VI. KULTUR MIKROSPORA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. KULTUR MIKROSPORA"

Transkripsi

1 Pokok Bahasan VI. KULTUR MIKROSPORA Pendahuluan Pada perkembangan normal gametofit tanaman berbunga, mikrospora telah diprogram untuk berdiferensiasi menjadi pollen dan menghasilkan 2 sel sperma. Dibawah kondisi yang khusus perkembangan gametofit ini dapat dihambat dan dibelokkan kearah perkembangan sporofitik untuk menghasilkan tanaman haploid melalui jalur embryogenesis. Jalur perkembangan alternatip ini, yang menghasilkan embryo dan plantlet dengan jumlah kromosom haploid, disebut androgenesis atau mikrospora embryogenesis. Mekanisme yang ikut berperan dalain pembelokan program gametofitik kearah perkembangan sporofitik telah menarik perhatian banyak peneliti. Embriogenesis mikrospora dapat dilakukan dengan membuat kultur anther atau dengan cara mengisolasi mikrospora dari anther dan mengkulturkannya secara in vitro. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar teknik kultur mikrospora dan faktor-faktor yang mempengaruhi embryogenesis mikrospora.

2 Subpokok bahasan 1: EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Pendahuluan Sejarah penelitian pada transformasi dari pollen menjadi embryoid dimulai dengan suatu penemuan yang tidak disengaja oleh Guha dan Maheshwari (1964). Peneliti ini mendapatkan bahwa jika anther dari Datura innoxia pada stadium pollen dikulturkan pada medium yang mengandung garam-garam mineral, casein hydrolysat, IAA dan kinetin dan diberi suplement air kelapa, ekstrak anggur atau ekstrak plum. Setelah dikulturkan selama kira-kira enam sampai tujuh minggu struktur seperti embryo akan muncul dari bagian anther. Pengamatan lebih lanjut membuktikan bahwa embryo tersebut berasal dari pollen, oleh karena itu bersifat haploid. Materi Subpokok Bahasan 1 Salah satu masalah pada kultur anther dalam menginduksi perkembangan mikrospora yang embryogenik adalah, mikrospora berada didalam locule yang tertutup oleh dinding anther selama periode yang kritis ketika inisial pembelahan pada jalur embryogenik terjadi. Hal ini menyulitkan analisis mengenai pengaruh dinding anther dan tapetum pada pembelahan embryogenik mikrospora dibandingkan dengan effek yang lebih jelas dari komponen medium kultur. Dinding anther jelas berperan sebagai penghalang aliran nutrisi dari medium kultur ke mikrospora. Dinding anther juga mengeluarkan substansisubstansi (yang belum diketahui dengan jelas) yang bersifat memacu maupun menghambat pollen embryogenesis (Heberle-Bors, 1989). Kultur mikrospora dapat digunakan sebagai altematif untuk memproduksi tanaman dobel haploid jika kultur anther gagal dikerjakan. Pada Brassica napus tanaman dobel haploid tidak bisa diproduksi dengan kultur anther, jadi harus dikerjakan dengan kultur mikrospora (Takahata dan Keller, 1991). Untuk analisis perkembangan sporofitik pada pollen, dengan tidak adanya pengaruh dari jaringan somatik anther, kultur mikrospora mempunyai kelebihan dibandingkan dengaii kultur anther. Secara umum kelebihan kultur mikrospora dibandingkan dengan kultur anther adalah: 1. Ketergantungan pada genotip dapat ditiadakan. 2. Kompetisi diantara mikrospora yang disebabkan karena keterbatasan ruang dan nutrisi didalam anther (locule) dapat ditiadakan, semua

3 mikrospora mendapat akses yang sama terhadap nutrien yang tersedia. 3. Semua kemungkinan kontaminasi oleh jaringan somatik, sel-sel diploid dari anther, dapat ditiadakan, oleh karena itu semua faktor in vitro dapat langsung mempengaruhi mikrospora. 4. Perkembangan mikrospora dapat diamati secara langsung, ini penting untuk mengetahui proses induksi dari mikrospora yang embryogenik sampai permulaan dari pembelahan sel dan perkembangan embryo selanjutnya. 5. Mikrospora dapat dikulturkan sebagai organisme sel tunggal, oleh karena itu dapat diaplikasikan dengan teknik mikrobiologi. 6. Karena kultur mikrospora merupakan sistim sel tunggal, seleksi pada tingkat sel lebih mudah dikerjakan selanjutnya memberikan prospek baru pada manipulasi genetik (misalnya, mutagenesis, transformasi dsb). 7. Teknik kultur mikrospora memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri dibandingkan kultur anther pada transformasi DNA dan seleksi in vitro dari transforman. 8. Mikrospora dapat berkembang langsung menjadi embryo dan plantlet, oleh karena itu mikrospora embryogenesis menjadi model yang bagus sekali untuk memahami proses fisiologi dan biokimia pada androgenesis. Jalur pembelahan sporofitik Asal dari embryoid pada mikrospora embryogenesis telah diuraikan pada berbagai varietas tanaman dengan menggunakan mikroskop elektron dan cahaya. Tiga jalur utama ontogenik dari mikrospora embryogenesis (gambar 6.1) telah diuraikan oleh Sunderland dkk (1979), pembelahan embryogenik pertama dapat simmetrik atau asimmetrik.

4 Gambar 6.1. Tiga jalur utama ontogenik dari mikrospora embryogenesis

5 Pada mikrospora yang membelah secara asimmetris, disebut sebagai A pathway menghasilkan struktur yang tampak seperti type pollen pada umumnya, terdiri dari sel generativ yang lebih kecil didalam sel vegetativ yang lebih besar. Pada tanaman seperti Nicoticma tabaccum, Datura, Zea mays dan gandurn sel vegetativ membelah menghasilkan prekursor embryogenik sedangkan sel generative mengalami degenerasi. Variasi dari A pathway ini terdapat pada Hyocyamus niger, sel generative, ketika masih melekat pada dinding pollen sebelah dalam (intine), membelah secara berulang-ulang dan menghasilkan proembryo. Hal ini menunjukkan bahwa sel generativ juga mampu membelah secara independen untuk mengliasilkan embryoid atau sel induk kalus. Fusi antara inti sel generative dengan inti sel vegetativ, menghasilkan prekursor embryo non-haploid, disebut C pathway. Mikrospora yang membelah simmetris disebut B pathway, menghasilkan suatu struktur dengan dua sel atau nuklei yang sepadan. Meskipun kedua nuklei/sel yang dihasilkan tampak sangat mirip dan sepadan, pengamatan secara sitologis dan fisiologis menunjukan bahwa pollen multiselular dihasilkan oleh pembelahan inti sel yang tampak mirip dengan inti sel vegetativ dari hasil pembelahan asimmetris pada pollen. Albinisme Albinisme (defisiensi khlorofil) adalah phenomena yang umum dijumpai diantara plantlet yang dihasilkan pada kultur anther dan mikrospora, terutama pada tanaman serealia. Albinisme merupakan salah satu faktor penghambat utama penggunaan teknik kultur mikrospora pada program pemuliaan tanaman serealia. Beberapa faktor yang mempengaruhi derajat albinisme antara lain genotip dan kondisi fisiologis anther dari tanaman donor, stadium perkembangan mikrospora, cold pretreatment dan temperatur selama inkubasi dari kultur. Penelitian pada barley menunjukkan bahwa plantlet yang berasal dari kultur anther bervariasi dapat hijau, putih, atau kuning. Perkembangan kliloroplast dihambat pada berbagai stadia. Khloroplast pada sel-sel mesofil dari plantlet yang berwarna hijau berkembang secara normal sedangkan pada mesofil sel dari tanaman yang berwarna kuning, khloroplast mempunyai tylakoid yang kurang berkembang. Plastid pada plantlet albino mempunyai sedikit struktur internal. Pengaraatan secara biokimiawi menunjukkan baliwa plantlet albino pada padi kehilangan produk utama gen plastid seperti 23S dan 16 S rrna (Sun et al.,

6 1979). Berbagai usaha telah dilakukan untiik meneliti plantlet albino produk dari kultur anther dan mikrospora pada tingkatan molekuler. Sebagian terbesar penelitian difokuskan pada struktur dari plastid genom. Hasil study menunjukan adanya bentuk-bentuk delesi yang ekstensif dari plastid genom pada plantlet albino dari pollen gandum dan barley (Day dan Ellis, 1984). Hal serupa juga dilaporkan terjadi pada padi, plantlet albino yang berasal dari kultur mikrospora mengandung delesi pada skala yang sangat besar dari plastid genom sirkuler (Harada et al., 1991). Permasalahan mendasar apakah delesi merupakan hasil dari perkembangan pollen in vivo atau kalus atau embryo yang berkembang secara in vitro belum dapat dipecahkan, penelitian mengenai hal ini telah dan sedang dilakukan oleh grup riset yang dipimpin oleh Heberle-Bors di Vienna Biocenter-Austria. Tingkatan ploidy plantlet yang berasal dari kultur mikrospora Plantlet yang berasal dari mikrospora tidak selalu mempunyai jumlah kromosom haploid. Diploid, triploid dan tetraploid sering kali dijumpai dengan frekuensi yang sangat bervariasi. Variasi genetik yang ada diantara tanaman regenerasi yang berasal dari sel-sel garnet yang dikulturkan secara in vitro dikenal sebagai variasi gametoklonal (Morrison dan Evans, 1988). Pada Datura innoxia, proporsi dari plantlet non-haploid yang berasal dari kultur anther sangat bervariasi, tergantung dari umur anther pada saat dikulturkan. Tanaman haploid terutama diperoleh dari anther yang mengandung pollen pada stadium awal (early stage), produksi tanaman haploid menjadi berkurang seiring dengan peningkatan jumlah plantlet non-haploid dengan tingkatan ploidy yang lebih tinggi pada anther yang mengandung pollen pada stadium akhir (later stage). Frekuensi plantlet non-haploid pada kultur anther dan mikrospora sangat bervariasi pada jenis tanaman yang berbeda. Pada kultur anther gandum dari beberapa genotip, plantlet yang dobel haploid bervariasi antva 20 sampai kirakira 51% (Indrianto et al., 1999). Sedangkan pada barley plantlet yang spontan dobel haploid mencapai 87% dan pada padi mencapai 72%. Pada jagung frekuensi plantlet yang spontan dobel haploid sangat rendah. Nitsch et al.(1986) pada penelitiannya masing-masing mendapatkan hanya 6.3% dan 4.5% saja yang spontan dobel haploid diantara populasi plantlet pada kultur anther jagung. Bukti-bukti dari analisis sitologi dan ultrastruktur menunjukan bahwa timbulnya

7 embryoid dan plantlet non-haploid adalah dari fusi inti sel (Indrianto, et al., 1999). Fusi dapat terjadi antara dua inti sel yang secara morfologis serupa atau antara inti generativ dan vegetativ setelah mikrospora menyelesaikan pembelalian mitosis yang pertama. Fusi antara inti sel generativ dan vegetativ telah diamati pada kultur mikrospora barley, wheat dan tembakau hal ini menunjukan bahwa peningkatan jumlah ploidy pada plantlet terjadi pada awal dari kultur. Kemungkinan lain timbulnya plantlet non-haploid adalah endomitosis hal ini diperlihatkan dengan morfologi dan kenampakan dari kromosom pada waktu mikrospora membelah. Duplikasi kromosom terjadi secara normal, tetapi pergerakan kromosom terhambat karena kegagalan dalam mensintesis dan menyusun kembali aparatus mitosis, akibatnya jumlah kromosom menjadi dua kali lipat. Plantlet non-haploid juga dapat terjadi karena adanya endoreduplikasi, endoreduplikasi melibatkan satu atau beberapa kali sintesis DNA tanpa pembelahan kromosom dan sel dan menyebabkan terjadinya polyploidy. Namun demikian bukti langsung mengenai kejadian-kejadian tersebut diatas belum dapat dikonfirmasikan dan kontrol dari endocycle pada tanaman belum diketahuidengan jelas. Agensia pengganda kromosom yang umum dipergunakan adalah colchicine. Colchicine mengganggu mitosis dengan mengikat pada tubulin protein subunit dari mikrotubul, oleh karena itu menghambat pembentukan mikrotubul dan migrasi polar dari kromosom sebagai hasilnya adalah jumlah kromosom menjadi dua kali lipat didalam sel. Pada umumnya perlakuan colchicine dilakukan dengan mencelupkan seluruh tanaman selama beberapa jam didalam larutan encer colchicine. Perlakuan colchicine pada tanaman agak rumit dan tingkat mortalitasnya tinggi karena efek toksik dari agensia tersebut. Pada kultur anther gandum colchicine ditambahjkan langsung pada medium kultur pada konsentrasi sekitar 0.2 g/l. Setelah 24 jam anther kemudian ditransfer pada medium bebas colchicine, hasilnya frekuensi tanaman yang fertil mencapai 70%. Penggandaan kromosom dengan colchicine pada mikrospora sebelum mitosis yang pertama tampaknya lebih effisien dibandingkan dengan teknik konvensional yang biasa digunakan. Dibandingkan dengan colchicine, beberapa herbisida antimikrotubul mengikat secara lebih spesifik pada tubulin tanaman. Empat herbisida antimikrotubul yaitu amiprophosmethyl, pronamide, oryzalin dan triflurolin telah

8 dievaluasi melalui study yang mendalam tentang kemampuannya untuk menginduksi penggandaan kromosom pada kalus haploid dari anther jagung, tetapi hanya amiprosphomethyl dan pronamide yang secara efektif mampu menginduksi penggandaan kromosom. Herbisida ini mempunyai effek yang mirip dengan colchicine tetapi hanya memedukan konsentrasi yang sangat kecil. Sebagai altematif selain perlakuan konvensional dengan colchicine, gas nitrous oxide (N 2 O) juga telah dicobakan. Plantlet dari anther gandum diinkubasi didalam lingkungan dengan gas N 2 O. Metoda ini telah terbukti sama effisienya dengan colchicine tetapi tidak toksik. Aplikasi embryogenesis mikrospora Aplikasi embryogenesis mikrospora telah tercatat pada lebih dari 170 spesies Angiospermae yang tersebar pada 68 genera dan 28 familia. Asal embyo adalah dari singgel sel haploid, ini berarti embryo yang muncul adalah haploid. Penggandaan kromosom, yang dapat terjadi secara spontan atau dengan agensia pengganda menyebabkan tanaman menjadi homozygot. Embryo haploid dan dobel haploid yang dihasilkan dalam jumlah besar, mempunyai nilai yang sangat berharga bagi pemulia tanaman. Pada beberapa tanaman sereal, penggandaan kromosom terjadi secara spontan, sehingga dapat langsung digunakan pada program pemuliaan tanaman. Varietas-varietas komersial telah diproduksi pada pemuliaan dengan menggunakan tanaman dobel haploid, misalnya gandum varietas "Florin" di Perancis (Henry dan De Buyser, 1990). Keunggulan utama dari tanaman dobel haploid tampak pada cepatnya homozygosity diperoleh yang menunjukan sampel acak dari rekombinasi gamet secara meiosis dan ekspresi dari gen-gen resesif. Untuk pengembangan varietas pada kebanyakan tanaman, tahapan kritis adalah penetapan galur murni. Tanaman homozygot yang stabil adalah galur murni, tanaman seperti itu digunakan sebagai varietas akhir atau sebagai induk untuk memproduksi biji hibrida. Secara tradisional, para pemulia mendapat tanaman homozygot dengan cara "self-fertilization" atau "back cross", proses yang memakan banyak waktu (Morrison dan Evans, 1988). Effisiensi seleksi juga dapat ditingkatkan dengan produksi tanaman haploid, karena fenotip dari tanaman tidak tertutupi oleh efek dominan, sifat resesif dan dominan sama-sama terekspresi dan karenanya lebih mudah diseleksi.

9 Untuk penelitian dasar, embryogenesis mikrospora memungkinkan study mekanisme biologis pada tingkatan seluler dan molekuler berkaitan dengan induksi embryogenesis atau totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan dari setiap sel tanaman untuk berkembang menjadi tanaman lengkap. Faktor kunci yang umum untuk induksi embryogenesis mikrospora adalah stress. Tanpa stress mikrospora berkembang menjadi pollen normal yang masak. Mikrospora yang diberi perlakuan stres akan berkembang menjadi embryo (Heberle-Bors, 1999). Kultur mikrospora memungkinkan suplai sel-sel embryogenik dan embyo dalam jumlah yang tak terbatas, oleh karena itu memungkinkan dilakukannya penelitian mengenai proses-proses perkembangan yang relevan dengan embryogenesis zygotik. Hal yang tidak mungkin atau secara teknis sangat sulit untuk mendapatkan cukup bahan dari embryo zygotik, karena sulitnya mengambil embryo zygotik didalam nucelus yang terbenam cukup dalam di dalam jaringan induknya. Mikrospora adalah singgel haploid sel, totipoten dan tersedia dalam jumlah yang hampir tak terbatas, sehingga merupakan target ideal untuk percobaan-percobaan manipulasi genetik seperti transformasi. Ada dua metode yang berbeda untuk transformasi via mikrospora. Yang pertama, male germ line transformation (MAGELITR) adalah dengan memanfaatkan kemampuanya untuk berkembang menjadi pollen yang normal pada kultur in vitro (Heberle-Bors, 1991, Touraev et al, 1997). Mikrospora diisolasi dan DNA ditransfer, mikrospora yang sudah ditransfer dengan DNA dimasakkan in vitro dan pollen masak yang dihasilkan digunakan untuk polinasi in vivo. Metoda ini mempunyai banyak keunggulan : tidak perlu dilakukan kultur sel yang berkepanjangan karena biji transgenik langsung diperoleh dari tanaman. Karena tanaman langsung dihasilkan dari biji, vigor dan vertilitasnya dapat dijamin dibandingkan tanaman transgenik yang dihasilkan melalui regenerasi in vitro. Resiko terjadinya variasi dan transformasi chimeric juga dapat diminimalkan. Teknik ini dapat diaplikasikan pada semua tanaman jika pemasakan in vitro mikrospora sudah berhasil dicapai. Metode yang kedua, transformasi pada mikrospora yang embryogenik selanjutnya, setelah mengalami diploidisasi, tanaman transgenik homozygot dapat diperoleh dalam satu tahap saja, oleh karena itu dapat menghemat waktu pada program pemuliaan (Stoger et al, 1995). Ada beberapa strategi yang dirancang untuk mentransfer gen kedalam

10 mikrospora atau pollen. Transformasi dengan menginkubasi pollen didalam larutan DNA dan co-cultivasi dengan suspensi Agrobacterium (Hess, 1987), mikroinjeksi (Neuhaus et al, 1987) dan elektroporasi (Saunders et al, 1991) merupakan teknik yang menjanjikan untuk transformasi pollen. Partikel bombardment terbukti merupakan metoda paling handal untuk mengirimkan DNA kedalam mikrospora (Sto'ger et al, 1992). Lutihan soal-soal 1 1. Sebutkan keunggulan kultur mikrospora dibandingkan dengan kultur anther! 2. Jelaskan apa penyebab terjadinya albinisme pada plantlet hasil kultur mikrospora! 3. Jelaskan dari mana asal terbentuknya embrio/plantlet pada kultur mikrospora! 4. Jelaskan mengapa plantlet hasil kultur mikrospora tidak selalu haploid! 5. Jelaskan aplikasi praktis dari kultur mikrospora! Petunjuk jawaban latihan soal-soal 1. Ingat kultur anther versus kultur mikrospora 2. Ingat albinisme pada plantlet hasil kultur mikrospora 3. Ingat jalur perkembangan sporofitik 4. Ingat tingkatan ploidi plantlet hasil kultur mikrospora 5. Ingat aplikasi embryogenesis mikrospora

11 Subpokok Bahasan 2 : FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Pendahuluan Para peneliti telah membuktikan bahwa embryogenesis dan tanaman regenerasi dapat diperoleh dari kultur mikrospora. Induksi pembelahan sporofitik pada mikrospora bukanlah sebagai akibat dari isolasi organ dan penggunaan zat pengatur tumbuh semata, tetapi memerlukan praperlakuan khusus pada tanaman donor, kuncup bunga, anther atau mikrospora. Diketahui bahwa praperlakuan stress berfungsi sebagai pemicu untuk induksi perkembangan sporofitik dan menghambat perkembangan gametofit pada pollen. Stress secara fisiologis dapat menginduksi pembentukan/produksi suatu set protein yang sama sekali baru, protein ini berperan penting pada metabolisme sel. Pada tembakau, karbohidrat dan nitrogen starvation yang diperlakukan pada biselular pollen dapat menginduksi pembentukan pollen yang embryogenik, dimana setelah dipindah pada medium sederhana yang mengandung sukrosa dan nitrogen, membelah secara berulang-ulang dan menghasilkan embryo. Heat shock treatment kurang effektif pada stadium biselular polen, embryogenesis dapat diinduksi pada stadium yang lebih awal yaitu uniselular. Kombinasi starvation dan heat shock stress dapat menginduksi embryogenesis pada hampir semua mikrospora yang hidup pada tembakau dan gandum. Mikrospora yang diisolasi pada stadium yang sama bila dikulturkan pada kondisi tanpa stress akan berkembang menjadi pollen yang fertil. Pada Brassica napus, heat shock treatment pada 32 C selama 8 jam mampu menginduksi embryogenesis sampai 40% dari mikrospora yang diisolasi dan dikulturkan pada medium sederhana tanpa zat pengatur tumbuh. Pada suhu 18 C, mikrospora melanjutkan perkembangan normal gametofitiknya dan menghasilkan pollen yang masak. Materi Subpokok Bahasan 2 Faktor-faktor ekstra dan intraselular sangat berpengaruh pada induksi mikrospora embryogenesis. Beberapa parameter penting yang harus dipertimbangkan untuk mengoptimasi efisiensi induksi adalah: kondisi fisiologis dari tanaman donor, stadium perkembangan pollen, metoda isolasi, stress pretreatment dan medium kultur.

12 Tanaman donor Kualitas tanaman donor sangat berpengaruh pada kultur mikrospora. Kemampuan mikrospora untuk membelah secara sporofitik dan menghasilkan tanaman regenerasi sangatlah bervariasi didalam suatu varietas, disebabkan karena faktor lingkungan dimana tanaman donor tumbuh. Faktor lingkungan yang mempengaruhi vigor dari tanaman donor termasuk fotoperiodisitas, intensitas sinar, temperatur dan nutrisi. Telah diketahui bahwa pollen yang kompeten untuk membelah secara sporofitik, secara alami sebenarnya telah ada didalam anther, pollen tersebut berbeda ukuran dan sifat pengecatannya, kultur dari anther selanjutnya memberikan lingkungan yang dapat memacu eksoresi dari pollen yang secara alami kompeten untuk membelah secara sporofitik tersebut menjadi embryo. Adanya variasi pollen yang berbeda dari populasi pollen yang normal disebut pollen dimorphism. Kondisi yang memungkinkan pembentukan dimorphic pollen pada tanaman dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan tanaman donor, dengan kata lain tanaman donor dapat diberi perlakuan stress untuk menginduksi embryogenesis. Pada tembakau fotoperiodik dan temperatur berperan dalam evolusi dari pollen yang kompeten pada embryogenesis. Tanaman yang dijumbuhkan pada hari pendek (8 jam periode terang) pada temperatur rendah (18 C) mengliasilkan daun-daun yang jumlahnya lebih sedikit dengan ukuran yang lebih kecil sampai periode berbunga, anthernya lebih kecil dan mengandung banyak pollen yang mempunyai potensi embryogenic yang sangat besar (p-grain). Embryoid akan dihasilkan dalam jumlah sangat besar jika anther atau pollen yang ada didalamnya diisolasi dan dikulturkan. Faktor lingkungan lain (edafik) yang dapat meningkatkan frekuensi embryogenik pollen (p-grain) adalah nitrogen starvation. Growth substances yang diketahui dapat mengurangi fertilitas jantan, seperti auxin dan anti-gibberellin jika di semprotkan pada tananan dapat meningkatkan pollen yang embryogenik pada tembakau dan kentang. Pada gandum, penyemprotan dengan ethylene releasing agent ethrel juga meningkatkan frekuensi pollen yang embryogenik. Pada padi, penyemprotan ethrel meningkatkan pembentukan tanaman haploid pada kultur anther. Gametocide juga telah digunakan untuk meningkatkan pembentukan tanaman haploid pada kultur anther. Gametocide mi sebelumnya dikembangkan untuk

13 menghambat perkembangan gametofit jantan yaitu untuk menghambat selfpollination pada produksi biji hibrida. Jika gametocide ini disemprotkan pada gandum dapat meningkatkan produksi tanaman haploid pada kultur anther. Stadium perkembangan pollen Stadium perkembangan pollen didalam anther pada saat dikulturkan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalarn menginduksi pembelahan sporofitik. Stadium ini bervariasi pada setiap jenis tanaman, biasanya diantara haploid mitosis yang pertama(late unicelular atau early bicellular) diketahui merupakan stadium yang sangat kritis untuk induksi androgenesis. Sunderland dan Wick (1971) menunjukkan bahwa pada tembakau, anther dapat dikulturkan pada stadium perkembangan apa saja mulai dari tetrade sampai late bisellular pollen, tetapi jumlah embryoid terbanyak diperoleh jika digunakan anther yang mengandung pollen yang telah menyelesaikan mitosis yang pertama. Pada Brassica napus atau rapeseed, stadium late unicelular atau early bicellular adalah yang paling kompeten untuk pembentukan tanaman, sedangkan pada barley stadium mid-late sampai late unicelular adalah yang optimal. Pada gandum dan padi stadium late unicelular sampai premitosis adalah yang optimal untuk percobaan-percobaan kultur mikrospora. Dengan kemajuan teknologi kultur mikrospora, batasan stadium perkembangan mikrospora menjadi kurang penting. Percobaan-percobaan yang dilakukan Touraev et al. (1977) menunjukkan bahwa pada kultur mikrospora tembakau yang populasinya terdiri dari mikrospora yang stadiumnya sangat heterogen, mulai dari mikrospora yang unicellular sampai early bicellular dapat diinduksi menjadi embryogenik. Binarova et al., (1997) menunjukkan bahwa pada Brassica napus stadium late bicellular pollen juga dapat diinduksi menjadi embryogenik. Membahas stadium perkembangan pollen tidak dapat lepas dari siklus sel. Dediferensiasi sel tanaman dapat didefinisikan sebagai reinisiasi dari pembelahan sel. Perkembangan normal pollen dicirikan dengan peristiwaperistiwa siklus sel yang dikendalikan secara ketat. Setelah pembelahan asymmetris yang pertama dari mikrospora, sel generative dengan cepat mengalami replikasi DNA dan tertahan pada fase G2 dari siklus sel. Sementara

14 itu sel vegetative tertahan pada fase G1 dari siklus sel (Zarsky et al., 1992). Tergantung dari jenis tanaman, sel generative membelah lagi, baik selama perkembangan pollen (seperti pada kebanyakan nimput-rumputan) atau setelah berkecambah, didalam buluh kecambah (seperti pada tembakau). Kemampuan dari mikrospora atau bicellular pollen untuk masuk siklus sel yang baru selama stres pretreatment atau setelah dibebaskan dari stres merupakan salah satu aspek yang sangat penting didalam mikrospora embryogenesis. Mikrospora pada tembakau yang diisolasi pada fase G1 mengalami replikasi DNA selama induksi stres (starvation dan heat shock) treatment, kemudian berhenti dan tertahan pada fase G2. Hanya setelah dibebaskan dari stres (dipindah ke medium yang diperkaya pada temperatur kamar) siklus sel dapat dilanjutkan, yaitu mitosis. Mikrospora yang diisolasi pada fase G2 mengalami mitosis selama stres pretreatment. Sel generative langsung masuk siklus sel baru kemudian berhenti dan tertahan pada fase G2, sedangkan sel vegetative tidak masuk replikasi DNA (Touraev et al., 1997). Penelitian yang dilakukan Zarsky et al. (1992) pada pollen tembakau yang bicellular menunjukan, sel vegetative mengalami replikasi DNA selama stres pretreatment (nitrogen/carbohydrate starvation) dan tertahan lagi pada fase G2. Sel generative tidak terpengaruh oleh stres pretreatment dan tetap tertahan pada fase G2 setelah dipindah ke medium yang diperkaya, atau dengan kata lain sel generativ tidak memberikan kontribusi pada pembentukan embryo pada tembakau. Stres pretreatment Agar supaya program genetik pada mikrospora dapat diubah dari perkembangan gametofitik kearah perkembangan sporofitik diperlukan suatu sinyal. Sinyal ini dapat diberikan dengan berbagai cara meldui stres pada mikrospora. Berbagai stres pretreatment terbukti telah berhasil menginduksi mikrospora menjadi embryogenik dengan frekuensi yang cukup tinggi, antara lain: cold shock pada jagung, gandum, barley, padi dan masih banyak spesies yang lain; heat shock pada Brassica, gandum dan tembakau; carbohydrate dan nitrogen starvation pada tembakau, gandum, padi dan barley dan colchicine pretreatment pada Brassica. Beberapa stres yang lain seperti ethanol dan irradiasi sinar gamma pada Brassica, stres air, kondisi aerobik, dan atmosfer jenuli air pada tembakau, tidak dapat diaplikasikan secara meluas.

15 Stres pretreatment ini dapat diaplikasikan pada tanaman donor, kuncup bunga atau spike, anther atau secara langsung pada mikrospora yang sudah diisolasi. Peranan dari trauma fisik atau termal atau khemis dalam memicu androgenesis masih menjadi spekulasi dan belum diketahui secara pasti. Buktibukti yang terkumpul menunjukkan peranan dari sitoskeleton pada pengaturan posisi inti sel yang mendahului terjadinya pembelahan mitosis yang pertama, dan keterlibatannya pada pollen embryogenesis. Zhao et al. (1996) menguji pengaruh colchicine pada anther dan mikrospora embryogenesis pada Brassica napus. Dari hasil penelitiannya didapatkankan bahwa agensia antimikrotubul ini dapat meningkatkan frekuensi induksi embryogenesis pada kultur anther dan mikrospora dengan meningkatkan jumlah sel-sel yang membelah symmetris. Mereka menyimpulkan bahwa colchicine bekerja dengan cara menghambat penyusunan mikrotubul, mikrospora yang diperlakukan dengan colchicine, sebelum pembelahan mitosis yang pertama, akan menekan penyusunan mikrotubul yang diperlukan untuk menempatkan inti sel pada posisinya diperiferi unruk membelah secara asymmetris. Penelitian yang terbaru dari Zhao (1996) menunjukkan bahwa colchicine sendiri dapat memicu pollen embryogenesis pada Brassica napus yang dikulturkan pada non-induktif temperatur (mikrospora pada Brassica dapat diinduksi menjadi embryogenik dengan mengkulturkan pada temperatur 33 C) menunjukkan bahwa stimulus heat shock mungkin beraksi pada tingkatan sitoskeleton yang menyebabkan mikrospora masuk ke jalur embryogenik. Cordewener et al.,(1994) menyatakan bahwa sintesis tubulin isoform tidak berubah selama induksi embryogenik dibandingkan dengan kondisi non-embryogenik pada mikrospora Brassica napus. Penelitian ini mendukung dugaan bahwa stimulus shock lingkungan untuk embryogenesis berperan secara langsung dengan adanya komponen dari sitoskeleton pada stadium awal dari embryogenesis. Juga dengan menggunakan kultur mirospora Brassica napus, penelitian yaiig dilakukan Simmond (1994) menunjukan bahwa bersamaan dengan pergerakan inti sel pada posisi ditengah dari mikrospora, perubahan struktural pertama yang menunjukan reprograming selular unttik masuk ke jalur sporofitik adalah adanya preprophase band dari mikrotubul (PPB). Selama ontogeni perkembangan pollen yang normal, PPB tidak berpartisipasi pada pembelahan mitosis yang pertama dari pollen Brassica. Penelitian ini menegaskan bahwa sitoskeleton berperan penting pada stadium awal dari

16 embryogenesis pada pollen Brassica. Pada sel somatik, pembentukan phragmosome merupakan fenomena yang tampak pertamakali bila sel-sel dikulturkan pada kondisi yang memungkinkan sel-sel mengalami reinisiasi untuk membelah. Phragmosome merupakan suatu lapisan sitoplasma padat yang menyelimuti inti sel yang bergerak pada posisi ditengah-tengah sel dan dipertahankan pada posisi tersebut dengan mikrotubul yang memancar radial dari inti sel. Pembentukan phragmosome diikuti dengan pembelahan sel dengan arah yang ditentukan oleh PPB, yang terletak pada sisi dimana phragmosome menyentuh dinding sel. Medium kultur Medium untuk kultur anther dan mikrospora bukan merupakan faktor yang kritis pada induksi embryogenesis. Mikrospora dari beberapa spesies tanaman dapat diinduksi menjadi embryogenik dengan mengkulturkan pada medium sederhana yang hanya terdiri dari unsur-unsur makro dan mikro, besi, vitamin, myo-inositol dan gula. Penelitian rutin yang dilakukan di Laboratorium kami bahkan menggunakan medium yang sama untuk kultur mikrospora tembakau dan padi-padian. Namun demikian komposisi medium masih dipandang penting, berbagai usaha telah dilakukan untuk mengoptimasi komposisi medium untuk kultur anther dan mikrospora. Telah diketahui bahwa komposisi nitrogen pada medium kultur berperan sangat penting pada androgenesis. Peningkatan jumlah plantlet pada kultur anther barley diperoleh dengan mengurangi konsentrasi ammonium nitrat pada medium dan menggunakan glutamin sebagai sumber nitrogen non-toxic. Penelitian yang sangat intensif mengenai kebutuhan nitrogen menunjukan bahwa inisiasi pembelahan, proliferasi lebih lanjut dan regenerasi menjadi plantlet pada kultur mikrospora barley merupakan peristiwa yang berdiri sendiri-sendiri yang mungkin dapat dimanipulasi dengan nitrogen. Sumber karbohidrat yang berbeda juga telah dicoba, sukrose tidak umum digunakan untuk anther kultur barley, kentang dan gandum, sebagai gantinya digunakan maltose. Perbedaan metabolisme sukrose dan maltose pada kultur mikrospora barley menjadi alasan utama keunggulan dari maltose dibandingkan dengan sukrose. Telah diketahui bahwa maltose dimetabolisir lebih lamban. Sukrose yang dimetabolisir lebih cepat, menyebabkan ternkumulasinya sejumlah ethanol yang berakibat toksik didalam mikrospora.

17 Tekanan osmotik pada media juga diketahui merupakan parameter yang penting. Pada tekanan osmotik yang tinggi, peningkatan jumlah plantlet hijau bersamaan dengan penurunan jumlah plantlet albino telah diamati pada kultur mikrospora barley. Penambahan Fikoll pada medium kultur juga diketahui dapat meningkatkan persentase plantlet hijau pada kultur anther gandum. Penggunaan Polyethylene glycol (PEG)-400, yang tidak dapat dimetabolisir, sebagai osmotikum pada medium kultur juga diketahui dapat menginduksi peningkatan jumlah embryo pada kultur mikrospora Brassica napus. Diketahui bahwa zat pengatur tumbuh bukan merupakan komponen yang esensial pada medium untuk menginduksi embryogenesis. Pada kultur mikrospora beberapa jenis tanaman, misalnya barley, jagung, gandum dan tembakau, digunakan medium tanpa hormon. Conditioning pada medium kultur dengan ovary terbukti sangat bermanfaat untuk kultur mikrospora. Manfaat penggunaan ovary-conditioned media pada kultur mikrospora telah dilaporkan pada barley dan gandum. Pada kultur mikrospora gandum, co-culture dengan ovary dari barley atau gandum menyebabkan lingkungan menjadi cocok untuk pembentukan embryo dan regenerasi plantlet yang fertil. Koehler dan Wenzel, (1985) menyatakan bahwa pada gandum, co-culture dengan ovary mengakibatkan medium menjadi terkondisi dengan substansi-substansi yang diproduksi oleh ovary, misalnya auxin-like hormon yang memacu embryogenesis. Kombinasi zat pengatur tumbuh dengan bahan-bahan tambahan seperti air kelapa, ekstrak yeast, atau ekstrak kentang diketahui dapat memacu induksi pembentukan embryo dan plantlet dari mikrospora.

18 Latihan soal-soal Apa yang dimaksud dengan pollen dimorphism, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dimorphic pollen! 2. Jelaskan pentingnya stadium perkembangan pollen pada induksi embryogenesis mikrospora! 3. Jelaskan perubahan-perubahan sitologis apa yang terjadi pada mikrospora yang dihadapkan pada stress! 4. Mengapa medium kultur bukan merupakan faktor kritis pada induksi embryogenesis mikrospora? 5. Jelaskan peranan sumber karbohidrat pada medium kultur mikrospora! Petunjuk jawaban latihan soal-soal 1. Ingat pengaruh tanaman donor pada induksi embryogenesis mikrospora! 2. Ingat siklus sel yang berkaitan dengan induksi embryogenesis mikrospora! 3. Ingat peranan sitoskeleton pada pengubahan jalur perkembangan sporofitik mikrospora! 4. Ingat peranan stress pretreatment pada embriogenesis mikrospora! 5. Ingat fungsi gula pada medium kultur!

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Bunga tanaman kedelai termasuk bunga sempurna dengan tipe penyerbukan sendiri yang terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemungkinan kawin silang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya menggunakan tanaman hias dan bunga bagi tujuan kesenangan dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun akhirnya meluas hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman hortikultura semusim yang mempunyai nilai ekonomi. Cabai rawit memiliki nilai tinggi untuk industri makanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah Diusulkan oleh : Miftah Faridzi A34070042 (2007) Vicky Saputra A24050609

Lebih terperinci

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:

Lebih terperinci

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora 3 HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora Morfologi malai jantan kelapa sawit dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan ukuran pembukaan spata, posisi spikelet pada malai, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan 25 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan Sejumlah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah suhu, cahaya, karbondioksida, oksigen, etilen, dan kelembaban

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas

HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas 14 HASIL Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dengan Perkembangan Mikrospora Fase perkembangan mikrospora pada bunga dapat ditandai dengan perubahan morfologi bagian bunga. Pada bunga kedelai, perkembangan

Lebih terperinci

HIBRIDISASI SOMATIK MELALUI FUSI PROTOPLAS. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

HIBRIDISASI SOMATIK MELALUI FUSI PROTOPLAS. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP HIBRIDISASI SOMATIK MELALUI FUSI PROTOPLAS Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Pendahuluan Hibridisasi secara seksual telah dilakukan pada tanaman selama berpuluh tahun untuk

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

Induksi Tanaman Haploid dan Tanaman Bebas Penyakit

Induksi Tanaman Haploid dan Tanaman Bebas Penyakit MK. Kultur Jaringan (Biologi Sem 6) Induksi Tanaman Haploid dan Tanaman Bebas Penyakit Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2014 TEKNIK KULTUR JARINGAN Dapat menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

Pokok Bahasan I : PRINSIP DASAR, SEJARAH PERKEMBANGAN DAN MANFAAT TEKNIK KULTUR JARINGAN

Pokok Bahasan I : PRINSIP DASAR, SEJARAH PERKEMBANGAN DAN MANFAAT TEKNIK KULTUR JARINGAN Pokok Bahasan I : PRINSIP DASAR, SEJARAH PERKEMBANGAN DAN MANFAAT TEKNIK KULTUR JARINGAN Pendahuluan Tumbuhan dialam bebas sangat bervariasi dan kompleks dalam melangsungkan siklus hidupnya. Untuk dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar 22 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) 2.1.1 Morfologi Brokoli Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar 2.1). Bunga terdiri atas

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN 0 PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN (Leaflet) TERHADAP INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO Oleh Diana Apriliana FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis BIOTEKNOLOGI Victoria Henuhili, MSi *)., Jurdik Biologi FMIPA UNY Sub Topik : FUSI PROTOPLAS KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

Lebih terperinci

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012 Teknik Kultur In Vitro Tanaman Sri Sumarsih Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman Romawi (Stephens, 2009). Brokoli masuk ke Indonesia sekitar 1970-an dan

BAB I PENDAHULUAN. jaman Romawi (Stephens, 2009). Brokoli masuk ke Indonesia sekitar 1970-an dan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) merupakan salah satu tanaman sayuran dari suku kubis- kubisan atau Brassicaceae yang berasal dari dataran tinggi

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN MK. BIOTEKNOLOGI (SEM VI) Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2015 16 maret : metode biotek tnmn 23 maret : transgenesis 30 maret

Lebih terperinci

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti

Lebih terperinci

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan. Pertemuan : Minggu ke 13 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Perkembangan buah dan biji Sub pokok bahasan : 1. Terbentuknya biji 2. Perkembangan buah 3. Perkecambahan biji 4. Penuaan dan kematian

Lebih terperinci

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan mitosis dan meiosis pada tanaman Sub Pokok Bahasan :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis

I. PENDAHULUAN. Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk kedalam suku Liliaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan memanjat sehingga dikenal

Lebih terperinci

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN INDUCTION OF MICROSPORE EMBRYOGENESIS IN Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden WITH HEAT SHOCK

Lebih terperinci

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE Djoko Santosa Fakultas Farmasi UGM ABSTRAK Mikrospora adalah serbuk sari yang masih muda di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN Emil Riza Pratama (1308104010039) Fitria (1308104010013) Jamhur (1308104010030) Ratna sari (308104010005) Wilda Yita (1308104010012) Vianti Cintya Putri (1308104010015) Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

Protoplasma. TEKNIK FUSI SEL: Isolasi Protoplasma Fusi protoplasma. Fusi Protoplas: Mengapa menggunakan ini? 10/16/2013

Protoplasma. TEKNIK FUSI SEL: Isolasi Protoplasma Fusi protoplasma. Fusi Protoplas: Mengapa menggunakan ini? 10/16/2013 Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian TEKNIK FUSI SEL: Isolasi Protoplasma Fusi protoplasma Protoplasma Sel tanpa dinding sel Dapat digunakan sebagai eksplan Digunakan untuk rekayasa genetika Paling sering

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO 41 INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO Abstrak Komposisi media mempengaruhi kemampuan antera membentuk kalus dan/atau embrio serta regenerasi tanaman. Pada tanaman Dianthus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen Pendahuluan GENETIKA DASAR Mutasi Gen Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi di http://dirvamenaboer.tripod.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia disamping karet, the, coklat dan lain-lain. Kelapa sawit mempunyai masa depan yang cukup cerah saat ini.

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif Transformasi genetika merupakan teknik yang rutin digunakan saat ini untuk mentransfer berbagai sifat penting pada tanaman dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Menurut sistem klasifikasi Cronquist (1981), klasifikasi dari anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.)

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU Jurnal Biologi XIV (1) : 1-6 ISSN : 1410 5292 PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU THE EFFECT OF STARVATION AND HEAT SHOCK TOWARDS EMBRYOGENESIS OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati sesudah kelapa. Minyak sawit kaya akan pro-vitamin

Lebih terperinci

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat A. Siklus sel dan siklus hidup organisme B. Prinsip dasar reproduksi dan pewarisan material genetik: mitosis, meiosis dan fertilisasi C.Pola pewarisan sifat:

Lebih terperinci

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA OLEH: IR. SUPRIYANTA, MP. JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2004 Topik 1 Pendahuluan Dalam bidang biologi, kita mengenal suatu organisme

Lebih terperinci

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap sel berasal dari sel hidup lainnya. Siklus sel merupakan tahapan dimana terjadinya proses pembelahan dan penduplikasian berbagai materi yang ada didalam sel,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) tiap promoter (perlakuan)

Lebih terperinci

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Mata Kuliah : Biologi Umum Kode MK : Bio 612101 Tahun Ajaran : 2014/2015 Pokok Bahasan : Genetika Jani Master, M.Si.

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL

POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL Poliembrioni Poliembrioni adalah terdapatnya lebih dari satu embrio dalam satu biji. Orang yang melaporkan pertama kali, terjadinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage.

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage. INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA ANGGREK BULAN (PHALAENOPSIS AMABILIS (L.) BL.) DENGAN PERLAKUAN HORMON 2,4-D Devi Hery Puji Astuti, Drs. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D. dan Dwi Kusuma Wahyuni,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena beras masih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Kacang Tanah Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur Jaringan Tanaman Kopi Rina Arimarsetiowati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dalam

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE DISUSUN OLEH: PREKDI S. BERUTU NIM: 160301034 Mata Kuliah : Teknologi Benih Dosen Pengampu : Risky Ridha, SP., MP PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Teknologi Kultur Jaringan Tanaman. Bab I : Pendahuluan 3/24/2011

Teknologi Kultur Jaringan Tanaman. Bab I : Pendahuluan 3/24/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kuliah 11 KULTUR JARINGAN GAHARU Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi KULTUR JARINGAN Apa yang dimaksud dengan kultur jaringan? Teknik menumbuhkan

Lebih terperinci

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1) Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta Reny Fauziah Oetami 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting. Komoditas kacang tanah diusahakan 70% di lahan kering dan hanya 30% di

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Kromosom. GENETIKA DASAR Mutasi Kromosom

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Kromosom. GENETIKA DASAR Mutasi Kromosom Pendahuluan GENETIKA DASAR Mutasi Kromosom Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi di http://dirvamenaboer.tripod.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Percobaan I: Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Perkembangan Ovari menjadi buah (polong buah). Teknik penyilangan anggrek mudah dipelajari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis anggrek asli Indonesia yang penyebarannya meliputi daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pule pandak (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Menurut Word Health Organisation

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh: Uswatun Khasanah NIM K4301058 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jagung Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada malai dan bunga betina terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF PEMBUNGAAN: Struktur Bunga: Bunga merupakan modifikasi dari tunas vegetatif/batang dengan bagian daun khusus yang berubah fungsi menjadi alat

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II. REPRODUKSI SEL AMITOSIS REPRODUKSI SEL Pembelahan I Profase I Metafase I Anafase I Proleptotene Leptotene Zygotene Pachytene Diplotene Diakinesis MEIOSIS Interfase Telofase I Pembelahan II Profase II Metafse

Lebih terperinci

TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP TAHUKAH KAMU?? APA YANG DIMAKSUD TANAMAN TRANSGENIK??? APA YANG DIMAKSUD DENGAN REKAYASA GENETIKA??? Lalu bagaimana ya caranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio partenogenetik memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan etika pada penelitian rekayasa embrio. Untuk memproduksi embrio partenogenetik ini, sel telur diambil dari individu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah melon banyak digemari oleh masyarakat karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Hidup Eksplan Jumlah eksplan jelutung yang ditanam sebanyak 125 eksplan yang telah diinisiasi pada media kultur dan diamati selama 11 minggu setelah masa tanam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.) TINJAUAN PUSTAKA Botani Melon (Cucumis melo L.) Melon dalam klasifikasi tanaman digolongkan kedalam famili Cucurbitaceae sama seperti blewah (Cucumis melo L.), semangka (Citrullus vulgaris Schard), mentimun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau sweet corn ialah salah satu tanaman pangan yang mempunyai prospek penting di Indonesia. Hal ini disebabkan jagung

Lebih terperinci

Protoplasma TEKNIK FUSI SEL. Fusi Protoplas: Mengapa menggunakan ini? Produksi Hibrida Melalui Fusi Protoplas. Sel tanpa dinding sel

Protoplasma TEKNIK FUSI SEL. Fusi Protoplas: Mengapa menggunakan ini? Produksi Hibrida Melalui Fusi Protoplas. Sel tanpa dinding sel Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 4 TEKNIK FUSI SEL Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci