar belakang Pemkot Yogyakarta mengeluarkan kebijakan relokasi pedagang Pasar Ngasem? 2. Bagaimana proses pembahasan masalah keberadaan pedagang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak positif juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas lokal) yang berperan sebagai informal business unit, sektor swasta sebagai formal business unit,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alur konflik yang terjadi dalam proyek revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta. Penelitian ini juga ingin mengidentifikasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional menurut Kotler (2007) pasar merupakan tempat fisik dimana para pembeli dan penjual berkumpul untuk membeli dan menjual barang. Pasar dinyatakan sebagai
Lebih terperinciANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )
ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 2003-2007) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir pemerintahan orde baru merupakan langkah awal bagi Bangsa Indonesia untuk berpindah kebijakan yang semula kebijakan sentralisasi menjadi kebijakan desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini organisasi sangat tergantung pada sistem informasi agar dapat beroperasi secara efektif, efisien dan terkendali. Efektivitas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti fisik maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar memegang peran penting dalam menggerakkan ekonomi masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar memegang peran penting dalam menggerakkan ekonomi masyarakat Indonesia selain sebagai muara dari produk-produk rakyat, pasar juga berfungsi sebagai tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan adanya masa transisi perubahan sistem pemerintah, yang sebelumnya sistem pemerintah bersifat sentralistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pelayanan merupakan hal penting bagi penyedia produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan merupakan hal penting bagi penyedia produk maupun jasa karena pelayanan menjadi salah satu penentu kepuasan pelanggan. Apabila pelayanan yang diberikan sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government)
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR
Lebih terperinciBAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor
Lebih terperinciOrganisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan PKMK FK UGM. Blended Learning Kebijakan AIDS, Angkatan III, Outline
Organisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan PKMK FK UGM Blended Learning Kebijakan AIDS, Angkatan III, 2016 Outline Pengertian organisasi atau tatakelola sistem kesehatan Desentralisasi sistem
Lebih terperinciPenguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi.
Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi. Latarbelakang - Benjamin Abdurahman benrahman@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif
Lebih terperinciBAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG
92 BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 4.1 Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Pada Era Otonomi Daerah Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Uraian berikut akan membantu untuk memahami gambaran topik dan permasalahan yang ada. Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,
SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG
WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN RINCIAN TUGAS PADA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular. Salah satu yang cukup penting dalam proses perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit yaitu organisasi yang sifatnya tidak mengejar laba. Organisasi pemerintah daerah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mandiri dalam mengurusi daerahnya sendiri. Pemerintah pusat memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem desentralisasi menyebabkan munculnya daerah-daerah otonom yang mandiri dalam mengurusi daerahnya sendiri. Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era otonomi daerah telah diberikan kewenangan lebih besar pada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti idealnya pelaksanaan
Lebih terperinciBAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa
BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN Penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan telah diuraikan pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran (belanja) uang oleh pemerintah yang dapat mempengaruhi
Lebih terperinciGood Governance. Etika Bisnis
Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep
Lebih terperinciPUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
2. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah. Otonomi yang diberikan kepada
Lebih terperinciBAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam kaitannya dengan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, pemahaman yang memadai tentang sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 tentang pertanggungjawaban Kepala Daerah menyarankan agar setiap akhir tahun anggaran, Kepala daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu yang sedang aktual dalam bidang pengelolaan keuangan sektor publik adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government governance. Tata kelola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
BAB. I PENDAHULUAN Penelitian ini akan menjelaskan implementasi penganggaran berbasis kinerja pada organisasi sektor publik melalui latar belakang dan berusaha mempelajarinya melalui perumusan masalah,
Lebih terperinciSTUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR
STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi krisis, menimbulkan berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi telah memunculkan berbagai kelemahan perekonomian nasional. Berbagai distorsi yang terjadi pada masa lalu telah melemahkan ketahanan ekonomi nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai peraturan perundangan. Dengan adanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat,
BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat, berbagai dugaan permasalahan yang terjadi di lapangan, pertanyaan untuk menjawab dugaan permasalahan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH
PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH I. UMUM Pemerintah Kota Malang sebagai salah satu daerah otonom, dalam menyelenggarakan
Lebih terperinciANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun 2005-2007 ) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah telah memberlakukan kebijakan tentang otonomi daerah dengan maksud memakmurkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang telah dilakukan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus
i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan setiap masyarakat agar terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus berusaha memperbaiki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil studi mengenai penyediaan set pelayanan umum perkotaan yang sesuai dengan preferensi local business di Kota Depok
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah bermula dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa pasar tradisional merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Sistem otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diterapkan Indonesia sejak tahun 2004 mengharuskan pemerintah untuk menyerahkan beberapa urusan untuk diselesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membuka wacana baru disetiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuntutan masyarakat semakin berani dan secara terbuka menuntut adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi proses tawar-menawar. Pada pasar tradisional terdapat kios-kios atau gerai,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli secara langsung yang ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli dan terjadi proses tawar-menawar.
Lebih terperinciPROPOSAL PENGAJUAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) KHUSUS BIDANG SARANA PERDAGANGAN TAHUN ANGGARAN 2017
PROPOSAL PENGAJUAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) KHUSUS BIDANG SARANA PERDAGANGAN TAHUN ANGGARAN 2017 Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Pasuruan Jl. Pahlawan No. 28 A 67155, Pasuruan Telp.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan tuntutan otonomi daerah, maka peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin penting. Otonomi daerah
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah.
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun sebuah dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2012-2017. RPJMD merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembeli berinteraksi. Pasar juga menjadi salah satu tempat dimana. menjadi pasar tradisional dan pasar modern.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar yang merupakan tempat dimana pedagang (penjual) dan pembeli berinteraksi. Pasar juga menjadi salah satu tempat dimana masyarakat bisa menjual barang, jasa, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu dekade dan hal itu menandakan pula bahwa pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menyelenggarakan pemerintah daerah sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Gambar I.1 Hasil survei tentang pentingnya TI bagi organisasi
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Seiring dengan bergulirnya waktu, peranan Teknologi Informasi (TI) pada organisasi baik di sektor swasta maupun di sektor publik mengalami peningkatan dalam hal kepentingannya
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG PENGELOLAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN SARANA DISTRIBUSI MELALUI
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Walikota Ridwan Kamil serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, telah menunjukkan pentingnya inovasi dalam dalam program
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.208, 2010 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Alokasi Khusus. Petunjuk Teknis.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.208, 2010 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Alokasi Khusus. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 04/M-DAG/PER/1/2010 TENTANG PETUNJUK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup rumit. Karakteristik penganggaran sektor publik berbeda dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penganggaran pada organisasi sektor publik merupakan suatu proses yang cukup rumit. Karakteristik penganggaran sektor publik berbeda dengan penganggaran pada sektor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinci