BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
|
|
- Sukarno Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan resiko dan komplikasi pada pasien. Oleh karena itu, dalam melakukan tindakan tersebut dibutuhkan persiapan dan keterampilan yang baik dari seorang ahli anastesi. Sehingga segala resiko dan komplikasi tersebut dapat dihindari. 1 Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan stimulasi noksius yang dapat menyebabkan perangsangan aktifitas simpatis dan pelepasan katekolamin sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan hemodinamik berupa hipertensi dan takikardi (disebut dengan respon pressor) 1,2,3,4. Peningkatan ratarata tekanan darah akibat tindakan laringoskopi dan intubasi bisa mencapai 40-50% 5, dan peningkatan denyut jantung hingga 26-66% bila tidak ada usaha tertentu yang dilakukan untuk mencegah respon peningkatan hemodinamik. 6 Peningkatan hemodinamik yang terjadi tersebut hanya bersifat sementara dan tidak akan mempunyai dampak yang begitu berarti serta dapat ditoleransi oleh pasien yang sehat 2,3,7. Namun hal tersebut dapatlah merugikan dan membahayakan bagi pasien yang mempunyai faktor resiko seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kelainan serebrovaskular, miokard infark dan tirotoksikosis 2,8. Peningkatan tekanan darah yang menetap setelah tindakan intubasi merupakan bentuk respon yang berlebihan yang sering terlihat pada pasien dengan resiko tinggi yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes, penyakit ginjal, dan penyakit kardiovaskular 9. Beberapa komplikasi yang dijumpai akibat tindakan intubasi seperti hipertensi sebanyak 19%, takikardi 29%, disritmia 6.5% dan henti jantung % 9. Miokard infark merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas paska operasi pada pasien-pasien normotensi. Miokard infark tersebut terjadi karena iskemi yang disebabkan oleh hipertensi dan takikardi akibat tindakan 1
2 laringoskopi dan intubasi 10,11. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, walaupun pencegahan terhadap respon hemodinamik telah dilakukan, masih didapati kejadian iskemik miokard sebanyak 10% saat dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi 12. Pada pasien-pasien dengan hipertensi, didapati hingga 25% pasien penderita hipertensi dapat mengalami hipertensi berat setelah tindakan intubasi trakhea 13. Oleh kerena itu pencegahan terhadap peningkatan hemodinamik akibat dari laringoskopi dan intubasi sangatlah penting untuk dilakukan 2,7. Rate pressure product (RPP), merupakan hasil perkalian antara tekanan darah sistolik dan denyut jantung. Nilai RPP merupakan indikator untuk menggambarkan kebutuhan oksigen jantung yang telah luas penggunaannya secara klinis. Nilai normalnya kurang dari Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, RPP haruslah dijaga di bawah RPP yang meningkat hingga diatas selalu berkaitan dengan iskemi miokard dan angina. 2,15 Jantung yang berdenyut cepat tidak hanya akan meningkatkan konsumsi oksigen miokard, namun juga memperpendek waktu diastolik dari ventrikel kiri dan akan mengurangi penghantaran oksigen (oxygen delivery) pada miokard. 16 Telah banyak usaha yang dilakukan untuk mencegah peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut, antara lain pemberian hipnotik 17, mendalamkan anastesi inhalasi 1,5,13,17, opioid 2,3,7,13, β- adrenergic blocker 2,3,7,8, anastesi lokal intra vena 2,3,8,17, calcium channel blocker 2,3,7, dan vasodilator (hidralazin, nitrogliserin, sodium nitroprusside) 5,7,17,18. Opioid merupakan obat yang sering diberikan sebelum tindakan induksi anastesi. Pemberian opioid ini, selain bertujuan untuk mencegah respon peningkatan tekanan darah (TD) dan peningkatan denyut jantung (DJ) saat tindakan laringoskopi dan intubasi, juga berfungsi sebagai analgesia preemptif. 19 Fentanyl merupakan opioid sintetis, dengan kemampuan analgetik yang kuat dan sering digunakan untuk menekan respon simpatis dan mencegah peningkatan hemodinamik saat tindakan laringoskopi dan intubasi dengan dosis 2-5 µg/kgbb 3,17,20. Namun, seiring dengan peningkatan dosis, maka efek samping 2
3 akan semakin besar 20. Fentanyl dosis besar akan mencegah peningkatan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung akibat laringoskopi, namun dapat menyebabkan kekhawatiran terhadap terjadinya depresi pernafasan (terutama tindakan operasi yang kurang dari 1 jam), bradikardi, hipotensi dan rigiditas. 21,22 Fentanyl dosis 5 µg/kgbb efektif dalam mencegah respon simpatis akibat laringoskopi, namun dengan resiko peningkatan efek samping. Dosis yang lebih kecil µg/kgbb dapat menurunkan efek samping dengan kemampuan menurunkan setengah dari respon simpatis. 20 Kauto dkk mengatakan fentanil 2 µg/kgbb secara signifikan mengurangi peningkatan hemodinamik dan fentanil 6 µg/kgbb secara sempurna mencegah peningkatan hemodinamik jika diberikan satu setengah dan tiga menit sebelum intubasi, tetapi dosis ini dapat menimbulkan efek samping berupa bradikardi, hipotensi, rigiditas otot dan terlambat pulih. Katoh dkk mengatakan fentanil 4 µg/kgbb lebih efektif dalam mengurangi peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi dibandingkan fentanyl 1 µg/kgbb dan 2 µg/kgbb. 23 Malde A dan Sarode V, melakukan penelitian terhadap 90 pasien ASA 1, usia tahun yang akan dilakukan pembedahan elektif dengan menggunakan anastesi umum intubasi trakhea. Mereka membandingkan pemberian fentanyl 2 µg/kgbb yang diberikan 5 menit sebelum tindakan intubasi dan dibandingkan dengan pemberian lidokain 1.5 mg/kgbb yang diberikan 5 menit sebelum tindakan intubasi. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa dengan pemberian fentanyl 2 µg/kgbb terbukti efektif dalam mengurangi respon pressor akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. 6 Dari penelitian Hassani V dkk, yang melakukan penelitian terhadap perubahan hemodinamik pada pasien dengan hipertensi yang diberikan fentanyl 2 µg/kgbb 3 menit sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi. Dari penelitian tersebut didapati bahwa pemberian fentanyl tersebut efektif dalam mengurangi respon peningkatan hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi. 3 Namun terdapat juga beberapa penelitian negatif tentang penggunaan fentanyl. Helfman dkk mengatakan dengan pemberian fentanyl 200 µg tidak dapat mengurangi peningkatan hemodinamik saat laringoskopi dan intubasi. 6 Bajwa 3
4 SJS dkk, dari penelitian mereka mendapati dengan pemberian fentanyl 2 µg/kgbb yang diberikan 3 menit sebelum induksi, tidaklah cukup untuk mengurangi respon peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi trakhea. Dari penelitian mereka terjadi peningkatan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung sebesar 15-25% setelah tindakan laringoskopi dan intubasi. 24 Shin HY dkk dari penelitiannya mendapatkan hasil dengan pemberian fentanyl 2 µg/kgbb 3 menit sebelum intubasi pada pasien ASA 1 dan 2 masih terjadi peningkatan denyut jantung sebesar 29.2% akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. 25 Lidokain (lignocaine) merupakan obat anastesi lokal dan penghambat sodium channel yang diketahui memiliki kemampuan mengurangi respon pressor akibat intubasi. 26 Lidokain telah lama digunakan untuk mengurangi respon kardiovaskular akibat intubasi. Lidokain bekerja dengan menghambat sodium channels pada membran sel saraf, mengurangi sensitifitas otot jantung tehadap impuls listrik, dapat mendepresi jantung dan memiliki efek vasodilatasi. Lidokain juga menekan refleks pada saluran nafas. 27 Mohseni G dkk menyatakan bahwa pemberian lidokain 1.5 mg/kgbb yang diberikan sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi efektif dalam mengurangi peningkatan hemodinamik. 28 Sukron dkk menyatakan pemberian lidokain 1.5 mg/kgbb intravena sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi dapat mengurangi gejolak kardiovaskuler. 2 Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Gupta R dkk, menyatakan bahwa pemberian lidokain 1.5 mg/kgbb yang diberikan 1 menit sebelum tindakan intubasi, efektif dalam mengurangi peningkatan tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (TDD) dan tekanan arteri rerata (TAR) dibandingkan dengan basal. 27 Magnesium sulfat mempunyai efek menghambat pelepasan katekolamin dari ujung saraf adrenergik dan dari medula adrenal, oleh karena itu magnesium sulfat dapat menjadi salah satu pilihan dalam mengurangi respon kardiovaskular akibat tindakan laringoskopi dan intubasi 7,29. Magnesium sulfat juga dapat menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat menurunkan tekanan darah 29. Dari penelitian yang telah dilakukan dengan berbagai dosis magnesium sulfat untuk mengurangi 4
5 peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi, terlihat bahwa magnesium sulfat lebih efektif daripada lidokain 30. Nooraei N dkk, melakukan penelitian terhadap 60 pasien ASA 1 dan 2, umur tahun, yang menjalani operasi elektif. Mereka membandingkan perubahan hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi antara pasien yang mendapatkan magnesium sulfat 60 mg/kgbb (berdasarkan Lean Body Mass) dengan lidokain 1.5 mg/kgbb yang diberikan sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi. Dari hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa pemberian magnesium sulfat lebih efektif dibandingkan dengan lidokain dalam mengurangi peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. 29 Panda NB dkk, melakukan penelitian terhadap 80 pasien dewasa yang menderita hipertensi terkontrol yang akan menjalani operasi elektif. Pasien-pasien tersebut dibagi dalam 4 kelompok penelitian. Sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi dilakukan, kelompok I mendapatkan magnesium sulfat 30 mg/kgbb, kelompok II mendapatkan magnesium sulfat 40 mg/kgbb, kelompok III mendapatkan magnesium sulfat 50 mg/kgbb, dan kelompok IV mendapatkan lidokain 1.5 mg/kgbb. Keseluruhan kelompok dinilai dan dibandingkan perubahan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. Dari hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa magnesium 30 mg/kgbb merupakan dosis yang optimal dalam mengurangi peningkatan tekanan darah saat tindakan intubasi pada pasien-pasien hipertensi. Dengan pemberian magnesium sulfat 30mg/kgBB, stabilitas jantung lebih baik bila dibandingkan pemberian lidokain 1.5 mg/kgbb. Dosis magnesium lebih dari 30 mg/kgbb dapat menyebabkan terjadinya hipotensi yang bermakna. 7 Dari melihat latar belakang diatas, peneliti ingin membuktikan efek dari pemberian adjuvant magnesium sulfat 30 mg/kgbb dalam mengurangi respon peningkatan hemodinamik dan melihat apakah magnesium sulfat lebih baik efeknya daripada pemberian adjuvant lidokain 1.5 mg/kgbb dalam mengurangi respon hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menggabungkan pemberian fentanyl 2 µg/kgbb dan magnesium sulfat 30 mg/kgbb untuk mengurangi peningkatan respon 5
6 hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi, dan membandingkannya dengan pemberian fentanyl 2 µg/kgbb dan lidokain 1.5 mg/kgbb. Dan dari berbagai literatur, belum pernah ada yang membandingkan pemberian fentanyl 2 µg/kgbb + magnesium sulfat 30 mg/kgbb dengan pemberian fentanyl 2 µg/kgbb + lidokain 1.5 mg/kgbb untuk mengurangi peningkatan respon hemodinamik akibat tindakan laringoskopi RUMUSAN MASALAH Apakah ada perbedaan efek intravena fentanyl 2 µg/kgbb + magnesium sulfat 30 mg/kgbb dibandingkan dengan fentanyl 2 µg/kgbb + lidokain 1.5 mg/kgbb dalam mengurangi respon peningkatan hemodinamik (TDS, TDD, DJ, TAR, RPP) akibat tindakan laringoskopi dan intubasi? 1.3. HIPOTESIS Ada perbedaan efek intravena fentanyl 2 µg/kgbb + magnesium sulfat 30 mg/kgbb dibandingkan dengan fentanyl 2 µg/kgbb + lidokain 1.5 mg/kgbb dalam mengurangi respon peningkatan hemodinamik (TDS, TDD, DJ, TAR, RPP) akibat tindakan laringoskopi dan intubasi 1.4. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum Untuk mendapatkan obat alternatif yang lebih efektif dalam mengurangi respon peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi Tujuan Khusus Untuk mengetahui efek pemberian intravena fentanyl 2 µg/kgbb + lidokain 1.5 mg/kgbb dalam mengurangi respon peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. Untuk mengetahui efek pemberian intravena fentanyl 2 µg/kgbb + magnesium sulfat 30 mg/kgbb dalam mengurangi respon peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. 6
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pasien-pasien mata umumnya memiliki risiko khusus terhadap tindakan anestesi. Pasien biasanya datang dengan umur yang ekstrim, sangat muda atau justru sangat tua. Oleh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI SALURAN NAFAS Keberhasilan dari tindakan laringoskopi dan intubasi yang dilakukan oleh ahli anastesi, membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang anatomi dari saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi
Lebih terperinciPERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM
PERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan
Lebih terperinciPrevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien
Lebih terperinciBagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
PERBANDINGAN LAJU NADI PADA AKHIR INTUBASI YANG MENGGUNAKAN PREMEDIKASI FENTANIL ANTARA 1µg/kgBB DENGAN 2µg/kgBB PADA ANESTESIA UMUM 1 Kasman Ibrahim 2 Iddo Posangi 2 Harold F Tambajong 1 Kandidat Skripsi
Lebih terperinciDr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI
Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang timbul akibat kelainan struktur dan atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel kiri dalam mengisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi telah menjadi penyebab kematian yang utama dari 57,356 penduduk Amerika, atau lebih dari 300,000 dari 2.4 milyar total penduduk dunia pada tahun 2005. Selebihnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan
Lebih terperinci: dr. Ahmad Yafiz Hasby Tempat / Tgl Lahir : Medan, 4 September : Tasbi 2 Blok IV No.33 Medan
LAMPIRAN 1 Riwayat Hidup Peneliti Nama : dr. Ahmad Yafiz Hasby Tempat / Tgl Lahir : Medan, 4 September 1982 Agama : Islam Alamat Rumah : Tasbi 2 Blok IV No.33 Medan Nama Ayah : dr. M. Nauni Hasby Nama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga menunjukkan prevalensi penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per 1.000 anggota rumah
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) >139 mmhg dan/ atau, Tekanan Darah Diastolik (TDD) >89mmHg, setelah dilakukan pengukuran rerata
Lebih terperinciL A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara
L A M P I R A N 81 LAMPIRAN 1 : DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI IDENTITAS DIRI Nama : dr. Jefri Awaluddin Pane Tempat/tanggal lahir : Medan/23 Februari 1979 Jenis Kelamin Agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anestesi intravena total adalah suatu tehnik anestesi yang dilakukan hanya dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat anestesi inhalasi.
Lebih terperincisebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon
Lebih terperinciPERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO
PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk
Lebih terperinciTEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)
TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara kronik. Joint National Committee VII (the Seventh US National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperinciPenatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :
1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN PASIEN HIPERTENSI DALAM KASUS PENCABUTAN GIGI
PENATALAKSANAAN PASIEN HIPERTENSI DALAM KASUS PENCABUTAN GIGI 1. PENDAHULUAN Tidak semua pasien yang datang di praktek dokter gigi dalam keadaan sehat dan mempunyai tekanan darah yang normal. Ada beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi alam dan masyarakat saat ini sangat kompleks sehingga banyak masalah kesehatan yang muncul. Saat ini masyarakat modern banyak mengalami berbagai perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara
Lebih terperinciBAB 1 1. PENDAHULUAN
BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah salah satu penyakit pembunuh diam-diam (silent killer)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah salah satu penyakit pembunuh diam-diam (silent killer) yang dikenal sebagai penyakit kardiovaskular. Meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak
BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition Examination Survey mengungkapkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia tersebut, tidak hanya perubahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciPERBEDAAN PENGARUH PREMEDIKASI BERBAGAI DOSIS KLONIDIN TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEA
PERBEDAAN PENGARUH PREMEDIKASI BERBAGAI DOSIS KLONIDIN TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi mendadak akibat proses patofisiologi pembuluh darah. 1 Terdapat dua klasifikasi umum stroke yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT
MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan di pembuluh darah naik secara persisten. Setiap kali jantung berdenyut maka darah akan terpompa ke seluruh pembuluh
Lebih terperinciPERBANDINGAN EFEK HEMODINAMIK ANTARA PROPOFOL DAN ETOMIDATE PADA INDUKSI ANESTESI UMUM ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH
PERBANDINGAN EFEK HEMODINAMIK ANTARA PROPOFOL DAN ETOMIDATE PADA INDUKSI ANESTESI UMUM COMPARISON OF HEMODYNAMIC EFFECTS BETWEEN PROPOFOL AND ETOMIDATE FOR GENERAL ANESTHESIA INDUCTION ARTIKEL PENELITIAN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
56 BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan uji kuantitatif analitik yang membandingkan dua kelompok penelitian, yaitu kelompok isofluran
Lebih terperinciNs. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department
Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid
Lebih terperinciFarmakoterapi Obat pada Gangguan Kardiovaskuler
Farmakoterapi Obat pada Gangguan Kardiovaskuler Alfi Yasmina Obat Jantung Antiangina Antiaritmia Antihipertensi Hipolipidemik Obat Gagal Jantung (Glikosida jantung) Antikoagulan, Antitrombotik, Trombolitik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut data statistik WHO (World Health Organization) penyakit kardiovaskular mengalami pertumbuhan, diprediksi pada tahun 2020 penyakit kronis akan mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular
Lebih terperinciPERBEDAAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL 2µg/kg DAN KLONIDIN 3µg/kg PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI
PERBEDAAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL 2µg/kg DAN KLONIDIN 3µg/kg PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI THE DIFFERENCES OF CARDIOVASCULER RESPONSE BETWEEN FENTANYL 2µg/kg AND CLONIDINE 3µg/kg
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar dalam sistem endokrin manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3 ) yang dikontrol
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia
23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar
Lebih terperinciPENGARUH LIDOKAIN 1,5 Mg/KgBB INTRAVENA TERHADAP GEJOLAK KARDIOVASKULER PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI
PENGARUH LIDOKAIN 1,5 Mg/KgBB INTRAVENA TERHADAP GEJOLAK KARDIOVASKULER PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI LAPORAN AKHIR PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Lebih terperinciMONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I
MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat & Win de
Lebih terperinciL A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara
L A M P I R A N 81 LAMPIRAN 1 : DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI IDENTITAS DIRI Nama : dr. Jefri Awaluddin Pane Tempat/tanggal lahir : Medan/23 Februari 1979 Jenis Kelamin Agama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai
Lebih terperinciPERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA
PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab
Lebih terperinciPERBEDAAN PENGARUH PREMEDIKASI BERBAGAI DOSIS KLONIDIN TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEA
PERBEDAAN PENGARUH PREMEDIKASI BERBAGAI DOSIS KLONIDIN TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi persyaratan
Lebih terperinciBAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan
Lebih terperinciPERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan. Proses menua dapat diartikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal,
Lebih terperinciPENGARUH MAGNESIUM SULFAT 30 Mg/KgBB INTRAVENA TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER AKIBAT TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI
PENGARUH MAGNESIUM SULFAT 30 Mg/KgBB INTRAVENA TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER AKIBAT TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Lebih terperinciPERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI
PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas. Hasil
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita jumpai banyak orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh merokok
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan
Lebih terperinciBAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang
BAB I 1.1 Latar Belakang Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Hal ini mengakibatkan atrium bekerja terus
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata cepat atau Rapid Eye
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur menurut Hierarki Maslow merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan fisiologis. Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan
Lebih terperinciPersalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN 1.1 Definisi Definisi hipertensi pada kehamilan berdasarkan nilai tekanan darah absolut (sistolik 140 atau diastolik 90 mmhg) dan dibedakan antara kenaikan tekanan darah ringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya
Lebih terperinciHipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi
Hipertensi dalam kehamilan Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmhg sistolik atau 90 mmhg diastolik pada dua kali
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks (sekumpulan tanda dan gejala) akibat kelainan struktural dan fungsional jantung. Manifestasi gagal jantung yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan Banyakprodo Tirtomoyo. Jumlah remaja laki- laki yang dilakukan pengukuran berjumlah
Lebih terperinciPGK dengan HD IDWG BIA PHASE ANGLE
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep PGK dengan HD Etiologi Compliance (Kepatuhan Pasien, kualitas HD) Asupan cairan Asupan Garam dan nutrisi IDWG BIA Komposisi cairan Status
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan zaman sekarang ini tingkat pengetahuan dan teknologi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan zaman sekarang ini tingkat pengetahuan dan teknologi semakin pesat. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta berhasilnya pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Proporsi kematian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka bagian tubuh untuk perbaikan.pembedahan biasanya diberikan anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa
Lebih terperinciCurah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi
Nama : Herda Septa D NPM : 0926010138 Keperawatan IV D Curah jantung Definisi Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume
Lebih terperinci