BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang
|
|
- Yanti Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan analgesia setinggi dermatoma tertentu ( Covino et al., 1994; Raya et al, 2006). Dalam sejarahnya anestesi spinal pertama kali dilakukan pada tahun 1887 oleh seorang ahli bedah asal jerman, Dr. August Bier dengan menggunakan jarum spinal untuk memasukkan kokain ke dalam ruang subarachnoid. Penggunaan obat anestesi lokal pada anestesi spinal bertujuan untuk mendapatkan blok yang adekuat. Pemilihan obat anestesi lokal yang akan digunakan pada umumnya berdasar kepada perkiraan durasi dari pembedahan yang akan dilakukan dan kebutuhan untuk segera pulih dan mobilisasi (Covino et al., 1994). Ada beberapa obat anestesi lokal yang dapat digunakan untuk anestesi spinal, namun pada dasarnya dibagi menjadi dua golongan yaitu : golongan amida dan ester. Masing masing mempunyai sifat yang berbeda. Dalam perkembangannya penggunaan obat obatan tersebut dapat ditambahkan atau dikombinasikan dengan obat obatan lain seperti opioids, vasokonstriksi, klonidin, midazolam, neostigmin dan lain sebagainya. (Covino et al., 1994; Veering, 2003 ; Cristianson, 2005). 1
2 2 Pemberian opioid intratekal digunakan untuk meningkatkan daya analgesi spinal dan mengurangi nyeri terutama untuk nyeri pasca operasi. Penggunaan opioid intratekal pertama kali dilakukan secara klinik pada tahun 1979 dengan menggunakan morpin. Karena sifat morpin hidrofilik dan beberapa efek samping yang timbul maka dikembangkanlah berbagai penelitian penggunaan opioid yang bersifat lipofilik. Fentanyl dan sufentanyl disebutkan merupakan opioid yang bersifat lipofilik yang paling disukai untuk digunakan sebagai adjuvant blok neuroaksial termasuk pemberian intratekal. Fentanyl bersifat lipofilik memiliki onset cepat dan kurangnya kecenderungan menyebar ke rostral yang dapat menyebabkan efek samping berupa depresi pernafasan. Oleh karena itu fentanyl disebutkan sebagai alternatif yang lebih baik dan aman untuk intratekal sebagai adjuvan daripada morfin ( Veering, 2003). Anestesi spinal sendiri secara populer telah digunakan dalam prosedur operasi urologi dengan teknik endoscopy, salah satunya adalah TUR. Disebutkan bahwa pemilihan teknik anestesi spinal karena dapat dengan cepat ditemukan gejala yang disebabkan karena overhidrasi dan juga perforasi bladder ( Labbene et al., 2007; Kristiina et al., 2009; Akcaboy et al., 2011). Sebagian besar pasien yang akan dilakukan operasi urologi dengan teknik endoscopy adalah orang tua, dan telah memiliki berbagai kondisi penyakit sistemik yang menyertainya antara lain penyakit kardiovaskuler dan pernafasan. Dengan hal tersebut mulai berkembang penelitian tentang teknik anestesi spinal pada operasi urologi dengan teknik endoscopy agar didapatkan stabilitas hemodinamik dan pencegahan
3 3 terhadap komplikasi lain yang berhubungan dengan keterlambatan mobilisasi pasien karena blok motorik. ( Labbene et al., 2007 ; Akcaboy et al., 2011). Dalam beberapa rekomendasi disebutkan bahwa level blok sensorik pada operasi TUR (Transuretra resection) adalah T (thorakal)10 (Raya et al., 2006; Labbene et al.,2007). Sedangkan berdasarkan berbagai penelitian disebutkan bahwa risiko terjadinya gejala overhidrasi pada TUR adalah bila operasi lebih dari 60 menit, maka untuk prosedur operasi tersebut biasanya berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Oleh karena itu disebutkan bahwa lidokain merupakan pilihan obat anestesi lokal yang populer digunakan dalam operasi urologi dengan teknik endoscopy. Disebutkan juga ketika lidokain hiperbarik 2% atau 5% digunakan pasien dapat pulih secepatnya (Kristiina et al., 2009). Namun demikian beberapa peneliti menyebutkan bahwa penggunaan lidokain intratekal berhubungan dengan seringnya terjadi TNS (Transient neurologic symtoms), oleh karena itu mulai dicarilah alternatif obat anestesi lain. Beberapa sudah dilakukan penelitian penggunaan bupivacain maupun levobupivacain dalam dosis kecil untuk prosedur operasi yang kurang dari satu jam. Penggunaan dosis kecil tersebut diasumsikan agar pemulihan dan mobilisasi pasien dapat lebih cepat, jika blok motorik yang disebabkan karena spinal anestesi tersebut tidak terlalu kuat ( Kristiina et al., 2009; Ackaboy et al., 2011; Ackaboy et al., 2012). Zohar et al. pada tahun 2007 mempublikasikan sebuah hasil penelitian tentang penambahan fentanyl 25 µg pada bupivacain hiperbarik 0,5 % dengan dosis yang berbeda untuk pemberian itratekal pada operasi TUR. Dosis
4 4 bupivacain yang digunakan adalah7,5 mg, 5 mg, dan 3 mg. Pada dosis 7,5 mg tidak ditambahkan fentanyl 25 µg. Disebutkan bahwa untuk mencapai blok sensori T10 paling cepat pada pemberian bupivacain 7,5 mg. Kecepatan blok sensorik untuk mencapai T10 tergantung pada besarnya dosis lokal anestesi. Untuk profil hemodinamik stabilitas didapatkan pada dosis kecil lokal anestesi dengan penambahan fentanyl 25 µg. Begitu juga dalam hal kecepatan reduksi blok motorik didapatkan paling cepat pada pemberian dosis kecil lokal anestesi. Semakin kecil dosis lokal anestesi semakin cepat regresi blok motoriknya. Pada dosis bupivacain 4 mg dengan fentanyl 25 µg disebutkan menghasilkan anestesi spinal yang adekuat, stabilitas hemodinamik dan regresi blok motorik yang cepat dan berhubungan dengan profil pemulihan yang memuaskan. Cuvas et al. pada tahun 2010 juga mempublikasikan penelitiannya tentang penggunaan levobupivacaine 0,5 % 2,5 ml dan levobupivacaine 0,5 % 2,2 ml dan fentanyl 15 µg ( 0,3 ml). Disebutkan tidak ada perbedaan bermakna dalam hal blok sensorik yang dicapai, profil hemodinamik, efek samping yang timbul dan kepuasan operator. Namun dalam hal durasi blok motoriknya penggunaan levobupivacaine 0,5 % 2,2 ml dan fentanyl 15 µg lebih singkat. Pada tahun 2011, Ackaboy et al. mempublikasikan penelitiannya yang membandingkan penggunaan bupivacain 0,5% 4 mg ditambah fentanyl 25 µg dibandingkan prilocain 2% 50 mg ditambah fentanyl 25 µg. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa penggunaan bupivacain 4 mg dengan fentanyl 25 µg
5 5 memberikan anestesi spinal yang adekuat dan stabilitas hemodinamik dibandingkan prilocain 2% 50 mg dan fentanyl 25 µg. Adapun penelitian tentang penggunaan fentanyl 25 µg sebagai tambahan pada intratekal bupivacain 0,5% hiperbarik pada dosis yang bervariasi dilakukan oleh Labbene et al. pada tahun Pada penelitian tersebut digunakan dosis bupivacain hiperbarik 0,5 % sebesar 10 mg, 7,5 mg dan 5 mg. Penilain blok sensorik dilakukan dengan melihat ketinggian maksimal pada masing masing kelompok. Disebutkan bahwa ketinggian blok maksimal dicapai dengan dosis lokal anestesi yang lebih besar. Sementara kecepatan blok sensorik untuk level T10 tergantung dengan besar dosis dan tidak dapat dipercepat profilnya dengan fentanyl. Regresi ke T12 didapatkan paling cepat pada penggunaan bupivacain 5 mg dengan adjuvant fentanyl 25 µg. Disebutkan pula ada hubungan besar dosis lokal anestesi dengan kecepatan regresinya. Pada kelompok dengan bupivacain 5 mg tidak didapati pasien dengan bromage score 3. Durasi blok motorik tergantung dengan besar dosis anestesi lokal. Sementara itu kejadian efek samping kardiovaskuler paling kecil pada kelompok bupivacain 5 mg. Disebutkan bahwa penggunaan bupivacain 5 mg ditambahkan fentanyl 25 µg memberikan durasi blok sensorik lebih singkat, tanpa menyebabkan blok motorik dan memberikan stabilitas profil hemodinamik. Berdasarkan beberapa penelitian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengurangan dosis obat anestesi lokal dengan penambahan opioid akan dapat menghasilkan blok sensorik yang adekuat dan lama kerja blok motorik
6 6 dapat dipersingkat sehingga dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien serta mempercepat mobilisasi dan pemulihan pasien dengan operasi urologi dengan TUR. Selain itu juga akan memberikan stabilitas hemodinamik yang disebabkan efek blok simpatik oleh obat anestesi lokal pada injeksi itratekal. Dari pertimbangan tersebut penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tentang perbandingan lama blok sensorik dan motorik pada bupivacain hiperbarik 5 mg dengan penambahan fentanyl 25 mcg dibanding bupivacain hiperbarik 10 mg. B. Rumusan Masalah Anestesi spinal merupakan teknik yang populer dan banyak memberikan keuntungan pada operasi urologi dengan TUR. Dan pada umumnya tindakan operasi tersebut tidak lebih dari 60 menit dan ketinggian blok sensorik yang direkomendasikan adalah T10. Selain itu pasien yang terjadwal untuk tindakan tersebut kebanyakan adalah pasien dengan usia tua yang sudah memiliki kecenderungan penyakit kardiovaskuler dan pernafasan. Oleh karena itu banyak peneliti berusaha untuk mencari obat lokal anestesi yang dapat memberikan blok sensorik yang adekuat dan blok motorik dengan durasi cepat, sehingga masa pulih dan mobilisasi yang cepat. Diharapkan juga dapat memberikan efek kardiovaskuler yang minimal yang diakibatkan blok simpatik karena obat intratekal anestesi lokal. Sementara itu penggunaan lidokain sebagai obat anestesi lokal dengan durasi cepat bayak dilaporkan menimbulkan efek samping TNS, maka di carilah obat lokal anestesi lain yang tidak menimbulkan efek tersebut.
7 7 Salah satunya dengan menggunakan dosis rendah bupivacain dengan penambahan fentanyl. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang merekomendasikan berapakah dosis efektif dari penggunaan dosis rendah bupivacain dengan penambahan fentanyl tersebut. Dengan demikian masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui lama blok sensorik dan motorik serta stabilitas hemodinamik pada penggunaan dosis kecil bupivacain dengan penambahan fentanyl secara intratekal untuk operasi urologi dengan TUR. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah lama blok sensorik anestesi spinal dengan bupivacain 5 mg ditambah fentanyl 25 µg sama dibandingkan bupivacain hiperbarik 10 mg pada operasi TUR. 2. Apakah lama blok motorik anestesi spinal dengan bupivacain 5 mg ditambah fentanyl 25 µg lebih pendek dibandingkan bupivacain hiperbarik 10 mg pada operasi TUR. D. Tujuan Penelitian 1. Membandingkan lama kerja blok sensorik anestesi spinal bupivacain hiperbarik 5 mg ditambah fentanyl 25 µg dengan bupivacain hiperbarik 10 mg pada operasi TUR.
8 8 2. Membandingkan lama kerja blok motorik anestesi spinal bupivacain hiperbarik 5 mg ditambah fentanyl 25 µg dengan bupivacain hiperbarik 10 mg pada operasi TUR. E. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk pemilihan obat pada anestesi spinal untuk operasi urologi dengan prosedur transuretra dengan bupivacain hiperbarik dosis kecil dengan penambahan fentanyl untuk memperpanjang lama kerja blok sensorik tanpa memperpanjang blok motoriknya. 2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama dalam lingkungan anestesiologi dan reanimasi. 3. Sebagai kelengkapan sumber data bagi pihak RS. Dr. Sardjito Yogyakarta dan untuk memberikan kontribusi kemajuan ilmu kedokteran pada umumnya. F. Keaslian Penelitian Penelitian ini berdasar pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang membandingkan obat lokal anestesi yang ditambahkan fentanyl dibandingkan dengan obat lokal anestesi bupivacain yang tidak ditambahkan fentanyl pada anestesi spinal. Penelitian yang membandingkan lama blok sensorik dan motorik antara bupivacain hiperbarik 0,5 % 5 mg dengan penambahan fentanyl 25 mcg dibandingkan bupivacain hiperbarik 0,5% 10 mg pada operasi urologi dengan prosedur transuretra ini belum pernah dilakukan di
9 9 lingkungan RS Dr Sardjito Yogyakarta dan RS jejaring lainnya. Adapun penelitian yang dilakukan di luar RS Dr Sardjito tertera pada tabel sebagai berikut
10 10 Peneliti Tahun Design Intervensi Jumlah Sampel Kristiina S et al 2000 Random ized Double Blind Grup 1: Bupivacain 10 mg isobarik Grup 2: Bupivacain 10 mg isobarik + fentanyl 25 mcg Grup 3 : Bupivacain 7,5 mg isobarik + Fentanyl 25 mcg Grup 4 : Bupivacain 5 mg isobarik + Fentanyl 25 mcg 80 laki laki dengan operasi urology Kesimpulan Rata rata lama blok sensorik Grup 1 adalah 233 menit Grup 2 adalah 288 menit Grup 3 adalah 226 menit Grup4 adalah 136 menit Lama blok motorik paling pendek pada grup 4 Labbene et al 2007 Random ized prospec tive Grup 1 :bupivacain hiperbarik 5mg Grup 2 : Bupivacain hiperbarik 7,5 mg Grup 3 : bupivacain hiperbarik 10 mg Semuanya ditambahkan dengan fentanyl 25 mcg 60 pasien pada operasi urologi Onset blok sensorik cepat dicapai pada dosis lokal anestesi yang lebih besar durasi blok sensorik paling cepat pada grup 1 durasi blok motorik paling cepat pada grup 1 stabilitas hemodinak paling baik pada grup 1 Zohar E et al 2007 Random ized Double Blind Akcaboy et al 2010 Random ized Double Blind Grup 1I: bupivacain hiperbarik 7,5 mg Grup2: bupivacain hiperbarik 5 mg + fentanyl 25 mcg Grup 3 : bupivacain hiperbarik 4 mg +fentanyl 25 mcg Grup 4 : bupivacain hiperbarik 3 mg + fentanyl 25 mcg Grup 1 :Levobupivacain 5mg + Fentanyl 25mcg Grup 2 :Bupivacain 5 mg + Fentanyl 25 mcg 80 pasien laki laki pada operasi urologi 46 pasien pada operasi urologi onset untuk mencapai T10 paling cepat pada grup 1, dan kecepatan dipengaruhi besar dosis lokal anestesi Durasi blok motirik paling cepat pada grup 4 dan tergantung dari dosis lokal anestesinya. Pada grup 3 didapatkan blok sensorik yang adekuat dengan durasi blok motorik singkat sehinga profil pemulihan pasca operasi lebih memuaskan, juga profil hemodinamik yang lebih stabil Pada grup 1 memberikan efek blok sensorik yang efektif, stabilitas hemodinamik,kepuasan pasien dan ahli bedah, blok motorik yang minimal sama dengan grup 2 Akcaboy Z N et al 2010 Random ized Double Blind Tabel 1. Keaslian penelitian Grup 1 : bupivacain 0,5 % 4 mg + fentanyl 25 mcg Grup 2 : prilocain 2 % 50 mg + fentanyl 25 µg 40 pasien pada operasi urologi grup 1 memberikan blok semsorik yang adekuat dengan durasi blok motorik yang singkat dibandingkan grup 2 stabilitas hemodinamik group 1
BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sederhana dan paling efektif. Anestesi spinal dilakukan dengan memasukkan obat anestesi lokal ke dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat digunakan untuk prosedur pembedahan daerah abdomen bagian bawah, perineum dan ekstremitas
Lebih terperinciRINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500
PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH ANTARA LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS INFERIOR DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri yang tidak ditangani dengan baik akan mengganggu mobilisasi pasien pasca operasi yang dapat berakibat terjadinya tromboemboli, iskemi miokard, dan aritmia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi
Lebih terperinciJURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 3, AGUSTUS 2015 PENELITIAN
JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 3, AGUSTUS 2015 PENELITIAN Perbandingan Efek Penambahan Antara Klonidin (50 μg) dan Fentanyl (25 μg) Sebagai Adjuvan Bupivacain Hiperbarik 0,5% 12,5 mg Intrathekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1900 pesalinan dengan seksio sesarea (SC) menjadi salah satu pilihan yang dilakukan kebanyakan ibu tanpa memperhatikan indikasi untuk prosedur
Lebih terperinciPERBANDINGAN EFEKTIVITAS KOMBINASI BUPIVAKAIN-PETHIDIN DENGAN BUPIVAKAIN-FENTANYL INTRATEKAL PADA PASIEN GERIATRI YANG MENJALANI PROSEDUR TUR-P
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS KOMBINASI BUPIVAKAIN-PETHIDIN DENGAN BUPIVAKAIN-FENTANYL INTRATEKAL PADA PASIEN GERIATRI YANG MENJALANI PROSEDUR TUR-P EFFECTIVENESS COMPARISON OF COMBINATION OF BUPIVACAINE- PETHIDINE
Lebih terperinciFARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL
Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH
Lebih terperinciLAMPIRAN. : Drs.Rumonda Napitupulu,Apt : Mala Rhodearny Estomihi Munthe. : Mayor (CKM) dr.immanuel Es Stevanus Purba,SpTHT-KL Nama Anak : -
LAMPIRAN 1. Riwayat Hidup Peneliti Nama : dr.olivia Des Vinca Albahana Napitupulu Tempat / Tgl Lahir : Medan, 13 Desember 1980 Agama : Kristen Protestan Alamat Rumah : Jl. Kapiten Purba Perumahan Bekala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi
Lebih terperinciBAB II TINAJUAN PUSTAKA. kali digunakan untuk prosedur pembedahan pada abad ke Blok sentral. penggunaan obat anestesi lokal yang lebih aman.
BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1. ANESTESI SPINAL 2.1.1. Sejarah Anestesi Spinal Anestesi spinal termasuk ke dalam teknik neuroaksial blok, yang terdiri dari blokade spinal, kaudal, dan epidural. Blokade spinal,
Lebih terperinciLEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN
LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Bapak/Ibu/Saudara/i Yth, Saya, dr Ariati Isabella Siahaan, saat ini menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum
Lebih terperinciBAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anestesi Spinal a. Definisi Anestesi spinal adalah suatu cara memasukan obat anestesi lokal ke ruang intratekal untuk menghasilkan atau menimbulkan hilangnya
Lebih terperinciBAB 1 1. PENDAHULUAN
BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping
Lebih terperinciKey words : Ketamine - Sectio cesarean - Anesthesia, Nyeri spinal, Post operasi Hyperalgesia.
Penelitian Infus S-Ketamin Dosis Rendah Sebagai Terapi Nyeri Preventif Untuk Sectio Sesaria dengan Anestesi Spinal: Manfaat Dan Efek Samping A Study of Low-dose S-Ketamine Infusion as Preventive Pain Treatment
Lebih terperinciSKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN
PERBANDINGAN ANTARA PEMASANGAN TOURNIQUET UNILATERAL DAN BILATERAL PADA EXTREMITAS INFERIOR UNTUK MENGURANGI PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ANESTESI SPINAL DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan nyeri pascaoperasi dengan nilai VAS 7-8 sehingga manajemen
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Operasi ginekologi onkologi seperti total abdominal hysterectomy (TAH),bilateral salpingo-oophorectomy (BSO), maupun debulking tumor menimbulkan nyeri pascaoperasi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Esophagogastroduodenoscopy atau sering disingkat endoscopy adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Esophagogastroduodenoscopy atau sering disingkat endoscopy adalah suatu prosedur untuk melihat bagian dalam tubuh dengan menggunakan instrumen endoscope yang
Lebih terperinciARTIKEL PENELITIAN. Penggunaan Anestesi Lokal dan Adjuvan pada Analgesi Epidural di Wilayah Jawa Barat Tahun 2015
Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2017;5(2): 80 4] Abstrak Penggunaan Anestesi Lokal dan Adjuvan pada Analgesi Epidural Dedi Fitri Yadi, Muhamad Ibnu, Ezra Oktaliansah Departemen Anestesiologi dan Terapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angka kejadian persalinan dengan bedah sesar menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan 10% sampai 15% dari semua proses persalinan di Negara-negara berkembang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak
BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, pasien yang mendapatkan tindakan operasi bedah semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anestesi intravena total adalah suatu tehnik anestesi yang dilakukan hanya dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat anestesi inhalasi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciLama Analgesia Lidokain 2% 80 mg Dibandingkan Kombinasi Lidokain 2% dan Epinefrin pada Blok Subarakhnoid
PENELITIAN Lama Analgesia Lidokain 2% 80 mg Dibandingkan Kombinasi Lidokain 2% dan Epinefrin pada Blok Subarakhnoid Rezka Dian Trisnanto*, Uripno Budiono*, Widya Istanto Nurcahyo* *Bagian Anestesiologi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping
Lebih terperinciPELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)
PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan
Lebih terperinciPELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI
PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN Standar PAB.1. Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki mekanisme untuk merespon bagian yang mengalami luka. Respon terhadap luka ini terdiri dari proses homeostasis, fase inflamasi, fase proliferatif, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya yaitu bedah kardiovaskuler,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perkembangan ilmu kesehatan. Hipotensi pada parturien (kondisi
Lebih terperinciPerbandingan Antara Klonidin 2µg/Kgbb Dan 4µg/Kgbb Peroral Terhadap. Level Sedasi, Pemanjangan Blokade Sensorik Dan Motorik Anestesi Spinal
Perbandingan Antara Klonidin 2µg/Kgbb Dan 4µg/Kgbb Peroral Terhadap Level Sedasi, Pemanjangan Blokade Sensorik Dan Motorik Anestesi Spinal Dengan Bupivakain 0,5% Isobarik Untuk Operasi Abdomen Bawah TESIS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian dan Mulut. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksio sesaria adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Sampel yaitu 30 responden yang terdiri dari masing-masing 15 responden yang
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan pendekatan post test only control group design. Sampel yaitu 30 responden yang terdiri dari masing-masing 15 responden yang diberikan tramadol intraperitoneal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuretase merupakan salah satu prosedur obstetrik dan ginekologi yang sering dilakukan. Baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus. Ataupun
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalam tindakan operasi atau pembedahan untuk menghilangkan rasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi general adalah salah satu anestesi yang sering dipakai didalam tindakan operasi atau pembedahan untuk menghilangkan rasa nyeri atau sakit bahkan pasien akan
Lebih terperinciAnestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Anestesi spinal Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik anestesi spinal sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. Indikasi anestesi spinal yaitu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi dan reanimasi pada hakekatnya harus dapat memberikan tindakan medik yang aman, efektif, manusiawi yang berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif memiliki komplikasi dan risiko pasca operasi yang dapat dinilai secara objektif. Nyeri post
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan yang pesat di bidang pembedahan dan anestesi menuntut penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat perioperatif mempunyai peranan
Lebih terperinciGAMBARAN LAMA PEMULIHAN PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI UMUM DAN ANESTESI SPINAL DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU PADA TAHUN 2012
GAMBARAN LAMA PEMULIHAN PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI UMUM DAN ANESTESI SPINAL DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU PADA TAHUN 2012 Meisya Rahmatia Syardi 1, Dino Irawan 2, Zulmaeta 3 ABSTRACT
Lebih terperinciPENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP
PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi
Lebih terperinciRIWAYAT HIDUP PENELITI. : dr. Haryo Prabowo NIM : Tempat / Lahir : Medan / 26 Desember 1985
Lampiran 1 RIWAYAT HIDUP PENELITI Nama : dr. Haryo Prabowo NIM : 107114003 Tempat / Lahir : Medan / 26 Desember 1985 Pekerjaan : Dokter umum Agama : Islam Alamat : Jln. Sentosa Lama gg. Sanun no. 12 Medan
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) merupakan dua efek tidak menyenangkan yang menyertai anestesia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan perioperative. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan kondisi
Lebih terperinciMANAJEMEN NYERI POST OPERASI
MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri
Lebih terperinci: dr. Ahmad Yafiz Hasby Tempat / Tgl Lahir : Medan, 4 September : Tasbi 2 Blok IV No.33 Medan
LAMPIRAN 1 Riwayat Hidup Peneliti Nama : dr. Ahmad Yafiz Hasby Tempat / Tgl Lahir : Medan, 4 September 1982 Agama : Islam Alamat Rumah : Tasbi 2 Blok IV No.33 Medan Nama Ayah : dr. M. Nauni Hasby Nama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya
Lebih terperinciOleh: MUHAMMAD HAMONANGAN PANE NIM: TESIS
PERBANDINGAN MULA DAN DURASI KERJA LEVOBUPIVACAINE HIPERBARIK 12,5 mg DAN BUPIVACAINE HIPERBARIK 12,5 mg + FENTANYL 25 µg PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS BAWAH DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia memperkirakan bahwa angka persalinan dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua proses persalinan negara negara berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penemuan kurare oleh Harold Griffith dan Enid Johnson pada tahun 1942 merupakan tonggak bersejarah dalam perkembangan ilmu anestesi. Kurare telah memfasilitasi intubasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keperawatan Perioperatif 2.1.1 Definisi. Keperawatan perioperatif adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan
Lebih terperinciA PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all
A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA Paula A. Tahtinen, et all PENDAHULUAN Otitis media akut (OMA) adalah penyakit infeksi bakteri yang paling banyak terjadi pada
Lebih terperinciMODUL INTERVENSI PAIN DAN CANCER PAIN
MODUL INTERVENSI PAIN DAN CANCER PAIN IGN Mahaalit Aribawa Tjokorda Gde Agung Senapathi I Made Gede Widnyana PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016 BAB 1
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
35 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Farmakologi. Ruang lingkup penelitian mencakup bidang Anestesiologi dan 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di instalasi
Lebih terperinciAde Nurkacan, Susilo Chandra, Alfan M. Nugroho. Departemen Anestesiologi dan Intensive Care, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Keefektifan Mengurangi Insiden Menggigil Pascaanestesia: Perbandingan antara ajuvan Fentanyl 25 mcg intratekal dengan ajuvan Sufentanyl 2,5 mcg intratekal pada pasien Seksio Sesarea dengan Anestesia Spinal.
Lebih terperinciARTIKEL PENELITIAN. Instalasi Anestesi dan Rawat Intensif Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap,
Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2015;3(1): 7 13] Pengaruh Penambahan Klonidin 75 mcg pada 12,5 mg Levobupivakain 0,5% Secara Intratekal terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik dan Motorik untuk Bedah Ortopedi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,
31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan
Lebih terperinciSURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN
RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan (labor) merupakan suatu proses fisiologis yang dimulai saat munculnya kontraksi uterus yang teratur, yang akan mengakibatkan pembukaan jalan lahir, hingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera
A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Mual dan muntah pascaoperasi (Postoperative Nausea and Vomiting / PONV) masih merupakan komplikasi yang sering dijumpai setelah pembedahan. PONV juga menjadi faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu kedokteran saat ini telah berkembang jauh. lebih baik. Dari berbagai tindakan medis yang ada,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kedokteran saat ini telah berkembang jauh lebih baik. Dari berbagai tindakan medis yang ada, tindakan anestesi merupakan tindakan yang berperan penting sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini Percobaan klinis pertama, oleh Kay dan Rolly dan dilaporkan pada tahun 1977, menegaskan
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAGEMEN NYERI DI RUMAH SAKIT
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAGEMEN NYERI DI RUMAH SAKIT OLEH: LIDYA FITRIANA, SKEP Disampaikan pada Seminar & Workshop Pain Managemen Dalam Akreditasi JCIA versi 2012 Siloam Hospitals Group 13-14 juni 2013
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen miokardium yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio cesarea didefinisikan sebagai tindakan pembedahan melalui dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio cesarea semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestetikum lokal merupakan bahan yang sangat sering digunakan dalam prosedur ekstraksi gigi. 1 Anestetikum lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri secara
Lebih terperinciDr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI
Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang
Lebih terperinci