TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996)"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Penyebaran Ulat Sutera Emas (C. trifenestrata) Ulat sutera emas C. trifenestrata merupakan salah satu jenis ngengat nokturnal (aktif pada malam hari). C. trifenestrata diklasifikasikan sebagai filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Lepidoptera, famili Saturniidae, genus Cricula, dan spesies C. trifenestrata (Triplehorn dan Johnson, 2005). Cricula dikelompokkan ke dalam 12 spesies, yaitu: C. trifenestrata, C. andamanica, C. bornea, C. agria, C. ceyznica, C. andrei, C. jordani, C. zubsiana, C. sumatrensis, C. elaezia, C. luzonicad dan C. quinauefenestrata (Akai, 2000). Dijelaskan lebih lanjut spesies C. trifenestrata sendiri dibedakan ke dalam enam sub spesies, yaitu: C. trifenestrata trifenestrata, C. trifenestrata agroides, C. trifenestrata javana, C. trifenestrata serama, C. trifenestrata treadauayid dan C. trifenestrata kransi. Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996) Cricula trifenestrata merupakan spesies Cricula yang menyebar paling luas. Tiga spesies ditemukan di Sumatera yaitu C. sumatrensis (spesies endemik), C. elaezia (di paparan Sunda) dan C. trifenestrta (di daerah oriental). Kalimantan memiliki tiga spesies yaitu C. bornea (spesies endemik), C. elaezia (di paparan Sunda) dan C. trifenestrata. Jawa dan Bali memiliki dua spesies yaitu C. trifenestrata dan C. elaezia (Nassig et al., 1996). C. trifenestrata juga dapat ditemukan sebagai 3

2 subspesies di wilayah India Selatan dan Asia Ternggara. Subspesies C. trifenestrta treadawayi ditemukan di Filipina, C. trifenestrta javana ditemukan di pulau Jawa dan Sumatera, C. trifenestrta kransi dan C. trifenestrta banggaiensis ditemukan di pulau Sulawesi, C. trifenestrta tenggarrensis ditemukan di pulau Sumba, sedangkan C. trifenestrta serama dan C. trifenestrta banggaiensis ditemukan di pulau Maluku (Nassig et al., 1996). Sekitar 14 spesies C. trifenestrata ditemukan di Asia, 11 spesies diantaranya ditemukan di Indonesia dan empat spesies endemik ditemukan di beberapa pulau di Indonesia yaitu C. sumatrensis, C. trifenestrta javana, C. tenggarrensis dan C. mindanensis (Nassig dan Nauman, 1999). Siklus Hidup Cricula trifenestrata diklasifikasikan ke dalam kelas insekta atau serangga (Borror et al., 1992). Dijelaskan bahwa serangga merupakan hewan berdarah dingin (poikilotermik) yang sangat dipengaruhi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya dan angin (sirkulasi udara). Intensitas cahaya dan lama panjang hari menurut Dolezal et al. (2007) mempengaruhi pertumbuhan serangga. Cricula trifenestrata merupakan serangga yang memiliki metamorfosis sempurna (holometabola). Tipe serangga ini memiliki empat stadium selama siklus hidup yaitu telur, larva (ulat), pupa dan imago (Kaleka, 2010). Sinyal hormon mengatur perubahan organisme dari larva menjadi imago yang secara genetik merupakan karakter dari suatu spesies (Gullan dan Cranston, 2000). Larva memiliki tahapan perkembangan (instar), melalui proses pergantian kulit (ecdysis), karena setiap peningkatan ukuran tubuh pada satu instar ke instar berikutnya memerlukan integumen baru yang lebih besar (Tarumingkeng, 2001). Stadium larva melalui lima instar. Perubahan larva dari instar I sampai instar V membutuhkan waktu yang sama yaitu masing-masing instar lima hari, sedangkan dari instar V sampai menjadi pupa berlangsung selama 5-6 hari. Pupa yang sudah dewasa akan berubah menjadi imago. Imago akan keluar dari kokon setelah hari (Andriani, 2009). Fase ulat berlangsung selama hari, masa pupasi selama hari dan fase dewasa selama 5-7 hari (Kaleka, 2010). Daur hidup mulai dari telur hingga dewasa berlangsung selama 51,1 ± 7,3 hari (Suriana, 2011). Gambar 2 menyajikan siklus hidup C. trifenestrata dari fase telur sampai dengan imago. 4

3 Telur (10-11 hari) Imago (14-16 hari) Instar 1 (5 hari) Pupasi (5-6 hari) Instar 2 (5 hari) Instar 5 (5 hari) Instar 3 (5 hari) Instar 4 (5 hari) Gambar 2. Siklus Hidup C. trifenestrata Sumber: (Andriani, 2009) 5

4 Morfologi Telur Telur C. trifenestrata yang baru berbentuk lonjong dan agak gepeng, berwarna kuning pucat dan berbintik kuning pada salah satu ujung. Menurut Suriana (2011) warna ini berasal dari cairan perekat telur. Telur berubah warna menjadi putih kelabu menjelang menetas. Warna kelabu merupakan warna kepala calon embrio di dalam telur (Kaleka, 2010). Telur yang gagal menetas berwarna krem dan pada permukaan korion ditemukan lekukan ke arah bagian dalam telur (Sudaryanto, 1986). Telur diletakkan secara teratur, disusun rapih pada pinggiran daun sebelah bawah atau tangkai daun dalam jumlah yang banyak. Jumlah telur dapat mencapai butir per induk dengan fertilitas tinggi. Stadium telur memerlukan waktu sekitar 9,5 ± 2,1 hari (Suriana, 2011). C. trifenestrata memiliki telur dengan panjang 2,2 ± 0,15 mm dan lebar 1,86 ± 0,12 mm (Rono et al., 2008). Larva Larva C. trifenestrata terdiri atas lima instar dengan pergantian kulit empat kali (Rono et al., 2008). Larva instar I berwarna kuning pada bagian ventral dan hitam pada bagian kepala. Bagian toraks terdiri atas tiga segmen dan pada setiap segmen ditemukan sepasang kaki. Tubuh larva C. trifenestrata ditutupi rambut. Bagian abdomen memiliki lima pasang proleg yang ditemukan pada segmen abdomen ketiga sampai keenam dan segmen abdomen kesepuluh (Kaleka, 2010). Larva instar II berwarna kombinasi dari kuning, merah dan hitam dengan kepala coklat dan tubuh ditumbuhi bulu halus. Larva instar III memiliki tubuh berwarna kuning kemerahan dengan kepala coklat dari permulaan warna tubuh yang kuning. Tubuh ditumbuhi bulu halus berwarna putih dan merah pada bagian ventral. Larva ini bergerak lebih aktif dan makan lebih banyak sehingga berukuran lebih besar dibandingkan dua instar sebelumnya. Larva instar IV berwarna mirip dengan larva instar V tetapi berbeda ukuran. Larva instar V berwarna merah dengan kepala juga merah dan tubuh ditumbuhi bulu halus berwarna putih agak kasar dan ditemukan garis hitam melingkar mulai dari kepala sampai abdomen (Andriani, 2009). Pupa Larva melalui tahapan prapupa sebelum memasuki tahapan pupa. Prapupa merupakan suatu tahapan larva instar V dimulai. Tahapan ini larva akan berubah 6

5 bentuk menjadi pupa. Tubuh larva akan memendek atau mengkerut dengan ujung abdomen meruncing (Kaleka, 2010). Ukuran pupa betina lebih panjang dan lebih lebar dibandingkan jantan (Rojak, 2001). Pupa C. trifenestrata dibungkus kokon yang berbentuk jala dan berwarna kuning emas. Stadium pupa berlangsung selama 19,0 ± 2,8 hari (Suriana, 2011). Pupa C. trifenestrata bertipe obecta. Pupa dibentuk di dalam kokon yang berwarna coklat muda pada awalnya. Ujung abdomen kepompong muda yang dibungkus di dalam kokon masih dapat bergerak-gerak. Setelah kulit pupa semakin mengeras, warna pupa menjadi coklat tua dan pupa tidak dapat bergerak lagi. Kokon dibentuk kemudian yang merupakan rangkaian benang-benang sutera yang dikeluarkan dari mulut larva (Kaleka, 2010). Imago Serangga dewasa C. trifenestrata adalah serangga nokturnal, berwarna kekuningan hingga kemerahan. Jantan memiliki dua spot gelap pada sayap depan, sedangkan betina memiliki tiga spot transparan yang tidak beraturan pada sayap depan dan satu spot pada sayap belakang. Gambar 3 menyajikan imago atau ngengat dewasa C. trifenestrata pada posisi yang diambil dari atas. Gambar 3. Imago atau Ngengat Dewasa C.trifenestrata Tampak Atas Sumber: Koleksi Pribadi (2011) Garis hitam berombak ditemukan pada bagian dekat dasar sayap depan. Kepala, toraks, abdomen dan appendiks ditutup sisik yang berwarna coklat kekuningan. Tipe antena jantan kuadripektinate, sedangkan betina bipektinate. 7

6 Segmen abdomen terakhir betina, ditemukan lebih lebar. Ukuran tubuh imago betina ditemukan lebih besar dibandingkan jantan (Andriani, 2009). Menurut Awan (2007) dan Sari (2010) imago keluar dari kokon tepat pada saat organogenesi sempurna, yaitu pada saat organ-organ imago terbentuk sempurna. Imago atau serangga dewasa C. tifenestrata ditutupi sisik lembut yang rontok bila disentuh (Kaleka, 2010). Pembentukan Kokon Pembentukan kokon bertujuan untuk melindung pupa dari pemangsa atau lingkungan luar. C. trifenestrata membentuk kokon secara berkelompok dalam jumlah banyak pada ranting atau tulang-tulang daun sehingga membentuk massa kokon yang besar dalam bentuk cluster. Jumlah kokon dalam satu cluster dapat lebih dari 30 buah. Kokon dalam keadaan normal selalu berpasangan dan berlekatan satu sama lain. Pegangan berupa ranting, tulang daun atau daun; diperlukan pada saat pembentukan kokon. Ujung kokon yang menempel pada daun atau tulang daun meruncing, sedangkan ujung depan lebih tumpul. Ujung tumpul ini yang digunakan imago sebagai jalan keluar (Kaleka, 2010). Gambar 4. menyajikan gambaran pembentukan kokon C. trifenestrata. Gambar 4. Pembentukan Kokon C. trifenestrata Sumber: Koleksi Pribadi (2011) Kulit kokon C. trifenestrata berbeda dengan spesies Saturniidae lain karena tidak tertutup rapat tetapi berlubang-lubang membentuk jala. Stuktur berlubang pada 8

7 kokon C. trifenestrata disebabkan perbedaan cara ulat merajut kokon. Kerangka dasar berupa serat tunggal yang memanjang dari satu bagian subtrat ke bagian yang berlawanan dibangun ulat C. trifenestrata sebelum merajut kokon. C. trifenestrata merajut kokon dengan cara membungkuk (tubuh melengkung) melalui kerangka tersebut, sambil mengeluarkan serat sutera. Benang tersebut kemudian menyentuh kaki toraks. Selanjutnya, kaki toraks membantu menyatukan serat demi serat yang akhirnya membentuk kokon utuh. C trifenestrata menghabiskan waktu sekitar 12 jam untuk membuat selapis benang untuk membentuk kulit kokon dengan sempurna (Suriana, 2011). Karakteristik Ukuran dan Bentuk Kokon Ukuran besar-kecilnya kokon bervariasi sesuai dengan varietas, musim pemeliharaan dan kondisi lingkungan pada masa panen. Ada beberapa cara untuk menentukan ukuran kokon, tetapi pada umumnya dievaluasi dengan jumlah kokon per liter, atau per 500 g dan per g. Ukuran kokon pada umunya berkisar antara kokon per liter atau kokon per 500 g (Atmosoedarjo et al., 2000). Bentuk kokon dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe seperti bulat, elip, berlekuk dan bulat panjang (JOCV, 1975). Kokon yang normal memiliki bentuk sempurna dan spesifik, tergantung pada ras ulat sutera (Atmosoedarjo et al., 2000). Kualitas Kokon Menurut Kasip (2001), kualitas kokon dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. Dijelaskan lebih lanjut bahwa secara kualitatif kokon dapat dilihat dari warna, bentuk dan kelenturan, sedangkan secara kuantitatif dari bobot kokon, bobot kulit kokon dan rasio kulit kokon. Lee (2000) menyatakan bahwa warna kokon merupakan ciri utama ras ulat sutera dan sangat dipengaruhi pigmen dalam lapisan serisin. Pigmen pengontrol warna kokon adalah santrofil, karotin, violasanatin yang dapat berinteraksi dengan serisin dan fibrion, untuk menghasilkan warna kokon (Tazima, 1964). Bentuk kokon merupakan sifat yang perlu dipertimbangkan dalam program seleksi (Maribashetty dan Reddy, 1995). Everitt dan Dunn (1998) menjelaskan bahwa bentuk lebih banyak dipengaruhi secara genetik. Menurut Sudaryanto (1986), panjang kokon C. trifenestrata pada daun muda dan daun tua tanaman alpukat (Persea americana M.) masing-masing sebesar 32,28 ± 3,06 mm dan 32,70 ± 6,43 mm; sedangkan lebar kokon masing-masing sebesar 15,25 ± 2,16 9

8 mm dan 15, 38 ± 2,00 mm. Salah satu faktor yang menentukan ukuran panjang dan lebar kokon adalah tipe alat pengokon dan bahan alat pengokon (Katsumata, 1964). Perhitungan panjang dan lebar kokon berhubungan dengan keliling lingkaran pada permukaan kulit kokon. Rumus keliling lingkaran menurut Suhartono et al. (2010) merupakan perkalian antara jari-jari dikalikan dengan bilangan dua dan Π atau 22/7. Bobot Kulit Kokon Utuh Bobot kokon merupakan faktor yang sangat penting dikaitkan dengan reeling (proses penyatuan beberapa filamen untuk dipintal) kokon. Bobot kokon bervariasi sesuai dengan kondisi pemeliharaan dan jenis ulat. Hal ini juga bervariasi sesuai dengan varietas ulat, kondisi pemeliharaan dan pengokonan (Atmosoedarjo et al., 2000). Bobot Kulit Kokon Bobot kulit kokon dalam perdagangan komersial, merupakan karakter yang sangat penting, karena dapat digunakan sebagai pendekatan kuantitatif untuk memprediksi serat sutera (Kasip, 2001). Bobot kulit kokon terdiri dari materi lapisan serat sutera yang terdiri atas serisin dan fibroin (Standar Nasional Indonesia, 2002). Dijelaskan lebih lanjut bahwa serisin dan fibroin berfungsi sebagai pembungkus pupa. Prihatin dan Situmorang (2001) melaporkan bahwa bobot kulit kokon C. trifenestrata pada pohon jambu mete ditemukan sebesar 30,1 mg. Baskoro (2008) membedakan grade bobot kulit kokon tanpa floss menjadi A, B, C, D dan E dengan masing-masing proporsi sebesar 19,2%; 19,16%; 21,2%; 20,0% dan 20,0%. Korelasi peubah-peubah yang diamati Baskoro (2008) dan Setiorini (2009) terhadap bobot kulit kokon tanpa floss bernilai positif. Persentase Bobot Kulit Kokon Persentase bobot kulit kokon merupakan perbandingan antara bobot kulit kokon dengan bobot kokon. Besar persentase bobot kulit kokon tergantung pada jenis ulat sutera dan pada umumnya persentase bobot kulit kokon jantan lebih tinggi dari pada betina (Katsumata, 1964). Nilai ini berkaitan dengan persentase filamen kokon. Semakin besar persentase kulit kokon maka semakin bayak filamen dan benang sutera yang dihasilkan (Atmosoedarjo et al., 2000). Persentase bobot kulit kokon ulat sutera A. atlas sebesar 72,39% (Baskoro, 2008). 10

9 Serabut Kokon (Floss) Kokon yang telah dipanen masih diselimuti serabut serat sutera (floss) yang apabila dibiarkan, akan mengabsorsi air dari udara dan menurunkan kualitas kokon. Serabut kokon (floss) juga dapat menyatu satu sama lain membentuk kesatuan sehingga mempersulit penanganan. Kokon yang dijadikan penilaian adalah kokon yang telah dibersihkan dari serabut floss (Atmosoedarjo et al., 2000). Yuanita (2007) menyatakan bahwa tempat pengokonan berpengaruh terhadap jumlah serat-serat penyangga (floss) yang dihasilkan ulat sutera pada saat akan mengokon. Baskoro (2008) menyatakan bahwa bobot floss pada A. atlas ditemukan sebesar 180 ± 50 mg atau 27,78% dari bobot kulit kokon dengan floss. Gambar 5 menyajikan prosedur pemisahan kulit kokon dan floss dari kulit kokon utuh. Kulit Kokon Utuh Floss Kulit Kokon Gambar 5. Prosedur Pemisahan Kulit Kokon dan Floss dari Kulit Kokon Utuh Sumber: Koleksi Pribadi (2011) Tanaman Pakan C. trifenestrata Salah satu sarana penting dalam budidaya ulat sutera adalah bahan makanan (pakan) (Guntoro, 1994). Ulat sutera membutuhkan pakan spesifik yang sangat menentukan perkembangan populasi dan produksi kokon yang dihasilkan. Larva C. trifenestrata bersifat polifagus. Tanaman pakan C. trifenestrata adalah alpukat, jambu mete, kedondong, kenari, kakao, jambu biji, kayu manis dan mangga (Kalshoven, 1981; Djarijah dan Mahedalswara, 1994). 11

10 Alpukat Tanaman alpukat (Persea americana M.) berasal dari daerah sekitar Chiapas Guatemala dan Honduras (Amerika Latin) dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke 8. Tanaman ini diklasifikasikan ke dalam ordo Ranales, famili Lauraceaca dan genus Persea. Tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi. Hama yang menyerang tumbuhan ini adalah ulat kipat (Cricula trifenestrata H.), ulat junggu (Attacus atlas L.), Aphis gossypii G., tungau merah (Tetranychus cinnabarinus B.) dan kutu dompolan putih (Pseudococcus citri R.). Tanaman ini tumbuh subur pada ketinggian m dpl (Whiley et al., 2002). Alpukat merupakan tanaman tahunan dan berdaun sepanjang tahun di daerah tropis. Daun alpukat mengandung senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin dan steroid (Maryati et al., 2007). Hal serupa dinyatakan oleh Dalimartha (2005) bahwa kandungan mengandung senyawa tanin dan saponin. Kandungan protein daun alpukat ditemukan lebih tinggi (Dewi, 2009). Tjitrosoepomo (2000) melaporkan bahwa secara morfologis, daun alpukat memiliki struktur yang lebih lunak dibandingkan daun kayu manis, jambu mete dan mangga. Struktur daun yang lunak sangat dipengaruhi komposisi dan jenis jaringan penyusun, ketebalan lapisan lignin (serat) dan kandungan kadar air daun. Analisis Komponen Utama Menurut Hayashi et al. (1980), kekompleksan dan keragaman organismeorganisme hidup menyebabkan metode stastistik multivariat dijadikan sebagai alat penting untutk mempelajari variasi dan evolusi. Salah satu metode yang digunakan adalah Analisis Komponen Utama (AKU). AKU bertujuan menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi linear dari peubah-peubah. Secara umum AKU bertujuan untuk mereduksi data dan menterjemahkannya (Gaspersz, 1992). AKU diturunkan dari dua jenis matriks yaitu kovarian dan korelasi. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa AKU dapat digunakan untuk penelitian terhadap keragaman ukuran-ukuran tubuh hewan. Pada penelitian anatomi ternak, komponen utama kedua sebagai vektor bentuk dapat memberikan informasi lebih spesifik mengenai karakteristik khas pada ternak tertentu, sedangkan komponen utama pertama sebagai vektor ukuran (Everitt dan Dunn, 1998). Skor ukuran tubuh 12

11 telah digunakan untuk pengkelasan skor ukuran tubuh pada hamster (Meliana, 2007) dan domba lokal Garut (Suryadi, 2007 dan Hanibal, 2008). Analisis Regresi Komponen Utama Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) merupakan kombinasi antara Analisis Komponen Utama (AKU) dan Analisis Regresi klasik. AKU dijadikan tahap analisis antara untuk memperoleh hasil akhir pada Analisis Regresi. ARKU didapat dari skor komponen utama yang diregresikan dengan peubah tak bebas (dependent variable), dengan demikian ARKU merupakan Analisis Regresi dari peubah tidak bebas terhadap komponen-komponen utama yang saling tidak berkorelasi. Setiap komponen utama merupakan kombinasi linear dari semua peubah bebas (independent variable) yang telah dispesifikasikan sejak awal (Gaspersz, 1992). 13

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sutera ditemukan di Cina sekitar 2700 sebelum Masehi dan teknologi budidayanya masih sangat dirahasiakan pada masa itu. Perkembangan dan persebarannya dimulai dari benua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sejarah Kelompok Tani Catur Makaryo Kelompok Tani Catur Makaryo merupakan kelompok usaha pertanian yang memiliki peranan penting dalam pengembangan dan kemajuan pertanian

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Aneka Ternak Blok C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret-April

Lebih terperinci

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) TINJAUAN PUSTAKA Sutera Sutera yang telah diolah menjadi bahan tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya keistimewaan kain sutera antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi A.atlas

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi A.atlas TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi A.atlas Ngengat A. atlas mempunyai ukuran tubuh yang besar dan merupakan hewan asli Indonesia. Imago aktif di malam hari (nokturnal). Tubuh ditutupi oleh sisik dan bersifat polivoltin.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas Ulat sutera liar Attacus atlas adalah salah satu serangga yang berukuran besar dan banyak ditemukan di wilayah Asia (Peigler, 1989). A. atlas memiliki tahapan metamorfosis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB

KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB SKRIPSI NUNIEK SETIORINI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kubis Tanaman Brassicaceae (kubis-kubisan) memiliki ciri daun dan bunga yang berbentuk vas kembang. Umumnya bunga berwarna kuning, tetapi ada pula yang berwarna putih.

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ulat Sutera Ulat sutera adalah serangga yang memiliki keuntungan ekonomis bagi manusia karena mampu menghasilkan benang sutera. Menurut Boror et al.,(1992), klasifikasi

Lebih terperinci

Lepidoptera SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI

Lepidoptera SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI Lepidoptera SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI Lepidoptera Serangga dewasa mudah dikenal karena seluruh badan dan sayapnya ditutupi oleh sisik. Sayap berupa membran yang ditutupi oleh sisik. Imago Lepidoptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus Atlas) Ulat sutera liar Attacus atlas adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh besar dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol. 14 (1) ISSN 1907-1760 Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Y.C.

Lebih terperinci

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN SKRIPSI FITRI KARTIKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KULIT KOKON SEGAR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) DARI PERKEBUNAN TEH DI DAERAH PURWAKARTA SKRIPSI ARYOKO BASKORO

KARAKTERISTIK KULIT KOKON SEGAR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) DARI PERKEBUNAN TEH DI DAERAH PURWAKARTA SKRIPSI ARYOKO BASKORO KARAKTERISTIK KULIT KOKON SEGAR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) DARI PERKEBUNAN TEH DI DAERAH PURWAKARTA SKRIPSI ARYOKO BASKORO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP

TINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP TINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2013 Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan

Lebih terperinci

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Embriani BBPPTP Surabaya LATAR BELAKANG Serangan hama merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tanaman. Berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus BAB VII PEMBAHASAN UMUM 7. 1. Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Sawi ke dalam : Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistematika) tanaman, sawi termasuk Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama Symphilid Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, berwarna putih dan pergerakannya cepat. Dalam siklus hidupnya, symphylid bertelur dan telurnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

Nimfa instar IV berwarna hijau, berbintik hitam dan putih. Nimfa mulai menyebar atau berpindah ke tanaman sekitarnya. Lama stadium nimfa instar IV rata-rata 4,5 hari dengan panjang tubuh 6,9 mm. Nimfa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian yang dilakukan dalam mengontrol populasi Setothosea asigna dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Susanto dkk., 2010), Konsep ini bertumpu pada monitoring

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sayuran daun merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat. Serat

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

Parameter yang Diamati:

Parameter yang Diamati: 3 Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari dalam satu cawan petri kecil yang berbeda untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir bertelur.

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai bakteri yang bersifat sebagai flora normal atau berperan sebagai patogen yang terdapat pada saluran reproduksi imago betina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci